Pengaruh model creative problem solving terhadap Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) (penelitian quasi eksperimen di kelas VII SMP Nusantara Plus Ciputat)

(1)

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII SMP Nusantara Plus Ciputat)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan

DISUSUN OLEH : SAKHINA SRI UTAMI

NIM : 109017000006

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

i

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh model Creative Problem Solving terhadap pemahaman konsep persamaan linear satu variabel. Penelitian ini dilakukan di SMP Nusantara Plus Ciputat Tahun Ajaran 2013/2014. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah VII-4 dan VII-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol yang ditentukan melalui teknik cluster random sampling. Kelas eksperimen pembelajannya menggunakan model Creative Problem Solving, dan kelas kontrol pembelajarannya menggunakan model konvensional. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel berbentuk essay. Nilai rata-rata hasil tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang diajar dengan model Creative Problem Solving adalah sebesar 57,23 dan nilai rata-rata hasil tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang diajar dengan model konvensional adalah sebesar 49,90 (thitung = 2,61 dan ttabel = 1,67). Hasil penelitian

mengungkapkan bahwa pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang diajar dengan model Creative Problem Solving lebih tinggi dari pada siswa yang diajar dengan model konvensional. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model Creative Problem Solving berpengaruh terhadap pemahaman konsep persamaan linear satu variabel.

Kata kunci: Model Creative Problem Solving, Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel


(6)

ii

SAKHINA SRI UTAMI (109017000006), “The Effect of Creative Problem Solving Model to conceptual understanding of variabel linear equations”. Thesis Department of Mathematics Education, Faculty of Tarbiyah and Teachers Training, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to analyze the effect of creative problem solving model to conceptual undestanding of variabel linear equations. The research was conducted at SMP Nusantara Plus Ciputat, for academic year 2013/2014. The method used in this research is quasi experimental method with Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Sample of this research are VII-4 and VII-2 as exsperimen class and control class used cluster random sampling technique. Exsperimen class taught by Creative Problem Solving and control class taught by convensional model. Retrieval of data used instruments such as written essay test. The mean score of the results test conceptual understanding of variabel linear equations who taught with creative problem solving model is 57,23 and who taught with conventional model have mean score of the test conceptual understanding of variabel linear equations is 49,90 (tcount = 2,61 and ttable = 1,67). The results of research that the conceptual

understanding of variabel linear equations who are taught by creative problem solving model higher than students taught by conventional model. Conclusion the results of this research that mathematics’ learning with creative problem solving model have effect to the conceptual understanding of variabel linear equation. Key words: Creative Problem Solving Model, Conceptual Understanding of Variabel Linear Equations


(7)

iii

memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan nikmat kesehatan yang berlimpah dari dunia sampai akhirat. Shalawat dan Salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya sampai akhir zaman. Selesainya skripsi ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D, Penanggung Jawab Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Kadir, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

3. Abdul Muin, S.Si, M.Pd, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Maifalinda Fatra, M. Pd, selaku Dosen Penasehat Akademik

5. Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Drs. H. Ali Hamzah, M.Pd, selaku pembimbing II yang selalu memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika yang telah

memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

8. Cecep Setiawan, MA, selaku kepala SMP Nusantara Plus Ciputat yang telah mengijinkan penulis melakukan penelitian disekolah tersebut.

9. Ir. Titik Puji Lestari, selaku guru pamong yang telah banyak membantu

penulis selama penelitian berlangsung.

10. Siswa/i kelas VII-2 dan VII-4 SMP Nusantara Plus Ciputat, yang telah bersikap kooperatif selama penulis mengadakan penelitian.


(8)

iv

dukungan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 13. Ka Heru teristimewa yang selalu memberikan semangat serta motivasi dan

selalu mendengarkan segala keluh kesah penulis saat penulisan skripsi ini. 14. Sahabat-sahabatku Nurul Amanah, Linda Rusdiana dan Novia Rizqi yang

selalu setia menemani penulis selama masa perkuliahan yaitu dari awal perkuliahan hingga sekarang baik susah maupun senang.

15. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan 2009, kelas A, B dan C terutama Nisa, Citra, Anti, Marpuah, Ila, Esti, dan Rina yang selalu memberikan motivasi dan saling bertukar informasi selama penulisan skripsi ini.

16. Kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan, Amin.

Jakarta, 25 Februari 2014 Penulis


(9)

v

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah... 7

D. Rumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II LANDASAN TEORITIS, KERANGKA BERFIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Landasan Teoritis ... 9

1. Pemahaman Konsep Matematik Siswa ... 9

2. Persamaan Linear Satu Variabel (PLSV) ... 15

a. Pengertian Persamaan Linear Satu Variabel ... 15

b. Indikator Pemahaman Konsep PLSV ... 17

3. Model Pembelajaran Creative Problem Solving ... 17

4. Model Creative Problem Solving dan Pemahaman Konsep PLSV 24 5. Hasil Penelitian Yang Relevan ... 26

B. Kerangka Berpikir ... 27

C. Pengajuan Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29


(10)

vi

G. Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Data ... 44

2. Analisis Data ... 58

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 62

1. Analisis Pemahaman Konsep PLSV ... 62

2. Proses Pembelajaran Model Creative Problem Solving ... 68

3. Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 70

C. Keterbatasan Penelitian ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74


(11)

vii

Tabel 3.1 Rancangan Desain Penelitian . ... 30

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep PLSV Sebelum Validitas 32 Tabel 3.3 Rekap Data Hasil Uji Coba Instrumen ... 37

Tabel 3.4 Kisi-Kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 38

Tabel 4.1 Hasil Posttest Pemahaman Konsep PLSV Kelas Eksperimen ... 46

Tabel 4.2 Deskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep PLSV ... 48

Tabel 4.3 Hasil Posttest Pemahaman Konsep PLSV Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Pemahaman Konsep PLSV ... 53

Tabel 4.5 Persentase Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 56

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 59

Tabel 4.7 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol… ... 60

Tabel 4.8 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji t ... 61

Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Tes Pemahaman Konsep PLSV Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 63


(12)

viii

Gambar 3.1 Teknik Pengambilan Sampel... 31 Gambar 4.1 Kurva Hasil Posttest Pemahaman Konsep PLSV Kelas

Eksperimen ... 47 Gambar 4.2 Perbandingan Persentase Pemahaman Instrumental dan

Relasional Kelas Eksperimen ... 49 Gambar 4.3 Perbandingan Standar Deviasi Pemahaman Instrumental dan

Relasional Kelas Eksperimen ... 50 Gambar 4.4 Kurva Hasil Posttest Pemahaman Konsep PLSV Kelas Kontrol 52 Gambar 4.5 Perbandingan Persentase Pemahaman Instrumental dan

Relasional Kelas Kontrol ... 54 Gambar 4.6 Perbandingan Standar Deviasi Pemahaman Instrumental dan

Relasional Kelas Kontrol ... 55 Gambar 4.7 Diagram Batang Aktivitas Belajar Matematik Siswa Kelas

Eksperimen ... 57 Gambar 4.8 Kurva Perbandingan Nilai Pemahaman Konsep PLSV pada

Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 64 Gambar 4.9 Hasil Jawaban Siswa Indikator Instrumental Kelas Eksperimen 65 Gambar 4.10 Hasil Jawaban Siswa Indikator Instrumental Kelas Kontrol ... 66 Gambar 4.11 Hasil Jawaban Siswa Indikator Relasional Kelas Eksperimen ... 67 Gambar 4.12 Hasil Jawaban Siswa Indikator Relasional Kelas Kontrol ... 67


(13)

ix

Nusantara Plus 2013 ... 78

Lampiran 2 Pedoman Wawancara Guru ... 79

Lampiran 3 Hasil Wawancara Guru ... 80

Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen .... 82

Lampiran 5 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 110

Lampiran 6 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Eksperimen ... 125

Lampiran 7 Lembar Kerja Siswa (LKS) Kelas Kontrol ... 160

Lampiran 8 Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep PLSV ... 181

Lampiran 9 Uji Coba Instrumen Pemahaman Konsep PLSV ... 182

Lampiran 10 Rubik Penskoran Pemahaman Konsep Matematik Siswa ... 184

Lampiran 11 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Pemahaman Konsep PLSV ... 185

Lampiran 12 Perhitungan Uji Validitas Isi dengan Metode Pearson ... 186

Lampiran 13 Hasil Uji Validitas Isi Menggunakan Software Excel ... 187

Lampiran 14 Perhitungan Reliabilitas ... 188

Lampiran 15 Hasil Uji Reliabilitas Menggunakan Software Excel... 189

Lampiran 16 Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran ... 190

Lampiran 17 Hasil Uji Tingkat Kesukaran Menggunakan Software Excel .... 191

Lampiran 18 Perhitungan Uji Daya Pembeda Soal ... 192

Lampiran 19 Hasil Uji Daya Pembeda Soal Menggunakan Software Excel... 193

Lampiran 20 Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen ... 194

Lampiran 21 Instrumen Tes Pemahaman Konsep PLSV ... 195

Lampiran 22 Kunci Jawaban Instrumen Tes Pemahaman Konsep PLSV ... 196

Lampiran 23 Kisi-Kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 200

Lampiran 24 Lembar Instrumen Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 201

Lampiran 25 Hasil Tes Pemahaman Konsep PLSV Kelompok Eksperimen .. 203


(14)

x

Pemahaman Konsep PLSV Berdasarkan Indikator pada

Kelompok Eksperimen ... 209

Lampiran 29 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Kontrol ... 210

Lampiran 30 Perhitungan Mean, Standar Deviasi dan Persentase Pemahaman Konsep PLSV Berdasarkan Indikator Kelompok Kontrol………. ... 214

Lampiran 31 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 215

Lampiran 32 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 217

Lampiran 33 Perhitungan Uji Homogenitas ... 219

Lampiran 34 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 221

Lampiran 35 Rekapitulasi dan Rata-Rata Presentase Aktivitas Belajar Matematik Siswa ... 224

Lampiran 36 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment Pearson ... 225

Lampiran 37 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal... 227

Lampiran 38 Tabel Nilai Kritis Distribusi F... 228


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting dalam kehidupan manusia, karena dengan adanya pendidikan maka manusia dapat memecahkan permasalahan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengenai fungsi dan tujuan pendidikan menyebutkan :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Fungsi pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang tersebut yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Perlu dilakukan terobosan-terobosan baru dalam dunia pendidikan agar fungsi pendidikan dapat tercapai.

Selain memiliki otak yang cerdas, peserta didik juga diharapkan memiliki akhlak yang mulia karena apabila kecerdasan tidak didampingi dengan akhlak yang mulia maka kecerdasan tersebut bisa saja tidak dimanfaatkan untuk hal-hal yang baik. Peserta didik juga didorong untuk mengembangkan kreativitas yang terdapat dalam dirinya. Apabila peserta didik memiliki kreativitas, maka akan muncul ide-ide kreatif untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun kreativitas dalam dunia pendidikan masih kurang dikembangkan. Dalam bidang pendidikan, penekanannya lebih pada hafalan dan

1

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikuum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.1.


(16)

mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan. Proses-proses pemikiran tinggi termasuk kreatif jarang dilatih.2 Selain kreatif, peserta didik juga dituntut lebih mandiri dalam memahami materi pembelajaran agar mereka terbiasa menemukan sendiri konsep-konsep yang digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya. Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik dapat memahami sesuatu yang dipelajarinya lebih mendalam. Kemandirian siswa jarang sekali dikembangkan karena proses pembelajaran lebih banyak berpusat pada guru, siswa tidak terbiasa mengembangkan pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam dirinya. Agar fungsi dan tujuan pendidikan tercapai maka diperlukan pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif.

Salah satu pembelajaran yang perlu dikembangakan dalam pendidikan adalah pembelajaran matematika. Karena matematika merupakan salah satu mata pelajaran penting dalam dunia pendidikan. Mata pelajaran matematika ini selalu diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Bahkan matematika selalu diujikan di setiap ujian nasional dalam setiap jenjang pendidikan.

Pelajaran matematika bukan hanya berguna saat seorang siswa berada di bangku sekolah, tetapi ilmu matematika berguna kapan pun dan dimana pun seorang siswa itu berada. Dalam pembelajaran matematika seorang anak tidak hanya dituntut sekedar menghapal rumus-rumus namun juga harus memahami cara penyelesaian dari suatu permasalahan yang dihadapinya.

Salah satu tujuan pembelajaran matematika disebutkan dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional adalah memahami konsep matematika , yaitu menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.3 Dari tujuan tersebut pemahaman konsep matematika sangat perlu dimiliki siswa sebagai pemahaman dasar untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman matematik akan sulit dicapai apabila siswa tidak menyukai pembelajaran matematika bahkan menganggap pelajaran matematika itu

2

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.7.

3


(17)

merupakan pelajaran yang sulit. Beberapa ahli matematika, seperti Ruseffendi menyebutkan bahwa kelemahan matematika pada siswa Indonesia disebabkan pelajaran matematika di sekolah ditakuti bahkan dibenci siswa. Menurut Sriyanto, sikap negatif ini muncul karena adanya persepsi bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit.4

Materi matematika yang perlu siswa kuasai salah satunya adalah persamaan linear satu variabel. Materi ini diajarkan pada siswa kelas VII semester ganjil. Dalam mempelajari persamaan linear satu variabel, siswa sering kali melakukan kesalahan dalam menyelesaikan permasalahan PLSV terutama dalam penerapannya yang berbentuk soal cerita.

Masalah ini ditemui di salah satu SMP di Tangerang Selatan saat ulangan harian mengenai persamaan linear satu variabel. Dari 4 kelas yang mengikuti ulangan tersebut, tidak ada satupun siswa yang melampaui nilai KKM. Nilai rata-rata dari semua kelas hanya 28,75, sedangkan nilai KKM untuk mata pelajaran matematika tersebut adalah 65,00.5 Kemampuan siswa dalam menyelesaikan persoalan-persoalan persamaan linear satu varibel tersebut masih sangat rendah. Sebagian besar kesalahan siswa dalam menyelesaikan persoalan persamaan linear satu variabel adalah kesalahan pada pemahaman konsep serta operasi matematika. Kesalahan siswa dalam menyelesaikan persoalan Persamaan Linear Satu Variabel juga telah dibuktikan oleh Subaidah. Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan permasalahan persamaan linear satu variabel antara lain: kesalahan konsep, kesalahan prinsip dan kesalahan operasi.6 Dalam penelitiannya disebutkan bahwa kesalahan konsep yang dilakukan siswa antara lain kesalahan konsep dalam memahami makna yang terdapat pada soal dan kesalahan konsep tentang variabel yang digunakan dalam membuat model matematika. Selanjutnya disebutkan pula tentang kesalahan

4Lia Yuliawaty, “Pembelajara

n Matematika dengan Pendekatan CRA

(Cocrete-Representation-Abstract) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah

Matematik Siswa SMP”, SIGMA Journal, (Jakarta: Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA,

2011), h.43.

5

Dilakukan di SMP Nusantara Plus Ciputat pada bulan Februari 2013.

6Subaidah, “Analisis Kesalahan Siswa Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Terapan


(18)

prinsip yang dilakukan siswa antara lain kesalahan prinsip dalam menerjemahkan soal ke dalam kalimat matematika, kesalahan prinsip dalam menggunakan aturan-aturan dalam membuat model matematika, serta kesalahan prinsip dalam menggunakan rumus seperti rumus keliling persegi. Selain kesalahan konsep dan kesalahan prinsip, ditemukan juga kesalahan dalam operasi matematika. Kesalahan operasi yang ditemukan adalah kesalahan operasi pada bilangan pecahan terutama pecahan campuran.

Rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal dalam materi persamaan linear satu variabel ini juga ditunjukan survey yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Survey TIMSS pada tahun 2011 menunjukan bahwa Indonesia hanya memperoleh score 386.7 Perolehan score Indonesia masih dikategorikan kemampuan rendah. Salah satu indikator yang diukur TIMSS dalam kategori tinggi yaitu siswa dapat mengekspresikan bentuk aljabar serta persamaan linear.

Dalam menyelesaikan soal persamaan linear satu variabel Indonesia hanya memperoleh 25 dari rata-rata sebesar 45. Dari perolehan tersebut, Indonesia masih jauh dibawah dari score rata-rata yang seharusnya dicapai. Dilihat dari hasil score tersebut kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada materi persamaan linear satu variabel masih sangat rendah. Dalam materi persamaan linear siswa diharuskan dapat menguasai evaluasi persamaan yang diberikan nilai variabel, menunjukkan apakah nilai yang diberikan memenuhi persamaan, mengenali dan menulis persamaan yang diberikan; mengenali dan mengasilkan representasi dari fungsi dalam bentuk tabel, grafik, atau kata-kata, dan mengatasi masalah menggunakan persamaan. Perlu upaya penanggulangan agar kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal pada persamaan linear satu variabel dapat terselesaikan.

Menurut Sujarwo permasalahan atau hambatan yang berkaitan dengan proses pembelajaran dapat disebabkan oleh berbagai komponen. Komponen-komponen pembelajaran tersebut adalah kemampuan pendidik dalam pengajaran (pendidik),

7

Stephen Provasnik, dkk, Highlights From TIMSS 2011 (Mathematics and Science Achievement of U.S Fourth and Eight-Grade Students in an International Context, (Wasington, DC: NCES, IES, U.S Department of Education, 2012), h.14


(19)

pihak yang diberi materi pembelajaran (peserta didik), bahan yang diajarkan (bahan ajar), proses pembelajaran (model, strategi, metode, teknik mengajar), sarana dan prasarana belajar, serta sistem evaluasi yang diterapkan.8 Penggunaan model pembelajaran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran. Cara guru menyampaikan materi pelajaran menjadi salah satu hal yang harus diperhatikan ketika mengajar di dalam kelas. Dalam proses pembelajaran guru masih cenderung menggunakan metode konvensional (metode ceramah). Pola pikir guru masih terlalu berfokus pada buku teks (text book thinking).9

Berdasarkan observasi yang dilakukan di salah satu SMP di Tangerang Selatan, hampir seluruh guru menggunakan model pembelajaran konvensioal termasuk guru mata pelajaran matematika.10 Model pembelajaran konvensional yang digunakan di sekolah tersebut yaitu menggunakan metode ceramah. Siswa jarang sekali dilibatkan dalam proses belajar mengajar. Guru yang berperan aktif (teacher center) memberikan informasi pelajaran. Pembelajaran di kelas menjadi monoton dalam setiap pertemuannya, sehingga guru kurang memunculkan kreativitasnya dalam mengajar. Metode ini dinilai kurang efektif terlihat dari rendahnya hasil belajar siswa.

Metode ceramah merupakan metode yang memang sudah ada sejak adanya pendidikan, sehingga metode ini lebih sering digunakan dalam setiap pembelajaran dan dikenal sebagai metode tradisional. Metode ceramah memiliki beberapa kekurangan, antara lain: siswa yang lebih tanggap dari sisi visual akan merasa dirugikan, sedangkan siswa yang lebih tanggap terhadap kemampuan auditifnya akan mendapatkan manfaat lebih besar dari metode ini, bila terlalu lama, metode ini akan membuat siswa merasa bosan, sukar mengontrol sejauh mana pemerolehan belajar siswa, dan menyebabkan siswa menjadi pasif.11

8

B, Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.188-189.

9

Ibid., h.190.

10

Observasi dilakukan di SMP Nusantara Plus, pada bulan November 2013.

11


(20)

Menurut Munandar pendidikan di Indonesia pada umumnya hanya menekankan pola berpikir konvergen, berkaitan dengan penalaran verbal dan pemikiran logis, kurang mengembangkan kreativitas yang mengacu pada pemikiran divergen.12

Melihat dari beberapa kekurangan metode ceramah serta observasi yang telah dilakukan, maka perlu dilakukan terobosan baru dalam pembelajaran matematika yang mampu membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematika terutama dalam materi Persamaan Linear Satu Variabel. Siswa terbiasa diberikan persoalan-persoalan yang dapat memperkuat pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang mereka miliki untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Salah satunya adalah dengan melakukan pembelajaran matematika dengan model Creative Problem Solving.

Model pembelajaran Creative Problem Solving melatih siswa menyelesaikan suatu permasalahan dalam berbagai alternatif penyelesaian. Siswa mengerjakan permasalahan yang diberikan secara berkelompok, sehingga siswa dapat bertukar informasi mengenai pemahaman yang dimiliki setiap anggota kelompok. Dengan kemampuan yang beragam diharapkan siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Langkah-langkah Creative Problem Solving meliputi Penemuan fakta, Penemuan masalah, Penemuan gagasan, Penemuan jawaban, Penentuan penerimaan.13

Untuk melihat pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving terhadap kemampuan pemahaman konsep Persamaan Linear Satu Variabel, maka penulis ingin meneliti mengenai “Pengaruh Model Creative Problem Solving terhadap pemahaman konsep Persamaan Linear Satu Variabel”.

B. Indentifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah di atas maka timbul permasalahan sebagai berikut :

12

Suryosubroto, op.cit., h.191.

13


(21)

1. Siswa masih kesulitan dalam memahami konsep, prinsip, dan operasi matematika.

2. Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal matematika salah satunya pada konsep Persamaan Linear Satu Variabel.

3. Proses pembelajaran masih bersifat teacher center serta text book thinking. 4. Proses pembelajaran kurang mengembangkan kreativitas siswa.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian terarah dan tidak terjadi penyimpangan terhadap masalah yang akan dibahas, maka diberikan batasan sebagai berikut :

1. Model pembelajaran Creative Problem Solving meliputi penemuan fakta, penemuan masalah, penemuan gagasan, penemuan jawaban, penentuan penerimaan.

2. Pemahaman konsep Persamaan Linear Satu Variabel. 3. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 7 SMP.

D. Rumusan Masalah

Sebagaimana diuraikan pada pembatasan masalah, bahwa perlu adanya peningkatan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel. Dalam kesempatan ini dilakukan penelitian yang menyatakan adanya pengaruh dari model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap pemahaman konsep persamaan linear satu variabel. Dengan demikian yang menjadi permasalahan penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pemahaman konsep persamaan linear satu variabel siswa yang pembelajarannya dengan menggunakan model Creative Problem Soving? 2. Apakah pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang

pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional ?

3. Bagaimana aktivitas belajar matematik siswa ketika proses pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving?


(22)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian Eksperimen ini adalah :

1. Untuk menganalisis pemahaman konsep persamaan linear satu variabel siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Untuk menganalisis pemahaman konsep persamaan linear satu variabel siswa yang diajarkan dengan model Creative Problem Solving.

3. Untuk mengetahui respon siswa ketika proses pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi : 1. Siswa

Untuk membantu mengembangkan kreativitas siswa dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving.

2. Guru

Sebagai informasi dan masukan bagi Guru dalam upaya meningkatkan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel serta kemampuan guru dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving.

3. Sekolah

Dapat merekomendasikan penggunaan model Creative Problem Solving pada materi lain atau bahkan pada mata pelajaran yang lain.

4. Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model pembelajaran Creative Problem Soving.


(23)

9

A.Landasan Teoritis

1. Pemahaman Konsep Matematik Siswa

Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA bahkan sampai di perguruan tinggi. Tujuan utama pembelajaran matematika di sekolah adalah agar tercapainya hasil belajar yang maksimal. Hasil belajar matematika yang maksimal didasari oleh pemahaman konsep. Sebelum peneliti menjelaskan tentang pemahaman konsep, perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian tentang matematika.

Kata Matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu.1

Istilah matematika memiliki beberapa pengertian bergantung pada cara pandang orang yang melaksanakannya. Setiap orang dalam kegiatan hidupnya akan terlibat dengan matematika, mulai dari bentuk yang sederhana dan rutin sampai pada bentuknya yang sangat kompleks.2 Kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari matematika. Bentuk sederhana dan rutin dalam matematika misalnya, ketika kita solat fardhu sebanyak 5 waktu dalam sehari, 17 rakaat dalam sehari, tentu saja menggunakan ilmu matematika dalam menghitung banyaknya rakaat tiap kali solat. Banyaknya rakaat dalam salat merupakan salah satu contoh perhitungan matematika yang sederhana.

1

Erna Suwaningsih dan Tiurlina, Model Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), h.3.

2

Utari Sumarmo, “Pembinaan Karakter, Berpikir dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru

dan Siswa serta Alternatif Solusinya”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika FKIP


(24)

Menurut Paling, ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing. Paling mengemukakan bahwa matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.3

Selanjutnya Lerner juga mengemukakan bahwa matematika disamping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan ide mengenai elemen dan kuantitas.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa simbolis yang abstrak mulai dari bentuk yang sederhana sampai yang kompleks sehingga dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah.

Menurut Utari, matematika mempunyai dua arah pengembangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan kebutuhan masa depan. Salah satu visi pembelajaran matematika yaitu mengarah pada pemahaman konsep matematika yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya serta memberikan kemampuan penalaran matematika siswa.4

Dari penjelasan diatas menjelaskan bahwa matematika tidak hanya berguna bagi kehidupan masa kini, tetapi matematika juga berguna untuk kebutuhan masa depan. Tujuan pembelajaran matematika salah satunya adalah pemahaman konsep. Pemahaman konsep berguna untuk menyelesaikan masalah matematika dan ilmu pengetahuan lainnya. Oleh karena itu, pembelajaran matematika selalu diajarkan disetiap jenjang pendidikan, mulai

3

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), h.203.

4

Lia Kurniawati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa”, Algoritma (Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika), (Jakarta: CeMED, 2006), h.78.


(25)

dari SD sampai SMA bahkan sampai di perguruan tinggi. Selain digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan, matematika juga berguna untuk melatih pola berpikir seseorang. Dengan matematika, seseorang dapat menentukan benar dan salah dari suatu cara permasalahan. Setiap kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari pasti melibatkan proses matematika, mulai dari permasalahan yang sederhana hingga permasalahan yang kompleks.

Pendapat lain mengenai tujuan pembelajaran matematika juga diungkapkan oleh Cornelius mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika, karena matematika merupakan:

a. Sarana berpikir yang jelas dan logis,

b. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari,

c. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman, d. Sarana untuk mengembangkan kreativitas,

e. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap perkembangan budaya. Tujuan pembelajaran matematika yang disebutkan di atas, menunjukkan bahwa pentingnya pembelajaran matematika. Bahkan hal ini pun didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional yang terdapat dalam Standar Isi Mata Pelajaran Matematika, yang menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah sebagai berikut :5

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

5


(26)

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Menurut Bloom, bentuk perilaku sebagai tujuan pembelajaran diklasifikasikan menjadi tiga domain (bidang), yaitu domain kognitif, afektif, dan psikomotorik. Domain kognitif menurut Bloom terdiri dari 6 tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Dari penjelasan-penjelasan diatas, Pemahaman konsep merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika. Pemahaman bukan hanya sekedar mengingat fakta, akan tetapi berkenaan dengan kemampuan menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu konsep.6

Pemahaman mempunyai beberapa tingkat kedalaman arti yang berbeda-beda. Menurut Driver, pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu situasi atau tindakan.7

Michener menyatakan bahwa pemahaman merupakan salah satu aspek dari Taksonomi Bloom. Pemahaman diartikan sebagai penyerapan arti suatu materi bahan yang dipelajari. Untuk memahami suatu objek secara mendalam seseorang harus mengetahui; objek itu sendiri, relasinya dengan objek lain yang sejenis, relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasi dengan objek dalam teori lain.8

Dari pernyataan-pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu objek tertentu sehingga mengetahui objek itu sendiri; relasinya dengan objek lain yang sejenis,

6

Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta: KENCANA, 2008), h.126.

7

Gusni Saraswati, “Pembelajaran dengan Pendekatan Oen Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP”, Algoritma (Jurnal Matematika dan Pendidikan Matematika, (Jakarta: CeMed, 2006), h.108.

8


(27)

relasinya dengan objek lain yang tidak sejenis, dan relasinya dengan objek dalam teori lain.

Konsep menunjuk pada pemahaman dasar. Siswa mengembangkan suatu konsep ketika mereka mampu mengklasifikasikan atau mengelompokkan benda-benda atau ketika mereka dapat mengasosiasikan suatu nama dengan kelompok benda tertentu. Sebagai contoh anak mengenal konsep segitiga sebagai suatu bidang yang dikelilingi oleh tiga garis lurus. Pemahaman anak tentang konsep segitiga dapat dilihat pada saat anak mampu membedakan berbagai bentuk geometri lain dari segitiga.9

Rosser menyatakan bahwa konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan yang mempunyai atrubut-atribut yang sama.10

Maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan dasar yang dimiliki seseorang untuk menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu objek tertentu.

Pemahaman konsep matematik siswa adalah kemampuan dasar yang dimiliki seseorang untuk menjelaskan, menerangkan, menafsirkan, atau kemampuan menangkap makna atau arti suatu objek dalam bidang matematika. Tingkat pemahaman seseorang mengenai suatu objek tertentu berbeda-beda. Pemahaman tersebut merupakan dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi.

Banyak pendapat mengenai macam-macam tingkatan pemahaman konsep. Polya mengemukakan empat tingkat pemahaman konsep, yaitu:

a. Pemahaman mekanikal, yaitu pemahaman yang dimiliki seseorang bila ia dapat mengingat dan menerapkan hukum secara benar.

b. Pemahaman induktif, yaitu pemahaman yang dimiliki seseorang bila ia telah mencobakan hukum itu dalam kasus sederhana dan yakin bahwa hukum itu berlaku dalam kasus yang serupa.

9

Mulyono Abdurrahman, Anak Berkesulitan Belajar (Teori, Diagnosis dan Remediasinya), (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2012), h.204.

10

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010), h.73.


(28)

c. Pemahaman rasional, yaitu pemahaman yang dimiliki seseorang bila ia dapat membuktikan hukum itu.

d. Pemahaman intuitif, yaitu pemahaman yang dimiliki seseorang bila ia telah yakin akan kebenaran hukum itu tanpa ragu-ragu lagi.

Berbeda dengan Polya, Skemp membedakan dua jenis pemahaman konsep, yaitu:11

a. Pemahaman instrumental atau penetahuan komputasional, yaitu pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana.

b. Pemahaman relasional atau pemahaman fungsional, yaitu pemahaman yang termuat skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

Bloom mengemukakan bahwa ada tiga macam pemahaman, yaitu:

a. Pengubahan (translation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi bentuk kalimat lain, misalnya menyebutkan variabel-variabel yang diketahui dan ditanyakan.

b. Pemberian arti (interpretation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menentukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal.

c. Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation), yaitu pemahaman yang berkaitan dengan kemampuan siswa menerapkan konsep dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

Pemahaman konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep menurut Skemp yang terdiri dari 2 dimensi yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional.

11


(29)

2.

Persamaan Linear Satu Variabel

Pemahaman konsep dalam matematika ada beberapa macam. Dalam hal ini yang akan peneliti bahas adalah pemahaman konsep persamaan linear satu variabel.

a. Pengertian Persamaan Linear Satu Variabel

Kasus :

Pernahkah kalian berbelanja alat tulis? Kamu berencana membeli 10 buah bolpoin, sedangkan adikmu membeli 6 buah bolpoin dengan jenis yang sama. Jika kalian mempunyai uang Rp. 24.000,00, dapatkah kamu menentukan harga maksimal 1 buah bolpoin yang dapat dibeli? Bagaimana matematika menjawabnya?12

Kasus diatas merupakan salah satu permasalahan yang melibatkan persamaan linear satu variabel. Untuk dapat menyelesaikan permasalahan tersebut maka perlu dipelajari tentang persamaan linear satu variabel.

Persamaan adalah kalimat terbuka yang dibungkan oleh tanda “ = ” pada kedua ruasnya. Persamaan linear adalah persamaan yang variabelnya berpangkat satu. Persamaan linear satu variabel (PLSV) adalah persamaan linear yang hanya memiliki satu variabel.13

Bentuk umum persamaan linear satu variabel (PLSV) adalah ax + b = 0, dengan a dab b adalah bilangan real.

Penyelesaian persamaan linear satu variabel dapat diperoleh dengan cara subsitusi, yaitu mengganti variabel dengan bilangan yang sesuai sehingga persamaan tersebut menjadi kalimat yang bernilai benar.14

Pada suatu persamaan, selalu terdapat ruas kiri dan ruas kanan. Kedua ruas tersebut dipisahkan oleh tanda “ = “. Suatu persamaan linear satu variabel akan ekuivalen jika siswa melakukan operasi-operasi berikut:

1. Menambah kedua ruas dengan bilangan yang sama,

12

Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni, Matematika Konsep dan Aplikasi 1 untuk Kelas VII SMP dan MTs, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008), h.103.

13

Atik Wintarti, dkk, Contextual Teaching and Learning Matematika Sekolah Menengah Pertama Kelas VII, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008), h.90.

14


(30)

2. Mengurangi kedua ruas dengan bilangan yang sama,

3. Mengalikan kedua ruas dengan bilangan sama yang tidak nol, 4. Membagi kedua ruas dengan bilangan sama yang tidak nol.

Ruas kiri dan ruas kanan pada suatu persamaan dapat diibaratkan seperti timbangan yang harus selalu seimbang pada kedua ruasnya.

Suatu persamaan linear satu variabel juga dapat diselesaikan dengan menggunakan garis bilangan. Himpunan penyelesaian persamaan linear satu variabel ditunjukan oleh noktah (titik) pada suatu garis bilangan.

Berdasarkan kurikulum 2006, materi persamaan linear satu variabel terdiri dari:

i. Persamaan linear satu variabel dalam berbagai variabel a. Kalimat terbuka.

Kalimat terbuka adalah kalimat yang memuat variabel dan belum diketahui nilai kebenarannya.15

b. Persamaan linear satu variabel dalam berbagai bentuk dan variabel. Persamaan linear satu variabel adalah kaliamat terbuka yang menyatakan hubungan “=” (sama dengan) yang hanya memuat satu variabel (peubah) dengan derajat (pangkat) satu.16

ii. Penyelesaian persamaan linear satu variabel

Persamaan linear satu variabel dapat diselesaikan dalam 2 cara, yaitu: a. Substitusi

b. Mencari persamaan yang ekuivalen iii. Sifat-sifat persamaan linear satu variabel

a. Persamaan yang ekuivalen.

b. Kedua ruas persamaan ditambah atau dikurangi dengan bilangan yang sama.

c. Kedua ruas persamaan dikali atau dibagi dengan bilangan yang sama.

iv. Penerapan persamaan linear satu variabel

15

Ibid., h. 105.

16

A. Wagiyo, dkk, Pegangan Belajar Matematika 1: untuk SMP/MTs kelas VII, (Jakarta: Pusat Perbukuan DEPDIKNAS, 2008), H. 80.


(31)

Persamaan linear satu variabel banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, digunakan untuk menghitung luas sawah, kebun, dan kolam ikan. Contohnya adalah:

Seorang petani mempunyai sebidang tanah berbentuk persegi panjang. Lebar tanah tersebut 6 m lebih pendek daripada panjangnya. Jika keliling tanah 60 m, tentukan luas tanah petani tersebut!

Soal diatas merupakan salah satu contoh penerapan persamaan linear satu variabel dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak masalah dalam kegiatan yang dilakukan sehari-hari yang dapat dicari penyelesaiannya menggunakan konsep persamaan linear satu variabel.

b. Indikator Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel

Dalam setiap pembelajaran yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh siswa. Begitu pula dengan pembelajaran matematika termasuk dalam materi persamaan linear satu variabel.

Dalam TIMMS disebutkan Indikator seorang siswa dikatakan dapat memahami konsep persamaan linear satu variabel, apabila:17

1. Evaluate equations/formulas given values of variables.

2. Indicate whether a value (or values) satisfies a given aquation/formula. 3. Solve linear equations an linear inequalities, and simultaneous (two

variables) linear equations.

4. Recognize and write equations, inequalities, simultaneous equations, or functions that model given situations.

5. Recognize and generate representations of functions in the form of table, graphs, or word.

6. Solve problems using equations/formulas an functions.

3. Model Pembelajaran Creative Problem Solving

Dalam pembelajaran ada beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik. Arends, menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran

17

TIMMS, TIMSS 2011 Mathematics Framework, (Washington DC: NCES, IES, U.S. Department of Education, 2012), h.33.


(32)

berdasarkan masalah, dan diskusi kelas.18 Dalam hal ini yang akan peneliti bahas adalah model berdasarkan masalah, yaitu model Creative Problem Solving. Sebelum peneliti menjelaskan tentang model Creative Problem Solving, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang problem solving.

Dalam kehidupan sehari-hari tentu kita sering sekali dihadapkan dengan masalah-masalah. Permasalahan yang kita hadapi dapat dikatakan masalah apabila masalah tersebut tidak langsung dapat dicari jalan keluarnya.

Blum dan Niss menyatakan bahwa masalah adalah situasi atau keadaan yang didalamnya terdapat pernyataan terbuka (open question) yang menantang seseorang secara intelektual ingin segera menjawab pertanyaan tersebut dengan metode, prosedur, algoritma dan yang lainnya yang dimilikinya. Menurut Jonassen, masalah merupakan masalah jika ada perasaan butuh yang dapat memotivasi seseorang untuk mencari jawabannya. Menurut Hundoyo, ada dua syarat bahwa pertanyaan merupakan masalah bagi siswa, yaitu pertama pertanyaan yang dihadapkan kepada siswa tersebut haruslah dapat dimengerti oleh siswa tersebut namun pertanyaan tersebut haruslah menjadi tantangan baginya untuk menjawab, dan kedua adalah pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab dengan prosedur rutin yang telah diketahui oleh siswa.

Pemecahan masalah adalah menggunakan (yaitu mentransfer) pengetahuan dan keterampilan yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan yang belum terjawab atau situasi yang sulit.19

Pemecahan masalah merupakan bagian dari kurikulum matematika yang sangat penting karena dalam proses pembelajaran maupun penyelesaian, siswa dimungkinkan memperoleh pengalaman menggunakan pengetahuan serta keteramilan yang sudah dimiliki untuk diterapkan pada pemecahan masalah.

Menurut Soemarmo, pemecahan masalah dapat berupa menciptakan ide baru, atau menemukan teknik atau produk baru. Menurut polya, matematika

18

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.25.

19

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang,


(33)

dianggap sulit oleh siswa dikarenakan terlalu sering dihadapkan pada persoalan yang kaku, siswa tidak ditekankan terlebih dahulu tentang pemahaman, rencana-rencana yang akan dilakukan agar dapat menyelesaikan soal, mengkaji ulang soal, sehingga soal terlihat oleh siswa sebagai suatu yang mudah dan menimbulkan ketertarikan untuk menyelesaikannya.20

Sebagai salah satu aspek berpikir tingkat tinggi, pemecahan masalah memilik peranan penting dalam matematika. Polya mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan untuk mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai dengan segera.

Good and Brophy menjelaskan bahwa tidak perlu memilih-milih topik dalam memecahkan masalah, tetapi semua kurikulum sekolah, tanpa selesai materi dapat dibuat masalah. Kuncinya para pendidik dapat menanyakan pada diri sendiri apakah :

a. Telah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan dan mengajukan pemecahan masalah.

b. Apakah telah memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengembangkan kemampuan berpikir divergen?

Dalam menyelesaikan suatu permasalahan diperlukan kreativitas. Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Guilford. Guilford meyatakan bahwa pemecahan masalah dan kreativitas sulit dibedakan karena keduanya menuntut hasil yang baru. Semua pemecahan masalah melibatkan aspek kreatif, tetapi semua pemikiran kreatif tidaklah mesti termasuk pemecahan masalah.21

Kreativitas merupakan kemampuan untuk menciptakan susuatu yang baru, sebagai kemampuan untuk memberikan gagasan-gagasan baru yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah, atau sebagai kemampuan untuk melihat hubungan-hubungan baru antara unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.22

20

Lia Kurniawati, “Pendekatan Pemecahan Masalah (Problem Solving) dalam Upaya Mengatasi Kesulitan-Kesulitan Siswa pada Soal Cerita”, (Jakarta: PIC UIN Jakarta, 2007), h.52

21

B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h.193.

22

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), h. 25.


(34)

Untuk menciptakan suasana kelas yang memacu kreativitas, aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian antara lain:

1. Mengembangkan kepercayaan yang tinggi dan mengurangi timbulnya rasa takut pada siswa

2. Memberi semangat dalam komunikasi ilmiah

3. Memperkenankan siswa menentukan sendiri sasaran dan evaluasi terhadap diri sendiri

4. Pengawasan jangan terlalu ketat, tidak kaku, dan tidak otoriter.

Salah satu model pembelajaran yang menekankan kreativitas adalah Model pembelajaran Creative Problem Solving. Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) atau Pemecahan Masalah secara Kreatif (PMK) dikembangkan oleh Parnes.23 Dalam implementasinya, creative problem solving, dilakukan melalui solusi kreatif. Menurut Noller dalam Ibrahim Muhammad Al Magazhi solusi kreatif sebagai upaya pemecahan masalah yang dilakukan melalui sikap dan pola pikir kreatif, memiliki banyak alternatif pemecahan masalah, terbuka dalam perbaikan, menumbuhkan kepercayaan diri, keberanian menyampaikan pendapat, berpikir divegen, dan fleksibel dalam upaya pemecahan masalah.

Menurut Karen, model Creative Problem Solving adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas.

Dalam kaitannya dengan kreativitas siswa, Supardi mengatakan ciri kehidupan sekolah yang kondusif untuk tumbuhnya kreativitas keilmuan adalah:24

1. Memberikan peluang kepada siswa untuk mengekspresikan gagasan secara aman. Mengeluarkan pendapat merupakan suatu keinginan yang harus dihargai oleh guru.

2. Menghargai prestasi siswa.

23

S. C. Utami Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 291

24

Iif Khoiru Ahmadi, dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional, (Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya, 2010), hal.124-125


(35)

3. Menghargai imajinasi siswa.

4. Menghormati keunikan individu siswa.

5. Menyediakan sumber-sumber informasi yang memadai untuk kebutuhan siswa.

6. Mampu mengakomodasikan minat siswa yang beragam. 7. Melatih kepekaan siswa.

Kemampuan siswa dalam mengemukakan pendapatnya harus dihargai, dengan menggunakan model Creative Problem Solving ini tentu saja diharapkan siswa mampu menumbuhkan kreativitasnya dengan maksimal yang terdapat dalam diri mereka. Seorang anak yang mempunya kreativitas tinggi tentu saja berbeda dengan anak yang memiliki kreativitas rendah.

Siswa yang mempunyai kreativitas tinggi tentunya akan lebih cepat tanggap dalam melihat suatu permasalahan. Siswa tersebut akan dengan cepat dan tanggap menyelesaikan permasalahan tersebut. Sedangkan siswa yang kreativitasnya rendah terlihat kurang menanggapi suatu permasalahan dalam pembelajaran. Siswa yang mempunyai kreativitas tentu saja perkembangannya baik dan mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik pula. Siswa yang memiliki kreativitas tidak akan membiarkan suatu permasalahan terjadi berlarut-larut dan ingin segera permasalahan tersebut dicari jalan keluarnya.

Adapun ciri-ciri anak yang mempunyai kreativitas tinggi:25 1. Selalu ingin mengetahui sesuatu yang benar.

2. Selalu ingin mengubah sesuatu yang telah ada. 3. Mencoba hal-hal yang baru.

Osborn megatakan bahwa CPS mempunyai 3 prosedur, yaitu:

1. Menemukan fakta, melibatkan penggambaran masalah, mengumpulkan dan meneliti data dan informasi yang bersangkutan.

2. Menemukan gagasan, berkaitan dengan memunculkan dan memodifikasi gagasan tentang strategi pemecahan masalah.

3. Menemukan solusi, yaitu proses evaluatif sebagai puncak pemecahan masalah.

25


(36)

Sedangkan Karen, menuliskan langkah-langkah Creative Problem Solving dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:

1. Klasifikasi masalah, meliputi pemberian penjelasan kepada siswa tentang masalah yang diajukan, agar siswa dapat memahami tentang penyelesaian yang diharapkan.

2. Pengungkapan gagasan, dalam hal ini siswa dibebaskan untuk mengungkapkan gagasan tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

3. Evaluasi dan seleksi, dalam hal ini setiap kelompok mendiskusikan pendapat-pendapat atau strategi-strategi yang cocok untuk menyelesaikan masalah.

4. Implementasi, dalam hal ini siswa menentukan strategi yang dapat diambil untuk menyelesaikan masalah, kemudian menerapkannya sampai menemukan penyelesaian dari masalah tersebut.

Langkah-langkah creative problem solving menurut Parnes dalam Suryosubroto bila diterapkan dalam pembelajaran adalah: 26

1. Penemuan fakta

2. Penemuan masalah, berdasarkan fakta-fakta yang telah dihimpun, ditentukan masalah/pertanyaan kreatif untuk dipecahkan

3. Penemuan gagasan, menjaring sebanyak mungkin alternatif jawaban untuk memecahkan masalah

4. Penemuan jawaban, penentukan tolak ukur atas kriteria pengujian jawaban, sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan

5. Penentuan penerimaan, ditemukan kebaikan dan kelemahan gagasan kemudian menyimpulkan dari masing-masing masalah yang dibahas.

26


(37)

Tahap-Tahap CPS menurut Parnes

Gambar 2.1

Tahapan CPS menurut Parnes

Secara operasional langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan adalah: 1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5

orang siswa.

2. Setelah siswa berkumpul dengan teman-teman sekelompoknya, guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok.

a. Pertama-tama siswa dalam kelompok mengidentifikasi informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan yang diberikan.

b. Setelah itu siswa menemukan masalah dari fakta-fakta yang telah dihimpun.

c. Kemudian siswa mencari berbagai alternatif jawaban untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

d. Setelah itu siswa menyeleksi jawaban-jawaban tersebut. Jawaban yang dipilih merupakan jawaban yang paling efisien.

e. Setelah menemukan satu jawaban yang dianggap paling efisien, kemudian menyelesaikan solusi tersebut.


(38)

4. Setelah selesai, perwakilan dari setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi dari kelompok masing-masing. Kelompok yang lain mendengarkan presentasi teman kelompok yang sedang berbicara di depan kelas, setelah selesai presentasi, kelompok lain menanggapi atau memberikan pendapat lain.

5. Setelah diskusi selesai dilaksanakan, kemudian guru memberikan kesimpulan/mengoreksi agar materi pembelajaran lebih jelas.

4.

Model

Creative Problem Solving dan Pemahaman Konsep

Persamaan Linear Satu Variabel

Pemahaman terhadap konsep materi pelajaran yang dimiliki setiap siswa berbeda-beda. Guru dituntut mengarahkan siswa agar memiliki kemampuan matematika yang telah ditetapkan dalam standar yang ada. Berikut ini dijelaskan keterkaitan antara dimensi pemahaman konsep menurut Skemp digabungkan dengan indikator persamaan linear satu variabel yang dikeluarkan oleh TIMMS:

1. Instrumental

Pemahaman Instrumental menurut Skemp yaitu pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana. Sehingga pemahaman ini dapat digunakan untuk mencapai indikator yang di keluarkan TIMMS, yaitu mengubah masalah ke dalam model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel.

2. Relasional

Pemahaman Relasional menurut Skemp yaitu pemahaman yang termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas. Kemampuan ini menunjang indikator yang dikemukakan dalam TIMMS yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel sehingga permasalahan lebih mudah diatasi.

Dalam penerapannya di dalam kelas, indikator ketercapaian siswa dalam materi persamaan linear satu variabel adalah sebagai berikut:


(39)

Tabel 2.1

Indikator Ketercapaian Siswa materi PLSV

Dimensi Indikator

Instrumental Mengubah masalah ke dalam model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel

Relasional Menyelesaikan permasalahan

matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel

Model Creative Problem Solving berusaha mengembangkan daya kreativitas siswa dalam mencari berbagai alternatif dalam memecahkan suatu masalah. Penelitian ini mengunakan model Creative Problem Soving yang dikembangkan oleh Parnes dan digabungkan dengan indikator pemahaman konsep pada persamaan linear satu variabel. Langkah-langkah model Creative Problem Soving yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Menemukan fakta

Pada tahap ini, siswa diarahkan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi/fakta dari masalah yang dihadapi. Siswa dihadapakan pada suatu masalah yang berkaitan dengan materi persamaan linear satu variabel. Dalam tahap ini siswa menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi kalimat lain, misalnya menyebutkan variabel yang diketahui dan ditanyakan.

2. Menemukan masalah

Pada tahap ini, siswa mengumpulkan informasi yang telah dicari. Kemudian menganalisis masalah dalam soal yang diberikan mengenai persamaan linear satu variabel.

3. Menemukan gagasan

Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengembangkan gagasan pemecahan masalah sebanyak mungkin. Siswa menggunakan kemampuannya untuk menetukan konsep-konsep yang tepat untuk


(40)

digunakan dalam menyelesaikan soal. Siswa akan menemukan gagasan mengenai masalah tersebut dan dapat dikembangkan dengan anggota kelompoknya masing-masing.

4. Menemukan solusi

Pada tahap ini, siswa menyeleksi berbagai alternatif jawaban. Jawaban yang dipilih merupakan jawaban yang paling efisien penyelesaiannya dalam menyelesaikan masalah.

5. Menemukan penerimaan

Pada tahap penerimaan ini, siswa mengambil keputusan penyelesaian dan melaksanan solusi penyelesaian tersebut. Siwa menggunakan kemampuannya dalam menerapkan konsep dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

5.

Hasil Penelitian yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang dilakukan, yaitu :

1. Penelitian Lia Yuliawaty yang berjudul “Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan CRA (Concrete-Representation-Abstract) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemahaman matematik yang dialami kelas eksperimen lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan pemahaman matematik kelas kontrol. Hal ini karena pembelajaran dengan pendekatan CRA (kelas eksperimen) mengajarkan siswa melalui konsep dasar yang mudah terlebih dahulu, kemudian secara bertahap masuk ke dalam konsep yang lebih sulit melalui tahap-tahap pembelajaran dari konkret ke representasi ke abstrak sehingga melalui tahap-tahap ini dapat membantu siswa dalam menyimpan memori mengenai suatu konsep kemudian membentuk gambaran proses pemahaman konsep tersebut ke dalam cara berpikirnya.


(41)

2. Penelitian Lia Kurniawati yang berjudul “Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa SMP”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan pemecahan masalah dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dan penalaran matematik siswa. Hal ini terjadi akibat dari pemberian masalah yang harus siswa selesaikan melalui proses saling tukar pikiran/sharing. Melalui diskusi siswa dapat mengemukakan ide dan pikirannya yang sesuai dengan tahap perkembangan kognitif mereka.

B.Kerangka Berpikir

Rendahnya pemahaman konsep persamaan linear satu variabel siswa salah satu disebabkan proses pembelajaran di kelas yang berpusat pada guru. Siswa jarang terlibat secara langsung dalam memperoleh suatu konsep materi pembelajaran yang sedang dipelajari. Siswa terbiasa menerima begitu saja suatu konsep materi pelajaran.

Salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yaitu dengan menggunakan model creative problem solving yang membantu siswa mencari jawaban dari suatu permasalahan dengan cara-cara kreatif.

Pembelajaran model creative problem solving memuat beberapa langkah penyelesaian. Langkah pertama, menemukan fakta, pada tahap ini, siswa diarahkan untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya informasi/fakta dari masalah yang dihadapi. Siswa dihadapakan pada suatu masalah yang berkaitan dengan materi persamaan linear satu variabel. Dalam tahap ini siswa menerjemahkan kalimat dalam soal menjadi kalimat lain, misalnya menyebutkan variabel yang diketahui dan ditanyakan. Langkah ini membantu siswa memahami pemahaman konsep persamaan linear saru variabel dalam merubah masalah ke dalam model matematika. Langkah kedua yaitu menemukan masalah. Pada tahap ini, siswa mengumpulkan informasi yang telah dicari. Kemudian menganalisis masalah dalam soal yang diberikan


(42)

mengenai persamaan linear satu variabel. Langkah ketiga yaitu menemukan gagasan. Pada tahap ini siswa diharapkan mampu mengembangkan gagasan pemecahan masalah sebanyak mungkin. Siswa menggunakan kemampuannya untuk menetukan konsep-konsep yang tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan soal. Siswa akan menemukan gagasan mengenai masalah tersebut dan dapat dikembangkan dengan anggota kelompoknya masing-masing. Langkah keempat yaitu Pada tahap ini, siswa menyeleksi berbagai alternatif jawaban. Jawaban yang dipilih merupakan jawaban yang paling efisien penyelesaiannya dalam menyelesaikan masalah. Langkah kelima yaitu pada tahap penerimaan ini, siswa mengambil keputusan penyelesaian dan melaksanan solusi penyelesaian tersebut. Siwa menggunakan kemampuannya dalam menerapkan konsep dalam perhitungan matematis untuk menyelesaikan soal.

Tiap-tiap langkah model creative problem solving ini dapat meningkatkan pemahaman konsep Persamaan Linear Satu Variabel. Sehubungan dengan itu dan didukung oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan, maka dapat didugakan bahwa pembelajaran dengan model Creative Problem Solving dapat memingkatkan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel.

C.Pengajuan Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:

“Pemahaman konsep persamaan linear satu variabel (PLSV) yang pembelajarannya menerapkan model Creative Problem Solving lebih tinggi daripada siswa yang pembelajarannya menerapkan pembelajaran konvensional”


(43)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Temapat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Nusantara Plus berlokasi di Jl. Tarumanegara Dalan No.1 Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten pada semester genap tahun ajaran 2013/2014 bulan Januari 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Peneliti akan menguji coba pengaruh model Creative Problem Solving terhadap pemahaman konsep persamaan linear satu variabel, kemudian melihat perbedaan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang dalam pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving (kelompok eksperimen) dengan siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan model konvensional (kelompok kontrol).

Metode Penelitian yang digunakan adalah metode quasi-eksperimen yaitu metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap faktor lain yang mempengaruhi variabel dan kondisi eksperimen, misalnya faktor minat, motivasi, dan intelegensi.

Sebelum dilakukan penelitian, peneliti telah melaksanakan observasi di tempat penelitian1. Berdasarkan hasil observasi tersebut penempatan siswa di setiap tingkatan dilakukan secara merata dalam hal kemampuan, artinya tidak ada kelas unggulan serta kurikulum yang diberikan juga sama sesuai tingkatannya, maka karakteristik kelas dapat dikatakan homogen dalam setiap tingkatan, serta karakteristik dalam kelas cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Desain eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Randomized Control Group Post Test Only Design. Dalam penelitian ini peneliti tidak

1


(44)

menggunakan pretest karena untuk mengetahui kemampuan awal siswa peneliti telah melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran matematika dan observasi langsung ke sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. Data hasil wawancara dapat dilihat pada lampiran 3 hal 82.

Desain Randomized Control Group Post Test Only Design terdiri atas dua kelompok yang dipilih secara acak. Setelah dilakukan penelitian, kedua kelompok diberikan test akhir (posttest) yang sama. Hasil tes kemudian diolah sehingga dapat diketahui apakah terdapat perbedaan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Adapun desain penelitiannya sebagai berikut:

Tabel 3.1

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Postes

R Eksperimen XE O

R Kontrol XK O

Keterangan:

R = Pemilihan sampel secara random kelas

XE = Perlakuan pembelajaran dengan model Creative Problem Solving

XK = Perlakuan pembelajaran secara konvensional

O = Posttest

C. Populasi dan Sampel

Pemahaman konsep yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu pemahaman konsep Persamaan Linear Satu Variabel. Berdasarkan kurikulum KTSP materi Persamaan Linear Satu Variabel diajarkan pada kelas VII SMP. Oleh karena itu, yang akan dijadikan populasi pada penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMP Nusantara Plusyang terbagi menjadi 4 kelas.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini digunakan saat tidak memungkinkan dilakukan random terhadap individu, sehingga dilakukan random terhadap kelas dan kelas tersebut haruslah homogen. Dari seluruh kelas VII yang ada, kemudian dirandom dan


(45)

Populasi

terpilih dua kelas yaitu kelas VII-2 dan VII-4. Kemudian dari kedua kelas tersebut dirandom lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. dan terpilih kelas VII-4 sebanyak 40 orang untuk kelas eksperimen dan kelas VII-2 sebanyak 40 orang untuk kelas kontrol.

Random (eksperimen)

7-1 7-2 7-3 7-4

(Kontrol)

Ilustrasi Cluster Random Sampling

Gambar 3.1

Teknik Pengambilan Sampel

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu intrumen tes dan non tes.

1. Instrumen Tes

Terdapat dua variabel yang dilibatkan dalam penelitian ini, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model Creative Problem Solving, sedangkan variabel terikatnya yaitu pemahaman konsep persamaan linear satu variabel (PLSV).

Instrumen tes dalam penelitian ini menggunakan tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel (PLSV). Variabel terikat yaitu pemahaman konsep persamaan linear satu variabel (PLSV) yang akan diukur dijabarkan hingga menjadi indikator-indikator dan indikator-indikator tersebut dijadikan titik tolak ukur untuk membuat item instrumen yang harus dijawab siswa pada kelompok

7-2

7-4

7-4


(46)

eksperimen dan kelompok kontrol. Kisi-kisi instrumen pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang akan diujicobakan adalah:

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Pemahaman Konsep PLSV Sebelum Uji Validitas

Standar Kompetensi : Menggunakan bentuk aljabar, persamaan dan

pertidaksamaan linear satu variabel, dan perbandingan dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar Dimensi Pemahaman Konsep Indikator Kompetensi No. Butir Soal Banyaknya butir soal

Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan

dengan

persamaan dan pertidaksamaan linear satu variabel

Instrumental Mengubah

masalah ke dalam model

matematika berbentuk

persamaan linear satu variabel

1, 3, 5, 7, dan 9 5 Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel

Relasional Menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel

2, 4, 6, 8, dan 10

5

Jumlah soal 10

Agar tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel dapat digunakan, perlu dilakukan proses uji coba instrumen. Instrumen tes diujicobakan terlebih dahulu kepada subjek lain diluar subjek penelitian. Instrumen tes diuji cobakan


(47)

kepada siswa kelas VIII-2 MTs Hidayatul Umam. Setelah data hasil uji coba diperoleh, kemudian setiap butir soal akan dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda instrument, sebagai berikut:

a. Uji Validitas

Instrumen penelitian tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar mendapatkan data yang valid dan ketepatan alat penilaian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga betul-betul menilai apa yang seharusnya dinilai. Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas pada tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel menggunakan rumus product moment pearson sebagai berikut.2

Keterangan

= koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y = banyaknya peserta tes

= skor butir soal = skor total

Dengan ketentuan :

Jika , maka soal tersebut dinyatakan tidak valid. Jika , maka soal tersebut dinyatakan valid.

Berdasarkan hasil perhitungan uji validitas instrumen, dari sepuluh soal yang diujicobakan diperoleh enam butir soal yang valid. Soal-soal yang valid tersebut adalah soal nomor 5, 7, dan 9. Ketiganya mewakili dimensi pemahaman konsep instrumental dengan indikator siswa dapat mengubah masalah ke dalam model

2

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h.213.


(48)

matematika berbentuk persamaan linear satu variabel . Soal nomor enam, nomor delapan dan nomor sepuluh ketiganya mewakili dimensi pemahaman konsep relasional dengan indikator siswa dapat menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel.

b. Uji Reliabilitas

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dan memberikan penilaian atas apa yang diukur. Untuk mengetahui reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach sebagai berikut:

dengan varians, yaitu:

Keterangan:

: Reliabilitas yang dicari

n : Banyaknya butir soal yang valid : Variance dari pertanyaan

: Variance total X : Skor tiap soal k : Banyaknya sampel

Berdasarkan hasil perhitungan uji realibilitas instrumen, diperoleh nilai 0,7476 maka instrumen penelitian tersebut dapat disimpulkan memiliki kriteria koefisien reliabilitas yang tinggi, dan memenuhi persyaratan instrumen yang memiliki ketetapan jika digunakan.


(49)

c. Taraf Kesukaran

Uji taraf kesukaran instrumen penelitian dihitung dengan menghitung indeks besarannya. Indeks kesukaran adalah bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya sesuatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0. Indeks kesukaran ini menunjukan taraf kesukaran soal. Hal ini bertujuan untuk mengetahui soal-soal tersebut mudah, sedang dan sukar. Untuk itu digunakan rumus:

Keterangan :

P = taraf kesukaran

B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan betul = jumlah seluruh siswa peserta tes

Klasifikasi tingkat kesukaran:3 : soal sukar : soal sedang : soal mudah

Berdasarkan hasil perhitungan uji tingkat kesukaran butir soal instrumen, dari sepuluh soal yang diujikan diperoleh tiga soal dengan tingkat kesukaran “mudah”, lima soal dengan tingkat kesukaran “sedang” dan dua soal dengan tingkat kesukaran “sukar”.

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Seluruh pengikut tes dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok pandai atau kelompok atas dan kelompok bodoh atau kelompok bawah.4 Daya pembeda suatu soal tes dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

3

Harun Rasyid dan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana Prima, 2009), h.241

4


(50)

Keterangan :

: Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar : Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab benar : Banyaknya peserta kelompok atas

: Banyaknya peserta kelompok bawah : proporsi peserta kelompok atas : proporsi peserta kelompok bawah Klasifikasi daya pembeda :

D : 0,00 – 0,20 : jelek D : 0,20 – 0,40 : cukup D : 0,40 – 0,70 : baik D : 0,70 – 1,00 : baik sekali

Dari hasil perhitungan daya pembeda soal, ditemukan bahwa dari sepuluh soal yang diujikan, enam soal memiliki daya pembeda “jelek”, dua soal memiliki daya pembeda yang “cukup”, satu soal memiliki daya pembeda “baik” dan satu soal memiliki daya pembeda “baik sekali”. Soal nomor 1, 2, 3 dan 4 memilki daya beda yang jelek, dan soal tersebut juga tidak valid maka soal tidak digunakan.

Hasil-hasil validitas instrumen, reliabilitas instrumen, daya pembeda, dan tingkat kesukaran dapat dilihat pada tabel 3.3:


(51)

Tabel 3.3

REKAP DATA HASIL UJI COBA INSTRUMEN

No Soal Validitas Taraf

Kesukaran Daya Beda Keterangan

1 Tidak Valid Mudah Jelek Tidak Digunakan

2 Tidak Valid Mudah Jelek Tidak Digunakan

3 Tidak Valid Mudah Jelek Tidak Digunakan

4 Tidak Valid Sukar Jelek Tidak Digunakan

5 Valid Sedang Jelek Digunakan

6 Valid Sedang Jelek Digunakan

7 Valid Sedang Baik Digunakan

8 Valid Sedang Cukup Digunakan

9 Valid Sedang Baik Sekali Digunakan

10 Valid Sukar Cukup Digunakan

Selanjutnya keenam soal yang valid yaitu soal nomor 5, 6, 7, 8, 9 dan 10 akan digunakan sebagai instrumen penelitian untuk mengukur pemahaman konsep persamaan linear satu variabel dengan derajat reliabilitas sebesar 0,748.

2. Instrumen Non Tes

Instrumen non tes yang digunakan yaitu instrumen aktivitas belajar matematik siswa terdiri dari 7 indikator yang bertujuan untuk mengukur aktivitas belajar siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model Creative Problem Solving.


(52)

Kisi-kisi instrumen aktivitas belajar matematik siswa yang akan diamati dalam penelitian ini yaitu:

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Aktivitas Belajar Matematik Siswa

No. Indikator aktifitas belajar Butir-butir pertanyaan Nomor butir 1. Motivasi belajar Memperhatikan

penjelasan teman/guru

1

Bersemangat dan antusias dalam belajar

2

Rasa ingin memahami materi tinggi

3

Tekun dalam menghadapi tugas

4

2 Keaktifan belajar kelompok

Banyak bertanya/menjawab pertanyaan guru/teman

5

Senang mencari dan memecahkan soal

6

Dapat mempertahankan pendapatnya

7

E. Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang diperoleh adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif meliputi pemahaman konsep persamaan linear satu variabel, sedangkan data kualitatif meliputi aktivitas siswa selama proses pembelajaran.

1. Data kuantitatif

Data kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data pemahaman konsep persamaan linear satu variabel. Data diambil dengan memberikan tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel sebanyak 6 butir soal.


(1)

\

Nama NIM Jur/Fak JudulSkripsi

LEMBAR UJI REFERENSI

: Sakhina Sri Utami : 109017000006

: Pendidikan Matematika/Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

:Pengaruh Model creative Problem solving terhadap Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel

Judul Buku dan Nama Pengarang

Pembimbing I

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikuum Tingkat Satuan Pendidiknn 6fSP), (Jakarta: Kencarra Prenada Media Group, 2009), h.l.

Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak B erbakat,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), h.7 .

Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, (Yogyakarta: Depdikn as, 2009), h.2. Lia Yuliawaty, "Pemb elajaran Matematika dengan Pendekatan CRA (Cocrete-Representation-Ab stract) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP", SIGMA Journal, (Jakarta: Pendidikan Matematika FKIP UHAMKA, 20t1),h.43

Subaidah. "Analisis Kesalahan Sisrva Kelas VII dalam Menyelesaikan Soal Terapan Persamaan Linear Satu


(2)

\

} J

Variabel", DIKMA, 2012,h. 42.

6 Stephen Provasnik, dt'k, Highlights From TIMSS 201I (Mathematics and Science Achievement of U.S Fourth and

Eight-Grade Students in an International Context, (Wasington, DC: NCES, IES, U.S Department of Education, 2012), h . l 4

7

B, Suryosubroto, Proses Belajar

Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT Rineka

Cipta, 2009),h. I 88-1 89.

1t

Y,

8 Moh. Sholeh Hamid, Metode

EDUTAIMENT, (Jogjakarta: DIVA Press,

2 0 1 1 ) , h . 2 1 0

1f,

BAB 2

I Ema Suwaningsih dan Tiurlina, Model P embelaj aran M at ematika, (Bandung:

UPI PRESS, 2006), h.3.

ry,

ft

2

Utari Sumarmo, "Pembinaan Karakter, Berpikir dan Disposisi Matematik, Kesulitan Guru dan Siswa serta Altematif Solusinya", Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika FKIP UNINUS. 2012,h.6.

a

J Mulyono Abdurrahm an, Anak

Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka

Cipta, 2012),h.203.

\r

4 Lia Kurniawati, "Pembelajaran dengan Pendekatan Pemecahan N{asalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa", Algoritma (Jurnal Matemotikq dan Pendidikan Matentatika), (Jakarta: CeMED, 2006), h.78.

v

5

Fadjar Slradiq. Kemahiran Matematika,


(3)

T

I \ f

l

6 Wina Sanj aya, Perenconsan dan Desain Sistem Pembelajaran, (Jakarta:

KENCANA,2008), h.126.

1P

Gusni Saraswati, "Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP", Algoritma (htrnal Matematika dan Pendidikan Matematika. (Jakarta: CeMed, 2006), h. 1 08.

8 Syaiful Sagala, Konsep dan Malma Pembelajaran untuk Mentbantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2010),

n - t J .

9

Dewi Nuharini dan Tri Wahyuni,

Matematika Konsep dan Aplikasi I untuk Kelas l/II SMP dan MTs, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008), h. I 03.

1 0

Atik Wintarti, dkk, Contextual Teaching and Learning Matematika Sekolah Menengah Pertama Kelas VII, (Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas, 2008), h.90. l l A. Wagtyo, dkk, Pegangan Belajar

Matematika I: untuk SMP/MTs kelas VII, (Jakarta: Pusat Perbukuan DEPDIKNAS,

2008), H. 80.

1f-t 2

TIMMS. TIMSS 2011 Mathem(ltics Framework, (Washington DC: NCES,

IES, U.S. Department of Education,

2012),h.33.

1!",

l 3

Jeanne Ellis Ormrod, Psikologi Pendidikan Membantu,lisluc Ttinbult dqn Berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2008),


(4)

\

.I,./

I

I A

I T Lia Kurniawati, "Pendekatan Pemecahan

Masalah (Problern Soh'ing) dalarn Upaya Nlengatasi Kesulitan-Kesulitart Siss'a pada Soal Cerita", Pendckatan Bartt Dalam Pentbekjuran Sains dott Matematika Dasar. (Jakarla: PIC UIN

Jakarta, 2007). h.52

1f-l 5

B. Suryosubroto. Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2009), h.l 93. v l 6 Utami Munandar, Pengembangan

Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 2009), h.25.

tu

1 7 S. C. UtamiMunandar, Kreatit'itasdan Keberbakatan, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1999), hal. 291

\y-

V,

1 8 Iif Khoiru Ahmadi, dkk, Strategi Pentbelajaran Sekolah Berstandar Internasional dan Nasional, (Jakarta: PT.

Prestasi Pustakaray a, 201 0), hal.124-125

\f"

BAB 3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2010), h.213.

4P-2

Harun Rasyiddan Mansur, Penilaian Hasil Belajar, (Bandung: CV Wacana

Prima, 2009),h.241

1f-5 Kadir, Statistika untuk Penelitian llmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Rosemata


(5)

F l

t l ;

"l

_ \

I

Panbimbing I

Yang Mengesahkan,

Jakarta,

25 Februari

2014

Pembimbing

II

Drs. H. Ali llamzah. M.Pd NIP. 19480323 198203 1 001


(6)