MAKALAH dan TERUMBU dan KARANG

MAKALAH EKOSISTEM
TERUMBU KARANG

OLEH :

Aditya Chandra Pratama
Ari Maghfrrn
Ardi Krisna
Baqkrullum Dwi
BAB I

PENDAHULUAN
1.

Latar Belakang

Eksistensi Indonesia sebagai salah satu pusat terumbu karang diyakini terus
mengalami degradasi. Tentunya masalah itu, akan semakin meluas jika tidak
segera diambil langkah-langkah untuk melestarikannya. Sebagai salah satu
negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia juga dikenal sebagai salah
satu pusat keanekaragaman hayati laut dunia dengan kekayaan terumbu

karangnya.
Namun sayangnya, saat ini kekayaan terumbu karang Indonesia justru
terancam rusak akibat berbagai hal, baik karena faktor alam seperti
perubahan iklim maupun akibat ulah manusia sendiri. Indonesia sendiri
memiliki luas total terumbu karang sekitar 85.200 Km2 atau sekitar 18% luas
total terumbu karang dunia dan 65% luas total di coral triangle, yang meliputi
Indonesia, Filipina, Malaysia, Timor Leste, Papua Nugini dan Kepulauan
Salomon.
Keberadaan terumbu karang pada 6 negara itu mendapat julukan coral
triangle (segi tiga karang dunia) karena jika ditarik garis batas yang
melingkupi wilayah terumbu karang pada negara-negara tersebut maka akan
menyerupai segitiga dengan total luas sekitar 75.000 Km2.
Beberapa kepulauan di Indonesia selama ini diketahui memiliki jenis karang
cukup tinggi seperti Nusa Penida (Bali), Komodo (NTT), Bunaken (Sulut),
Kepulauan Derawan (Kaltim), Kepulauan Wakatobi (Sultra), dan Teluk
Cendrawasih (Papua). Namun sayangnya, lagi-lagi kekayaan
keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia itu tidak dapat
terpelihara, baik akibat perubahan iklim maupun masalah lokal seperti
ketidaktahuan, bahkan keserakahan dalam mengeksploitasi kekayaan alam
demi mendapat keuntungan tanpa memikirkan kelestarian alam.

Maka dari itu, saat ini sebanyak 22% terumbu karang di wilayah Indonesia
Bagian Timur dan Papua Nugini mengalami rusak. Angka ini lebih kecil
dibandingkan kerusakan di wilayah Indonesia Bagian Barat sebesar 71%.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan Terumbu Karang di Indonesia?
2. Apa Saja Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,dan Pengaruh
Pencemaran
Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang

3. Apa Akibat yang Akan ditimbulkan dari Pencemaran Terhadap Terumbu
Karang?
4. Bagaimana Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap
Terumbu Karang?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui keadaan Terumbu Karang di Indonesia
2. Untuk Mengetahui Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,pengaruh
Pencemaran Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
3. Mengetahui Akibat yang di Timbulkan Akibat Pencemaran Terhadap

Terumbu Karang
4.Mengetahui Cara Penanggulangan dan Pencegahan Pencemaran terhadap
Terumbu Karang

D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode/cara
pengumpulan data atau informasi melalui :
• Penelitian kepustakaan (Library Research); yaitu penelitian yang dilakukan
melalui studi literature, dokumen, dan sebagainya yang sesuai atau yang ada
relevansinya (berkaitan) dengan masalah yang dibahas.
• Browsing; yaitu mencari data dan informasi melalui media internet.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian,Cara Reproduksi dan Cara Hidup Terumbu Karang
Terumbu karang adalah sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis
dengan sejenis tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Terumbu karang
termasuk dalam jenis filum Cnidaria kelas Anthozoa yang memiliki tentakel.
Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau

Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul,
Morfologi dan Fisiologi.
Koloni karang dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut Polip. Dalam
bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai
bentu.Namun pada kebanyakan Spesies, satu individu polip karang akan
berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni. Hewan ini memiliki
bentuk unik dan warna beraneka rupa serta dapat menghasilkan CaCO3.
Terumbu karang merupakan habitat bagi berbagai spesiestumbuhan laut,
hewan laut, dan mikroorganisme laut lainnya yang belum diketahui.
Terumbu karang secara umum dapat dinisbatkan kepada struktur fisik
beserta ekosistem yang menyertainya yang secara aktif membentuk sedimen
kalsium karbonat akibat aktivitas biologi(biogenik) yang berlangsung di
bawah permukaan laut. Bagi ahli geologi, terumbu karang merupakan
struktur batuan sedimen dari kapur (kalsium karbonat) di dalam laut, atau
disebut singkat dengan terumbu. Bagi ahli biologi terumbu karang
merupakan suatu ekosistem yang dibentuk dan didominasi oleh komunitas
koral.
Dalam peristilahan ‘terumbu karang’, “karang” yang dimaksud adalah koral,
sekelompok hewan dari ordo Scleractinia yang menghasilkan kapur sebagai
pembentuk utama terumbu. Terumbu adalah batuan sedimen kapur di laut,

yang juga meliputi karang hidup dan karang mati yang menempel pada
batuan kapur tersebut. Sedimentasi kapur di terumbu dapat berasal dari
karang maupun dari alga. Secara fisik terumbu karang adalah terumbu yang
terbentuk dari kapur yang dihasilkan oleh karang Di Indonesia semua
terumbu berasal dari kapur yang sebagian besar dihasilkan koral Kerangka
karang mengalami erosi dan terakumulasi menempel di dasar terumbu.
Habitat
Terumbu karang pada umumnya hidup di pinggir pantai atau daerah yang
masih terkena cahaya matahari kurang lebih 50 m di bawah permukaan laut.
Beberapa tipe terumbu karang dapat hidup jauh di dalam laut dan tidak

memerlukan cahaya, namun terumbu karang tersebut tidak bersimbiosis
dengan zooxanhellae dan tidak membentuk karang.
Ekosistem terumbu karang sebagian besar terdapat di perairan tropis,
sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu,
salinitas, sedimentasi, Eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami
(pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat
pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah
menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan
kematian massal mencapai 90-95%. Selama peristiwa pemutihan tersebut,

rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 °C di atas suhu
normal.
Kondisi optimum
Untuk dapat bertumbuh dan berkembang biak secara baik, terumbu karang
membutuhkan kondisi lingkungan hidup yang optimal, yaitu pada suhu hangat
sekitar di atas 20oC. Terumbu karang juga memilih hidup pada lingkungan
perairan yang jernih dan tidak berpolusi.Hal ini dapat berpengaruh pada
penetrasi cahaya oleh terumbu karang.
Beberapa terumbu karang membutuhkan cahaya matahari untuk melakukan
kegiatan fotosintesis. Polip-polip penyusun terumbu karang yang terletak
pada bagian atas terumbu karang dapat menangkap makanan yang terbawa
arus laut dan juga melakukan fotosintesis. Oleh karena itu, oksigen-oksigen
hasil fotosintesis yang terlarut dalam air dapat dimanfaatkan oleh spesies
laut lainnya.Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah
organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan
sedikit nutrien (oligotrofik).
Fotosintesis
Proses fotosintesis oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium
karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi
kimia sebagai berikut:

Ca(HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2
Fotosintesis oleh algae yang bersimbiosis membuat karang pembentuk
terumbu menghasilkan deposit cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat,
kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu
(ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae.
Di Indonesia dan Indo Pasifik terumbu karang merupakan salah satu
komponen utama sumber daya pesisir dan laut, disamping hutan bakau atau
hutan mangrove dan padang lamun. Terumbu karang dan segala kehidupan
yang ada didalamnya merupakan salah satu kekayaan alam yang dimiliki

bangsa Indonesia yang tak ternilai harganya. Diperkirakan luas terumbu
karang yang terdapat di perairan Indonesia adalah lebih dari 60.000 km2,
yang tersebar luas dari perairan Kawasan Barat Indonesia sampai Kawasan
Timur Indonesia. Contohnya adalah ekosistem terumbu karang di perairan
Maluku dan Nusa Tenggara.
Indonesia merupakan tempat bagi sekitar 1/8 dari terumbu karang Dunia dan
merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman biota perairan
dibanding dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Bentangan terumbu karang yang terbesar dan terkaya dalam hal jumlah
spesies karang, ikan, dan moluska terdapat pada regional Indo-Pasifik yang

terbentang mulai dari Indonesia sampai ke Polinesia dan Australia lalu ke
bagian barat yaitu Samudera Pasifik sampai Afrika Timur.
2.2Jenis-jenis Terumbu Karang
2.2.1Berdasarkan kemampuan memproduksi kapur
•Karang hermatipik
Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang
yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di
daerah tropis.
Karang hermatipik bersimbiosis mutualisme dengan zooxanthellae, yaitu
sejenis algae uniseluler (Dinoflagellata unisuler), seperti Gymnodinium
microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan
melaksanakan Fotosintesis. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan
oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan
oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa
nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae Hasil
samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan
bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan
jenis atau spesies binatang karang.
Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat
hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat

Fototropik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut
yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke
dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang
membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 °C.
•Karang ahermatipik
Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan
kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia.

2.2.2 Berdasarkan bentuk dan tempat tumbuh
•Terumbu (reef)
Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3),
yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain, seperti
alga berkapur, yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan Mollusca.
Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem
pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang
terbentuk oleh batuan kapur (termasuk karang yang masuh hidup)di laut
dangkal.
•Karang (koral)
Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia,
yang mampu mensekresi CaCO3. Karang batu termasuk ke dalam Kelas

Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenteratayang hanya mempunyai stadium
polip. Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu
(Scleratina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang
pembangun terumbu. Karang adalah hewan klonal yang tersusun atas
puluhan atau jutaan individu yang disebut polip. Contoh makhluk klonal
adalah tebu atau bambu yang terdiri atas banyak ruas.
•Karang terumbu
Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang
hermatipik (hermatypic coral) atau karang yang menghasilkan kapur. Karang
terumbu berbeda dari karang lunak yang tidak menghasilkan kapur, berbeda
dengan batu karang (rock) yang merupakan batu cadas atau batuan vulkanik.
•Terumbu karang
Ekosistem di dasar laut tropis yang dibangun terutama oleh biota laut
penghasil kapur (CaCO3) khususnya jenis¬-jenis karang batu dan alga
berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup di dasar lainnya seperti
jenis¬-jenis moluska, Krustasea, Echinodermata, Polikhaeta, Porifera, dan
Tunikata serta biota-biota lain yang hidup bebas di perairan sekitarnya,
termasuk jenis-jenisPlankton dan jenis-jenis nekton.
2.2.3 Berdasarkan letak
•Terumbu karang tepi

Terumbu karang tepi atau karang penerus atau fringing reefs adalah jenis
terumbu karang paling sederhana dan paling banyak ditemui di pinggir pantai
yang terletak di daerah tropis. Terumbu karang tepi berkembang di
mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa

mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar
menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk
melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan
karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan
terumbu jelas mengarah secara vertikal.
Contoh: Bunaken (Sulawesi), Pulau Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali).
•Terumbu karang penghalang
Secara umum, terumbu karang penghalang atau barrier reefs menyerupai
terumbu karang tepi, hanya saja jenis ini hidup lebih jauh dari pinggir pantai.
Terumbu karang ini terletak sekitar 0.5¬2 km ke arah laut lepas dengan
dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang
membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai
puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau
sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang
terputus-putus.
Contoh: Batuan Tengah (Bintan, Kepulauan Riau), Spermonde (Sulawesi
Selatan), Kepulauan Banggai (Sulawesi Tengah).
Terumbu karang cincin atolls
Terumbu karang cincin atau attols merupakan terumbu karang yang
berbentuk cincin dan berukuran sangat besar menyerupai pulau. Atol banyak
ditemukan pada daerah tropis di Samudra Atlantik. Terumbu karang yang
berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulau¬-pulau vulkanik yang
tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan.
•Terumbu karang datar
Terumbu karang datar atau gosong terumbu (patch reefs), kadang-kadang
disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah
ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu
pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara
horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal.
Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)
2.2.4 Berdasarkan zonasi
•Terumbu yang menghadap angin
Terumbu yang menghadap angin (dalam bahasa Inggris: Windward reef)
Windward merupakan sisi yang menghadap arah datangnya angin. Zona ini
diawali oleh lereng terumbu yang menghadap ke arah laut lepas. Di lereng
terumbu, kehidupan karang melimpah pada kedalaman sekitar 50 meter dan

umumnya didominasi oleh karang lunak. Namun, pada kedalaman sekitar 15
meter sering terdapat teras terumbu yang memiliki kelimpahan karang keras
yang cukup tinggi dan karang tumbuh dengan subur.
Mengarah ke dataran pulau atau gosong terumbu, di bagian atas teras
terumbu terdapat penutupan alga koralin yang cukup luas di punggungan
bukit terumbu tempat pengaruh gelombang yang kuat. Daerah ini disebut
sebagai pematang alga. Akhirnya zona windward diakhiri oleh rataan
terumbu yang sangat dangkal.
•Terumbu yang membelakangi angin
Terumbu yang membelakangi angin (Leeward reef) merupakan sisi yang
membelakangi arah datangnya angin. Zona ini umumnya memiliki hamparan
terumbu karang yang lebih sempit daripadawindward reef dan memiliki
bentangan goba (lagoon) yang cukup lebar.[1] Kedalaman goba biasanya
kurang dari 50 meter, namun kondisinya kurang ideal untuk pertumbuhan
karang karena kombinasi faktor gelombang dan sirkulasi air yang lemah
serta sedimentasi yang lebih besar.

2.3Manfaat Terumbu Karang Bagi Kehidupan
Terumbu karang bagi kehidupan manusia sangatlah berarti. Banyak potensipotensi yang dihasilkan oleh terumbu karang bagi kehidupan laut maupun
manusia. Berikut merupakan fungsi-fungsi dari terumbu karang.
• Pelindung ekosistem pantai
Dari segi fisik terumbu karang berfungsi sebagai pelindung pantai dari erosi
dan abrasi, struktur karang yang keras dapat menahan gelombang dan arus
sehingga mengurangi abrasi pantai dan mencegah rusaknya ekosistim pantai
lain seperti padang lamun dan magrove.
• Rumah bagi banyak jenis mahluk hidup di laut
Terumbu karang bagaikan oase di padang pasir untuk lautan. Karenanya
banyak hewan dan tanaman yang berkumpul di sini untuk mencari makan,
memijah, membesarkan anaknya, dan berlindung. Bagi manusia, ini artinya
terumbu karng mempunyai potensial perikanan yang sangat besar, baik
untuk sumber makanan maupun mata pencaharian mereka. Diperkirakan,
terumbu karang yang sehat dapat menghasilkan 25 ton ikan per tahunnya.
Sekitar 500 juta orang di dunia menggantungkan nafkahnya pada terumbu
karang, termasuk didalamnya 30 juta yang bergantung secara total pada
terumbu karang sebagai penhidupan.

• Sumber obat-obatan
Pada terumbu karang banyak terdapat bahan-bahan kimia yang diperkirakan
bisa menjadi obat bagi manusia. Saat ini banyak penelitian mengenai bahanbahan kimia tersebut untuk dipergunakan untuk mengobati berbagai
manusia.
• Objek wisata
Terumbu karang yang bagus akan menarik minat wisatawan sehingga
meyediakan alternatif pendapatan bagi masyarakat sekitar. Diperkirakan
sekitra 20 juta penyelam, menyelam dan menikmati terumbu karang per
tahun.
• Daerah Penelitian
Penelitian akan menghasilkan informasi penting dan akurat sebagai dasar
pengelolaan yang lebih baik. Selain itu, masih banyak jenis ikan dan
organisme laut serta zat-zat yang terdapat di kawasan terumbu karang yang
belum pernah diketahui manusia sehingga perlu penelitian yang lebih intensif
untuk mengetahui ‘misteri’ laut tersebut.
• Mempunyai nilai spiritual
Bagi banyak masyarakat, laut adalah daerah spiritual yang sangat penting,
Laut yang terjaga karena terumbu karang yang baik tentunya mendukung
kekayaan spiritual ini.
• Sumber mata pencarian
Banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada terumbu karang. Tentu
saja mnjadikan terumbu karang sebagai sumber mata pencarian harus di
ikuti dengan rasa tanggung jawab sehingga tidak terjadi eksploitasi yang
terlalu berlebihan. Selain itu terumbu karang juga dapat menjadi objek wisata
yang tentunya dapat menambah pundi-pundi rupiah dari wisatawan.
2.4 Peraturan Pemerintah Mengenai Terumbu Karang
Pengrusakan terumbu karang tersebut khususnya yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, merupakan tindakan inkonstitusional alias melanggar
hukum. Dalam UU 1945 pasal 33 ayat 3 dinayatakan, “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 33 ayat 3 ini merupakan landasarn yuridis dan sekaligus merupakan
arah bagi pengaturan terhadap hal yang berkaitan dengan sumberdaya
terumbu karang. Selain itu salah satu tujuan dari Strategi Konservasi Dunia
1980 adalah menetapkan terumbu karang sebagai sistem ekologi dan

penyangga kehidupan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia dan
pembangunan berkelanjutan. Karena itu, terumbu karang di sebagai salah
satu sumberdaya alam yang ada di Indonesia, pengelolaannya harus di
dasarkan pada peraturan – peraturan, di antaranya :
1. UU RI No. 4/1982, tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup
2. UU RI No. 9/1985. Tentang perikanan
3. UU RI No. 5/1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan
ekosistem
4. UU RI No. 9/1990 Tentang Kepariwisataan
5. Peraturan pemerintah No. 29/1986 tentang analisa dampak lingkungan
6. Keputusan menteri kehutanan No. 687/Kpts.II/1989 tanggal 15 Nopember
1989 tentang pengusaha hutan wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya
dan Taman Hutan Laut
7. Surat edaran Menteri PPLH No. 408/MNPPLH/4/1979, tentang larangan
pengambilan batu karang yang dapat merusak lingkungan ekosistem laut,
situjukan kepada Gubenur Kapala Daerah, Tingkat I di seluruh Indonesia.
8. Surat Edaran Direktur Jenderal Perikanan No. IK.220/D4.T44/91, tentang
penangkapan ikan dengan bahan/alat terlarang – ditujukan kepada Kepala
Dinas Perikanan Propinsi Daerah Tingkat I di seluruh Indonesia

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Keadaan Terumbu Karang di Indonesia
Terumbu karang merupakan sekumpulan hewan karang yang saling
bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga. Kumpulan karang dibentuk oleh
ribuan hewan kecil yang disebut polip, polip ini kemudian berkembang
hingga jutaan dan terbentuklah struktur dasar dari terumbu karang. Di
perairan indonesia yang notabene merupakan perairan tropis, karang dapat
tumbuh subur karena suhu perairannya berkisar antara 21 – 29 derajat
celcius, sementara bila di perairan yang suhunya lebih rendah pertumbuhan
karang akan lebih lambat. Selain di perairan tropis, karang pun dapat tumbuh
subur di perairan subtropis contohnya di jepang selatan dan florida amerika.
Sebagai negara maritim, indonesia memiliki kekayaan biota laut yang
sangat beragam. salah satu kekayaan biota laut yang terdapat di indonesia
adalah terumbu karang. Bahkan indonesia merupakan negara yang memiliki
terumbu karang terkaya di dunia.
Sekitar 85.200 km2 atau 18% dari seluruh terumbu karang di dunia
yang jumlahnya 284.300 km2 berada di hamparan dalam samudra di
indonesia. Negara kita ini memiliki 93 ribu km2 wilayah perairan yang di
dalamnya terdapat 4000 jenis hewan laut (ikan dan udang-udangan), 600
jenis batu karang,dan 2500 jenis moluska.
Kita sebagai warga negara indonesia patut berbangga karena
indonesia juga termasuk wilayah Coral triangel atau segitiga karang dunia
yang menjadi pusat ekosistem keragaman laut di dunia. Raja ampat, papua
barat merupakan kawasan penyumbang terumbu karang terbesar di
indonesia dan sekaligus menjadi kepulawan dengan jenis terumbu karang
terbanyak di dunia, yang memiliki hampir 500 lebih jenis karang dan 100
spesies ikan laut. Selain itu masih ada wilayah yang memiliki jenis terumbu
karang yang banyak antara lain, Kepulawan derawan, kalimantan timur;
Kep.wakatobi, Sultra; nusa penida,bali; yang masing-masing memiliki
kekayaan terumbu karang yang tidak kalah bagus.
Sayangnya, keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di
indonesia mulai teancam. Di indonesia saja persentase perusakan terumbu
karang tiap tahunnya menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun
waktu 4 tahun (2004-2008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi
sangat buruk, dan ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan
sangat baik.Data yang muncul mengisyaratkan apabila tidak diambil langkahlangkah progresif, dapat dipastikan laju degradasi terumbu karang di negara
kita akan semakin menghawatirkan, bila tidak ingin dikatakan mengarah

punah. Artinya, harus ada upaya nasional untuk mengentikan laju
kerusakannya. Jika tidak, degradasi terumbu karang dikuatirkan akan
semakin luas dan besar yang konsekuensinya juga akan berdampak secara
ekologis maupun ekonomis bagi Indonesia sendiritentunya.
Karenanya seluruh elemen harus menyadari bahwa menjaga
kelestarian sumber daya kelautan berarti merupakan suatu upaya penting
dalam menjamin produktivitas sumber daya perikanan. Sekali lagi harus
disadari, manfaat terumbu karang bagi manusia amat menakjubkan. Selain
merupakan aset wisata bahari, juga berfungsi benteng alami pantai dari
gempuran ombak, bahkan sumber makanan dan obat-obatan. Tak heran, jika
ratusan juta orang hidupnya sangat bergantung pada terumbu karang di
coral triangle.
Di Indonesia saja, nilai ekonomis terumbu karang tak bergeser dari
angka US$1,6 miliar per tahun. Memang, angka ini masih rendah ketimbang
nilai ekonomis terumbu karang di dunia sebesar US$29,8 miliar dari
makanan, perikanan, keanekaragaman, dan wisata bahari. Namun, angka
ekonomis terumbu karang di Indonesia lebih besar dibandingkan di Hawai
yang sebesar US$361 juta bagi nonekstratif dan sebanyak US$3 juta bagi
perikanan pesisir.
Jadi, bisa dibayangkan berapa kerugian material yang timbul akibat
rusaknya terumbu karang yang merupakan tempat vital bagi ekosistem
perikanan, begitu juga kerugian non material berupa rusaknya ekosistem laut
yang tentunya amat berdampak bagi kehidupan kita.
3.2 Faktor Penyebab Kerusakan ,Jenis Pencemar,dan Pengaruh
Pencemaran Terhadap Terumbu Karang
Lingkungan terhadap Keberadaan Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang bisa terjadi karena faktor alam dan faktor
manusia. Berikut penyebab kerusakan karang meliputi :
• Faktor alam
Misalnya hempasan ombak yang mematahkan karang atau ikan dan
hewan laut lainya yang menjadikan karang sebagai mangsanya. Akan tetapi,
regenerasi dan pertumbuhan karang menggantikan kerusakan ini.
• Pengendapan sedimen
Pengendapan yang berasal dari sedimen tanah yang tererosi karena
penebangan hutan, sehingga tanah tersebut terbawa ke laut dan menutupi
karang dari sinar matahari

• Aliran air yang tercemar
Aliran air yang sudah dicemari oleh limbah sisa pembuangan dapat
lambat laun akan membuat karang mati. Bahan pencemar bisa berasal dari
berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik,
pertambangan dan minyak.
• Pemanasan suhu bumi
Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2)
ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara
global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang
menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari
jaringan kulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu
karang terhambat dan akan mati.
• Uji coba militer
Latihan militer yang dilakukan sering tidak memperhatikan keadaan
lingkungan sekitarnya. Pengujian bahan peledak dan radiasi nuklir memiliki
potensi meningkatkan kerusakan terumbu karang serta menyebabkan mutasi
pada terumbu karang.
• Eksploitasi yang berlebihan
Kebanyakan nelayan tidak mengerti pentingnya karan bagi kehidupan,
sehingga eksploitasi besar-besaran sering dilakukan, penambangan terumbu
karang tentu perlu di awasi karena dampaknya yang bisa menghancurkan
bahkan menghilangkan spesies terumbu karang.
• Asal melempar jangkar
Para nelayan bahkan perahu sewaan terkadang menambatkan jangkar
di sembarang tempat. Jangkar yang di jatuhkan sembarangan dapat merusak
terumbu karang
Pengaruh Pencemaran Lingkungan terhadap Terumbu Karang
Indonesia telah berkembang ke arah tercapainya tingkat pertumbuhan
yang cukup tinggi, sehingga sektor industri dapat menjadi lebih efektif
sebagai sarana utama untuk mendorong pembangunan ekonomi,
meningkatkan kemampuan teknologi dan mengoptimumkan pemanfaatan
sumberdaya ekonomi. Di samping itu, hal tersebut juga ditujukan pada
peningkatan persaingan industri dan kemampuan untuk menghasilkan
produk yang bermutu tinggi, yang mampu menembus pasar internasional,
menggalakkan pertumbuhan industri kecil dan menengah, termasuk industri
pedesaan; dan memperluas pembagian industri daerah, terutama di

Indonesia Timur, sehingga pusat pertumbuhan ekonomi dapat dikembangkan
di seluruh daerah sesuai potensinya.
Pembangunan pertambangan ditujukan ke arah peningkatan produksi
dan diversifikasi produk pertambangan untuk memenuhi kebutuhan bahan
baku dan sumberdaya energi primer, peningkatan ekspor, dan terpenuhinya
kebutuhan masyarakat lainnya. Produksi tahunan minyak bumi (minyak
mentah dan kondensat) adalah sekitar 600 juta barel, dengan ekspor sekitar
300 juta. Ekspor minyak murni adalah sekitar 80 juta barel per tahun.
Produksi tahunan gas alam adalah sekitar 3.000 milyar kaki kubik dengan
konsumsi lokal sebesar sekitar 2.800 milyar kaki kubik. Produksi Gas Alam
Cair (LNG) adalah sekitar 1,4 milyar MMBTL, sebagian besar diekspor.
Produksi LPG adalah sekitar 2,9 juta ton dan sekitar 2,6 juta diekspor.
Sayangnya kemajuan industri dan teknologi tidak hanya memberikan
dampak positif, tetapi juga mampu menimbulkan efek negatif khususnya pada
lingkungan. Efek negatif yang kerap kali menurunkan kuantitas dan kualitas
lingkungan adalah pencemaran dimana hal tersebut berpengaruh pula pada
eksistensi ekosistem terumbu karang. Pencemaran laut karena minyak bumi
tumpah ke laut dapat terjadi karena pemindahan minyak bumi dari kapal ke
kapal, dari kapal ke pelabuhan atau sebaliknya, dari penyulingan minyak, dan
dari pencucian kapal tanker.
Minyak yang tertumpah di laut akan mengalami absorbsi, pertukaran
ion, penguapan dan pengendapan. Selain itu, tumpahan minyak akan
tersebar di permukaan air laut. Ikawati (2001) mengemukakan bahwa
sebagian tumpahan minyak di permukaan akan terseret ke pantai saat ada
arus angin sedangkan yang melekat pada sedimen akan tenggelam ke dasar
laut dan mengenai karang. Tumpahan tersebut dapat merusak atau
menyebabkan kematian karang. Sebenarnya tumpahan minyak ini tidak dapat
melekat begitu saja pada karang, tetapi tergantung efektifitas reaksi
pembersihan karang (jenis karang) dan jenis pencemar.
Sebagai contoh, pada sebuah percobaan di laboratorium, Thompson
dan Bright (1977) membandingkan kemampuan tiga spesies karang (Diploria
strigosa, Montastrea annularis, M.cavernosa) dengan memindahkan empat
tipe sedimen dari permukaan mereka. Empat tipe sedimen yang digunakan
pada perlakuan tersebut adalah lumpur pengeboran, barite, bentonite, dan
CaCO3. Percobaan dilakukan dengan menambahkan 25 ml adukan sedimen
pada permukaan karang. Meskipun hasil mengindikasikan adanya tingkatan
variasi pada pembersihan karang, tetapi semua karang yang diujikan dapat
membersihkan barite, bentonite dan CaCO3 secara efektif dan tidak satupun
spesies dapat membersihkan lumpur pengeboran secara keseluruhan.

Bahan pencemar lain yang dikenal berpengaruh terhadap kehidupan
terumbu karang adalah tailing. Limbah tailing berasal dari batu-batuan dalam
tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai bubur kental. Proses itu
dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang mengandung
mineral seperti emas, perak, tembaga dan lainnya, diangkut dari lokasi galian
menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu
proses penggerusan dilakukan. Setelah bebatuan hancur menyerupai bubur
biasanya dimasukkan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar
mineral yang dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh
biasanya berkisar antara 2% sampai 5% dari total batuan yang dihancurkan.
Sisanya sekitar 95% sampai 98% menjadi tailing, dan dibuang ke tempat
pembuangan.
Logam-logam yang berada dalam tailing sebagian adalah logam berat
yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Sembiring (2010) mengemukakan bahwa tailing menyebar ke daerah yang
lebih dangkal dan produktif secara biologis sehingga mendatangkan lebih
banyak masalah dari yang diperkirakan yaitu mengusir spesies ikan yang
berpindah-pindah, menyebabkan kerusakan permanen di dasar laut,
memusnahkan spesies asli, menghilangkan organisme langka dan
mengurangi keanekaragaman organisme termasuk terumbu karang.
Limbah merupakan polutan utama yang berasal dari anak sungai.
Limbah pencemar tersebut dapat mengandung pestisida, herbisida, klhorin,
logam berat dan limbah organik lainnya. Materi-materi tersebut dapat
menyebabkan tingginya nilai BOD (Biological Oxygen Demand) dan meracuni
ekosistem pesisir termasuk terumbu karang (Nganro, 2009). Melalui
penelitiannya, Yudha (2007) mengemukakan bahwa kandungan fosfat,
sulfida, dan logam berat seperti Pb, Hg, Cu dan Cd di perairan laut Bandar
Lampung, yang dekat dengan pabrik-pabrik dan industri rumah tangga,
terdapat dalam jumlah yang melebihi baku mutu yang ditetapkan untuk
kehidupan biota laut. Hal tersebut semakin menegaskan bahwa kegiatan
manusia merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu karang.
Wilkinson (1993) menduga bahwa sekitar 10 % dari terumbu karang
dunia telah hancur dan saat ini kondisi terumbu karang dunia dapat
diklasifikasikan dalam 3 (tiga) katagori :
1.
Kritis (critical). Sekitar 30 % dari terumbu karang berada pada tingkat
kritis dan akan hilang dalam waktu 10 -20 tahun kemudian jika tekanan
antropogenik tidak berkurang atau dihilangkan
2.
Terancam (threatened). Sekitar 30% te rumbu karang dikategorikan
terancam dan akan tampak pada 20-40 tahun, jika populasi dan tekanan yang
ditimbulkannya terus bertambah

3.
Stabil (stable). Hanya sekitar 30 % dari terumbu karang dunia berada
dalam kondisi stabil dan diharapkan akan bertahan dalam waktu yang sangat
lama.
Menurut Nybakken (1988), untuk dapat memulihkan habitat terumbu
karang dibutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu antara 50 hingga 100 tahun,
tergantung dari kualitas perairan, tingkat tekanan terhadap lingkungan, letak
terumbu karang yang akan menjadi sumber penghasil individu karang baru,
dan lain-lain. Kerusakan habitat terumbu karang dapat menyebabkan inhibisi
pertumbuhan jaringan dan rangka batu kapur karang, metabolisme tubuh
menurun, respon perilaku termodifikasi, produksi mukus berlebih,
kemampuan reproduksi melemah, serta hilangnya Zooxanthellae.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa keberadaan herbivora dan
vertebrata laut mempengaruhi kesehatan terumbu karang. Vertebrata laut
sangat penting dalam hal pendegradasian biomassa suatu spesies (Aronson,
2007). Akan tetapi, meningkatnya polutan organik merupakan tanda bahwa
lokasi tersebut kaya akan unsur hara (nutrien) dan kelimpahan nutrien yang
tidak terkendali akan menyebabkan peristiwa eutrofikasi yaitu ledakan
populasi dari suatu jenis fitoplankton sehingga vertebrata pendegradasi
tersebut tidak dapat menjalankan fungsinya karena kelimpahan fitoplankton
yang begitu tinggi (Ikawati, 2001). Hal ini juga menyebabkan adanya
kompetisi antara karang dengan fitoplankton tersebut untuk mendapatkan
cahaya matahari sebagai bahan fotosintesis.
Seperti kita ketahui bahwa karang hidup bersimbiosis dengan
zooxanthellae yang merupakan spesies algae uniseluler. Selama
fotosisntesis berlangsung, zooxanthellae memfiksasi sejumlah besar karbon
yang dilewatkan pada polip inangnya. Karbon ini sebagian besar berbentuk
gliserol termasuk glukosa dan alanin. Produk kimia ini digunakan oleh polip
karang untuk menjalankan fungsi metaboliknya atau sebagai pembangun
blok-blok dalam rangkaian protein, lemak dan karbohidrat. Apabila terjadi
ledakan satu jenis fitoplankton maka kesempatan zooxanthellae untuk
berfotosintesis semakin kecil sehingga tidak ada materi organik (nutrisi) yang
dapat digunakan spesies karang untuk menjalankan hidupnya yang pada
akhirnya menyebabkan menurunnya kesehatan terumbu karang hingga
kematian karang.
Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki komponenkomponen sebagaimana ekosistem lain yaitu komponen biotik dan abiotik.
Komponen-komponen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain.
Keterkaitan antar komponen-komponen tersebut sangat erat sehingga
perubahan salah satu komponen dapat berakibat pada berubahnya kondisi
ekosistem. Berkaca pada pencemaran yang telah dijelaskan sebelumnya
maka kematian terumbu karang dapat diasumsikan hilangnya salah satu

komponen biotik di suatu ekosistem. Berkurang atau punahnya salah satu
spesies tersebut dapat berakibat terjadinya alur tropik dalam jaring makanan
yang tidak konsisten sehingga memicu terjadinya kelabilan ekosistem.
Adanya rantai makanan yang terputus (missing link) dapat memicu
munculnya spesies-spesies asing (exotic species) atau bioinvasi.
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan
kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan
salmon meningkat karena adanya ledakan spesies Olisthodiscus sp. dan
Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian
biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum. Jenis ikan karang yang
ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies. Sejumlah 736 spesies
ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan Pulau Komoodo.
Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat kenaekaragaman spesies
ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat 970 spesies. Akan tetapi,
jumlah spesies ikan karang mulai menurun seiring dengan menurunnya
angka produktivitas ekosistem terumbu karang. Suatu penelitian mengenai
eutrofikasi di pantai terluar Long Island pada tahun 1986 menyebutkan
bahwa setiap liter air mengandung 1.000.000.000 sel alga jenis Aurecoccus
anophogefferens selama musim panas sehingga terjadi penurunan penetrasi
cahaya ke dasar laut.
Secara kumulatif, ancaman-ancaman dari eskploitasi berlebihan,
perubahan tata guna lahan, pencemaran, dan pembangunan pesisir,
bersama dengan efek perubahan iklim global, memberi gambaran
ketidakpastian masa depan ekosistem terumbu karang. Walaupun sudah
diketahui secara luas bahwa terumbu karang sudah sangat terancam,
informasi yang berkenaan dengan ancaman-ancaman tertentu di area yang
spesifik sangatlah terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas serta dana yang memadai
untuk melakukan pengelolaan efektif pada ekosistem terumbu karang.
Karena banyak tekanan pada terumbu karang yang berakar dari masalah
sosial dan ekonomi, pengelolaan juga harus melihat aspek lain selain aspek
biologi dimana upaya yang perlu ditekankan adalah pengentasan kemiskinan,
mata pencaharian alternatif, perbaikan pemerintahan, dan peningkatan
kepedulian masyarakat akan nilai terumbu karang serta ancaman yang
dihadapinya.

3.3

Akibat Yang Ditimbulkan

Berkurang atau punahnya salah satu spesies tersebut dapat berakibat
terjadinya alur tropik dalam jaring makanan yang tidak konsisten sehingga
memicu terjadinya kelabilan ekosistem. Adanya rantai makanan yang

terputus (missing link) dapat memicu munculnya spesies-spesies asing
(exotic species) atau bioinvasi (Sunarto, 2006).
Peristawa algae bloom’s (eutrofikasi) juga dapat menyebabkan
kematian pada spesies ikan. Pada 1979-1982 di Skotlandia, kematian ikan
salmon meningkat karena adanya ledakan spesiesOlisthodiscus sp. dan
Chattonella sp. Selain itu, tahun 1978 di Inggris terjadi peningkatan kematian
biota laut akibat melimpahnya Gyrodinium aureolum (Sindermann, 2006).
Jenis ikan karang yang ada di Indonesia diperkirakan sebanyak 592 spesies.
Sejumlah 736 spesies ikan karang dari 254 genera di temukan di perairan
Pulau Komoodo. Sementara itu di Kepulauan Raja Ampat terdapat
kenaekaragaman spesies ikan karang tertinggi di dunia, sedikitnya terdapat
970 spesies (Sunarto, 2006). Akan tetapi, jumlah spesies ikan karang mulai
menurun seiring dengan menurunnya angka produktivitas ekosistem terumbu
karang. Suatu penelitian mengenai eutrofikasi di pantai terluar Long Island
pada tahun 1986 menyebutkan bahwa setiap liter air mengandung
1.000.000.000 sel alga jenisAurecoccus anophogefferens selama musim
panas sehingga terjadi penurunan penetrasi cahaya ke dasar laut
(Sindermann, 2006).

3.4
Cara Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Terhadap
Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang yang diakibatkan oleh aktivitas manusia
harus sedapat mungkin di cegah, karena akan sangat berdampak pada
terganggunya ekosistem lainnya dan menurunnya produksi ikan yang
merupakan sumber protein hewani bagi kemaslahatan umat manusia. Untuk
maksud tersebut masyarakat maupun stakeholders perlu diajak untuk duduk
bersama dengan menyatukan visi dan misi sehingga wilayah pesisir dan
lautan dapat dikelola secara terpadu dan berkelanjutan.
Visi pengelolaan terumbu karang yaitu terumbu karang merupakan
sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola dengan bijaksana,
terpadu dan berkelanjutan dengan memelihara daya dukung dan kualitas
lingkungan melalui pemberdayaan masyarakat dan stakeholders (pengguna)
guna memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat dan pengguna
secara berkelanjutan (sustainable).
Dalam upaya untuk mewujudkan visi tersebut maka ada empat tujuan
pokok (1) tujuan sosial, yaitu meningkatkan kesadaran masyarakat dan
stakeholders mengenai pentingnya pengelolaan terumbu karang secara
terpadu dan berkelanjutan (2) tujuan konservasi ekologi yaitu melindungi dan
memelihara ekosistem terumbu karang untuk menjamin pemanfaatan secara
optimal dan berkelanjutan, (3) tujuan ekonomi yaitu meningkatkan

pemanfaatan ekosistem terumbu karang secara efisien dan berkelanjutan
untuk memperbaiki kesejateraan masyarakat dan stakeholders serrta
pembangunan ekonomi, (4) tujuan kelembagaan yaitu menciptakan sistem
dan mekanisme kelembagaan yang profesional, efektif dan efisien dalam
merencanakan dan mengelola terumbu karang secara terpadu dan optimal.
Pemulihan kerusakan terumbu karang merupakan upaya yang paling
sulit untuk dilakukan, serta memakan biaya tinggi dan waktu yang cukup
lama. Upaya pemulihan yang bisa dilakukan adalah zonasi dan rehabilitasi
terumbu karang.
1.

Zonasi

Pengelolaan zonasi pesisir bertujuan untuk memperbaiki ekosistem
pesisir yang sudah rusak. Pada prinsipnya wilayah pesisir dipetakan untuk
kemudian direncanakan strategi pemulihan dan prioritas pemulihan yang
diharapkan. Pembagian zonasi pesisir dapat berupa zona penangkapan ikan,
zona konservasi maupun lainnya sesuai dengan kebutuhan/pemanfaatan
wilayah tersebut, disertai dengan zona penyangga karena sulit untuk
membatasi zona-zona yang telah ditetapkan di laut. Ekosistem terumbu
karang dapat dipulihkan dengan memasukkannya ke dalam zona konservasi
yang tidak dapat diganggu oleh aktivitas masyarakat sehingga dapat tumbuh
dan pulih secara alami.
2.

Rehabilitasi

Pemulihan kerusakan terumbu karang dapat dilakukan dengan
melakukan rehabilitasi aktif, seperti meningkatkan populasi karang,
mengurangi algae yang hidup bebas, serta meningkatkan ikan-ikan karang.
a.

Meningkatkan populasi karang

Peningkatan populasi karang dapat dilakukan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu membiarkan benih karang yang hidup menempel pada
permukaan benda yang bersih dan halus dengan pori-pori kecil atau liang
untuk berlindung; menambah migrasi melalui transplantasi, serta
mengurangi mortalitas dengan mencegahnya dari kerusakan fisik, penyakit,
hama dan kompetisi.
b.

Mengurangi alga hidup yang bebas

Pengurangan populasi alga dapat dilakukan dengan cara membersihkan
karang dari alga dan meningkatkan hewan pemangsa alga.

c.

Meningkatkan ikan-ikan karang

Populasi ikan karang dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
rekruitmen, yaitu dengan meningkatkan ikan herbivora dan merehabilitasi
padang lamun sebagai pelindung bagi ikan-ikan kecil; meningkatkan migrasi
atau menambah stok ikan, serta menurunkan mortalitas jenis ikan favorit

BAB III
PENUTUP
3.2

Kesimpulan


keberadaan terumbu karang di dunia khususnya di indonesia mulai
terancam. Di indonesia persentase perusakan terumbu karang tiap tahunnya
menunjukan kenaikan yang signifikan, dalam kurun waktu 4 tahun (20042008) 34% terumbu karang di indonesia berkondisi sangat buruk, dan
ironisnya hanya 3 % terumbu karang yang dalam keadaan sangat baik.


Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan teumbu karang

1) Faktor alam
2) Pengendapan sedimen
3) Aliran air yang tercemar
4) Pemanasan suhu bumi
5) Uji coba militer
6) Eksploitasi yang berlebihan
7) Asal melempar jangkar


Ancaman utama terhadap terumbu karang adalah pembangunan
daerah pesisir, polusi laut, sedimentasi dan pencemaran dari darat,
overfishing (penangkapan sumberdaya berlebih), destruktif fishing
(penangkapan ikan dengan cara merusak), dan pemutihan karang ( coral
bleaching ) akibat pemanasan global.

Cara pencegahan untuk mengurangi pencemaran terhadap terumbu
karang dapat dilakuakn dengan dua hal yaitu dengan Zonasi dan Rehabilitasi.

3.3

Saran

Sebagai siswa diharapkan kita dapat peduli terhadap lingkungan
diantaranya yaitu dengan melestarikan terumbu karang dan tidak
merusaknya hanya untuk kepentingan semata sehingga fungsi terumbu
karang di Indonesia tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Faktor-Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi
Perkembangan Terumbu Karang (Coral Reef).http://www.ubb.ac.id (1 Oktober 2013
pukul 14.25 WIB)
Dahuri, Rokhim, 1999, Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Terumbu Karang,
Lokakarya Pengelolaan dan IPTEK Terumbu Karang Indonesia, Jakarta.
Suharsono. 1996.Jenis-Jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan
Indonesia. Jakarta: LIPI
Anonim. 2012.
http://nikitakelautan2010.wordpress.com/2012/04/01/ekosistem-terumbu-karang/.
Htm, ( 4 oktober 2013 pukul 09.24 WIB)