Jenis dan Macam Bahan Pencemar

Jenis dan Bahan Pencemar

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah
Manajemen Tata Lingkungan Budidaya

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Ir. Arief Prajitno, MS

Oleh
Uswanul Oktafa
135080500111030
Sayang Ananda Fitri 135080500111044
Kelas B03

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Menurut Suligundi (2013), industri mempunyai potensi pembuat
pencemaran lingkungan baik dalam bentuk padat, gas maupun cair yang
mengandung senyawa organik dan anorganik dengan jumlah melebihi
batas yang ditentukan. Limbah industri bersumber dari kegiatan industri
baik karena proses secara langsung maupun proses secara tidak langsung.
Limbah yang bersumber langsung dari kegiatan industri yaitu limbah yang
terproduksi bersamaan dengan proses produksi sedang berlangsung, di
mana produk dan limbah hadir pada saat yang sama, sedangkan limbah
tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah proses
produksi. Contohnya proses pencucian bahan mentah suatu produk.
Industrialisasi menimbulkan efek negatif berupa limbah industri
baik yang terbentuk padat maupun cair berpengaruh terhadap lingkungan
sekitarnya. Bilamana limbah tersebut dilepaskan ke perairan bebas, akan
terjadi perubahan nilai dari perairan itu baik kualitas maupun kuantitas
sehingga perairan dapat dianggap tercemar. Salah satu bahan pencemar

pada perairan adalah logam berat Timbal (Pb) (Arisandy et al., 2012).
Menurut Agustina (2010), pencemaran logam berat terhadap
lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan
penggunaan logam tersebut oleh manusia. Sumber utama kontaminan
logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari
tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah
tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada bagian
akar, batang, daun dan buah. Di Indonesia, kadar residu pestisida yang
terkandung dalam bahan pangan sayuran, seperti wortel, kentang, sawi,
bawang merah, cabe merah dan kubis dari berbagai tempat budi daya

sayuran di Jawa Barat dan Jawa Tengah pada tahun 1992 diketahui
mengandung residu yang melampaui batas maksimum.
Bahan pencemar adalah zat, partikel, organisme ataupun perilaku
yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan yang secara langsung
maupun tidak langsung mengurangi kualitas lingkungan hidup. Secara
umum, bahan pencemar merupakan bahan atau zat yang dihasilkan dari
aktivitas

manusia


baik

aktivitas

yang

melibatkan

mesin

industri,

kendaraan, maupun aktivitas yang berkenaan dengan bunyi. Secara tidak
sada, kita telah menumpuk berbagai macam kontaminan yang ada di
dalam tubuh kita. Sehingga secara langsung kedepannya kita akan
merasakan dari dampak pencemaran yang di hasilkan oleh industri.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari makalah tata lingkungan
budidaya tentang jenis dan bahan pencemar adalah:

1. Apakah pengertian bahan pencemar?.
2. Apakah macam-macam bahan pencemar?.
3. Bagaimanakah karakteristik air yang tercemar?.
4. Bagaimanakah proses pencemaran terjadi?.
5. Bagaimana cara menanggulangi pencemaran?.
1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah manajemen tata lingkungan budidaya
tentang jenis dan bahan pencemar adalah:
1. Agar mengetahui pengertian bahan pencemar.
2. Agar mengetahui macam-macam bahan pencemar.
3. Agar mengetahui karakteristik air yang tercemar.
4. Agar mengetahui proses pencemaran terjadi.
5. Agar mengetahui cara menanggulangi pencemaran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Bahan Pencemar

Dalam Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, pasal 1,
pencemaran air didefinisikan sebagai:“masuknya atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh
kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat
tertentu

yang

menyebabkan

air

tidak

dapat

berfungsi


sesuai

peruntukannya” .
Bahan pencemar (polutan) adalah bahan –bahan yang bersifat
asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri yang
memasuki suatu tatanan ekosistem sehingga mengganggu peruntukan
ekosistem tersebut. Sumber pencemaran yang masuk ke badan
perairan dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam
polutan alamiah) dan pencemaran karena kegiatan manusia (polutan
antropogenik). Air buangan industri adalah air buangan dari kegiatan
industri yang dapat diolah dan digunakan kembali dalam proses atau
dibuang ke badan air setelah diolah terlebih dahulu sehingga polutan
tidak melebihi ambang batas
yang diijinkan (Effendi, 2003 dalam Krisnawati et al., 2013).
Polutan antropogenik adalah polutan yang masuk ke badan air
akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan domestik (rumah tangga),
kegiatan urban (perkotaan). maupun kegiatan industri. Intensitas
polutan antropogenik dapat dikendalikan dengan cara mengontrol
aktivitas yang menyebabkan timbulnya
polutan tersebut (Effendi, 2003).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, limbah adalah sisa suatu

usaha dan atau kegiatan. Limbah cair adalah lirnbah berupa cairan
yang berasal dan hasil buangan bahan-bahan yang telah terpakai dan
suatu proses produksi industri, domestik (rumah tangga), pertanian,
serta laboratoriurn yang tercampur (tersuspensi) dan terlarut di dalam
air. Limbah cair disebut juga sebagai pencermar air. karena komponen
pencemaran air pada umumnya terdiri dari bahan buangan padat,
bahan buangan organik dan bahan buangan anorganik.
2.2

Macam-Macam Bahan Pencemar (Polutan)
Berdasarkan

sifat

toksiknya,

polutan/pencemardibedakan


menjadi dua, yaitu polutan tak toksik (non-toxic pollutants) dan
polutan toksik (toxic pollutants) (Jeifries dan Mills, 1996 dalam
Effendi, 2003).
a. Polutan Tak Toksik
Polutan/pencemar tak toksik biasanya telah berada
pada ekosistem secara alami. Sifat destruktif pencemnar ini
muncul apabila berada dalam jumlah yang berlebihan
sehingga dapat mengganggu kesetimbangan ekosistem
melalui perubahan proses fisika-kimia perairan. Polutan tak
toksik terdiri atas bahan-bahan tersuspensi dan nutrien.
Bahan tersuspensi dapat mempengaruhi sifat fisika perairan,
antara lain meningkatkan kekeruhan sehingga menghambat
penetrasi cahaya matahari. Dengan demikian. intensitas
cahaya matahari pada kolom air menjadi lebih kecil dan
intensitas yang dibutuhkan untuk melangsungkan proses
fotosintesis. Keberadaan nutrien/unsur hara yang berlebihan
dapat memacu terjadinya pengayaan (eutrofikasi) perairan
dan dapat memicu pertumbuhan mikroalga dan tumbuhan
air secara pesat (blooming), yang selanjutnya dapat

mengganggu
keseluruhan.

kesetimbangan

ekosistem

akuatik

secara

b. Polutan Toksik
Polutan toksik dapat mengakibatkan kematian (lethal)
maupun

bukan

kematian

(sub-lethal),


misalnya

terganggunya pertumbuhan, tingkah laku, dan karakteristik
morfologi berbagai organisme akuatik. Polutan toksik ini
biasanya berupa bahan-bahan yang bukan hahan alami,
misalnya pestisida. detergen, dan bahan artifisial Iainnya.
Polutan berupa bahan yang bukan alami dikenal dengan
istilah xenobiotik (polutan artificial) , yaitu polutan yang
diproduksi oleh manusia (man-made substances). Polutan
yang berupa bahan-bahan kimia bersifat stabil dan tidak
mudah mengalami degradasi sehingga bersifat persisten di
alam dalam kurun waktu yang lama. Polutan ini disebut
rekalsitran.
Pengelompokkan pencemar toksik menurut
Mason (1993) dalam Effendi (2003), menjadi lima sebagai
berikut.
a. Logam (metals,), meliputi: lead (timbal), nikel, kadmium,
zinc, copper, dan merkuri. Logam berat diartikan sebagai
logam dengan nomor atom > 20, tidak termasuk logam

alkali, alkali tanah, lantanida, dan aktinida.
b.

Senyawa

herbisida,

organik,

PCB,

meliputi

hidrokarbon

pestisida
alifatik

organoklorin,

berklor,

pelarut

(solvents), surfaktan rantai lurus, hidrokarbon Petroleum,
aromatik

polinuklir,

dibenzodioksin

berklor,

senyawa

organometalik, fenol, dan formaldehida. Senyawa ini berasal
dari kegiatan industri, pertanian. dan domestik.
c. Gas, misalnya klorin dan amonia.
d. Anion, misalnya sianida, fluorida, sulfida, dan sulfat.
e. Asam dan alkali.

2.3

Karakteristik Perairan Tercemar
Setiap orang dapat membedakan mana air yang tercemar dan

mana yang tidak tercemar. Karena karakateristik air tercemar dapat
dilihat dengan mudah, misalnya dari kekeruhan, karena umumnya
orang berpendapat bahwa air murni atau bersih itu jernih dan tidak
keruh, atau dari warnanya yang transparan dan tembus cahaya, atau
dari baunya yang menyengat hidung, atau menimbulkan gatal-gatal
pada kulit dan ada juga yang dapat merasakan dengan lidah, seperti
rasa asam dan getir (Herlambang, 2006).
Menurut Herlambang (2006), Air tercemar juga dapat diketahui
dari matinya atau terganggunya organisme perairan, baik ikan,
tanaman dan hewan-hewan yang berhubungan dengan air tersebut.
Dalam menentukan karakteristik limbah, parameter-parameter yang
dipakai secara umum antara lain:
a. Parameter Suhu
Parameter ini sangat penting untuk mengetahui karakter limbah
karena berkaitan dengan kecepatan reaksi yang berpengaruh pada
kelarutan suatu gas, bau dan juga rasa. Suhu dari limbah dapat
mempengaruhi populasi dari bakteri karena organisme perairan sangat
peka dengan perubahan suhu air. Pengukuran suhu air dapat
dilakukan dengan menggunakan termometer khusus pada setiap
variasi kedalaman suatu perairan.
b. Parameter Rasa dan Bau
Parameter ini berasal dari material-material terlarut, dapat
berupa zat organik seperti fenol dan khlorophenol. bau dan rasa
merupakan sifast air yang tidak dapat diukur atau dengan kata lain

bersifat kualitatif. tetapi bisa diidentifikasi sepersti bau busuk, bau gas,
rasa pahit, rasa manis, rasa masam dan lainnya.
c. Parameter Warna
Orang awam mengira air yang baik adalah air yang jernih,
transparan, segar dan tidak berbau. Tetapi sesungguhnya air yang baik
tidak selalu berwarna bening transparan. Air yang berasal dari
pegunungan alami yang membawa bahan-bahan organik justru
berwarna kekuningan. Padahal warna ini tidak berbahaya bagi
kesehatan dan warna ini bisa disamakan dengan warna teh. Jadi tidak
semua air yang berwarna selain bening dan transparan tidak baik
untuk dikonsumsi.
d. Parameter Kekeruhan
Kekeruhan suatu air disebabkan oleh adanya material berupa
koloid atau partikel-partikel tanah liat, lanau, lempung atau bisa jadi
dasri limbah buanganrumah tangga atau limbah industri atau bahkan
oleh mikroorganisme dalam jumlah besar sehingga membuat warna
perairan tidak bening lagi.
e. Parameter Padatan
Padatan hadir dalam air berupa zat-zat tersuspensi atau terlarut
dan dapat dibedakan dalam bentuk organik atau inorganik. Total
Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid – TDS) adalah jumlah padatan
yang berasal dari material-material terlarut, sedangkan Padatan
Tersuspensi (Suspended Solid=SS) adalah partikel tersuspensi yang
dapat diukur dengan menggunakan kertas saring halus. Padatan yang
dapat diendapkan (Settleable Solid) adalah jumlah padatan yang dapat
dipisahkan dari air dengan prosedur standard, yaitu perbedaan antara
SS dalam supernatan dan SS dalam sampel air. Pengukuran Settleable
Solid biasanya menggunakan kerucut Imhoff berukuran satu liter.

f. Parameter Konduktivitas
Konduktivitas suatu larutan tergantung pada jumlah garamgaram terlarut dan untuk larutan yang encer konduktivitasnya kurang
lebih akan sebanding dengan nilai TDS. Secara matematis K
=(Konduktivitas – μm hos/m)/(TDS – mg/l). Dengan mengetahui nilai
K untuk suatu sampel air tertentu, pengukuran konduktivitas air dapat
dipakai untuk memperkirakan jumlah TDS secara cepat dan mudah.
g. Parameter pH
Tingkat

asiditas

atau

alkalinitas

suatu

sampel

diukur

berdasarkan skala pH yang dapat menunjukkan konsentrasi ion
hidrogen dalam larutan tersebut. Skala pH mempunyai rentang 0 – 14,
dengan nilai 7 sebagai pH netral, di bawah 7 larutan disebut asam
sedangkan di atas 7 larutan disebut basa. Reaksi kimia banyak
dikendalikan oleh nilai pH dan demikian pula aktivitas biologi yang
biasanya dibatasi oleh rentang pH yang sangat sempit (pH antara 6 –
8). Air yang terlalu asam atau basa tidak dikehendaki oleh karena akan
bersifat korosif atau kemungkinan akan sulit diolah.
h. Parameter Kebutuhan Oksigen
Senyawa-senyawa organik pada umumnya tidak stabil dan
mungkin saja teroksidasi secara biologis atau kimiawi menjadi bentuk
yang lebih sederhana atau stabil. Indikator adanya zat organik dalam
air limbah dapat diperoleh dengan cara mengukur jumlah kebutuhan
oksigen yang diperlukan untuk menstabilkannya dan dapat dinyatakan
dengan parameter BOD, Angka Permanganat, atau COD.

2.4

Proses Pencemaran
Menurut Mosey (2011), pesatnya laju pertumbuhan dunia
industri baik nasional maupun internasional telah mengakibatkan
meningkatnya pencemaran udara di daerah lokasi industri, bahkan
di daerah yang berada di sekitar lokasi tersebut. Penyebaran
polutan di udara akibat emisi asap pabrik dapat dikaji secara fisis
dengan asumsi bahwa penyebaran materi dalam suatu media
berlangsung selama belum tercapainya kesetimbangan mekanik.
Proses ini dikenal dengan nama proses difusi. Kenyataannya bahwa
penyebaran polutan di udara juga dipengaruhi oleh faktor
meteorologi yakni angin dan kestabilan udara. Angin menyebabkan
terjadinya proses adveksi, sedangkan kestabilan udara (gradien
suhu secara vertikal) mengakibatkan perbedaan pola kepulan asap
yang bergerak meninggalkan cerobong.
Selain itu permasalahan yang muncul pada indutri kimia.
Jaringan pipa seringkali ditanam di dalam tanah di bawah komplek
pabrik. Cairan kimia dialirkan dari suatu proses industri ke proses
yang lain melaui pipa-pipa tersebut. Terdapat kemungkinan pipa
mengalami kebocoran, dan mengakibatkan terjadinya polusi air
tanah oleh cairan kimia (Gambar 1). Polusi ini dapat diindikasikan
oleh konsentrasi zat kimia tersebut, yang berlaku sebagi polutan
pada air tanah. Konsentrasi ini secara terus-menerus dipantau
melalui sumur-sumur pengamatan tersebut merupakan suatu
keharusan

untuk

meminimalkan

dampak

industri

terhadap

kerusakan lingkungan (Cahyono dan Kartono, 2006).
Contoh lain dari bahan pencemar adalah timbal. Timbal
merupakan salah satu logam berat non essensial yang sangat
berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksisitas) pada
makhuk hidup. Racun ini bersifat kumulatif, artinya sifat racunnya
akan timbul apabila terakumulasi dalam jumlah yang cukup besar
dalam tubuh makhluk hidup. Timbal terdapat dalam air karena

adanya kontak antara air dengan tanah atau udara tercemar
timbal, air yang tercemar oleh limbah industri atau akibat korosi
pipa (Ulfin, 1995 dan Cornell, 1995

dalam Purnomo dan

Muchyiddin, 2007).
Pencemaran logam berat dapat berasal dari kegiatan industri
maupun alam. Pencemaran air dapat berupa garam dari logam
berat

dan

logam

berat

yang

membentuk

senyawa

toksik.

Faktor yang menyebabkan logam berat tersebut dikelompokkan ke
dalam zat pencemar ialah :


Logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi
seperti pencemar organik,



Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan
terutama dalam sedimen sungai dan laut, karena dapat
terikat dengan senyawa organik dan anorganik, melalui
proses adsorpsi dan pembentukan senyawa komplek.

2.5

Cara Menanggulangi Pencemaran
Menurut Mosey (2011), untuk keadaan atmosfir yang
diinginkan

agar

pencemaran

terhadap

lingkungan

dapat

diminimalisir yakni keadaan atmosfir yang labil, karena semakin

jauh jarak dengan sumber maka semakin rendah konsentrasi. Atau
bisa juga dengan tinggi cerobong asap yang dibuat semakin tinggi.
Tanaman

seperti

Eceng

gondok

dapat

memfasilitasi

biodegradasi polutan organik, dapat menyerap logam berat dan itu
adalah akumulator baik bagi logam Zn , Cr, Cu, Pb, Ag, dan Cd.
Pada ekosistem perairan yang menjadi semakin tercemar dengan
berbagai logam berat menghasilkan oleh beberapa kegiatan
antropogenik, dan ini merupakan masalah lingkungan. Akar Eceng
gondok terbukti akumulator lebih baik dari pada daunnya untuk
logam. Berdasarkan hasil tersebut Eceng gondok dapat digunakan
pada skala besar untuk menghilangkan logam berat. Hal ini dapat
diusulkan bahwa Eceng gondok dapat bertindak sebagai agen kuat
penghapusan Zn, Cr, Cu, dan Cd dari air, karena species ini tumbuh
subur di lahan basah meliputi hampir seluruh permukaan air,
kemampuan untuk menyerap Zn, Cr, Cu dan Cd dan untuk
menahan tingkat tinggi logam ini seperti yang ditunjukkan di sini
menunjukkan bahwa species ini efektif akan menghapus Zn, Cr, Cu,
dan Cd di lapangan. Sebuah sistem pemanenan yang cocok akan
diperlukan untuk mendapatkan hasil yang berarti. Jaringan
tanaman yang dipanen, kaya akumulasi logam, dapat diproses
dengan pengeringan, atau kompos. Bahan kering dapat dibakar
untuk menghasilkan energi. Zn, Cr, Cu, dan Cd dapat direklamasi
dari abu setelah pengobatan asam. Karena logam berat dapat
terakumulasi dalam sedimen, maka kadar logam berat dalam
sedimen lebih besar dari air (Tarigan, 2003).
Ada

beberapa

cara

yang

dapat

dilakukan

untuk

menghilangkan kandungan logam berat Mn (Mangan) pada suatu
perairan sebelum digunakan untuk kegiatan budidaya. Berbagai
macam cara yang ada punya kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Untuk berbagai macam cara penghilangan aerasifiltrasi,

proses

klorinasi-filtrasi,

dan

proses

oksidasi

kalium

permanganat-filtrasi dengan mangan zeolit (manganese greensand)
tergantung pada tingkat kandungan Mn di perairan tersebut. Untuk
menghilangkan mangan di dalam air yang paling sering digunakan
adalah dengan cara oksidasi yang diikuti proses pemisahan padatan
(suspended solids). Mangan lebih sulit dioksidasi dari pada besi, hal
ini disebabkan karena kecepatan oksidasi mangan lebih rendah
dibanding dengan kecepatan oksidasi besi.
Menurut Saputra et al. (2014), alat pengolah air yang lebih
mudah dan simpel yang dapat dilakukan adalah melalui

paket

proses netralisasi, aerasi, flokulasi - koagulasi, pengendapan dan
penyaringan. Alat ini dirancang untuk keperluan masyarakat
pedesaan sehingga cara pembuatan dan cara
mudah

serta biayanya

murah,

hanya

pengoperasiannya

dengan menggunakan

larutan tawas dan kapur. Alat pengolah air ini juga sangat cocok
digunakan

untuk pengolahan

air yang mengandung zat besi,

mangan dan zat organik, dengan biaya yang sangat murah.

BAB III
PENUTUP

3.1

Kesimpulan
Dari makalah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa:


Beban pencemar (polutan) adalah bahan –bahan yang bersifat
asing bagi alam atau bahan yang berasal dari alam itu sendiri
yang

memasuki

suatu

tatanan

ekosistem

sehingga

mengganggu peruntukan ekosistem tersebut.


Berdasarkan

sifat

toksiknya,

polutan/pencemardibedakan

menjadi dua, yaitu polutan tak toksik (non-toxic pollutants) dan
polutan toksik (toxic pollutants).


Air

tercemar

juga

dapat

diketahui

dari

matinya

atau

terganggunya organisme perairan, baik ikan, tanaman dan
hewan-hewan yang berhubungan dengan air tersebut. Dalam
menentukan karakteristik limbah, parameter-parameter yang
dipakai secara umum antara lain suhu, rasa dan bau, warna,
kekeruhan, padatan, konduktivitas, ph dan kebutuhan oksigen.


Penyebaran polutan di udara akibat emisi asap pabrik. Selain itu
cairan kimia dialirkan dari suatu proses industri ke proses yang
lain melaui pipa-pipa tersebut. Terdapat kemungkinan pipa
mengalami kebocoran, dan mengakibatkan terjadinya polusi air
tanah oleh cairan kimia.



Alat pengolah air yang lebih mudah dan simpel yang dapat
dilakukan adalah melalui

paket

proses

netralisasi, aerasi,

flokulasi - koagulasi, pengendapan dan penyaringan. Alat ini
dirancang untuk keperluan masyarakat pedesaan sehingga cara
pembuatan dan cara

pengoperasiannya

mudah

serta

biayanya murah, hanya dengan menggunakan larutan tawas

dan kapur. Alat pengolah air ini juga sangat cocok digunakan
untuk pengolahan air yang mengandung zat besi, mangan
dan zat organik, dengan biaya yang sangat murah.


Tanaman

seperti

Eceng

gondok

dapat

memfasilitasi

biodegradasi polutan organik, dapat menyerap logam berat dan
itu adalah akumulator baik bagi logam Zn , Cr, Cu, Pb, Ag, dan
Cd. Sedangkan untuk pencemaran udara bisa juga dengan
tinggi cerobong asap yang dibuat semakin tinggi.
3.2

Saran
Pada makalah ini menunjukkan pengertian bahan pencemar
hingga

solusi

yang

ditawarkan

untuk

menghadapinya.

Berbahayanya bahan pencemar bagi organisme hidup membuat
manusia harus bisa mengatasinya. Salah satu caranya adalah
dengan filtrasi aerasi.
Selain itu dapat menggunakan bioremediasi atau bahkan
memodifikasi cerobong asap. Terdapat polutan yang bersifat toksik
dan non toksik membuat kita mengerti adanya bahaya yang
mengintai kita selama ini. Untuk itu dengan adanya makalah ini
diharapkan kita dapat mengerti bahayanya bahan pencemar dan
cara menanggulanginya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. 2010. Kontaminasi logam berat pada makanan dan
dampaknya pada kesehatan. Teknubuga. 2(2):53-65.
Arisandy, K. R., E. Y. Herawati dan E. Suprayitno. 2012. Akumulasi logam
berat timbal (pb) dan gambaran histologi pada jaringan Avicennia

marina (forsk.) Vierh di Perairan Pantai Jawa Timur. Jurnal
Penelitian Perikanan. 1(1):15-25.
Cahyono, E dan Kartono. 2006. Singularitas jumlahan solusi fundamental
persamaan difusi dalam pemodelan transfer massa. Jurnal

Matematika. 9(2):200-206.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan.
Lingkungan Perairan Cetakan Kelima. Kanisius. Yogyakarta.
Herlambang, A. 2006. Pencemaran air dan strategi penggulangannya.

Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(1): 16-29.
Krisnawati, T.Y. Widya, A. Nurasih dan A. M. Santoso. 2015. Perancangan
Moolief Bioreactor Untuk Remediasi Air Sungai Brantas Kediri
Tercemar Limbah Domestik dan Industri. Prosiding Biologi Nasional.
496-503.
Mosey, H. I. R. 2011. Pemodelan penyebaran polutan di udara dengan
solusi persamaan difusi advektif. Jurnal Ilmiah Sains. 11(1):58-60.
Purnomo, T dan Muchyiddin. 2007. Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada
Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk.) di Tambak Kecamatan
Gresik. Jurusan Biologi FMIPA. 14 (1): 68 - 77.
Saputra, R., M. Hasbi dan Budijono. 2014. The continuous peat water
treatment system to lower iron and manganese as live media for

Cyprinus carpio. JOM. 1-10.
Suligundi, B. T. 2013. Penurunan kadar COD (Chemical Oxygen Demand)
pada limbah cair karet dengan menggunakan reaktor biosand filter

yang dilanjutkan dengan reaktor activated carbon. Jurnal Teknik

Sipil UNTAN. 13(1):29-44.
Tarigan, I.U. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Anak Umur 2-36 Bulan Sebelum dan Saat Krisis Ekonomi di Jawa
Tengah. Buletin Penelitian Kesehatan Depkes RI. 31(1):1-12.