aspek hukum pengajuan keberatan dan peni

I. Pengajuan Permohonan Keberatan :
Dasar Hukum :
1. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009;
2. Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31 dan Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan;
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 194/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian
Keberatan tanggal 28 Desember 2007 (Berlaku sejak 1 Januari 2008 sd 28 Februari 2013);
Saat ini yang berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara
Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan
Persyaratan :
a. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah
rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar
penghitungan;
c. 1 (satu) keberatan diajukan hanya untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak, untuk 1 (satu) pemotongan
pajak, atau untuk 1 (satu) pemungutan pajak;
d. Wajib Pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir hasil verifikasi, sebelum
Surat Keberatan disampaikan;
e. Diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal:

1) surat ketetapan pajak dikirim; atau
2) pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga,
kecuali Wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak;
f. Surat Keberatan ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan dalam hal Surat Keberatan ditandatangani oleh
bukan Wajib Pajak, Surat Keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP; dan
g. Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang KUP.
II. Sikap Wajib Pajak terhadap Surat Tagihan Pajak PPN (STP PPN) Masa Pajak Januari – Desember 2011
00003/107/11/651/12 tanggal 12 Oktober 2012 .
Latar Belakang
STP PPN tersebut di atas terbit karena koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN sebesar Rp
5.000.000.000. Pemeriksa berpendapat Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
namun tidak membuat Faktur Pajak (Pasal 14 Ayat 1 huruf D UU KUP)
Berdasarkan hal tersebut Wajib Pajak dikenai sanksi Administrasi berupa denda sebesar 2% dari DPP
(pasal 14 ayat 4 UU KUP) :
2% x Rp 5.000.000.000 = Rp 100.000.000

Sikap Wajib Pajak :
1. STP PPN dimaksud merupakan sanksi administrasi terhadap pokok sengketa (koreksi positif DPP) yang

tidak disetujui oleh Wajib Pajak. Tindakan hukum yang dapat ditempuh oleh Wajib Pajak tidak perlu
melakukan upaya hukum terhadap STP tersebut di atas, Wajib Pajak menunggu proses penyelesaian
Keberatan (atas pokok sengketa), apabila dikabulkan permohonan keberatannya maka Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) akan membetulkan Surat Tagihan Pajak tersebut secara jabatan (Pasal 16 UU
KUP).
2. STP sebagaimana tersebut di atas dapat tidak dibayar oleh Wajib Pajak, tindakan penagihan atas STP
tersebut tertangguh sampai dengan surat ketetapan pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum
tetap.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Kewajiban Perpajakan antara lain mengatur :
Pasal 48 Ayat 10
Apabila sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak dikenakan sebagai akibat diterbitkan surat
ketetapan pajak, yang pajak terutangnya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi dan atas surat ketetapan pajak diajukan
keberatan dan/atau banding, tindakan penagihan atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan
sampai dengan surat ketetapan pajak tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap.
3. STP sebagaimana tersebut di atas merupakan Utang Pajak (berbeda dengan SKPKB yang tertangguh
status utang pajak-nya sebagaimana dimaksud pasal 11 ayat 1 dan ayat 1a), sehingga apabila terhadap
Wajib Pajak terdapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak maka STP tersebut diperhitungkan
sebagai utang pajak (mengurangi nilai pengembalian kelebihan pembayaran pajak).

Berdasarkan memori penjelasan Pasal 48 Ayat 10 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan yang berbunyi sebagai berikut :
Dalam hal Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang dan
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang diterbitkan sebagai akibat diterbitkannya surat ketetapan pajak
yang pajak terutangnya tidak disetujui dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan
Akhir Hasil Verifikasi maka sanksi administrasi dalam Surat Tagihan Pajak tersebut tetap merupakan
utang pajak. Oleh karena itu, apabila terdapat pengembalian kelebihan pembayaran pajak maka
utang pajak dalam Surat Tagihan Pajak tersebut dapat diperhitungkan sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a) Undang-Undang.
Namun demikian, mengingat surat ketetapan pajak yang terkait dengan Surat Tagihan Pajak tersebut
masih dalam proses pengajuan keberatan dan/atau permohonan banding maka tindakan penagihan
dengan surat paksa atas Surat Tagihan Pajak tersebut ditangguhkan sampai dengan surat ketetapan
pajaknya mempunyai kekuatan hukum tetap.
Apabila Surat Tagihan Pajak tersebut telah dilunasi atau telah diperhitungkan dengan kelebihan
pembayaran pajak dan terdapat Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang mengabulkan
permohonan Wajib Pajak, dalam hal terdapat kelebihan pembayaran pajak yang terkait dengan Surat
Tagihan Pajak tersebut maka kelebihan pembayaran tersebut dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebagaimana diatur dalam Pasal 27A Undang-Undang.

4. Wajib Pajak berhak atas imbalan bunga, apabila STP tersebut dibayar dan Permohonan Keberatan

Wajib Pajak (atas pokok sengketa ) dikabulkan dan Direktorat Jenderal Pajak akan membetulkan STP
tersebut secara jabatan (Pasal 16 KUP).
Berdasarkan Pasal 3 Ayat 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2011 tentang Perubahan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pengitungan dan
Pemberian Imbalan Bunga
Imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e
adalah sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak :
a. tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau
Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
dan Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
b. tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
(SKPLB) sampai dengan diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
c. tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak,
atau Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak untuk Surat Tagihan Pajak (STP),

III


surat permohonan keberatan terlampir.

IV

PT ABC memutuskan untuk membayar terlebih dahulu SKPKB PPh Badan, SKPKB PPN dan STP PPN
Dasar Hukum terkait Sanksi Kenaikan :
Pasal 25 Ayat Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang nomor 16
Tahun 2009;
Dasar Hukum terkait Pemberian Imbalan Bunga :
a. Pasal 27A Ayat 1 dan Pasal 27A ayat 1A Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang nomor 16 Tahun 2009.
b. Pasal 43, Pasal 44 dan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.03/2011 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 195/PMK.03/2007 Tentang Tata Cara Pengitungan dan Pemberian Imbalan
Bunga (Berlaku sejak 19 Januari 2011 sd 31 Desember 2013);
Saat ini yang berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.03/2013 tentang Tentang
Tata Cara Pengitungan dan Pemberian Imbalan Bunga (berlaku sejak 1 Januari 2014)


 Jika SKPKB PPh Badan, SKPKB PPN dibayar sebelum pengajuan permohonan Keberatan Konsekuensi
hukum :
a. Wajib Pajak tidak dikenai sanksi Denda 50% apabila permohonan keberatnnya ditolak atau
diterima sebagian.
Dasar Hukum Pasal 25 ayat 9 UU KUP
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) darijumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
b. Wajib Pajak tidak mendapat imbalan bunga apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak.
Dasar Hukum Pasal 43 Ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap:
b. kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali atas jumlah pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang tidak disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, namun dibayar sebelum
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, atau sebelum
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
 Jika SKPKB PPh Badan, SKPKB PPN dibayar setelah pengajuan permohonan Keberatan Konsekuensi
hukum :

a. Wajib Pajak dikenai sanksi denda 50% apabila permohonan keberatannya ditolak atau diterima
sebagian.
Dasar Hukum Pasal 25 ayat 9 UU KUP
Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan
keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan.
b. Wajib Pajak tidak mendapat imbalan bunga apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak.
Dasar Hukum Pasal 43 Ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberikan terhadap:
b. kelebihan pembayaran akibat Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali atas jumlah pajak yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang tidak disetujui dalam Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan atau Pembahasan Akhir Hasil Verifikasi, namun dibayar sebelum
pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, atau sebelum
diterbitkan Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.
 Permasalahan Terkait Surat Tagihan Pajak PPN (STP PPN) Masa Pajak Januari – Desember 2011
00003/107/11/651/12 tanggal 12 Oktober 2012.
Jika STP PPN tersebut dibayar sebelum terbit Surat Keputusan Keberatan dan Permohonan Keberatan
Wajib Pajak dikabulkan, maka pembayaran tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak disertai
dengan imbalan bunga (melaui permohonan pemberian imbalan bunga).


Saran untuk Wajib Pajak
1. Berdasarkan alat bukti dan keyakinan Wajib Pajak akan kebenaran materi Permohonan
Keberatannya, maka Wajib Pajak sebaiknya membayar SKPKB PPh dan SKPKB PPN hanya yang
disetujui dalam pembahasan akhir pemeriksaan yakni :
> SKPKB PPh badan dibayar sebesar Rp 360.000.000;
> SKPKB PPN dibayar nihil.
Alasan :
a. SKPKB tersebut tidak dibayar (dibayar hanya yang disetujui) karena status utang pajaknya
tertangguh;
b. Pembayaran SKPKB sebelum diajukan permohonan keberatan dapat menghindarkan Wajib Pajak
dari sanksi denda 50%, namun pajak yang terutang jumlahnya signifikan yakni Rp 2.760.000.000
dan Rp 500.000.000;
c. Wajib Pajak tidak memperoleh imbalan bunga (atas pembayaran SKPKB) apabila permohonan
keberatan dikabulkan.
2. Berdasarkan alat bukti dan keyakinan Wajib Pajak akan kebenaran materi Permohonan
Keberatannya, maka Wajib Pajak sebaiknya membayar STP PPN sebesar Rp 100.000.000
Alasan :
a. Pembayaran STP PPN dilakukan karena status STP tersebut merupakan utang pajak (meskipun
tindakan penagihannya tertangguh).

b. Wajib Pajak berhak atas imbalan bunga, apabila STP tersebut dibayar dan Permohonan Keberatan
Wajib Pajak (atas pokok sengketa ) dikabulkan dan Direktorat Jenderal Pajak akan membetulkan
STP tersebut secara jabatan (Pasal 16 KUP).