Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Hasil Belajar IPA antara Penerapan Model Pembelajaran Make A Match dengan Model Pembelajaran Picture and Picture Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Semester 2 Tahun Ajaran 2014/2015
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Donosepoetro (dalam Trianto, 2012: 137) pada hakikatnya IPA
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu,
IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai
produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran
pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim disebut metode ilmiah.
Selain itu, Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa IPA itu
adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan
bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang
diamatinya.
Menurut Wahyana dalam Trianto (2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh
adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Sedangkan menurut Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli mengenai hakikat IPA di atas,
dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan
8
9
pengetahuan secara sistematis berkaitan dengan segala fenomena atau gejala di
alam semesta yang dilakukan melalui proses observasi maupun eksperimen yang
menuntut serangkaian proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan gagasan atau
kesimpulan yang relevan.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran IPA
merupakan salah satu yang wajib diberikan pada jenjang sekolah dasar. Pada
hakikatnya IPA dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu IPA sebagai produk,
proses, dan sikap (Susanto, 2013: 169). Pertama IPA sebagai produk yaitu
kumpulan hasil penelitian oleh para ilmuan yang sudah membentuk konsep yang
telah dikaji berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. kedua, IPA
sebagai proses, yaitu menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena
IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses
dalam menentukan fakta dan teori yang akan digeneralisaikan, seperti mengamati,
eksperimen, atau mengklarifikasikan. Ketiga, IPA sebagai sikap, yang dimaksud
sikap disini adalah sikap ilmiah yang perlu dikembangkan saat kegiatan
pembelajaran seperti sikap ingin tahu, sikap kerja sama, ingin mendapatkan
sesuatu yang baru, dan tidak putus asa.
Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat IPA di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana
dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh
karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak hanya diberikan pengetahuan,
konsep, atau prinsip saja. Akan tetapi, dalam kegiatan pembelajaran IPA dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui metode ilmiah sehingga
menumbuhkan pula sikap ilmiah siswa.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut BNSP (2006: 484), menyatakan bahwa mata pelajaran IPA di
SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
10
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif
dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan tujuan IPA untuk jenjang sekolah dasar yang telah diuraikan
di atas, dapat dikaji bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan
menanamkan keimanan dan rasa syukur kepada Tuhan atas keagungan alam
semesta bagi seluruh makhluk didalamnya. Kemudian dalam prosesnya
(pembelajaran IPA) pada siswa sekolah dasar, untuk memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan keingintahuan dan pemikiran mengenai konsep yang telah
maupun masalah yang muncul berkaitan dengan peristiwa lingkungan alam sekitar
untuk diselidiki melalui pengamatan, penyelidikan bersifat keilmuan agar dapat
menemukan kesimpulan yang relevan. Dengan menekankan metode ilmiah dan
sikap ilmiah bertujuan agar siswa memiliki bekal atau gagasan bijaksana dalam
memanfaatkan lingkungan di kehidupan sehari-hari.
2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP (2006: 485)
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
11
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas;
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana;
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di
SD mencakup makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
2.1.2 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133), berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Suprijono (2012: 46) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan psikologi pendidikan
dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (Hosnan, 2014: 234),
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau
petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.
Pedoman ini memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
12
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian model
pembelajaran tersebut, dapat dikaji bahwa
model pembelajaran adalah suatu
rencana kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) yang secara
khas tersusun sistematis disajikan oleh guru guna menciptakan suasana belajar
yang lebih kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2.1.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Model Make A Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari
dari model dalam pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Menurut Rusman (2013: 223) berpendapat bahwa penerapan
model Make A Match dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Dalam model pembelajaran Make
A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik,
dalam suasana yang menyenangkan.
Lie (2004: 55) Make A Match merupakan model pembelajaran yang salah
satu keunggulannya siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Huda (2014: 251), Make A Match adalah salah
satu model pembelajaran penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model
pembelajaran ini antara lain: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3)
edutainment.
Berdasarkan pengertian model pembelajaran Make A Match yang
dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Make A Match adalah model pembelajaran yang menekankan siswa untuk belajar
mengenai konsep atau materi tertentu dalam suasana yang menyenangkan.
Sehingga proses menjalin interaksi sosial antar teman dalam mengeksplorasi dan
memecahkan suatu topik materi menjadi terbuka. Model pembelajaran ini
menugaskan siswa mencari pasangan kartu yang diperolehnya, sehingga
memberikan kesempatan siswa untuk meningkatkan pemahaman mengenai
materi.
13
2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 252-253), mengemukakan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi di rumah.
b. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan B. Kedua
kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
c. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B.
d. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan
mencocokan kartu yang dipegang dengan kelompok lain. Guru juga perlu
menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.
e. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing,
guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka
pada kertas yang sudah dipersiapkan.
f. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah
habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul
sendiri.
g. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa
yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan
apakah pasangan itu cocok atau tidak.
h. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
i.
Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Sedangkan menurut Rusman (2013: 223), menjelaskan langkah-langkah
kegiatan menggunakan model pembelajaran Make A Match yaitu sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa jawaban).
14
b. Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal
dari kartu yang dipegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
Lie (2004: 55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran Make
A Match antara lain:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi review.
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya.
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang
memegang kartu yang cocok.
Berdasarkan penjelasan tentang langkah-langkah pembelajaran model
Make A Match oleh ketiga ahli di atas, secara keseluruhan belum dikelompokkan
melalui tahap persiapan dan tahap pelaksanaan yang dilakukan guru. Berdasarkan
pendapat ketiga ahli di atas dapat dikaji langkah –langkah pembelajaran
menggunakan model Make A Match sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi:
i) Indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran sesuai dengan
SK dan KD yang digunakan.
ii) Menyiapkan materi ajar yang relevan untuk siswa.
iii) Membuat kartu-kartu yang dibagi menjadi kartu yang berisi pertanyaan
dan kartu yang berisi jawaban. Sebaiknya antara kartu pertanyaan dengan
jawaban berbeda warna.
15
iv) Kartu-kartu yang disiapkan guru berdasarkan materi yang relevan untuk
siswa sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
v) Menyiapkan reward sebagai apresiasi untuk siswa.
b. Tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, meliputi:
i) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dengan
baik serta memberi motivasi siswa.
ii) Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai dalam pembelajaran.
iii) Guru menyampaikan materi kepada siswa dengan memfasilititasi siswa
untuk mengembangkan keingintahuannya tentang konsep yang dipelajari.
iv) Guru membagi siswa secara heterogen menjadi kelompok soal, kelompok
jawaban,dan tim penilai. Setiap siswa mendapat satu buah kartu kecuali
kelompok penilai.
v) Guru memberikan penjelasan aturan atau langkah Make A Match kepada
siswa.
vi) Guru mengarahkan siswa untuk memikirkan soal/jawaban yang tepat
dengan mencari pasangan kartu yang cocok dengan kelompok lain.
vii) Siswa yang sudah mendapat pasangannya mempresentasikan kepada tim
penilai dan didiskusikan bersama apakah kartu tersebut memang tepat.
viii) Siswa yang mendapat pasangannya dengan tepat dicatat guru atau
diberikan apresiasi.
ix) Kartu soal dan kartu jawaban yang sudah dipresentasikan, kemudian
ditempel atau dipasang pada tempat yang disediakan sehingga seluruh
siswa dapat mengoreksi jika ada kesalahan.
x) Bagi siswa yang belum mendapatkan pasangannya karena waktu yang
diberikan telah selesai, diberi hukuman dalam bentuk motivasi.
xi) Konfirmasi, pada kegiatan ini guru meluruskan pemahaman siswa tentang
kebenaran dan kecocokan soal dan jawaban, memberikan kesimpulan
pembelajaran, memberikan penghargaan kepada kelompok pasangan yang
telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
16
Berdasarkan kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru di
atas, secara garis besar langkah-langkah kegiatan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran Make A Match yaitu:
a. Mengorganisasi pembelajaran.
b. Menyajikan materi ajar.
c. Pembagian kelompok secara heterogen.
d. Pembagian kartu.
e. Mencocokkan pasangan kartu.
f. Laporan hasil kerja.
g. Konfirmasi.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 253), mengemukakan kelebihan dari model
pembelajaran Make A Match diantaranya:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun
fisik.
b. Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Adapun 5 kelemahan model pembelajaran Make A Match yang
dikemukakan oleh Huda (2014: 253-254), yaitu sebagai berikut:
a. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang.
b.
Pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
c.
Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang
kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d.
Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa
yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
17
e.
Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpukan bahwa kelebihan model
pembelajaran Make A Match antara lain:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
b. Model pembelajaran yang menyenangkan.
c. Dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam menangkan informasi atau
materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif melatih siswa untuk berani presentasi serta dapat menghargai
waktu.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Make A Match adalah
sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu persiapan yang baik agar tidak banyak waktu yang
terbuang.
b. Jika tidak dikondisikan dengan baik, dikhawatirkan banyak siswa kurang
memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
c. Jika digunakan terus-menerus, model ini menimbulkan kebosanan pada
siswa.
d. Guru harus bijaksana dalam memberikan hukuman pada siswa yang tidak
mendapat pasangan.
2.1.2.5 Pengertian Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Hamdani (2011: 89) mengemukakan bahwa model pembelajaran
Picture and Picture adalah suatu pembelajaran yang menggunakan gambar
dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri aktif,
inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama
dalam proses pembelajaran.
18
Menurut Suprijono dalam Huda (2014: 236), model pembelajaram Picture
and Picture adalah model pembelajaran yang menggunakan gambar dan
dipasangkan atau diurutkan menjadi bentuk dan urutan yang logis.
Model pembelajaran Picture and Picture dalam Afniafandi (2013) adalah
suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan
menjadi urutan logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai
media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama
dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam
bentuk carta dalam ukuran besar.
Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran Picture and Picture
tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Picture and Picture adalah
suatu model pembelajaran yang penerapannya mengandalkan media gambar yang
relevan dengan materi ajar. Melalui gambar-gambar tersebut disusun atau
dipasangkan antara gambar satu sama lain menjadi urutan yang logis dan
sistematis.
2.1.2.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Picture and Picture
Sintak langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Picture and
Picture menurut Huda (2014: 236-238) adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Penyampaian Kompetensi
Pada tahap ini, guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata
pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa dapat mengukur sampai
sejauh mana kompetensi yang harus mereka kuasai. Di samping itu, guru juga
harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi tersebut untuk
mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapainya.
Tahap 2: Presentasi Materi
Pada tahap penyajian materi, guru telah menciptakan momentum awal
pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dimulai dari sini.
Guru harus berhasil memberi motivasi pada beberapa siswa yang
kemungkinan masih belum siap.
19
Tahap 3: Penyajian Gambar
Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang
ditunjukkan. Dengan gambar, pengajaran akan hemat energi, dan siswa juga akan
lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya,
guru dapat memodifikasi gambar atau menggantinya dengan video atau
demonstrasi kegiatan tertentu.
Tahap 4: Pemasangan Gambar
Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk
memasang gambar-gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan
inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa
cenderung merasa tertekan. Salah satunya adalah dengan undian, sehingga siswa
merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan.
Tahap 5: Penjajakan
Tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang
alasan/dasar pemikiran di balik urutan gambar yang disusunnya. Setelah itu, siswa
bisa diajak untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi
dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai. Guru juga bisa
mengajak sebanyak mungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi
menjadi semakin menarik.
Tahap 6: Penyajian Kompetensi
Berdasarkan komentar atau penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru
bisa mulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Selama proses ini, guru harus memberi penekanan pada ketercapaian kompetensi
tersebut. Tahap ini, guru bisa mengulangi, menuliskan, atau menjelaskan gambargambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam
pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
Tahap 7: Penutup
Di akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa
yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat materi
dan kompetensi dalam ingatan siswa.
20
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 125-126) menguraikan langkah-langkah
model pembelajaran Picture and Picture yaitu :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan
dengan materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep
atau materi sesuai kompetensi yang ingin dicapi.
g. Rangkuman atau kesimpulan.
Hal ini sama mengenai langkah-langkah model pembelajaran Picture and
Picture dalam Hosnan (2014: 256) adalah:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan dengan
materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan/rangkuman.
Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli di atas, maka langkah-langkah
kegiatan menggunakan model Picture and Picture dapat dikaji bahwa model
pembelajaran Picture and Picture yang mengandalkan gambar sebagai media
utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum pembelajaran guru harus
sudah menyiapkan gambar-gambar yang sesuai dan relevan dengan materi yang
21
akan dipelajari oleh siswa. Berikut penjelasan tentang langkah-langkah
pembelajaran model Picture and Picture yaitu:
a. Guru menentukan kompetensi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai.
Pada langkah ini diharapkan guru menyampaikan Kompetensi Dasar dan
tujuan pembelajaran pada mata pelajaran yang bersangkutan. Hal ini
bertujuan siswa dapat mengetahui dan mengukur sampai sejauh mana
pembelajaran yang harus dikuasainya.
b. Menyampaikan materi pengantar sebagai kondisi pemula untuk mengarah
pada kegiatan inti.
Langkah ini sangat perlu, pemberian motivasi belajar, atau topik yang
menarik
perhatian siswa,
Sehingga
guru
dapat
mengembangkan
pengetahuan awal dan keingintahuan siswa pada topik yang diamati.
c. Guru menyajikan gambar-gambar berkaitan dengan materi.
Pada langkah ini, guru mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran
dengan mengamati setiap gambar yang disajikan oleh guru maupun teman
lainnya.
d. Guru menunjuk siswa
secara personal atau berpasangan untuk
mengurutkan gambar-gambar yang diperlihatkan sebelumnya menjadi
urutan yang logis.
Pada langkah ini guru dapat mengetahui kemajuan berpikir siswa satu
sama lain. Agar semua siswa tanggungjawab dan siap menerima perintah
dengan tugasnya, maka saat menunjuk siswa dapat melalui cara undian.
e. Guru menggali pengetahuan siswa atau dasar pemikiran dalam
mengurutkan gambar yang disusun atau dipasangkan siswa.
Pada langkah ini, guru harus menanyakan kepada siswa tentang alasan
dalam
mengurutkan
atau
memasangkankan
gambar-gambar
yang
disediakan. Guru mendorong siswa untuk mengemukakan pendapatnya
dengan percaya diri.
22
f. Melalui gambar yang sudah diurutkan atau dipasangkan oleh siswa, guru
memulai menanamkan konsep materi sesuai kompetensi atau tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
Langkah ini harus didukung semua siswa memperhatikan dan fokus pada
konsep atau materi yang dijelaskan guru, sehingga guru memfasilitasi
siswa untuk mencatat atau mengulangi hal penting yang sudah dipelajari.
g. Guru menyimpulkan pembelajaran.
Langkah untuk mengakhiri pembelajaran, guru dan siswa dapat
menyimpulkan pembelajaran sebagai penguatan pemahaman siswa
mengenai materi yang sudah dipelajari.
Sesuai langkah-langkah yang telah dijabarkan peneliti di atas, secara garis
besar langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture adalah:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b. Menyampaikan materi pengantar.
c. Menyajikan gambar.
d. Menunjuk siswa untuk mengurutkan atau memasangkan gambar.
e. Menganalisa gambar yang diurutkan.
f. Menanamkan konsep.
g. Kesimpulan.
2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani (2011: 8) kelebihan model Picture and Picture adalah
sebagai berikut:
a. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran
guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara
singkat terlebih dahulu.
b. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan
gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari.
c. Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa
disuruh guru untuk menganalisa gambar yang ada.
23
d. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan
alasan siswa mengurutkan gambar.
e. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung
gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.
Sedangkan menurut Huda (2014: 239) kelebihan model pembelajaran
Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
b. Siswa dilatih berpikir logis dan sistematis.
c. Siswa dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek
bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir.
d. Motivasi siswa untuk belajar semakin dikembangkan.
e. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran Picture and Picture, seperti
yang dikemukakan oleh Huda (2014: 239) yaitu:
a.
Memakan banyak waktu.
b.
Membuat sebagian siswa pasif.
c.
Munculnya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas.
d.
Adanya beberapa siswa tertentu yang terkadang tidak senang jika
disuruh bekerja sama dengan yang lain.
e.
Kebutuhan akan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup
memadai.
Sedangkan menurut Hamdani (2011: 90) kelemahan model Picture and
Picture adalah sebagai berikut:
a. Memakan banyak waktu.
b. Banyak siswa yang pasif.
c. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas.
d. Banyak siswa tidak senang apabila sisuru bekerja sama dengan yang
lain.
e. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
24
Dari uraian mengenai kelebihan model pembelajaran Picture and Picture
di atas, dapat dikaji bahwa model pembelajaran Picture and Picture memiliki
kelebihan:
a. Materi yang dipelajari menjadi terarah.
b. Siswa lebih cepat memahami materi malalui gambar-gambar yang
disajikan oleh guru.
c. Melatih siswa berpikir logis dan sistematis.
d. Dapat meningkatkan daya pikir siswa karena siswa ditugaskan untuk
mengurutkanmenganalisa gambar yang diurutkan.
e. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
Selain kelebihan yang diuraikan, adapun kelemahan model pembelajaran
Picture and Picture sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu yang tidak sedikit pada penerapannya dalam
pembelajaran.
b. Jika tidak terorganisir, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di dalam
kelas.
c. Membutuhkan fasilitas, alat, maupun biaya yang cukup memadai.
d. Terkadang siswa tidak suka disuruh sehinggan siswa menganggap
sebuah hukuman.
e. Sebagian siswa menjadi pasif.
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Ada beberapa pandangan dari para ahli tentang pengertian belajar.
Menurut Kaluger (Hosnan, 2014: 3) memberi pengertian bahwa belajar adalah
proses membangun pemahaman atau pemaknaan terhadap informasi dan atau
pengalaman siswa.
Sedangkan, menurut Winkel (Suprihatiningrum, 2013: 15) berpendapat
bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
25
Ahli berikutnya, Harold Sprears (Suprijono 2012: 2) mendefinisikan
belajar adalah mengamati, membaca meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan
mengikuti arah tertentu. Kemudian Morgan (Suprijono 2012: 3) belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Sementara menurut Burton (Susanto, 2013: 3), belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh
peubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung dan tidak
langsung sebagai pengalaman dalam interaksi individu tersebut dengan
lingkungannya.
2.1.3.2 Pengertian Hasil Belajar
Berdasarkan uraian tentang pengertian belajar di atas, dapat dipahami
tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di
atas dipertegas lagi oleh Nawawi (Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa
hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil
tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan
tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional (Susanto, 2013: 5).
26
Ahli lain yaitu Bloom (Suprijono, 2012: 6-7), mengemukakan bahwa hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain
kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan,
(menguraikan,
meringkas,
menentukan
contoh),
application
hubungan),
(menerapkan),
synthesis
analysis
(mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain
afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa yang harus
diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak
dilihat secara fragmatis atau terpisah melainkan komprehensif.
Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, dalam
penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah aspek kognitif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nofiyanto, 2013 dengan judul penelitian
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil
Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD di Kecamatan Pagentan Kabupaten
Banjarnegara Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran Make A Match terhadap
hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD. Penelitian ini telah dilaksanakan di SD
Negeri 2 pada kelas 5 sebagai kelas eksperimen dan di SD Negeri 1 Babadan
Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara pada kelas 5 sebagai kelas kontrol.
Penelitian yang telah dilaksanakan tersebut menyimpulkan bahwa: (1) Hasil
belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran Make A Match memiliki
27
perbedaan dengan pembelajaran yang
menerapkan model pembelajaran
konvensional. Perbedaan hasil belajar siswa ditunjukkan melalui nilai rata-rata
hasil belajar pada kelas eksperimen yaitu 79,79 sedangkan kelas kontrol yaitu
60,24. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara model
pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini
terbukti nilai t sebesar 8,041 dengan probabilitas signifikansi 0,000 lebih kecil
dari 0,05. Analisis data menggunakan uji beda mean untuk mengetahui perbedaan
hasil belajar IPA berbantuan SPSS 18,00 for windows.
Novianti, 2012. Dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran
Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil
Belajar Siswa Sekolah Dasar.” Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap
pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS sekolah dasar. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes
dengan subjek penelitian sebanyak 58 siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan penggunaan model
pembelajaran Make A Match. Hasil penelitian tersebut, ditunjukkan dari Sig.(2tailed) adalah 0,003 artinya sangat signifikan. Hasil belajar yang diperoleh bahwa
pembelajaran dengan model Make a Match lebih baik daripada pembelajaran
tanpa model menerapkan model tersebut. hal ini terlihat pada nilai rata-rata nilai
post test kelas eksperimen adalah 85,17 sedangkan kelas kontrol adalah 77,93.
Penelitian ini menyimpulkan., guru disarankan lebih memotivasi siswa untuk
lebih mengembangkan keterampilan kooperatif atau bekerja sama dalam
kehidupan bermasyarakat siswa dan guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi
belajar peserta didik.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widya, 2013 dengan judul
penelitian “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and
Picture Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pelajaran IPA Kelas 5
Semester II SD N Regunung 01 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Tujuan dari
penelitian ini adalah utuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Picture and Picture terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5A
sebagai kelas eksperimen dan 5B sebagai kelas kontol di SD Negeri Regunung 01
28
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013.
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan instrumen pengumpulan data
dengan tes. Sebelumnya peneliti melakukan uji homogenitas menunjukkan nilai
sig. 0,27>0,005. Artinya data data memiliki varian tidak berbeda secara
signifikan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis pada nilai
posttest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh nilai sig. (2-tailed)
0,001
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Menurut Donosepoetro (dalam Trianto, 2012: 137) pada hakikatnya IPA
dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu,
IPA dipandang pula sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur.
Sebagai proses diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan
pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai
produk diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam
sekolah atau di luar sekolah ataupun bahan bacaan untuk penyebaran
pengetahuan. Sebagai prosedur dimaksudkan adalah metodologi atau cara yang
dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim disebut metode ilmiah.
Selain itu, Nash (dalam Samatowa, 2010: 3) menyatakan bahwa IPA itu
adalah suatu cara atau metode untuk mengamati alam. Nash juga menjelaskan
bahwa cara IPA mengamati dunia ini bersifat analisis, lengkap, cermat, serta
menghubungkannya antara suatu fenomena dengan fenomena lain, sehingga
keseluruhannya membentuk suatu perspektif yang baru tentang objek yang
diamatinya.
Menurut Wahyana dalam Trianto (2012: 136), IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum
terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh
adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Sedangkan menurut Susanto (2013:167) IPA adalah usaha manusia dalam
memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta
menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan
suatu kesimpulan.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa ahli mengenai hakikat IPA di atas,
dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan
8
9
pengetahuan secara sistematis berkaitan dengan segala fenomena atau gejala di
alam semesta yang dilakukan melalui proses observasi maupun eksperimen yang
menuntut serangkaian proses dan sikap ilmiah untuk mendapatkan gagasan atau
kesimpulan yang relevan.
2.1.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, mata pelajaran IPA
merupakan salah satu yang wajib diberikan pada jenjang sekolah dasar. Pada
hakikatnya IPA dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu IPA sebagai produk,
proses, dan sikap (Susanto, 2013: 169). Pertama IPA sebagai produk yaitu
kumpulan hasil penelitian oleh para ilmuan yang sudah membentuk konsep yang
telah dikaji berupa fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. kedua, IPA
sebagai proses, yaitu menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena
IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses
dalam menentukan fakta dan teori yang akan digeneralisaikan, seperti mengamati,
eksperimen, atau mengklarifikasikan. Ketiga, IPA sebagai sikap, yang dimaksud
sikap disini adalah sikap ilmiah yang perlu dikembangkan saat kegiatan
pembelajaran seperti sikap ingin tahu, sikap kerja sama, ingin mendapatkan
sesuatu yang baru, dan tidak putus asa.
Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat IPA di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran IPA berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana
dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Oleh
karena itu, pembelajaran IPA di sekolah dasar tidak hanya diberikan pengetahuan,
konsep, atau prinsip saja. Akan tetapi, dalam kegiatan pembelajaran IPA dapat
memberikan pengalaman langsung kepada siswa melalui metode ilmiah sehingga
menumbuhkan pula sikap ilmiah siswa.
2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Menurut BNSP (2006: 484), menyatakan bahwa mata pelajaran IPA di
SD/MI bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:
10
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya;
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari;
c. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif
dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi dan masyarakat;
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan;
e. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam;
f. Meningkatkan
kesadaran
untuk
menghargai
alam
dan
segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan;
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Berdasarkan tujuan IPA untuk jenjang sekolah dasar yang telah diuraikan
di atas, dapat dikaji bahwa pembelajaran IPA di sekolah dasar bertujuan
menanamkan keimanan dan rasa syukur kepada Tuhan atas keagungan alam
semesta bagi seluruh makhluk didalamnya. Kemudian dalam prosesnya
(pembelajaran IPA) pada siswa sekolah dasar, untuk memfasilitasi siswa dalam
mengembangkan keingintahuan dan pemikiran mengenai konsep yang telah
maupun masalah yang muncul berkaitan dengan peristiwa lingkungan alam sekitar
untuk diselidiki melalui pengamatan, penyelidikan bersifat keilmuan agar dapat
menemukan kesimpulan yang relevan. Dengan menekankan metode ilmiah dan
sikap ilmiah bertujuan agar siswa memiliki bekal atau gagasan bijaksana dalam
memanfaatkan lingkungan di kehidupan sehari-hari.
2.1.1.4 Ruang Lingkup IPA
Adapun ruang lingkup bahan kajian IPA di SD menurut BSNP (2006: 485)
meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
11
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan;
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas;
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana;
d. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda
langit lainnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup IPA di
SD mencakup makhluk hidup dan proses kehidupan, benda/materi, energi dan
perubahannya, serta bumi dan alam semesta.
2.1.2 Model Pembelajaran
2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran
Joyce & Weil (dalam Rusman, 2011: 133), berpendapat bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahanbahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.
Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih
model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan.
Menurut Suprijono (2012: 46) mengemukakan bahwa model pembelajaran
merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan psikologi pendidikan
dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi
kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model
pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan
kurikulum, mengatur materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas.
Sedangkan menurut Eggen dan Kauchak (Hosnan, 2014: 234),
berpendapat bahwa model pembelajaran adalah pedoman berupa program atau
petunjuk strategi mengajar yang dirancang untuk mencapai suatu pembelajaran.
Pedoman ini memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan,
dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
12
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli tentang pengertian model
pembelajaran tersebut, dapat dikaji bahwa
model pembelajaran adalah suatu
rencana kegiatan pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM) yang secara
khas tersusun sistematis disajikan oleh guru guna menciptakan suasana belajar
yang lebih kondusif untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
2.1.2.2 Pengertian Model Pembelajaran Make A Match
Model Make A Match (mencari pasangan) merupakan salah satu jenis dari
dari model dalam pembelajaran kooperatif. Model ini dikembangkan oleh Lorna
Curran (1994). Menurut Rusman (2013: 223) berpendapat bahwa penerapan
model Make A Match dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari
pasangan kartu yang merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. Dalam model pembelajaran Make
A Match siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau topik,
dalam suasana yang menyenangkan.
Lie (2004: 55) Make A Match merupakan model pembelajaran yang salah
satu keunggulannya siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai konsep atau
topik dalam suasana yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Huda (2014: 251), Make A Match adalah salah
satu model pembelajaran penting dalam ruang kelas. Tujuan dari model
pembelajaran ini antara lain: 1) pendalaman materi; 2) penggalian materi; dan 3)
edutainment.
Berdasarkan pengertian model pembelajaran Make A Match yang
dikemukakan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
Make A Match adalah model pembelajaran yang menekankan siswa untuk belajar
mengenai konsep atau materi tertentu dalam suasana yang menyenangkan.
Sehingga proses menjalin interaksi sosial antar teman dalam mengeksplorasi dan
memecahkan suatu topik materi menjadi terbuka. Model pembelajaran ini
menugaskan siswa mencari pasangan kartu yang diperolehnya, sehingga
memberikan kesempatan siswa untuk meningkatkan pemahaman mengenai
materi.
13
2.1.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 252-253), mengemukakan langkah-langkah kegiatan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Make A Match sebagai berikut:
a. Guru menyampaikan materi atau memberi tugas kepada siswa untuk
mempelajari materi di rumah.
b. Siswa dibagi ke dalam 2 kelompok, misalnya kelompok A dan B. Kedua
kelompok diminta untuk berhadap-hadapan.
c. Guru membagikan kartu pertanyaan kepada kelompok A dan kartu
jawaban kepada kelompok B.
d. Guru menyampaikan kepada siswa bahwa mereka harus mencari dan
mencocokan kartu yang dipegang dengan kelompok lain. Guru juga perlu
menyampaikan batasan maksimum waktu yang ia berikan kepada mereka.
e. Guru meminta semua anggota kelompok A untuk mencari pasangannya di
kelompok B. Jika mereka sudah menemukan pasangannya masing-masing,
guru meminta mereka melaporkan diri kepadanya. Guru mencatat mereka
pada kertas yang sudah dipersiapkan.
f. Jika waktu sudah habis, mereka harus diberitahu bahwa waktu sudah
habis. Siswa yang belum menemukan pasangan diminta untuk berkumpul
sendiri.
g. Guru memanggil satu pasangan untuk presentasi. Pasangan lain dan siswa
yang tidak mendapat pasangan memperhatikan dan memberikan tanggapan
apakah pasangan itu cocok atau tidak.
h. Terakhir, guru memberikan konfirmasi tentang kebenaran dan kecocokan
pertanyaan dan jawaban dari pasangan yang memberikan presentasi.
i.
Guru memanggil pasangan berikutnya, begitu seterusnya sampai seluruh
pasangan melakukan presentasi.
Sedangkan menurut Rusman (2013: 223), menjelaskan langkah-langkah
kegiatan menggunakan model pembelajaran Make A Match yaitu sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep/topik yang
cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa jawaban).
14
b. Setiap siswa mendapatkan satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal
dari kartu yang dipegang.
c. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya (kartu soal/kartu jawaban).
d. Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
e. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f. Kesimpulan.
Lie (2004: 55-56) berpendapat bahwa langkah – langkah pembelajaran Make
A Match antara lain:
a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik
yang mungkin cocok untuk sesi review.
b. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
c. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan
kartunya.
d. Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang
memegang kartu yang cocok.
Berdasarkan penjelasan tentang langkah-langkah pembelajaran model
Make A Match oleh ketiga ahli di atas, secara keseluruhan belum dikelompokkan
melalui tahap persiapan dan tahap pelaksanaan yang dilakukan guru. Berdasarkan
pendapat ketiga ahli di atas dapat dikaji langkah –langkah pembelajaran
menggunakan model Make A Match sebagai berikut:
a. Tahap persiapan, meliputi:
i) Indikator pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran sesuai dengan
SK dan KD yang digunakan.
ii) Menyiapkan materi ajar yang relevan untuk siswa.
iii) Membuat kartu-kartu yang dibagi menjadi kartu yang berisi pertanyaan
dan kartu yang berisi jawaban. Sebaiknya antara kartu pertanyaan dengan
jawaban berbeda warna.
15
iv) Kartu-kartu yang disiapkan guru berdasarkan materi yang relevan untuk
siswa sesuai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
v) Menyiapkan reward sebagai apresiasi untuk siswa.
b. Tahap pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru, meliputi:
i) Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dengan
baik serta memberi motivasi siswa.
ii) Guru memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai dalam pembelajaran.
iii) Guru menyampaikan materi kepada siswa dengan memfasilititasi siswa
untuk mengembangkan keingintahuannya tentang konsep yang dipelajari.
iv) Guru membagi siswa secara heterogen menjadi kelompok soal, kelompok
jawaban,dan tim penilai. Setiap siswa mendapat satu buah kartu kecuali
kelompok penilai.
v) Guru memberikan penjelasan aturan atau langkah Make A Match kepada
siswa.
vi) Guru mengarahkan siswa untuk memikirkan soal/jawaban yang tepat
dengan mencari pasangan kartu yang cocok dengan kelompok lain.
vii) Siswa yang sudah mendapat pasangannya mempresentasikan kepada tim
penilai dan didiskusikan bersama apakah kartu tersebut memang tepat.
viii) Siswa yang mendapat pasangannya dengan tepat dicatat guru atau
diberikan apresiasi.
ix) Kartu soal dan kartu jawaban yang sudah dipresentasikan, kemudian
ditempel atau dipasang pada tempat yang disediakan sehingga seluruh
siswa dapat mengoreksi jika ada kesalahan.
x) Bagi siswa yang belum mendapatkan pasangannya karena waktu yang
diberikan telah selesai, diberi hukuman dalam bentuk motivasi.
xi) Konfirmasi, pada kegiatan ini guru meluruskan pemahaman siswa tentang
kebenaran dan kecocokan soal dan jawaban, memberikan kesimpulan
pembelajaran, memberikan penghargaan kepada kelompok pasangan yang
telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
16
Berdasarkan kegiatan pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan guru di
atas, secara garis besar langkah-langkah kegiatan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran Make A Match yaitu:
a. Mengorganisasi pembelajaran.
b. Menyajikan materi ajar.
c. Pembagian kelompok secara heterogen.
d. Pembagian kartu.
e. Mencocokkan pasangan kartu.
f. Laporan hasil kerja.
g. Konfirmasi.
2.1.2.4 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Make A Match
Menurut Huda (2014: 253), mengemukakan kelebihan dari model
pembelajaran Make A Match diantaranya:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun
fisik.
b. Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.
c. Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
d. Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
e. Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.
Adapun 5 kelemahan model pembelajaran Make A Match yang
dikemukakan oleh Huda (2014: 253-254), yaitu sebagai berikut:
a. Jika model ini tidak dipersiapkan dengan baik, akan banyak waktu yang
terbuang.
b.
Pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang akan malu
berpasangan dengan lawan jenisnya.
c.
Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, akan banyak siswa yang
kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
d.
Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa
yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
17
e.
Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan
kebosanan.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpukan bahwa kelebihan model
pembelajaran Make A Match antara lain:
a. Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
b. Model pembelajaran yang menyenangkan.
c. Dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam menangkan informasi atau
materi yang dipelajari.
d. Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
e. Efektif melatih siswa untuk berani presentasi serta dapat menghargai
waktu.
Sedangkan kelemahan dari model pembelajaran Make A Match adalah
sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu persiapan yang baik agar tidak banyak waktu yang
terbuang.
b. Jika tidak dikondisikan dengan baik, dikhawatirkan banyak siswa kurang
memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
c. Jika digunakan terus-menerus, model ini menimbulkan kebosanan pada
siswa.
d. Guru harus bijaksana dalam memberikan hukuman pada siswa yang tidak
mendapat pasangan.
2.1.2.5 Pengertian Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Hamdani (2011: 89) mengemukakan bahwa model pembelajaran
Picture and Picture adalah suatu pembelajaran yang menggunakan gambar
dipasangkan/diurutkan menjadi urutan logis. Pembelajaran ini memiliki ciri aktif,
inovatif, kreatif, dan menyenangkan. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama
dalam proses pembelajaran.
18
Menurut Suprijono dalam Huda (2014: 236), model pembelajaram Picture
and Picture adalah model pembelajaran yang menggunakan gambar dan
dipasangkan atau diurutkan menjadi bentuk dan urutan yang logis.
Model pembelajaran Picture and Picture dalam Afniafandi (2013) adalah
suatu model belajar yang menggunakan gambar dan dipasangkan/diurutkan
menjadi urutan logis. Model pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai
media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi faktor utama
dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah
menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam
bentuk carta dalam ukuran besar.
Berdasarkan uraian pengertian model pembelajaran Picture and Picture
tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Picture and Picture adalah
suatu model pembelajaran yang penerapannya mengandalkan media gambar yang
relevan dengan materi ajar. Melalui gambar-gambar tersebut disusun atau
dipasangkan antara gambar satu sama lain menjadi urutan yang logis dan
sistematis.
2.1.2.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Picture and Picture
Sintak langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Picture and
Picture menurut Huda (2014: 236-238) adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Penyampaian Kompetensi
Pada tahap ini, guru diharapkan menyampaikan kompetensi dasar mata
pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian, siswa dapat mengukur sampai
sejauh mana kompetensi yang harus mereka kuasai. Di samping itu, guru juga
harus menyampaikan indikator-indikator ketercapaian kompetensi tersebut untuk
mengukur tingkat keberhasilan siswa dalam mencapainya.
Tahap 2: Presentasi Materi
Pada tahap penyajian materi, guru telah menciptakan momentum awal
pembelajaran. Keberhasilan proses pembelajaran dapat dimulai dari sini.
Guru harus berhasil memberi motivasi pada beberapa siswa yang
kemungkinan masih belum siap.
19
Tahap 3: Penyajian Gambar
Pada tahap ini, guru menyajikan gambar dan mengajak siswa untuk terlibat
aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang
ditunjukkan. Dengan gambar, pengajaran akan hemat energi, dan siswa juga akan
lebih mudah memahami materi yang diajarkan. Dalam perkembangan selanjutnya,
guru dapat memodifikasi gambar atau menggantinya dengan video atau
demonstrasi kegiatan tertentu.
Tahap 4: Pemasangan Gambar
Pada tahap ini, guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian untuk
memasang gambar-gambar secara berurutan dan logis. Guru juga bisa melakukan
inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif sebab siswa
cenderung merasa tertekan. Salah satunya adalah dengan undian, sehingga siswa
merasa memang harus benar-benar siap untuk menjalankan tugas yang diberikan.
Tahap 5: Penjajakan
Tahap ini mengharuskan guru untuk menanyakan kepada siswa tentang
alasan/dasar pemikiran di balik urutan gambar yang disusunnya. Setelah itu, siswa
bisa diajak untuk menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan kompetensi
dasar berdasarkan indikator-indikator yang ingin dicapai. Guru juga bisa
mengajak sebanyak mungkin siswa untuk membantu sehingga proses diskusi
menjadi semakin menarik.
Tahap 6: Penyajian Kompetensi
Berdasarkan komentar atau penjelasan atas urutan gambar-gambar, guru
bisa mulai menjelaskan lebih lanjut sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
Selama proses ini, guru harus memberi penekanan pada ketercapaian kompetensi
tersebut. Tahap ini, guru bisa mengulangi, menuliskan, atau menjelaskan gambargambar tersebut agar siswa mengetahui bahwa sarana tersebut penting dalam
pencapaian kompetensi dasar dan indikator-indikator yang telah ditetapkan.
Tahap 7: Penutup
Di akhir pembelajaran, guru dan siswa saling berefleksi mengenai apa
yang telah dicapai dan dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat materi
dan kompetensi dalam ingatan siswa.
20
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 125-126) menguraikan langkah-langkah
model pembelajaran Picture and Picture yaitu :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan
dengan materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep
atau materi sesuai kompetensi yang ingin dicapi.
g. Rangkuman atau kesimpulan.
Hal ini sama mengenai langkah-langkah model pembelajaran Picture and
Picture dalam Hosnan (2014: 256) adalah:
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b. Menyajikan materi sebagai pengantar.
c. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan dengan
materi.
d. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang atau
mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan logis.
e. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
f. Dari alasan/urutan tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi
sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
g. Kesimpulan/rangkuman.
Berdasarkan pendapat dari ketiga ahli di atas, maka langkah-langkah
kegiatan menggunakan model Picture and Picture dapat dikaji bahwa model
pembelajaran Picture and Picture yang mengandalkan gambar sebagai media
utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum pembelajaran guru harus
sudah menyiapkan gambar-gambar yang sesuai dan relevan dengan materi yang
21
akan dipelajari oleh siswa. Berikut penjelasan tentang langkah-langkah
pembelajaran model Picture and Picture yaitu:
a. Guru menentukan kompetensi dan menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai.
Pada langkah ini diharapkan guru menyampaikan Kompetensi Dasar dan
tujuan pembelajaran pada mata pelajaran yang bersangkutan. Hal ini
bertujuan siswa dapat mengetahui dan mengukur sampai sejauh mana
pembelajaran yang harus dikuasainya.
b. Menyampaikan materi pengantar sebagai kondisi pemula untuk mengarah
pada kegiatan inti.
Langkah ini sangat perlu, pemberian motivasi belajar, atau topik yang
menarik
perhatian siswa,
Sehingga
guru
dapat
mengembangkan
pengetahuan awal dan keingintahuan siswa pada topik yang diamati.
c. Guru menyajikan gambar-gambar berkaitan dengan materi.
Pada langkah ini, guru mendorong siswa untuk aktif dalam pembelajaran
dengan mengamati setiap gambar yang disajikan oleh guru maupun teman
lainnya.
d. Guru menunjuk siswa
secara personal atau berpasangan untuk
mengurutkan gambar-gambar yang diperlihatkan sebelumnya menjadi
urutan yang logis.
Pada langkah ini guru dapat mengetahui kemajuan berpikir siswa satu
sama lain. Agar semua siswa tanggungjawab dan siap menerima perintah
dengan tugasnya, maka saat menunjuk siswa dapat melalui cara undian.
e. Guru menggali pengetahuan siswa atau dasar pemikiran dalam
mengurutkan gambar yang disusun atau dipasangkan siswa.
Pada langkah ini, guru harus menanyakan kepada siswa tentang alasan
dalam
mengurutkan
atau
memasangkankan
gambar-gambar
yang
disediakan. Guru mendorong siswa untuk mengemukakan pendapatnya
dengan percaya diri.
22
f. Melalui gambar yang sudah diurutkan atau dipasangkan oleh siswa, guru
memulai menanamkan konsep materi sesuai kompetensi atau tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai.
Langkah ini harus didukung semua siswa memperhatikan dan fokus pada
konsep atau materi yang dijelaskan guru, sehingga guru memfasilitasi
siswa untuk mencatat atau mengulangi hal penting yang sudah dipelajari.
g. Guru menyimpulkan pembelajaran.
Langkah untuk mengakhiri pembelajaran, guru dan siswa dapat
menyimpulkan pembelajaran sebagai penguatan pemahaman siswa
mengenai materi yang sudah dipelajari.
Sesuai langkah-langkah yang telah dijabarkan peneliti di atas, secara garis
besar langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture adalah:
a. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
b. Menyampaikan materi pengantar.
c. Menyajikan gambar.
d. Menunjuk siswa untuk mengurutkan atau memasangkan gambar.
e. Menganalisa gambar yang diurutkan.
f. Menanamkan konsep.
g. Kesimpulan.
2.1.2.7 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Picture and Picture
Menurut Istarani (2011: 8) kelebihan model Picture and Picture adalah
sebagai berikut:
a. Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran
guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara
singkat terlebih dahulu.
b. Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan
gambar-gambar mengenai materi yang dipelajari.
c. Dapat meningkatkan daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa
disuruh guru untuk menganalisa gambar yang ada.
23
d. Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan
alasan siswa mengurutkan gambar.
e. Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung
gambar yang telah dipersiapkan oleh guru.
Sedangkan menurut Huda (2014: 239) kelebihan model pembelajaran
Picture and Picture adalah sebagai berikut:
a. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
b. Siswa dilatih berpikir logis dan sistematis.
c. Siswa dibantu belajar berpikir berdasarkan sudut pandang suatu subjek
bahasan dengan memberikan kebebasan siswa dalam praktik berpikir.
d. Motivasi siswa untuk belajar semakin dikembangkan.
e. Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
Adapun kelemahan dari model pembelajaran Picture and Picture, seperti
yang dikemukakan oleh Huda (2014: 239) yaitu:
a.
Memakan banyak waktu.
b.
Membuat sebagian siswa pasif.
c.
Munculnya kekhawatiran akan terjadi kekacauan di kelas.
d.
Adanya beberapa siswa tertentu yang terkadang tidak senang jika
disuruh bekerja sama dengan yang lain.
e.
Kebutuhan akan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup
memadai.
Sedangkan menurut Hamdani (2011: 90) kelemahan model Picture and
Picture adalah sebagai berikut:
a. Memakan banyak waktu.
b. Banyak siswa yang pasif.
c. Guru khawatir bahwa akan terjadi kekacauan di kelas.
d. Banyak siswa tidak senang apabila sisuru bekerja sama dengan yang
lain.
e. Dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
24
Dari uraian mengenai kelebihan model pembelajaran Picture and Picture
di atas, dapat dikaji bahwa model pembelajaran Picture and Picture memiliki
kelebihan:
a. Materi yang dipelajari menjadi terarah.
b. Siswa lebih cepat memahami materi malalui gambar-gambar yang
disajikan oleh guru.
c. Melatih siswa berpikir logis dan sistematis.
d. Dapat meningkatkan daya pikir siswa karena siswa ditugaskan untuk
mengurutkanmenganalisa gambar yang diurutkan.
e. Guru lebih mengetahui kemampuan masing-masing siswa.
Selain kelebihan yang diuraikan, adapun kelemahan model pembelajaran
Picture and Picture sebagai berikut:
a. Memerlukan waktu yang tidak sedikit pada penerapannya dalam
pembelajaran.
b. Jika tidak terorganisir, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan di dalam
kelas.
c. Membutuhkan fasilitas, alat, maupun biaya yang cukup memadai.
d. Terkadang siswa tidak suka disuruh sehinggan siswa menganggap
sebuah hukuman.
e. Sebagian siswa menjadi pasif.
2.1.3 Hasil Belajar
2.1.3.1 Pengertian Belajar
Ada beberapa pandangan dari para ahli tentang pengertian belajar.
Menurut Kaluger (Hosnan, 2014: 3) memberi pengertian bahwa belajar adalah
proses membangun pemahaman atau pemaknaan terhadap informasi dan atau
pengalaman siswa.
Sedangkan, menurut Winkel (Suprihatiningrum, 2013: 15) berpendapat
bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
25
Ahli berikutnya, Harold Sprears (Suprijono 2012: 2) mendefinisikan
belajar adalah mengamati, membaca meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan
mengikuti arah tertentu. Kemudian Morgan (Suprijono 2012: 3) belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman.
Sementara menurut Burton (Susanto, 2013: 3), belajar dapat diartikan
sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara
individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga
mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses usaha yang dilakukan individu secara sadar untuk memperoleh
peubahan tingkah laku tertentu, baik yang dapat diamati secara langsung dan tidak
langsung sebagai pengalaman dalam interaksi individu tersebut dengan
lingkungannya.
2.1.3.2 Pengertian Hasil Belajar
Berdasarkan uraian tentang pengertian belajar di atas, dapat dipahami
tentang makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di
atas dipertegas lagi oleh Nawawi (Susanto, 2013: 5) yang menyatakan bahwa
hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari
materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil
tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh suatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Dalam
kegiatan pembelajaran atau kegiatan instruksional, biasanya guru menetapkan
tujuan belajar. Anak yang berhasil dalam belajar adalah yang berhasil mencapai
tujuan-tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional (Susanto, 2013: 5).
26
Ahli lain yaitu Bloom (Suprijono, 2012: 6-7), mengemukakan bahwa hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain
kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan,
(menguraikan,
meringkas,
menentukan
contoh),
application
hubungan),
(menerapkan),
synthesis
analysis
(mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain
afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain
psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga
mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual.
Sedangkan menurut Suprijono (2011: 7) berpendapat bahwa yang harus
diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran tidak
dilihat secara fragmatis atau terpisah melainkan komprehensif.
Berdasarkan penjelasan para ahli mengenai pengertian hasil belajar, dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan
tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Namun, dalam
penelitian ini aspek yang akan diteliti adalah aspek kognitif.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Nofiyanto, 2013 dengan judul penelitian
“Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Make A Match Terhadap Hasil
Belajar IPA pada Siswa Kelas 5 SD di Kecamatan Pagentan Kabupaten
Banjarnegara Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh signifikan model pembelajaran Make A Match terhadap
hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD. Penelitian ini telah dilaksanakan di SD
Negeri 2 pada kelas 5 sebagai kelas eksperimen dan di SD Negeri 1 Babadan
Kecamatan Pagentan Kabupaten Banjarnegara pada kelas 5 sebagai kelas kontrol.
Penelitian yang telah dilaksanakan tersebut menyimpulkan bahwa: (1) Hasil
belajar siswa yang menerapkan model pembelajaran Make A Match memiliki
27
perbedaan dengan pembelajaran yang
menerapkan model pembelajaran
konvensional. Perbedaan hasil belajar siswa ditunjukkan melalui nilai rata-rata
hasil belajar pada kelas eksperimen yaitu 79,79 sedangkan kelas kontrol yaitu
60,24. (2) Terdapat pengaruh yang signifikan hasil belajar IPA antara model
pembelajaran Make A Match dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini
terbukti nilai t sebesar 8,041 dengan probabilitas signifikansi 0,000 lebih kecil
dari 0,05. Analisis data menggunakan uji beda mean untuk mengetahui perbedaan
hasil belajar IPA berbantuan SPSS 18,00 for windows.
Novianti, 2012. Dengan judul penelitian “Pengaruh Model Pembelajaran
Make A Match pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terhadap Hasil
Belajar Siswa Sekolah Dasar.” Tujuan dari penelitian ini untuk mengungkap
pengaruh model pembelajaran Make A Match terhadap hasil belajar siswa pada
mata pelajaran IPS sekolah dasar. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes
dengan subjek penelitian sebanyak 58 siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat pengaruh terhadap hasil belajar siswa dengan penggunaan model
pembelajaran Make A Match. Hasil penelitian tersebut, ditunjukkan dari Sig.(2tailed) adalah 0,003 artinya sangat signifikan. Hasil belajar yang diperoleh bahwa
pembelajaran dengan model Make a Match lebih baik daripada pembelajaran
tanpa model menerapkan model tersebut. hal ini terlihat pada nilai rata-rata nilai
post test kelas eksperimen adalah 85,17 sedangkan kelas kontrol adalah 77,93.
Penelitian ini menyimpulkan., guru disarankan lebih memotivasi siswa untuk
lebih mengembangkan keterampilan kooperatif atau bekerja sama dalam
kehidupan bermasyarakat siswa dan guru sebagai fasilitator yang memfasilitasi
belajar peserta didik.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widya, 2013 dengan judul
penelitian “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and
Picture Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Materi Pelajaran IPA Kelas 5
Semester II SD N Regunung 01 Tahun Pelajaran 2012/2013.” Tujuan dari
penelitian ini adalah utuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Picture and Picture terhadap hasil belajar IPA siswa kelas 5A
sebagai kelas eksperimen dan 5B sebagai kelas kontol di SD Negeri Regunung 01
28
Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Ajaran 2012/2013.
Jenis penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan instrumen pengumpulan data
dengan tes. Sebelumnya peneliti melakukan uji homogenitas menunjukkan nilai
sig. 0,27>0,005. Artinya data data memiliki varian tidak berbeda secara
signifikan. Dari penelitian ini menunjukkan bahwa hasil uji hipotesis pada nilai
posttest kelompok eksperimen dan kontrol diperoleh nilai sig. (2-tailed)
0,001