Manajemen Sewa Guna Usaha Leasing Makala

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Leasing adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva yang di sebut dengan Lessor dan pihak
lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang di sebut Lessee untuk jangka waktu tertentu.
Salah satu manfaat leasing adalah bahwa Lessee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa
harus memiliki aktiva tersebut.
Sebagai kompensasi manfaat yang dinikmati, maka Lessee mempunyai kewajiban untuk
membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan. Manfaat lain adalah bahwa
Lessee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak dan asuransi.
Demikian dalam makalah yang berjudul LEASING ini akan dijelaskan pengertian leasing
dan terapannya dalam kontrak dan pembiayaannya antara pemilik aktiva dengan pemakai
aktiva.

1.2

Identifikasi dan Rumusan Masalah
 Apa itu Leasing?
 Kapan Leasing berkembang di Indonesia?

 Jenis perusahaan apa saja yang bergerak dibidang Leasing?
 Bagaimana mekanisme dan teknik pembiayaannya?
 Apakah Keunggulan dan Kelemahan Leasing?
 Apa perbedaan Leasing dengan pembiayaan lainnya?
 Apakah Metode pembayaran Leasing?

1.3

Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun yang menjadi Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1) Diajukan dan di presentasikan pada mata kuliah Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya.
2) Diharapakan para pembaca/mahasiswa dapat memahami apa itu Leasing dan bagaimana
penerapannya.
Dan Manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1) Dengan memahami isi makalah ini diharapkan akan menambah pengetahuan bagi
pembaca / mahasiswa.
2) Dapat mengetahui bagaimana proses leasing.

1.4


Metode Penulisan Makalah

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Pengertian
Leasing atau sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka
waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan hak
pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau
memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati
bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan
jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat diangsur setiap
bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.
Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal untuk
operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan kredit
kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan yang
modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat

membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai,
perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan
sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tiba-tiba, tetapi tidak
mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk
mengatasinya. Dengan melakukan Leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal
pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Pengertian Sewa Guna Usaha menurut Keputusan Menteri Keuangan No.1169/
KMK.01/1991
Adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara sewa guna
usaha dengan hak opsi (Finance Lease) rnaupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating
Lease), untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara berkala.
Finance Lease adalah kegiatan sewa guna usaha, di mana Lessee pada akhir masa kontrak
mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa yang
disepakati.
Operating Lease tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Sewa Guna Usaha merupakan suatu kontrak atau persetujuan sewa-menyewa. Objek sewa
guna usaha adalah barang modal dan pihak Lessee memiliki hak opsi dengan harga
berdasarkan nilai sisa.

Dalam setiap transaksi Leasing di dalamnya selalu melibatkan 3 Pihak Utama, yaitu :
 Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau dalam hal ini pihak yang memiliki hak
kepemilikan atas barang.
 Lessee adalah perusahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada
akhir perjanjian.
 Supplier adalah pihak penjual barang yang disewagunausahakan.
Dari segi pandangan hukum,Kegiatan Sewa Guna Usaha memiliki 4 (empat) ciri
yaitu:
Pertama : Perjanjian antara Lessor dengan pihak Lessee.
Kedua

: Berdasarkan perjanjian sewa guna usaha, Lessor mengalihkan hak penggunaan
barang kepada pihak Lessee.

Ketiga

: Lessee membayar kepada Lessor uang sewa atas penggunaan barang (Asset).

Keempat : Lessee mengembalikan barang tersebut kepada Lessor pada akhir periode


yang ditetapkan lebih dahulu dan jangka waktunya kurang dari umur ekonomi
barang tersebut.

2.2

Sejarah & Perkembangan Leasing di Indonesia
Usaha Leasing ( Sewa Guna Usaha ) sebenarnya sudah ada sejak tahun 2000 sebelum
masehi yang dilakukan oleh orang-orang Sumeria. Dokumen-dokumen yang ditemukan dari
kebudayaan Sumeria menunjukkan bahwa transaksi leasing meliputi leasing peralatan,
penggunaan tanah dan binatang piaraan.
Leasing pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1974, yang bertujuan untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal, dengan beberapa perjanjian antara pihak
perusahaan dengan pihak penerima barang dengan sejumlah biaya-biaya yang dikeluarkan
atau dibebankan oleh pihak Lessee.
Usaha Leasing di Indonesia pada prinsipnya masih relatif baru. Kegiatan usaha ini secara
formal baru diperkenalkan pada tahun 1974 berdasarkan Surat Keputusan Bersama(SKB)
Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan No. Kep.
122/MK/IV/2/1974, No. 32/ M/SK/2/1974, dan No. 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari
1974 tentang “Perizinan Usaha Leasin”..


Sejak saat itu (khususnya tahun 1980) jumlah perusahaan Leasing dari tahun ke tahun, untuk
membiayai penyediaan barang-barang modal dunia usaha. Untuk mendukung perkembangan
usaha ini, Menteri Keuangan selanjutnya mengeluarkan SK No.650 /MK/IV/5/1974
Tanggal 6 Mei 1974 tentang Penegasan Ketentuan Pajak Penjualan dan Besarnya Bea
Materai terhadap Usaha Leasing. Selanjutnya, Dengan Keputusan Presiden No.61
Tahun 1988 sebagai bagian dari Deregulasi 20 Desember 1988 atau Pakdes,
diperkenalkan suatu lembaga pembiayaan yang salah satu bidang usahanya adalah Leasing.
Meskipun sebelum itu usaha Leasing telah dilakukan, namun dalam pelaksanaannya, usaha
Leasing dilakukan secara tersendiri.

Dalam keputusan tersebut juga diperkenalkan istilah Lembaga Pembiayaan yaitu Badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang
modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

Dengan dibentuknya lembaga pembiayaan, maka Leasing termasuk bidang usaha lembaga
pembiayaan di samping Factoring, Modal Ventura, Kartu Kredit dan Pembiayaan
Konsumen. Dalam ketentuan lebih lanjut, Usaha Modal Ventura, dikeluarkan dari bidang
usaha lembaga pembiayaan dan terus dilakukan secara terpisah dengan badan hukum
tersendiri.
Hadirnya perusahaan Sewa Guna Usaha Patungan (Joint Venture) bersama perusahaan

Nasional telah mampu mempopulerkan peranan Kegiatan Sewa Guna sebagai Alternatif
pembiayaan barang modal yang sangat dibutuhkan para pengusaha di Indonesia, disamping
cara-cara pembiayaan konvensional yang lazim dilakukan melalui perbankan.

Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu Perusahaan Pembiayaan yang
melakukan kegiatan usaha Leasing diatur dalam Pakdes 20, 1988 dengan Keputusan
Menteri Keuangan no. 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988, dengan jumlah
modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut :
 Perusahaan Swasta Nasional sebesar Rp. 3 Milyar
 Perusahaan Patungan Indonesia-Asing sebesar Rp. 10 Milyar
 Koperasi sebesar Rp. 3 Milyar

2.3

Ketentuan Leasing
Kegiatan Leasing secara resmi diperbolehkan beroperasi di Indonesia setelah keluar Surat
Keputusan Bersama antara Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/74 dan Nomor
30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Februari 1974 Tentang “Perizinan Usaha Leasing di Indonesia”.
Wewenang untuk memberikan usaha Leasing dikeluarkan oleh Menteri Keuangan

berdasarkan Surat Keputusan Nomor 649/MK/IV/5/1974 Tanggal 6 Mei 1974 yang

mengatur mengenai Ketentuan Tata Cara Perizinan dan Kegiatan Usaha Leasing di
ndonesia.

Lembaga Pembiayaan Menurut ketentuan ini dimungkinkan untuk melakukan salah satu dari
kegiatan pembiayaan seperti :
 Sewa Guna Usaha ( Leasing )
 Modal Ventura ( Venture Capital )
 Anjak Piutang ( Factoring )
 Pembiayaan Konsumen ( Consumer Finance )
 Kartu Kredit ( Credit Card )
Pemberian izin untuk melakukan usaha-usaha pembiayaan seperti di atas, terlebih dulu harus
memperoleh izin dari Menteri Keuangan.

2.4

Pihak-pihak yang Terlibat
Dalam leasing ada beberapa pihak-pihak yang terlibat, yaitu pemilik/penyedia aktiva dan
pemakai aktiva, diantaranya :

1. Lessor adalah perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada
pihak Lessee dalam bentuk barang modal. Lessor dalam Financial Lease bertujuan
untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai
penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam
Operating Lease, Lessor bertujuan mendapatkan keuntungan dari penyediaan
barang serta pemberian jasa jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan serta
pengoperasian barang modal tersebut.

2. Lessee adalah Perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk
barang modal dari Lessor. Lessee dalam Financial Lease bertujuan mendapatkan
pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran

atau secara berkala. Pada akhir kontrak, Lessee memiliki hak opsi atas barang
tersebut. Maksudnya, pihak Lessee memiliki hak untuk membeli barang yang di-Lease
dengan harga berdasarkan nilai sisa. Dalam Operating Lease, Lessee dapat memenuhi
kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut
tanpa risiko bagi Lessee terhadap kerusakan.

3. Supplier adalah Perusahaan atau Pihak yang mengadakan atau menyediakan barang
untuk dijual kepada Lessee dengan pembayaran secara tunai oleh Lessor. Dalam

mekanisme Financial Lease, Supplier langsung menyerahkan barang kepada Lessee
tanpa melalui pihak Lessor sebagai pihak yang memberikan pembiayaan. Sebaliknya,
dalam Operating Lease, Supplier menjual barangnya langsung kepada Lessor dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak, yaitu secara tunai atau
berkala.

4.

Bank/Kreditur. Dalam suatu perjanjian atau kontrak Leasing, pihak Bank atau Kreditur
tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut, namun pihak Bank memegang
peranan dalam hal penyediaan dana kepada Lessor terutama dalam mekanisme Leverage
Lease di mana sumber dana pembiayaan Lessor diperoleh melalui Kredit Bank. Pihak
Supplier dalam hal ini tidak tertutup kemungkinan menerima kredit dari Bank. untuk
memperoleh barang-barang yang nantinya akan dijual sebagai objek Leasing kepada
Lessee atau Lessor.

2.5

Jenis-Jenis Perusahaan Leasing
Perusahaan Leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3

(tiga) kelompok, yaitu:
1. Independent Leasing Company
Perusahaan Leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri Leasing.

Perusahaan tipe ini berdiri sendiri atau independen dari supplier yang mungkin dapat
sekaligus sebagai pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal
nasabahnya (Lessee). Perusahaan dapat membelinya dari berbagai, supplier atau
produsen kemudian di-lease kepada pemakai.
Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha Leasing, misalnya BankBank, dapat pula disebut sebagai Lessor Independen. Banyak lembaga keuangan
yang bertindak sebagai Lessor tidak hanya memberikan pembiayaan Leasing kepada
Lessee tetapi juga memberikan pendanaan kepada perusahaan Leasing. Di samping
itu Lessor Independen dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier
(Manufacturer) yang sering disebut dengan Vendor Program.

Independent lessor

2.

Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan
Leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila
pihak supplier berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan Leasing sendiri
akan dapat meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan
menggunakan pembiayaan tradisional.

Captive Lessor ini sering pula disebut dengan Twoparty Lessor. Pihak pertama terdiri
atas perusahaan induk dan anak perusahaan Leasing (Subsidiary) dan pihak kedua adalah
Lessee atau pemakai barang. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar berikut.

Captive Lessor

3. Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan Leasing adalah Leasebroker atau Packager. Broker.
Leasing berfungsi mempertemukan calon Lessee dengan pihak Lessor yang
membutuhkan suatu barang modal dengan cara Leasing. Broker Leasing biasanya tidak
memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi Leasing untuk atas namanya.
Di samping itu perusahaan Broker Leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam
usaha Leasing tergantung apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi Leasing.
Mekanisme Lease Broker atau Packager dapat dilihat pada Gambar berikut.

Lease Broker

2.6

Teknik-teknik Pembiayaan Leasing
Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar
dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu:
1. Finance lease
2. Operating lease

 Finance Lease
Teknik pembiayaan menurut Finance Lease ini, perusahaan Leasing sebagai Lessor
adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa Guna Usaha (Lessee)
biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan Leasing,
sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta
pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi Leasing. Selama masa Leasing,
Lessee melakukan pembayaran sewa secara berkala sebesar jumlah seluruhnya ditambah
dengan pembayaran nilai sisa (Residual Value). Kalau ada, akan mencakup pengembalian
harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan
pendapatan perusahaan Leasing.

Dan pengertian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Finance Lease atau
kadang-kadang pula disebut Full Pay Out Leasing adalah suatu bentuk pembiayaan
dengan cara kontrak antara Lessor dengan Lessee di mana:
 Lessor sebagai pihak pemilik barang atas objek Leasing, di mana objek
Leasing dapat berupa barang bergerak ataupun benda tidak bergerak dan
memiliki umur maksimum sama dengan masa kegunaan ekonomis barang
tersebut.
 Lessee berkewajiban membayar kepada Lessor secara berkala sesuai dengan
jumlah dan jangka waktu yang disetujui. Jumlah yang dibayar tersebut
merupakan angsuran atau Lease Payment yang terdiri atas biaya perolehan
barang ditambah dengan semua biaya lainnya yang dikeluarkan Lessor dan
tingkat keuntungan atau spread yang diinginkan Lessor.
 Lessor dalam jangka waktu perjanjian yang disetujui tidak dapat secara
sepihak mengakhiri masa kontrak atau pemakaian barang tersebut. Risiko
ekonomis termasuk biaya pemeliharaan dan biaya lainnya yang berhubungan
dengan barang yang di-lease tersebut ditanggung oleh Lessee.
 Lessee pada akhir periode kontrak memiliki hak opsi untuk membeli barang
tersebut sesuai dengan nilai sisa atau Residual Value yang disepakati, atau
mengembalikan pada Lessor, atau memperpanjang masa Lease sesuai dengan
syarat-syarat yang disetujui bersama. Pembayaran berkala pada masa
perpanjangan Lease tersebut biasanya jauh lebih rendah daripada angsuran
sebelumnya.

Ciri-ciri finance lease antara lain:
 Objek Leasing tetap milik Lessor sampai dilakukannya hak opsi.
 Barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak/tidak bergerak.
 Masa sewa barang modal sama dengan umur ekonomisnya.
 Jumlah Lease Payment = Jumlah Biaya Perolehan + Biaya-biaya lainnya + Spread.
 Lessor tidak dapat secara sepihak mengakhiri masa kontrak (Non-Cancellable), atau
akan dikenakan denda.

 Risiko ekonomis misalnya biaya pemeliharaan ditanggung Lessee.
 Transaksi keuangan.
 Full Pay Out.
 Disertai hak opsi beli sesuai dengan Residual Value.
 Lessor tidak boleh menyusutkan barang modal.
 Angsuran leasing tidak dikenakan PPN dan PPh Pasal 23.

Selanjutnya, Finance Lease dapat dibagi dalam beberapa bentuk transaksi sebagai berikut:
 Direct Financial Lease
Transaksi leasing dalam bentuk Direct Financial Lease, sering pula disebut TrueLease, atau disingkat Direct Lease saja; Merupakan suatu bentuk transaksi Leasing di
mana Lessor membeli suatu barang atas permintaan pihak Lessee dan sekaligus
menyewagunausahakan barang tersebut kepada Lessee yang bersangkutan. Spesifikasi
barang yang akan di-lease tersebut termasuk penentuan harga dan penentuan supplier
dapat dilakukan oleh Lessee. Tujuan utama Lessee pada dasarnya adalah semata-mata
untuk mendapatkan pembiayaan dengan cara leasing, guna memperoleh barang modal
yang dapat digunakan dalam proses produksi dan atau meningkatkan kapasitas produksi.
Sedangkan proses pembelian mulai dari order pembelian dilakukan pihak Lessor dan
semata-mata untuk kebutuhan Lessee. Mekanisme transaksi bentuk Direct Lease dapat
dilihat pada Gambar berikut.

Keterangan:
1. Penandatanganan kontrak antara Lessor dengan Lessee.
2. Penerimaan pembayaran pertama dari Lessee, yang berupa:
- Security Deposit
- Uang lease pertama, jika In Advance
- Biaya Administrasi
- Premi Asuransi tahun pertama
- Pembayaran pertama lainnya, jika ada.
3. Pemesanan barang modal kepada Supplier/Dealer.
4. Pengiriman barang modal ke alamat Lease.
5. Lessor akan melaksanakan pembayaran kepada Supplier/Dealer
6. Kontrak penutupan asuransi.
7. Pembayaran premi asuransi.
8. Pembayaran lease bulanan dari Lessee kepada Lessor.

Ciri-ciri Direct Financial Lease antara lain:

 Lessee sebelumnya tidak memiliki barang modal (kebalikan dengan Sale and Lease
Back).
 Pembelian barang oleh Lessor semata-mata untuk kebutuhan Lessee.
 Penentuan spesifikasi barang, harga dan supplier dapat dilakukan oleh Lessee.
 Tujuan utama Lessee semata-mata untuk mendapatkan Financing untuk tujuan
proses produksi atau peningkatan kapasitas produksi.

 Sale and Lease Back
Transaksi Leasing dalam bentuk Sale and Lease Back ini pada prinsipnya adalah
pihak Lessee sengaja menjual barang modalnya kepada Lessor untuk kemudian dilakukan
kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut. Lessee dalam hal ini berperan sebagai
pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa Lease yang disetujui kedua
pihak. Metode Leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh tambahan dana untuk modal
kerja. Jadi transaksi leasing di sini bersifat Refinancing. Transaksi Leasing seperti ini
banyak dilakukan di Indonesia akibat adanya masalah impor barang modal, perizinan
serta pengoperasian, maupun pembiayaan kembali terhadap pinjaman yang telah
diperoleh Lessee untuk memperoleh barang modal yang semula tidak melalui transaksi
Lease. Dengan adanya kendala atau masalah impor barang modal ini terutama dalam hal
pengenaan bea masuk atau pajak dalam rangka pengadaan suatu barang modal, umumnya
pihak Lessee akan membeli lebih dahulu atas nama sendiri barang impor atau eks-impor,
termasuk membayar bea masuk dan bea impor lainnya. Selanjutnya barang tersebut dijual
kepada Lessor untuk selanjutnya diserahkan kembali kepada Lessee untuk digunakan
sesuai dengan jangka waktu yang disetujui dalam kontrak Leasing. Transaksi Leasing
seperti di atas sering disebut Technical Sale and Lease Back. Lihat Gambar berikut.

 Leveraged Lease
Pada prinsipnya Leveraged Lease merupakan salah satu teknik pembiayaan dalam
Finance Lease yang digunakan Lessor.
Menurut teknik ini, disamping melibatkan Lessor dan Lessee juga melibatkan Kreditur
jangka panjang dalam membiayai suatu objek Leasing. Pihak Kreditur jangka panjang
inilah yang memiliki porsi terbesar dalam membiayai transaksi Leasing ini. Sedangkan
porsi pembiayaan pihak Lessor biasanya berkisar 20%-40% dari keseluruhan
pembiayaan, sisanya disediakan oleh Kreditur. Kreditur tersebut dapat berupa Bank atau
Lembaga Keuangan lainnya. Status Kreditur di sini hanya sebagai penyedia dana kepada
Lessor, sedangkan jaminannya biasanya adalah objek Leasing itu sendiri. Perbedaannya
dengan teknik Direct Lease adalah terletak pada jumlah pembiayaan yang diberikan oleh
Lessor 100%. Oleh karena itu, Lessor bertanggung jawab langsung kepada Kreditur
sesuai dengan jumlah pembiayaannya.

Keterangan:
1 Jual beli barang modal dari pihak lessee ke pihak lessor.
2. Penutupan kontrak asuransi.
3. Lessor melakukan pembayaran kepada lessee, sesuai dengan kontrakjual beli.

4. Penandatanganan kontrak leasing antara lessor dengan lessee.
5. Lessee melakukan pembayaran pertama, yang berupa:
- Security Deposit
- Uang lease pertama, jika in advance
- Biaya administrasi
- Premi asuransi tahun pertama
- Pembayaran pertama lainnya, jika ada.
6. Pembayaran premi asuransi.
7. Pembayaran lease bulanan dari lessee kepada lessor.

Dalam Leveraged Lease, umumnya menyangkut masalah-masalah antara lain sebagai
berikut:
 Merupakan Direct Finance Lease.
 Melibatkan 3 (tiga) pihak yaitu: Lessor, Lessee, Pemberi kredit jangka panjang.
 Lessor menyediakan suatu porsi pembiayaan terhadap harga barang yang akan dilease biasanya berkisar 20%-40%.
 Kreditor jangka panjang, biasanya lembaga keuangan akan menyediakan pembiayaan
sebesar 60%-80% dari total biaya barang. Jumlah pembiayaan yang diberikan oleh
pihak kreditor disebut dengan Leveraged Debt. Utang ini merupakan Without
Recourse kepada pihak Lessor, artinya apabila pihak Lessee tidak dapat meneruskan
atau memenuhi kewajiban-kewajibannya, pihak Lessor tidak memiliki kewajiban
untuk membayar utang Lessee sebesar sisa porsi pembiayaan oleh kreditor yang
bersangkutan. Jaminan pengembalian pinjaman tersebut berasal dari pembayaran
angsuran atau barang yang di-lease tersebut. Sejalan dengan itu tingkat bunga yang
dikenakan kreditor sangat dipengaruhi oleh Credit Rating dari Lessee yang
bersangkutan.
 Selanjutnya dalam pengadaan barang leasee, dilakukan dengan membelinya dari
pabrik atau supplier/dealer, kemudian di-lease kepada Lessee. Untuk itu pihak Lessor

menerima pembayaran secara berkala dari Lessee dan sekaligus mengatur
pembayaran pokok dan bunga kepada kreditor. Nilai sisa atau Residual Value dari
barang pada akhir periode penggunaan atau kontrak akan ditahan pihak Lessor.
Umumnya, Investasi Neto Lessor menurun pada tahun awal kontrak dan naik pada
tahun akhir kontrak. lihat Gambar berikut.

 Syndicated Lease
Syndicated Lease adalah pembiayaan leasing yang dilakukan oleh lebih dari satu
Lessor atas suatu objek leasing. Syndicated Lease terjadi apabila Lessor karena alasanalasan risiko tidak bersedia, atau karena alasan tidak memiliki kemampuan pendanaan
untuk menutup sendiri suatu transaksi leasing yang nilainya cukup besar yang dibutuhkan
oleh Lessee. Untuk memenuhi permintaan atau kebutuhan Lessee tersebut, maka
beberapa perusahaan leasing melakukan perjanjian kerja sama untuk membiayai objek
leasing dimaksud. Selanjutnya, dalam pelaksanaannya dari kelompok Lessor,
berdasarkan persetujuan ditunjuk salah satu Lessor untuk bertindak sebagai koordinator
dalam melaksanakan perjanjian leasing dengan pihak Lessee termasuk dengan pihak
Supplier.

 Cross Border Lease

Cross Border Lease adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar batas suatu
negara, di mana Lessor berkedudukan di negara berbeda dengan negara Lessee. Jenis
transaksi Leasing ini kadangkadang disebut pula sebagai Leasing Lintas Negara atau
Transaksi Leasing Internasional karena transaksi yang dilakukan melibatkan dua negara
yang berbeda. Metode pembiayaan ini merupakan hal yang kompleks dan bersifat
khusus. Transaksi leasing ini mengandung banyak risiko bagi Lessor karena
bagaimanapun juga akan melibatkan mekanisme hukum, perpajakan dan masalahmasalah lainnya dari masing-masing negara yang bersangkutan. Untuk mengatasi
kendala-kendala tersebut biasanya transaksi leasing antara negara dilakukan oleh
afiliasinya atau subsidiary perusahaan leasing yang bersangkutan. Namun untuk
mempermudah pelaksanaan transaksi tersebut banyak transaksi leasing internasional
tidak dilakukan sebagaimana mekanisme leasing yang sebenarnya. Transaks leasing
biasanya dilakukan dengan cara perjanjian penjualan bersyarat yaitu pihak Lessee
diwajibkan membeli barang yang di-lease-nya pada akhir kontrak. Cara ini pada dasarnya
hanya untuk melindungi Lessor dari kompleksitas peraturan dan ketentuan-ketentuan
negara asing. Mekanisme Cross Border Lease dapat diikuti pada Gambar dibawah.

Kompleksitas dalam transaksi leasing internasional bagi Lessor ini meliputi beberapa
masalah antara lain sebagai berikut:
 Pertimbangan Politis yaitu menyangkut stabilitas negara Lessee
 Peraturan mengenai pemilikan oleh pihak asing
 Perpajakan yaitu menyangkut ketentuan pajak ganda (Double Taxation)

 Ketentuan repatriasi penghasilan termasuk masalah pengaturan penggunaan valuta
asing negara Lessee
 Peraturan penyusutan
 Bea masuk barang dan ketentuan impor lainnya.

 Vendor Program
Vendor Program atau disebut juga Vendor Lease adalah suatu metode penjualan
yang dilakukan oleh produsen atau dealer di mana perusahaan leasing memberikan atau
menyediakan fasilitas leasing kepada pembeli barang. Dalam mekanisme transaksi
vendor program ini, Lessor membayar kepada Vendor sesuai dengan harga barang yang
dipilih atau ditentukan oleh pembeli (Lessee), selanjutnya pembayaran sewa atau
angsuran oleh Lessee dapat dilakukan langsung kepada Lessor, atau dapat dibayarkan
melalui Vendor yang bersangkutan. Cara pembayaran tersebut dapat dilakukan sesuai
perjanjian. Mekanisme transaksi leasing berdasarkan Vendor Program dapat dilihat pada
Gambar berikut.

Vendor Program ini sangat menarik bagi Lessor karena pemasaran leasing dilakukan
oleh Vendor melalui usaha penjualan barangnya yang sekaligus disertai dengan fasilitas
leasing. Penagihan uang sewa atau angsuran merupakan kewajiban Vendor yang juga
berperan sebagai jaminan. Dalam hal pihak Lessee tidak dapat memenuhi kewajibannya
sesuai dengan kontrak atau default, pihak Vendor akan membayar penuh sesuai dengan
sisa angsuran Lessee. Komitmen ini disebut Full Recourse Collateral. Sedangkan
dalam Limited Recourse Collateral, Vendor hanya akan membayar sejumlah persentase
tertentu apabila terjadi default.

 Operating Lease
Dalam leasing bentuk ini, Lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya dilease-kan. Berbeda dengan Finance Lease, dalam operating lease jumlah seluruh
pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan
leasing mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang di-lease-kan
atau melalui beberapa kontrak leasing lainnya.
Operating Lease atau kadang-kadang juga disebut dengan Sewa Guna Usaha Biasa
adalah suatu perjanjian kontrak antara lessor dengan lessee di mana:
a.

Lessor sebagai pemilik objek leasing kemudian menyerahkan kepada pihak Lessee

untuk digunakan dengan jangka waktu relatif lebih pendek daripada umur ekonomis barang
modal tersebut.
b.

Lessee atas penggunaan barang modal tersebut, membayar sejumlah sewa secara

berkala kepada Lessor yang jumlahnya tidak meliputi jumlah keseluruhan biaya perolehan
barang tersebut beserta bunganya atau disebut juga Non Full Pay Out Lease.
c.

Lessor menanggung segala risiko ekonomis dan pemeliharaan atas barang-barang

tersebut.
d.

Lessee pada akhir kontrak harus mengembalikan objek Lease pada Lessor.

e.

Lessee biasanya dapat membatalkan perjanjian kontrak leasing sewaktu-waktu atau

disebut Cancellable.
Kegiatan operating lease di beberapa negara, termasuk Indonesia tidak begitu umum dilakukan. Hal ini akibat adanya alasan-alasan tertentu, antara lain tidak tersedianya dukungan
pasar sekunder atas barang bekas leasing dan alasan-alasan teknis lainnya, misalnya
diperlukannya tempat atau gudang penampungan.
Kegiatan leasing dapat dilakukan dengan cara berikut:
 Sewa guna usaha dengan hak opsi (Finance Lease)
 Sewa guna usaha tanpa hak opsi (Operating Lease).

Penggolongan suatu transaksi leasing menurut ketentuan Menteri Keuangan
tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Leasing digolongkan sebagai Finance Lease apabila memenuhi semua kriteria berikut:
a) Jumlah pembayaran sewa guna usaha selama masa sewa guna usaha pertama ditambah
dengan nilai sisa barang modal, harus dapat menutup harga perolehan barang modal dan
keuntungan lessor.
b) Masa sewa guna usaha untuk barang modal ditetapkan sekurang-kurangnya:


2 tahun untuk Golongan I

 3 tahun untuk Golongan 11 dan III
 7 tahun untuk Golongan Bangunan
c) Perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan, mengenai hak opsi.
2. Leasing digolongkan sebagai Operating Lease apabila memenuhi kriteria berikut:
a. Jumlah pembayaran leasing selarna masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga
perolehan barang modal yang di-lease-kan ditambah keuntungan yang diperhitungkan
oleh Lessor.
b. Perjanjian leasing tidak memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi Lessor.

2.7

Proses dan Mekanisme Transaksi Leasing
Leasing pada prinsipnya merupakan industri multidisiplin yang meliputi antara lain
bidang perpajakan, keuangan dan konsep akuntansi. Leasing mengandung arti suatu
penjanjian antara pemilik barang (Lessor) dengan pemakai barang (Lessee). Mekanisme
leasing tersebut merupakan dasar-dasar dalam suatu transaksi leasing (Basic Lease). Pihak
Lessee berkewajiban membayar sewa secara periodik kepada Lessor sebagai kompensasi
atas penggunaan barang tersebut. Lihat Gambar berikut.

Dalam definisi ini hanya dua pihak yang terkait yaitu Lessor dan Lessee padahal dalam
praktiknya pihak supplier merupakan pihak yang terlibat dalam suatu mekanisme transaksi
leasing. Lihat Gambar berikut.

Keterangan Gambar :
1.

Lessee menghubungi supplier untuk pemilihan dan penentuan jenis barang, spesifikasi,

harga, jangka waktu pengiriman, jaminan purnajual atas barang yang akan di-lease.
2.

Lessee melakukan negosiasi dengan Lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang

modal. Pada tahap awal ini, Lessee dapat meminta Lease Quotation yang tidak mengikat
dari lessor. Dalam Lease Quotation ini dimuat mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan
leasing antara lain: keterangan barang, harga barang, Cash Security Deposit, Residual Value,
asuransi, biaya administrasi, jaminan uang sewa dan persyaratan-persyaratan lainnya.
3.

Lessor mengirimkan Letter of Offer atau Commitment Letter kepada Lessee yang

berisi syarat-syarat pokok persetujuan Lessor untuk membiayai barang modal yang
dibutuhkan Lessee tersebut. Apabila Lessee menyetujui semua ketentuan dan persyaratan
dalam Letter of Offer, kemudian Lessee menandatangani dan mengembalikannya kepada
Lessor.

4.

Penandatanganan kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi Lessee. Kontrak

leasing tersebut sekurang-kurangnya mencakup hal-hal antara lain: Pihak-pihak yang
terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa Leasing, opsi bagi Lessee, penutupan asuransi,
tanggungjawab atas objek Leasing, perpajakan, jadwal pembayaran angsuran sewa dan
sebagainya.
5.

Pengiriman order beli kepada Supplier disertai instruksi pengiriman barang kepada

Lessee sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
6.

Pengiriman barang dan pengecekan barang oleh Lessee sesuai pesanan. Selanjutnya

Lessee menandatangani surat tanda terima dan perintah bayar dan diserahkan kepada
Supplier.
7.

Penyerahan dokumen oleh Supplier kepada Lessor termasuk faktur dan bukti-bukti

kepemilikan barang lainnya.
8.

Pembayaran oleh Lessor kepada Supplier.

9.

Pembayaran Angsuran (Lease Payment) secara berkala oleh Lessee kepada Lessor

selama masa sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang
dibiayai serta bunganya.
Perjanjian atau kontrak leasing umumnya dalam bentuk tertulis, dan memuat berbagai
persyaratan termasuk kondisi dan persyaratan transaksi leasing. Persyaratan-persyaratan
dalam perjanjian tersebut antara lain memuat jangka waktu barang tersebut akan digunakan,
jumlah dan cara pelaksanaan angsuran leasing, spesifikasi barang yang di-lease dan
persyaratan pengalihan pada akhir masa kontrak leasing.

2.8

Keunggulan Leasing (Sewa Guna)
Ada beberapa Keunggulan yang diperoleh Perusahaan dengan melakukan Sewa Guna dalam
operasi usahanya, antara lain :
 Transaksi sewa guna dapat dilakukan tanpa harus adanya uang muka, hal ini dapat
membantu aliran kas bagi perusahaan-perusahaan Lessee yang baru berdiri dan belum
memiliki kondisi finansial yang solid.

 Dibandingkan pembiayaan melalui kredit perbankan, pembiayaan sewa guna lebih
fleksibel kerena lebih dapat menyesuaikan dengan kondisi keuangan pihak Lessee.
 Sewa guna merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang bersifat Off Balance Sheet,
yang berarti bahwa transaksi sewa guna tidak tercantum sebagai komponen utang pada
neraca perusahaan Lessee, sehingga berdampak positif pada rasio keuangan perusahaan
tersebut.
 Salah satu jenis transaksi sewa guna, yaitu Operating Lease yang berjangka waktu
singkat, dapat mengatasi resiko keuangan yang dihadapi pihak Lessee.
 Pembayaran sewa secara periodik dengan jumlah tetap memberikan kemudahan bagi
pihak Lessee dalam penyusunan anggaran tahunan.

2.9

Kelebihan Leasing Sebagai Sumber Pembiayaan
Leasing

sebagai

Alternatif

sumber

pembiayaan

memiliki

beberapa

kelebihan

dibandingkan dengan sumber-sumber pembiayaan lainnya antara lain sebagai berikut:

 Pembiayaan Penuh
Transaksi leasing sering dilakukan tanpa perlu uang muka dan pembiayaannya dapat
diberikan sampai 100% (Full Pay Out). Hal ini akan membantu Cash Flow terutama
bagi perusahaan (Lessee) yang baru berdiri atau beroperasi dan perusahaan yang
mulai berkembang.
 Lebih Fleksibel
Dipandang dari segi perjanjiannya, Leasing lebih luwes karena leasing lebih mudah
menyesuaikan keadaan keuangan Lessee dibandingkan dengan perbankan.
Pembayaran angsuran secara berkala akan ditetapkan berdasarkan pendapatan yang
dihasilkan Lessee sehingga pengaturan pembayaran angsuran secara berkala dapat
disesuaikan dengan pendapatan yang dihasilkan objek yang dilease.
 Sumber Pembiayaan Alternatif
Leasing merupakan sumber pembiayaan lain bagi perusahaan tanpa mengganggu
fasilitas kredit (Credit Line) yang telah dimiliki. Dari segi jaminan Leasing tidak

terlalu menuntut adanya jaminan tambahan yang lebih banyak dibandingkan apabila
Lessee memperoleh pinjaman dari pihak lainnya. Karena hak kepemilikan sah atas
objek lease serta pengaturan pembayaran lease sesuai dengan pendapatan yang
dihasilkan oleh objek lease sehingga merupakan jaminan bagi leasing itu sendiri.
Dengan demikian harta yang telah dijaminkan untuk kredit tetap dapat menjamin
kredit yang sudah ada.
 Off Balance Sheet
Tidak adanya ketentuan keharusan mencantumkan transaksi leasing dalam neraca
memberi daya tarik tersendiri kepada Lessee karena tanpa mencantumkan sebagai
aktiva berarti prosedur pembelian barang tidak perlu dipenuhi secara terperinci,
karena mungkin masih dalam batas Kewenangan Direksi (seringkali kewenangan
pembelian barang modal baru sah apabila disetujui Dewan Komisaris atau bahkan
Rapat Pemegang Saham). Dengan demikian keputusan secara cepat dan tepat dapat
lebih mudah dilakukan oleh direksi. Di pihak lain, tanpa mencantumkan sebagai
aktiva berarti tidak ada keharusan mencantumkannya sebagai kewajiban. Hal ini
mempunyai dampak positif terhadap kondisi rasio keuangan perusahaan Lessee
karena transaksi leasing tersebut tidak akan terlihat dalam neraca Lessee sebagai
komponen utang. Kondisi ini disebut Off Balance Sheet Financing.
 Arus Dana
Keluwesan pengaturan pembayaran sewa sangatlah penting dalam perencanaan arus
dana karena pengaturan ini akan mempunyai dampak yang berarti terhadap
pendapatan Lessee. Di samping itu, persyaratan pembayaran di muka yang relatif
lebih kecil akan sangat berpengaruh pada arus dana terlebih apabila ada
pertimbangan kelambatan menghasilkan laba dalam investasi.
 Proteksi Inflasi
Leasing dapat merupakan pelindung terhadap inflasi meskipun dalam beberapa
keadaan sering dikatakan hal ini kurang relevan. Dalam tahun-tahun berikutnya
setelah kontrak leasing dilakukan, khususnya apabila leasing berdasarkan tarif suku
bunga tetap, maka Lessee akan membayar dengan jumlah tetap atas sisa
kewajibannya yang berasal dari pelunasan pembelian yang dilakukan di masa lalu.
 Perlindungan Akibat Kemajuan Teknologi

Dalam suatu kontrak leasing objek leasing sering dimasukkan sebagai perjanjian
bahwa barang yang sedang disewa tersebut dapat ditukarkan dengan barang yang
serupa yang lebih canggih apabila di kemudian hari terdapat penemuan-penemuan
baru yang lebih unggul daripada produk barang yang sama.
 Sumber Pelunasan Kewajiban
Pembatasan pembelanjaan dalam perjanjian kredit dapat diatasi melalui leasing
karena pada umumnya pelunasan atau pembayaran angsuran hampir selalu
diperkirakan berasal dari modal kerja yang dihasilkan oleh adanya barang yang di
lease. Sehingga kekhawatiran para kreditor terhadap gangguan penggunaan modal
kerja yang akan mempengaruhi pelunasan kredit yang telah diberikan dapat diatasi.
 Kapitalisasi Biaya
Adanya biaya-biaya tambahan selain harga perolehan seperti biaya penyerahan,
instalasi, pemeriksaan, konsultan, percobaan dan sebagainya dapat dipertimbangkan
sebagai biaya modal yang dapat dibiayai dalam leasing dan dapat disusutkan
berdasarkan lamanya masa leasing.

 Risiko Keusangan
Dalam keadaan yang serba tidak menentu, Operating Lease yang berjangka waktu
relatif singkat dapat mengatasi kekhawatiran Lessee terhadap risiko keusangan
(Obsolescence) sehingga Lessee tidak perlu mempertimbangkan risiko pada tahap
dini yang mungkin terjadi.
 Kemudahan Penyusutan Anggaran
Adanya pembayaran sewa secara berkala yang jumlahnya relative tetap akan
merupakan kemudahan dalam penyusunan anggaran tahunan Lessee.
Selain itu lessee juga dapat memilih cara pembayaran sewa berkala secara bulanan,
kuartalan atau kesepakatan lainnya di samping adanya kebebasan dalam penentuan
dasar suku bunga tetap atau mengambang.
 Pembiayaan Proyek Skala Besar
Adanya keengganan untuk memikul risiko investasi dalam pembiayaan proyek yang
seringkali menjadi masalah di antara pemberi dana, masalah tersebut biasanya dapat
diatasi melalui perusahaan leasing sepanjang tersedianya suatu jaminan penuh yang

dapat diterima dan/serta kemudahan untuk menguasai barang yang dibiayai apabila
terjadi suatu kelalaian.
 Meningkatkan Debt Capacity
Perolehan barang modal melalui leasing tidak otomatis menaikkan Debt Equity Ratio
yang mempengaruhi Bankability dari Lessee yang bersangkutan.
Keuntungan dapat dinikmati oleh semua pihak, perusahaan leasing dapat memberi
pembiayaan bagi calon pembeli, calon pembeli dapat memperoleh barang modal
tanpa kesulitan sementara produsen dapat menjual produksinya secara tunai. Leasing
sebagai salah satu alternatif sarana pembiayaan semacam inilah yang saat ini banyak
menarik pengusaha yang bergerak dalam produksi barang modal untuk menanamkan
modalnya dalam bidang leasing, yang dahulu hanya banyak dilakukan oleh
pengusaha-pengusaha yang memang berkecimpung di sektor perbankan atau
lembaga keuangan lain.

2.10 Kekurangan Leasing Sebagai Sumber Pembiayaan
Tentunya

disamping

keuntungan-keuntungan

tersebut

diatas,

leasing

juga

mempunyai kekurangan antara lain:
-

Pembiayaan secara leasing merupakan sumber pembiayaan yang relatif mahal
bila dibandingkan dengan kredit investasi dari bank. Hal ini terjadi karena sumber
dana Lessor pada umumnya dari bank atau lembaga keuangan bukan bank.

-

Barang modal yang dilease tidak dapat dicantumkan sebagai unsur aktiva Lesee
untuk tujuan “Collateral Credit” dari Bank, yaitu “Trade Creditor” mungkin akan
menilai perusahaan tersebut memiliki posisi keuangan yang lemah.

-

Bagi para perusahaan tertentu kadang-kadang timbul masalah prestise antara
memiliki barang modal sendiri atau Lease.

-

Resiko yang lebih besarpada Lessor, artinya adanya tanggung jawab yang
menuntut pihak ketiga jika terjadi kecelakaan atau kerusakan atas barang orang
lain yang disebabkan oleh “Lease Property” tersebut, dan juga Lessor belum tentu yakin
bahwa

barang

lease

tersebut

bebas

dari

berbagai

ikatan

seperti

“Liens”

(Gadai)

“Preferences”,

“Priorities”,

Charges”

atau

kepentingan-kepentingan

lainnya.

2.11 Perbedaan Pembiayaan Leasing dengan Pembiayaan Lainnya
Pembiayaan melalui perusahaan leasing memiliki beberapa perbedaan pokok dengan
metode pembiayaan yang diberikan melalui lembaga-lembaga keuangan lain misalnya Bank
atau dengan teknik-teknik pembiayaan lain seperti Sewa Menyewa dan Sewa Beli.
Lihat Tabel berikut.

PembiayaanLeasingdan Teknik Pembiayaan Lainnya

2.11.1

Leasing dengan Sewa Menyewa

Dari Tabel diatas dapat dilihat perbedaan dan persamaan antara leasing dengan sewa beli,
sewa menyewa, dan jual beli dengan cicilan. Dalam suatu transaksi leasing, Lessor adalah
pemilik atas objek leasing, sementara Lessee hanyalah pemakai saja. Di samping itu kontrak
leasing bersifat Non-Cancelled artinya kontrak tidak dapat dibatalkan kecuali terjadi hal-hal
yang berupa kelalaian. Lessee memiliki hak opsi (Option Right) untuk membeli objek
leasing sesuai dengan nilai sisa barang. Sedangkan sewa menyewa menurut KUH Perdata
Pasal 1548 disebutkan bahwa:
"Sewa-menyewa ialah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari suatu barang, selama

suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga, yang oleh pihak tersebut
belakangan itu disanggupi pembayarannya ".
Dengan definisi sewa menyewa seperti tersebut di atas akan terlihat perbedaan prinsipil
sewa menyewa dengan leasing yang terletak pada tidak adanya hak opsi bagi penyewa untuk
membeli barang yang disewanya tersebut.

2.11.2

Leasing dengan Sewa Beli

Secara umum sewa beli dapat didefinisikan sebagai berikut yaitu "Persetujuan antara pihak
penjual barang dengan penyewa, di mana penyewa berhak menggunakan barang yang
bersangkutan untuk suatu jangka waktu yang disepakati bersama dengan pembayaran secara
berkala yang ditetapkan oleh penjual barang". Dalam definisi ini hak pemilikan atas barang
tersebut berada pada pihak penjual dan akan beralih kepada pihak penyewa begitu
pembayaran berkala tersebut telah lunas. Dari definisi tersebut terlihat bahwa perbedaan
sewa-beli dengan leasing adalah pada sewa-beli hak milik secara mutlak beralih kepada
penyewa pada akhir perjanjian dan semua pembayaran telah dibayar penuh. Sementara
dalam leasing hak kepemilikan tidak mutlak langsung beralih kepada penyewa (Lessee)
tetapi terdapat hak opsi yaitu apakah penyewa akan memiliki barang tersebut dengan cara
membelinya seharga nilai sisa atau memperpanjang penggunaan barang tersebut dengan
memperbarui perjanjian leasing atau akan mengembalikannya kepada pemilik atau Lessor.

2.11.3

Leasing Jual Beli dengan Cicilan

Kegiatan transaksi yang hampir menyerupai Leasing adalah jual beli dengan cicilan.
Persamaannya terletak pada pembayaran secara berkala atau penggunaan suatu barang atas
suatu harga yang disepakati. Sedangkan perbedaannya adalah dalam hal jual beli dengan
cicilan pemilikan barang beralih pada saat dilakukannya transaksi. Sementara dalam leasing
hak pemilikan tetap pada Lessor. Jual beli adalah suatu persetujuan di mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain membayar

harga sesuai yang telah dijanjikan. Sebagai jaminan atas barang yang dijual dalam metode
jual beli dengan cicilan, terutama kelangsungan pembayaran cicilan secara teratur selama
periode yang disepakati kedua pihak, maka antara penjual dengan pembeli mengadakan
ikatan secara notarial penyerahan hak milik.

2.12 Fleksibilitas dalam Leasing
Sewa guna usaha merupakan metode pembiayaan yang fleksibel dalam memenuhi berbagai
kebutuhan pihak Lessee. Fleksibilitas Leasing sebagai sumber pembiayaan antara lain dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a.

Step Lease
Yaitu suatu kontrak Leasing yang memungkinkan pihak Lessee melakukan
pembayaran baik dalam rangka untuk meningkatkan (Step-Up Lease) maupun untuk
mengurangi atau menurunkan (Step-Down Lease) jangka waktu leasing, guna
mengatasi keterbatasan arus kas Lessee.

b.

Skipped Payment Lease
Yaitu suatu perjanjian atau kontrak leasing yang menghendaki pihak Lessee untuk
melakukan pembayaran selama pada periode atau bulan-bulan tertentu setiap
tahunnya.. Skipped Payment Lease distruktur untuk memenuhi kebutuhan musiman

atau untuk mengatasi masalah arus kas yang sedang dihadapi oleh Lessee.

c.

Swap Lease
Swap Lease memungkinkan Lessee untuk melakukan penukaran atas barang yang dilease apabila barang tersebut mengalami kerusakan dan atau memerlukan perbaikan
dan penggantian komponen tertentu. Penukaran dengan barang lain yang sejenis
selama barang tersebut diservis untuk menghindari penambahan biaya pemeliharaan
dan penundaan.

d.

Upgrade Lease
Leasing dengan cara ini memberikan pilihan yang lebih fleksibel bagi Lessee yang
memungkinkan meminta tambahan barang leasing guna meningkatkan kapasitas atau
efisiensi. Upgrade Lease dapat pula dilakukan dengan menukar barang atau peralatan
yang di-lease dengan peralatan yang sejenis tetapi lebih canggih akibat terjadinya
perkembangan teknologi.

e.

Master Lease
Master Lease merupakan suatu cara leasing di mana Lessor memberikan Lease Line
Credit yang memungkinkan Lessee untuk menambah barang atau peralatan untuk dilease (sampai maksimum jumlah clan periode tertentu), dengan persyaratan yang sama
seperti kontrak sebelumnya, tanpa perlu dilakukan negosiasi dan perjanjian kontrak
leasing baru.

f.

Short-term or Experimental Lease
Kadang-kadang perjanjian atau kontrak leasing dilakukan dengan jangka waktu yang
relatif pendek atau diberikan masa percobaan penggunaan barang yang di lease.
Selama jangka waktu percobaan tersebut Lessee akan memutuskan apakah barang
yang bersangkutan akan di-lease sampai jangka waktu yang diinginkan dan yang lebih
penting apakah barang tersebut memberikan dan meningkatkan keuntungan Lessee.
Hal tersebut akan menghilangkan risiko spekulasi bagi Lessee dalam usaha
memperoleh suatu barang.

2.13 Pembayaran Angsuran Sewa Guna (Lease Payment)
Pengaruh finasial yang timbul dari transaksi leasing adalah berapa besarnya uang sewa atau
angsuran yang harus dibayar kepada Lessor sampai akhir periode kontrak. Besarnya
angsuran sewa atau Lease Payment yang dibayarkan Lessee merupakan penjumlahan dari
bunga dan cicilan pokok atau dengan kata lain angsuran leasing terdiri dari unsur bunga dan
pokok.

Besarnya Lease Payment setiap periode ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a.

Nilai Barang Modal.
Nilai barang modal pada prinsipnya merupakan penjumlahan harga barang modal
dengan nilai sisanya pada akhir periode kontrak. Nilai tersebut merupakan pula nilai
kontrak leasing.

b.

Simpanan Jaminan.
Simpanan Jaminan atau Security Deposit dalam transaksi jual beli biasa fungsinya
barangkali dapat dikatakan sebagai uang jaminan atau uang muka Lessee atas suatu
kontrak leasing. Besarnya simpanan jaminan ini tergantung pada kesepakatan antara
Lessor dengan Lessee. Namun umumnya, simpanan jaminan tersebut besarnya
berkisar l0%-20% dari harga barang. Hal tersebut berarti pembiayaan bersih Lessor
berkisar antara 80%-90%. Dalam hubungannya dengan pembayaran sewa, semakin
besar simpanan jaminan, semakin kecil pembayaran sewanya.

c.

Nilai Sisa.
Nilai Sisa atau Residual Value adalah perkiraan wajar atas nilai suatu barang modal
yang di-lease pada akhir masa kontrak. Pada akhir kontrak ini sering nilai sisa terse
but jumlahnya relatif lebih besar terutama apabila umur ekonomis barang modal yang
di-lease-kan tersebut melebihi jangka waktu kontrak. Metode apa pun yang dipilih
atau digunakan dalam menentukan pembayaran uang sewa guna usaha, nilai sisa
barang modal yang diperkirakan di akhir kontrak merupakan hal yang penting
dipertimbangkan untuk menetapkan harga dari setiap jenis sewa guna usaha. Nilai sisa
dan pembayaran sewa merupakan sumber utama pemasukan bagi Lessor. Semakin
tinggi perkiraan nilai sisa, semakin kecil pembayaran sewa yang dikenakan Lessor.
Misalnya, apabila Lessor memperkirakan akan menjual barang modal pada akhir
jangka waktu kontrak leasing sebesar 10% dari total harga, berarti lessor hanya
membutuhkan 90% dari harga barang tersebut melalui pembayaran sewa.

d.

Jangka Waktu..
Jangka waktu yang umum dilakukan di Indonesia berkisar antara 2 sampai 5
tahun. Semakin lama jangka waktu lease ini semakin rendah pula pembayaran sewa.
Pada akhir jangka waktu leasing, Lessor memberikan kesempatan pada Lessee untuk
memilih salah satu dari 3 alternatif berikut:

 Mengembalikan barang modal tanpa timbul kewajiban, kecuali mungkin biaya
pembongkaran (Deinstallation) dan biaya transportasi bila ada.
 Membeli barang modal dengan harga yang ditetapkan berdasarkan tafsiran harga
pasar pada akhir kontrak (Fair Market Value Purchase Option) atau membeli barang
tersebut berdasarkan perjanjian yang disetujui pada awal, kontrak (Fixed Purchase
Option).
 Memperpanjang jangka waktu leasing dengan harga yang ditentukan kembali.
e.

Tingkat Bunga.
Tingkat bunga yang umum digunakan dalam perhitungan pembayaran leasing adalah
tingkat bunga efektif yang ditetapkan oleh Lessor yang dihitung berdasarkan besarnya
biaya dana ditambah dengan tingkat keuntungan yang diinginkan Lessor. Tingkat
keuntungan ini sering juga disebut Spread. Biaya dana Lessor dihitung berdasarkan
tingkat bunga (Prime Rate) yang diberikan Bank. Spread sesungguhnya bukanlah
merupakan total keuntungan Lessor karena dalam spread sebenarnya termasuk pula
antara lain unsur biaya overhead.

2.14 Penyelesaian Masalah Hukum dalam P