BAB I LATAR BELAKANG (7)
BAB I
LATAR BELAKANG
a. Tentang organisasi keagamaan
Manusia merupakan makhluk yang unik yakni dapat sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia pasti
membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang
dimaksud tidak hanya kebutuhan pokok seperti sandang, papan dan pangan.
Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan spiritual, dalam hal ini adalah agama.
Suatu manusia yang telah memiliki agama, maka ia akan membentuk atau
mengikuti organisasi agama tertentu yang dianutnya. Ekspresi sosial dari ajaran
serta kepercayaan agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya organisasi
keagamaan. Tidak ada satu agamapun yang dapat hidup terus tanpa organisasi
keagamaan. Benar seseorang dapat menciptakan gagasan religious dan
mengubah ritual yang kuno secara individual, tetapi ia dipengaruhi dan
mempengaruhi yang lain melalui organisasi keagamaan. Keberadaan organisasi
keagamaan kadang-kadang tidak disadari oleh para anggotanya, karena lahir
dan bereksistensi secara alamiah dengan simultan dengan kebutuhan
masyarakat.
b. organ
BAB II
ISI MAKALAH
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONALISME
INDONESIA
1. Organisasi Keagamaan
Reformisme dan modernisme muncul pada abad ke-19 di Asia Barat Daya. Gerakan
tersebut merupakan reaksi akan atas tantangan barat. Pusat gerakan adalah
Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir dengan pemimpinnya Jamaluddin al-Afghani.
Gerakan ini datang ke Indonesia berkat tokoh bernama Muhammad Iqbal dan Amir
Ali.
Gerakan tersebut ingin mencari nilai yang dianggap sesuai dengan zaman
modern. reformasi bersifat nasionalistis yang percaya pada kemajuan dan
pengetahuan. Oleh karena itu, hidup yang didasari oleh bekerja rajin dinilai sangat
positif, sedang fatalisme dan tanpa usaha dianggap tidak rasional dan ditolak. kaum
reformis menginginkan agama Islam bersih dari bid’ah (bidat).
Kembali kepada Al-Quran adalah semboyan yang selalu didengungkan dan
penghayatan pribadi lebih diutamakan. Reformisme Islam dapat dianggap sebagai
gerakan emansipasi keagamaan dan agamanya dihargai sepenuhnya oleh orang
barat. Akibatnya, nasionalisme berdasarkan agama Islam meluas, termasuk ke
Indonesia.
Reformisme dan modernisme Islam masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20. Di Indonesia, reformisme dilakukan oleh sekelompok
masyarakat Arab Hadramaut dan muslim India. Jalinan perkawinan dengan wanita
Indonesia menyebabkan hubungan mereka menjadi akrab.
Pikiran dan gerakan reformisme dan modernisme diterima oleh mereka dan
diteruskan ke masyarakat Indonesia. Perbaikan kaum muslim harus dilakukan
melalui pendidikan yang sedapat mungkin mengimbangi pemikiran barat yang
sudah ada.
A.Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam
proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat
yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat
pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam
segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al
Quran, diantaranya surat Ali Imran :104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut
para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan
tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban
organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan,
dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[1]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk
memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa
pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian
sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan
Madrasah Mu'allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan
dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Beliau memilih "Muhammadiyah" sebagai nama Persyarikatan tersebut, karena memang beliau
mengidolakan tokoh pembaharu dari Mesir bernama Muhammad Abduh.Jadi nama
"Muhammadiyah" sebetulnya nisbat pada Muhammad Abduh, seorang cendekia dari Mesir,
penulis Majalah Al-Manar.Banyak pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yg menginspirasi K.H.
Achmad Dahlan. Pada masa kepemimpinan beliau(1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta,Pekalongan,
dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah
berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah
menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah
bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah
telah tersebar keseluruh Indonesia.
B.Majelis Islam A'la Indonesia
Majelis Islam A'la Indonesia atau MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk
dari hasil pertemuan 18-21 September 1937. KH Hasyim Asy'ari merupakan pencetus badan
kerja sama ini, sehingga menarik hati kalangan modernis seperti KH Mas Mansur dari
Muhammadiyah dan Wondoamiseno dari Syarekat Islam.
MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam menghadapi politik
Belanda seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. KH
Hasyim Asy'ari menjadi ketua badan legislatif dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.
Setelah Jepang datang, MIAI dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.
C.Nahdlatul 'Ulama
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia,
akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum
terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi.
Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap
penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah
berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan
nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau
dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan
sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian
rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai
kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki
cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asyhari, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu
dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai,
akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.
Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
Paham keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari
pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang
teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan
mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana
yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara
tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan
kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam
bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Minangkabau merupakan wilayah yang terkenal kuat keterkaitannya pada adat,
disamping itu, Minangkabau adalah salah satu daerah yang mengalami proses Islamisasi
sangat dalam. Akan tetapi Sulit dipastikan kapan sebenarnya Islam masuk ke daerah ini. Ada
yang mengatakan abad ke-8, abad ke-12 dan bahkan ada juga yang memperkirakan abad ke-7
karena menurut almanak tiongkok, sudah didapati suatu kelompok masyarakat Arab di
Sumatera Barat pada tahun 674 M.[3] Terlepas dari berbagai versi yang ada, Hamka
mengatakan bahwa raja Islam pertama di Minangkabau (pagaruyung) adalah Raja Alam Arif
sekitar tahun 1600 M. Oleh karena pusat kerajaan ini jauh dari daratan, diperkirakan bahwa
dengan masuknya raja tersebut, berarti Islam telah menyebar di wilayah Minangkabau sekitar
tahun 1600 M tersebut.[4]
D.Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
Sejak Islam masuk ke Minangkabau, telah terjadi beberapa kali pembaharuan. Pada
awal abad ke-20 muncul gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau yang dipelopori oleh
kaum muda. Gerakan itu bertujuan untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarekat. Kaum
muda melakukan perubahan melalui pendidikan, dakwah, media cetak dan perdebatan.
Mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan seperti Sumatera Thawalib yang lebih
mengutamakan ilmu-ilmu untuk menggali dan memahami Islam dari sumbernya.
Menyadari gencarnya kegiatan kaum muda, kaum tua pun mulai bergerak, mereka
melakukan reaksi yang sama, yaitu dengan menerbitkan majalah. Diantara majalah yang
mereka terbitkan termasuk Suluh Melaju di Padang (1013), al-Mizan di Maninjau (1918)
yang diterbitkan oleh organisasi local Sjarikat al-Ihsan, Al-Mizan, (lain pula) 1928 dan Suarti
(Suara Perti) dalam tahun 1940 yang berkenaan dengan soal-soal organisasi.[5]Dalam bidang
pendidikan, kaum tua mengaktifkan lembaga surau. Kaum tua juga membentuk suatu
perkumpulan yang bernama Ittihadul sebagai tandingan kaum muda yang dikenal dengan
PGAI.[6]
Diilhami oleh perkembangan tersebut, timbullah niat Syekh Sulaiman Ar-Rasuly
untuk menyatukan ulama-ulama kaum tua dalam sebuah wadah. Untuk itu, Syekh Sulaiman
Ar-Rasuly, memprakarsai suatu pertemuan besar di Candung Bukittinggi pada tanggal 5 Mei
1928.[7] Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah kaum tua, diantaranya Syekh Abbas al-Qadhi,
Syekh Muhammad Djamil Djaho, Syekh Wahid ash-Shahily dan ulama kaum tua lainnya.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang
disingkat dengan MTI.
Pada tahun 1930, mengingat pertumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasah
Tarbiayah Islamiyah, timbullah keinginan Syekh Sulaiman Ar-Rasuly untuk menyatukan
ulama-ulama kaum tua, terutama para pengelola madrasah dalam suatu wadah organisasi.
Untuk itu, ia mengumpulkan kembali ulama-ulama kaum tua di Candung Bukittinggi pada
tanggal 20 Mei 1930.[8] Pertemuan ini memutuskan untuk membentuk organisasi Persatuan
Tarbiyah Islamiyah yang disingkat dengan PTI. Ketika terbentuknya organisasi ini ada 7
Madrasah Tarbiyah Islamiyah kepunyaan kaum Tua yang tergabung di dalamnya. Pada tahun
1930 PTI mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah sebagai badan hukum, yang oleh
karena itu tahun 1930 disebut juga sebagai tahun pertama bagi PTI. Jumlah ulama yang
menggabungkan diri dengan PTI cukup banyak.[9]
Pada tahun 1935 diadakan rapat lengkap di Candung Bukittinggi yang menunjuk H.
Siradjudin Abbas sebagai ketua Pengurus Besar PTI. Pada masa kepengurusan ini, berhasil
disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan disahkan oleh konfrensi tanggal
11-16 Februari 1938 di Bukittinggi, dan disepakati juga singkatan Persatuan Tarbiyah
Islamiyah berubah menjadi PERTI. Ketika itu dirumuskan pula tujuan organisasi ini, yaitu:
1. Berusaha memajukan pendidikan agama dan yang bersangkutan dengan itu.
2. Menyiarkan dan mempertahankan agama Islam dari segala serangan.
3. Memperhatikan kepentingan ulama-ulama, guru-guru sekolah agama seluruhnya, terutama
sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah.
4. Memperkukuh silaturahmi sesama anggota.
5. Memperkukuh dan mempekuat ‘adat nan kawi, syara’ nan lazim” dalam setiap negeri
ORGANISASI WANITA MASA PERGERAKAN NASIONAL
5:30 PM
SOSIOLOGI SAYA
Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Organisasi-organisasi wanita yang berdiri pada masa pergerakan nasional antara lain:
1) Putri Mardika (1912)
Putri Mardika adalah organisasi keputrian tertua dan merupakan bagian dari Budi Utomo.
Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan, bimbingan dan penerangan kepada wanitawanita pribumi dalam menuntut pelajaran dan dalam menyatakan pendapat di muka umum.
Kegiatannya antara lain sebagai berikut: memberikan beasiswa dan menerbitkan majalah
bulanan. Tokoh-tokohnya: P.A Sabarudin, R.A Sutinah Joyopranoto, R.R Rukmini,
dan Sadikun Tondokukumo.
2) Kartini Fonds (Dana Kartini)
Organisasi ini didirikan oleh Tuan dan Nyonya C. Th. Van Deventer, tokoh politik etis. Salah
satu usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah, misalnya: Sekolah Kartini di Jakarta,
Bogor, Semarang (1913), setelah itu di Madiun (1914), Malang dan Cirebon (1916),
Pekalongan (1917), Subabaya dan Rembang.
3) Kautamaan Istri
Organisasi ini berdiri sejak tahun 1904 di Bandung, yang didirikan oleh R. Dewi Sartika.
Pada tahun 1910 didirikan Sekolah Keutamaan Istri, dengan tujuan mengajar anak gadis
agar mampu membaca, menulis, berhitung, punya keterampilan kerumahtanggaan agar
kelak dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik. Kegiatan ini kemudian mulai diikuti oleh
kaum wanita di kota-kota lainnya, yaitu Tasikmalaya, Garut, Purwakarta, dan Padang
Panjang.
4) Kerajinan Amal Setia (KAS)
KAS didirikan di Kota Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus tahun 1914. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan pendidikan wanita, dengan mengajarkan cara-cara mengatur
rumah tangga, membuat barang-barang kerajinan tangan beserta cara pemasarannya.
Pada tahun itu juga, KAS berhasil mendirikan sekolah wanita pertama di Sumatera sebelum
terbentuknya Diniyah Putri di Padangpanjang.
5) Aisyiah (1917)
Aisyiah didirikan pada 22 April 1917 dan merupakan bagian dari Muhammadiyah. Pendirinya
adalah H. Siti Walidah Ahmad Dahlan. Kegiatan utamanya adalah memajukan pendidikan
dan keagamaan bagi kaum wanita, memelihara anak yatim, dan menanamkan rasa
kebangsaan lewat kegiatan organisasi agar kaum wanita dapat mengambil peranan aktif
dalam pergerakan nasional.
6) Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT)
PIKAT didirikan pada bulan Juli 1917 oleh Maria Walanda Maramis di Menado, Sulawesi
Utara. Tujuannya: memajukan pendidikan kaum wanita dengan cara mendirikan sekolahsekolah rumah tangga (1918) sebagai calon pendidik anak-anak perempuan yang telah
tamat Sekolah Rakyat. Di dalamnya diajari cara-cara mengatur rumah tangga yang baik,
keterampilan, dan menanamkan rasa kebangsaan.
7) Organisasi Kewanitaan Lain
Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, antara lain: Pawiyatan Wanita di
Magelang (1915), Wanita Susila di Pemalang (1918), Wanita Rukun Santoso di Malang,
Budi Wanita di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanita Mulya di Yogyakarta
(1920), Wanita Katolik di Yogyakarta (1921), PMDS Putri (1923), Wanita Taman Siswa
(1922), dan Putri Indonesia (1927).
8) Kongres Perempuan Indonesia
Pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia
pertama. Kongres tersebut diprakarsai oleh berbagai organisasi wanita seperti: Wanita
Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Mulya, Aisyiah, SI, JIB, dan Taman Siswa
bagian wanita. Tujuan kongres adalah mempersatukan cita-cita dan usaha untuk
memajukan wanita Indonesia, dan juga mengadakan gabungan antara berbagai
perkumpulan wanita yang ada.
Dalam kongres itu diambil keputusan untuk mendirikan gabungan perkumpulam wanita yang
disebut Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) dengan tujuan:
(a)
memberi
penerangan
dann
perantaraan
kepada
kaum
perempuan,
akan
mendirikan studie fond untuk anak-anak perempuan yang tidak mampu;
(b) mengadakan kursus-kursus kesehatan;
(c) menentang perkawinan anak-anak;
(d) memajukan kepanduan untuk organisasi-organisasi wanita tersebut di atas, pada
umumnya tidak mencampuri urusan politik dan berjuang dengan haluan kooperatif.
GERAKAN PEMUDA
Gerakan Pemuda yang Bersifat Kesukuan dan Keagamaan
a. Trikoro Dharmo/Jong Java
Gerakan pemuda Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo.
Sebab para pendiri Budi Utomo sebenarnya para pemuda yang masih menjadi
murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah
diambil alih kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para
pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo.
Pada 7 Maret 1915, para pemuda keluaran Budi Utomo mendirikan organisasi
pemuda yang disebutTrikoro Dharmo di Jakarta. Para pemimpinnya antara lain:
R. Sukiman
Wiryosanjoyo (Ketua), Sunardi-Wongsonegoro (wakil
ketua), Sutomo (Sekretaris). Sementara itu, para anggotanya: Muslich, Musodo,
dan Abdul Rachman. Yang diterima sebagai anggota hanya anak-anak sekolah
menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura.
Trikoro Dharmo artinya “Tiga Tujuan Mulia”, yaitu: sakti, budi, dan bakti. Adapun
tujuan organisasi ini ialah:
(1) mempererat tali hubungan, antara murid-murid bumi putera pada sekolah
menengah dan perguruan kejuruan;
(2) menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya;
(3) membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia;
(4) memperkokoh rasa persatuan dan persatuan di antara pemuda-pemuda Jawa,
Sunda, Madura, Bali dan Lombok; Pada tahun 1918 lewat kongresnya yang pertama
di Solo, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java.
Hal ini dimaksudkan agar para pemuda di luar Pulau Jawa, tata sosialnya
berdasarkan budaya Jawa akan mau, memasuki Jong Java. Kegiatan Jong
Java berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya pemberantasan buta
huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan tidak
pula mencampuri urusan agama tertentu. Bahkan para anggotanya dilarang
menjalankan politik atau menjadi anggota partai politik.
Akan
tetapi,
sejak
tahun
1942,
karena
pengaruh
gerakan
radikal,
maka Syamsuridjal (ketuanya) mengusulkan agar anggota yang sudah berusia 18
tahun diberi kebebasan berpolitik dan agar Jong Java memasukkan program
memajukan agama Islam. Usul ini ditolak, akibatnya para anggotanya yang
menghendaki tujuan ke dalam dunia politik dan ingin memajukan agam Islam
mendirikan Jong Islamieten Bond. Organisasi ini dipimpin Haji Agus Salim.
b. Jong Sumatranen Bond (9 Desember 1917)
Setelah Jong Java, para pemuda Sumatera yang belajar di Jakarta, pada tanggal 9
Desember 1917 mendirikan organisasi serupa yang disebut Jong Sumatranen Bond.
Adapun tujuannya adalah:
(1) mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelajar Sumatra dan
membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi pemimpin dan
pendidik bangsanya.
(2) membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai
adapt istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan Sejarah Sumatra.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:
(a) menghilangkan adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang
Sumatera;
(b) memperkuat perasaan saling membantu;
(c) bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan alat propaganda,
kursus, ceramah-ceramah dan sebagainya.
Berdirinya Jong Sumatranen Bond ternyata dapat diterima oleh pemuda-pemuda
Sumatera yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat
organisasi ini sudah mempunyai cabng-cabangnya di Jakatra, Bogor, Serang,
Sukabumi, Bandung, Purworejo, dan Bukittinggi. Dari organisasi inilah kemudian
muncul tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir.
Atas kesadaran nasionalisme, nama Jong Sumatranen Bond yang menggunakan
istilah bahasa Belanda, diubah menjadi Pemoeda Soematra.
c. Jong Ambon
Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah lahor
berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon. Misalnya: Ambons
Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond (1911) untuk pegawai negeri,
Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou Maluku Ambon di Ambon.
Pada 9 Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di Semarang. Tujuannya
yaitu ntuk mempersatuakan semua organisasi Ambon, hingga menjadi organisasi
politik Ambon yang pertama. Karena ia sangat aktif melakukan kampanye di mana-
mana. Akhirnya ia ditangkap oleh pemerintah kolonial dan diasingkan. Perjuangan
berikutnya diteruskan oleh Mr. Latuharhary.
d. Jong Minahasa dan Jong Celebes
Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-tokoh
muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya sebagai
lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di Semarang, yaitu Rukun
Minahasa.
Tahun 1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di Jakarta. Tetapi dalam
kenyataan Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa tumbuh menjadi besar
karena jumlah pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.
e. Perkumpulan Pemuda Daerah lainnya
Dengan berdirinya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, suku-suku bangsa lainnya
juga tidak ketinggalan. Mereka ikut mendirikan organisasi berbagai perkumpulan
pemuda, antara lain:
(1) Sekar Rukun (1920), didirikan oleh para pemuda Sunda di Jakarta.
(2) Pemuda Betawi, didirikan oleh para pemuda asli Jakarta yang dipimpin
oleh Husni Thamrin.
(3) Timorsch Verbond, didirikan di makasar (8 Juni 1922) untuk suku Timor
(4) Jong Batak Bond, didirikan untuk suku Batak pada tahun 1926.
f. Organisasi Pemuda yang bersifat Keagamaan
(1) Muda Kristen Djawi (MKD)
didirika pada tahun 1920. Mula-mula menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa
pengantar dan pergaulan, akan tetapi akhirnya diganti dengan bahasa Indonesia,
Perkumpulan-Perkumpulan Pemuda Kristen (PPPK).
(2) Jong Islamieten Bond (JIB),
didirikan pada tanggal 1 januari 1925 oleh Syamsuridjal (Raden Sam). Semula ia
sebagai ketua Jong Java, oleh karena kedua usulnya dalam kongres ditolak.
Ia bersama kawannya keluar dari Jong Java, kemudian mendirikan Jong Islamieten
Bond yaitu organisasi pemuda yang berdasarkan Islam. Tujuannya adalah untuk
mempererat persatuan dikalangan pemuda Islam dan memajukan agama Islam bagi
anggotaanggotanya.
Adapun kegiatannya antara lain: mengadakan kursus-kursus agama Islam,
darmawisata, olah raga dan seni,ceramah-ceramah dan study club, menerbitkan
majalah, brosur, buku-buku dan sebagainya.
(3) Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS).
Ini adalah organisasi pemuda di dalam lingkungan keagamaan (Diniyah School).
Organisasi ini didirikan oleh Zainuddin Labai El Yunusy di Padang Panjang
(Sumatra Barat) tanggal 10 Oktober 1915.
g. Organisasi-Organisasi Wanita Atas Dasar Emansipasi
Konsep egaliterianisme (persamaan) dalam Revolusi Prancis ternyata menyangkut
masalah bias gender. Kaum wanita yang sebelumnya menjadi makhluk kedua
sesudah pria, setelah Revolusi Prancis menjadi lebih berani dan percaya diri bahwa
mereka pun sama dengan kaum pria yang memiliki tanggung jawab sosial yang
relatif sama. Pergerakan paham emansipasi pada gilirannya mencapai Indonesia
pula yang tengah dalam giatgiatnya membangun kesadaran kebangsaan.
Seperti halnya dengan para pemuda, kaum perempuan Indonesia tidak ketinggalan
dalam menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam memperluas dan memperkuat
perasaan kebangsaan. Mereka juga mendirikan organisasi-organisasi kewanitaan,
dengan menitik beratkan perjuangannya pada perbaikan kedudukan sosial wanita.
Seperti
halnya
hal
yang
menyangkut
perkawinan,
keluarga,
peningkatan
pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan wanita. Pada mulanya gerakan mereka
merupakan bagian dari organisasi lokal kedaerahan atau keagamaan.
C. PERGERAKAN NASIONAL FASE KEDUA
Dari fase kedua ini yang menjadi titik kritis adalah peristiwa sumpah pemuda, hal ini karena peristiwa
tersebut mengandung beberapa esensi yang sangat berarti bagi pergerakan nasional indonesia
menuju kemerdekaannya , diantara esensi-esensi trsebut
1.merupakan tekad sosial kultural dan politis untuk menyatukan persepsi dalam rangka
membebaskan
bangsa
dan
tanah
air
indonesia
dari
penjajahan
serta
mempertahankan
kedaulatannya
2.menunjukkan bahwa diatas tanah air yang berbangsa dan berbahasa indonesia tak selayakna ada
penjajahan dalam bentuk apapun dan dilakukan siapapun
3.tibulnya kekutan kultural yang membongkar kebekuan primodialisme, artinya, ketika membicarakan
persoala bangsa tidak ada lagi jong java, jong ambon, jong Celebes, atau jong borneo yang ada
hanya kaum muda indonesia yang memiliki satu tanah air , bangsa dan bahasa, yakni indonesia. Ini
berarti tali ikatan primodial harus dilepas demi cita cita merebut kemerdekaan dan kedaulatan negara
indonesia
4. Bahwa dengan mengakuinya bahasa dan bangsa satu yaitu indonesia, tidak berarti bahwa
keberagaman bahasa daerah harus dilebur, budaya dan keragaman suku bangsa dihapuskan, akan
tetapi , keanekaragaman bahasa daerah,budaya dan suku bangsa tersebut, secara otomatis menjadi
aset bangsa yang harus dipelihara, dihormati, dikembangkan, namun dengan atas nama indonesia
peranana pemuda indonesia dalam pergerakan kemerdekaan di Fase kedua dari
tahun 1928-1945
Fase ini di mulai dari di ikrarkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 di Batavia, sebagai
reaksi atas menjamurnya organisasi-organisai yang bersifat kedaerahan dan statemen yang di lontarkan
Hendrikus Colijn -mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, kemudian Perdana Menteri Belanda, juga bekas
Veteran perang Aceh dan ajudan Gubernur Jenderal van Heutz. Sekitar tahun 1927–1928-, yang ditulis dalam
sebuah pamphlet, yang menyebut Kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong. Katanya, masing-masing
pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin
tanpa dibagi dalam wilayah-wilayah. Namun statemen tersebut di bantah oleh para pemuda dengan diikrarkan
Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Pada saat itu juga untuk pertamakalinya diperdengarkan lagu
Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman. Peristiwa ini akhirnya kita kenang sebagai hari Sumpah Pemuda.
Pada tahun-tahun berikutnya organisasi-organisasi yang tumbuh pada fase pertama banyak yang di fusi, namun
setelah jepang menjajah Indonesia yang di mulai akhir tahun 1942 semua organisasi-organisi di larang, akhirnya
banyak para pemuda yang memilih jalan under ground dan masuk barisan-barisan muda yang di bentuk oleh
jepang, walaupun begitu semangat kemerdekaan tetap menggelora di tubuh mereka. Inilah beberapa
pergerakan pemuda pada fase kedua ini:
1. 28 Desember 1930 – 2 Januari 1931. Kongres Indonesia Muda di Solo. Disahkan berdirinya Indonesia Muda
(fusi dari Jong Java, Pemuda Indonesia, Jong Celebes dan Pemuda Sumatra yang telah membubarkan diri).
2. 22 April 1943. Jepang membentuk Heiho (pembantu prajurit). Heiho semula merupakan tenaga pekerja kasar,
tetapi kemudian dikerahkan untuk tugas-tugas bersenjata dan merupakan barisan pembantu tentara, yang
menjadi bagian langsung dari kesatuan angkatan darat dan angkatan laut. Anggota Heiho adalah pemudapemuda yang berumur antara 18-30 tahun.
3. 29 April 1943. Jepang memobilisasi para pemuda untuk digunakan dalam angkatan bersenjata Jepang dan
digunakan dalam organisasi pertahanan sipil. Kemudian dibentuklah Seinendan (barisan pemuda yang berumur
14-22 tahun) dan Keibodan (barisan pembantu polisi). Para anggota Seinendan dan Keibodan itu mendapat
latihan kemiliteran.
4. 3 Oktober 1943. Pada tanggal ini di betuknya pasukan Pembela Tanah Air (PETA) atas usulan Gatot
Mangkupraja. Manfaat yang dapat di petik dari pembentukan tentara PETA adalah timbulnya inspirasi bagi
anggota PETA, sebab dengan latihan-latihan militer yang berat, memperkuat rasa percaya diri sendiri untuk
menghadapi kekuatan musuh yang lebih besar. Selain itu, juga tumbuh perasaan harga diri yang sepadan
dengan bangsa lain, khususnya bangsa Barat dan kesempatan ini harus direalisasikan dalam bentuk solidaritas
bersama guna menciptakan diri sebagai bangsa yang merdeka. Para pemuda yang mendaftarkan untuk menjadi
anggota PETA mendapat latihan di Bogor. Pemuda-pemuda Islam yang menjadi anggota PETA dan mengikuti
latihan di Bogor adalah Sudirman, Mulyadi, Joyomartono, Aruji Kartawinata, Kiai Khotib, Iskandar Idris, Iskandar
Sulaiman, Kiai Basuni, Mr. Kasman Singodimejo, Yunus Anis, Kiai Idris, Kiai Haji Mochfuda, Kiai Kholiq Hasyim,
Kiai Sami’un dan sebagainya.
5. Juni 1944. Sikap permusuhan para pemuda terpelajar meningkat, juga keadaan Jepang yang semakin
terdesak oleh Sekutu, mendorong timbulnya organisasi pemuda baru, yang dinamai Angkatan Muda Indonesia
(AMI). Mula-mula organisasi ini didirikan atas inisiatif Jepang, tetapi kemudian tumbuh menjadi organisasi
pemuda yang anti Jepang. AMI kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI).
6. Desember 1944. Atas desakan Masyumi, Jepang memberikan dan mengizinkan pembentukan Hizbullah, yang
direncanakan sebagai cadangan PETA. Sebagai tambahan, suatu pasukan polisi pembantu yang berkekuatan
satu juta orang, yang di sebut Korps Kewaspadaan, juga didirikan di daerah-daerah pedesaan Jawa.
7. 16 Mei 1945. Kongres Pemuda seluruh Jawa di Bandung, yang disponsori oleh Angkatan Muda Indonesia.
Kongres itu dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa
seluruh Jawa, antara lain Jamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Cokroaminoto dan Harsono Cokroaminoto serta
mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku di Jakarta. Dalam kongres itu, dianjurkan agar supaya para pemuda di Jawa
hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, bukan sebagai
hadiah Jepang.
8. 15 Juni 1945. Sekelompok pemuda mendirikan Gerakan Angkatan Baru Indonesia, yang berpusat di Menteng
31, Jakarta. Ketua organisasi itu adalah BM Diah dan anggotanya yaitu Sukarni, Sudiro, Chaerul Saleh, Syarif
Thayeb, Wikana, Supeno, Asmara Hadi dan P. Gultom.
Puncak dari pergerakan-pergerakan pemuda tersebut terjadi ketika pada tanggal 14 dan 16 Agustus 1945,
Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh tentara sekutu yang menyebabakan Jepang mengalami kekalahan
dalam perang dunia ke II, maka terjadi kevakuaman kekuasaan di tanah-tanah jajahan pemerintahan fasis
Jepang termasuk Indonesia, sementara tentara Sekutu belum datang. Kevakuman tersebut mengilhami para
pemuda Menteng 31 dan barisan pelopor yang di dukung sultan syahrir untuk memaksa Sukarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dengan membawa keduanya secara paksa ke rengas
dengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, diantara pemuda tersebut adalah: Soebadio Sastrosatomo, Wikana,
Chaerul Saleh, dan Soekarni, serta dokter Moewardi. Akhirnya berkat inisiatif dan keberanian dari kaum muda,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat dibacakan pada tanggal 17 agustus l945 di jln Pegangsaan Timur
no:56 pada jam 10.00 WIB. Inisiatif ini juga timbul didasari pada patriotisme bahwa kemerdekaan tidaklah boleh
sebagai pemberian dari Jepang atau hadiah dari Sekutu, tapi berkat kepemimpinan dari para pejuang Indonesia.
Sejarah Jepang Masuk ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di pulau Jawa di tiga
tempat sekaligus, yaitu teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kranggan (Jawa
Tengah) Keadaan ini memaksa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda Van Starkenborgh
Stachouwer, menyerah tanpa syarat terhadap tentara Jepang pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura dalam sebuah pertemuan di Kalijati tanggal 8 Maret 1942. Pertemuan ini mengakhiri
kekuasaan kolonial Belanda dan menempatkan Jepang sebagai penguasa baru atas Indonesia.
Hak-hak kekuasaan ini memungkinkan Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga komando,
yaitu tentara ke-16 di pulau Jawa dan Madura yang berpusat di Batavia, tentara ke-25 di
Sumatera yang berpusat di Bukit Tinggi dan armada selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua Barat yang berpusat di Makassar
Tentara angkatan ke-16 pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura diberikan mandat untuk
memegang kekuasaan di wilayah Jawa. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang
secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama
adalah manusia. Hal ini memang sangat dibutuhkan oleh Jepang, mengingat niat awal mereka
untuk menduduki kawasan Asia Tenggara adalah membangun Kawasan Persemakmuran
Bersama Asia Raya.
Pada awal kedatangannya Jepang disambut baik oleh orang-orang Jawa yang beranggapan
bahwa kedatangan tentara Jepang sesuai dengan ramalan Joyoboyo Oleh sebab itu, ketika
tentara Jepang mendirikan pemerintahan militernya orang-orang Jawa menerimanya dengan
sukarela. Di samping itu, bagian propaganda (Sendenbu Jepang telah pula melakukan aksinya
dengan pelbagai macam pendekatan terhadap rakyat, diantaranya; mendirikan Gerakan Tiga A
dengan slogannya yang terkenal: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Saudara
Asia; mengangkat orang-orang pribumi dalam pelbagai pemerintahan yang prinsip turuntemurunnya dihapuskan; menetapkan wilayah-wilayah voorstenlanden sebagai kochi (daerah
istimewa). Maksudnya agar tentara Jepang yang mendirikan pemerintah militernya dapat
diterima oleh penduduk pribumi. Tujuan utama pendudukan Jepang di Jawa adalah menyusun
dan mengarahkan kembali perekonomian peninggalan pemerintah Hindia Belanda dalam rangka
menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi ekonomi jangka panjang
terhadap Asia Timur dan Tenggara. Tujuan utama ini mengarahkan kebijakan-kebijakan
pemerintah militer untuk menghapuskan pengaruh-pengaruh barat di kalangan rakyat Jawa dan
memobilisasi rakyat Jawa demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.
Sejak membentuk pemerintahan militernya, Jepang membuat banyak sekali perubahan dalam
bidang pemerintahan. Perubahan tersebut terjadi di tingkat atas maupun di tingkat bawah.
Tanggal 1 Agustus 1942, saat dikeluarkannya undang-undang perubahan tata pemerintahan di
Jawa, Jepang menetapkan bahwa seluruh daerah di Jawa dibagi
menjadiSyu, Si, Ken, Gun, Son, dan Ku, kecuali Surakarta dan Yogyakarta yang ditetapkan
sebagai kooti (kerajaan) dan Batavia sebagai Tokubetsu Si (ibukota pemerintah militer).
Pembagian pulau Jawa atas provinsi-provinsi juga dihapuskan.
Sejarah Jepang masuk ke Indonesia, khususnya ketika menduduki Pulau Jawa tahun 1942-1945
telah membawa banyak perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan Jawa di masa
berikutnya. Periode ini merupakan salah satu bagian dari perjalanan penting sejarah besar
bangsa ini untuk melangkah ke masa depan. Masa ini telah terjadi berbagai perubahan yang
mendasar pada alam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Masa pendudukan Jepang
di Indonesia selama tiga setengah tahun tersebut sering dipandang sebagai masa yang singkat
tetapi akibat yang diterima oleh masyarakat sebanding dengan masa penjajahan Belanda
sebelumnya dengan jangka waktu yang lebih lama.
Sumber :
http://yangterdi.blogspot.com/2013/04/sejarah-jepang-masuk-ke-indonesia.html
http://pcimlibya.wordpress.com/2009/10/31/peranan-pemuda-indonesia-dalampergerakan-kemerdekaan/
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/gerakan-pemuda.html
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/organisasi-wanita-masa-pergerakan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://ahmadrobihan.blogspot.com/2012/01/persatuan-tarbiyah-islamiyah-perti.html
Rujukan[sunting | sunting sumber]
1. Alfian (1989). hlm. 152. Missing or empty |title= (help)
2. Pusat Data Muhammadiyah
3. Website Resmi Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (Muhammadiyah
Disaster Management Center)
4. http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-denganmuhammadiyah
5. Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009
6.
LATAR BELAKANG
a. Tentang organisasi keagamaan
Manusia merupakan makhluk yang unik yakni dapat sebagai makhluk
individu maupun makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia pasti
membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang
dimaksud tidak hanya kebutuhan pokok seperti sandang, papan dan pangan.
Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan spiritual, dalam hal ini adalah agama.
Suatu manusia yang telah memiliki agama, maka ia akan membentuk atau
mengikuti organisasi agama tertentu yang dianutnya. Ekspresi sosial dari ajaran
serta kepercayaan agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya organisasi
keagamaan. Tidak ada satu agamapun yang dapat hidup terus tanpa organisasi
keagamaan. Benar seseorang dapat menciptakan gagasan religious dan
mengubah ritual yang kuno secara individual, tetapi ia dipengaruhi dan
mempengaruhi yang lain melalui organisasi keagamaan. Keberadaan organisasi
keagamaan kadang-kadang tidak disadari oleh para anggotanya, karena lahir
dan bereksistensi secara alamiah dengan simultan dengan kebutuhan
masyarakat.
b. organ
BAB II
ISI MAKALAH
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONALISME
INDONESIA
1. Organisasi Keagamaan
Reformisme dan modernisme muncul pada abad ke-19 di Asia Barat Daya. Gerakan
tersebut merupakan reaksi akan atas tantangan barat. Pusat gerakan adalah
Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir dengan pemimpinnya Jamaluddin al-Afghani.
Gerakan ini datang ke Indonesia berkat tokoh bernama Muhammad Iqbal dan Amir
Ali.
Gerakan tersebut ingin mencari nilai yang dianggap sesuai dengan zaman
modern. reformasi bersifat nasionalistis yang percaya pada kemajuan dan
pengetahuan. Oleh karena itu, hidup yang didasari oleh bekerja rajin dinilai sangat
positif, sedang fatalisme dan tanpa usaha dianggap tidak rasional dan ditolak. kaum
reformis menginginkan agama Islam bersih dari bid’ah (bidat).
Kembali kepada Al-Quran adalah semboyan yang selalu didengungkan dan
penghayatan pribadi lebih diutamakan. Reformisme Islam dapat dianggap sebagai
gerakan emansipasi keagamaan dan agamanya dihargai sepenuhnya oleh orang
barat. Akibatnya, nasionalisme berdasarkan agama Islam meluas, termasuk ke
Indonesia.
Reformisme dan modernisme Islam masuk ke Indonesia pada akhir abad ke-19
dan awal abad ke-20. Di Indonesia, reformisme dilakukan oleh sekelompok
masyarakat Arab Hadramaut dan muslim India. Jalinan perkawinan dengan wanita
Indonesia menyebabkan hubungan mereka menjadi akrab.
Pikiran dan gerakan reformisme dan modernisme diterima oleh mereka dan
diteruskan ke masyarakat Indonesia. Perbaikan kaum muslim harus dilakukan
melalui pendidikan yang sedapat mungkin mengimbangi pemikiran barat yang
sudah ada.
A.Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini
diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai
orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam
proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan
kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat
yang lebih maju dan terdidik. Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat
pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam
segala aspeknya.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al
Quran, diantaranya surat Ali Imran :104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut
para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan
dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan
tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban
organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah sakit, panti asuhan,
dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
Organisasi Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung
Kauman Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 (8 Dzulhijjah 1330 H).[1]
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk
memurnikan ajaran Islam yang menurut anggapannya, banyak dipengaruhi hal-hal mistik.
Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa
pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian
sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan
Madrasah Mu'allimin _khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan
dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Beliau memilih "Muhammadiyah" sebagai nama Persyarikatan tersebut, karena memang beliau
mengidolakan tokoh pembaharu dari Mesir bernama Muhammad Abduh.Jadi nama
"Muhammadiyah" sebetulnya nisbat pada Muhammad Abduh, seorang cendekia dari Mesir,
penulis Majalah Al-Manar.Banyak pemikiran-pemikiran Muhammad Abduh yg menginspirasi K.H.
Achmad Dahlan. Pada masa kepemimpinan beliau(1912-1923), pengaruh Muhammadiyah
terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta,Pekalongan,
dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah
berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim
Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah
menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah
bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah
telah tersebar keseluruh Indonesia.
B.Majelis Islam A'la Indonesia
Majelis Islam A'la Indonesia atau MIAI adalah badan federasi bagi ormas Islam yang dibentuk
dari hasil pertemuan 18-21 September 1937. KH Hasyim Asy'ari merupakan pencetus badan
kerja sama ini, sehingga menarik hati kalangan modernis seperti KH Mas Mansur dari
Muhammadiyah dan Wondoamiseno dari Syarekat Islam.
MIAI mengoordinasikan berbagai kegiatan dan menyatukan umat Islam menghadapi politik
Belanda seperti menolak undang-undang perkawinan dan wajib militer bagi umat Islam. KH
Hasyim Asy'ari menjadi ketua badan legislatif dengan 13 organisasi tergabung dalam MIAI.
Setelah Jepang datang, MIAI dibubarkan dan digantikan dengan Masyumi.
C.Nahdlatul 'Ulama
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia,
akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum
terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi.
Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap
penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah
berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan
nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan
(Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau
dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan
sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian
rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai
kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki
cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asyhari, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu
dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk
mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai,
akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama
(Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.
Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
Paham keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari
pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang
teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan
mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana
yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara
tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan
kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam
bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan
tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Minangkabau merupakan wilayah yang terkenal kuat keterkaitannya pada adat,
disamping itu, Minangkabau adalah salah satu daerah yang mengalami proses Islamisasi
sangat dalam. Akan tetapi Sulit dipastikan kapan sebenarnya Islam masuk ke daerah ini. Ada
yang mengatakan abad ke-8, abad ke-12 dan bahkan ada juga yang memperkirakan abad ke-7
karena menurut almanak tiongkok, sudah didapati suatu kelompok masyarakat Arab di
Sumatera Barat pada tahun 674 M.[3] Terlepas dari berbagai versi yang ada, Hamka
mengatakan bahwa raja Islam pertama di Minangkabau (pagaruyung) adalah Raja Alam Arif
sekitar tahun 1600 M. Oleh karena pusat kerajaan ini jauh dari daratan, diperkirakan bahwa
dengan masuknya raja tersebut, berarti Islam telah menyebar di wilayah Minangkabau sekitar
tahun 1600 M tersebut.[4]
D.Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI)
Sejak Islam masuk ke Minangkabau, telah terjadi beberapa kali pembaharuan. Pada
awal abad ke-20 muncul gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau yang dipelopori oleh
kaum muda. Gerakan itu bertujuan untuk mengubah tradisi, terutama gerakan tarekat. Kaum
muda melakukan perubahan melalui pendidikan, dakwah, media cetak dan perdebatan.
Mereka mendirikan lembaga-lembaga pendidikan seperti Sumatera Thawalib yang lebih
mengutamakan ilmu-ilmu untuk menggali dan memahami Islam dari sumbernya.
Menyadari gencarnya kegiatan kaum muda, kaum tua pun mulai bergerak, mereka
melakukan reaksi yang sama, yaitu dengan menerbitkan majalah. Diantara majalah yang
mereka terbitkan termasuk Suluh Melaju di Padang (1013), al-Mizan di Maninjau (1918)
yang diterbitkan oleh organisasi local Sjarikat al-Ihsan, Al-Mizan, (lain pula) 1928 dan Suarti
(Suara Perti) dalam tahun 1940 yang berkenaan dengan soal-soal organisasi.[5]Dalam bidang
pendidikan, kaum tua mengaktifkan lembaga surau. Kaum tua juga membentuk suatu
perkumpulan yang bernama Ittihadul sebagai tandingan kaum muda yang dikenal dengan
PGAI.[6]
Diilhami oleh perkembangan tersebut, timbullah niat Syekh Sulaiman Ar-Rasuly
untuk menyatukan ulama-ulama kaum tua dalam sebuah wadah. Untuk itu, Syekh Sulaiman
Ar-Rasuly, memprakarsai suatu pertemuan besar di Candung Bukittinggi pada tanggal 5 Mei
1928.[7] Pertemuan itu dihadiri oleh sejumlah kaum tua, diantaranya Syekh Abbas al-Qadhi,
Syekh Muhammad Djamil Djaho, Syekh Wahid ash-Shahily dan ulama kaum tua lainnya.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah yang
disingkat dengan MTI.
Pada tahun 1930, mengingat pertumbuhan dan perkembangan madrasah-madrasah
Tarbiayah Islamiyah, timbullah keinginan Syekh Sulaiman Ar-Rasuly untuk menyatukan
ulama-ulama kaum tua, terutama para pengelola madrasah dalam suatu wadah organisasi.
Untuk itu, ia mengumpulkan kembali ulama-ulama kaum tua di Candung Bukittinggi pada
tanggal 20 Mei 1930.[8] Pertemuan ini memutuskan untuk membentuk organisasi Persatuan
Tarbiyah Islamiyah yang disingkat dengan PTI. Ketika terbentuknya organisasi ini ada 7
Madrasah Tarbiyah Islamiyah kepunyaan kaum Tua yang tergabung di dalamnya. Pada tahun
1930 PTI mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah sebagai badan hukum, yang oleh
karena itu tahun 1930 disebut juga sebagai tahun pertama bagi PTI. Jumlah ulama yang
menggabungkan diri dengan PTI cukup banyak.[9]
Pada tahun 1935 diadakan rapat lengkap di Candung Bukittinggi yang menunjuk H.
Siradjudin Abbas sebagai ketua Pengurus Besar PTI. Pada masa kepengurusan ini, berhasil
disusun Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan disahkan oleh konfrensi tanggal
11-16 Februari 1938 di Bukittinggi, dan disepakati juga singkatan Persatuan Tarbiyah
Islamiyah berubah menjadi PERTI. Ketika itu dirumuskan pula tujuan organisasi ini, yaitu:
1. Berusaha memajukan pendidikan agama dan yang bersangkutan dengan itu.
2. Menyiarkan dan mempertahankan agama Islam dari segala serangan.
3. Memperhatikan kepentingan ulama-ulama, guru-guru sekolah agama seluruhnya, terutama
sekolah-sekolah Tarbiyah Islamiyah.
4. Memperkukuh silaturahmi sesama anggota.
5. Memperkukuh dan mempekuat ‘adat nan kawi, syara’ nan lazim” dalam setiap negeri
ORGANISASI WANITA MASA PERGERAKAN NASIONAL
5:30 PM
SOSIOLOGI SAYA
Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan
Organisasi-organisasi wanita yang berdiri pada masa pergerakan nasional antara lain:
1) Putri Mardika (1912)
Putri Mardika adalah organisasi keputrian tertua dan merupakan bagian dari Budi Utomo.
Tujuannya adalah untuk memberikan bantuan, bimbingan dan penerangan kepada wanitawanita pribumi dalam menuntut pelajaran dan dalam menyatakan pendapat di muka umum.
Kegiatannya antara lain sebagai berikut: memberikan beasiswa dan menerbitkan majalah
bulanan. Tokoh-tokohnya: P.A Sabarudin, R.A Sutinah Joyopranoto, R.R Rukmini,
dan Sadikun Tondokukumo.
2) Kartini Fonds (Dana Kartini)
Organisasi ini didirikan oleh Tuan dan Nyonya C. Th. Van Deventer, tokoh politik etis. Salah
satu usahanya adalah mendirikan sekolah-sekolah, misalnya: Sekolah Kartini di Jakarta,
Bogor, Semarang (1913), setelah itu di Madiun (1914), Malang dan Cirebon (1916),
Pekalongan (1917), Subabaya dan Rembang.
3) Kautamaan Istri
Organisasi ini berdiri sejak tahun 1904 di Bandung, yang didirikan oleh R. Dewi Sartika.
Pada tahun 1910 didirikan Sekolah Keutamaan Istri, dengan tujuan mengajar anak gadis
agar mampu membaca, menulis, berhitung, punya keterampilan kerumahtanggaan agar
kelak dapat menjadi ibu rumah tangga yang baik. Kegiatan ini kemudian mulai diikuti oleh
kaum wanita di kota-kota lainnya, yaitu Tasikmalaya, Garut, Purwakarta, dan Padang
Panjang.
4) Kerajinan Amal Setia (KAS)
KAS didirikan di Kota Gadang Sumatra Barat oleh Rohana Kudus tahun 1914. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan pendidikan wanita, dengan mengajarkan cara-cara mengatur
rumah tangga, membuat barang-barang kerajinan tangan beserta cara pemasarannya.
Pada tahun itu juga, KAS berhasil mendirikan sekolah wanita pertama di Sumatera sebelum
terbentuknya Diniyah Putri di Padangpanjang.
5) Aisyiah (1917)
Aisyiah didirikan pada 22 April 1917 dan merupakan bagian dari Muhammadiyah. Pendirinya
adalah H. Siti Walidah Ahmad Dahlan. Kegiatan utamanya adalah memajukan pendidikan
dan keagamaan bagi kaum wanita, memelihara anak yatim, dan menanamkan rasa
kebangsaan lewat kegiatan organisasi agar kaum wanita dapat mengambil peranan aktif
dalam pergerakan nasional.
6) Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT)
PIKAT didirikan pada bulan Juli 1917 oleh Maria Walanda Maramis di Menado, Sulawesi
Utara. Tujuannya: memajukan pendidikan kaum wanita dengan cara mendirikan sekolahsekolah rumah tangga (1918) sebagai calon pendidik anak-anak perempuan yang telah
tamat Sekolah Rakyat. Di dalamnya diajari cara-cara mengatur rumah tangga yang baik,
keterampilan, dan menanamkan rasa kebangsaan.
7) Organisasi Kewanitaan Lain
Organisasi Kewanitaan lain yang berdiri cukup banyak, antara lain: Pawiyatan Wanita di
Magelang (1915), Wanita Susila di Pemalang (1918), Wanita Rukun Santoso di Malang,
Budi Wanita di Solo, Putri Budi Sejati di Surabaya (1919), Wanita Mulya di Yogyakarta
(1920), Wanita Katolik di Yogyakarta (1921), PMDS Putri (1923), Wanita Taman Siswa
(1922), dan Putri Indonesia (1927).
8) Kongres Perempuan Indonesia
Pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, diselenggarakan Kongres Perempuan Indonesia
pertama. Kongres tersebut diprakarsai oleh berbagai organisasi wanita seperti: Wanita
Utomo, Putri Indonesia, Wanita Katolik, Wanita Mulya, Aisyiah, SI, JIB, dan Taman Siswa
bagian wanita. Tujuan kongres adalah mempersatukan cita-cita dan usaha untuk
memajukan wanita Indonesia, dan juga mengadakan gabungan antara berbagai
perkumpulan wanita yang ada.
Dalam kongres itu diambil keputusan untuk mendirikan gabungan perkumpulam wanita yang
disebut Perikatan Perempuan Indonesia (PPI) dengan tujuan:
(a)
memberi
penerangan
dann
perantaraan
kepada
kaum
perempuan,
akan
mendirikan studie fond untuk anak-anak perempuan yang tidak mampu;
(b) mengadakan kursus-kursus kesehatan;
(c) menentang perkawinan anak-anak;
(d) memajukan kepanduan untuk organisasi-organisasi wanita tersebut di atas, pada
umumnya tidak mencampuri urusan politik dan berjuang dengan haluan kooperatif.
GERAKAN PEMUDA
Gerakan Pemuda yang Bersifat Kesukuan dan Keagamaan
a. Trikoro Dharmo/Jong Java
Gerakan pemuda Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak berdirinya Budi Utomo.
Sebab para pendiri Budi Utomo sebenarnya para pemuda yang masih menjadi
murid-murid STOVIA. Namun sejak kongresnya yang pertama, Budi Utomo telah
diambil alih kaum priyayi (bangsawan) dan para pegawai negeri, sehingga para
pemuda kecewa lalu keluar dari Budi Utomo.
Pada 7 Maret 1915, para pemuda keluaran Budi Utomo mendirikan organisasi
pemuda yang disebutTrikoro Dharmo di Jakarta. Para pemimpinnya antara lain:
R. Sukiman
Wiryosanjoyo (Ketua), Sunardi-Wongsonegoro (wakil
ketua), Sutomo (Sekretaris). Sementara itu, para anggotanya: Muslich, Musodo,
dan Abdul Rachman. Yang diterima sebagai anggota hanya anak-anak sekolah
menengah yang berasal dari pulau Jawa dan Madura.
Trikoro Dharmo artinya “Tiga Tujuan Mulia”, yaitu: sakti, budi, dan bakti. Adapun
tujuan organisasi ini ialah:
(1) mempererat tali hubungan, antara murid-murid bumi putera pada sekolah
menengah dan perguruan kejuruan;
(2) menambah pengetahuan umum bagi anggota-anggotanya;
(3) membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia;
(4) memperkokoh rasa persatuan dan persatuan di antara pemuda-pemuda Jawa,
Sunda, Madura, Bali dan Lombok; Pada tahun 1918 lewat kongresnya yang pertama
di Solo, nama Trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java.
Hal ini dimaksudkan agar para pemuda di luar Pulau Jawa, tata sosialnya
berdasarkan budaya Jawa akan mau, memasuki Jong Java. Kegiatan Jong
Java berkisar pada masalah sosial dan kebudayaan, misalnya pemberantasan buta
huruf, kepanduan, kesenian. Jong Java tidak ikut terjun dalam dunia politik dan tidak
pula mencampuri urusan agama tertentu. Bahkan para anggotanya dilarang
menjalankan politik atau menjadi anggota partai politik.
Akan
tetapi,
sejak
tahun
1942,
karena
pengaruh
gerakan
radikal,
maka Syamsuridjal (ketuanya) mengusulkan agar anggota yang sudah berusia 18
tahun diberi kebebasan berpolitik dan agar Jong Java memasukkan program
memajukan agama Islam. Usul ini ditolak, akibatnya para anggotanya yang
menghendaki tujuan ke dalam dunia politik dan ingin memajukan agam Islam
mendirikan Jong Islamieten Bond. Organisasi ini dipimpin Haji Agus Salim.
b. Jong Sumatranen Bond (9 Desember 1917)
Setelah Jong Java, para pemuda Sumatera yang belajar di Jakarta, pada tanggal 9
Desember 1917 mendirikan organisasi serupa yang disebut Jong Sumatranen Bond.
Adapun tujuannya adalah:
(1) mempererat ikatan persaudaraan antara pemuda-pemuda pelajar Sumatra dan
membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi pemimpin dan
pendidik bangsanya.
(2) membangkitkan perhatian anggota-anggotanya dan orang luar untuk menghargai
adapt istiadat, seni, bahasa, kerajinan, pertanian dan Sejarah Sumatra.
Untuk mencapai tujuan itu, dilakukan usaha-usaha sebagai berikut:
(a) menghilangkan adanya perasaan prasangka etnis di kalangan orang-orang
Sumatera;
(b) memperkuat perasaan saling membantu;
(c) bersama-sama mengangkat derajat penduduk Sumatra dengan alat propaganda,
kursus, ceramah-ceramah dan sebagainya.
Berdirinya Jong Sumatranen Bond ternyata dapat diterima oleh pemuda-pemuda
Sumatera yang berada di kota-kota lainnya. Oleh karena itu, dalam waktu singkat
organisasi ini sudah mempunyai cabng-cabangnya di Jakatra, Bogor, Serang,
Sukabumi, Bandung, Purworejo, dan Bukittinggi. Dari organisasi inilah kemudian
muncul tokoh-tokoh nasional seperti Moh. Hatta, Muh. Yamin, dan Sutan Syahrir.
Atas kesadaran nasionalisme, nama Jong Sumatranen Bond yang menggunakan
istilah bahasa Belanda, diubah menjadi Pemoeda Soematra.
c. Jong Ambon
Jong Ambon didirikan pada tahun 1918. Sebelum itu sebenarnya telah lahor
berbagai organisasi yang didirikan oleh orang-orang Ambon. Misalnya: Ambons
Studiefonds (1909) oleh Tehupeilory, Ambons Bond (1911) untuk pegawai negeri,
Mena Muria (1913) di Semarang, dan Sou Maluku Ambon di Ambon.
Pada 9 Mei 1920, A.J Patty mendirikan Serikat Ambon di Semarang. Tujuannya
yaitu ntuk mempersatuakan semua organisasi Ambon, hingga menjadi organisasi
politik Ambon yang pertama. Karena ia sangat aktif melakukan kampanye di mana-
mana. Akhirnya ia ditangkap oleh pemerintah kolonial dan diasingkan. Perjuangan
berikutnya diteruskan oleh Mr. Latuharhary.
d. Jong Minahasa dan Jong Celebes
Jong Minahasa dan Jong Celebes didirikan pada 25 April 1919 oleh tokoh-tokoh
muda Minahasa yaitu Samuel Ratulangie. Jong Minahasa tampaknya sebagai
lanjutan dari organisasi yang telah dibentuk sejak 1912 di Semarang, yaitu Rukun
Minahasa.
Tahun 1917 muncul pula organisasi Minahasa Celebes di Jakarta. Tetapi dalam
kenyataan Jong Minahasa dan Jong Celebes tidak bisa tumbuh menjadi besar
karena jumlah pelajar dari Sulawesi tidak begitu banyak.
e. Perkumpulan Pemuda Daerah lainnya
Dengan berdirinya Jong Java, Jong Sumatranen Bond, suku-suku bangsa lainnya
juga tidak ketinggalan. Mereka ikut mendirikan organisasi berbagai perkumpulan
pemuda, antara lain:
(1) Sekar Rukun (1920), didirikan oleh para pemuda Sunda di Jakarta.
(2) Pemuda Betawi, didirikan oleh para pemuda asli Jakarta yang dipimpin
oleh Husni Thamrin.
(3) Timorsch Verbond, didirikan di makasar (8 Juni 1922) untuk suku Timor
(4) Jong Batak Bond, didirikan untuk suku Batak pada tahun 1926.
f. Organisasi Pemuda yang bersifat Keagamaan
(1) Muda Kristen Djawi (MKD)
didirika pada tahun 1920. Mula-mula menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa
pengantar dan pergaulan, akan tetapi akhirnya diganti dengan bahasa Indonesia,
Perkumpulan-Perkumpulan Pemuda Kristen (PPPK).
(2) Jong Islamieten Bond (JIB),
didirikan pada tanggal 1 januari 1925 oleh Syamsuridjal (Raden Sam). Semula ia
sebagai ketua Jong Java, oleh karena kedua usulnya dalam kongres ditolak.
Ia bersama kawannya keluar dari Jong Java, kemudian mendirikan Jong Islamieten
Bond yaitu organisasi pemuda yang berdasarkan Islam. Tujuannya adalah untuk
mempererat persatuan dikalangan pemuda Islam dan memajukan agama Islam bagi
anggotaanggotanya.
Adapun kegiatannya antara lain: mengadakan kursus-kursus agama Islam,
darmawisata, olah raga dan seni,ceramah-ceramah dan study club, menerbitkan
majalah, brosur, buku-buku dan sebagainya.
(3) Persatuan Murid-murid Diniyah School (PMDS).
Ini adalah organisasi pemuda di dalam lingkungan keagamaan (Diniyah School).
Organisasi ini didirikan oleh Zainuddin Labai El Yunusy di Padang Panjang
(Sumatra Barat) tanggal 10 Oktober 1915.
g. Organisasi-Organisasi Wanita Atas Dasar Emansipasi
Konsep egaliterianisme (persamaan) dalam Revolusi Prancis ternyata menyangkut
masalah bias gender. Kaum wanita yang sebelumnya menjadi makhluk kedua
sesudah pria, setelah Revolusi Prancis menjadi lebih berani dan percaya diri bahwa
mereka pun sama dengan kaum pria yang memiliki tanggung jawab sosial yang
relatif sama. Pergerakan paham emansipasi pada gilirannya mencapai Indonesia
pula yang tengah dalam giatgiatnya membangun kesadaran kebangsaan.
Seperti halnya dengan para pemuda, kaum perempuan Indonesia tidak ketinggalan
dalam menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam memperluas dan memperkuat
perasaan kebangsaan. Mereka juga mendirikan organisasi-organisasi kewanitaan,
dengan menitik beratkan perjuangannya pada perbaikan kedudukan sosial wanita.
Seperti
halnya
hal
yang
menyangkut
perkawinan,
keluarga,
peningkatan
pengetahuan, pendidikan, dan keterampilan wanita. Pada mulanya gerakan mereka
merupakan bagian dari organisasi lokal kedaerahan atau keagamaan.
C. PERGERAKAN NASIONAL FASE KEDUA
Dari fase kedua ini yang menjadi titik kritis adalah peristiwa sumpah pemuda, hal ini karena peristiwa
tersebut mengandung beberapa esensi yang sangat berarti bagi pergerakan nasional indonesia
menuju kemerdekaannya , diantara esensi-esensi trsebut
1.merupakan tekad sosial kultural dan politis untuk menyatukan persepsi dalam rangka
membebaskan
bangsa
dan
tanah
air
indonesia
dari
penjajahan
serta
mempertahankan
kedaulatannya
2.menunjukkan bahwa diatas tanah air yang berbangsa dan berbahasa indonesia tak selayakna ada
penjajahan dalam bentuk apapun dan dilakukan siapapun
3.tibulnya kekutan kultural yang membongkar kebekuan primodialisme, artinya, ketika membicarakan
persoala bangsa tidak ada lagi jong java, jong ambon, jong Celebes, atau jong borneo yang ada
hanya kaum muda indonesia yang memiliki satu tanah air , bangsa dan bahasa, yakni indonesia. Ini
berarti tali ikatan primodial harus dilepas demi cita cita merebut kemerdekaan dan kedaulatan negara
indonesia
4. Bahwa dengan mengakuinya bahasa dan bangsa satu yaitu indonesia, tidak berarti bahwa
keberagaman bahasa daerah harus dilebur, budaya dan keragaman suku bangsa dihapuskan, akan
tetapi , keanekaragaman bahasa daerah,budaya dan suku bangsa tersebut, secara otomatis menjadi
aset bangsa yang harus dipelihara, dihormati, dikembangkan, namun dengan atas nama indonesia
peranana pemuda indonesia dalam pergerakan kemerdekaan di Fase kedua dari
tahun 1928-1945
Fase ini di mulai dari di ikrarkannya sumpah pemuda pada tanggal 28 oktober 1928 di Batavia, sebagai
reaksi atas menjamurnya organisasi-organisai yang bersifat kedaerahan dan statemen yang di lontarkan
Hendrikus Colijn -mantan Menteri Urusan Daerah Jajahan, kemudian Perdana Menteri Belanda, juga bekas
Veteran perang Aceh dan ajudan Gubernur Jenderal van Heutz. Sekitar tahun 1927–1928-, yang ditulis dalam
sebuah pamphlet, yang menyebut Kesatuan Indonesia sebagai suatu konsep kosong. Katanya, masing-masing
pulau dan daerah Indonesia ini adalah etnis yang terpisah-pisah sehingga masa depan jajahan ini tak mungkin
tanpa dibagi dalam wilayah-wilayah. Namun statemen tersebut di bantah oleh para pemuda dengan diikrarkan
Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Pada saat itu juga untuk pertamakalinya diperdengarkan lagu
Indonesia Raya ciptaan W.R. Supratman. Peristiwa ini akhirnya kita kenang sebagai hari Sumpah Pemuda.
Pada tahun-tahun berikutnya organisasi-organisasi yang tumbuh pada fase pertama banyak yang di fusi, namun
setelah jepang menjajah Indonesia yang di mulai akhir tahun 1942 semua organisasi-organisi di larang, akhirnya
banyak para pemuda yang memilih jalan under ground dan masuk barisan-barisan muda yang di bentuk oleh
jepang, walaupun begitu semangat kemerdekaan tetap menggelora di tubuh mereka. Inilah beberapa
pergerakan pemuda pada fase kedua ini:
1. 28 Desember 1930 – 2 Januari 1931. Kongres Indonesia Muda di Solo. Disahkan berdirinya Indonesia Muda
(fusi dari Jong Java, Pemuda Indonesia, Jong Celebes dan Pemuda Sumatra yang telah membubarkan diri).
2. 22 April 1943. Jepang membentuk Heiho (pembantu prajurit). Heiho semula merupakan tenaga pekerja kasar,
tetapi kemudian dikerahkan untuk tugas-tugas bersenjata dan merupakan barisan pembantu tentara, yang
menjadi bagian langsung dari kesatuan angkatan darat dan angkatan laut. Anggota Heiho adalah pemudapemuda yang berumur antara 18-30 tahun.
3. 29 April 1943. Jepang memobilisasi para pemuda untuk digunakan dalam angkatan bersenjata Jepang dan
digunakan dalam organisasi pertahanan sipil. Kemudian dibentuklah Seinendan (barisan pemuda yang berumur
14-22 tahun) dan Keibodan (barisan pembantu polisi). Para anggota Seinendan dan Keibodan itu mendapat
latihan kemiliteran.
4. 3 Oktober 1943. Pada tanggal ini di betuknya pasukan Pembela Tanah Air (PETA) atas usulan Gatot
Mangkupraja. Manfaat yang dapat di petik dari pembentukan tentara PETA adalah timbulnya inspirasi bagi
anggota PETA, sebab dengan latihan-latihan militer yang berat, memperkuat rasa percaya diri sendiri untuk
menghadapi kekuatan musuh yang lebih besar. Selain itu, juga tumbuh perasaan harga diri yang sepadan
dengan bangsa lain, khususnya bangsa Barat dan kesempatan ini harus direalisasikan dalam bentuk solidaritas
bersama guna menciptakan diri sebagai bangsa yang merdeka. Para pemuda yang mendaftarkan untuk menjadi
anggota PETA mendapat latihan di Bogor. Pemuda-pemuda Islam yang menjadi anggota PETA dan mengikuti
latihan di Bogor adalah Sudirman, Mulyadi, Joyomartono, Aruji Kartawinata, Kiai Khotib, Iskandar Idris, Iskandar
Sulaiman, Kiai Basuni, Mr. Kasman Singodimejo, Yunus Anis, Kiai Idris, Kiai Haji Mochfuda, Kiai Kholiq Hasyim,
Kiai Sami’un dan sebagainya.
5. Juni 1944. Sikap permusuhan para pemuda terpelajar meningkat, juga keadaan Jepang yang semakin
terdesak oleh Sekutu, mendorong timbulnya organisasi pemuda baru, yang dinamai Angkatan Muda Indonesia
(AMI). Mula-mula organisasi ini didirikan atas inisiatif Jepang, tetapi kemudian tumbuh menjadi organisasi
pemuda yang anti Jepang. AMI kemudian berubah menjadi Pemuda Republik Indonesia (PRI).
6. Desember 1944. Atas desakan Masyumi, Jepang memberikan dan mengizinkan pembentukan Hizbullah, yang
direncanakan sebagai cadangan PETA. Sebagai tambahan, suatu pasukan polisi pembantu yang berkekuatan
satu juta orang, yang di sebut Korps Kewaspadaan, juga didirikan di daerah-daerah pedesaan Jawa.
7. 16 Mei 1945. Kongres Pemuda seluruh Jawa di Bandung, yang disponsori oleh Angkatan Muda Indonesia.
Kongres itu dihadiri oleh lebih dari 100 pemuda terdiri dari utusan-utusan pemuda, pelajar dan mahasiswa
seluruh Jawa, antara lain Jamal Ali, Chairul Saleh, Anwar Cokroaminoto dan Harsono Cokroaminoto serta
mahasiswa-mahasiswa Ika Daigaku di Jakarta. Dalam kongres itu, dianjurkan agar supaya para pemuda di Jawa
hendaknya bersatu dan mempersiapkan dirinya untuk pelaksanaan proklamasi kemerdekaan, bukan sebagai
hadiah Jepang.
8. 15 Juni 1945. Sekelompok pemuda mendirikan Gerakan Angkatan Baru Indonesia, yang berpusat di Menteng
31, Jakarta. Ketua organisasi itu adalah BM Diah dan anggotanya yaitu Sukarni, Sudiro, Chaerul Saleh, Syarif
Thayeb, Wikana, Supeno, Asmara Hadi dan P. Gultom.
Puncak dari pergerakan-pergerakan pemuda tersebut terjadi ketika pada tanggal 14 dan 16 Agustus 1945,
Nagasaki dan Hiroshima di bom atom oleh tentara sekutu yang menyebabakan Jepang mengalami kekalahan
dalam perang dunia ke II, maka terjadi kevakuaman kekuasaan di tanah-tanah jajahan pemerintahan fasis
Jepang termasuk Indonesia, sementara tentara Sekutu belum datang. Kevakuman tersebut mengilhami para
pemuda Menteng 31 dan barisan pelopor yang di dukung sultan syahrir untuk memaksa Sukarno-Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia dengan membawa keduanya secara paksa ke rengas
dengklok pada tanggal 16 Agustus 1945, diantara pemuda tersebut adalah: Soebadio Sastrosatomo, Wikana,
Chaerul Saleh, dan Soekarni, serta dokter Moewardi. Akhirnya berkat inisiatif dan keberanian dari kaum muda,
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat dibacakan pada tanggal 17 agustus l945 di jln Pegangsaan Timur
no:56 pada jam 10.00 WIB. Inisiatif ini juga timbul didasari pada patriotisme bahwa kemerdekaan tidaklah boleh
sebagai pemberian dari Jepang atau hadiah dari Sekutu, tapi berkat kepemimpinan dari para pejuang Indonesia.
Sejarah Jepang Masuk ke Indonesia
Tanggal 1 Maret 1942, tentara Jepang berhasil mendaratkan pasukannya di pulau Jawa di tiga
tempat sekaligus, yaitu teluk Banten, Eretan Wetan (Jawa Barat), dan Kranggan (Jawa
Tengah) Keadaan ini memaksa Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Tjarda Van Starkenborgh
Stachouwer, menyerah tanpa syarat terhadap tentara Jepang pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi
Imamura dalam sebuah pertemuan di Kalijati tanggal 8 Maret 1942. Pertemuan ini mengakhiri
kekuasaan kolonial Belanda dan menempatkan Jepang sebagai penguasa baru atas Indonesia.
Hak-hak kekuasaan ini memungkinkan Jepang membagi wilayah Indonesia dalam tiga komando,
yaitu tentara ke-16 di pulau Jawa dan Madura yang berpusat di Batavia, tentara ke-25 di
Sumatera yang berpusat di Bukit Tinggi dan armada selatan ke-2 di Kalimantan, Sulawesi, Nusa
Tenggara, Maluku dan Papua Barat yang berpusat di Makassar
Tentara angkatan ke-16 pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura diberikan mandat untuk
memegang kekuasaan di wilayah Jawa. Pada umumnya Jawa dianggap sebagai daerah yang
secara politik paling maju namun secara ekonomi kurang penting, sumber dayanya yang utama
adalah manusia. Hal ini memang sangat dibutuhkan oleh Jepang, mengingat niat awal mereka
untuk menduduki kawasan Asia Tenggara adalah membangun Kawasan Persemakmuran
Bersama Asia Raya.
Pada awal kedatangannya Jepang disambut baik oleh orang-orang Jawa yang beranggapan
bahwa kedatangan tentara Jepang sesuai dengan ramalan Joyoboyo Oleh sebab itu, ketika
tentara Jepang mendirikan pemerintahan militernya orang-orang Jawa menerimanya dengan
sukarela. Di samping itu, bagian propaganda (Sendenbu Jepang telah pula melakukan aksinya
dengan pelbagai macam pendekatan terhadap rakyat, diantaranya; mendirikan Gerakan Tiga A
dengan slogannya yang terkenal: Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, Jepang Saudara
Asia; mengangkat orang-orang pribumi dalam pelbagai pemerintahan yang prinsip turuntemurunnya dihapuskan; menetapkan wilayah-wilayah voorstenlanden sebagai kochi (daerah
istimewa). Maksudnya agar tentara Jepang yang mendirikan pemerintah militernya dapat
diterima oleh penduduk pribumi. Tujuan utama pendudukan Jepang di Jawa adalah menyusun
dan mengarahkan kembali perekonomian peninggalan pemerintah Hindia Belanda dalam rangka
menopang upaya perang Jepang dan rencana-rencananya bagi ekonomi jangka panjang
terhadap Asia Timur dan Tenggara. Tujuan utama ini mengarahkan kebijakan-kebijakan
pemerintah militer untuk menghapuskan pengaruh-pengaruh barat di kalangan rakyat Jawa dan
memobilisasi rakyat Jawa demi kemenangan Jepang dalam perang Asia Timur Raya.
Sejak membentuk pemerintahan militernya, Jepang membuat banyak sekali perubahan dalam
bidang pemerintahan. Perubahan tersebut terjadi di tingkat atas maupun di tingkat bawah.
Tanggal 1 Agustus 1942, saat dikeluarkannya undang-undang perubahan tata pemerintahan di
Jawa, Jepang menetapkan bahwa seluruh daerah di Jawa dibagi
menjadiSyu, Si, Ken, Gun, Son, dan Ku, kecuali Surakarta dan Yogyakarta yang ditetapkan
sebagai kooti (kerajaan) dan Batavia sebagai Tokubetsu Si (ibukota pemerintah militer).
Pembagian pulau Jawa atas provinsi-provinsi juga dihapuskan.
Sejarah Jepang masuk ke Indonesia, khususnya ketika menduduki Pulau Jawa tahun 1942-1945
telah membawa banyak perubahan yang sangat berarti bagi perkembangan Jawa di masa
berikutnya. Periode ini merupakan salah satu bagian dari perjalanan penting sejarah besar
bangsa ini untuk melangkah ke masa depan. Masa ini telah terjadi berbagai perubahan yang
mendasar pada alam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Masa pendudukan Jepang
di Indonesia selama tiga setengah tahun tersebut sering dipandang sebagai masa yang singkat
tetapi akibat yang diterima oleh masyarakat sebanding dengan masa penjajahan Belanda
sebelumnya dengan jangka waktu yang lebih lama.
Sumber :
http://yangterdi.blogspot.com/2013/04/sejarah-jepang-masuk-ke-indonesia.html
http://pcimlibya.wordpress.com/2009/10/31/peranan-pemuda-indonesia-dalampergerakan-kemerdekaan/
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/gerakan-pemuda.html
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/07/organisasi-wanita-masa-pergerakan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://ahmadrobihan.blogspot.com/2012/01/persatuan-tarbiyah-islamiyah-perti.html
Rujukan[sunting | sunting sumber]
1. Alfian (1989). hlm. 152. Missing or empty |title= (help)
2. Pusat Data Muhammadiyah
3. Website Resmi Lembaga Penanggulangan Bencana Muhammadiyah (Muhammadiyah
Disaster Management Center)
4. http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-denganmuhammadiyah
5. Nalar Politik NU & Muhammadiyah, 2009
6.