Contoh laporan dan ukur tanah
CONTOH LAPORAN PRAKTIKUM SURVEY
PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT
WATERPAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan
suatu ilmu yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam
bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini berguna bagi pekerjaan perencanaan yang
membutuhkan datadata koordinat dan ketinggian titik lapangan Berdasarkan
ketelitian pengukurannya, ilmu Geodesi terbagi atas dua macam, yaitu :
1. Geodetic Surveying, yaitu suatu survey yang memperhitungkan kelengkungan
bumi atau kondisi sebenarnya. Geodetic Surveying ini digunakan dalam
pengukuran daerah yang luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang
lengkung (bola/ellipsoid).
2. Plane Surveying, yaitu suatu survey yang mengabaikan kelengkungan bumi dan
mengasumsikan bumi adalah bidang datar. Plane Surveying ini digunakan untuk
pengukuran daerah yang tidak luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu
bidang datar.
Dalam praktikum ini kita memakai Ilmu Ukur Tanah (Plane Surveying) . Ilmu
Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua
metoda untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi
dan lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga
dapat ditentukan posisi titiktitik di permukaan bumi. Dari titik yang telah
didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa akan berlatih melakukan
pekerjaanpekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tanah yang didapat
dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan demikian diharapkan
mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan
situasi teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada umumnya
diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluankeperluan
lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.
1.2. Rumusan Masalah
Menentukan jarak optis dari patok utama ke patak utama berikutnya misal (P0
P1) dan menentukan jarak optis dari patok utama ke detail di sekitarnya misal
(P0a).
Menentukan beda tinggi antara patok satu dengan patok yang lainnya di
permukaan bumi.
Menentukan koreksi kesalahan antara patok
Menentukan tinggi patok antara patok sebelumnya ke patok selanjudnya
Menentukan kemiringan setiap patok.
1.3. Maksud Dan Tujuan Praktikum
Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dimaksudkan sebagai aplikasi lapangan dari
teoriteori dasar Ilmu Ukur Tanah yang didapatkan oleh praktikan di bangku kuliah
seperti poligon, alat dan penggunaannya, sampai pada pembuatan peta.
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah sbb:
Praktikan dapat memahami cara menentukan jarak optis patok utama dan
detail,
Memahami cara menentukan beda tinggi,
Memahami cara menentukan koreksi kesalahan,
Memahami cara menentukan tinggi patok, dan
Memahami cara mentukan kemiringan patok
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaatnya adalah agar praktikan bisa memahami ilmu pengukuran, prosedu
pelaksanaan langkah – langkah yang di lakukan. Sehingga ketika praktikan selesai
dari Perguruan Tinggi ( Universitas), terjun kedunia industri praktikan bisa
langsung mengaplikasikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Teori Pengukuran
Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk
mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk
pekerjaan konstruksi.
Hasilhasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk
perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang
didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah,
penelitian terhadap saluransaluran yang sudah ada, dan lainlain.
Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap
sama dengan garis untingunting.
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap
titik. Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk
ketinggian, misalnya permukaan laut ratarata.
Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya
terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah
sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong
horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang
berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syaratsyarat sbb :
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.
2.2. Kegunaan alat.
2.2.1. Fungsi utama.
a. Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang
sama tinggi, sehingga titik – titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki
ketinggian yang sama.
b. Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang
dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik – titik
tertentu, maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian
dari titik – titik tersebut.
2.2.2. Tambahan alat
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah
bagian alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat
lain, seperti :
a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah
serta sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma
mendatar. Dengan adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass
berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur
jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini
dikenal dengan jarak optik.
b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan
skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang
dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh
benang diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua
buah titik, sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan
atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut
horizontal.
2.3. Teori poligon
2.3.1. Pengertian poligon
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titiktitik yang
terletak di permukaan bumi. Garisgaris lurus membentuk sudutsudut pada titik
titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara
sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat
dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain
diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di
lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di
samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah
diketahui koordinatnya.
2.3.2. Pengukuran poligon
A. Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara :
mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran
sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur
harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur.
pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar
Gambar 2.1
Pengukuran jarak
Caranya :
skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benarbenar lurus, tidak
melengkung
himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka
bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B
B. pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2
Gambar 2.2
pengukuran jarak pada tanah miring
caranya :
jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi
dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang)
skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan
untingunting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit
dengan titik 1, maka diperoleh d1
dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga
didapat d2
maka :
dAB = d1 + d2
C. pengukuran sudut mendatar
sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan
arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada
gambar 2.3
Gambar 2.3
Pengukuran sudut mendatar
Caranya :
alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan
target dipasang di titik A dan di tiik B
alat dalam kedudukan “biasa” diarahkan ke target di titik A (arah
pertama)
atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga
dapat melihat garisgaris diafragma (benang silang) denga jelas
atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target
di tiik A dengan terang dan jelas
tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup
penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran
horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian
hitung ratarata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B)
teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B,
dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B)
teropong dibalikkan dalam kedudukan “luar biasa” an diputar seearah
jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara
yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2
(LB)
putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan
luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah
skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB)
urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah
pengukuran sudut 1 seri.
D. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal
1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut
bila di sekitar titiktitik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi,
sudut jurusan dihitung dari titiktitik triangulasi. Bila menggunakan
sudut jurusan awal ini, maka jaring titiktitik kerangka dasar harus
disambungkan ke titiktitik triangulasi tersebut.
Bila tidak terdapt titiktitik triangulasi, sudut jurusan awal dapat
ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau
bintang) dari pengukuran menggunakan girotheodolit yang
berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran
menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.
2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :
bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di
wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan
demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut.
Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat
titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan
pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari
lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam
sistem
Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat
dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat
dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan
pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titiktitik yang
lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat
setempat (lokal).
2.3.3. Prinsip hitungan poligon
Gambar 2.4
Prinsip hitungan poligon
Diketahui :
koordinat titik A
sudut jurusan αA1
diukur dilapangan :
jarak datar dA1
sudut mendatar β1
dihitung :
koordinat titik 1 (X1, Y1)
koordinat titik 2 (X2 , Y2 )
Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :
X1 = XA + ∆XA1
X1 = XA + dA1 Sin αA1
Y1 = YA + ∆YA1
Y1 = YA + dA1 Cos αA1
Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung
menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan αA1 diketahui. d12 dapat diukur
dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar
β1.α12 dapat dihitung dari αA1 dan β1
α12
= {( αA1+ 180˚) + β1 } – 360˚
= αA1 + β1 180˚
maka koordinat titik 2 :
X2 = X1 + ∆X12
X2 = X1 + d12 Sin α12
Y2 = Y1 + ∆Y12
Y2 = Y2 + d12 Cos α12
Demikian pula untuk menghitung titiktitik selanjutnya dapat dilakukan
secara brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya.
Sudut jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan α12 dan sudut
mendatar yang diukur di titik tersebut
2.3.4. Macammacam bentuk poligon
A. Poligon lepas
Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu
di awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk
poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.5
Bentuk poligon lepas
Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan
oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai
kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan
juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang
poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.
B. Poligon terikat
Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal
dan juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir.
a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir
Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut
jurusan awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir.
Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran
sudut yang sehadap dapat dikontrol.
Gambar 2.6
Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir
Diukur dilapangan :
Jarak datar d1, d2 , d3, d4, dan d5
Sudut datar β1, β2 , β3, β4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung
titik 2 diperlukan α12 dimana :
α12
= {( α0+ 180˚) + β1 } – 360˚
= α0 + β1 180˚
Untuk menghitung titik 3 diperlukan α23 dimana :
α23
= {( α12+ 180˚) + β2 } – 360˚
= αA1 + β2 180˚
= α0 + β1 + β2 – 360˚
Begitu juga selanjutnya :
α34
= {( α23+ 180˚) + β3 } – 360˚
= α23 + β3 180˚
= α0 + β1 + β2 + β3 – 540˚
D`an
α45
= {( α34+ 180˚) + β4 } – 360˚
= α34 + β4 180˚
= α0 + β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚
αa – α0
= β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚
β1 + β2 + β3 + β4
∑ sudut diukur
= ( αa – α0 ) + 720˚
= ( αa – α0 ) + n. 180˚
Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α45 = αa )
dan sudut jurusan awa (α0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran
sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu
persamaan dengan memberikan koreksi :
∑ sudut diukur + f(α)
= ( αa – α0 ) + n. 180˚
Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran
sudut.
b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir
Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik
akhir poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui
koordinatnya
Gambar 2.7
Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir
c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna
Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada
koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (α0). Selain itu
pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (αa) dan diikatkan pada titik
yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya α0dan αa,
koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat
dikontrol.
2.3.5. Kontrol kualitas pengukuran poligon
Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang disebabkan
oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi ukuran yang
diperbolehkan.
BAB III
METODE PENGUKURAN
3.1. Alat – alat yang di gunakan
a. Pesawat penyipat datar (PPD)
Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagianbagian sebagai berikut :
1. Lingkaran horizontal berskala,
2. Skala pada lingkaran horizontal,
3. Okuler teropong,
4. Alat bidik dengan celah penjara,
5. Cermin nivo,
6. Sekrup penyetel fokus,
7. Sekrup penggerak horizontal,
8. Sekrup pengungkit,
9. Sekrup pendatar,
10. Obyektif teropong,
11. Nivo tabung,
12. Nivo kotak.
b. Statif (Kaki Tiga)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga
kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masingmasing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi
rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak
pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.2
Untingunting
c. Unting – Unting
Untingunting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, untingunting ini
berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di
atas patok.
Gambar 3.3
Untingunting
d. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang
berukuran ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang
panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi.
Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda
pada bagianbagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam
dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi
silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok
utama secara detail.
Gambar 3.4
Rambu ukur/Bak ukur
e. Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung
maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar
matahari.
Gambar 3.5
Payung
f. Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga
dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimut.
Gambar 3.6
Kompas
g. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang
menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo
terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah
tepat berada ditengah.
Gambar 3.7
Nivo kotak
h. Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 3050 m dan dilengkapi
tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.
Gambar 3.8
Rol Meter
i. Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran
atau segi empat dengan panjang kurang lebih 3050 cm dan ujung bawahnya
dibuat runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama
dalam pengukuran.
Gambar 3.9
Patok
j. Alat penunjang lain
Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya,
yang dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.
Gambar 3.10
Blangko data, Alat tulis dan Kalkulator
3.2. Lokasi dan waktu
Lokasi pengukuran di lingkup Fakultas Teknik tepatnya gedung perkuliahan. Di
mulai dari area parkir mengitari gedung perkuliahan sampai kembali ke titik awal
pengukuran. Waktu praktikum tanggal 15 mei 2012 di mulai dari 11.30 s/d 17.00
WITA.
3.3. Tim pengukur
3.3.1. Personil
1. Zulaidi E3B1 11 007
2. Lugisman E3B1 11 005
3. Muh. Acil Rusalim E3B1 11 008
4. Wiwin Indra Lesmana E3B1 11 004
5. Rendi Aprianto E3B1 11 002
6. Muh. Saiful E3B1 10 051
7. Asas Swastari E3B1 08 015
3.3.2. Pembagian tugas
1. Pembaca rambu 1 orang
2. Penulis hasil bidik 1 orang
3. Pemegang rambu 2 orang
4. Pemasangan patok 1 orang
5. Pemegang meter 1 orang
6. Pemegang payung 1 orang
3.4. Prosedur Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Penentuan profil
a. Profil Memanjang
Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai
dengan keinginan anda. Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah
utara dengan menggunakan kompas. Kemudian menolkan nilai
dariwaterpass,
dimana
arah
utara
merupakan
patokan
utama. Waterpassdiletakkan di tengahtengah antara kedua patok.
Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil
memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya
dalam kedudukan yang seimbang (di tengahtengah).
Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double
Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran
pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan
pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai pembacaan
belakang dan P1 sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.
Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala
arah.
Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut
pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas,
benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok
kedua (P1).
Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita
mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan
belakang). Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan
bawah.
Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di
atas sampai pada patok terakhir.
Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia.
b. Profil Melintang
Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali
kedudukan nivo nya seperti pada pengukuran profil memanjang.
Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur
disebelah kanan waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi
simbol c dan d.
Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada
patok terakhir.
Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia
3.4.2. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 4 jenis kegiatan yang harus
dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
a. Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam
Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga.
Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt
ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan
hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke
lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus
diperhatikan juga antara lain :
Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas,
sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.
Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena
itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi
tiga tersebut.
Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar
tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga
dan alat terlepas.
b. Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang
sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk
dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut:
Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh
kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.
Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan
gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c. Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan
mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan
diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang
dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan
diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.
3.4.3. Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca,
yaitu :
a. Pembacaan Benang atau pembacaan rambu.
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada
rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan
benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma
mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat
dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan
benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara
benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) Persamaan ini biasa
digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara
tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara
ramburambu ukur yang dibidik.
Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara
tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan
tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan
dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Sebagai contoh terlihat
pada Gambar.
b. Pembacaan Sudut Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran
mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut
mendatar atau sudut horizontal.
Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :
Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi
menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’) dan
setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan
dengan 1 detik (1”).
Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 400 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100
bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap
centigrid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan
dengan 1 centicentigrid (1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut
horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari Wild.
3.4.4. Cara Penentuan Beda Tinggi
Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat
datar (waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat
ukurwaterpass dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di
lapangan :
a. Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya
pesawat di letakkan di titik B. Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah
teropong di atas titik B di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di
tengah–tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke mistar (bak) ukur yang
diletakkan di titik A.
Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka
beda tinggi antara titik A dan B adalah :
b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur
penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kirakira sama. Diusahakan
agar pesawat tetap berada ditengah – tengah. Pada kedua titik tersebut
diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang)
dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum
jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B
(pembacaan muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi
antara titik A dan B:
c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini
dilakukan dilakukan bila keadaan terpaksa, mungkin karena
adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluransaluran
air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini,
pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya
dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak
ukur B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :
Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara
menempatkan alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda
tingginya karena dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka
kesalahannya negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.
3.5. Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahankesalahan.
Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Kesalahan Besar ( Mistakes Blunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hatihati dalam melakukan
pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila
terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang mengalami
kesalahan tersebut dicoret saja.
b. Kesalahan Sistimatis ( Sistematic Error )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya
panjang meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak
sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau
mengkaligrasi alat/memperbaiki alat.
c. Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak ( Accidental Error )
Kesalahan ini dapat terjadi karena hal–hal yang tidak diketahui dengan pasti
dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah.
Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai
rata– rata sebagai hasil.
3.6. Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
jalannya / proses pengukuran yaitu :
Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
Faktor bahan dan alat,
Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena
apabila cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh
dari hujan.
3.7. Rumus – rumus yang di gunakan
3.7.1. Rumus Perhitungan Profil Memanjang
a. Perhitungan Jarak Optis patok utama
Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100
Dimana :
D = Jarak Optis (m)
Ba = Benang atas (mm)
Bb = Benang bawah (mm)
b. Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama
Rumus :
∆H = Bt blkn – Bt muka
Dimana :
∆H = Beda Tinggi (m)
Bt blkn = Benang Tengah (mm)
Bt muka = Benang Tengah (mm)
c. Perhitungan Koreksi Kesalahan
Perhitungan Kesalahan Keseluruhan
Rumus :
Z =∑ ∆H ± ∆H
Dimana :
Z = Kesalahan
∑ ∆H =
Jumlah Total Beda Tinggi Pengukuran
∆H = Jumlah Beda Tinggi Pengukuran per patok
Perhitungan Kesalahan Perpatok
Rumus :
K = (Z / ( n – 1 ))
Dimana :
K = Nilai Koreksi
Z = Kesalahan
N = Banyaknya Patok
d. Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama
Rumus :
Pn = Pn1 ± ∆H n1 ± K
Dimana :
Pn = Tinggi Titik Utama
Pn1 = Tinggi Titik Utama sebelum Pn
∆H = Beda tinggi
K = Koreksi
e. Perhitungan Kemiringan Patok Utama
Rumus :
/ Tn = (∆H/ D ) / 100 %
Dimana :
/ Tn = Kemiringan Titik Yang ditinjau
∆H = Jarak Optis RataRata Tiap Patok Utama
3.7.2. Rumus Perhitungan Profil Melintang
a. Perhitungan Jarak Optis Detail’
Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100
Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah
b. Perhitungan Beda Tinggi Detail
Rumus :
∆H = Tinggi Pesawat – Bt Detail
Dimana :
∆H = Beda Tinggi
Bt = Benang Tengah
c. Perhitungan Tinggi Titik Detail
Rumus :
T = Pn ± ∆H
Dimana :
T = Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn = Tinggi Titik Patok Utama
d. Perhitungan Kemiringan Detail
Rumus :
/ T det = ( ∆H Detail / D det ) * 100 %
Dimana :
/ T det = Kemiringan detail
∆H Detail = Beda tinggi detail
D det = Jarak Optis detail
BAB IV
ANALISA DATA
Untuk melihat file analisa data anda dapat mendownload linl di bawah ini :
http://www.4shared.com/account/dir/jynjf14p/_online.html#dir=110598012
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami
simpulkan bahwa :
1. Theodolit adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah.
2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi
yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titiktitik dan
merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut
sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta.
3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi
dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi.
4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna
penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda
tinggi pada poligon.
4.2 Saran
Saransaran yang dapat kami berikan bertolak dari kesimpulan
yang kami buat
adalah:
1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga
dalam pembuatan laporan tidak terburuburu.
2. Untuk menghindari kesalahankesalahan yang besar sebaiknya
dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik
baiknya mengingat praktikan baru pertama kali melakukan
pengukuran seperti ini.
3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek
lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan.
PENGUKURAN MENGGUNAKAN ALAT
WATERPAS
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ilmu ukur tanah adalah bagian rendah dari ilmu Geodesi, yang merupakan
suatu ilmu yang mempelajari ukuran dan bentuk bumi dan menyajikannya dalam
bentuk tertentu. Ilmu Geodesi ini berguna bagi pekerjaan perencanaan yang
membutuhkan datadata koordinat dan ketinggian titik lapangan Berdasarkan
ketelitian pengukurannya, ilmu Geodesi terbagi atas dua macam, yaitu :
1. Geodetic Surveying, yaitu suatu survey yang memperhitungkan kelengkungan
bumi atau kondisi sebenarnya. Geodetic Surveying ini digunakan dalam
pengukuran daerah yang luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu bidang
lengkung (bola/ellipsoid).
2. Plane Surveying, yaitu suatu survey yang mengabaikan kelengkungan bumi dan
mengasumsikan bumi adalah bidang datar. Plane Surveying ini digunakan untuk
pengukuran daerah yang tidak luas dengan menggunakan bidang hitung yaitu
bidang datar.
Dalam praktikum ini kita memakai Ilmu Ukur Tanah (Plane Surveying) . Ilmu
Ukur tanah dianggap sebagai disiplin ilmu, teknik dan seni yang meliputi semua
metoda untuk pengumpulan dan pemrosesan informasi tentang permukaan bumi
dan lingkungan fisik bumi yang menganggap bumi sebagai bidang datar, sehingga
dapat ditentukan posisi titiktitik di permukaan bumi. Dari titik yang telah
didapatkan tersebut dapat disajikan dalam bentuk peta.
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini mahasiswa akan berlatih melakukan
pekerjaanpekerjaan survey, dengan tujuan agar Ilmu Ukur Tanah yang didapat
dibangku kuliah dapat diterapkan di lapangan, dengan demikian diharapkan
mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas.
Dengan praktikum ini diharapkan dapat melatih mahasiswa melakukan pemetaan
situasi teritris. Hal ini ditempuh mengingat bahwa peta situasi pada umumnya
diperlukan untuk berbagai keperluan perencanaan teknis atau keperluankeperluan
lainnya yang menggunakan peta sebagai acuan.
1.2. Rumusan Masalah
Menentukan jarak optis dari patok utama ke patak utama berikutnya misal (P0
P1) dan menentukan jarak optis dari patok utama ke detail di sekitarnya misal
(P0a).
Menentukan beda tinggi antara patok satu dengan patok yang lainnya di
permukaan bumi.
Menentukan koreksi kesalahan antara patok
Menentukan tinggi patok antara patok sebelumnya ke patok selanjudnya
Menentukan kemiringan setiap patok.
1.3. Maksud Dan Tujuan Praktikum
Praktikum Ilmu Ukur Tanah ini dimaksudkan sebagai aplikasi lapangan dari
teoriteori dasar Ilmu Ukur Tanah yang didapatkan oleh praktikan di bangku kuliah
seperti poligon, alat dan penggunaannya, sampai pada pembuatan peta.
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum Ilmu Ukur Tanah ini adalah sbb:
Praktikan dapat memahami cara menentukan jarak optis patok utama dan
detail,
Memahami cara menentukan beda tinggi,
Memahami cara menentukan koreksi kesalahan,
Memahami cara menentukan tinggi patok, dan
Memahami cara mentukan kemiringan patok
1.4. Manfaat Praktikum
Manfaatnya adalah agar praktikan bisa memahami ilmu pengukuran, prosedu
pelaksanaan langkah – langkah yang di lakukan. Sehingga ketika praktikan selesai
dari Perguruan Tinggi ( Universitas), terjun kedunia industri praktikan bisa
langsung mengaplikasikan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Teori Pengukuran
Pengukuran waterpass adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk
mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk
pekerjaan konstruksi.
Hasilhasil dari pengukuran waterpass di antaranya digunakan untuk
perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang
didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah,
penelitian terhadap saluransaluran yang sudah ada, dan lainlain.
Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah yang sering digunakan, yaitu :
Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap
sama dengan garis untingunting.
Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap
titik. Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut.
Datum adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk
ketinggian, misalnya permukaan laut ratarata.
Elevasi adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
Banch Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya
terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah
sekelilingnya.
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah membuat garis sumbu teropong
horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal adalah nivo, yang
berbentuk tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya.
Dalam menggunakan alat ukur waterpass harus dipenuhi syaratsyarat sbb :
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I.
Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I.
2.2. Kegunaan alat.
2.2.1. Fungsi utama.
a. Memperoleh pandangan mendatar atau mendapat garis bidikan yang
sama tinggi, sehingga titik – titik yang tepat garis bidikan/ bidik memiliki
ketinggian yang sama.
b. Dengan pandangan mendatar ini dan diketahui jarak dari garis bidik yang
dapat dinyatakan sebagai ketinggian garis bidik terhadap titik – titik
tertentu, maka akan diketahui atau ditentukan beda tinggi atau ketinggian
dari titik – titik tersebut.
2.2.2. Tambahan alat
Alat ini dapat ditambah fungsi atau kegunaannya dengan menambah
bagian alat lainnya. Umumnya alat ukur waterpass ditambah bagian alat
lain, seperti :
a. Benang stadia, yaitu dua buah benag yang berada di atas dan dibawah
serta sejajar dan dengan jarak yang sama dari benang diafragma
mendatar. Dengan adanya benang stadia dan bantuan alat ukur waterpass
berupa rambu atau bak ukur alat ini dapat digunakan sebagai alat ukur
jarak horizontal atau mendatar. Pengukuran jarak dengan cara seperti ini
dikenal dengan jarak optik.
b. Lingkaran berskala, yaitu lingkaran di badan alat yang dilengkapi dengan
skala ukuran sudut. Dengan adanya lingkaran berskala ini arah yang
dinyatakan dengan bacaan sudut dari bidikan yang ditunjukkan oleh
benang diafragma tegak dapat diketahui, sehingga bila dibidikkan ke dua
buah titik, sudut antara ke dua titik tersebut dengan alat dapat ditentukan
atau dengan kata lain dapat difungsikan sebagai alat pengukur sudut
horizontal.
2.3. Teori poligon
2.3.1. Pengertian poligon
Poligon adalah serangkaian garis lurus yang menghubungkan titiktitik yang
terletak di permukaan bumi. Garisgaris lurus membentuk sudutsudut pada titik
titik perpotongannya. Dengan menggunakan poligon dapat ditentukan secara
sekaligus koordinat beberapa titik yang letaknya berurutan dan memanjang.
Pada ujung awal poligon diperlukan satu titik yang telah diketahui koordinat
dan sudut jurusannya. Karena untuk menentukan koordinat titik yang lain
diperlukan sudut mendatar dan jarak mendatar, maka pada pengukuran di
lapangan data yang diambil adalah data sudut mendatar dan jarak mendatar di
samping itu diperlukan juga penentuan sudut jurusan dan satu titik yang telah
diketahui koordinatnya.
2.3.2. Pengukuran poligon
A. Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran jarak mendatar pada poligon dapat ditentukan dengan cara :
mekanis (dengan menggunakan pita ukur) dan optis (seperti pada pengukuran
sipat datar). pada bagian ini dijelaskan metode pengukuran jarak dengan
menggunakan pita ukur. Pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur
harus memperhatikanpermukaan tanah yang akan diukur.
pengukuran jarak pada tanah mendatar, seperti pada gambar
Gambar 2.1
Pengukuran jarak
Caranya :
skala nol pita ukur diletakkan tepat berimpit di atas pusat anda titik A
pita ukur ditarik dengan kuat agar keadaannya benarbenar lurus, tidak
melengkung
himpitkan skala pita ukur lainnya di atas pusat tanda titik B, maka
bacaan skala inilah yang merupakan jarak antara titik A dan titik B
B. pengukuran jarak pada tanah miring, seperti pada gambar 2.2
Gambar 2.2
pengukuran jarak pada tanah miring
caranya :
jika permukaan tanahnya relatif miring, maka pengukuran jarak dibagi
dalam beberapa selang (pada gambar di atas bagi dua selang)
skala nol diimpitkan di atas titik A (biasa dengan menggunakan bantuan
untingunting), tarik agar pita dalam keadaan datar sampai berimpit
dengan titik 1, maka diperoleh d1
dengan cara yang sama, jarak diukur dari titik 1 sampai titik B, hingga
didapat d2
maka :
dAB = d1 + d2
C. pengukuran sudut mendatar
sudut adalah selisih antara dua arah yang berlainan. Yang dimaksud dengan
arah atau jurusan adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu teropong diarahkan ke jurusan tertentu. Seperti pada
gambar 2.3
Gambar 2.3
Pengukuran sudut mendatar
Caranya :
alat dirikan di titik P alalu diatur sesuai ketentuan
target dipasang di titik A dan di tiik B
alat dalam kedudukan “biasa” diarahkan ke target di titik A (arah
pertama)
atur tabung okuler dengamemutar sekrup yang ad pada okuler sehingga
dapat melihat garisgaris diafragma (benang silang) denga jelas
atur sekrup penjelas bayangan sehingga dapat melihat bayangan target
di tiik A dengan terang dan jelas
tepatkan benang silang diafragma pada target dengan memutar sekrup
penggerak halus horisontal dan vertikal, baca dan catat skala lingkaran
horisontalnya. Ulangi pembacaan tersebut minimal 3 kali, kemudian
hitung ratarata harga hasil bacaannya, catat sebagai L1 (B)
teropong diputar searah jarum jam dan diarahkan ke target di titik B,
dengancara yang sama seperti di atas, catat sebagai L2 (B)
teropong dibalikkan dalam kedudukan “luar biasa” an diputar seearah
jarum jam, dengan kedudukan tetap mengarah ke titikk B. dnegan cara
yang sama seperti di atas, baca skala lingkarannya dan catat sebagai L2
(LB)
putarlah teropong searah jarum jam ke titik A (tetap dalam kedudukan
luar biasa), dengan menggunakan cara yang sam seperti di atas, bacalah
skala lingkran horisontalnya dan catat sebagai L1 (LB)
urutan pengukuran sudut seperti yang dijelaskan di atas adalah
pengukuran sudut 1 seri.
D. Penentuan sudut jurusan awal dan koordinat awal
1. sudut jurusan awal dapat ditentukan sebagai berikut
bila di sekitar titiktitik kerangka dasar terdapat 2 titik triangulasi,
sudut jurusan dihitung dari titiktitik triangulasi. Bila menggunakan
sudut jurusan awal ini, maka jaring titiktitik kerangka dasar harus
disambungkan ke titiktitik triangulasi tersebut.
Bila tidak terdapt titiktitik triangulasi, sudut jurusan awal dapat
ditentukan dari pengamatan astronomi (pengamatan matahari atau
bintang) dari pengukuran menggunakan girotheodolit yang
berorientasi terhadap utara geografi atau dari pengukuran
menggunakan theodolit kompas atau ditentukan sembarang.
2. koordinat awal dapat ditentukan dalam sistem umum sebagai berikut :
bila dikehendaki koordinat dalam sistem umum (sistem yang berlaku di
wilayah negara) digunakan titik triangulasi (cukup satu titik saja). Dengan
demikian kerangka dasar harus diikatkan ke titik triangulasi tersebut.
Bila diketahui koordinat dalam sistem umum tetapi tidak terdapat
titik triangulasi, maka di salah satu titik kerangka dasar dilakukan
pengukuran astronomis untuk menentukan lintang bujurnya. Dari
lintang da bujur geografi ini dapat ditentukan koordinat (x,y) dalam
sistem
Bila tidak terdapat titik triangulasi dan tidak dikehendaki koordinat
dalam sistem umum, maka salah satu titik kerangka dasar dapat
dipilih sebagai titik awal dengan koordinat sembarang (diusahakan
pemilihan koordinat ini mempertimbangkan koordinat titiktitik yang
lain agar bernilai positif). Sistem demikian sesitem koordinat
setempat (lokal).
2.3.3. Prinsip hitungan poligon
Gambar 2.4
Prinsip hitungan poligon
Diketahui :
koordinat titik A
sudut jurusan αA1
diukur dilapangan :
jarak datar dA1
sudut mendatar β1
dihitung :
koordinat titik 1 (X1, Y1)
koordinat titik 2 (X2 , Y2 )
Tahapan hitungan :
Menghitung koordinat titik 1 :
X1 = XA + ∆XA1
X1 = XA + dA1 Sin αA1
Y1 = YA + ∆YA1
Y1 = YA + dA1 Cos αA1
Jika koordinat titik 1 diketahui, maka koordinat titik 2 dapat dihitung
menggunakan koordinat titik 1, apabila d12 dan αA1 diketahui. d12 dapat diukur
dan biasanya sudut yang diukur dilapangan adalah sudut mendatar
β1.α12 dapat dihitung dari αA1 dan β1
α12
= {( αA1+ 180˚) + β1 } – 360˚
= αA1 + β1 180˚
maka koordinat titik 2 :
X2 = X1 + ∆X12
X2 = X1 + d12 Sin α12
Y2 = Y1 + ∆Y12
Y2 = Y2 + d12 Cos α12
Demikian pula untuk menghitung titiktitik selanjutnya dapat dilakukan
secara brtahap dan berurutan menggunakan data koordinat titik sebelumnya.
Sudut jurusan titik selanjutnya, dapat dihitung menggunakan α12 dan sudut
mendatar yang diukur di titik tersebut
2.3.4. Macammacam bentuk poligon
A. Poligon lepas
Poligon lepas adalah poligon yang hanya mempunyai satu titik ikat yaitu
di awal dan untuk orientasi sudut jurusan awalnya sudah diketahui. Bentuk
poligon lepas dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini.
Gambar 2.5
Bentuk poligon lepas
Poligon lepas memungkinkan terjadinya perambatan kesalahan yang disebabkan
oleh pengukuran sudut mendatar dan jarak. Contoh : titik 1 telah mempunyai
kesalahan akibat adanya pengukuran jarak, titik 2 akan mempunyai kesalahan
juga yang lebih besardari titik 1 dan begitu seterusnya. Semakin panjang
poligonnya, ketelitiannya akan semakin turun.
B. Poligon terikat
Pada poligon terikat diberikan satu titik ikat awal berikut jurusan awal
dan juga titik ikat akhir atau sudut jurusan akhir.
a) Poligon dikontrol dengan sudut jurusan akhir
Titik awal diikatkan ke titik A dan untuk orientasi diberikan sudut
jurusan awal, sedangkan titik terakhir diberikan sudut jurusan akhir.
Akibat adanya sudut jurusan awal awal dan akhir, maka semua ukuran
sudut yang sehadap dapat dikontrol.
Gambar 2.6
Poligon teikat dan dikontrol pada sudut jurusan akhir
Diukur dilapangan :
Jarak datar d1, d2 , d3, d4, dan d5
Sudut datar β1, β2 , β3, β4
Setelah koordinat titik 1 dihitung dari koordinat titik A, untuk menghitung
titik 2 diperlukan α12 dimana :
α12
= {( α0+ 180˚) + β1 } – 360˚
= α0 + β1 180˚
Untuk menghitung titik 3 diperlukan α23 dimana :
α23
= {( α12+ 180˚) + β2 } – 360˚
= αA1 + β2 180˚
= α0 + β1 + β2 – 360˚
Begitu juga selanjutnya :
α34
= {( α23+ 180˚) + β3 } – 360˚
= α23 + β3 180˚
= α0 + β1 + β2 + β3 – 540˚
D`an
α45
= {( α34+ 180˚) + β4 } – 360˚
= α34 + β4 180˚
= α0 + β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚
αa – α0
= β1 + β2 + β3 + β4 – 720˚
β1 + β2 + β3 + β4
∑ sudut diukur
= ( αa – α0 ) + 720˚
= ( αa – α0 ) + n. 180˚
Telah disebutkan sebelumnya bahwa sudut jurusan akhir (α45 = αa )
dan sudut jurusan awa (α0) sudah diketahui. namun setiap pengukuran
sudut biasanya mengandung kesalahan, sehingga dapat dibentuk suatu
persamaan dengan memberikan koreksi :
∑ sudut diukur + f(α)
= ( αa – α0 ) + n. 180˚
Dimana f(α) adalah besarnya koreksi yang diberikan untuk pengukuran
sudut.
b) Poligon dikontrol dengan koordinat akhir
Koordinat titik awal dan sudut jurusan awal diketahui, kemudian titik
akhir poligon diikatkan ;agi pada satu titik yang telah diketahui
koordinatnya
Gambar 2.7
Poligon terikat dan dikontrol koordinat akhir
c) Poligon terkontrol dan terikat sempurna
Pada poligon ini, titik awalnya diikatkan pada satu titik yang ada
koordinatnya (titik A) dan mempunyai sudut jurusan awal (α0). Selain itu
pada titik akhir diberikan sudut jurusan akhir (αa) dan diikatkan pada titik
yang telah mempunyai koordinat (titik B). dnegan adanya α0dan αa,
koordinat titik awal dan titik akhir, maka hasil pengukurannya dapat
dikontrol.
2.3.5. Kontrol kualitas pengukuran poligon
Setiap pengukuran yang dilakukan selalu mengandung kesalahan yang disebabkan
oleh berbagai hal, karena itu perlu ditetapkan suatu batas toleransi ukuran yang
diperbolehkan.
BAB III
METODE PENGUKURAN
3.1. Alat – alat yang di gunakan
a. Pesawat penyipat datar (PPD)
Alat ukur waterpass secara umum memiliki bagianbagian sebagai berikut :
1. Lingkaran horizontal berskala,
2. Skala pada lingkaran horizontal,
3. Okuler teropong,
4. Alat bidik dengan celah penjara,
5. Cermin nivo,
6. Sekrup penyetel fokus,
7. Sekrup penggerak horizontal,
8. Sekrup pengungkit,
9. Sekrup pendatar,
10. Obyektif teropong,
11. Nivo tabung,
12. Nivo kotak.
b. Statif (Kaki Tiga)
Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga
kakinya dapat menyangga penempatan alat yang pada masingmasing ujungnya
runcing, agar masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi
rendahnya sesuai dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak
pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.2
Untingunting
c. Unting – Unting
Untingunting ini melekat dibawah penyetel kaki statif, untingunting ini
berfungsi sebagai tolak ukur apakah waterpass tersebut sudah berada tepat di
atas patok.
Gambar 3.3
Untingunting
d. Rambu Ukur
Rambu ukur mempunyai bentuk penampang segi empat panjang yang
berukuran ± 3–4 cm, lebar ± 10 cm, panjang ± 300 cm, bahkan ada yang
panjangnya mencapai 500 cm. Ujung atas dan bawahnya diberi sepatu besi.
Bidang lebar dari bak ukur dilengkapi dengan ukuran milimeter dan diberi tanda
pada bagianbagiannya dengan cat yang mencolok. Bak ukur diberi cat hitam
dan merah dengan dasar putih, maksudnya bila dilihat dari jauh tidak menjadi
silau. Bak ukur ini berfungsi untuk pembacaan pengukuran tinggi tiap patok
utama secara detail.
Gambar 3.4
Rambu ukur/Bak ukur
e. Payung
Payung digunakan untuk melindungi pesawat dari sinar matahari langsung
maupun hujan karena lensa teropong pada pesawat sangat peka terhadap sinar
matahari.
Gambar 3.5
Payung
f. Kompas
Kompas digunakan untuk menentukan arah utara dalam pengukuran sehingga
dijadikan patokan utama dalam pengukuran yang biasa di sebut sudut azimut.
Gambar 3.6
Kompas
g. Nivo
Di dalam nivo terdapat sumbu tabung berupa garis khayal memanjang
menyinggung permukaan atas tepat ditengah. Selain itu, dalam tabung nivo
terdapat gelembung yang berfungsi sebagai medium penunjuk bila nivo sudah
tepat berada ditengah.
Gambar 3.7
Nivo kotak
h. Rol Meter
Rol meter terbuat dari fiberglass dengan panjang 3050 m dan dilengkapi
tangkai untuk mengukur jarak antara patok yang satu dengan patok yang lain.
Gambar 3.8
Rol Meter
i. Patok
Patok ini terbuat dari kayu dan mempunyai penampang berbentuk lingkaran
atau segi empat dengan panjang kurang lebih 3050 cm dan ujung bawahnya
dibuat runcing, berfungsi sebagai suatu tanda di lapangan untuk titik utama
dalam pengukuran.
Gambar 3.9
Patok
j. Alat penunjang lain
Alat penunjang lainnya seperti blangko data, kalkulator, alat tulis lainnya,
yang dipakai untuk memperlancar jalannya praktikum.
Gambar 3.10
Blangko data, Alat tulis dan Kalkulator
3.2. Lokasi dan waktu
Lokasi pengukuran di lingkup Fakultas Teknik tepatnya gedung perkuliahan. Di
mulai dari area parkir mengitari gedung perkuliahan sampai kembali ke titik awal
pengukuran. Waktu praktikum tanggal 15 mei 2012 di mulai dari 11.30 s/d 17.00
WITA.
3.3. Tim pengukur
3.3.1. Personil
1. Zulaidi E3B1 11 007
2. Lugisman E3B1 11 005
3. Muh. Acil Rusalim E3B1 11 008
4. Wiwin Indra Lesmana E3B1 11 004
5. Rendi Aprianto E3B1 11 002
6. Muh. Saiful E3B1 10 051
7. Asas Swastari E3B1 08 015
3.3.2. Pembagian tugas
1. Pembaca rambu 1 orang
2. Penulis hasil bidik 1 orang
3. Pemegang rambu 2 orang
4. Pemasangan patok 1 orang
5. Pemegang meter 1 orang
6. Pemegang payung 1 orang
3.4. Prosedur Pelaksanaan Praktikum
3.4.1. Penentuan profil
a. Profil Memanjang
Pemasangan patok dilakukan pada jarak tertentu. Dalam hal ini sesuai
dengan keinginan anda. Namun demikian, terlebih dahulu tentukan arah
utara dengan menggunakan kompas. Kemudian menolkan nilai
dariwaterpass,
dimana
arah
utara
merupakan
patokan
utama. Waterpassdiletakkan di tengahtengah antara kedua patok.
Waterpass diseimbangkan dengan melihat kedudukan nivo sambil
memutar sekrup penyetel hingga gelembung yang berada di dalamnya
dalam kedudukan yang seimbang (di tengahtengah).
Pada pengukuran profil memanjang ini digunakan metode “Double
Standing”, yaitu suatu metode dimana pengukuran pergi dan pengukuran
pulang dilakukan serempak hanya dengan menggunakan kedudukan
pesawat, misalnya pada pengukuran pergi, P0 sebagai pembacaan
belakang dan P1 sebagai pembacaan muka, begitu pula sebaliknya.
Bak ukur diletakkan di atas patok dengan kedudukan vertikal dari segala
arah.
Waterpass diarahkan ke patok pertama (P0) selanjutnya disebut
pembacaan belakang. Pada teropong terlihat pembacaan benang atas,
benang tengah dan bawah. Setelah itu waterpass diarahkan ke patok
kedua (P1).
Selanjutnya dengan mengubah letak pesawat (waterpass) kita
mengadakan pengukuran pulang dengan mengarahkan ke P1 (pembacaan
belakang). Pada teropong terlihat pembacaan benang atas, tengah dan
bawah.
Pengamatan selanjutnya dilakukan secara teratur dengan cara seperti di
atas sampai pada patok terakhir.
Pembacaan hasil pengukuran dicatat pada tabel yang tersedia.
b. Profil Melintang
Waterpass diletakkan pada patok utama dan diseimbangkan kembali
kedudukan nivo nya seperti pada pengukuran profil memanjang.
Pada jarak yang memungkinkan diletakkan bak ukur. Titik yang diukur
disebelah kanan waterpass diberi simbol a, b dan disebelah kiri diberi
simbol c dan d.
Pengukuran dilakukan secara teliti mulai dari patok pertama sampai pada
patok terakhir.
Semua data yang diperoleh dicatat pada tabel yang tersedia
3.4.2. Cara Mengoperasikan Alat Ukur Waterpass Ada 4 jenis kegiatan yang harus
dikuasai dalam mengoperasikan alat ini, yaitu :
a. Memasang alat di atas kaki tiga Alat ukur waterpass tergolong kedalam
Tripod Levels, yaitu dalam penggunaannya harus terpasang diatas kaki tiga.
Oleh karena itu kegiatan pertama yang harus dikuasai adalah memasang alt
ini pada kaki tiga atau statif. Pekerjaan ini jangan dianggap sepele, jangan
hanya dianggap sekedar menyambungkan skrup yang ada di kaki tiga ke
lubang yang ada di alat ukur, tetapi dalam pemasangan ini harus
diperhatikan juga antara lain :
Kedudukan dasar alat waterpass dengan dasar kepala kaki tiga harus pas,
sehingga waterpass terpasang di tengah kepala kaki tiga.
Kepala kaki tiga umumnya berbentuk menyerupai segi tiga, oleh karena
itu sebaikny tiga skrup pendatar yang ada di alat ukur tepat di bentuk segi
tiga tersebut.
Pemasangan skrup di kepala kaki tiga pada lubang harus cukup kuat agar
tidak mudah bergeser apalagi sampai lepas Skrup penghubung kaki tiga
dan alat terlepas.
b. Mendirikan Alat ( Set up ) Mendirikan alat adalah memasang alat ukur yang
sudah terpasang pada kaki tiga tepat di atas titik pengukuran dan siap untuk
dibidikan, yaitu sudah memenuhi persyaratan berikut:
Sumbu satu sudah dalam keadaan tegak, yang diperlihatkan oleh
kedudukan gelembung nivo kotak ada di tengah.
Garis bidik sejajar garis nivo, yang ditunjukkan oleh kedudukan
gelembung nivo tabung ada di tengah atau nivo U membentuk huruf U.
c. Membidikan Alat Membidikan alat adalah kegiatan yang dimulai dengan
mengarahkan teropong ke sasaran yang akan dibidik, memfokuskan
diafragma agar terlihat dengan jelas, memfokuskan bidikan agar objek yang
dibidik terlihat jelas dan terakhir menepatkan benang diafragma tegak dan
diafragma mendatar tepat pada sasaran yang diinginkan.
3.4.3. Membaca Hasil Pembidikan Ada 2 hasil pembidikan yang dapat dibaca,
yaitu :
a. Pembacaan Benang atau pembacaan rambu.
Pembacaan benang atau pembacaan rambu adalah bacaan angka pada
rambu ukur yang dibidik yang tepat dengan benang diafragma mendatar dan
benang stadia atas dan bawah. Bacaan yang tepat dengan benang diafragma
mendatar biasa disebut dengan Bacaan Tengah (BT), sedangkan yang tepat
dengan benang stadia atas disebut Bacaan Atas (BA) dan yang tepat dengan
benang stadia bawah disebut Bacaan Bawah (BB). Karena jarak antara
benang diafragma mendatar ke benang stadia atas dan bawah sama, maka :
BA – BT = BT – BB atau BT = ½ ( BA – BB) Persamaan ini biasa
digunakan untuk mengecek benar atau salahnya pembacaan.
Kegunaan pembacaan benang ini adalah :
Bacaan benang tengah digunakan dalam penentuan beda tinggi antara
tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik atau diantara
ramburambu ukur yang dibidik.
Bacaan benang atas dan bawah digunakan dalam penentuan jarak antara
tempat berdiri alat dengan tempat rambu ukur yang dibidik.
Pembacaan rambu ukur oleh alat ini ada yang terlihat dalam keadaan
tegak dan ada yang terbalik, sementara pembacaannya dapat dinyatakan
dalam satuan meter (m) atau centimeter (cm). Sebagai contoh terlihat
pada Gambar.
b. Pembacaan Sudut Waterpass seringkali juga dilengkapi dengan lingkaran
mendatar berskala, sehingga dapat digunakan untuk mengukur sudut
mendatar atau sudut horizontal.
Ada 2 satuan ukuran sudut yang biasa digunakan, yaitu :
Satuan derajat
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 360 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 derajat (1°), setiap derajat dibagi lagi
menjadi 60 bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 menit (1’) dan
setiap menit dibagi lagi kedalam 60 bagian dan setiap bagian dinyatakan
dengan 1 detik (1”).
Satuan grid.
Pada satuan ini satu lingkaran dibagi kedalam 400 bagian, setiap
bagian dinyatakan dengan 1 grid (1g), setiap grid dibagi lagi menjadi 100
bagian, setiap bagian dinyatakan dengan 1 centigrid (1cg) dan setiap
centigrid dibagi lagi kedalam 100 bagian dan setiap bagian dinyatakan
dengan 1 centicentigrid (1ccg). Salah satu contoh pembacaan sudut
horizontal dari alat ukur waterpass NK2 dari Wild.
3.4.4. Cara Penentuan Beda Tinggi
Dalam praktikum ini, alat yang digunakan adalah alat untuk penyipat
datar (waterpass). Penentuan beda tinggi dengan menggunakan alat
ukurwaterpass dapat dilakukan dengan tiga cara tergantung keadaan di
lapangan :
a. Menempatkan alat ukur penyipat datar pada salah satu titik. Misalnya
pesawat di letakkan di titik B. Tinggi A (garis bidik) atau titik tengah
teropong di atas titik B di ukur dengan mistar. Dengan gelembung di
tengah–tengah lingkaran, garis bidik diarahkan ke mistar (bak) ukur yang
diletakkan di titik A.
Besarnya pembacaan benang tengah pada bak ukur dinamakan J, maka
beda tinggi antara titik A dan B adalah :
b. Alat ukur penyipat datar ditempatkan diantara titik A dan B. Jarak alat ukur
penyipat datar antara kedua bak ukur diambil kirakira sama. Diusahakan
agar pesawat tetap berada ditengah – tengah. Pada kedua titik tersebut
diletakkan bak ukur. Arahkan pesawat ke bak ukur A (pembacaan belakang)
dan hasil pembacaannya dinamakan R. Lalu pesawat diputar searah jarum
jam untuk melakukan pembacaan benang tengah pada bak ukur B
(pembacaan muka) dan hasil pembacaannya dinamakan V. Maka beda tinggi
antara titik A dan B:
c. Menempatkan alat ukur di luar titik A dan titik B, hal ini
dilakukan dilakukan bila keadaan terpaksa, mungkin karena
adanya penghalang seperti sungai, selokan atau saluransaluran
air lainnya antara kedua titik tersebut. Pada gambar dibawah ini,
pesawat ditempatkan di sebelah kanan titik B selanjutnya
dilakukan pembacaan benang tengah dan hasil pembacaan bak
ukur B disebut V, maka beda tinggi antara titik A dan B adalah :
Dari ketiga cara tersebut, yang paling teliti adalah dengan cara
menempatkan alat ukur tersebut di antara dua titik yang akan diukur beda
tingginya karena dengan mengubah arahnya sesuai dengan arah jarum jam maka
kesalahannya negatif, juga kesalahan atmopsferiknya saling berbagi.
3.5. Kesalahan Yang Terjadi Dalam Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran kita tidak luput dari kesalahankesalahan.
Kesalahan itu dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu :
a. Kesalahan Besar ( Mistakes Blunder )
Kesalahan ini dapat terjadi karena kurang hatihati dalam melakukan
pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan dari praktikan. Apabila
terjadi kesalahan ini, maka pengukuran harus di ulang atau hasil yang mengalami
kesalahan tersebut dicoret saja.
b. Kesalahan Sistimatis ( Sistematic Error )
Umumnya kesalahan ini terjadi karena alat ukur itu sendiri. Misalnya
panjang meter yang tidak tepat atau mungkin peralatan ukurnya sudah tidak
sempurna. Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi atau
mengkaligrasi alat/memperbaiki alat.
c. Kesalahan Yang Tidak Terduga/Acak ( Accidental Error )
Kesalahan ini dapat terjadi karena hal–hal yang tidak diketahui dengan pasti
dan tidak diperiksa. Misalnya ada getaran pada alat ukur ataupun pada tanah.
Kesalahan dapat diperkecil dengan melakukan observasi dan mengambil nilai
rata– rata sebagai hasil.
3.6. Hambatan
Hambatan yang terjadi di lapangan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
jalannya / proses pengukuran yaitu :
Faktor Kurangnya pemahaman tentang teori pengukuran,
Faktor bahan dan alat,
Terlebih lagi faktor cuaca juga memperlambat proses pengukuran karena
apabila cuaca hujan otomatis tim pengukur berhenti sejenak untuk berteduh
dari hujan.
3.7. Rumus – rumus yang di gunakan
3.7.1. Rumus Perhitungan Profil Memanjang
a. Perhitungan Jarak Optis patok utama
Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100
Dimana :
D = Jarak Optis (m)
Ba = Benang atas (mm)
Bb = Benang bawah (mm)
b. Perhitungan Beda Tinggi Patok Utama
Rumus :
∆H = Bt blkn – Bt muka
Dimana :
∆H = Beda Tinggi (m)
Bt blkn = Benang Tengah (mm)
Bt muka = Benang Tengah (mm)
c. Perhitungan Koreksi Kesalahan
Perhitungan Kesalahan Keseluruhan
Rumus :
Z =∑ ∆H ± ∆H
Dimana :
Z = Kesalahan
∑ ∆H =
Jumlah Total Beda Tinggi Pengukuran
∆H = Jumlah Beda Tinggi Pengukuran per patok
Perhitungan Kesalahan Perpatok
Rumus :
K = (Z / ( n – 1 ))
Dimana :
K = Nilai Koreksi
Z = Kesalahan
N = Banyaknya Patok
d. Perhitungan Tinggi Titik Patok Utama
Rumus :
Pn = Pn1 ± ∆H n1 ± K
Dimana :
Pn = Tinggi Titik Utama
Pn1 = Tinggi Titik Utama sebelum Pn
∆H = Beda tinggi
K = Koreksi
e. Perhitungan Kemiringan Patok Utama
Rumus :
/ Tn = (∆H/ D ) / 100 %
Dimana :
/ Tn = Kemiringan Titik Yang ditinjau
∆H = Jarak Optis RataRata Tiap Patok Utama
3.7.2. Rumus Perhitungan Profil Melintang
a. Perhitungan Jarak Optis Detail’
Rumus :
D = ( Ba – Bb ) x 100
Dimana :
D = Jarak Optis
Ba = Benang Atas
Bb = Benang Bawah
b. Perhitungan Beda Tinggi Detail
Rumus :
∆H = Tinggi Pesawat – Bt Detail
Dimana :
∆H = Beda Tinggi
Bt = Benang Tengah
c. Perhitungan Tinggi Titik Detail
Rumus :
T = Pn ± ∆H
Dimana :
T = Tinggi Titik Detai Yang ditinjau
Pn = Tinggi Titik Patok Utama
d. Perhitungan Kemiringan Detail
Rumus :
/ T det = ( ∆H Detail / D det ) * 100 %
Dimana :
/ T det = Kemiringan detail
∆H Detail = Beda tinggi detail
D det = Jarak Optis detail
BAB IV
ANALISA DATA
Untuk melihat file analisa data anda dapat mendownload linl di bawah ini :
http://www.4shared.com/account/dir/jynjf14p/_online.html#dir=110598012
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan maka dapat kami
simpulkan bahwa :
1. Theodolit adalah alat ruang yang digunakan untuk mengukur sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik di permukaan tanah.
2. Poligon adalah rangkaian garis khayal di atas permukaan bumi
yang merupakan garis lurus yang menghubungkan titiktitik dan
merupakan suatu obyek pengukuran. Poligon juga biasa disebut
sebagai rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta.
3. Untuk mendapatkan hasil yang benar maka hasil pengukuran sudut
jurusan, jarak dan beda tinggi titik harus mendapatkan koreksi
dengan ketentuan tidak melebihi batas toleransi.
4. Untuk mendapatkan tinggi titik di permukaan tanah guna
penggambaran peta kontur maka diperlukan pengukuran beda
tinggi pada poligon.
4.2 Saran
Saransaran yang dapat kami berikan bertolak dari kesimpulan
yang kami buat
adalah:
1. Agar waktu pelaksanaan praktikum dapat dipercepat sehingga
dalam pembuatan laporan tidak terburuburu.
2. Untuk menghindari kesalahankesalahan yang besar sebaiknya
dalam menjalankan praktikum, praktikan harus dibimbing sebaik
baiknya mengingat praktikan baru pertama kali melakukan
pengukuran seperti ini.
3. Untuk mendapatkan hasil yang baik dan maksimal diperlukan
tingkat ketelitian yang sangat tinggi.
4. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek
lapangan dengan mempunya satu prinsip / ketentuan.