Dasar teori dan opm rizka

2.1. Serbuk Kayu
Serbuk kayu hasil gergaji atau serutan adalah limbah yang menurut sebagian orang
sudah tidak ada manfaatnya dan tidak mempuyai nilai ekonomis. Jumlah ketersediaan serbuk
gergaji sangat besar, namun tidak semua serbuk gergaji yang ada telah termanfaatkan,
sehingga bila tidak ditangani dengan baik maka dapat menjadi masalah lingkungan yang
serius. Terdapatnya selulosa dan hemiselulosa menjadikan serbuk gergaji kayu berpotensi
untuk digunakan sebagai bahan penyerap karena mempunyai gugus hidroksil (OH -) dapat
dipakai untuk menjernihkan minyak goreng kualitas II. Selain itu, serbuk gergaji juga
mengandung senyawa lignin 26-32% (Pari, 2000).
2.1.2. Komponen Kimia Kayu
Kayu sebagian besar tersusun atas tiga unsur yaitu unsur C, H dan O. Unsur-unsur
tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah berupa H2O. Namun, dalam kayu juga
terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Unsur-unsur tersebut
tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu:
1. Komponen pengisi rongga sel
Zat pengisi rongga sering disebut dengan komponen ekstranous, yang dominan diisi oleh
zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan kumpulan banyak zat seperti gula, tepung/pati, tanin,
resin, pektin, zat warna kayu, asam-asam, minyak-minyak, lemak dalam kayu dan
sebagainya.
2. Komponen penyusun dinding sel

Komponen penyusun dinding sel adalah komponen kimia yang menyatu dalam dinding
sel. Tersusun atas banyak komponen yang tergabung dalam karbohidrat dan lignin.
Karbohidrat yang telah terbebas dari lignin dan ekstraktif disebut juga dengan holoselulosa.
Holoselulosa sebagian besar tersusun atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa merupakan
komponen terbesar dan paling bermanfaat dari kayu (Sukarta, 2008).
2.1.2. Selulosa
Selulosa merupakan molekul glukosa yang dapat membentuk sebuah rantai panjang
tidak bercabang seperti pada amilosa. Unit-unit glukosa dalam selulosa terikat melalui ikatan
glikosidik. Ikatan glikosidik adalah ikatan kovalen yang terbentuk antara dua monosakarida
melalui reaksi dehidrasi. Selulosa ditemukan sebagai dinding sel tumbuhan, tidak larut dalam
air, ditemukan banyak pada batang, dahan, tangkai, daun dan hampir semua jaringan
tumbuhan. Kayu, katun, kapas, bambu dan serat tumbuhan mengandung selulosa sebesar 9899% (Zahroh,2010).

2.1.3. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari berbagai gula termasuk xilosa,
arabinosa dan manosa. Hemiselulosa terutama xilosa dan arabinosa masing-masing disebut
sebagai xyloglucans atau arabinoglucans. Hemiselulosa sangat hidrofilik dan sangat
terhidrasi dan berbentuk gel. Hemiselulosa banyak dijumpai pada dinding sel primer tetapi
juga ditemukan pada dinding sel sekunder (Surakarta,2008).
2.1.4. Lignin

Lignin memiliki struktur kimiawi bercabang-cabang dan membentuk polimer tiga
dimensi. Molekul dasar lignin adalah fenil propan. Molekul lignin memiliki derajat
polimerisasi tinggi karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan
lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan
memberikan kekerasan struktur serat. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada dinding sel,
lignin bersama-sama dengan hemiselulosa membentuk matriks (semen) yang mengikat seratserat halus selulosa (Surakarta, 2008).
2.2. Minyak Jelantah
Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak jelantah adalah
minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng seperti halnya minyak jagung,
minyak sayur, minyak samin dan sebagainya, minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian
kebutuhan rumah tangga umumnya, dapat di gunakan kembali untuk keperluaran kuliner, akan
tetapi bila ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa
yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan.(Wikipedia, 2009)
Minyak goreng sangat mudah untuk mengalami oksidasi (Ketaren, 2005). Maka, minyak
goreng berulang kali atau yang disebut minyak jelantah telah mengalami penguraian molekulmolekul, sehingga titik asapnya turun drastis, dan bila disimpan dapat menyebabkan minyak
menjadi berbau tengik. Bau tengik dapat terjadi karena penyimpanan yang salah dalam jangka
waktu tertentu menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida menjadi gliserol dan FFA (free fatty
acid) atau asam lemak jenuh. Selain itu, minyak goreng ini juga sangat disukai oleh jamur
aflatoksin. Jamur ini dapat menghasilkan racun aflatoksin yang dapat menyebabkan penyakit
pada hati (Aprilio, 2010).


Menurut Ketaren (2005), tanda awal dari kerusakan minyak goreng adalah
terbentuknya akrolein pada minyak goreng. Akrolein ini menyebabkan rasa gatal pada
tenggorokan pada saat mengkonsumsi makanan yang digoreng menggunakan minyak goreng
berulang kali. Akrolein terbentuk dari hidrasi gliserol yang membentuk aldehida tidak jenuh
atau akrolein.

H
H

C

H
OH

C

O

PANAS


H

C

OH

C

O

H

C

OH

H

C


H
H
Minyak Goreng
Akrolein
(Gliserol)
Gambar 2.1. Skema pembentukan akrolein

+ H2O

Air

2.3. Adsorpsi
2.3.1. Pengertian Adsorpsi
Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh dan melekat pada
permukaan padatan. Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas
atau cairan dikontakkan dengan suatu permukaan padatan tersebut. Molekul – molrkul pada
permukaan zat padat atau zat cair mempunyai gaya dalam keadaan tidak setimbang
(unbalance) yang cenderung tertarik ke arah dalam gaya kohesi > gaya adhesi (Atmoko RD,
2012).

Walaupun adsorpsi biasanya dikaitkan dengan perpindahan dari suatu gas atau cairan
kesuatu permukaan padatan, perpindahan dari suatu gas kesuatu permukaan cairan juga
terjadi. Subtansi yang terkonsentrasi pada permukaan didefenisi sebagai adsorbat dan
material dimana adsorbat terakumulasi didefenisi sebagai adsorben.
Adsorpsi atau penjerapan adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan
maupun gas , terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penjerap, adsorben) dan akhirnya
membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terjerap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda
dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk
suatu larutan.(Ginting,FD,2008)
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan molekulmolekul gas atau cair,dikontakkan dengan molekul-molekol tersebut,maka didalamnya
terdapat gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik dan gaya ikatan hidrogen yang bekerja

diantara molekul seluruh material. Gaya-gaya yang tidak setimbang pada batas fasa tersebut
menyebabkan perubahan-perubahan konsentrasi molekul pada interface solid/fluida. padatan
berpori yang menghisap (adsorption) dan melepaskan (desorption) suatu fluida disebut
adsorben. Molekul fluida yang dihisap tetapi tidak terakumulasi/melekat disebut
adsorptive,sedangkan yang terakumulasi/melekat disebut adsorbat.
Adsorpsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu adsorpsi fisika (disebabkan oleh gaya
Van Der Waals (penyebab terjadinya kondensasi gas untuk membentuk cairan) yang ada pada
permukaan adsorbens) dan adsorpsi kimia (terjadi reaksi antara zat yang diserap dengan

adsorben, banyaknya zat yang teradsorpsi tergantung pada sifat khas zat padatnya yang
merupakan fungsi tekanan dan suhu). Adsorben yang dapat mengadsorpsi secara fisika dan kimia
seperti composite adsorbent.

2.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Adsorpsi
Performa mesin pendingin adsorpsi sangat dipengaruhi baik oleh perpindahan kalor
maupun perpindahan massa. Sedangkan daya adsorpsi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
1. Tekanan (P), Tekanan yang dimaksud adalah tekanan adsorbat. kenaikan tekanan adsorbat
dapat menaikan jumlah yang diadsorpsi.
2. Temperatur absolut (T), Temperatur yang dimaksud adalah temperatur adsorbat. Pada saat
molekul-molekul gas atau adsorbat melekat pada permukaan adsorben akan terjadi
pembebasan sejumlah energi yang dinamakan peristiwa eksotermis. Berkurangnya
temperatur akan menambah jumlah adsorbat yang akan teradsorpsi demikian juga untuk
peristiwa sebaliknya.
3. Interaksi potensial (E), interaksi potensial antara adsorbat dengan dinding adsorben sangat
bervariasi, tergantung dari sifat adsorbat-adsorben.
4. Jenis adsorbat
a. Ukuran molekul adsorbat
Ukuran molekul yang sesuai merupakan hal penting agar proses adsorpsi dapat terjadi, karena
molekul-molekul yang dapat diadsorpsi adalah molekul-molekul yang diameternya lebih

kecil atau sama dengan diameterpori adsorben.
b. Kepolaran zat
Apabila berdiameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsopsi daripada molekulmolekul tidak polar. Molekul-molekul yang lebih polar dapat menggantikan molekul-molekul
yang kurang polar yang terlebih dahulu teradsorpsi.

2.4. Adsorben
Kemampuan kerja alat untuk menghasilkan suhu yang rendah sangat dipengaruhi oleh
jenis adsorben. Dimana penyerapan adsorben dipengaruhi oleh volume yang dipekai dan luas
permukaan spesifik. Karakteristik adsorben yang dibutuhkan untuk adsorpsi yang baik :
1. Luas permukaan adsorben. Semakin besar luas permukaan maka semakin besar pula daya
adsorpsinya, karena proses adsopsi terjadi pada pemukaan adsorben.
2. Tidak ada perubahan volume yang berarti selama proses adsorpsi dan desopsi.
3. Kemurnian adsorben. Adsorben yang memiliki tingkat kemurnian tinggi, daya adsorpsinya
lebih baik.
4. Jenis/gugus fungsi atom yang ada pada permukaan adsorben. Sifat-sifat atom di permukaan
berkaitan dengan interaksi molekular antara adsorbat dan adsorben yang lebih besar pada
adsorbat tertentu.(Ginting FD, 2008)
2.4.1 Macam-macam adsorben yang umum digunakan
Untuk proses adsorbsi dan desorpsi ada 3 jenis adsorben yang baisa dipakai yaitu :
1. Silika gel

Silika gel cenderung mengikat adsorbat dengan energi yang relatif lebih kecil dan
membutuhkan temperatur yang rendah untuk proses desorpsinya, dibandingkan jika
menggunakan adsorben lain seperti karbon atau zeolit. Kemampuan desorpsi silika gel
meningkat dengan meningkatnya temperatur. Silika gel terbuat dari silika dengan ikatan
kimia mengandung air kurang lebih 5%. Pada umumnya temperatur kerja silika gel sampai
pada 200 °C, jika dioperasikan lebih dari batas temperatur kerjanya maka kandungan air
dalam silika gel akan hilang dan menyebabkan kemampuan adsorpsinya hilang. Bentuk
butiran silika gel yang banyak digunakan untuk proses adsorpsi adalah seperti gambar 2.2.

Gambar 2.2 Bentuk butiran silika gel.
2. Aktif Karbon
Aktif karbon dapat dibuat dari batu bara, kayu, dan tempurung kelapa melalui proses
pyrolizing dan carburizing pada temperatur 700 sampai 800 °C. Hampir semua adsorbat
dapat diserap oleh karbon aktifkecuali air. Aktif karbon dapat ditemukan dalam bentuk bubuk

dan granular. Pada umumnya karbon aktif dapat mengadsorpsi metanol atau amonia sampai
dengan 30%, bahkan karbon aktif super dapat mengadsorpsi sampai dua kalinya. Bentuk
butiran karbon aktif adalah seperti gambar 2.3.

Gambar 2.3 Bentuk butiran karbon aktif

3. Zeolit
Zeolit mengandung kristal zeolit yaitu mineral aluminosilicate yang disebut sebagai
penyaring molekul. Mineral aluminosilicate ini terbentuk secara alami. Zeolit buatan dibuat
dan dikembangkan untuk tujuan khusus, diantaranya 4A, 5A, 10X, dan 13X yang memiliki
volume rongga antara 0.05 sampai 0.30 cm3/gram dan dapat dipanaskan sampai 500 °C tanpa
harus kehilangan mampu adsorpsi dan regenerasinya. Zeolit 4A (NaA) digunakan untuk
mengeringkan dan memisahkan campuran hydrocarbon.
Zeolit 5A (CaA) digunakan untuk memisahakan paraffins

dan beberapa Cyclic

hydrocarbon. Zeolit 10X (CaX) dan 13X (NaX) memiliki diameter pori yang lebih besar
sehingga dapat mengadsorpsi adsorbat pada umumnya. Bentuk butiran zeolit adalah seperti
gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bentuk butiran zeolit

DAFTAR PUSTAKA (buat dasar teori ini)
Aji, Dwi Wahyu & Muhammad Nur Hidayat. 2011. Optimasi Pencampuran Carbon Active
dan Bentonit sebagai Adsorben dalam Penurunan Kadar FFA (Free Fatty Acid)

Minyak Goreng Bekas melalui Proses Adsorpsi. Teknik Kimia Fakultas Teknik.
Universitas Diponegoro
Nurimansyah, M. 2012. Adsorpsi Logam Tembaga (II) Menggunakan Serbuk Gergaji Kayu
Tersulfonasi. Laporan Akhir Jurusan Teknik Kimia. Politeknik Negeri Sriwijaya.
Wijayanti, Hesti. Pemanfaatan Arang Aktif dari Serbuk Gergaji Kayu Ulin untuk
Meningkatkan Kualitas Minyak Goreng Bekas. Jurnal Konversi Vol. 1 No. 1,
Oktober 2012: 27-33