Bergerak Bersama Kolaborasi Nusantara
Vol. 10. September 2018
Yohanes Arya Duta
Gali Potensi Keramik Singkawang
Jadi Produk Dekoratif
Sugeng Untung
Mengubah Kesan Old Pada Produk Lokal
Menjadi Kekinian
Ika Yulianti
Tingkatkan Branding Lewat Desain Grafis
Nancy Margried
Kehebatan Batik Fractal
Bergerak Bersama Kolaborasi Nusantara
Pelaku Ekonomi Kreatif dengan Potensi Kreatif Lokal.
RETAS-Sept2018rev2.indd 1
8/31/18 5:08 PM
02
03
DAFTAR ISI
10-11 | P R O F I L
TINGKATKAN
BRANDING LEWAT
DESAIN GRAFIS
Dokumentasi Pribadi
Lewat karya desainnya, Ika Yulianti
yang pernah mewakili Indonesia
mengikuti pameran di Singapura,
ingin meningkatkan branding produk
lokal sehingga memiliki nilai jual yang
lebih tinggi.
04-07 | W A C A N A
14-15 | P R O F I L
IKKON, MEMOLES POTENSI LOKAL
LEWAT KOLABORASI KERJA TAHUNAN
NANCY MARGRIED
MEMADUKAN BATIK
DENGAN TEKNOLOGI
Indonesia tak pernah kekurangan energi kreatif. Mulai dari karya seni rupa, pernak-pernik
fesyen, perhiasan, sampai barang dekorasi rumah. Untuk mendukung pertumbuhan
kreasi produk-produk kreatif yang juga memiliki nilai tawar dari segi ekonomi, Bekraf
meluncurkan program pendampingan bernama IKKON (Inovasi dan Kolaborasi Kreatif
Nusantara) yang saat ini sudah memasuki tahun ketiga.
Berbekal pengalaman mengangkat
Batik Fractal ke internasional, Nancy
Margried terpanggil untuk ikut serta
mengembangkan produk lokal
lewat IKKON.
08-09 | P R O F I L
16-17 | P R O F I L
SUGENG UNTUNG
LIA CHANDRA
MENGUBAH KESAN
OLD PRODUK LOKAL
MENJADI KEKINIAN
RETAS-Sept2018rev2.indd 2
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
YANG “CANTIK DAN
MANIS” DARI
INDONESIA TIMUR
18-19 | G A L E R I F O T O
Vol. 10. September 2018
Yohanes Arya Duta
Gali Potensi Keramik Singkawang
Jadi Produk Dekoratif
Sugeng Untung
Mengubah Kesan Old Pada Produk Lokal
Menjadi Kekinian
Ika Yulianti
Tingkatkan Branding Lewat Desain Grafis
Nancy Margried
Kehebatan Batik Fractal
12-13 | P R O F I L
COVER STORY
YOHANES ARYA DUTA
KERAMIK SINGKAWANG
JADI PRODUK DEKORATIF
Membuat Keramik
Bergerak Bersama Kolaborasi Nusantara
Pelaku Ekonomi Kreatif dengan Potensi Kreatif Lokal.
Foto: Fadhlan Makareem
8/31/18 5:08 PM
EDITORIAL
Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia
yang memiliki beragam suku
bangsa. Masing-masing suku
bangsa memiliki potensi
budaya lokal yang bisa digali
sebagai industri kreatif.
Program IKKON (Inovasi dan
Kolaborasi Kreatif Nusantara)
merupakan sarana sumber
penciptaan produk yang berbasis
pada budaya setempat. Berbekal
kekayaan budaya lokal, para pelaku ekonomi kreatif
dapat memposisikan hasil karyanya berbeda dari
yang lain. Variasi budaya itulah yang juga menjadi
keunggulan sekaligus membedakan produk lokal
dibandingkan produk impor.
IKKON,
Mengangkat
Budaya
Lokal
Menjadi
Industri
Kreatif
Setiap suku
bangsa di
Indonesia
memiliki potensi
budaya yang bisa
digali sebagai
industri kreatif.
Kerja sama antara perajin lokal dengan seniman
profesional pada program IKKON bertujuan agar
potensi budaya lokal mengalami inovasi, berdampak
ekonomi, dan berorientasi pada pasar komersil.
Dengan begitu, kerja sama ini dapat menciptakan
kesejahteraan bagi para perajin dan pelaku kreatif,
juga memberi dampak pada peningkatan ekonomi
daerah. Konsep live-in juga akan meningkatkan
interaksi dengan masyarakat lokal agar potensi
daerah lebih tergali. Kolaborasi antara seniman
profesional, perajin, dan juga stakeholder lokal
diharapkan akan menghasilkan inovasi yang dapat
menjadi ikon baru produk kreatif daerah tersebut.
Sejak diluncurkan pada tahun 2016, program
IKKON telah menjangkau 51 desa binaan dari
15 kabupaten/kota yang dikunjungi. Di masa
mendatang, kami berharap IKKON dapat
meningkatkan tumbuh kembang perekonomian
pada lebih banyak lagi daerah pedesaan di tanah air.
Triawan Munaf
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
Badan Ekonomi Kreatif adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan enam belas subsektor.
Konsultan
RETAS-Sept2018rev2.indd 3
Email
Twitter
Kantor
[email protected]
www.bekraf.go.id
@bekrafid
Gedung Kementerian BUMN, Lt 15, 17, 18
Jl. Merdeka Selatan No. 13, Jakarta Pusat - 10110.
8/31/18 5:08 PM
04
05
WAC A N A
MEMOLES POTENSI LOKAL
LEWAT KOLABORASI
KERJA TAHUNAN
Setiap tahun, sebuah tim
yang terdiri atas para
pelaku kreatif dari berbagai
bidang terjun ke daerah
untuk menghasilkan
produk unggulan bersama
para perajin lokal.
Indonesia tak pernah kekurangan
energi kreatif. Dari berbagai penjuru
negeri, kita bisa menemukan buah
kreativitas dalam bentuk aneka
jenis produk yang mampu menuai
decak kagum, baik dalam skala
lokal maupun mancanegara. Mulai
dari karya seni rupa, pernak-pernik
fesyen, perhiasan, sampai barang
dekorasi rumah.
Untuk mendukung pertumbuhan
kreasi produk-produk kreatif yang
juga memiliki nilai tawar dari segi
ekonomi, Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf) meluncurkan program
RETAS-Sept2018rev2.indd 4
pendampingan bernama IKKON
(Inovasi dan Kolaborasi Kreatif
Nusantara) yang saat ini sudah
memasuki tahun ketiga.
IKKON merupakan program
tahunan yang menempatkan
sekelompok pelaku kreatif ke
sebuah wilayah rural di Indonesia,
dengan tujuan meningkatkan
potensi ekonomi kreatif di daerah
yang dikunjungi. Dengan fokus
mengembangkan produk kreatif di
berbagai daerah, diharapkan citacita ekonomi kreatif menjadi tulang
punggung perekonomian Indonesia
akan lekas terwujud
Program IKKON sebenarnya
menyerupai program live-in alias
Kuliah Kerja Nyata (KKN). Bedanya,
jika peserta KKN adalah para
mahasiswa yang ingin mendapatkan
pengalaman bekerja, peserta IKKON
justru terdiri atas para profesional
8/31/18 5:08 PM
yang sudah berpengalaman di
bidangnya masing-masing.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Meski program serupa sudah
ada sejak zaman Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(sebelum bertransformasi menjadi
Bekraf), IKKON sendiri baru mulai
diluncurkan Bekraf pada tahun
2016. “Dibandingkan program
sejenis di masa lalu, program
IKKON lebih ekstensif dan luas
jangkauannya,” jelas Ricky Joseph
Pesik, Wakil Kepala Bekraf.
Program IKKON memang
diproyeksikan mampu mewadahi
aneka kegiatan kreatif lintas disiplin,
baik untuk para seniman seni
rupa, desainer, musisi, pegiat seni
pertunjukan, perajin, dan sebagainya.
Hal ini dimaksudkan agar dalam
pengembangan ke depan, program
IKKON bisa mengakomodir kegiatan
kreatif dari berbagai bidang dan sub
sektor ekonomi kreatif.
“Dalam pelaksanaannya,
diharapkan para peserta IKKON
dan masyarakat lokal dapat saling
berbagi, berinteraksi, bereksplorasi
dan berkolaborasi sehingga
masing-masing pihak dapat saling
memperoleh manfaat secara etis dan
berkelanjutan,” jelas Poppy Savitri,
Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif
pada Deputi Riset, Edukasi dan
Pengembangan-Bekraf.
Selama program IKKON, produkproduk lokal yang masih bersifat
tradisional dikembangkan menjadi
produk yang lebih sesuai dengan
kebutuhan masa kini. Tujuannya
adalah untuk menciptakan produk
IKKON yang mempunyai daya saing
tinggi, berkualitas premium, dan
bisa diterima oleh pasar, namun
tetap mempertahankan teknik
tradisional sehingga kekayaan
keragaman kriya tradisional
Indonesia tetap terpelihara.
Pada tahun pertama, IKKON
menyasar lima daerah, yaitu
RETAS-Sept2018rev2.indd 5
Program IKKON sifatnya bottomup, diterapkan berdasarkan
masukan dan hasil diskusi dengan
para pelaku kreatif setempat.
Bukan top-down.
—Ricky Pesik
(Wakil Kepala Bekraf)
Brebes (Jawa Tengah), Rembang
(Jawa Tengah), Ngada (NTT),
Pesawaran (Lampung), dan
Sawahlunto (Sumatera Barat).
Tahun berikutnya, kegiatan IKKON
berfokus di Banyuwangi (Jawa
Timur), Bojonegoro (Jawa Timur),
Banjarmasin (Kalimantan Selatan),
Belu (NTT), dan Toraja Utara
(Sulawesi Selatan).
Sedangkan untuk IKKON tahun
2018 yang sedang berlangsung
saat ini, tim terjun ke Belitung
(Kepulauan Bangka Belitung),
Dompu (NTB), Siak (Riau),
Singkawang (Kalimantan Barat),
dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara).
Pemilihan daerah didasari oleh
dua parameter, yaitu keinginan
daerah tersebut serta kecocokan
karakteristik daerah dengan profil
yang ditentukan Bekraf. Pada 2018
ini ada 18 pemerintah daerah yang
mengajukan diri untuk mengikuti
IKKON. Tapi berhubung kuotanya
hanya ada lima, proses seleksi
pun dilakukan.
“Di antara banyak peminat,
Bekraf memilih daerah yang
potensi ekonomi kreatifnya sudah
kelihatan ada, namun belum banyak
mendapatkan dukungan dari sektor
swasta. Karya kerajinan di sana
belum banyak terdengar dan belum
memiliki kanal untuk pemasaran,”
jelas Ricky.
Bukan hanya lokasi yang dikunjungi,
anggota tim IKKON pun dipilih
berdasarkan mekanisme seleksi. Siapa
saja yang berminat bisa mengajukan
portofolio ke alamat Bekraf. Di
antara sekian banyak pelamar,
akan dilakukan seleksi berdasarkan
portofolio, rekam jejak, review
kurator, wawancara, dan tes tertentu.
Agar komunitas perajin bisa
mendapatkan banyak masukan
dan sudut pandang yang lebih
kaya, anggota tim IKKON yang
terjun ke daerah terdiri atas pelaku
kreatif dari berbagai bidang, mulai
dari antropolog, desainer dari
berbagai disiplin ilmu, fotografer,
hingga videografer.
Setiap program IKKON di setiap
daerah memang dirancang secara
kustom, sesuai dengan karakteristik
produk dan daerah masing-masing.
“Jadi program ini sifatnya bottomup, diterapkan berdasarkan masukan
dan hasil diskusi dengan para pelaku
kreatif setempat. Bukan top-down,”
jelas Ricky.
Selanjutnya, program IKKON
dilakukan dalam 4 tahap
pemberangkatan, yang setiap
tahapnya memiliki rentang waktu
live-in sekitar 1-2 minggu. Selama
rentang waktu tersebut, tim IKKON
yang merupakan fasilitator mesti
tinggal di daerah yang ditentukan
dan melakukan aktivitas sehari-hari
bersama komunitas perajin.
Tahap pertama adalah masa
observasi dan diskusi dengan
pelaku kreatif setempat, mengenai
produk apa saja yang bisa
dilahirkan dari potensi lokal. Tahap
kedua adalah pembuatan program
kegiatan dan rancangan produk,
tahap ketiga fase produksi, dan
tahap keempat adalah pameran
produk hasil kolaborasi.
Potensi daerah yang dikunjungi
terkadang baru tampak ketika
peserta IKKON berinteraksi
dengan masyarakat setempat.
Ambil contoh pengalaman Sugeng
8/31/18 5:08 PM
06
07
WAC A N A
Setelah selesai dibuat, produk hasil
kolaborasi IKKON dipamerkan
di daerah setempat, untuk
memperkenalkan masyarakat pada
hasil karya daerahnya sendiri.
Selanjutnya, dengan bantuan Deputi
Pemasaran Bekraf, produk-produk
tersebut akan dipromosikan melalui
berbagai kesempatan pameran
maupun penjualan, baik di dalam
maupun luar negeri. Di dalam
negeri, Bekraf memfasilitasi produk
ini untuk mengikuti ajang penjualan
skala nasional seperti Inacraft,
Trend Expo, dan lain-lain.
Di luar negeri, “lulusan” program
IKKON juga mencetak prestasi
yang tak bisa dipandang sebelah
mata. Produk kerajinan bambu dari
IKKON angkatan pertama berhasil
meraih penghargaan The Best Show
di Chiang Mai Design Week 2016,
Thailand. Ada pula kreasi batik
yang lolos kurasi pameran Salone
del Mobile Milano 2017 di Italia.
Yang terbaru adalah keikutsertaan
peserta IKKON dalam ajang eksibisi
bergengsi New York Now 2018 di
Amerika Serikat.
Memasarkan produk kreatif ke
mancanegara memang seringkali
tantangannya lebih berat ketimbang
memasarkan produk di dalam
RETAS-Sept2018rev2.indd 6
Dokumentasi Pribadi
Dengan memanfaatkan potensi
lokal, kami membuat inovasi
menggabungkan tenun dan rotan
untuk dijadikan produk seperti
pelapis sofa dan bahan tas. Kami
juga menggunakan batu bara
sebagai pewarna untuk membuat
kaos motif tie dye,” jelas Sugeng.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Untung, desainer furnitur yang
menjadi ketua tim IKKON 2016
di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Dikenal sebagai kota tambang yang
sudah mati, Sawahlunto memiliki
potensi tenun Silungkang. Setelah
ditelusuri, ternyata selain tenun,
Sawahlunto juga punya potensi
kreatif lain seperti rotan dan
batu bara.
negeri. Salah satu poin yang menjadi
kelemahan para pelaku kreatif
dalam tahap pemasaran adalah
kemampuan untuk menciptakan
sekaligus mengkomunikasikan
nilai tambah berupa cerita tentang
proses kreatif di balik terciptanya
sebuah produk.
Padahal, menurut Joshua Puji Mulia
Simandjuntak, Deputi Pemasaran
Bekraf, penuturan cerita ini justru
merupakan salah satu elemen dalam
marketing tool yang amat penting.
“Banyak pelaku kreatif yang berkutat
pada fungsi, penampilan, dan lainlain, sehingga lupa pada story telling.
Padahal pasar, terutama pasar
di luar negeri, ingin mendengar
kisah di balik penciptaan sebuah
produk kreatif. Mengapa produk
ini dibuat, mengapa bentuknya
begini, mengapa pakai material ini,
siapa sosok yang membuat, dan
sebagainya,” jelas Joshua.
Tantangan lain dalam memasarkan
produk lokal ke luar negeri adalah
kemampuan untuk memenuhi
standar sertifikasi. Misalnya sertifikat
SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu) untuk produk kerajinan dari
kayu. Sertifikat tersebut diperlukan
untuk meyakinkan pembeli bahwa
bahan baku kayu yang digunakan
diperoleh secara legal, bukan hasil
pembalakan liar dan perdagangan
kayu ilegal.
Sebagai kelanjutan dari program
IKKON, Bekraf memfasilitasi
berdirinya Koperasi Karya Ikkon
Bersama (KOPIKKON). Wadah
ini merupakan mitra Bekraf dalam
melanjutkan keberlangsungan
kolaborasi dan pemberdayaan yang
telah dilakukan oleh desainer dan
perajin alumni IKKON, untuk
mengeksplorasi lebih lanjut poinpoin kreatif yang muncul selama
mengikuti proses IKKON, dan
kemudian menyalurkannya ke pasar.
“Target produk KOPIKKON tentu
sejalan dengan target Bekraf,
yaitu meningkatkan PDB (Produk
Domestik Bruto) di suatu daerah,
menambah lapangan kerja, dan
menggenjot keran ekspor. Produkproduk yang dihasilkan melalui
intervensi desain dalam program
IKKON tidak hanya menyasar pasar
lokal, tetapi juga global,” jelas Sylvie
Arizkiany Salim, Ketua KOPIKKON
yang juga seorang desainer interior,
desainer produk, sekaligus desainer
grafis. Sylvie juga merupakan
alumni dan ketua tim IKKON
Brebes 2016.
KOPIKKON berdiri dengan
mengusung lima nilai kunci,
yaitu kolaborasi, pemberdayaan,
perdagangan yang adil (fair trade),
adanya kandungan material bernilai
lokal (local content & local value),
serta desain yang berkualitas.
8/31/18 5:08 PM
Dokumentasi Pribadi
dengan nilai-nilai pribadi para
peserta IKKON.
Dengan nilai-nilai ini, perajin
lokal sebagai pencipta ditempatkan
pada posisi yang sejajar dengan
desainer atau tim IKKON
profesional lainnya.
Sejauh ini, KOPIKKON telah
menandatangani MOU dengan
Kopinkra (Koperasi Kerajinan
Rakyat Silungkang) di Sawahlunto,
Sumatera Barat, untuk berkolaborasi
dalam mengembangkan produk
ekonomi kreatif di sana.
Sekarang ini KOPIKKON sudah
menghimpun produk-produk
premium dari berbagai daerah
hasil kolaborasi antara perajin
setempat dengan peserta IKKON.
Beberapa di antaranya adalah
brand Rising Salem (Brebes), A
Journey (Lampung), Coal Jewelry
(Sawahlunto), Side by Side dan
Tenun Berotan (Sawahlunto). Ada
pula brand USing (Banyuwangi)
yang lahir dari kolaborasi
KOPIKKON dan Bank Indonesia
(BI) dalam membina dan
mengembangkan produk perajin BI.
Dalam rangka mempromosikan
produk kreatif yang berada di bawah
naungannya, bulan Maret lalu
KOPIKKON mempersembahkan
gelaran “Archipelago X” pada
Signature Runway Indonesia Fashion
Week 2018. Konsep Archipelago X
berangkat dari makna kepulauan
RETAS-Sept2018rev2.indd 7
Banyak pelaku kreatif
yang berkutat pada fungsi,
penampilan, dan lain-lain,
sehingga lupa pada story
telling. Padahal pasar,
terutama pasar di luar
negeri, ingin mendengar
kisah di balik penciptaan
sebuah produk kreatif.
—Joshua Simandjuntak
(Deputi Pemasaran Bekraf)
pada kata “archipelago” dan makna
kolaborasi di 10 wilayah binaan
IKKON 2016 dan 2017, yang
dicerminkan dengan huruf “x”.
Gelaran Archipelago X ini
mendapatkan apresiasi tinggi karena
mampu menghadirkan busana
modern dalam balutan wastra dari
berbagai pelosok tanah air. Meski
tampil dengan rancangan bergaya
“kekinian”, namun nilai-nilai
kearifan lokal dan kekayaan kriya
nusantara tetap terwujud dalam
proses pembuatan serta corak dan
ragam motifnya.
Uniknya, proses pembauran
tersebut juga muncul dalam bentuk
asimilasi antara nilai-nilai lokal
yang dipegang oleh perajin setempat
“Sebelum mengikuti IKKON,
sebagai desainer, saya sangat
idealis. Tetapi pasca IKKON, saya
belajar menurunkan ego dan
sama-sama bekerja dalam satu tim.
Program live-in ini mengajarkan
semua pihak yang terlibat untuk
mengembangkan sikap kolaboratif,
inovatif dan kreatif. Bagi saya,
bekerja sama dengan perajin lokal
memberikan kebanggaan akan lokal
konten Indonesia yang beragam,”
jelas Ika Yulianti, desainer grafis
yang ditempatkan di Ngada
pada 2016.
Selain Indonesia Fashion
Week, beberapa event nasional
yang pernah digunakan untuk
menampilkan dan mempromosikan
karya peserta KOPIKKON antara
lain adalah Gelar Batik Nasional
2017, Inacraft 2017, Bekraf Festival
2017, MayBank Fair 2018, Indonesia
Fashion Week 2018, Adiwastra
2018, Inacraft 2018, dan Karya
Kreatif Indonesia (KKI) 2018.
Rencana ke depannya, menurut
Ricky, adalah membuat modul tata
laksana, atau semacam “buku putih”
yang berisi panduan pelaksanaan
program IKKON. Dengan
demikian, kegiatan ini juga bisa
dilakukan oleh pihak swasta yang
berminat menjadi sponsor.
“Kami menyambut secara terbuka
pihak swasta yang ingin turut serta
mengembangkan potensi lokal di
Indonesia. Pasalnya, masih ada
banyak sekali wilayah Indonesia
yang belum tergarap program
IKKON, akibat keterbatasan sumber
daya serta anggaran. Jika ada
banyak pihak lain yang bersedia
berkolaborasi melaksanakan
program ini, akan semakin cepat
pula kita bisa membangkitkan
kekuatan ekonomi kreatif di
berbagai penjuru tanah air,”
tutup Ricky. ■
8/31/18 5:08 PM
09
P R O F I L
Dokumentasi Pribadi
08
Sugeng Untung
MENGUBAH
KESAN
OLD PRODUK
LOKAL
MENJADI
KEKINIAN
Tak hanya sukses
mengubah kesan rotan
yang old menjadi kekinian,
inovasinya juga membuat
produk lokal naik kelas.
RETAS-Sept2018rev2.indd 8
Sugeng Untung merupakan
satu dari sekian banyak tim
profesional yang terlibat dalam
program IKKON yang digagas
Bekraf. IKKON adalah program
pembinaan bagi para perajin
lokal untuk mengembangkan
potensi daerahnya. Pada 2016,
Sugeng menjadi ketua tim IKKON
Sawahlunto. Lewat interaksi yang
intensif dengan para perajin tenun
di beberapa desa penghasil tenun,
di antaranya Desa Silungkang, Desa
Lunto, dan Pasar Kubang. Lahirlah
produk rotan yang dikombinasikan
dengan tenun. Karyanya ini cukup
menarik perhatian dalam ajang
Inacraft, JCC 2017.
Sugeng memiliki minat yang besar
pada produk berbahan rotan.
Karenanya sejak 2012, ia menekuni
desain rotan. Ia ingin mengubah
citra kursi rotan yang old dan
membosankan menjadi muda
dan modern. Terlebih lagi ia
melihat potensi rotan yang sangat
besar di Indonesia. Hampir 80
persen kebutuhan rotan dunia
disuplai dari Indonesia. Potensi
yang melimpah ini tentu sayang
bila tidak dimanfaatkan.
Ketertarikan Sugeng pada rotan
juga lantaran karakteristik
material ini yang unik, selain
bentuknya yang bulat, rotan
juga bisa dilengkungkan, namun
tantangannya, kelenturan rotan
membuatnya mudah kembali
ke bentuk semula. Lekukan
terlalu ekstrem juga bisa
membuatnya retak. Untuk hal
ini, Sugeng menyiasati dengan
membuat simpul-simpul yang
saling menguatkan.
8/31/18 5:08 PM
Keterlibatan Sugeng pada
program IKKON berawal dari
keikutsertaannya pada salah satu
kompetisi yang diadakan oleh
Menparekraf (sebelum menjadi
Bekraf). Sejak saat itu ia kerap
diundang untuk berpartisipasi
dalam setiap program Bekraf,
termasuk IKKON.
“Saat itu saya diturunkan di
Sawahlunto, Sumatera Barat.
Saya mengunjungi Sawahlunto
bersama dengan 9 desainer dari
terapan desain yang berbeda.
Ada arsitek, desainer fesyen,
desainer grafis, desainer produk,
desainer interior, desainer tekstil,
multimedia, fotografer, videografer,
dan antropolog. Kami turun ke
Sawahlunto kurang lebih selama 4
bulan,” cerita Sugeng.
Pada pemberangkatan pertama,
Sugeng dan tim melakukan
observasi untuk mencari tahu
apa yang menjadi potensi daerah
tersebut. Dari hasil observasi dan
diskusi bersama perajin lokal dan
pemerintah setempat, mereka mulai
memetakan potensi daerah tersebut
untuk kemudian dimatangkan
konsepnya di Jakarta. Pada
bulan berikutnya, Sugeng mulai
mendesain bersama perajin dan
menjalankan proses prototyping.
Setelah itu, produk tersebut
dipamerkan untuk melihat respons
masyarakat setempat.
Ketika pertama kali diterjunkan
di Sawahlunto, Sugeng mengaku
terkesan dengan kota ini. Dikenal
sebagai kota tambang yang sudah
mati, Sawahlunto memiliki potensi
tenun Silungkang. Namun, jika
semua daerah mengerjakan tenun,
persaingan harga menjadi tidak
RETAS-Sept2018rev2.indd 9
“Kami yakin bisa melakukan
sesuatu yang lebih pada batu
bara, karena itu kami mencoba
mengkreasi ulang perhiasan batu
bara dengan menggabungkan bahan
lain yang lebih mahal seperti perak,”
kata Sugeng.
Orientasi kami pada saat
itu adalah membuat oleholeh yang berkesan dari
Sawahlunto, mencoba
menjadikan daerah ini
sebagai kota wisata
tambang yang berbudaya.
Masih dengan bahan batu bara,
Sugeng dan tim membuat kaos
dengan teknik tie dye, dengan
menggunakan pewarna dari bahan
batu bara. Ketika dipamerkan,
produk ini laris, dipesan sebanyak
500 buah untuk event tenun
Silungkang internasional yang
berlangsung di sana.
—Sugeng Untung
Dok. Pribadi
Salah satu karya Sugeng yang
menarik perhatian adalah bencherfly,
yaitu bangku tanpa sandaran
berbentuk simpel dengan kerangka
dari rotan yang membentuk siluet
kupu-kupu.
sehat. Karenanya, setelah tim
antropologi selesai mengidentifikasi,
keluarlah program one product
one village.
“Biarkan daerah yang melakukan
tenun, konsentrasi pada tenun.
Sedangkan di desa lain, konsentrasi
pada yang lain seperti anyaman
bambu. Kami membuat satu inovasi
menggabungkan tenun dan rotan
sehingga menjadi bahan yang bisa
diterapkan di beberapa produk
seperti pelapis sofa dan bahan tas,”
jelas Sugeng.
Berbekal pengalaman dari IKKON,
bulan lalu Sugeng baru saja
menyelesaikan program CREATE
2018. Ia bertindak sebagai mentor
untuk mahasiswa pascasarjana
FSRD ITB yang melakukan
pendampingan pada para perajin
dan memberi bimbingan teknis.
“Program yang ini tidak sebesar
IKKON tetapi misi dan visinya
mirip, mencoba memperbaiki
kualitas produk dan kemasan. Kali
ini, Bekraf bekerja sama dengan
FSRD ITB di mana salah satu mata
kuliahnya adalah ekonomi kreatif,”
ujar Sugeng.
Pada program ini, ada beberapa
tenaga ahli yang mendampingi
mahasiswa. Mereka dibantu
untuk mengeksplorasi material,
produk unggulan, dan potensi
daerah bersama perajin. “Proses
pengerjaannya dari awal lagi, kami
mengubah semua, sampai akhirnya
menghasilkan produk baru dan
lebih baik dari produk-produk
sebelumnya,” tutup Sugeng. ■
Selain tenun, Sugeng dan tim
desainer juga melihat potensi
batu bara, yang sejauh itu hanya
digunakan untuk membuat patung
dan plakat sederhana.
8/31/18 5:08 PM
10
11
P R O F I L
Ika Yulianti
TINGKATKAN
BRANDING LEWAT
DESAIN GRAFIS
Di dunia desain grafis, Ika Yulianti
bukanlah nama yang asing.
Perempuan kelahiran 22 Februari
1987 ini memiliki pengalaman yang
cukup panjang, salah satunya pernah
mewakili Indonesia mengikuti
kegiatan dan pameran di Singapura.
Saat ini ia menjalankan profesi
sebagai dosen di kampus seni dan
multimedia di Yogyakarta. Ia juga
banyak mengikuti beberapa asosiasi
untuk membuka networking. Melalui
AIDIA, salah satu asosiasi yang ia
ikuti, ia mengetahui ada program
IKKON yang digagas oleh Bekraf.
Pada tahun 2016, ia ditempatkan
di Ngada, Flores bersama desainer
produk, desainer interior, desainer
fesyen, desainer grafis, antropolog,
fotografer, videografer, dan mentor
yang sangat profesional.
Kabupaten Ngada mungkin
terdengar asing di telinga. Ngada
memang tidak seterkenal Pulau
Komodo, namun keindahannya
sangat memukau siapa saja yang
menginjakkan kaki di sini, tak
terkecuali Ika. Dengan luas 1.621
km² dan jumlah penduduk 142.254
jiwa, Ngada memiliki keunikan
yang jarang ditemui di tempat
lain, seperti terdapat kampung
peninggalan zaman Megalitikum
dan wisata taman laut 17 pulau.
Ngada memiliki potensi kreatif
yang cukup besar. Setidaknya, ada
tiga desa di Ngada yaitu Bena, Bela
RETAS-Sept2018rev2.indd 10
Dok. Pribadi
Lewat karya desainnya, Ika Yulianti ingin
meningkatkan branding produk lokal sehingga
memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
dan Tololela, dengan potensi kreatif
yang berbeda, dari tenun hingga
anyaman bambu.
Salah satu andalan Ngada adalah
tenun ikat yang dikenal juga
dengan sebutan tenun Ngada.
Dinamakan tenun ikat karena
dalam proses pembuatan motif,
ada bagian benang yang diikat
agar tidak terkena pewarna saat
proses pewarnaan.
Proses pengerjaan untuk setiap helai
tenun ikat membutuhkan waktu
yang cukup lama, bisa bermingguminggu bahkan sebulan. Namun,
harga jualnya tidak sebanding
dengan usahanya. Hal ini juga
terjadi pada sejumlah produk lokal.
Kondisi ini menjadi keprihatinan
Ika dan tim yang diterjunkan di
Ngada. Sebagai desainer grafis,
ia dan tim ingin meningkatkan
value dari potensi masing-masing
daerah melalui experience journey.
Di mana ketika wisatawan datang,
bisa merasakan nuansa lokal
sesungguhnya yang berdampak
pada perubahan, peningkatan,
serta pengembangan value produk
masyarakat setempat. Dampak
sosial dan ekonomilah yang akan
dirasakan masyarakat setempat.
“Di dalam tim, kontribusi saya
adalah servis desain sebagai bagian
dari branding. Saya mendesain
berbagai ilustrasi seperti logo. Hasil
visual juga direalisasikan dalam
bentuk merchandise—salah satunya
adalah packaging untuk tenun
Ngada dan produk bambu. Selain
itu, bisa juga dalam bentuk buku
panduan bagi warga setempat yang
ingin menjadi guide para turis yang
berkunjung ke Ngada,” jelas Ika.
Alasan mengapa Ika tertarik
dengan IKKON karena program
ini membuka kesempatan baginya
untuk berkolaborasi dengan
8/31/18 5:08 PM
Dok. Pribadi
“Program IKKON ini mengajarkan semua yang
terlibat untuk kolaboratif, inovatif dan kreatif.
Sebagai desainer, bekerja sama dengan perajin
lokal memberikan kebanggaan akan lokal
konten Indonesia yang beragam.”
—Ika Yulianti
Dokumentasi Pribadi
dalam proses pembuatannya,”
ungkap Ika.
desainer lain sekaligus berkontribusi
langsung kepada masyarakat.
“Sebagai desainer kadang kami
memiliki idealisme yang tinggi.
Proses berkolaborasi itulah yang
paling penting buat saya sebagai
proses pembelajaran dan pekerjaan
kami bisa memberi manfaat bagi
banyak orang,” ujar Ika.
Tentang kendala, ia mengatakan
bahwa kendala terbesar saat terjun
ke daerah, adalah keterbatasan
sarana. Ia mengaku sulit untuk
mencetak hasil ilustrasi atau
visual. Sepintas mungkin terlihat
sederhana, tetapi tetap harus dicari
jalan keluarnya.
“Mencari tempat print di sana masih
susah. Padahal, saya ingin mencetak
kemasan yang cantik. Kopi
misalnya, banyak dicari turis yang
datang ke Ngada, karena itu saya
ingin membuat kemasan yang cantik
RETAS-Sept2018rev2.indd 11
agar harga produk lokal juga naik.
Begitu juga bila ingin mencetak kaos
merchandise, susah juga mencari
tempat sablon.
Dari keterbatasan itu, maka saya
banyak memanfaatkan bahan lokal
yang ada dan bekerja sama dengan
perajin. Salah satu contohnya adalah
membuat packaging kain tenun
dari kain blacu yang dijahit sendiri
oleh mama-mama di daerah Bela,
kemudian mewarnai hasil jahitan di
Bena, dan membuat pahatan-pahatan
bersama bapak-bapak di Bena yang
ahli pahat untuk menghias kain
packaging tersebut dengan cap.
Pemanfaatan warna alam dan
pengembangan potensi SDM yang
ada adalah solusi dari keterbatasan
itu. Selain memanfaatkan kekayaan
lokal yang ada, pekerjaan packaging
ini membuat hubungan antar desa
menjadi lebih dekat, karena harus
estafet antar desa dan berbeda orang
Sedangkan tantangannya selama
bekerja sama dengan para perajin
lokal adalah bagaimana ia bisa
mengangkat produk daerah bisa
memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dan bisa bersaing dengan yang lain.
“Saya lihat juga dengan kehadiran
kami, ada perubahan perilaku
dari para penduduk setempat.
Dampaknya tidak hanya secara
ekonomi dan sosial saja.”
Untuk sekarang ini, produk Ngada
yang dikerjakan tim Ika bersama
perajin sudah diikutkan dalam
beberapa pameran di dalam
dan luar negeri. “Saya berharap
produk-produk tersebut bisa
terus dikembangkan bersama
Bekraf,” ujarnya.
Dengan berbagai tantangan yang
dihadapi selama terjun ke Ngada,
banyak manfaat yang didapat Ika.
Ia merasa bisa menjadi desainer
yang lebih terbuka wawasannya.
Ika mengakui, sebelum mengikuti
IKKON, ia bisa dibilang
sangat idealis. Tetapi, setelah
mengikuti program ini, ia belajar
menurunkan ego dan sama-sama
bekerja dalam satu tim. ■
8/31/18 5:09 PM
13
P R O F I L
Dok. Pribadi
12
KERAMIK
SINGKAWANG
JADI PRODUK
DEKORATIF
Fadhlan Makareem
Yohanes Arya Duta
Sebagai desainer produk, Yohanes
yang akrab disapa Arya ini,
tentunya memiliki segudang ide
kreatif di kepala. Namun, hal ini
RETAS-Sept2018rev2.indd 12
tidak bisa begitu saja ia terapkan
di Singkawang, karena fokusnya
adalah mengembangkan potensi
lokal. Karena itu yang ia lakukan
pertama kali di kota ini adalah
mengeksplorasi kota dan melakukan
pemetaan potensi ekonomi
kreatifnya, termasuk Pemda dan
komunitas. Kemudian, ia dan tim
mencoba untuk mengembangkan
produk dan servisnya. “Setelah itu,
kami mencoba membuat simulasi
beberapa desain yang dapat
mengangkat ekonomi kreatif di
sini dengan menggunakan SDA,
SDM, dan kemungkinan pasar yang
ada,” katanya.
Dalam program ini, Arya banyak
bekerja dengan perajin keramik
yang membuat tempayan dan guci
Fadhlan Makareem
Desainer produk yang bekerja
di sebuah perusahaan keramik
di Bali ini memiliki minat yang
besar terhadap kerajinan lokal.
Cita-citanya mengangkat kerajinan
lokal ke level yang lebih tinggi,
berusaha ia wujudkan dengan
mengikuti IKKON. Meski telah
tertarik untuk mengikuti program
ini sejak tiga tahun lalu, namun pria
yang sempat kuliah desain produk
di ITB angkatan 2011 ini, baru
mendapatkan kesempatan di tahun
ini. Bersama tim, ia diterjunkan
di Singkawang untuk menggarap
potensi kreatif masyarakat setempat.
Dok. Pribadi
Ingin mengangkat citra keramik Singkawang, Yohanes Arya
Duta mengolah keramik menjadi barang pecah belah dan
produk dekoratif yang bernilai jual tinggi.
8/31/18 5:09 PM
Fadhlan Makareem
naga karena Singkawang memang
terkenal dengan hal ini. “Sayangnya,
peminat guci dan tempayan
semakin berkurang. Market-nya
niche,” keluhnya.
Ia pun mencari ide-ide kreatif
dalam menggarap kerajinan ini,
agar bisa diterima di kota-kota
besar dan dipasarkan lebih luas lagi.
“Muncullah ide mengubah keramik
menjadi tableware dan barang
dekoratif yang bentuknya lebih kecil
seperti suvenir atau cinderamata.
Kami coba mengemasnya dengan
lebih bagus dan memiliki cerita dari
Singkawang,” ungkap Arya.
Sampai saat ini, tim sudah
memasuki tahap prototyping dimana
mereka membuat sampel dan
menawarkannya kepada Pemda
dan beberapa hotel yang ada di
Singkawang. Tim juga menciptakan
paket-paket promosi produk dan
kegiatan workshop untuk membuat
barang kerajinan tersebut, juga
kombinasi dengan produk kuliner
Singkawang, dengan harapan
produk bisa lebih cepat dipasarkan.
Selama bekerja dengan para
perajin lokal, Arya mengaku
menemukan banyak tantangan.
Kebanyakan perajin di Singkawang
berangkat dari bisnis keluarga.
Bisnis keluarga seperti ini tidak
memiliki asosiasi atau komunitas
pendukung. Regenerasi juga sedikit.
RETAS-Sept2018rev2.indd 13
Dengan adanya kegiatan
seperti ini, peluang potensi
daerah bisa digarap secara
maksimal dan terarahkan
lebih tinggi. Terutama dengan
adanya peran anggota tim
yang berpengalaman di
bidang ekonomi kreatif.
Dengan begitu, harapannya,
produk-produk yang
dihasilkan dapat langsung
diserap pasar dan komunitas
kreatif daerah juga semakin
berkembang.
mereka walau program IKKON
berakhir. “Kemungkinan besar
saya akan melanjutkan kolaborasi
dengan beberapa perajin, seperti
perajin manik-manik, ukir, dan
kayu. Selain saya melihat potensi
untuk mengembangkan bersama,
perusahaan di tempat saya bekerja
juga berkeinginan bekerja sama
dengan berbagai perajin lokal
di seluruh Indonesia. Jadi, ini
kesempatan juga bagi perajin di
Singkawang membuka pasar baru,”
ujarnya optimis.
Keikutsertaannya di IKKON
memberikan banyak pengalaman
berharga. “Banyak pengalaman lucu
selama mengikuti IKKON. Salah
satunya adalah saat kami sedang
bekerja sama dengan perajin yang
memiliki kebiasaan datang ke
pabrik setiap pukul 8 pagi. Beliau
pun mengharuskan kami sebagai
tim, datang setiap hari pukul 8 pagi.
Kalau kami terlambat, meski pun itu
hanya telat 5 menit, mood bekerja
langsung kelihatan beda. Awalawalnya sulit menyesuaikan diri
tapi lama kelamaan kami juga jadi
belajar untuk disiplin,” kisahnya.
—Yohanes Arya Duta
Generasi mudanya kebanyakan
merantau ke luar. Jadi, sulit untuk
mempertahankan keberlangsungan
di masa depan.
“Banyak anak mudanya yang pintar
tetapi mereka memilih merantau
dan tidak mau meneruskan usaha
keluarga. Itu yang sedang kami
usahakan tidak terjadi. Kami
mencoba mengajak generasi
muda agar tertarik dengan bidang
kerajinan ini,” ujar Arya.
Menyadari besarnya potensi
perajin di Singkawang, ia berniat
akan terus berkolaborasi dengan
Menurut Arya, secara keseluruhan,
program IKKON cukup
komprehensif karena melibatkan
berbagai pihak. “Saat di lapangan,
kami bekerja sama tidak hanya
dengan pelaku kreatif tetapi juga
dengan beberapa stakeholders,
pelaku bisnis, pemerintah daerah,
dan komunitas.
Arya merasa banyak daerah di
Indonesia membutuhkan programprogram seperti ini. Indonesia kaya
dengan berbagai macam kerajinan
dan juga hasil produk yang
beragam. Ke depan, ia berharap
tim yang diterjunkan bisa lebih
banyak sehingga lebih banyak
daerah di Indonesia yang bisa
digarap potensinya. ■
8/31/18 5:09 PM
15
P R O F I L
Dokumentasi Pribadi
14
Nancy Margried
MEMADUKAN BATIK
DENGAN TEKNOLOGI
Berbekal pengalaman mengangkat Batik Fractal ke
internasional, Nancy Margried terpanggil untuk ikut serta
mengembangkan produk lokal lewat IKKON.
Semangat membangun negeri bisa
dilakukan dengan cara apapun.
Menilik dari pengalaman Nancy
yang bergelut di industri kreatif, ia
melakukannya dengan mengikuti
IKKON. “Saya tertarik untuk ikut
IKKON, pertama karena saya
ingin memperluas wawasan dan
jaringan di bidang pelaku kreatif
di Indonesia,” jelas Nancy, CEO
Piksel Indonesia, yang inovasinya
memadukan batik dengan teknologi,
membawa batik ke level yang baru.
RETAS-Sept2018rev2.indd 14
Tidak bisa dipungkiri, industri
ekonomi kreatif di Indonesia
beberapa tahun belakangan
mengalami pertumbuhan yang
cukup menggembirakan. Sektor
industri kreatif menyerap sekitar
16,91 juta jiwa dan didominasi oleh
generasi milenial. Tingginya minat
anak muda bergelut di industri
kreatif, kemungkinan besar karena
jenis usaha ini mengedepankan
inovasi atau pembaruan terhadap
bisnis yang sama sebelumnya.
Menurut Nancy sifat pelaku kreatif
saat ini berbeda dengan generasi
lalu. Generasi sekarang memiliki
selera baru, kreativitas baru, dan
yang menarik, mereka memiliki
keinginan kuat untuk berkarya
membangun negeri. “Melalui
keikutsertaaan saya di IKKON, saya
ingin memiliki jaringan tersebut
untuk tetap membuka wawasan dan
membuat diri saya tetap relevan di
industri ini,” tambahnya.
Bagi penyandang master di
University College London ini,
IKKON merupakan salah satu dari
sedikit program yang diinisiasi
pemerintah, yang benar-benar
fokus pada sektor kreatif. Program
yang menempatkan berbagai
ahli dalam satu kelompok di
suatu daerah untuk mengangkat
potensi kreatif daerah tersebut
ini, memungkinkan munculnya
produk-produk kreatif yang
berkelas internasional.
8/31/18 5:09 PM
Berkolaborasi dengan pelaku kreatif
di daerah tentunya bukan hal
mudah, banyak tantangan yang ia
temui. Bagi Nancy yang berkarya
melalui IKKON di Belitung, salah
satu tantangan yang ia hadapi
adalah skill yang masih terbatas
karena memang perajin di sana
baru bisa mengerjakan produkproduk sederhana.
Dengan keleluasaan yang
diberikan program IKKON, kami
para pelaku industri kreatif
merasa sangat terwadahi dalam
berkarya, bisa memberikan
solusi-solusi langsung kepada
pelaku kreatif di daerah.
—Nancy Margried
arahan pada 11 anggota kelompok
yang tadinya tak saling kenal.
Menyatukan persepsi dan ide dari
anggota tim yang berasal dari
profesi dan latar yang berbeda,
tentunya juga menjadi tantangan
tersendiri bagi Nancy.
Namun, tantangan tersebut tak
membuatnya surut langkah. Bagi
Nancy, tantangan menjadi modal
pembelajaran dan pengalaman
yang berharga. Tak hanya dari luar,
tantangan juga datang dari dalam
tim. Didapuk sebagai mentor, Nancy
harus memberikan dukungan dan
“Namun saya sangat bersyukur,
semua anggota tim Belitung sangat
kompak, sangat ahli di bidangnya,
sehingga tiap orang belajar banyak
satu sama lain. Saya belajar banyak
dari teman-teman grup saya,
menambah wawasan saya terhadap
berbagai bidang subsektor kreatif
Walau kolaborasi dengan
perajin di daerah bukan hal baru
baginya mengingat bisnis Batik
Fractal yang digelutinya didasari
kolaborasi dengan perajin batik
di seluruh Indonesia, namun
berkarya melalui IKKON membuat
Nancy selalu menemukan hal
baru yang menginspirasi. Apalagi,
IKKON yang diinisiasi Bekraf
tentunya sangat berdampak bagi
pengembangan para perajin lokal.
“Bekraf telah menjadi satusatunya wadah di Indonesia dalam
memajukan industri kreatif.
Walaupun umur Bekraf masih
muda, namun dengan semangat
untuk terus memperbaiki kondisi
ekonomi kreatif di Indonesia
dan semangat untuk merevolusi
lembaga Bekraf sendiri, saya
yakin Bekraf akan menjadi
lembaga yang bisa menjadi
wadah penghasil inovator kelas
dunia,” pungkasnya. ■
Dokumentasi Pribadi
“Jadi sebagai desainer, kami harus
memberikan transfer knowledge
dari segi teknis juga untuk produkproduk yang dikerjakan,” jelas
Nancy. Selain itu, mahalnya harga
material juga membuat kreativitas
sedikit terhambat karena perajin
harus menyediakan modal yang
besar untuk bereksperimen dengan
material lain.
lainnya dan memacu semangat
saya untuk berinovasi dalam
perusahaan saya sendiri,” akunya.
RETAS-Sept2018rev2.indd 15
8/31/18 5:09 PM
16
17
P R O F I L
Lia Chandra
YANG “CANTIK
DAN MANIS”
DARI INDONESIA
TIMUR
Bagus Pradono
Di balik kondisi alamnya yang
gersang, Belu menyimpan
kekayaan potensi budaya dan
kerajinan tangan yang bisa diolah
menjadi kreasi bernilai tinggi.
Bumi Atambua yang merupakan
ibukota Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur, belum lama ini
menjadi sorotan karena aksi heroik
Joni, pelajar Sekolah Menengah
Pertama yang memanjat tiang
bendera setinggi 23 meter untuk
memperbaiki tali yang putus.
Selain Joni yang pemberani, Belu
juga punya kekayaan lain yang tak
kalah berharga, yakni kerajinan
tenun, anyaman, dan ukiran yang
dikerjakan masyarakat secara turuntemurun. Potensi ini membuat Lia
Chandra, desainer yang singgah
ke Belu bersama tim IKKON 2017,
terinspirasi merancang aneka
produk yang mampu bersaing dari
segi desain maupun kualitas.
Masa-masa mengikuti program
IKKON di Belu merupakan
pengalaman berharga bagi Lia.
RETAS-Sept2018rev2.indd 16
Selama sekitar 4 bulan bekerja dan
berinteraksi dengan warga Belu
dan anggota tim IKKON lainnya, ia
menyadari besarnya potensi budaya
masyarakat setempat yang selama
ini belum diolah secara optimal.
“Awalnya, saya tidak pernah
membayangkan bahwa di suatu
daerah yang gersang dan sulit air
seperti di Kabupaten Belu, terdapat
kekayaan budaya tenun yang sangat
bagus. Selain tenun, ada juga
ukiran-ukiran dengan motif yang
sangat cantik,” ujar desainer yang
menyandang gelar sarjana dari
Jurusan Kriya Tekstil ini.
Bersama anggota tim IKKON lain
yang diberangkatkan ke Belu, Lia
mengemban tugas mengembangkan
potensi budaya lokal menjadi aneka
produk yang unik dan memiliki
nilai ekonomi, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Belu.
Kolaborasi yang kompak dengan
para perajin lokal di Belu membuat
tim IKKON sukses menghasilkan
sekitar 30 prototipe produk yang
terdiri atas produk fesyen, interior,
dan juga trip wisata. Semua produk
yang dihasilkan oleh tim tersebut
diimplementasikan dalam suatu
brand yang bernama ‘Leloq’.
“Leloq adalah nama panggilan,
sapaan dari laki-laki kepada
perempuan. Dalam bahasa suku
Bunaq, leloq itu kurang lebih artinya
cantik dan manis,” jelas perempuan
kelahiran Malang ini.
Produk-produk yang dihasilkan
di bawah brand Leloq antara lain
tas berbahan kombinasi antara
tenun, anyaman daun lontar, dan
8/31/18 5:09 PM
Dok. Pribadi
daun pandan. Ada juga peralatan
makan dan pernik interior berbahan
bambu yang dipadukan dengan
tenun, anyaman, atau pun kulit
hewan. Inspirasi dalam mendesain
diperoleh dari banyak sumber, salah
satunya dari bentuk rumah adat
yang ada di Belu.
Bukan hanya bersifat temporer,
pengembangan produk Leloq terus
berlangsung hingga kini. Bersama
timnya, saat ini Lia sedang fokus
mengembangkan varian produk
berbasis tenun yang lebih beragam
dari segi warna, model, dan
ornamen yang dipakai, terutama
untuk dijadikan tas perempuan.
Leloq yang tergabung di
dalam KOPIKKON juga rajin
berpartisipasi dalam pameran
produk kreatif, seperti Inacraft dan
CASA Indonesia. Difasilitasi oleh
Bekraf, Leloq juga pernah mengikuti
ajang eksibisi berskala internasional,
seperti Chiang Mai Design Week
2017 dan hadir di Indonesia
Pavillion di Chami Bar, Promenade
83, 7270 Davoz Platz, Swiss, awal
tahun ini.
Untuk saat ini, aneka produk Leloq
bisa dibeli dengan sistem pre-order
melalui akun media sosial Instagram
dengan alamat @ leloqbelu.
RETAS-Sept2018rev2.indd 17
“Ke depannya, kami akan
mengembangkan sistem pemasaran
offline, yaitu bekerjasama dengan
beberapa butik yang menjual
produk fesyen untuk segmen
menengah ke atas,” papar Lia.
Meski telah berhasil
mengembangkan produk lokal
yang memiliki cita rasa modern
dan mampu menarik minat
konsumen, perjalanan Lia
bukannya selalu berlangsung
mulus tanpa kendala. Tantangan
terbesar adalah menjaga kestabilan
supply chain barang produksi
Leloq. Pasalnya, pembuatan tenun
dan barang-barang kerajinan lain
secara tradisional memerlukan
waktu yang terbilang lama
sehingga selama ini belum mampu
memenuhi target produksi.
Lantas, apa solusinya?
“Mau tak mau, dalam berkolaborasi
dengan perajin lokal, kita harus
bisa menempatkan perspektif
secara proporsional. Meski ada
tuntutan kuantitas produksi,
kita juga harus bisa menghargai
budaya setempat karena proses
pembuatan barang kerajinan,
seperti tenun misalnya,
memerlukan suatu prosesi khusus
yang diatur berdasarkan adat
setempat,” jelasnya.
Meski ada tuntutan
kuantitas produksi, kita
juga harus bisa menghargai
budaya setempat karena
proses pembuatan barang
kerajinan, seperti tenun
misalnya, memerlukan
suatu prosesi khusus yang
diatur berdasarkan adat
setempat.
—Lia Chandra
Hingga kini, Lia mengaku masih
berupaya mencari cara untuk
menyiasati kendala dari segi
produksi. Salah satunya adalah
dengan menempatkan Leloq sebagai
produk kreatif untuk segmen
premium yang memang hanya bisa
diproduksi dalam jumlah terbatas.
Di masa mendatang, ia berharap
bisa mempertemukan permintaan
pasar dengan kemampuan produksi,
agar potensi Belu yang kaya tetap
bisa mendapat tempat di hati
masyarakat luas. ■
8/31/18 5:09 PM
18
19
G A L E R I
FOTO
Beragam Kegiatan Bekraf dalam
Membangkitkan Ekonomi Kreatif Indonesia
^ Opening ceremony Asian
Games 2018 di Stadion Utama
Gelora Bung Karno, Jakarta
pada 18 Agustus 2018,
menampilkan kekayaan alam
dan keanekaragaman budaya
Indonesia yang dikemas secara
apik dan spektakuler.
> Kepala Bekraf Triawan
Munaf membawa obor
Asian Games di Bandung.
^ Paviliun Bekraf, Identities, yang menampilkan 17 brand lokal
Indonesia, di pameran dagang internasional New York 2018,
pada 12-15 Agustus 2018.
RETAS-Sept2018rev2.indd 18
^ Bekraf bekerjasama dengan PT Kolaborasi Ide Kreatif (Kolla Space)
menyelenggarakan kegiatan Coding Mum di Kota Jayapura
(15/8/2018).
8/31/18 5:09 PM
^ Kepala Bekraf Triawan Munaf menerima kunjungan Bupati
Halmahera Barat, Danny Missy, di Gedung Kementerian BUMN
pada Senin (20/8/2018) lalu.
^ Kepala Bekraf, Triawan Munaf (tengah) dan Bupati Tanah Datar,
Irdinansyah Tarmizi (lima dari kanan ) usai menandatangani MoU
tentang komitmen kembangkan ekosistem ekraf di Tanah Datar
pada Senin (6/8/2018) lalu.
^ Bekraf mempertemukan pelaku ekonomi kreatif subsektor fesyen
muslim dengan sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan
pada Bekraf Financial Club (BFC) di Hotel Millenium Jakarta,
21 Agustus 2018.
^ Andreas Sanjaya, CEO iGrow, pengusaha rintisan (startup) bidang
aplikasi menjadi narasumber pada Bekraf Financial Club di Malang,
Selasa (14/8/2018).
^ Bekraf hadir di Asian Festival 2018 untuk mempromosikan karya
kreatif anak bangsa di ajang Asian Games. Pada kesempatan ini Bekraf
mengenalkan cita rasa Nusantara dan fesyen Indonesia kepada dunia.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Foto-foto Dokumentasi Bekraf
^ Kepala Bekraf, Triawan Munaf meresmikan pembukaan Art Jakarta
2018 di The Ritz Carlton Jakarta Pacific Place, Rabu (2/8/2018) lalu.
RETAS-Sept2018rev2.indd 19
8/31/18 5:09 PM
RETAS-Sept2018rev2.indd 20
8/31/18 5:09 PM
Yohanes Arya Duta
Gali Potensi Keramik Singkawang
Jadi Produk Dekoratif
Sugeng Untung
Mengubah Kesan Old Pada Produk Lokal
Menjadi Kekinian
Ika Yulianti
Tingkatkan Branding Lewat Desain Grafis
Nancy Margried
Kehebatan Batik Fractal
Bergerak Bersama Kolaborasi Nusantara
Pelaku Ekonomi Kreatif dengan Potensi Kreatif Lokal.
RETAS-Sept2018rev2.indd 1
8/31/18 5:08 PM
02
03
DAFTAR ISI
10-11 | P R O F I L
TINGKATKAN
BRANDING LEWAT
DESAIN GRAFIS
Dokumentasi Pribadi
Lewat karya desainnya, Ika Yulianti
yang pernah mewakili Indonesia
mengikuti pameran di Singapura,
ingin meningkatkan branding produk
lokal sehingga memiliki nilai jual yang
lebih tinggi.
04-07 | W A C A N A
14-15 | P R O F I L
IKKON, MEMOLES POTENSI LOKAL
LEWAT KOLABORASI KERJA TAHUNAN
NANCY MARGRIED
MEMADUKAN BATIK
DENGAN TEKNOLOGI
Indonesia tak pernah kekurangan energi kreatif. Mulai dari karya seni rupa, pernak-pernik
fesyen, perhiasan, sampai barang dekorasi rumah. Untuk mendukung pertumbuhan
kreasi produk-produk kreatif yang juga memiliki nilai tawar dari segi ekonomi, Bekraf
meluncurkan program pendampingan bernama IKKON (Inovasi dan Kolaborasi Kreatif
Nusantara) yang saat ini sudah memasuki tahun ketiga.
Berbekal pengalaman mengangkat
Batik Fractal ke internasional, Nancy
Margried terpanggil untuk ikut serta
mengembangkan produk lokal
lewat IKKON.
08-09 | P R O F I L
16-17 | P R O F I L
SUGENG UNTUNG
LIA CHANDRA
MENGUBAH KESAN
OLD PRODUK LOKAL
MENJADI KEKINIAN
RETAS-Sept2018rev2.indd 2
Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
YANG “CANTIK DAN
MANIS” DARI
INDONESIA TIMUR
18-19 | G A L E R I F O T O
Vol. 10. September 2018
Yohanes Arya Duta
Gali Potensi Keramik Singkawang
Jadi Produk Dekoratif
Sugeng Untung
Mengubah Kesan Old Pada Produk Lokal
Menjadi Kekinian
Ika Yulianti
Tingkatkan Branding Lewat Desain Grafis
Nancy Margried
Kehebatan Batik Fractal
12-13 | P R O F I L
COVER STORY
YOHANES ARYA DUTA
KERAMIK SINGKAWANG
JADI PRODUK DEKORATIF
Membuat Keramik
Bergerak Bersama Kolaborasi Nusantara
Pelaku Ekonomi Kreatif dengan Potensi Kreatif Lokal.
Foto: Fadhlan Makareem
8/31/18 5:08 PM
EDITORIAL
Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia
yang memiliki beragam suku
bangsa. Masing-masing suku
bangsa memiliki potensi
budaya lokal yang bisa digali
sebagai industri kreatif.
Program IKKON (Inovasi dan
Kolaborasi Kreatif Nusantara)
merupakan sarana sumber
penciptaan produk yang berbasis
pada budaya setempat. Berbekal
kekayaan budaya lokal, para pelaku ekonomi kreatif
dapat memposisikan hasil karyanya berbeda dari
yang lain. Variasi budaya itulah yang juga menjadi
keunggulan sekaligus membedakan produk lokal
dibandingkan produk impor.
IKKON,
Mengangkat
Budaya
Lokal
Menjadi
Industri
Kreatif
Setiap suku
bangsa di
Indonesia
memiliki potensi
budaya yang bisa
digali sebagai
industri kreatif.
Kerja sama antara perajin lokal dengan seniman
profesional pada program IKKON bertujuan agar
potensi budaya lokal mengalami inovasi, berdampak
ekonomi, dan berorientasi pada pasar komersil.
Dengan begitu, kerja sama ini dapat menciptakan
kesejahteraan bagi para perajin dan pelaku kreatif,
juga memberi dampak pada peningkatan ekonomi
daerah. Konsep live-in juga akan meningkatkan
interaksi dengan masyarakat lokal agar potensi
daerah lebih tergali. Kolaborasi antara seniman
profesional, perajin, dan juga stakeholder lokal
diharapkan akan menghasilkan inovasi yang dapat
menjadi ikon baru produk kreatif daerah tersebut.
Sejak diluncurkan pada tahun 2016, program
IKKON telah menjangkau 51 desa binaan dari
15 kabupaten/kota yang dikunjungi. Di masa
mendatang, kami berharap IKKON dapat
meningkatkan tumbuh kembang perekonomian
pada lebih banyak lagi daerah pedesaan di tanah air.
Triawan Munaf
Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia
Badan Ekonomi Kreatif adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang
bertanggungjawab di bidang ekonomi kreatif dengan enam belas subsektor.
Konsultan
RETAS-Sept2018rev2.indd 3
Kantor
[email protected]
www.bekraf.go.id
@bekrafid
Gedung Kementerian BUMN, Lt 15, 17, 18
Jl. Merdeka Selatan No. 13, Jakarta Pusat - 10110.
8/31/18 5:08 PM
04
05
WAC A N A
MEMOLES POTENSI LOKAL
LEWAT KOLABORASI
KERJA TAHUNAN
Setiap tahun, sebuah tim
yang terdiri atas para
pelaku kreatif dari berbagai
bidang terjun ke daerah
untuk menghasilkan
produk unggulan bersama
para perajin lokal.
Indonesia tak pernah kekurangan
energi kreatif. Dari berbagai penjuru
negeri, kita bisa menemukan buah
kreativitas dalam bentuk aneka
jenis produk yang mampu menuai
decak kagum, baik dalam skala
lokal maupun mancanegara. Mulai
dari karya seni rupa, pernak-pernik
fesyen, perhiasan, sampai barang
dekorasi rumah.
Untuk mendukung pertumbuhan
kreasi produk-produk kreatif yang
juga memiliki nilai tawar dari segi
ekonomi, Badan Ekonomi Kreatif
(Bekraf) meluncurkan program
RETAS-Sept2018rev2.indd 4
pendampingan bernama IKKON
(Inovasi dan Kolaborasi Kreatif
Nusantara) yang saat ini sudah
memasuki tahun ketiga.
IKKON merupakan program
tahunan yang menempatkan
sekelompok pelaku kreatif ke
sebuah wilayah rural di Indonesia,
dengan tujuan meningkatkan
potensi ekonomi kreatif di daerah
yang dikunjungi. Dengan fokus
mengembangkan produk kreatif di
berbagai daerah, diharapkan citacita ekonomi kreatif menjadi tulang
punggung perekonomian Indonesia
akan lekas terwujud
Program IKKON sebenarnya
menyerupai program live-in alias
Kuliah Kerja Nyata (KKN). Bedanya,
jika peserta KKN adalah para
mahasiswa yang ingin mendapatkan
pengalaman bekerja, peserta IKKON
justru terdiri atas para profesional
8/31/18 5:08 PM
yang sudah berpengalaman di
bidangnya masing-masing.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Meski program serupa sudah
ada sejak zaman Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
(sebelum bertransformasi menjadi
Bekraf), IKKON sendiri baru mulai
diluncurkan Bekraf pada tahun
2016. “Dibandingkan program
sejenis di masa lalu, program
IKKON lebih ekstensif dan luas
jangkauannya,” jelas Ricky Joseph
Pesik, Wakil Kepala Bekraf.
Program IKKON memang
diproyeksikan mampu mewadahi
aneka kegiatan kreatif lintas disiplin,
baik untuk para seniman seni
rupa, desainer, musisi, pegiat seni
pertunjukan, perajin, dan sebagainya.
Hal ini dimaksudkan agar dalam
pengembangan ke depan, program
IKKON bisa mengakomodir kegiatan
kreatif dari berbagai bidang dan sub
sektor ekonomi kreatif.
“Dalam pelaksanaannya,
diharapkan para peserta IKKON
dan masyarakat lokal dapat saling
berbagi, berinteraksi, bereksplorasi
dan berkolaborasi sehingga
masing-masing pihak dapat saling
memperoleh manfaat secara etis dan
berkelanjutan,” jelas Poppy Savitri,
Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif
pada Deputi Riset, Edukasi dan
Pengembangan-Bekraf.
Selama program IKKON, produkproduk lokal yang masih bersifat
tradisional dikembangkan menjadi
produk yang lebih sesuai dengan
kebutuhan masa kini. Tujuannya
adalah untuk menciptakan produk
IKKON yang mempunyai daya saing
tinggi, berkualitas premium, dan
bisa diterima oleh pasar, namun
tetap mempertahankan teknik
tradisional sehingga kekayaan
keragaman kriya tradisional
Indonesia tetap terpelihara.
Pada tahun pertama, IKKON
menyasar lima daerah, yaitu
RETAS-Sept2018rev2.indd 5
Program IKKON sifatnya bottomup, diterapkan berdasarkan
masukan dan hasil diskusi dengan
para pelaku kreatif setempat.
Bukan top-down.
—Ricky Pesik
(Wakil Kepala Bekraf)
Brebes (Jawa Tengah), Rembang
(Jawa Tengah), Ngada (NTT),
Pesawaran (Lampung), dan
Sawahlunto (Sumatera Barat).
Tahun berikutnya, kegiatan IKKON
berfokus di Banyuwangi (Jawa
Timur), Bojonegoro (Jawa Timur),
Banjarmasin (Kalimantan Selatan),
Belu (NTT), dan Toraja Utara
(Sulawesi Selatan).
Sedangkan untuk IKKON tahun
2018 yang sedang berlangsung
saat ini, tim terjun ke Belitung
(Kepulauan Bangka Belitung),
Dompu (NTB), Siak (Riau),
Singkawang (Kalimantan Barat),
dan Wakatobi (Sulawesi Tenggara).
Pemilihan daerah didasari oleh
dua parameter, yaitu keinginan
daerah tersebut serta kecocokan
karakteristik daerah dengan profil
yang ditentukan Bekraf. Pada 2018
ini ada 18 pemerintah daerah yang
mengajukan diri untuk mengikuti
IKKON. Tapi berhubung kuotanya
hanya ada lima, proses seleksi
pun dilakukan.
“Di antara banyak peminat,
Bekraf memilih daerah yang
potensi ekonomi kreatifnya sudah
kelihatan ada, namun belum banyak
mendapatkan dukungan dari sektor
swasta. Karya kerajinan di sana
belum banyak terdengar dan belum
memiliki kanal untuk pemasaran,”
jelas Ricky.
Bukan hanya lokasi yang dikunjungi,
anggota tim IKKON pun dipilih
berdasarkan mekanisme seleksi. Siapa
saja yang berminat bisa mengajukan
portofolio ke alamat Bekraf. Di
antara sekian banyak pelamar,
akan dilakukan seleksi berdasarkan
portofolio, rekam jejak, review
kurator, wawancara, dan tes tertentu.
Agar komunitas perajin bisa
mendapatkan banyak masukan
dan sudut pandang yang lebih
kaya, anggota tim IKKON yang
terjun ke daerah terdiri atas pelaku
kreatif dari berbagai bidang, mulai
dari antropolog, desainer dari
berbagai disiplin ilmu, fotografer,
hingga videografer.
Setiap program IKKON di setiap
daerah memang dirancang secara
kustom, sesuai dengan karakteristik
produk dan daerah masing-masing.
“Jadi program ini sifatnya bottomup, diterapkan berdasarkan masukan
dan hasil diskusi dengan para pelaku
kreatif setempat. Bukan top-down,”
jelas Ricky.
Selanjutnya, program IKKON
dilakukan dalam 4 tahap
pemberangkatan, yang setiap
tahapnya memiliki rentang waktu
live-in sekitar 1-2 minggu. Selama
rentang waktu tersebut, tim IKKON
yang merupakan fasilitator mesti
tinggal di daerah yang ditentukan
dan melakukan aktivitas sehari-hari
bersama komunitas perajin.
Tahap pertama adalah masa
observasi dan diskusi dengan
pelaku kreatif setempat, mengenai
produk apa saja yang bisa
dilahirkan dari potensi lokal. Tahap
kedua adalah pembuatan program
kegiatan dan rancangan produk,
tahap ketiga fase produksi, dan
tahap keempat adalah pameran
produk hasil kolaborasi.
Potensi daerah yang dikunjungi
terkadang baru tampak ketika
peserta IKKON berinteraksi
dengan masyarakat setempat.
Ambil contoh pengalaman Sugeng
8/31/18 5:08 PM
06
07
WAC A N A
Setelah selesai dibuat, produk hasil
kolaborasi IKKON dipamerkan
di daerah setempat, untuk
memperkenalkan masyarakat pada
hasil karya daerahnya sendiri.
Selanjutnya, dengan bantuan Deputi
Pemasaran Bekraf, produk-produk
tersebut akan dipromosikan melalui
berbagai kesempatan pameran
maupun penjualan, baik di dalam
maupun luar negeri. Di dalam
negeri, Bekraf memfasilitasi produk
ini untuk mengikuti ajang penjualan
skala nasional seperti Inacraft,
Trend Expo, dan lain-lain.
Di luar negeri, “lulusan” program
IKKON juga mencetak prestasi
yang tak bisa dipandang sebelah
mata. Produk kerajinan bambu dari
IKKON angkatan pertama berhasil
meraih penghargaan The Best Show
di Chiang Mai Design Week 2016,
Thailand. Ada pula kreasi batik
yang lolos kurasi pameran Salone
del Mobile Milano 2017 di Italia.
Yang terbaru adalah keikutsertaan
peserta IKKON dalam ajang eksibisi
bergengsi New York Now 2018 di
Amerika Serikat.
Memasarkan produk kreatif ke
mancanegara memang seringkali
tantangannya lebih berat ketimbang
memasarkan produk di dalam
RETAS-Sept2018rev2.indd 6
Dokumentasi Pribadi
Dengan memanfaatkan potensi
lokal, kami membuat inovasi
menggabungkan tenun dan rotan
untuk dijadikan produk seperti
pelapis sofa dan bahan tas. Kami
juga menggunakan batu bara
sebagai pewarna untuk membuat
kaos motif tie dye,” jelas Sugeng.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Untung, desainer furnitur yang
menjadi ketua tim IKKON 2016
di Sawahlunto, Sumatera Barat.
Dikenal sebagai kota tambang yang
sudah mati, Sawahlunto memiliki
potensi tenun Silungkang. Setelah
ditelusuri, ternyata selain tenun,
Sawahlunto juga punya potensi
kreatif lain seperti rotan dan
batu bara.
negeri. Salah satu poin yang menjadi
kelemahan para pelaku kreatif
dalam tahap pemasaran adalah
kemampuan untuk menciptakan
sekaligus mengkomunikasikan
nilai tambah berupa cerita tentang
proses kreatif di balik terciptanya
sebuah produk.
Padahal, menurut Joshua Puji Mulia
Simandjuntak, Deputi Pemasaran
Bekraf, penuturan cerita ini justru
merupakan salah satu elemen dalam
marketing tool yang amat penting.
“Banyak pelaku kreatif yang berkutat
pada fungsi, penampilan, dan lainlain, sehingga lupa pada story telling.
Padahal pasar, terutama pasar
di luar negeri, ingin mendengar
kisah di balik penciptaan sebuah
produk kreatif. Mengapa produk
ini dibuat, mengapa bentuknya
begini, mengapa pakai material ini,
siapa sosok yang membuat, dan
sebagainya,” jelas Joshua.
Tantangan lain dalam memasarkan
produk lokal ke luar negeri adalah
kemampuan untuk memenuhi
standar sertifikasi. Misalnya sertifikat
SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas
Kayu) untuk produk kerajinan dari
kayu. Sertifikat tersebut diperlukan
untuk meyakinkan pembeli bahwa
bahan baku kayu yang digunakan
diperoleh secara legal, bukan hasil
pembalakan liar dan perdagangan
kayu ilegal.
Sebagai kelanjutan dari program
IKKON, Bekraf memfasilitasi
berdirinya Koperasi Karya Ikkon
Bersama (KOPIKKON). Wadah
ini merupakan mitra Bekraf dalam
melanjutkan keberlangsungan
kolaborasi dan pemberdayaan yang
telah dilakukan oleh desainer dan
perajin alumni IKKON, untuk
mengeksplorasi lebih lanjut poinpoin kreatif yang muncul selama
mengikuti proses IKKON, dan
kemudian menyalurkannya ke pasar.
“Target produk KOPIKKON tentu
sejalan dengan target Bekraf,
yaitu meningkatkan PDB (Produk
Domestik Bruto) di suatu daerah,
menambah lapangan kerja, dan
menggenjot keran ekspor. Produkproduk yang dihasilkan melalui
intervensi desain dalam program
IKKON tidak hanya menyasar pasar
lokal, tetapi juga global,” jelas Sylvie
Arizkiany Salim, Ketua KOPIKKON
yang juga seorang desainer interior,
desainer produk, sekaligus desainer
grafis. Sylvie juga merupakan
alumni dan ketua tim IKKON
Brebes 2016.
KOPIKKON berdiri dengan
mengusung lima nilai kunci,
yaitu kolaborasi, pemberdayaan,
perdagangan yang adil (fair trade),
adanya kandungan material bernilai
lokal (local content & local value),
serta desain yang berkualitas.
8/31/18 5:08 PM
Dokumentasi Pribadi
dengan nilai-nilai pribadi para
peserta IKKON.
Dengan nilai-nilai ini, perajin
lokal sebagai pencipta ditempatkan
pada posisi yang sejajar dengan
desainer atau tim IKKON
profesional lainnya.
Sejauh ini, KOPIKKON telah
menandatangani MOU dengan
Kopinkra (Koperasi Kerajinan
Rakyat Silungkang) di Sawahlunto,
Sumatera Barat, untuk berkolaborasi
dalam mengembangkan produk
ekonomi kreatif di sana.
Sekarang ini KOPIKKON sudah
menghimpun produk-produk
premium dari berbagai daerah
hasil kolaborasi antara perajin
setempat dengan peserta IKKON.
Beberapa di antaranya adalah
brand Rising Salem (Brebes), A
Journey (Lampung), Coal Jewelry
(Sawahlunto), Side by Side dan
Tenun Berotan (Sawahlunto). Ada
pula brand USing (Banyuwangi)
yang lahir dari kolaborasi
KOPIKKON dan Bank Indonesia
(BI) dalam membina dan
mengembangkan produk perajin BI.
Dalam rangka mempromosikan
produk kreatif yang berada di bawah
naungannya, bulan Maret lalu
KOPIKKON mempersembahkan
gelaran “Archipelago X” pada
Signature Runway Indonesia Fashion
Week 2018. Konsep Archipelago X
berangkat dari makna kepulauan
RETAS-Sept2018rev2.indd 7
Banyak pelaku kreatif
yang berkutat pada fungsi,
penampilan, dan lain-lain,
sehingga lupa pada story
telling. Padahal pasar,
terutama pasar di luar
negeri, ingin mendengar
kisah di balik penciptaan
sebuah produk kreatif.
—Joshua Simandjuntak
(Deputi Pemasaran Bekraf)
pada kata “archipelago” dan makna
kolaborasi di 10 wilayah binaan
IKKON 2016 dan 2017, yang
dicerminkan dengan huruf “x”.
Gelaran Archipelago X ini
mendapatkan apresiasi tinggi karena
mampu menghadirkan busana
modern dalam balutan wastra dari
berbagai pelosok tanah air. Meski
tampil dengan rancangan bergaya
“kekinian”, namun nilai-nilai
kearifan lokal dan kekayaan kriya
nusantara tetap terwujud dalam
proses pembuatan serta corak dan
ragam motifnya.
Uniknya, proses pembauran
tersebut juga muncul dalam bentuk
asimilasi antara nilai-nilai lokal
yang dipegang oleh perajin setempat
“Sebelum mengikuti IKKON,
sebagai desainer, saya sangat
idealis. Tetapi pasca IKKON, saya
belajar menurunkan ego dan
sama-sama bekerja dalam satu tim.
Program live-in ini mengajarkan
semua pihak yang terlibat untuk
mengembangkan sikap kolaboratif,
inovatif dan kreatif. Bagi saya,
bekerja sama dengan perajin lokal
memberikan kebanggaan akan lokal
konten Indonesia yang beragam,”
jelas Ika Yulianti, desainer grafis
yang ditempatkan di Ngada
pada 2016.
Selain Indonesia Fashion
Week, beberapa event nasional
yang pernah digunakan untuk
menampilkan dan mempromosikan
karya peserta KOPIKKON antara
lain adalah Gelar Batik Nasional
2017, Inacraft 2017, Bekraf Festival
2017, MayBank Fair 2018, Indonesia
Fashion Week 2018, Adiwastra
2018, Inacraft 2018, dan Karya
Kreatif Indonesia (KKI) 2018.
Rencana ke depannya, menurut
Ricky, adalah membuat modul tata
laksana, atau semacam “buku putih”
yang berisi panduan pelaksanaan
program IKKON. Dengan
demikian, kegiatan ini juga bisa
dilakukan oleh pihak swasta yang
berminat menjadi sponsor.
“Kami menyambut secara terbuka
pihak swasta yang ingin turut serta
mengembangkan potensi lokal di
Indonesia. Pasalnya, masih ada
banyak sekali wilayah Indonesia
yang belum tergarap program
IKKON, akibat keterbatasan sumber
daya serta anggaran. Jika ada
banyak pihak lain yang bersedia
berkolaborasi melaksanakan
program ini, akan semakin cepat
pula kita bisa membangkitkan
kekuatan ekonomi kreatif di
berbagai penjuru tanah air,”
tutup Ricky. ■
8/31/18 5:08 PM
09
P R O F I L
Dokumentasi Pribadi
08
Sugeng Untung
MENGUBAH
KESAN
OLD PRODUK
LOKAL
MENJADI
KEKINIAN
Tak hanya sukses
mengubah kesan rotan
yang old menjadi kekinian,
inovasinya juga membuat
produk lokal naik kelas.
RETAS-Sept2018rev2.indd 8
Sugeng Untung merupakan
satu dari sekian banyak tim
profesional yang terlibat dalam
program IKKON yang digagas
Bekraf. IKKON adalah program
pembinaan bagi para perajin
lokal untuk mengembangkan
potensi daerahnya. Pada 2016,
Sugeng menjadi ketua tim IKKON
Sawahlunto. Lewat interaksi yang
intensif dengan para perajin tenun
di beberapa desa penghasil tenun,
di antaranya Desa Silungkang, Desa
Lunto, dan Pasar Kubang. Lahirlah
produk rotan yang dikombinasikan
dengan tenun. Karyanya ini cukup
menarik perhatian dalam ajang
Inacraft, JCC 2017.
Sugeng memiliki minat yang besar
pada produk berbahan rotan.
Karenanya sejak 2012, ia menekuni
desain rotan. Ia ingin mengubah
citra kursi rotan yang old dan
membosankan menjadi muda
dan modern. Terlebih lagi ia
melihat potensi rotan yang sangat
besar di Indonesia. Hampir 80
persen kebutuhan rotan dunia
disuplai dari Indonesia. Potensi
yang melimpah ini tentu sayang
bila tidak dimanfaatkan.
Ketertarikan Sugeng pada rotan
juga lantaran karakteristik
material ini yang unik, selain
bentuknya yang bulat, rotan
juga bisa dilengkungkan, namun
tantangannya, kelenturan rotan
membuatnya mudah kembali
ke bentuk semula. Lekukan
terlalu ekstrem juga bisa
membuatnya retak. Untuk hal
ini, Sugeng menyiasati dengan
membuat simpul-simpul yang
saling menguatkan.
8/31/18 5:08 PM
Keterlibatan Sugeng pada
program IKKON berawal dari
keikutsertaannya pada salah satu
kompetisi yang diadakan oleh
Menparekraf (sebelum menjadi
Bekraf). Sejak saat itu ia kerap
diundang untuk berpartisipasi
dalam setiap program Bekraf,
termasuk IKKON.
“Saat itu saya diturunkan di
Sawahlunto, Sumatera Barat.
Saya mengunjungi Sawahlunto
bersama dengan 9 desainer dari
terapan desain yang berbeda.
Ada arsitek, desainer fesyen,
desainer grafis, desainer produk,
desainer interior, desainer tekstil,
multimedia, fotografer, videografer,
dan antropolog. Kami turun ke
Sawahlunto kurang lebih selama 4
bulan,” cerita Sugeng.
Pada pemberangkatan pertama,
Sugeng dan tim melakukan
observasi untuk mencari tahu
apa yang menjadi potensi daerah
tersebut. Dari hasil observasi dan
diskusi bersama perajin lokal dan
pemerintah setempat, mereka mulai
memetakan potensi daerah tersebut
untuk kemudian dimatangkan
konsepnya di Jakarta. Pada
bulan berikutnya, Sugeng mulai
mendesain bersama perajin dan
menjalankan proses prototyping.
Setelah itu, produk tersebut
dipamerkan untuk melihat respons
masyarakat setempat.
Ketika pertama kali diterjunkan
di Sawahlunto, Sugeng mengaku
terkesan dengan kota ini. Dikenal
sebagai kota tambang yang sudah
mati, Sawahlunto memiliki potensi
tenun Silungkang. Namun, jika
semua daerah mengerjakan tenun,
persaingan harga menjadi tidak
RETAS-Sept2018rev2.indd 9
“Kami yakin bisa melakukan
sesuatu yang lebih pada batu
bara, karena itu kami mencoba
mengkreasi ulang perhiasan batu
bara dengan menggabungkan bahan
lain yang lebih mahal seperti perak,”
kata Sugeng.
Orientasi kami pada saat
itu adalah membuat oleholeh yang berkesan dari
Sawahlunto, mencoba
menjadikan daerah ini
sebagai kota wisata
tambang yang berbudaya.
Masih dengan bahan batu bara,
Sugeng dan tim membuat kaos
dengan teknik tie dye, dengan
menggunakan pewarna dari bahan
batu bara. Ketika dipamerkan,
produk ini laris, dipesan sebanyak
500 buah untuk event tenun
Silungkang internasional yang
berlangsung di sana.
—Sugeng Untung
Dok. Pribadi
Salah satu karya Sugeng yang
menarik perhatian adalah bencherfly,
yaitu bangku tanpa sandaran
berbentuk simpel dengan kerangka
dari rotan yang membentuk siluet
kupu-kupu.
sehat. Karenanya, setelah tim
antropologi selesai mengidentifikasi,
keluarlah program one product
one village.
“Biarkan daerah yang melakukan
tenun, konsentrasi pada tenun.
Sedangkan di desa lain, konsentrasi
pada yang lain seperti anyaman
bambu. Kami membuat satu inovasi
menggabungkan tenun dan rotan
sehingga menjadi bahan yang bisa
diterapkan di beberapa produk
seperti pelapis sofa dan bahan tas,”
jelas Sugeng.
Berbekal pengalaman dari IKKON,
bulan lalu Sugeng baru saja
menyelesaikan program CREATE
2018. Ia bertindak sebagai mentor
untuk mahasiswa pascasarjana
FSRD ITB yang melakukan
pendampingan pada para perajin
dan memberi bimbingan teknis.
“Program yang ini tidak sebesar
IKKON tetapi misi dan visinya
mirip, mencoba memperbaiki
kualitas produk dan kemasan. Kali
ini, Bekraf bekerja sama dengan
FSRD ITB di mana salah satu mata
kuliahnya adalah ekonomi kreatif,”
ujar Sugeng.
Pada program ini, ada beberapa
tenaga ahli yang mendampingi
mahasiswa. Mereka dibantu
untuk mengeksplorasi material,
produk unggulan, dan potensi
daerah bersama perajin. “Proses
pengerjaannya dari awal lagi, kami
mengubah semua, sampai akhirnya
menghasilkan produk baru dan
lebih baik dari produk-produk
sebelumnya,” tutup Sugeng. ■
Selain tenun, Sugeng dan tim
desainer juga melihat potensi
batu bara, yang sejauh itu hanya
digunakan untuk membuat patung
dan plakat sederhana.
8/31/18 5:08 PM
10
11
P R O F I L
Ika Yulianti
TINGKATKAN
BRANDING LEWAT
DESAIN GRAFIS
Di dunia desain grafis, Ika Yulianti
bukanlah nama yang asing.
Perempuan kelahiran 22 Februari
1987 ini memiliki pengalaman yang
cukup panjang, salah satunya pernah
mewakili Indonesia mengikuti
kegiatan dan pameran di Singapura.
Saat ini ia menjalankan profesi
sebagai dosen di kampus seni dan
multimedia di Yogyakarta. Ia juga
banyak mengikuti beberapa asosiasi
untuk membuka networking. Melalui
AIDIA, salah satu asosiasi yang ia
ikuti, ia mengetahui ada program
IKKON yang digagas oleh Bekraf.
Pada tahun 2016, ia ditempatkan
di Ngada, Flores bersama desainer
produk, desainer interior, desainer
fesyen, desainer grafis, antropolog,
fotografer, videografer, dan mentor
yang sangat profesional.
Kabupaten Ngada mungkin
terdengar asing di telinga. Ngada
memang tidak seterkenal Pulau
Komodo, namun keindahannya
sangat memukau siapa saja yang
menginjakkan kaki di sini, tak
terkecuali Ika. Dengan luas 1.621
km² dan jumlah penduduk 142.254
jiwa, Ngada memiliki keunikan
yang jarang ditemui di tempat
lain, seperti terdapat kampung
peninggalan zaman Megalitikum
dan wisata taman laut 17 pulau.
Ngada memiliki potensi kreatif
yang cukup besar. Setidaknya, ada
tiga desa di Ngada yaitu Bena, Bela
RETAS-Sept2018rev2.indd 10
Dok. Pribadi
Lewat karya desainnya, Ika Yulianti ingin
meningkatkan branding produk lokal sehingga
memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
dan Tololela, dengan potensi kreatif
yang berbeda, dari tenun hingga
anyaman bambu.
Salah satu andalan Ngada adalah
tenun ikat yang dikenal juga
dengan sebutan tenun Ngada.
Dinamakan tenun ikat karena
dalam proses pembuatan motif,
ada bagian benang yang diikat
agar tidak terkena pewarna saat
proses pewarnaan.
Proses pengerjaan untuk setiap helai
tenun ikat membutuhkan waktu
yang cukup lama, bisa bermingguminggu bahkan sebulan. Namun,
harga jualnya tidak sebanding
dengan usahanya. Hal ini juga
terjadi pada sejumlah produk lokal.
Kondisi ini menjadi keprihatinan
Ika dan tim yang diterjunkan di
Ngada. Sebagai desainer grafis,
ia dan tim ingin meningkatkan
value dari potensi masing-masing
daerah melalui experience journey.
Di mana ketika wisatawan datang,
bisa merasakan nuansa lokal
sesungguhnya yang berdampak
pada perubahan, peningkatan,
serta pengembangan value produk
masyarakat setempat. Dampak
sosial dan ekonomilah yang akan
dirasakan masyarakat setempat.
“Di dalam tim, kontribusi saya
adalah servis desain sebagai bagian
dari branding. Saya mendesain
berbagai ilustrasi seperti logo. Hasil
visual juga direalisasikan dalam
bentuk merchandise—salah satunya
adalah packaging untuk tenun
Ngada dan produk bambu. Selain
itu, bisa juga dalam bentuk buku
panduan bagi warga setempat yang
ingin menjadi guide para turis yang
berkunjung ke Ngada,” jelas Ika.
Alasan mengapa Ika tertarik
dengan IKKON karena program
ini membuka kesempatan baginya
untuk berkolaborasi dengan
8/31/18 5:08 PM
Dok. Pribadi
“Program IKKON ini mengajarkan semua yang
terlibat untuk kolaboratif, inovatif dan kreatif.
Sebagai desainer, bekerja sama dengan perajin
lokal memberikan kebanggaan akan lokal
konten Indonesia yang beragam.”
—Ika Yulianti
Dokumentasi Pribadi
dalam proses pembuatannya,”
ungkap Ika.
desainer lain sekaligus berkontribusi
langsung kepada masyarakat.
“Sebagai desainer kadang kami
memiliki idealisme yang tinggi.
Proses berkolaborasi itulah yang
paling penting buat saya sebagai
proses pembelajaran dan pekerjaan
kami bisa memberi manfaat bagi
banyak orang,” ujar Ika.
Tentang kendala, ia mengatakan
bahwa kendala terbesar saat terjun
ke daerah, adalah keterbatasan
sarana. Ia mengaku sulit untuk
mencetak hasil ilustrasi atau
visual. Sepintas mungkin terlihat
sederhana, tetapi tetap harus dicari
jalan keluarnya.
“Mencari tempat print di sana masih
susah. Padahal, saya ingin mencetak
kemasan yang cantik. Kopi
misalnya, banyak dicari turis yang
datang ke Ngada, karena itu saya
ingin membuat kemasan yang cantik
RETAS-Sept2018rev2.indd 11
agar harga produk lokal juga naik.
Begitu juga bila ingin mencetak kaos
merchandise, susah juga mencari
tempat sablon.
Dari keterbatasan itu, maka saya
banyak memanfaatkan bahan lokal
yang ada dan bekerja sama dengan
perajin. Salah satu contohnya adalah
membuat packaging kain tenun
dari kain blacu yang dijahit sendiri
oleh mama-mama di daerah Bela,
kemudian mewarnai hasil jahitan di
Bena, dan membuat pahatan-pahatan
bersama bapak-bapak di Bena yang
ahli pahat untuk menghias kain
packaging tersebut dengan cap.
Pemanfaatan warna alam dan
pengembangan potensi SDM yang
ada adalah solusi dari keterbatasan
itu. Selain memanfaatkan kekayaan
lokal yang ada, pekerjaan packaging
ini membuat hubungan antar desa
menjadi lebih dekat, karena harus
estafet antar desa dan berbeda orang
Sedangkan tantangannya selama
bekerja sama dengan para perajin
lokal adalah bagaimana ia bisa
mengangkat produk daerah bisa
memiliki nilai jual yang lebih tinggi
dan bisa bersaing dengan yang lain.
“Saya lihat juga dengan kehadiran
kami, ada perubahan perilaku
dari para penduduk setempat.
Dampaknya tidak hanya secara
ekonomi dan sosial saja.”
Untuk sekarang ini, produk Ngada
yang dikerjakan tim Ika bersama
perajin sudah diikutkan dalam
beberapa pameran di dalam
dan luar negeri. “Saya berharap
produk-produk tersebut bisa
terus dikembangkan bersama
Bekraf,” ujarnya.
Dengan berbagai tantangan yang
dihadapi selama terjun ke Ngada,
banyak manfaat yang didapat Ika.
Ia merasa bisa menjadi desainer
yang lebih terbuka wawasannya.
Ika mengakui, sebelum mengikuti
IKKON, ia bisa dibilang
sangat idealis. Tetapi, setelah
mengikuti program ini, ia belajar
menurunkan ego dan sama-sama
bekerja dalam satu tim. ■
8/31/18 5:09 PM
13
P R O F I L
Dok. Pribadi
12
KERAMIK
SINGKAWANG
JADI PRODUK
DEKORATIF
Fadhlan Makareem
Yohanes Arya Duta
Sebagai desainer produk, Yohanes
yang akrab disapa Arya ini,
tentunya memiliki segudang ide
kreatif di kepala. Namun, hal ini
RETAS-Sept2018rev2.indd 12
tidak bisa begitu saja ia terapkan
di Singkawang, karena fokusnya
adalah mengembangkan potensi
lokal. Karena itu yang ia lakukan
pertama kali di kota ini adalah
mengeksplorasi kota dan melakukan
pemetaan potensi ekonomi
kreatifnya, termasuk Pemda dan
komunitas. Kemudian, ia dan tim
mencoba untuk mengembangkan
produk dan servisnya. “Setelah itu,
kami mencoba membuat simulasi
beberapa desain yang dapat
mengangkat ekonomi kreatif di
sini dengan menggunakan SDA,
SDM, dan kemungkinan pasar yang
ada,” katanya.
Dalam program ini, Arya banyak
bekerja dengan perajin keramik
yang membuat tempayan dan guci
Fadhlan Makareem
Desainer produk yang bekerja
di sebuah perusahaan keramik
di Bali ini memiliki minat yang
besar terhadap kerajinan lokal.
Cita-citanya mengangkat kerajinan
lokal ke level yang lebih tinggi,
berusaha ia wujudkan dengan
mengikuti IKKON. Meski telah
tertarik untuk mengikuti program
ini sejak tiga tahun lalu, namun pria
yang sempat kuliah desain produk
di ITB angkatan 2011 ini, baru
mendapatkan kesempatan di tahun
ini. Bersama tim, ia diterjunkan
di Singkawang untuk menggarap
potensi kreatif masyarakat setempat.
Dok. Pribadi
Ingin mengangkat citra keramik Singkawang, Yohanes Arya
Duta mengolah keramik menjadi barang pecah belah dan
produk dekoratif yang bernilai jual tinggi.
8/31/18 5:09 PM
Fadhlan Makareem
naga karena Singkawang memang
terkenal dengan hal ini. “Sayangnya,
peminat guci dan tempayan
semakin berkurang. Market-nya
niche,” keluhnya.
Ia pun mencari ide-ide kreatif
dalam menggarap kerajinan ini,
agar bisa diterima di kota-kota
besar dan dipasarkan lebih luas lagi.
“Muncullah ide mengubah keramik
menjadi tableware dan barang
dekoratif yang bentuknya lebih kecil
seperti suvenir atau cinderamata.
Kami coba mengemasnya dengan
lebih bagus dan memiliki cerita dari
Singkawang,” ungkap Arya.
Sampai saat ini, tim sudah
memasuki tahap prototyping dimana
mereka membuat sampel dan
menawarkannya kepada Pemda
dan beberapa hotel yang ada di
Singkawang. Tim juga menciptakan
paket-paket promosi produk dan
kegiatan workshop untuk membuat
barang kerajinan tersebut, juga
kombinasi dengan produk kuliner
Singkawang, dengan harapan
produk bisa lebih cepat dipasarkan.
Selama bekerja dengan para
perajin lokal, Arya mengaku
menemukan banyak tantangan.
Kebanyakan perajin di Singkawang
berangkat dari bisnis keluarga.
Bisnis keluarga seperti ini tidak
memiliki asosiasi atau komunitas
pendukung. Regenerasi juga sedikit.
RETAS-Sept2018rev2.indd 13
Dengan adanya kegiatan
seperti ini, peluang potensi
daerah bisa digarap secara
maksimal dan terarahkan
lebih tinggi. Terutama dengan
adanya peran anggota tim
yang berpengalaman di
bidang ekonomi kreatif.
Dengan begitu, harapannya,
produk-produk yang
dihasilkan dapat langsung
diserap pasar dan komunitas
kreatif daerah juga semakin
berkembang.
mereka walau program IKKON
berakhir. “Kemungkinan besar
saya akan melanjutkan kolaborasi
dengan beberapa perajin, seperti
perajin manik-manik, ukir, dan
kayu. Selain saya melihat potensi
untuk mengembangkan bersama,
perusahaan di tempat saya bekerja
juga berkeinginan bekerja sama
dengan berbagai perajin lokal
di seluruh Indonesia. Jadi, ini
kesempatan juga bagi perajin di
Singkawang membuka pasar baru,”
ujarnya optimis.
Keikutsertaannya di IKKON
memberikan banyak pengalaman
berharga. “Banyak pengalaman lucu
selama mengikuti IKKON. Salah
satunya adalah saat kami sedang
bekerja sama dengan perajin yang
memiliki kebiasaan datang ke
pabrik setiap pukul 8 pagi. Beliau
pun mengharuskan kami sebagai
tim, datang setiap hari pukul 8 pagi.
Kalau kami terlambat, meski pun itu
hanya telat 5 menit, mood bekerja
langsung kelihatan beda. Awalawalnya sulit menyesuaikan diri
tapi lama kelamaan kami juga jadi
belajar untuk disiplin,” kisahnya.
—Yohanes Arya Duta
Generasi mudanya kebanyakan
merantau ke luar. Jadi, sulit untuk
mempertahankan keberlangsungan
di masa depan.
“Banyak anak mudanya yang pintar
tetapi mereka memilih merantau
dan tidak mau meneruskan usaha
keluarga. Itu yang sedang kami
usahakan tidak terjadi. Kami
mencoba mengajak generasi
muda agar tertarik dengan bidang
kerajinan ini,” ujar Arya.
Menyadari besarnya potensi
perajin di Singkawang, ia berniat
akan terus berkolaborasi dengan
Menurut Arya, secara keseluruhan,
program IKKON cukup
komprehensif karena melibatkan
berbagai pihak. “Saat di lapangan,
kami bekerja sama tidak hanya
dengan pelaku kreatif tetapi juga
dengan beberapa stakeholders,
pelaku bisnis, pemerintah daerah,
dan komunitas.
Arya merasa banyak daerah di
Indonesia membutuhkan programprogram seperti ini. Indonesia kaya
dengan berbagai macam kerajinan
dan juga hasil produk yang
beragam. Ke depan, ia berharap
tim yang diterjunkan bisa lebih
banyak sehingga lebih banyak
daerah di Indonesia yang bisa
digarap potensinya. ■
8/31/18 5:09 PM
15
P R O F I L
Dokumentasi Pribadi
14
Nancy Margried
MEMADUKAN BATIK
DENGAN TEKNOLOGI
Berbekal pengalaman mengangkat Batik Fractal ke
internasional, Nancy Margried terpanggil untuk ikut serta
mengembangkan produk lokal lewat IKKON.
Semangat membangun negeri bisa
dilakukan dengan cara apapun.
Menilik dari pengalaman Nancy
yang bergelut di industri kreatif, ia
melakukannya dengan mengikuti
IKKON. “Saya tertarik untuk ikut
IKKON, pertama karena saya
ingin memperluas wawasan dan
jaringan di bidang pelaku kreatif
di Indonesia,” jelas Nancy, CEO
Piksel Indonesia, yang inovasinya
memadukan batik dengan teknologi,
membawa batik ke level yang baru.
RETAS-Sept2018rev2.indd 14
Tidak bisa dipungkiri, industri
ekonomi kreatif di Indonesia
beberapa tahun belakangan
mengalami pertumbuhan yang
cukup menggembirakan. Sektor
industri kreatif menyerap sekitar
16,91 juta jiwa dan didominasi oleh
generasi milenial. Tingginya minat
anak muda bergelut di industri
kreatif, kemungkinan besar karena
jenis usaha ini mengedepankan
inovasi atau pembaruan terhadap
bisnis yang sama sebelumnya.
Menurut Nancy sifat pelaku kreatif
saat ini berbeda dengan generasi
lalu. Generasi sekarang memiliki
selera baru, kreativitas baru, dan
yang menarik, mereka memiliki
keinginan kuat untuk berkarya
membangun negeri. “Melalui
keikutsertaaan saya di IKKON, saya
ingin memiliki jaringan tersebut
untuk tetap membuka wawasan dan
membuat diri saya tetap relevan di
industri ini,” tambahnya.
Bagi penyandang master di
University College London ini,
IKKON merupakan salah satu dari
sedikit program yang diinisiasi
pemerintah, yang benar-benar
fokus pada sektor kreatif. Program
yang menempatkan berbagai
ahli dalam satu kelompok di
suatu daerah untuk mengangkat
potensi kreatif daerah tersebut
ini, memungkinkan munculnya
produk-produk kreatif yang
berkelas internasional.
8/31/18 5:09 PM
Berkolaborasi dengan pelaku kreatif
di daerah tentunya bukan hal
mudah, banyak tantangan yang ia
temui. Bagi Nancy yang berkarya
melalui IKKON di Belitung, salah
satu tantangan yang ia hadapi
adalah skill yang masih terbatas
karena memang perajin di sana
baru bisa mengerjakan produkproduk sederhana.
Dengan keleluasaan yang
diberikan program IKKON, kami
para pelaku industri kreatif
merasa sangat terwadahi dalam
berkarya, bisa memberikan
solusi-solusi langsung kepada
pelaku kreatif di daerah.
—Nancy Margried
arahan pada 11 anggota kelompok
yang tadinya tak saling kenal.
Menyatukan persepsi dan ide dari
anggota tim yang berasal dari
profesi dan latar yang berbeda,
tentunya juga menjadi tantangan
tersendiri bagi Nancy.
Namun, tantangan tersebut tak
membuatnya surut langkah. Bagi
Nancy, tantangan menjadi modal
pembelajaran dan pengalaman
yang berharga. Tak hanya dari luar,
tantangan juga datang dari dalam
tim. Didapuk sebagai mentor, Nancy
harus memberikan dukungan dan
“Namun saya sangat bersyukur,
semua anggota tim Belitung sangat
kompak, sangat ahli di bidangnya,
sehingga tiap orang belajar banyak
satu sama lain. Saya belajar banyak
dari teman-teman grup saya,
menambah wawasan saya terhadap
berbagai bidang subsektor kreatif
Walau kolaborasi dengan
perajin di daerah bukan hal baru
baginya mengingat bisnis Batik
Fractal yang digelutinya didasari
kolaborasi dengan perajin batik
di seluruh Indonesia, namun
berkarya melalui IKKON membuat
Nancy selalu menemukan hal
baru yang menginspirasi. Apalagi,
IKKON yang diinisiasi Bekraf
tentunya sangat berdampak bagi
pengembangan para perajin lokal.
“Bekraf telah menjadi satusatunya wadah di Indonesia dalam
memajukan industri kreatif.
Walaupun umur Bekraf masih
muda, namun dengan semangat
untuk terus memperbaiki kondisi
ekonomi kreatif di Indonesia
dan semangat untuk merevolusi
lembaga Bekraf sendiri, saya
yakin Bekraf akan menjadi
lembaga yang bisa menjadi
wadah penghasil inovator kelas
dunia,” pungkasnya. ■
Dokumentasi Pribadi
“Jadi sebagai desainer, kami harus
memberikan transfer knowledge
dari segi teknis juga untuk produkproduk yang dikerjakan,” jelas
Nancy. Selain itu, mahalnya harga
material juga membuat kreativitas
sedikit terhambat karena perajin
harus menyediakan modal yang
besar untuk bereksperimen dengan
material lain.
lainnya dan memacu semangat
saya untuk berinovasi dalam
perusahaan saya sendiri,” akunya.
RETAS-Sept2018rev2.indd 15
8/31/18 5:09 PM
16
17
P R O F I L
Lia Chandra
YANG “CANTIK
DAN MANIS”
DARI INDONESIA
TIMUR
Bagus Pradono
Di balik kondisi alamnya yang
gersang, Belu menyimpan
kekayaan potensi budaya dan
kerajinan tangan yang bisa diolah
menjadi kreasi bernilai tinggi.
Bumi Atambua yang merupakan
ibukota Kabupaten Belu, Nusa
Tenggara Timur, belum lama ini
menjadi sorotan karena aksi heroik
Joni, pelajar Sekolah Menengah
Pertama yang memanjat tiang
bendera setinggi 23 meter untuk
memperbaiki tali yang putus.
Selain Joni yang pemberani, Belu
juga punya kekayaan lain yang tak
kalah berharga, yakni kerajinan
tenun, anyaman, dan ukiran yang
dikerjakan masyarakat secara turuntemurun. Potensi ini membuat Lia
Chandra, desainer yang singgah
ke Belu bersama tim IKKON 2017,
terinspirasi merancang aneka
produk yang mampu bersaing dari
segi desain maupun kualitas.
Masa-masa mengikuti program
IKKON di Belu merupakan
pengalaman berharga bagi Lia.
RETAS-Sept2018rev2.indd 16
Selama sekitar 4 bulan bekerja dan
berinteraksi dengan warga Belu
dan anggota tim IKKON lainnya, ia
menyadari besarnya potensi budaya
masyarakat setempat yang selama
ini belum diolah secara optimal.
“Awalnya, saya tidak pernah
membayangkan bahwa di suatu
daerah yang gersang dan sulit air
seperti di Kabupaten Belu, terdapat
kekayaan budaya tenun yang sangat
bagus. Selain tenun, ada juga
ukiran-ukiran dengan motif yang
sangat cantik,” ujar desainer yang
menyandang gelar sarjana dari
Jurusan Kriya Tekstil ini.
Bersama anggota tim IKKON lain
yang diberangkatkan ke Belu, Lia
mengemban tugas mengembangkan
potensi budaya lokal menjadi aneka
produk yang unik dan memiliki
nilai ekonomi, sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Belu.
Kolaborasi yang kompak dengan
para perajin lokal di Belu membuat
tim IKKON sukses menghasilkan
sekitar 30 prototipe produk yang
terdiri atas produk fesyen, interior,
dan juga trip wisata. Semua produk
yang dihasilkan oleh tim tersebut
diimplementasikan dalam suatu
brand yang bernama ‘Leloq’.
“Leloq adalah nama panggilan,
sapaan dari laki-laki kepada
perempuan. Dalam bahasa suku
Bunaq, leloq itu kurang lebih artinya
cantik dan manis,” jelas perempuan
kelahiran Malang ini.
Produk-produk yang dihasilkan
di bawah brand Leloq antara lain
tas berbahan kombinasi antara
tenun, anyaman daun lontar, dan
8/31/18 5:09 PM
Dok. Pribadi
daun pandan. Ada juga peralatan
makan dan pernik interior berbahan
bambu yang dipadukan dengan
tenun, anyaman, atau pun kulit
hewan. Inspirasi dalam mendesain
diperoleh dari banyak sumber, salah
satunya dari bentuk rumah adat
yang ada di Belu.
Bukan hanya bersifat temporer,
pengembangan produk Leloq terus
berlangsung hingga kini. Bersama
timnya, saat ini Lia sedang fokus
mengembangkan varian produk
berbasis tenun yang lebih beragam
dari segi warna, model, dan
ornamen yang dipakai, terutama
untuk dijadikan tas perempuan.
Leloq yang tergabung di
dalam KOPIKKON juga rajin
berpartisipasi dalam pameran
produk kreatif, seperti Inacraft dan
CASA Indonesia. Difasilitasi oleh
Bekraf, Leloq juga pernah mengikuti
ajang eksibisi berskala internasional,
seperti Chiang Mai Design Week
2017 dan hadir di Indonesia
Pavillion di Chami Bar, Promenade
83, 7270 Davoz Platz, Swiss, awal
tahun ini.
Untuk saat ini, aneka produk Leloq
bisa dibeli dengan sistem pre-order
melalui akun media sosial Instagram
dengan alamat @ leloqbelu.
RETAS-Sept2018rev2.indd 17
“Ke depannya, kami akan
mengembangkan sistem pemasaran
offline, yaitu bekerjasama dengan
beberapa butik yang menjual
produk fesyen untuk segmen
menengah ke atas,” papar Lia.
Meski telah berhasil
mengembangkan produk lokal
yang memiliki cita rasa modern
dan mampu menarik minat
konsumen, perjalanan Lia
bukannya selalu berlangsung
mulus tanpa kendala. Tantangan
terbesar adalah menjaga kestabilan
supply chain barang produksi
Leloq. Pasalnya, pembuatan tenun
dan barang-barang kerajinan lain
secara tradisional memerlukan
waktu yang terbilang lama
sehingga selama ini belum mampu
memenuhi target produksi.
Lantas, apa solusinya?
“Mau tak mau, dalam berkolaborasi
dengan perajin lokal, kita harus
bisa menempatkan perspektif
secara proporsional. Meski ada
tuntutan kuantitas produksi,
kita juga harus bisa menghargai
budaya setempat karena proses
pembuatan barang kerajinan,
seperti tenun misalnya,
memerlukan suatu prosesi khusus
yang diatur berdasarkan adat
setempat,” jelasnya.
Meski ada tuntutan
kuantitas produksi, kita
juga harus bisa menghargai
budaya setempat karena
proses pembuatan barang
kerajinan, seperti tenun
misalnya, memerlukan
suatu prosesi khusus yang
diatur berdasarkan adat
setempat.
—Lia Chandra
Hingga kini, Lia mengaku masih
berupaya mencari cara untuk
menyiasati kendala dari segi
produksi. Salah satunya adalah
dengan menempatkan Leloq sebagai
produk kreatif untuk segmen
premium yang memang hanya bisa
diproduksi dalam jumlah terbatas.
Di masa mendatang, ia berharap
bisa mempertemukan permintaan
pasar dengan kemampuan produksi,
agar potensi Belu yang kaya tetap
bisa mendapat tempat di hati
masyarakat luas. ■
8/31/18 5:09 PM
18
19
G A L E R I
FOTO
Beragam Kegiatan Bekraf dalam
Membangkitkan Ekonomi Kreatif Indonesia
^ Opening ceremony Asian
Games 2018 di Stadion Utama
Gelora Bung Karno, Jakarta
pada 18 Agustus 2018,
menampilkan kekayaan alam
dan keanekaragaman budaya
Indonesia yang dikemas secara
apik dan spektakuler.
> Kepala Bekraf Triawan
Munaf membawa obor
Asian Games di Bandung.
^ Paviliun Bekraf, Identities, yang menampilkan 17 brand lokal
Indonesia, di pameran dagang internasional New York 2018,
pada 12-15 Agustus 2018.
RETAS-Sept2018rev2.indd 18
^ Bekraf bekerjasama dengan PT Kolaborasi Ide Kreatif (Kolla Space)
menyelenggarakan kegiatan Coding Mum di Kota Jayapura
(15/8/2018).
8/31/18 5:09 PM
^ Kepala Bekraf Triawan Munaf menerima kunjungan Bupati
Halmahera Barat, Danny Missy, di Gedung Kementerian BUMN
pada Senin (20/8/2018) lalu.
^ Kepala Bekraf, Triawan Munaf (tengah) dan Bupati Tanah Datar,
Irdinansyah Tarmizi (lima dari kanan ) usai menandatangani MoU
tentang komitmen kembangkan ekosistem ekraf di Tanah Datar
pada Senin (6/8/2018) lalu.
^ Bekraf mempertemukan pelaku ekonomi kreatif subsektor fesyen
muslim dengan sumber pembiayaan perbankan dan non perbankan
pada Bekraf Financial Club (BFC) di Hotel Millenium Jakarta,
21 Agustus 2018.
^ Andreas Sanjaya, CEO iGrow, pengusaha rintisan (startup) bidang
aplikasi menjadi narasumber pada Bekraf Financial Club di Malang,
Selasa (14/8/2018).
^ Bekraf hadir di Asian Festival 2018 untuk mempromosikan karya
kreatif anak bangsa di ajang Asian Games. Pada kesempatan ini Bekraf
mengenalkan cita rasa Nusantara dan fesyen Indonesia kepada dunia.
Foto Dok. Retas/Afri Prasetyo
Foto-foto Dokumentasi Bekraf
^ Kepala Bekraf, Triawan Munaf meresmikan pembukaan Art Jakarta
2018 di The Ritz Carlton Jakarta Pacific Place, Rabu (2/8/2018) lalu.
RETAS-Sept2018rev2.indd 19
8/31/18 5:09 PM
RETAS-Sept2018rev2.indd 20
8/31/18 5:09 PM