UUD 1945 Pasca Perubahan 1 4 Tahun 1999

MENDEDAH KETERWAKILAN DAERAH1
Oleh: Laurel Heydir2

Latar Belakang
Merujuk kepada Kerangka Acuan Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR, beberapa
isu yang dikemukakan meliputi:
1. Desain kedaulatan rakyat menurut UUD 1945 pasca-amandemen merujuk kepada
konsep perwakilan politik dan perwakilan daerah, sehingga sistem ketatanegaraan
Indonesia seharusnya mengejawantahkan konsep demokrasi—desentralistik.
2. Sejak bergulirnya Reformasi dua dekade yang lalu, telah dilakukan beberapa upaya
perbaikan sistem ketatanegaraan Indonesia, diawali dengan dilakukannya
amandemen terhadap UUD 1945, diikuti dengan berbagai produk legislasi, penataan
untuk merevitalisasi kelembagaan negara, pembenahan sumberdaya manusia
penyelenggara negara, dst. Namun, upaya tersebut belum mampu menciptakan
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. DPD tidak dapat menjalankan fungsinya secara optimal karena terkendala oleh
sistem keparlemenan yang menempatkannya pada posisi yang lemah (yang
kewenangan legislasinya dan pengawasannya terbatas). Padahal, dalam dimensi
keterwakilannya yang berdasarkan daerah-daerah, DPD memiliki karakter
keterwakilan yang lebih luas daripada DPR. Karena itulah perlu dilakukan
sinkronisasi dan harmonisasi kedudukan dan peran antara DPD dan DPR yang

dalam konteks bikameralisme kedua lembaga perwakilan tersebut semustinya
berimbang.
4. Beberapa isu di atas itulah yang melatarbelakangi penyelenggaraan Seminar
Nasional ini. Kelompok DPD di MPR mengajak segenap elemen bangsa untuk
menjawab secara bersama pertanyaan, “Sampai sejauh manakah desain
kelembagaan lembaga perwakilan di Indonesia saat ini telah berperan dalam upaya
mencapai cita-cita bangsa sebagaimana yang diamanatkan oleh UUD 1945?”

Tema dan Topik Bahasan
Disampaikan pada Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR RI di Palembang, 21 Maret
2018
2
Tenaga Pengajar Bagian Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (email:
LHeydir@gmail.com)
1 |Page
1

Berdasarkan Kerangka Acuan, seminar ini bertemakan, “Negara Hukum dan Kebutuhan
Desain Besar Lembaga Perwakilan.” Kiranya, pencantuman ‘negara hukum’ tersebut
untuk menekankan bahwa pembahasan tentang desain lembaga perwakilan dilakukan

sesuai dengan prinsip-prinsip negara Indonesia sebagai negara hukum.
Selanjutnya, tema tersebut dijabarkan melalui tiga topik bahasan, secara berturut-turut:
1. Negara hukum Indonesia: Diskursus pemikiran negara hukum dalam konstitusi
Indonesia.
2. Problematika lembaga perwakilan dalam konteks checks and balances.
3. Mendudukkan DPD dalam [meng]akomodasi partisipasi masyarakat dan daerah.
Ketiga topik tersebut memang terjalin berkelindan satu dengan yang lainnya.
Pemahaman terhadap aturan konstitusi tentang sistem hukum dan kelembagaan negara
merupakan pengantar untuk memahami tentang kelembagaan DPD secara
proporsional. Sebaliknya dapat dikatakan bahwa pemahaman seseorang tentang
kelembagaan DPD tergantung pada pemahaman yang bersangkutan atas ketentuanketentuan konstitusi Indonesia tentang ketatanegaraan dan kelembagaan negara.

Kelembagaan Negara berdasarkan UUD 1945
Empat kali amandemen terhadap UUD 1945 (pada tahun 1999–2002) telah mengubah
institusi kenegaraan. Ada lembaga [negara] yang dihapuskan, ada yang tetap berlanjut
dengan tupoksi yang diubah, dan ada pula lembaga yang baru diadakan.
Berikut ini adalah lembaga yang disebutkan dalam UUD 1945 pasca-amandemen.
Urutannya mengikuti urut-urutan penyebutannya dalam UUD 1945 pasca-amandemen
—yang tetap menggunakan struktur pem-Bab-an UUD sebelumnya (pra-amandemen).


Nama Lembaga

Keterangan
Lembaga lama, posisi & perannya diubah
(tidak lagi sebagai lembaga tertinggi
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
negara yang memilih Presiden/Wakil
Presiden)
Pemerintahan Negara
Presiden
Lembaga lama, rekrutmennya diubah
Wakil Presiden
(melalui pemilu)
Lembaga lama (penyebutannya dalam
Duta & Konsul
ketentuan tentang kewenangan Presiden)
Dewan Pertimbangan [Presiden]
Lembaga baru (memberi nasehat &
(WanTimPres)
pertimbangan kepada Presiden)

2 |Page

Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
dihapuskan
Kementerian Negara
- Menteri Luar Negeri
- Menteri Dalam Negeri
- Menteri Pertahanan

Tiga jabatan menteri tersebut yang
disebutkan dalam UUD

Pemerintahan Daerah
Pembagian daerah dalam Provinsi &
Kabupaten/ Kota baru disebutkan dalam
UUD
Perangkat Pemerintahan Daerah (Provinsi
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) & Kabupaten/Kota) yang telah ada yang
baru disebutkan dalam UUD
Jabatan Kepala Daerah Provinsi yang telah

Gubernur
ada yang baru disebutkan dalam UUD
Jabatan Kepala Daerah Kabupaten/Kota
Bupati/Walikota
yang telah ada yang baru disebutkan
dalam UUD
Lembaga Perwakilan
Lembaga lama, kewenangannya
Dewan Perwakilan Rakyat
ditingkatkan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Lembaga baru
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Lembaga baru
Lembaga yang telah ada (dengan nama
Bank Sentral
Bank Indonesia seperti dalam Penjelasan
UUD 1945 pra-amandemen)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Lembaga lama, tupoksi diubah

Kekuasaan Kehakiman
Mahkamah Agung (MA)
Lembaga lama
Badan peradilan dalam lingkungan
peradilan umum
Badan peradilan dalam lingkungan
Badan peradilan di bawah MA yang telah
peradilan agama
Badan peradilan dalam lingkungan
ada yang baru disebutkan dalam UUD
peradilan militer
Badan peradilan dalam lingkungan
peradilan tata usaha negara
Hakim Agung
Jabatan yang telah ada yang baru
Ketua & Wakil Ketua MA
disebutkan dalam UUD
Lembaga baru (pengusul pengangkatan
Komisi Yudisial (KY)
Hakim Agung)

Mahkamah Konstitusi (MK)
Lembaga baru (menguji UU terhadap
3 |Page

UUD, memutus sengketa kewenangan
lembaga negara, pembubaran parpol &
perselisihan hasil pemilu)
Hakim Konstitusi
Jabatan baru
Ketua & Wakil Ketua MK
Jabatan baru
Pertahanan & Keamanan Negara
Tentara Nasional Indonesia (TNI)
- Angkatan Darat
Lembaga yang telah ada yang baru
- Angkatan Laut
disebutkan dalam UUD
- Angkatan Udara
Kepolisian Negara Republik Indonesia
Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, dinyatakan

bahwa semua lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi sepanjang untuk
melaksanakan ketentuan UUD 1945 dan belum diadakan yang baru menurut UUD 1945.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut terhadap segenap institusi yang disebutkan dalam
UUD 1945 pasca-amandemen—karena UUD 1945 pasca-amandemen tidak memiliki
lampiran Penjelasan. Sehingga, pengertian masing-masing lembaga negara tersebut
sepenuhnya merujuk ke redaksi UUD 1945 itu sendiri. Kategorisasi kelembagaan negara
semisal lembaga negara utama (primary state institution), lembaga negara pendukung
(secondary state institution), dan lembaga negara tambahan (auxiliary state
institution) adalah pemahaman yang bersifat teoretis saja. Demikian juga dengan relasi
antar lembaga negara yang disebut checks and balances, itu istilah yang bukan berasal
dari penjelasan otentik.

Kelembagaan Lembaga Perwakilan
Lembaga perwakilan terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)—yang pesertanya
partai politik—dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)—yang pesertanya adalah
perseorangan. [Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan
Kabupaten/Kota berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUD 1945 (pasca-amandemen)
merupakan perangkat Pemerintahan Daerah]

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

Aturan konstitusi tentang DPR terdapat pada Pasal 2 ayat (1); Pasal 5 ayat (1); Pasal 7A;
Pasal 7B ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6); Pasal 7C; Pasal 9 ayat (1) dan (2); Pasal 11 ayat
(1) dan (2); Pasal 13 ayat (2) dan (3); Pasal 14 ayat (2); Pasal 19 ayat (1), (2) dan (3);
Pasal 20 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 20A ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 21 ayat Pasal 22
ayat (2) dan (3); Pasal 22A; Pasal 22B; Pasal 22D ayat (1), (2) dan (3); Pasal 22E ayat (2)
4 |Page

dan (3); Pasal 23 ayat (2) dan (3); Pasal 23E ayat (2) dan (3); Pasal 23F ayat (1); Pasal
24A ayat (3); Pasal 24B ayat (3); Pasal 24C ayat (2) dan (3) UUD 1945 (pascaamandemen).

Ketentuan-ketentuan konstitusi tersebut mengatur tentang DPR sebagai berikut:
-

DPR pemegang kekuasaan membuat UU. Dalam pembahasan RUU APBN, DPR
menyetujui atau tidak menyetujui RUU yang diajukan oleh Presiden tersebut—yang
bila RUU APBN tidak disetujui, maka digunakan APBN tahun yang lalu. Dalam
pembahasan RUU APBN tersebut, DPR memperhatikan pertimbangan DPD. DPR
juga menerima RUU yang diajukan oleh DPD.

-


Selain fungsi legislasi (yang dijalankan bersama Presiden), DPR juga memiliki fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan. Termasuk dalam kewenangan pengawasan
tersebut, DPR dapat mengusulkan (kepada MPR) pemberhentian Presiden karena
melanggar ketentuan konstitusi—yang pengujian atas pelanggarannya diputuskan
oleh MK. DPR juga menerima hasil pengawasan DPD. DPR juga menerima (dan
menindaklanjuti) hasil pemeriksaan keuangan negara (oleh BPK)—yang tindak
lanjutnya dilakukan oleh lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan UU.

-

DPR memiliki hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

-

DPR memberikan persetujuan kepada Presiden atas pernyataan perang, perjanjian
internasional (yang memiliki akibat luas/mendasar bagi rakyat), Perpu (yang
diterbitkan oleh Presiden), pengangkatan/pemberhentian anggota KY, dan
persetujuan terhadap calon Hakim Agung (yang diajukan oleh KY).


-

DPR memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk pengangkatan/penerimaan
duta, pemberian amnesti dan abolisi.

-

DPR memilih anggota BPK (dengan memperhatikan pertimbangan DPD),
mengajukan tiga anggota Hakim Konstitusi (yang penetapannya oleh Presiden).

-

Posisi DPR tidak bisa dibubarkan oleh Presiden. DPR dapat menggantikan MPR
dalam menyaksikan sumpah jabatan Presiden. DPR berkewajiban untuk bersidang
sedikitnya sekali dalam setahun.

-

Anggota DPR berasal dari parpol yang dipilih melalui pemilu. Anggota DPR
(bersama anggota DPD) adalah anggota MPR. Anggota DPR mempunyai hak untuk
mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, hak imunitas, dan hak
mengajukan usul RUU. Anggota DPR dapat diberhentikan (diatur dengan UU).

5 |Page

Yang kemudian membuat penyelenggaraan kewenangan DPR tampak ekspansif karena
UUD mendelegasikan berbagai pengaturan lebih lanjut dengan UU dan kekuasaan
membuat UU dipegang oleh DPR.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Berbagai ketentuan konstitusi yang mengatur DPD terdapat pada Pasal 2 ayat (1); Pasal
22C ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 22D ayat (1), (2), (3), dan (4); Pasal 23E ayat (2) dan
(3); dan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 pasca-amandemen.

Ketentuan tentang DPD tersebut mengatur tentang:
-

Anggota DPD dipilih melalui pemilu yang diikuti oleh perseorangan. Jumlah
anggota DPD per provinsi sama dan jumlah anggota DPD tidak melebihi sepertiga
dari jumlah anggota DPR. Anggota DPD (bersama anggota DPR) adalah anggota
MPR. Pemberhentian anggota DPD dari jabatannya diatur dengan UU.

-

Susunan dan kedudukan DPD diatur dengan UU. Kewajiban DPD untuk bersidang
minimal sekali dalam setahun.

-

DPD dapat mengajukan RUU (ke DPR) untuk pengaturan yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.

-

DPD ikut membahas RUU (bersama DPR) yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dan daerah, pembentukan/pemekaran/penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah.

-

DPD memberikan pertimbangan (kepada DPR) atas RUU APBN dan RUU yang
berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga memberikan
pertimbangan (kepada DPR) dalam pemilihan anggota BPK.

-

DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah,
pembentukan/pemekaran/penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
APBN, pajak, pendidikan, dan agama. Hasil pengawasan DPD tersebut disampaikan
kepada DPR.

-

DPD (bersama DPR dan DPRD) menerima hasil pemeriksaan BPK atas keuangan
negara—yang tindak lanjutnya dilakukan oleh lembaga perwakilan dan/atau badan
yang diatur dengan UU.

6 |Page

Mencermati Beberapa Isu yang Mengemuka
Berikut ini adalah acuan sebagai bahan pembahasan kita bersama dalam seminar ini,
yakni tanggapan terhadap beberapa isu yang mengemuka dalam Kerangka Acuan yang
disiapkan oleh Panitia Seminar Nasional Kelompok DPD di MPR—sebagaimana ikhtisar
yang disampaikan di atas.

Isu 1: Konsepsi demokrasi-desentralistik
Isu ini mengandung tuntutan (lama) tentang otonomi [penuh] bagi daerah. Puncak dari
isu desentralisasi ini dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah pendirian
Republik Indonesia Serikat (RIS/Republic of the United States of Indonesia) yang
merupakan hasil dari kesepakatan Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949
antara delegasi ‘Republik Indonesia,’ BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg/Badan
Permusyawaratan Federal) dan Kerajaan Belanda—yang ditandai dengan pemberlakuan
Konstitusi RIS per 27 Desember 1949.
Uraian di atas bukan dimaksud untuk mengartikan konsep demokrasi-desentralistik
sebagai titisan konsep RIS, namun sekedar untuk menunjukkan tempat isu tersebut
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Beberapa konflik internal di Indonesia adalah
juga bukti kesejarahan tentang adanya tuntutan-tuntutan di berbagai daerah untuk
memiliki pemerintahan sendiri (yang mandiri).
Kesepakatan RIS tersebut diubah—secara sepihak (oleh ‘Indonesia’)—dengan melebur
RIS kembali menjadi negara kesatuan—yang ditandai dengan pemberlakuan Undang
Undang Dasar Ssementara per 17 Agustus 1950 (yang dikenal dengan penyebutan:
UUDS 1950).

Isu 2: ‘Kegagalan’ Reformasi yang tidak/belum mampu menciptakan
keadilan dan kesejahteraan [sosial] bagi seluruh rakyat Indonesia
Isu ini marak sejak publikasi Bank Dunia (World Bank) yang memaparkan hasil kajian
mereka tentang ketimpangan di Indonesia (November 2015). Frasa popular yang
menandai isu ini adalah pernyataan bahwa: “1% dari jumlah penduduk menguasai lebih
dari 50% aset Indonesia.” Konglomerat yang digelari ‘9 Naga’ jelas merujuk ke isu
ketimpangan ini—yang sedikit banyak dan lingkaran dekat Isu ini jugalah yang sedikitbanyak menyulut sentimen anti-Cina.
Isu ketimpangan ini absah, terutama untuk pembenahan politik ekonomi Indonesia.
Yang memprihatinkan adalah politisasi terhadap isu ketimpangan tersebut. Isu ini
7 |Page

sebaiknya tidak dicuplik secara sembrono dan/atau dengan sikap partisan—dalam arti
untuk memenuhi kepentingan kelompok sendiri karena sebatas memprovokasi publik
hanya akan melahirkan aksi-aksi yang bukan hanya tidak produktif (untuk
memperbaiki ketimpangan), malah bisa menjadi destruktif bagi keberlanjutan
Indonesia raya.

Isu 3: ‘Kefrustasian’ karena ketidakberimbangan
dibandingkan kewenangan DPR

kewenangan

DPD

Ini juga isu yang absah, yang telah mengemuka sejak periode awal DPD (hasil Pemilu
2004).
Per ketentuan konstitusi, musti diakui bahwa DPD ditempatkan sebagai ‘pelengkap’
bagi DPR. Fungsi parlemen memang didominasi oleh DPR, sehingga lumrah jika
menimbulkan suasana ‘inferior’ bagi anggota DPD (jika dibandingkan dengan anggota
DPR). Karena hal itu merujuk ke ketentuan UUD 1945 (pasca-amandemen), maka
perubahannya jelas hanya melalui amandemen konstitusi.
Namun, perihal ketergangguan efektivitas dalam penyelenggaraan negara akibat posisi
DPD yang lemah dan perannya yang minor, suatu yang masih dalam perdebatan. Ada
kelompok yang mendorong agar DPD setara dengan DPR. Sebaliknya, ada yang
beranggapan bahwa peningkatan kewenangan DPD itu tidak diperlukan karena justru
akan membuat penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin tidak efektif.
Kelompok ini melihat bagaimana manuver para politisi di DPR sangat menguras enersi
Pemerintah. Apalagi jika Pemerintah harus menghadapi dua macam manuver—dari
DPR dan DPD.

Isu 4: Menyoal tentang desain kelembagaan lembaga perwakilan di
Indonesia
Ini adalah inti pembahasan yang menjadi tujuan penyelenggaraan seminar ini. Sebagai
akademisi, saya mengusulkan agar DPD melakukannya tidak melalui forum seminar
melainkan melalui kajian lapangan (field study) dalam rangka menginventarisasi
segenap keberagaman situasi sosial-politik di seantero wilayah Indonesia. Temuan studi
lapangan itulah yang kemudian diseminarkan.
Langkah ini akan lebih konstruktif bagi DPD dan niscaya hasilnya akan menjadi
sumbangsih substansial DPD bagi penataan kelembagaan lembaga perwakilan
Indonesia.
— Ω—
8 |Page

9 |Page

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Pengaruh Pengangguran, Kemiskinan dan Fasilitas Kesehatan terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia di Kabupaten Jember Tahun 2004-2013

21 388 5

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22

A DISCOURSE ANALYSIS ON “SPA: REGAIN BALANCE OF YOUR INNER AND OUTER BEAUTY” IN THE JAKARTA POST ON 4 MARCH 2011

9 161 13

Hubungan antara Kondisi Psikologis dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kelas IX Kelompok Belajar Paket B Rukun Sentosa Kabupaten Lamongan Tahun Pelajaran 2012-2013

12 269 5

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100