Chapter II Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Ekstrak Etanol Herba Kelakai (Stenochlaena palustris (Burm.f.) Bedd.).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Paku (Pteridophyta)
Tumbuhan paku merupakan suatu divisi yang warganya telah jelas
mempunyai kormus, artinya tubuhnya dengan nyata dapat dibedakan dalam tiga
bagian pokoknya, yaitu akar, batang dan daun. Namun demikian, pada tumbuhan
paku belum dihasilkan biji. Alat perkembang-biakan tumbuhan paku yang utama
adalah spora (Tjitrosoepomo, 1994).
Tumbuhan paku dapat dibedakan menjadi dua bagian utama yaitu organ
vegetatif yang terdiri dari akar, batang, rimpang, dan daun. Sedangkan organ
generatif terdiri atas spora, sporangium, anteridium, dan arkegonium. Sporangium
tumbuhan paku umumnya berada di bagian bawah daun serta membentuk gugusan
berwarna hitam atau coklat. Gugusan sporangium ini dikenal sebagai sorus. Letak
sorus terhadap tulang daun merupakan sifat yang sangat penting dalam klasifikasi
tumbuhan paku. Menurut Tjitrosoepomo (1994) divisi Pteridophyta dapat
dikelompokkan kedalam empat kelas yaitu Psilophytinae (paku purba),
Lycopodiinae (paku kawat), Equisetinae (paku ekor kuda) dan Filiciane (paku
sejati); dan menurut Steennis (1988), tumbuhan paku-pakuan dapat dibagi ke
dalam 11 famili yaitu Salviniceae, Marsileaceae, Equicetaceae, Selagillaceae,
Lycopodiaceae, Ophiglossaceae, Schizaeaceae, Gleicheniaceae, Cyatheaceae,

Ceratopteridaceae dan Polypodiaceae.
Tumbuhan paku-pakuan yang tergolong dalam kelas Filiciane (paku sejati)
mencakup jenis tumbuhan paku yang paling sering kita lihat. Tempat tumbuh

6
Universitas Sumatera Utara

paku sejati sebagian besar di darat pada daerah tropis dan subtropis. Paku sejati
diperkirakan berjumlah 12.000 jenis dari kelas Filicinae. Filicinae memiliki akar,
batang, dan daun sejati. Batang dapat berupa batang dalam (rizom) atau batang di
atas permukaan tanah. Daun Filicinae umumnya berukuran besar dan memiliki
tulang daun bercabang. Daun mudanya memiliki ciri khas yaitu tumbuh
menggulung (circinnatus) (Tjitrosoepomo, 1994).

2.2 Tumbuhan Kelakai
2.2.1 Morfologi tumbuhan
Tumbuhan kelakai merupakan jenis tumbuhan paku yang memiliki
panjang 5 – 10 m. Akar rimpang yang memenjat tinggi, kuat, pipih persegi.
Tangkai daun 10 – 20 cm, kuat. Daun menyirip tunggal 1,5 – 4 cm, mengkilap,
daun mudanya berwarna merah muda, merah kerap kali keungu-unguan,

bertekstur lembut dan tipis, semakin dewasa daunnya mengalami perubahan
warna menjadi kecoklatan dan pada akhirnya menjadi hijau tua dan keras. Daun
berbentuk lanset, ujungnya meruncing, tepinya bergerigi dan pangkalnya
membulat (Steenis, 2003).
2.2.2 Daerah tumbuh
Tumbuhan kelakai tumbuh hingga pada ketinggian 900 meter dibawah
permukaan laut dan merambat pada hutan-hutan bekas penebangan kayu terutama
dekat air tawar, air payau, hutan bakau, di tanah pasir, khususnya disepanjang tepi
sungai dan sumber air. Paku ini didapati di mana-mana seperti di dataran rendah,
di tempat terbuka, hutan sekunder dan umum ditemukan di wilayah rawa-rawa
termasuk rawa gambut (MacKinnon, 2000).

7
Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan kelakai hasil identifikasi Herbarium Medanense
adalah sebagai berikut:
Kingdom


: Plantae

Divisi

: Pteridophyta

Kelas

: Filicopsida

Ordo

: Filicales

Suku

: Blechnaceae

Genus


: Stenochlaena

Spesies

: Stenochlaena palustris (Burm. f.) Bedd.

Sinonim

: Polypodium palustris Burm. f., Onoclea scandens Sw.,
Lomaria scandens (Sw) Willd (Anonimb, 2012)

Nama asing

: Miding, melat, akar pakis (Malaysia) (Anonima, 2013).

Nama daerah : Kelakai atau kalakai (Kalimantan Tengah/Kalimantan Selatan),
Lemiding, miding (Pontianak), paku bang (Jawa), maja-majang,
wewesu, bampesu (Sulawesi), lemidi (Sumatera) (Anonima,
2013).
2.2.4 Khasiat dan manfaat

Bagi masyarakat Dayak Kalimantan Tengah kelakai merupakan makanan
favorit, kelakai dimasak dengan cara dioseng-oseng, sayur bening atau direbus
untuk lalapan. Berdasarkan studi empiris daun dan batang kelakai muda
dipergunakan oleh masyarakat suku Dayak sebagai suplemen penambah darah,
obat awet muda, penambah ASI pada ibu yang sedang menyusui, obat tekanan
darah tinggi, pereda demam dan mengobati sakit kulit (Maharani, dkk., 2005).

8
Universitas Sumatera Utara

2.2.5 Kandungan kimia
2.2.5.1 Steroida/triterpenoida
Steroid merupakan senyawa kimia yang memiliki kerangka dasar
siklopentanafenantren. Pada umumnya, gugus metil berada pada C10 dan C13.
Rantai samping alkil dapat juga berada pada C17. Sterol adalah steroid yang
memiliki gugus hidroksi pada C3.
Triterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai kerangka karbonnya
berasal dari enam satuan isopren, dimana kerangka karbonnya dibangun oleh dua
atau lebih satuan C5 tersebut. Senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan
tanaman, tetapi banyak diantaranya yang terdapat sebagai alkohol, aldehid

(Harbone,1987), glikosida dan ester asam aromatik (Sastrohamidjojo, 1996).
Pembagian triterpenoid berdasarkan jumlah cincin yang terdapat pada struktur
molekulnya (Robinson, 1995), antara lain triterpenoid asiklik, triterpenoid
trisiklik, triterpenoid tetrasiklik dan triterpenoid pentasiklik.
2.2.5.2 Alkaloid
Alkaloid merupakan golongan zat/senyawa tumbuhan sekunder yang
terbesar. Umumnya alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai
bagian dalam sistem siklik. Alkaoid sering kali beracun bagi manusia dan banyak
mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol, jadi digunakan luas dalam bidang
pengobatan (Harbone, 1987).
2.2.5.3 Glikosida
Glikosida merupakan senyawa yang mengandung komponen gula dan
bukan gula. Komponen gula dikenal dengan nama glikon dan komponen bukan

9
Universitas Sumatera Utara

gula dikenal sebagai aglikon. Dari segi biologi, glikosida memiliki peranan
penting di dalam kehidupan tumbuhan dan terlibat di dalam pertumbuhan dan

perlindungan tumbuhan tersebut. Beberapa glikosida mengandung lebih dari satu
jenis gula dalam bentuk disakarida atau trisakarida (Gunawan dan Mulyani,
2004).
Semua glikosida alam dapat terhidrolisis menjadi gula dan bukan gula
dengan cara mendidihkannya bersama asam mineral. Biasanya, glikosida juga
dapat terhidrolisis dengan mudah oleh enzim yang terdapat dalam jaringan
tumbuhan yang sama. Pengelompokan glikosida berdasarkan struktur bukan gula
terbagi atas : glikosida jantung, glikosida antrakinon, glikosida saponin, glikosida
sianogenik, glikosida isotiosianat, glikosida flavonol, glikosida alkohol, glikosida
alkohol, glikosida aldehida, glikosida lakton, glikosida fenol dan tanin (Tyler,
1988).
Menurut Farnsworth (1966), pembagian glikosida berdasarkan ikatan yang
menghubungkan bagian gula dan bukan gula adalah:
a. C-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya
dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.
b. O-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya
dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.
c. N-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya
dihubungkan oleh atom N. Contoh: Krotonosid.
d. S-glikosida yaitu senyawa glikosida yang ikatan antar glikon dan aglikonnya

dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.

10
Universitas Sumatera Utara

2.2.5.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang
tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi.
Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon yang terdiri atas 15 atom karbon,
dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada suatu rantai propan (C3) sehingga
membentuk susunan C6-C3-C6 (Lenny, 2006).
Flavonoida berfungsi dalam menarik burung dan serangga yang berperan
untuk proses penyerbukan bunga. Beberapa fungsi lainnya adalah untuk mengatur
fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus serta memiliki kemampuan dalam
mengusir serangga (Robinson, 1995).
Peranan beberapa senyawa fenol sudah diketahui misalnya antosianin
sebagai pigmen bunga yang menghasilkan hampir semua warna merah jambu,
merah marak, merah, merah senduduk, ungu dan biru. Antosianin hampir terdapat
umum dalam tumbuhan berpembuluh seperti dalam beberapa lumut dan daun
muda paku (Harbone, 1987).

2.2.5.5 Tanin
Tanin adalah senyawa fenol dengan berat molekul yang cukup tinggi,
mengandung gugus hidroksil dan kelompok lain yang cocok (seperti karboksil)
untuk membentuk kompleks yang efektif dengan protein dan makro molekul yang
lain dibawah kondisi lingkungan tertentu yang telah dipelajari. Tanin merupakan
bentuk komplek dari protein, pati, selulosa dan mineral (Horvath, 1981).
Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin yang terhidrolisis dan
tanin yang terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis merupakan polimer gallic atau
ellagic acid berikatan dengan ester dan sebuah molekul gula, sedangkan tanin

11
Universitas Sumatera Utara

terkondensasi merupakan polimer senyawa flavonoid dengan ikatan karbonkarbon (Westendarp, 2006).
Tanin terbagi dalam dua golongan, yaitu berasal dari turunan pyrogallol
memiliki 3 gugus hidroksil pada inti aromatis dan berasal dari turunan
pyrocatechol yang memiliki 2 gugus hidroksil pada inti aromatis. Pyrogallol dan
catechol merupakan hasil peruraian glikosida tanin yangdapat digunakan sebagai

anti bakteri dan anti fungi dengan adanya gugus –OH. Tanin merupakan senyawa

yang tidak dapat dikristalkan (Tyler, 1988).

2.3 Simplisia dan Ekstrak
2.3.1 Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dikatakan lain, berupa
bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan simplisia nabati, simplisia
hewani dan simplisia pelikan (mineral). Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa

tumbuhan

utuh,

bagian

tumbuhan

atau


eksudat

tumbuhan

(Ditjen POM, 2000).
2.3.2 Ekstrak
Ekstrak yaitu sediaan kental atau cair yang diperoleh dengan
mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
(Depkes RI, 1995).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehinnga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair.

12
Universitas Sumatera Utara

Simplisia yang diekstraksi mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut (Ditjen POM, 2000).
Menurut Ditjen POM (2000), ada beberapa metode ekstraksi yang sering
digunakan dalam berbagai penelitian antara lain yaitu:
a. Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar.
Maserai yang dilakukan dengan cara pengadukan dan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi.
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu
baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada
temperature kamar.
b. Cara panas
1. Refluks
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada
temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada
temperatur lebih tinggi daripada temperatur ruangan, yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50°C.

13
Universitas Sumatera Utara

3. Soxhletasi
Soxhletasi adalah proses penyarianatau ekstraksi dengan menggunakan
pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga
menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
4. Infundasi
Infundasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 15 menit.
5. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.

2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih
elektron tidak berpasangan, sehingga senyawa tersebut sangat reaktif mencari
pasangan (Fessenden dan Fessenden, 1986). Senyawa ini terbentuk di dalam
tubuh dapat dipicu oleh berbagai faktor, misalnya ketika komponen makanan
diubah menjadi bentuk energi melalui proses metabolisme. Dalam kondisi
demikian mudah terbentuk radikal bebas, seperti anion superoksida, hidroksil dan
lain-lain. Radikal bebas juga dapat terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya
bukan radikal bebas, tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas (Winarsi, 2007).
Radikal bebas cenderung menangkap elektron dari molekul lain dan
kemudian membuat senyawa baru yang tidak normal yang akan menyebabkan
reaksi berantai (Kosasih, 2004). Reaksi ini akan berlangsung terus menerus dalam

14
Universitas Sumatera Utara

tubuh dan bila tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit seperti
kanker, jantung koroner, katarak, serta penyakit degeneratif lainnya (Muchtadi,
2013).
Mekanisme reaksi radikal bebas terbentuk melalui 3 tahapan reaksi, yaitu:
(1) permulaan (inisiasi, initiation) suatu radikal bebas, (2) perambatan (propagasi,
propagation) reaksi radikal bebas; (3) pengakhiran (terminasi, termination) reaksi

radikal bebas (Fessenden dan Fessenden, 1986).
Tahap inisiasi adalah tahap awal terbentuknya radikl bebas. tahap
propagasi adalah tahap perpanjangan radikal berantai, dimana terjadi reaksi antara
sutau radikal dengan senyawa lain dan menghasilkan radikal baru. Tahap
terminasi adalah tahap akhir, terjadi pengikatan suatu radikal bebas dengan radikal
bebas yang lain sehingga membentuk senyawa non radikal yang biasanya kurang
reaktif dari radikal induknya (Kumalaningsih, 2006).
Sifat radikal bebas yang tidak stabil menyebabkan reaksi menerima atau
memberikan elektron dengan molekul sekitarnya. Kebanyakan molekul ini bukan
radikal bebas melainkan makromolekul biologi seperti lipid, protein, asam nukleat
dan karbohidrat. Dengan reaksi ini timbulah reaksi radikal bebas beruntun yaitu
terbentuknya radikal bebas baru yang bereaksi lagi dengan makromolekul lain
(Kosasih, dkk., 2004).

2.5 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang
dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutus
reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau

15
Universitas Sumatera Utara

reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi atau menetralkan
senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau
elektron (Silalahi, 2006).
Menurut Kumalaningsih (2006), antioksidan tubuh dikelompokkan
menjadi 3 yakni:
1. Antioksidan primer yang berfungsi untuk mencegah pembentuk senyawa
radikal baru karena dapat merubah radikal bebas yang ada menjadi molekul
yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi.
Contohnya adalah enzim superoksida dismutase (SOD) yang berfungsi sebagai
pelindung hancurnya sel-sel dalam tubuh karena radikal bebas.
2. Antioksidan sekunder merupakan senyawa yang berfungsi menangkap
senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contohnya adalah vitamin
E, vitamin C dan betakaroten yang dapat diperoleh dari buah-buahan.
3. Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki kerusakan sel-sel
dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contohnya enzim metionin
sulfoksidan reduktase untuk memperbaiki DNA pada inti sel.
Khasiat antioksidan untuk mencegah berbagai penyakit akibat pengaruh
oksidatif akan lebih efektif jika kita mengkonsumsi sayur-sayuran dan buahbuahan yang kaya akan antioksidan dan berbagai jenis daripada menggunakan
antioksidan tungggal. Hal ini mungkin dikarenakan oleh adanya komponen lain
dan interaksinya dalam sayur-sayuran dan buah-buahan yang berperan secara
positif (Silalahi, 2006).
Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik
atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, kumarin, tokoferol, dan

16
Universitas Sumatera Utara

asam-asam organik. Senyawa polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi,
penangkap radikal bebas. Antioksidan alami yaitu antioksidan yang dapat
diperoleh dari tanaman atau hewan berupa tokoferol, vitamin C, betakaroten,
flavonoid dan senyawa fenolik (Kumalaningsih, 2006).
2.5.1 Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan
rumus bangun C6H8O6, dengan titik lebur 190 - 192°C. Asam askorbat
mengandung tidak kurang dari 99,0% C6H8O6. Pemerian: serbuk atau hablur
putih atau agak kuning, tidak berbau, rasa asam, oleh pengaruh cahaya lambat
laun menjadi gelap, dalam larutan cepat teroksidasi. Penyimpanan dalam wadah
tertutup rapat, terlindung dari cahaya. Vitamin C mengandung khasiat sebagai
antiskorbut (Ditjen POM, 1979).

Gambar 2.1. Rumus bangun vitamin C (Silalahi, 2006)
Vitamin C berperan dalam pencegahan penyakit jantung koroner,
mencegah kanker, meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus
dan bakteri (Kosasih, dkk., 2004).
2.5.2 Karotenoid
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, jingga
atau merah jingga, mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi

17
Universitas Sumatera Utara

tidak larut dalam air. Salah satu senyawa karotenoid adalah β-karoten, yaitu
senyawa yang akan dikonversikan menjadi vitamin A oleh tubuh sehingga sering
juga disebut sebagai pro-vitamin A (Kumalaningsih, 2006).
β-karoten mempunyai berat molekul 536,9 dengan rumus molekul C40H56.
Karakteristik β-karoten adalah hablur atau serbuk berwarna coklat-merah atau
merah kecoklatan, praktis tidak larut dalam air, sedikit larut dalam sikloheksana,
kurang larut dalam etanol. β-karoten peka terhadap udara, panas dan cahaya,
terutama ketika dalam bentuk larutan. Rumus bangun β-karoten dapat dilihat
pada gambar 2.2 berikut:

Gambar 2.2 Rumus bangun β-karoten
Sebagai antioksidan, β-karoten memperlambat fase inisiasi radikal bebas
sehingga dapat melindungi tubuh terhadap berbagai penyakit, yaitu menghambat
pertumbuhan sel kanker, mencegah serangan jantung, mencegah katarak, serta
meningkatkan fungsi sistem kekebalan tubuh (Silalahi, 2006).
2.5.3 Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3C6. Kelompok terbesar flavonoid memiliki ciri adanya cincin piran yang
menghubungkan rantai tiga-karbon dengan salah satu dari cinci benzen. Senyawa
ini merupakan pereduksi yang baik karena mampu menghambat reaksi oksidasi

18
Universitas Sumatera Utara

(Robinson, 1995). Flavonoid pada tumbuhan berfungsi sebagai pelindung
terhadap serangan jamur ataupun radiasi sinar UV yang dapat merusak tumbuhan,
selain itu flavonoid juga terlibat dalam proses fotosintesis, transfer energi dan
respirasi pada tumbuhan. Struktur umum untuk turunan flavonoid dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 2.3 Rumus bangun flavonoid (Silalahi 2006)
Senyawa ini adalah senyawa pereduksi yang dapat menghambat reaksi
oksidasi sehingga dapat dijadikan sebagai antioksidan (Robinson, 1995). Senyawa
ini berperan sebagai penangkap radikal bebas karena mengandung gugus hidroksil
(Silalahi, 2006).
2.5.4 Tokoferol
Tokoferol merupakan salah satu antioksidan yang terdapat dalam
tumbuhan. Struktur α-tokoferol dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Rumus bangun α- tokoferol (Yoshida, dkk., 2007)
Beberapa tokoferol ada yang terdapat di alam, salah satunya α-tokoferol
yang merupakan senyawa paling aktif secara biologis (Silalahi, 2006). Aktivitas
antioksidan dari α-tokoferol dapat mencegah kerusakan sel akibat radikal bebas,

19
Universitas Sumatera Utara

anti aging dan sedang dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitasnya
dalam pengobatan Alzheimer (Yoshida, dkk., 2007).
2.5.5 Polifenol
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat
ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang
berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang
dimiliki berbeda jumlah dan posisinya (Hattenschwiler, 2000).
Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat menstabilkan radikal bebas
dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas.
Polifenol merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap aktivitas
antioksidan dalam buah dan sayur (Hattenschwiler, 2000).

2.6 Spektrofotometri UV-Visible
Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah sinar/cahaya dilewatkan
melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan menghasilkan
spektrum. Sebagian dari cahaya tersebut akan diserap dan sisanya akan
dilewatkan. Nilai absorbansi dari cahaya yang dilewatkan akan sebanding dengan
konsentrasi larutan didalam kuvet. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer
sebagai acuan (Ewing, 1985).
Ahli kimia telah lama menggunakan warna sebagai bantuan dalam
mengenali zat-zat kimia. Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu
pemeriksaan visual, yaitu dengan menggunakan alat untuk mengukur absorpsi
energi radiasi macam-macam zat kimia dan memungkinkan dilakukannya

20
Universitas Sumatera Utara

pengukuran kualitatif dari suatu zat dengan ketelitian yang lebih besar (Day,
1994).
Spektrofotometer UV/Visibel pada dasarnya terdiri atas sumber sinar
monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor, penguat arus dan
alat ukur atau pencatatt. Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200 400 nm sedangkan panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400 750 nm (Rohman, 2007).

2.7 Penentuan Aktivitas Antioksidan Dengan Metode DPPH
Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, yaitu:
(1). BCB Method (β-Carotene Bleaching Method) atau Metode Pemutihan βkaroten, (2). DPPH (1,1-difenil-2- picrylhydrazil) Radical Scavenging Method
(Metode Pemerangkapan Radikal Bebas DPPH), (3). Thiobarbituric AcidReactive Substance (TBARS) Assay, (4). ORAC Assay (Oxygen-Radical
Absorbance Capacity), (5). CUPRAC Assay (Cupric Reducing Antioxidant
Capacity), (6). FRAP Assay (Ferric Reducing Antioxidant Power), (7).
Determination of Conjugated Dienes, (8). Determination of Lipid Hydroperoxides
(De la Rosa, 2010).

Gambar 2.5 Rumus bangun DPPH (Molyneux, 2004)

21
Universitas Sumatera Utara

Pada tahun 1922, Goldschmidt dan Renn menemukan senyawa berwarna
ungu radikal bebas stabil DPPH. DPPH berwarna sangat ungu seperti KMnO4 dan
tidak larut dalam air (Ionita, 2005).
Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana dan murah
yang dapat digunakan untuk menguji kemampuan antioksidan yang terkandung
dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan
juga dalam bentuk larutan. Prinsipnya dimana elektron ganjil pada molekul DPPH
memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang 517 nm yang berwarna
ungu. Warna ini akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron
ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa
antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia
(Prakash, 2001).
Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah
harga konsentrasi efisien atau efficient concentration (EC50) atau Inhibition
Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat

menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat
antioksidan yang memberikan % penghambatan 50%. Zat yang mempunyai
aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga EC50 atau IC50 yang rendah
(Molyneux, 2004).
2.7.1 Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam metode DPPH akan bekerja dengan baik
bila menggunakan pelarut metanol atau etanol dan kedua pelarut ini tidak akan
mempengaruhi dalam reaksi antara sampel uji sebagai antioksidan dengan DPPH
sebagai radikal bebas (Molyneux, 2004).

22
Universitas Sumatera Utara

2.7.2 Pengukuran absorbansi panjang gelombang
Panjang gelombang maksimum (λ maks) yang digunakan dalam
pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang
gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515-520 nm, bagaimanapun dalam
praktiknya hasil pengukuran yang memberikan peak maksimum itulah panjang
gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang disebutkan diatas. Nilai
absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang gelombang dapat diatur
untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan alat yang digunakan
(Molyneux, 2004).
2.7.3 Waktu pengukuran
Lamanya pengukuran menurut literatur bervariasi yakni 1 menit, 5 menit,
10 menit, 20 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit sampai 240 menit.
Waktu pengukuran yang direkomendasikan adalah 20 menit dan 30 menit.
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di
dalam sampel (Marinova dan Batchvarov, 2011).

23
Universitas Sumatera Utara