KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU MENURUT AL QURAN
KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU MENURUT AL QUR’AN DAN AL-HADIS
Jauharotun Naviah
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15A, Iringmulyo, Kota Metro, Lampung 34111
Email:[email protected]
Abstrak
Sejak kehadirannya, agama islam telah banyak memberikan pengaruh yang besar terhadap ilmu
pengetahuan yang ada di dunia. Terutama ilmu yang mengacu pada Al Qur’an dan Hadis, selain itu
Al Qur’an juga dipergunakan sebagai bahan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan hadis
sebagai pendukung sekaligus penopang dasar – dasar dari sebuah ilmu. Para ilmuan dan
cendekiawan islam yang sadar akan keilmuan ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan hadis
membawanya dalam pencapaian terbesar dalam kejayaan peradaban islam. Salah satu sifat ilmuan
adalah sikap terbuka yang menjadikan penemuan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
mengalami kemajuan yang sangat pesat dan positif serta dapat menerima ilmu pengetahuan dari
peradaban lain tanpa prasangka buruk yang menghantui hati mereka. Tujuan penulisan ini sebagai
salah satu upaya membumikan Alquran dan Hadits agar setiap muslim dapat menghargai Al Qur’an
dan hadis tanpa melemparkan pandangan sebelah mata bahwa itu hanya dalam ruang lingkup
keislaman saja tanpa ada manfaatnya untuk kehidupan terutama dunia keilmuan dan segala
perangkat yang mendasari ilmu pengetahuan yang dapat dijelaskan dengan logika dan dapat di
lakukan uji coba dengan mengkaji secara tematik khususnya tentang ilmu pengetahuan dan
mengkaitkannya dengan disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Diketahui bahwa dalam Islam tidak ada
satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epistemologis Islam, ilmu-ilmu
tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengonfirmasi wahyu, yang
kebenarannya pasti.
Kata Kunci: Ilmu Pengetahuan, Alquran, Hadits dan Islam
Abstract
Since its presence, the religion of Islam has provided a great influence on science in the world.
Especially science that refers to the Qur'an and the Hadith, the Qur'an besides it is also used as an
ingredient to deepen science and tradition as well as supporters of the support base - the basis of a
science. Scientists and scholars of Islam are aware of the scientific scientific sourced from the
Quran and Hadith bring it into the greatest achievement in the heyday of Islamic civilization. One
of its characteristics is the open attitude of scientists who made the discovery in the development of
science is progressing very rapidly and positively and can receive knowledge of other civilizations
without prejudice that haunts their hearts. The purpose of this paper as an effort to unearth the
Koran and Hadith that every Muslim can appreciate the Qur'an and hadith without throwing eye
view that it is only within the scope of Islam without any benefit for life, especially the scientific
world and all its underlying science knowledge which can be explained by logic and test can be
done by examining the thematic particularly about science and link it with other science
disciplines. It is known that in Islam no one science is independent and separate from the building
epistemological Islam, these sciences is nothing but a parrot or explanation confirming revelation,
the truth for sure.
Keywords: Science, Al Qur’an, the Hadith, and Islam
1
A.
Pendahuluan
Hal mendasar yang penting dipahami dalam studi Islam adalah definisi Islam dan Agama.1
Keduanya tidak bisa dipisahkan karena jika berkaitan dengan agama pasti mencangkup kepercayaan
yang dianutnya seperti agama islam misalnya. Islam memiliki banyak sejarah dari mulai jaman
jahiliah (zaman kebodohan dan kegelapan, pra-islam) hingga semangat dan biografi kisah para
tokoh penyebar agama islam di dunia maupun di Indonesia. Beliau – beliau itu memiliki
kemampuan diatas manusia biasa dikatakan bahwa para Rasul dan Nabi merupakan orang – orang
terpilih dan dianugrahi semua sifat mulia dari Allah sebagai pengemban tugas mulia yaitu
menyampaikan wahyu dari Allah yang merupakan syafaat kelak di akhirat nanti. Mereka di banting
dengan orang – orang kafir secara mental, batin dan fikiran di uji dengan cobaan yang tidak
sederhana dan sangat kejam. Kobaran semangat juang yang terpancar sangatlah luar biasa dengan
kokoh mereka berdiri setelah ditebas dan gigih saat di terjang badai iman yang begitu dahsyat yang
tidak sedikitpun menggoyahkan tekad mereka untuk menyebarkan dan mengajak orang lain masuk
dan memeluk islam.
Dari zaman ke zaman peradaban manusia terus meningkat, tidak lagi gencar berperang dan
mulai melahirkan tokoh – tokoh penemu yang mereka berilmu dengan berlandaskan Al- Qur’an
kitab suci Allah. Diterangkan bahwa dalam Al Qur’an terdapat sumber – dan cikal bakal dari dasar
ilmu modern. Isi Al Qur’an tidak dapat ditelaah dengan telanjang otak tetapi memiliki banyak arti
dan diperlukan sebuah tafsir dan tidak boleh sembarangan orang boleh menafsirkannya, sebagai
bahan pertimbangan dan juga gudangnya jawaban dari permasalahan yang ada pada manusia. Setiap
penggalan sejarah pemikiran Islam selalu melahirkan dan meninggalkan tokoh, ide, dan falsafah
hidupnya sendiri, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan penemuan bermacam – macam
teori yang digunakan saat ini.
Ide dan falsafah hidup inilah yang menjadi kebanggaan generasi berikutnya untuk senantiasa
“ditoleh” untuk diambil ‘api’-nya dan dinyalakan kembali hari ini. Sebagai semangat yang tidak
boleh padam semangat perjuangan dalam keadaan apapun dan wajib bagi para generasi penerus
untuk mewariskan kebanggaan dan rasa cintanya terhadap agama islam dan mengetahui sejarah
munculnya keislaman di dunia ini.2 Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan
yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika
diutus oleh Allah SWT sebagai Rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana
paganisme tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu, zaman
kebodohan dan mereka menyembah berhala meski tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sebenarnya
1
Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan Pendekatan Dalam Studi Islam Pembacaan atas Pemikiran Charles J.
Adams,” Islamica 2, no. 1 (September 2007): 28.
2
Qosim Nursheha Dzulhadi, “Konsep Pendidikan Ibn Khaldun,” Jurnal At-Ta’dib 9, no. 1 (Juni 2014): 63.
2
tahu dan sudah mencari keberadaan Allah tetapi mereka masi belum tahu bagaimana cara yang tepat
untuk kembali kepada Allah. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang, yang
mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab secara
manusiawi maupun peradaban seperti aksara, bahasa, dan seni yang ada pada masa itu.
Salah satu pencerahan yang dibawa oleh Islam bagi kemanusiaan adalah pemikiran secara
ilmiah, masyarakat Arab dan Timur tengah pra Islam tidak memperdulikan persoalan-persoalan
mengenai alam semesta, bagaimana alam tercipta dan bagaimana alam bekerja, maka dari sinilah
mereka belajar merenungi pertanyaan-pertanyaan ini dan untuk mencari jawabannya tentang itu
semua, mereka merujuk kepada Alquran dan Hadits. Jibril yang datang saat nabi Muhammad SAW
sedang merenung di dalam Gua Hira dengan cahaya yang sangat terang jibril berkata dan
menyuruhnya untuk membaca dan menghafalnya yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad berkata bahwa beliau tidak bisa membaca
kemudian Jibril mendekapnya dengan sangat erat dan mengulangi perkataannya sampai tiga kali, itu
merupakan wahyu pertama yang turun ke bumi memberi petunjuk dan batasan yang ada di bumi
ini.3
Allah memerintahkan memikirkan bagaimana langit dan bumi tercipta, cara fikir ini
menggerakkan bangkitnya ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Ini adalah pengembangan
ilmu pengetahuan yang istimewa dalam sejarah dunia, terutama tentang alam semesta. Dimulai dari
turunnya wahyu Nabi Muhammad SAW yang pertama ini orang yang mendengarnya mulai berfikir
dan membuatnya berusaha untuk menemukan jawabahnnya hingga muncullah tokoh – tokoh dan
para cendekiawan yang berfilsafat dan melakukan banyak percobaan demi terjawabnya pertanyaan
yang ada pada kepala mereka tentang ilmu pengetahuan seperti yang disebutkan diatas. Sebagai
agama wahyu yang terakhir, yang sempurna dan bersifat universal, maka Islam mesti hadir untuk
segala tempat dan zaman, untuk merespon dan menjelaskan setiap perkembangan dan perubahan
yang muncul dalam panggung kehidupan.
Sehingga terbukti secara praktis bahwa Islam adalah agama abadi dan aplikatif di sepanjang
masa, cocok untuk segala situasi dan kondisi kehidupan umat manusia di segala penjuru dunia dan
keadaan yang sedang terjadi adalah salah satu keunikan Al Qur’an sebagai sumber utama bagi
Islam, bahwa bahasanya yang mengatur kehidupan manusia lebih menonjol dengan bentuk global,
tidak rigit dan saklek, ada yang berbentuk ‘am dan khas, mutlaq dan muqayyad, muhkam dan
mutasyabih, mujmal dan mufashshal. Dengan segala ketentuan yang ada dalam Al Qur’an saat jelas
dan tegas. Semnetara itu, al-Sunnah sebagai yang menjelaskan Al Qur’an, tidak selalu pula
memberikan penjelasan yang detil bahkan tidak sedikit yang belum dijelaskan oleh sumber kedua
3
Dedi Wahyudi Rahayu Fitri AS, “Islam dan DialogAntar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat),”
Fikri 1, no. 2 (2017): 267–290.
3
ajaran Islam ini. Karena arti yang ada dilam isi Al Qur’an itu sangat luas dan tidak sembarangan
orang boleh menafsirkannya.4 Dan ada sumber sejarah yang mengatakan juga bahwa isi Al Qur’an
tidak sama persis dengan wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad SAW karena Al Qur’an
sebelum di bukukan berada pada lembaran suhuf, kulit hewan yang kering, pelepah pohon, daun,
batu, tulang binatang yang telah mengeras dan sebagian di hafal oleh sahabat nabi dan sebagian lagi
di hafal oleh sahabat nabi yang lain dan mereka berpencar – pencar hingga sampai wafatnya nabi
barulah dibukukan semua dikumpulkan dan para sahabat nabi dipanggil untuk ditanya tentang
wahyu yang dihafalnya. Ada kemungkinan bahwa tidak semua wahyu yang allah berikan tertulis
dalam Al Qur’an dan mungkin juga urutannya tidak begitu jelas karena itu Umar Bin Khattab
menyusunnya berdasarkan urutan kejadian yang sedang terjadi kala itu.
Islam mempunyai ciri yang menonjol yaitu dari sifatnya yang hadir dimana – mana
(omnipresence), sehingga Bakhtiar Effendi menyatakan bahwa “Islam merupakan sebuah totalitas
(sempurna) yang integrated (padu) yang menawarkan pemecahan terhadap semua kehidupan.”
Sehingga tidak berlebihan jika Philip K. Hitti, memaparkan bahwa bahwa kita harus pahami Islam
dari tiga arti: agama, Negara, dan kultur, Pertama Islam sebagai agama adalah suatu sistem
kepercayaan dan amalan yang diajarkan oleh nabi Muhammad, diwahyukan dalam al-Quran dan
dilengkapi oleh hadits. Kedua Islam sebagai Negara adalah kesatuan politik berdasarkan hukum alQuran, dikembangkan oleh para pengganti Muhammad, para khalifah dan kemudian pecah dalam
beberapa Negara. Dan ketiga Islam sebagai kultur memperlihatkan bahwa perpaduan peradaban
tingkat tinggi yang diperkaya dengan Negara Semit, Persia, Greko-Romawi, dan lain sebagainya,
dikembangkan pada masa khalifah yang lahir dengan perantara bahasa Arab.5
Bukan islam yang membuat sebuah sejarah yang hebat tetapi para umat islamlah yang
menjadikan agama islam itu dikenal dan berjaya, karena orang – orangnya yang pandai berfilsafat
dan berpendapat dalam segala hal. Islam menuntut untuk umatnya dapat menguasai berbagai ilmu
pengetahuan yang ada didunia. Semakin umat islam sadar bahwa segala sumber ilmu itu tertulis
jauh sebelum ditemukan oleh para ilmuan saat ini. Kebenaran ilmiah yang telah digambarkan dalam
Al Qur’an jauh berabad- abad sebelum dilakukan penelitian lebih mendalam oleh para kritis ilmiah
saat ini. Itu artinya islam memiliki segalanya kitab suci yang ada telah memberikan petunjuk yang
mencangkup segala hal dari hal duniawi, alam semesta dan akhirat.
4
Suryan A. Jamrah, “Ijdtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam,” AN-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam 40, no.
1 (Juni 2015): 70.
5
Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah,”
Jurnal Tarbiyah 1, no. 1 (2015): 48.
4
B.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kualitatif. Sumber data yang
diperoleh dengan cara studi pustaka. Pertama, dengan cara mendeskripsikan hermeneutika sebagai
sebuah pendekatan. Kemudian, dilanjutkan dengan pengertian, gambaran umum serta ciri khas dari
pendekatan hermeneutika. Analisis data kualitatif merupakan proses yang berlangsung terusmenerus dan dilaksanakan pada hampir semua fase. Dalam penelitian tersebut, data yang sudah
diorganisasikan ke dalam satuan-satuan kategori dianalisis secara induktif-komparatif sejak tahap
pengumpulan data dan dikerjakan secara lebih intensif lagi setelah data yang terkumpul memadai.
analisis data penelitian kualitatif dilaksanakan pada waktu pengumpulan data dan setelah
pengumpulan data berakhir.
Analisis data selama proses pengumpulan data dan setelah berakhir pengumpulan data,
masing-masing mempunyai tujuan. Maksud analisis data yang dilakukan selama proses
pengumpulan data adalah agar setiap data yang didapat tidak mudah terlupakan, seandainya ada
data yang terlupakan akan dapat dikonfirmasikan dengan mudah kepada subjek penelitian. Analisis
data tersebut juga dapat menghindarkan penumpukan data. Analisis data yang dilakukan setelah
pengumpulan data berakhir maksudnya adalah mengorganisir dan mempelajari kembali semua
analisis data yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti selama proses pengumpulan data.
Kegiatannya adalah memperbaiki dan mempertajam analisis dan penarikan simpulan sementara.
Dalam penelitian Prs-PM, proses pengumpulan dan analisis data dapat berpedoman pada langkahlangkah analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984:21-23) dan
Hopkins, yaitu (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan simpulan.6
Reduksi Data
Reduksi data meliputi proses penyeleksian, pemilahan, penyederhanaan, dan pengategorian
data. Reduksi data itu dimaksudkan untuk mempermudah pengorganisasian data, keperluan analisis
data, dan penarikan simpulan. Kondisi data pada tahap ini masih berupa data mentah. Reduksi data
tersebut berlangsung secara berkesinambungan dari awal sampai terwujud laporan akhir penelitian.
Pada waktu berlangsung pengumpulan data di lapangan, peneliti melakukan reduksi data dengan
cara membuat ringkasan data, membuat kode data, dan mengklasifikasikan data.
Reduksi data dilanjutkan secara lebih intensif dengan melakukan pemilihan dan pemilahan data,
pengodean data, transformasi data, dan pengatagorian data. Pengklasifikasian data merupakan
kegiatan pengelompokan data berdasarkan ciri-ciri klasifikasi data. Dalam penelitian Prs-PM, ciriciri klasifikasi data dapat berupa penahapan (pendahuluan, inti,dan penutup), strategi, metode,
teknik dan lain-lain.
6
Qomari, “ Teknik Peelusuran Analisis Data Kuantitatif dalam Penelitian Kependidikan,”13.
5
Pengodean data dalam penelitian Prs-PM merupakan kegiatan menandai setiap kelompok data yang
telah dipilih dan dipilah menurut ciri kategori masing-masing. Tujuannya untuk keperluan
kepraktisan dalam merujuk konteks data Prs-PM. Transformasi data maksudnya adalah
mengalihkam atau memasukkan suatu bentuk data ke dalam suatu kategori yang memiliki substansi
yang sama. Pengkategorian data adalah pengelompokan data yang ditujukan untuk keperluan
analisis data berdasarkan ciri kategori data yang ada. Dalam penelitian Prs-PM, ciri kategori data
dapat berbentuk penahapan, strategi, metode, teknik, dan sebagainya. Keseluruhan reduksi data
yang diuraikan di atas merupakan bagian dari kegiatan analisis data kualitatif. Hal tersebut
memungkinkan peneliti melakukan pengaturan dan pemfokusan data yang dapat mempermudah
peneliti mengemukakan bukti lapangan dalam membuat simpulan.
Penyajian Data
Penyajian data merupakan pemaparan data secara sistematis dengan memperlihatkan keeratan
hubungan alur data, dan sekaligus menggambarkan yang sebenarnya terjadi, sehingga
mempermudah peneliti membuat simpulan yang benar. Penyajian data penelitian Prs-PM secara
umum ditampilkan dalam uraian-uraian berbentuk teks naratif.
Penarikan Simpulan
Penarikan simpulan dilakukan sejak tahap pengumpulan data, yaitu dengan cara mencatat dan
memaknai fenomena yang memperlihatkan keteraturan, kondisi yang berulang-ulang, dan pola-pola
yang dominan. Pada tahap ini, simpulan belum jelas, belum menyeluruh, dan masih sementara.
Kemudian, penarikan simpulan berlanjut ke tingkatan menyeluruh dan jelas. Simpulan akhir
penelitian, akan jelas, tegas, dan menyeluruh setelah makna yang muncul teruji kebenaran
(kesahihannya).7
Ilmu dalam Artian Sesungguhnya dan Para Tokoh Islam
Suatu ilmu menurut epistemologinya bermula dari pengalaman bersama yang tumbuh menjadi
pengetahuan kemudian berkembang menjadi ilmu atas dasar ciri – ciri ilmiah. Hal ini berarti bahwa
ilmu itu merupakan hasil kreasi manusia dengan daya penalarannya secara rasional berkenaan
dengan hal-hal yang kongkrit dan abstrak. Tidak bisa dipungkiri orang yang berfikir kritis akan
lebih banyak bertanya dan semakin dia berilmu tinggi maka dy merasa semakin bodoh karena ada
banyak hal yang dia cari, seperti padi semakin berisi dia akan semakin merunduk. Keluasan ruang
lingkupnya membuat ilmu itu terbagi-bagi menjadi bidang-bidang, cabang-cabang dan rantingranting dengan ruang lingkup yang terkadang tidak tegas perbatasannya. Misalkan Ilmu IPA yang
7
Qomari, “Teknik Penelusuran Analisis Data Kuantitatif dalam Penelitian Kependidikan,” 13.
6
terdiri dari Ilmu Biologi, Fisika, Kimia dan ketiga bagian itu memiliki bagian – bagian lagi yang
lebih spesifik dari sebelumnya. Seperti Ilmu Biologi yang terdiri dari Anatomi, Fisiologi, fungiologi
dan lain sebagainya.8 Bagian-bagian ilmu yang berbeda tempo, keluasan dan kedalamannya
mengalami laju perkembangan yang seirama dengan perjalanan waktu dan minat orang padanya.
Kerumitan ramifikasi dan pertumbuhan bidang, cabang dan ranting kespesialisasian pun tidak sama
untuk setiap bagian ilmu. Karena setiap ilmu yang ada pasti jika diperdalam akan menyisakan
pertanyaan yang jawabannya di kembalikan lagi kepada kuasa Allah. Meskipun demikian, semua
bidang, cabang ataupun ranting itu merupakan bagian integral dari pada ilmu sebagai suatu
keseutuhan. Masing-masing unsurnya saling mengisi, saling terkait, saling mendukung dan saling
bergantung satu sama lain.
Aneka ragam bidang, cabang dan ranting ilmu yang banyak itu digolongkan dan
dikelompokkan.Secara umum penggolongan ilmu itu ke dalam tiga kelompok besar yaitu ilmu-ilmu
eksakta, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Penamaan terhadap kelompok itu juga mengalami
perbedaan antara suatu negara, bangsa dan orang sehingga dalam kepustakaan dikenal adanya ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan budaya atau ilmu-ilmu
kemanusiaan. Adakalanya pula pengelompokan ilmu itu lebih dikokohkan lagi dengan
menambahkan ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu kerohanian itu sebabnya agama sangat berperan
penting dalam perlindungan hak untuk dapat menuntut ilmu dan mengembangkannya. 9 Tanpa
adanya agama ilmu tidak akan berkembang seperti pencipta alat – alat oprasi yang dibuat semasa
kejayaan islam itu merupakan bukti nyata bahwa orang yang agamanya kuat maka keilmuannya
juga bertambah. Tokoh – tokoh islam yang terkenal seperti Al – Khwarizmi, Al – Jabar, dan ibnu
sina. Sebenarnya setiap bidang, cabang dan ranting ilmu itu mempunyai kedudukan, fungsi dan
kepentingan yang sama jika dilihat dari perspektif ilmu. Tetapi dalam kenyataannya setiap ilmuan
(scientist) dan pandit (scholar) memiliki pandangan yang lain baik terhadap posisi dalam klasifikasi,
nilai kepentingan maupun mengenai prioritas pengembangan disiplin ilmu yang ditekuni sebagai
spesialisasinya.
Sungguhpun demikian, semuanya hampir sepakat bahwa orang menggunakan pendekatan
yang rapi dan teratur dalam mengembangkan ilmu yang dipandu oleh etika ilmu masing-masing.
Etika ilmu dimaksud adalah pola pikir deduktif dan induktif yang dilengkapi dengan metode ilmiah
berdasarkan asumsi adanya keteraturan dalam alam semesta. Hanya sebagian ilmu-ilmu eksakta dan
sebagian kecil ilmu-ilmu sosial menggunakan metode ilmiah sehingga mengenal kegiatan
penelitian. Pengeetian Ilmu yang memiliki ruang lingkup yang luas dalam perkembangan di
8
Yedi Purwanto, “Islam Mengutamakan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,” Jurnal Sosioteknologi 10, no. 22 (2011):
1043–1060.
9
Wahyudi Dedi dan Azizah Habibatul, “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolusion,”
Attarbiyah 26 (2016): 1–28.
7
Indonesia selalu dipakai istilah “ilmu pengetahuan” yang secara umum dikaitkan dengan teknologi
sehingga sering diakronimkan menjadi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi). 10 Dalam Islam,
kedudukan ilmu dan belajar dilepaskan dari segala unsur mitos, magis, prasangka tak berdasar, dan
hal-hal yang bersifat pseudo-sains lainnya. Karena dalam islam hukum menuntut ilmu itu adalah
wajib bagi setiap muslim.
Contoh pseudo-sains adalah astrologi, Selain mengakui pencapaian ilmu melalui upayaupaya eksperimental dan empiris, Islam juga meneguhkan bahwa ada sumber otoritas mutlak dalam
ilmu, yakni wahyu dan kenabian. Sejak wahyu pertama turun, perintah pertama adalah iqra’, yang
memiliki makna dasar darasa (mengkaji), faqiha (memahami), jama’a (mengumpulkan), dan
hafizha (menghafal). Para ulama’ generasi terdahulu pun telah mengisyaratkan pentingnya ilmu
dalam karya-karya mereka. Imam al-Bukhari memulai Kitab Al-Jâmi’ Al-Shahîh dengan Kitab
Bad’i al-Wahy (awal mula turunnya wahyu). Ini adalah pengakuan terhadap otoritas tertinggi
wahyu sebagai sumber ilmu yang berbentuk Al Qur’an. Dapat dimaklumi pula, wahyu pertama
adalah surat Al ‘Alaq ayat 1-5, di mana di dalamnya Allah berfirman “alladzî ‘allama bi al-qalam,
‘allama al-insâna mâ lam ya’lam”.
Hampir seluruh tafsir akan mencantumkan riwayat detail dan panjang tentang al-qalam (pena)
dan peran sentralnya dalam peradaban, yang menyerukan umat islam untuk menuntut ilmu. Bahwa
Al-Qalam adalah Ramz Al-’Ilm Wa Al-Ta’lîm (simbol ilmu dan pengajaran). Ilmu adalah ruh Islam.
Tanpanya, Islam akan mati. Kitab al-’Ilm ditempatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai bab ke-3,
setelah Kitab Bad’i al-Wahy dan Kitab Al-Îmân. Bahkan, di dalamnya ada bab yang berjudul Bab
Al-’Ilm Qabl Al-Qaul Wa Al-‘Amal (pasal tentang ilmu sebelum berbicara dan berbuat), yang
merupakan pasal ke-10 dalam Kitab al-’Ilm. Imam al-Ghazali memulai kitab Ihyâ’ ‘Ulûm alDînnya dengan Bâb al-’Ilm. Dalam kitab Al-Targhîb Wa Al-Tarhîb, Imam al-Mundziry
menempatkan Kitab al ‘Ilmal-Targhîb fi al-‘Ilm wa Thalabih wa Ta’al- lumih wa Ta’lîmih wa mâ
Jâ’a fî Fadl al ‘Ulamâ’ wa al- Muta’allimîn (Bab tentang Ilmu: Motivasi tentang Ilmu, Mencari
Ilmu, Mempelajari dan Mengajarkannya, serta Riwayat lain tentang Keutamaan Ulama’ dan
Pengajar).
Sebelum bab-bab ibadah seperti bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, dan bahkan jihad fî sabîl
Allah. Kitab Al-’Aqîdah An-Nasafîyah yang berbicara tentang teologi, juga mengawali
pembahasannya dengan menjelaskan kedudukan ilmu dan belajar dalam pandangan Islam11. Islam
sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keberadaan ilmu. Ilmu merupakan kewajiban muslim
dari mulai dalam buaian sampai masuk kedalam liang lahat selain itu juga berfungsi untuk
membuka cakrawala dunia Islam yang bersumber pada wahyu Al Qur’an dan Sunnah dengan
10
11
Nurdin, “Eksistensi Keilmuan Islam,” Dinamika Ilmu 13, no. 1 (Juni 2013): 88–89.
Mulyono, “Kedudukan Ilmu dan Belajar dalam Islam,” Tadrîs 4, no. 2 (2009): 209–10.
8
didukung oleh ‘Aql untuk perkembangan pendidikan Islam. Kehidupan umat muslim yang lebih
maju lagi. Kehidupan Islam sangat erat hubungannya dengan Tarbiyah, demi meneruskan generasi
muda yang Intelek dan tahu agama, generasi yang menjunjung nilai dari suri tauladan Nabi
Muhammad SAW dan dapat menurunkan ilmu beserta pemahaman islam secara komprehensif
untuk dapat dimengerti dengan jelas. Seorang tokoh Islam Al-Imam Al-Ghazali merupakan ahli
filosof masyhur dengan karyanya kitab Ihya’ Ulumuddin (menghidupkan kembali pengetahuan
Agama). Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dijelaskan tentang konsep keilmuan yang dapat ditarik
sebagai rujukan ilmiah seorang muslim.
Dalam karya Al-Imam Al-Ghazali dijelaskan secara detail tentang makna konsep keilmuan
yang sangat penting demi perkembangan pendidikan dan perkembangan keilmuan dalam agama
Islam, yaitu dengan prinsip menggabungkan ‘Aql dan Dhauq yang akan diolah secara rasio dan
intuisi. Pada era modern ini banyak perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju seiring
perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih untuk mempermudah proses
pengamatan terhadap cabang ilmu pengetahuan12. Kemajuan ini harus didasari oleh agama yang
kokoh sebagai batasan dan sekaligus sebagai petunjuk dalam mengkaji sebuah percobaan yang di
lakukan untuk menginovasi ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Tidak diragukan akan semakin
banyak membuat orang cerdas dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, pengetahuan
umum, dan karya ilmiah, namun semakin banyaknya sumber daya manusia yang cerdas dengan
semua perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer ini, tanpa diimbangi oleh akhlak mulia maka
akan semakin banyak kejahatan yang akan timbul, kericuhan dan kecurangan yang pasti akkan
terjadi seseorang yang memiliki pengetahuan luar biasa akan tergiur ajakan rayuan syetan karena
lemahnya iman yang ada pada dirinya. Dengan kehampaan perkembangan ilmu pengetahuan dari
akhlak mulia dan mental maka akan menjadikan manusia itu hanya sebagai hamba hawa nafsu
dengan membanggakan kehebatan akal mereka sesuai dengan firman Allah. Nafsu yang
ditimbulkan oleh orang yang cerdas jauh lebih besar dan berdampak pada banyak orang karena
setiap orang yang memiliki ilmu mereka diberi amanah untuk mengurusi hal – hal yang
menyangkut kepentingan orang banyak.
Banyak contoh dari zaman terdahulu yang lebih mengedepankan egoisme mereka dengan
melakukan penindasan terhadap masyarakat lemah sebagai contoh hukum rimba siapa yang kuat
dialah yang berkuasa, dikarenakan landasan ilmu pengetahuan mereka hanya terbatas pada akal
saja. Sebagai dampak dari ilmu pengetahuan yang didasari hanya dengan akal adalah timbulnya
generasi muda yang berperilaku kurang baik sehingga terjadi banyak terjadi perselisihan antara satu
sama yang lainnya, seperti halnya tawuran, pergaulan bebas, pemakaian obat-obat terlarang dengan
12
Yuberti Yuberti, “Peran Teknologi Pendidikan Islam Pada Era Global,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam
20, no. 1 (2015): 137–148.
9
kebebasan yang mereka agungkan dengan gaya hidup westernisasi, atau mengikuti gaya hidup
barat. Munculnya konflik di masyarakat menjadi alasan yang tepat akan pentingnya implementasi
konsep nilai pendidikan sebagaimana yang telah digagas oleh Imam Ghazali yaitu tentang
penanaman pendidikan akhlak yang berdasarkan Al - Qur’an dan as–Sunnah yang memiliki
cangkupan luas.13
Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia
itu dapat disimpulkan dari kemampuannya berpikir, berkehendak dan merasa yang di tuangkan
dalam bentuk prilaku ataupun iman. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan.
Menurut bahasa, kata ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat lilah
bilah. Para ahli filsafat, mendefinisikan kata ilmu sebagai suatu gambaran yang dengan sifat itu
orang yang mempunyainya akan menjadi jelaslah baginya sesuatu urusan. Menurut Abu Musa Al Asy'ari, dikutip oleh Abdul Djalal, bahwa ilmu itu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu
membedakan dengan panca inderanya yang baik dan buruk, sehingga tidak mungkin mengakibatkan
berlawanan. Menurut al-Ghazali, ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan Ilmu itu
adalah sebagian dari sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam ar – risalahal ladunniyah,
bahwa ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (an - nafsannatiqah) dan jiwa yang tenang
menghadapi hakikat berbagai hal masalah dan kebahagiaan yang dialami. Seorang yang 'alim
adalah samudera yang berpengetahuan dan memiliki penggambaran luas dengan kebaikannya yang
tinggi terhadap hak kebaikan yang ada dalam ajaran islam. Sedangkan objek ilmu adalah zat sesuatu
yang ilmunya terukir dalam jiwa dan fikiran dan penuanggan dalam prilakunya ddasari oleh akhlak
yang mulia.
Di dalam Islam, ilmu merupakan bagian yang integral bagi setiap pribadi manusia. Termasuk
suatu kesempumaan iman seseorang apabila pelaksanaan suatu amal (perintah Allah) yang
dikerjakan atas dasar ilmu. Dalam buku New Horizon in Muslim Education Ali Asraf, dikutip oleh
Noeng Muhadjir, memberikan evaluasi bahwa semua sains yang dilakukan Yunani dan Islam
menggunakan pendekatan ontologis, sedangkan sains Barat menggunakan pendekatan manipulatif –
manfaat yang keduanya dilakukan demi untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat bagi
umat manusia yang ada dibumi ini.14 Ilmu adalah lambang dari kejayaan dan akhlak adalah lambang
dari hakim jiwa yang ada dalam diri manusia yang memiliki iman dalam dirinya terhadap segala
sesuatu yang ada di alam semesta.
13
Nu′tih Kamalia, “Konsep Ilmu Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali,” Jurnal At-Ta’dib 10, no. 1 (Juni
2015): 187–89.
14
Agus Sutiyono, “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali,” Nadwa | Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2
(Oktober 2013): 310.
10
C.
Al Qur’an dan Dalil Hadis
Ayat – ayat Al Qur’an dalam Menuntut Ilmu
Al Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pertunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Berdasarkan kepada penjelasan Harun
Nasution, bahwa secara garis besar, kandungan Al Qur’an mencakup aspek keimanan, ibadah,
hukum dan akhlak-tasawuf. Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kejadian alam yang
secara alami tanpa campur tangan manusia ataupun yang berkaitan denagn manusia, hal-hal yang
berkaitan dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial kemasyarakatan atau sosiologi,
sejarah nabi-nabi dan umat manusia terdahulu, sejarah peradaban islam dan lain-lain. Semua aspek
tersebut di atas diungkapkan Allah Swt. dalam 6236 ayat Al Qur’an. Dalam kaitannya dengan ilmu,
Al Qur’an mengungkapkannya dalam 150 ayat.
Dalam ayat-ayat ini yang disebut dengan ayat kauniyah, dijumpai penjelasan tentang kejadian
alam dan manusia atau fenomena natural yang tejadi dibumi. Namun sedemikian jauh, tidak
dijumpai suatu penjelasan lebih lanjut mengenai prosesnya atau sesuatu yang menunjukkan sebabakibat. Hal ini membutuhkan pemikiran dan pengkajian mendalam. Karenanya sangat sulit untuk
mengatakan bahwa isi kandungan Al Qur’an itu merupakan ilmu. Dengan kenyataan itulah
Mahmud Syalthut menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al Qur’an untuk
menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah serta aneka
warna pengetahuan Walaupun isi kandungan Al Qur’an belum dapat dikatakan sebagai ilmu
(science), namun cukup banyak ungkapan Al Qur’an yang tidak bertentangan dengan hasil
penelitian para ilmuan. Sebagai contoh, seperti dalam surat al-Mukminun ayat 12-14, diungkapkan
bahwa kejadian manusia melalui lima fase, yakni nufah, ‘alaqah, mudgah, izam dan lahm. 15
Kemudian Embriologi mengungkapkan bahwa priode ovum terdiri dari fertilasi, zygota dan
implantasi, priode foetus berupa masa perkembangan dan penyempurnaan organ-organ. Meskipun
istilah yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Embriologi berbeda, namun maksud dan kondisi
objeknya sama. Selain hal di atas, di dalam Al Qur’an juga dijumpai statemen- statemen yang dapat
dijadikan sebagai sebuah thesa dalam kajian keilmuan. Hal ini seperti ungkapan bahwa:
“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan manfaat bagi
manusia”.
Ini berarti telah tertulis dalam Al Qur’an apa saja yang menjadi kekayaan yang ada dibumi
ini. Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai makhluk yang paling
sempurna dengan segala kelebihan (keahlian) yang Allah berikan. Harapannya adalah manusia bisa
menggunakannya secara efisien dan bijak tidak merusak dan mengeksploritasinya secara
berlebihan. Allah menciptakan alam semesta beserta isinya hanya untuk makhluknya yang ada di
15
Agus Sutiyono, “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali,” Nadwa 7, no. 2 (2016): 310–320.
11
bumi. Ungkapan di atas merupakan dasar informasi dari ilmu pengetahuan karena saat ini hal yang
tertulis itu dapat di buktikan keberadaannya bahwa di bumi memang ada besi yang jika dijadikan
bahan keperluan manusia bersifat kuat dan keras yang sangat bermanfaat baginya. Allah Swt. juga
menjelaskan:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu”.
Ayat pertama tersebut berkaitan dengan ilmu teknik industri material, dan ayat kedua
berkaitan dengan ilmu pertanian atau ilmu perkebunan. Dengan kenyataan di atas, Mourice Bucaille
seperti dikutip Miska Muhammad Amin menyatakan, bahwa aspek-aspek ilmiah yang khusus untuk
Al Qur’an itu sangatlah mengherankan, karena di dalamnya ditemukan keterangan-keterangan
tentang berbagai hal-hal yang sangat cocok dengan pengetahuan modern. Pernyataan Mourice
Bucaille ini dapat dijadikan sebagai suatu pengakuan dan bukti bahwa Al Qur’an juga mengandung
unsur-unsur ilmiah, unsur yang dapat dibuktikan kebenarannya saat ini dan terjadi atau ada buktinya
di zaman modern ini. Bila dengan hal ini, hendak mengatakan bahwa kandungan Al Qur’an adalah
ilmu, maka keilmuannya adalah ilmu abadi (perenial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi
yang besifat mutlak dan tidak dapat ditambahi ataupun dikurangi tetapi dapat digunakan sebagai
sumber dari ilmu – ilmu yang ada. Ia berbeda dengan ilmu yang dihasilkan penelitian (acquired
knowledge). Dalam perspektif lain, seperti dijelaskan M. Quraish Shihab, bahwa ungkapanungkapan Al Qur’an yang terlihat sesuai dengan teori-teori yang dihasilkan para ilmuan lebih tepat
dikatakan sebagai hipotesa,16 yang jika di uji akan menunjukkan hasil ilmiah yang menyatakan
hipotesa dalam Al Qur’an itu benar.
Dalam Al Qur’an, kata ilmu dalam berbagai bentuknya digunakan lebih dari 800 kali, 1 ini
menunjukkan bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al Qur’an sangat kental dengan
nuansa – nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam.
Ilmu adalah kunci dari segala pintu untuk membuka jawaban dari setiap persoalan duniawi dan
akhirat sekaligus. Dalam Q.S. Al Mujadilah ayat 11, Allah SWT., berfirman:
“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi dan derajat yang lebih mulia dari orang yang kurang berilmu.
Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang
16
Agus Salim Lubis, “Estimologi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya dalam Studi Al Qur’an”, Hermeunetik,
vol. 8, no. 1 (2014), pp. 40–3.
12
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga
akan tumbuh rasa enggan kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan
dengan firman Allah dalam Q.S. Fathir ayat 28 :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyaklah ulama
(orang berilmu). “
Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang sangat takut kepada Allah haruslah orang yang
berilmu tinggi karena mereka memiliki amanah yang besar terhadap ilmu yang Allah berikan. Dosa
yang ditanggung orang berilmu akan lebih besar dari orang yang kurang berilmu karena orang yang
berilmu sudah pasti mengetahui dengan jelas larangan dari Allah tetapi jika dia tetap melanggarnya
itu berarti dia melalaikan ilmu yang dia miliki sedangkan orang yang kurang berilmu dia akan
mendapat toleransi dari Allah karena ketidak tahuannya terhadap larangan Allah karena dia tidak
tahu. Sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu Q.S. Al Alaq ayat 1-5:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu
dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu sangat
penting dan
hukumnya wajib. Karena pentingnya ilmu, Al-Quran menyebutkan perbedaan yang jelas antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berakal (yang berilmu) dapat
menerima pelajaran. Hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah dan selalu berusaha
untuk taat kepada semua perintahnya karena tahu konsekuensi apa yang harus di tanggung jika
larangan itu dilanggarnya. Hanya orang yang berilmu yang mampu memahami hakikat sesuatu yang
disampaikan Allah melalui perumpamaa atau sajak syair yang tertuang dalam Al Qur’an sehingga
ilmu yang digunakan untuk memahami Al Qur’an di sebut tafsir, yaitu ilmu yang berfungsi untuk
memperjelas kandungan ayat Al Qur’an.17 Orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan akan ditinggikan derajatnya, seperti halnya orang yang berilmu saja yang akan
menjadi Presiden itu benar karena tidak mungkin orang dungu dipilih menjadi Presiden yang
memikul amanah rakyatnya sedangkan seorang pemimpin selalu dipilih melalui banyak kriteria
yang di milikinya. Oleh karena itu, para nabi, rasul, dan ulama sebagai manusia terbaik dikaruniai
ilmu pengetahuan yang lebih dari manusia lainnyaTugasnya yang besar menuntutnya untuk
memiliki segala hal lebih dari pada umumnya.Setiap manusia pasti menyakini adanya Allah di
muka bumi ini di libuk hatinya yang paling dalam itu merupakan fitrah yang dimiliki manusia dari
sejak di dalam kandungan hingga saat lahir pasti akan mencari kebenaran keberadaan sang pencipta
alam semsta ini. Kata fitrah telah diisyaratkan dalam firman Allah SWT:
17
Suryan A. Jamrah, “Ijtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam,” Anida’ 40, no. 1 (2015): 69–78.
13
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Manusia tidak hanya memiliki fitrah untuk mencari Allah (Sang Pencipta) tetapi juga fitrah
tentang ilmu pengetahuan karena manusia memiliki fikiran dan akan yang kemudian berfikir dan
mulai bertanya – tanya bagaimana, apa, siapa, kapan, dimana dan mengapa bisa terjadi itulah yang
akan memicu rasa ingin tahu dan melahirkan teori, konsep – konsep dan dasar – dasar dari ilmu
pengetahuan yang kemudian berkembang lebih dalam sampai saat ini. Dalam Al Qur’an sangat
banyak ayat yang menyerukan umat muslim untuk menuntut ilmu dan harus berusaha menularkan
ilmu pengetahuannya kepada umat muslim lainnya dan bahkan dapat dipergunakan untuk seluruh
umat.18
Dalam agama islam tidak melarang para filsafat dan cendekiawan dan ilmuan muslim untuk
mempelajari ilmu dari negara lain selama itu dapat bermanfaat bagi umatnya dan tidak merusak
kemurnian ajaran agama islam itu sendiri. Di samping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu
dan orang berilmu sangat istimewa, Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar
ditambahi ilmu, dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan. Dalam
hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi sangat
penting,dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca. Mencari dan menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi seorang muslim baik laki- laki maupun perempuan. Rasululullah SAW.,
menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk
menegakkan urusan- urusan agamanya, sebagai kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim.
Ilmu yang Fardlu Ain yaitu ilmu yang setiap orang yang sudah berumur aqil baligh wajib
mengamalkannya yang mencakup; ilmu aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan meninggalkan
laranganNya.
Hadis Menuntut Ilmu
Bersumber dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, Rasulullah SAW., bersabda: Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim. (HR. Abu Dawud). Ini artinya bahwa menuntut ilmu dalam agama Islam
benar – benar wajib dan harus dilakukan oleh setiap muslim. Dalam hadis yang lain Rasulullah
SAW., bersabda: “Bersumber dari ‘Uqbah bin ‘Amir al- Juhani ra. berkata: Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa belajar memanah kemudian meninggalkannya, maka ia
telah durhaka kepadaku. (HR. Ibnu Majah, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad dan al-Darimiy
dengan redaksi yang berbeda).” Ini merupakan bentuk lain dari menuntut ilmu bahwa
besungguhnya nabi Muhammad Saw menginginkan bahwa ilmu apapun itu jika bermanfaat harus di
pelajari melihat kondisi saat jaman Rasulullah memanah merupakan ilmu beladiri yang sangat
18
Purwanto, “Islam Menguatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.”
14
dibutuhkan untuk melawan musuh, jika umat muslim kala itu tidak memiliki keterrampilan seni
beladiri untuk mempertahankan diri dari serangan musuh maka seluruh sahabat nabi pasti akan
gugur.19
Bersumber dari Zaid bin Tsabit ra. berkata: Rasulullah SAW., memeritahku untuk belajar
beberapa bahasa dari tulisan Yahudi. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku, demi Allah! Tidak
yakin bangsa Yahudi (memahami) atas tulisanku. Kata Zaid: Maka tidak lebih setengah bulan aku
telah (berhasil) mempelajarinya. Kata Zaid: Saat aku telah mempelajarinya, jika Nabi menulis
untuk orang Yahudi, akulah yang menulisnya untuk mereka, dan jika mereka menulis kepada Nabi,
akulah yang membacakan tulisan-tulisan mereka. (HR. al-Turmudzi, Abu Dawud dan Ahmad). Hal
ini diartikan sebagai Ilmu Bahasa sangat penting sebagai sarana komunikasi dan syiar dakwah nabi
untuk berjuang di jalan Allah sebagai cara untuk memberi pemahaman Islam kepada bangsa lain
agar bisa mau memeluk agama islam selain itu juga islam tidak melarang dan bahkan menganjurkan
umat islam untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan dari peradaban lain.
Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: “Nabi saw bersabda: Tidak boleh hasud
(iri), kecuali pada dua hal: orang yang dikaruniai harta benda oleh Allah kemudian ia
menggunakan hartanya sampai habis dalam kebaikan, dan orang yang dikaruniai hikmah (ilmu)
oleh Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya. (HR. al-Bukhari, Muslim, Ibnu
Majah, dan Ahmad)”. Yang dimaksud hasut dalam hadis ini adalah Al-Ghibthah, yaitu
menginginkan nikmat yang sama dengan orang lain. Jika yang dinginkan persoalan duniawi
hukumnya mubah, sedangkan jika persoalan ketaqwaan dan ketaatan hukumnya dianjurkan
(mustahabbah). Jika hasud yang dimaksud adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain
dengan harapan berpindah menjadi miliknya, ulama sepakat hukumnya haram dengan dasar – dasar
yang ditegaskan Al Qur’an dan Hadis bahwa itu merupakan perasaan yang sama dengan iri dan
dengki.
Iri adalah penyakit hati yang sangat merugikan semua pihak, iri dapat menimbulkan
malapetaka yang meresahkan orang lain karena tindakan orang iri akan sangat mengganggu dan
bahkan bisa mengusik ketenangan orang yang di irikan. Nikmat bisa kita dapatkan dengan mudah
jika kita ikhlas dalam menjalani kehidupan yang ada tanpa mengeluh dan selalu bersyukur dengan
keadaan yang ada, tetapi tidak semua orang baik akan mendapatkan kenikmatan yang di
inginkannya, Seseorang harus melakukan usaha untuk merubah keadaannya sendiri. Seperti firman
Allah : “aku tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika bukan mereka sendiri yang
merubahnya”.20 Karena allah telah berjanji barang siapa yang berdoa padanya niscaya akan
dikabulkan, tetapi sampainya doa itu kepada Allah atau tidaknya itu hanya Allah yang tahu.
19
AS, “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat).”
20
Suja’i Sarifandi, “Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi,” Jurnal Ushuluddin XXI, no. 1 (Januari
2014): 62–66.
15
Bersumber dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa menempuh
jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim, al-Tirmidzi,
Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi)
Dalam menjelaskan hadits ini, Imam al-Nawawi mengingatkan bahwa keutamaan saat
bepergian mencari ilmu didapatkan seseorang, jika kesibukannya pada ilmu-ilmu syari’ah dan
bertujuan kepada Allah. Meskipun pada dasarnya hal ini merupakan prasyarat yang mutlak dalam
setiap ibadah, para ulama punya kebiasaan mengingatkannya, karena sebagian orang sering
bersikap gegabah dalam mencari ilmu. Lebih-lebih anak- anak muda yang sedang mencari ilmu,
mereka sering melupakan tujuan dan niat.24 Bahkan Rasulullah SAW., mengkategorikan orang
yang meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat,
sebagai pejuang di jalan Allah. Bersumber dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia
kembali.” (H.R.Al Tirmidzi)
Di saat kaum Muslimin melakukan kegiatan belajar bersama, Allah menurunkan sakinah
(ketenangan) kepada mereka, memberi rahmat yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang,
dan para malaikat senantiasa mengelilingi mereka dan menyebut mereka sebagai orang yang
mendapat ridla di sisi Allah.
Bersumber dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: tidak berkumpul kaum (Muslimin)
dalam suatu rumah Allah (masjid) seraya membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara
mereka, kecuali mereka mendapatkan sakinah (ketenangan), dipenuhi oleh rahmat (kasih-sayang)
dan para malaikat mengelilingi dan menyebut mereka di dalam golongan orang-orang yang
berada di sisiNya. (Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Keutamaan ilmu di sisi Allah SWT., dapat kita simak pada awal mula penciptaan manusia.
Para malaikat diperintahkan Allah untuk bersujud (menghormat) kepada Adam, karena Adam
mampu menceritakan nama- nama (ilmu) yang diajarkan Allah dan malaikat tidak mempunyai
kemampuan untuk itu (Q.S. Al Baqarah: 30-34). Oleh karena keutamaan ilmu, ada di antara
malaikat yang bertugas menaungi orang-orang yang mencari ilmu dengan sayap-sayapnya.
Bersumber dari Shafwaan bin ‘Assaal al- Muraadi ra. berkata: Sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah SAW., bersabda: Tidak seorang pun keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu, kecuali
para malaikat menaungi dengan sayap- sayapnya, karena suka dengan yang ia kerjakan. (Ibnu
Majah, Ahmad, dan al-Darimi). Demikian tingginya kedudukan ilmu, sehingga penuntutnya untuk
kepentingan agama disejajarkan kedudukannya dengan nabi-nabi. Kelak di surga mereka
berkumpul dengan para nabi-nabi Allah.
Bersumber dari al-Hasan ra., ia berkata: Rasulullah SAW., bersabda: Barangsiapa meninggal
dunia di saat sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka ia masuk surga dalam satu
16
tempat dengan para nabi-nabi. (HR. al-Darimi). Rasulullah saw. membuat perumpamaan antara
orang yang mau menenerima ilmu dan tidak mau menerimanya. Nabi SAW., mengibaratkan yang
pertama seperti tanah yang berguna bagi manusia, sedangkan yang kedua seperti tanah yang mandul
yang tidak berguna.
Bersumber dari Abu Musa al-Asya’ari ra. dari Nabi SAW., perumpamaan petunjuk dan ilmu
yang diperintahkan Allah kepadaku ialah seumpama hujan lebat yang jatuh ke tanah. Diantara
tanah itu ada tanah yang bagus yang menerima air, maka ia menumbuhkan tanaman dan rumput
yang banyak, dan ada tanah keras yang menampung air, maka Allah memberinya kegunaan bagi
manusia untuk minum dan mengairi dan menanam, dan ada pula yang jatuh ke tanah lain, yaitu
tanah datar yang licin, yang tidak dapat menampung air dan tidak menumbuhkan tanaman.
Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan apa yang diperitahkan Allah
kepadaku berguna baginya, maka ia tahu dan mau mengajarkannya, dan perumpamaan orang
yang sama sekali tidak peduli dan tidak menerima pentunjuk Allah yang diperintahkan kepadaku.
(HR. Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Oleh karenanya orang yang mau bersungguh-sungguh belajar ilmu agama sampai ia
memahaminya menjadi pertanda bahwa Allah menghendaki kebaikan kepada dirinya.
Bersumber dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah SAW., bersabda: Barangsiapa
yang dikehendaki Allah kepada kebaikan, niscaya Dia memahamkannya dalam urusan agama.
(HR. al-Bukhari, Muslim, al- Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi). Kebaikan akan
didapatkan seseorang, manakala dalam mencari ilmu disertai dengan tujuan dan niat yang positif
dan bermanfaat bagi manusia dan kehidupan, atau dalam bahasa agamanya, dengan tujuan yang
tulus karena Allah. Nabi Muhammad SAW., sangat mencela dan melarang penuntut ilmu yang
hanya untuk tujuan popularitas, kekuasaan dan kemegahan duniawi.
Aku mendengar Rasulullah SAW., bersabda: Janganlah kalian mencari ilmu untuk
menyombongkan diri kepada ulama, atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh, atau untuk
memalingkan muka manusia kepada kalian. Barangsiapa melakukan itu, ia masuk neraka (HR.
Ibnu Majah). Hasan bin Ali mengingatkan: “Siksaan atas seorang yang berilmu, disebabkan oleh
hatinya yang mati, dan hati yang mati disebabkan mencari keuntungan duniawi dibungkus dengan
amal akhirat”. Oleh karenanya Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Wibawa ilmu dan hikmah niscaya
hilang, jika keduanya digunakan mencari dunia”. Bahkan Sa’id bin al-Musayyab menegaskan: “Jika
kalian melihat seorang berilmu mengitari penguasa, maka ia adalah pencuri”. Umar Bin al-Khattab
berkata: “Jika kalian melihat orang berilmu suka kehi
Jauharotun Naviah
Institut Agama Islam Negeri Metro
Jl. Ki Hajar Dewantara 15A, Iringmulyo, Kota Metro, Lampung 34111
Email:[email protected]
Abstrak
Sejak kehadirannya, agama islam telah banyak memberikan pengaruh yang besar terhadap ilmu
pengetahuan yang ada di dunia. Terutama ilmu yang mengacu pada Al Qur’an dan Hadis, selain itu
Al Qur’an juga dipergunakan sebagai bahan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dan hadis
sebagai pendukung sekaligus penopang dasar – dasar dari sebuah ilmu. Para ilmuan dan
cendekiawan islam yang sadar akan keilmuan ilmiah yang bersumber dari Al Qur’an dan hadis
membawanya dalam pencapaian terbesar dalam kejayaan peradaban islam. Salah satu sifat ilmuan
adalah sikap terbuka yang menjadikan penemuan dalam perkembangan ilmu pengetahuan
mengalami kemajuan yang sangat pesat dan positif serta dapat menerima ilmu pengetahuan dari
peradaban lain tanpa prasangka buruk yang menghantui hati mereka. Tujuan penulisan ini sebagai
salah satu upaya membumikan Alquran dan Hadits agar setiap muslim dapat menghargai Al Qur’an
dan hadis tanpa melemparkan pandangan sebelah mata bahwa itu hanya dalam ruang lingkup
keislaman saja tanpa ada manfaatnya untuk kehidupan terutama dunia keilmuan dan segala
perangkat yang mendasari ilmu pengetahuan yang dapat dijelaskan dengan logika dan dapat di
lakukan uji coba dengan mengkaji secara tematik khususnya tentang ilmu pengetahuan dan
mengkaitkannya dengan disiplin ilmu pengetahuan lainnya. Diketahui bahwa dalam Islam tidak ada
satupun ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari bangunan epistemologis Islam, ilmu-ilmu
tersebut tidak lain merupakan bayan atau penjelasan yang mengonfirmasi wahyu, yang
kebenarannya pasti.
Kata Kunci: Ilmu Pengetahuan, Alquran, Hadits dan Islam
Abstract
Since its presence, the religion of Islam has provided a great influence on science in the world.
Especially science that refers to the Qur'an and the Hadith, the Qur'an besides it is also used as an
ingredient to deepen science and tradition as well as supporters of the support base - the basis of a
science. Scientists and scholars of Islam are aware of the scientific scientific sourced from the
Quran and Hadith bring it into the greatest achievement in the heyday of Islamic civilization. One
of its characteristics is the open attitude of scientists who made the discovery in the development of
science is progressing very rapidly and positively and can receive knowledge of other civilizations
without prejudice that haunts their hearts. The purpose of this paper as an effort to unearth the
Koran and Hadith that every Muslim can appreciate the Qur'an and hadith without throwing eye
view that it is only within the scope of Islam without any benefit for life, especially the scientific
world and all its underlying science knowledge which can be explained by logic and test can be
done by examining the thematic particularly about science and link it with other science
disciplines. It is known that in Islam no one science is independent and separate from the building
epistemological Islam, these sciences is nothing but a parrot or explanation confirming revelation,
the truth for sure.
Keywords: Science, Al Qur’an, the Hadith, and Islam
1
A.
Pendahuluan
Hal mendasar yang penting dipahami dalam studi Islam adalah definisi Islam dan Agama.1
Keduanya tidak bisa dipisahkan karena jika berkaitan dengan agama pasti mencangkup kepercayaan
yang dianutnya seperti agama islam misalnya. Islam memiliki banyak sejarah dari mulai jaman
jahiliah (zaman kebodohan dan kegelapan, pra-islam) hingga semangat dan biografi kisah para
tokoh penyebar agama islam di dunia maupun di Indonesia. Beliau – beliau itu memiliki
kemampuan diatas manusia biasa dikatakan bahwa para Rasul dan Nabi merupakan orang – orang
terpilih dan dianugrahi semua sifat mulia dari Allah sebagai pengemban tugas mulia yaitu
menyampaikan wahyu dari Allah yang merupakan syafaat kelak di akhirat nanti. Mereka di banting
dengan orang – orang kafir secara mental, batin dan fikiran di uji dengan cobaan yang tidak
sederhana dan sangat kejam. Kobaran semangat juang yang terpancar sangatlah luar biasa dengan
kokoh mereka berdiri setelah ditebas dan gigih saat di terjang badai iman yang begitu dahsyat yang
tidak sedikitpun menggoyahkan tekad mereka untuk menyebarkan dan mengajak orang lain masuk
dan memeluk islam.
Dari zaman ke zaman peradaban manusia terus meningkat, tidak lagi gencar berperang dan
mulai melahirkan tokoh – tokoh penemu yang mereka berilmu dengan berlandaskan Al- Qur’an
kitab suci Allah. Diterangkan bahwa dalam Al Qur’an terdapat sumber – dan cikal bakal dari dasar
ilmu modern. Isi Al Qur’an tidak dapat ditelaah dengan telanjang otak tetapi memiliki banyak arti
dan diperlukan sebuah tafsir dan tidak boleh sembarangan orang boleh menafsirkannya, sebagai
bahan pertimbangan dan juga gudangnya jawaban dari permasalahan yang ada pada manusia. Setiap
penggalan sejarah pemikiran Islam selalu melahirkan dan meninggalkan tokoh, ide, dan falsafah
hidupnya sendiri, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan penemuan bermacam – macam
teori yang digunakan saat ini.
Ide dan falsafah hidup inilah yang menjadi kebanggaan generasi berikutnya untuk senantiasa
“ditoleh” untuk diambil ‘api’-nya dan dinyalakan kembali hari ini. Sebagai semangat yang tidak
boleh padam semangat perjuangan dalam keadaan apapun dan wajib bagi para generasi penerus
untuk mewariskan kebanggaan dan rasa cintanya terhadap agama islam dan mengetahui sejarah
munculnya keislaman di dunia ini.2 Sejak awal kelahirannya, Islam sudah memberikan penghargaan
yang begitu besar kepada ilmu. Sebagaimana sudah diketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW ketika
diutus oleh Allah SWT sebagai Rasul, hidup dalam masyarakat yang terbelakang, dimana
paganisme tumbuh menjadi sebuah identitas yang melekat pada masyarakat Arab masa itu, zaman
kebodohan dan mereka menyembah berhala meski tidak dapat dipungkiri bahwa mereka sebenarnya
1
Luluk Fikri Zuhriyah, “Metode dan Pendekatan Dalam Studi Islam Pembacaan atas Pemikiran Charles J.
Adams,” Islamica 2, no. 1 (September 2007): 28.
2
Qosim Nursheha Dzulhadi, “Konsep Pendidikan Ibn Khaldun,” Jurnal At-Ta’dib 9, no. 1 (Juni 2014): 63.
2
tahu dan sudah mencari keberadaan Allah tetapi mereka masi belum tahu bagaimana cara yang tepat
untuk kembali kepada Allah. Kemudian Islam datang menawarkan cahaya penerang, yang
mengubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi masyarakat yang berilmu dan beradab secara
manusiawi maupun peradaban seperti aksara, bahasa, dan seni yang ada pada masa itu.
Salah satu pencerahan yang dibawa oleh Islam bagi kemanusiaan adalah pemikiran secara
ilmiah, masyarakat Arab dan Timur tengah pra Islam tidak memperdulikan persoalan-persoalan
mengenai alam semesta, bagaimana alam tercipta dan bagaimana alam bekerja, maka dari sinilah
mereka belajar merenungi pertanyaan-pertanyaan ini dan untuk mencari jawabannya tentang itu
semua, mereka merujuk kepada Alquran dan Hadits. Jibril yang datang saat nabi Muhammad SAW
sedang merenung di dalam Gua Hira dengan cahaya yang sangat terang jibril berkata dan
menyuruhnya untuk membaca dan menghafalnya yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW
melalui perantara Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad berkata bahwa beliau tidak bisa membaca
kemudian Jibril mendekapnya dengan sangat erat dan mengulangi perkataannya sampai tiga kali, itu
merupakan wahyu pertama yang turun ke bumi memberi petunjuk dan batasan yang ada di bumi
ini.3
Allah memerintahkan memikirkan bagaimana langit dan bumi tercipta, cara fikir ini
menggerakkan bangkitnya ilmu pengetahuan dalam peradaban Islam. Ini adalah pengembangan
ilmu pengetahuan yang istimewa dalam sejarah dunia, terutama tentang alam semesta. Dimulai dari
turunnya wahyu Nabi Muhammad SAW yang pertama ini orang yang mendengarnya mulai berfikir
dan membuatnya berusaha untuk menemukan jawabahnnya hingga muncullah tokoh – tokoh dan
para cendekiawan yang berfilsafat dan melakukan banyak percobaan demi terjawabnya pertanyaan
yang ada pada kepala mereka tentang ilmu pengetahuan seperti yang disebutkan diatas. Sebagai
agama wahyu yang terakhir, yang sempurna dan bersifat universal, maka Islam mesti hadir untuk
segala tempat dan zaman, untuk merespon dan menjelaskan setiap perkembangan dan perubahan
yang muncul dalam panggung kehidupan.
Sehingga terbukti secara praktis bahwa Islam adalah agama abadi dan aplikatif di sepanjang
masa, cocok untuk segala situasi dan kondisi kehidupan umat manusia di segala penjuru dunia dan
keadaan yang sedang terjadi adalah salah satu keunikan Al Qur’an sebagai sumber utama bagi
Islam, bahwa bahasanya yang mengatur kehidupan manusia lebih menonjol dengan bentuk global,
tidak rigit dan saklek, ada yang berbentuk ‘am dan khas, mutlaq dan muqayyad, muhkam dan
mutasyabih, mujmal dan mufashshal. Dengan segala ketentuan yang ada dalam Al Qur’an saat jelas
dan tegas. Semnetara itu, al-Sunnah sebagai yang menjelaskan Al Qur’an, tidak selalu pula
memberikan penjelasan yang detil bahkan tidak sedikit yang belum dijelaskan oleh sumber kedua
3
Dedi Wahyudi Rahayu Fitri AS, “Islam dan DialogAntar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat),”
Fikri 1, no. 2 (2017): 267–290.
3
ajaran Islam ini. Karena arti yang ada dilam isi Al Qur’an itu sangat luas dan tidak sembarangan
orang boleh menafsirkannya.4 Dan ada sumber sejarah yang mengatakan juga bahwa isi Al Qur’an
tidak sama persis dengan wahyu yang diterima oleh nabi Muhammad SAW karena Al Qur’an
sebelum di bukukan berada pada lembaran suhuf, kulit hewan yang kering, pelepah pohon, daun,
batu, tulang binatang yang telah mengeras dan sebagian di hafal oleh sahabat nabi dan sebagian lagi
di hafal oleh sahabat nabi yang lain dan mereka berpencar – pencar hingga sampai wafatnya nabi
barulah dibukukan semua dikumpulkan dan para sahabat nabi dipanggil untuk ditanya tentang
wahyu yang dihafalnya. Ada kemungkinan bahwa tidak semua wahyu yang allah berikan tertulis
dalam Al Qur’an dan mungkin juga urutannya tidak begitu jelas karena itu Umar Bin Khattab
menyusunnya berdasarkan urutan kejadian yang sedang terjadi kala itu.
Islam mempunyai ciri yang menonjol yaitu dari sifatnya yang hadir dimana – mana
(omnipresence), sehingga Bakhtiar Effendi menyatakan bahwa “Islam merupakan sebuah totalitas
(sempurna) yang integrated (padu) yang menawarkan pemecahan terhadap semua kehidupan.”
Sehingga tidak berlebihan jika Philip K. Hitti, memaparkan bahwa bahwa kita harus pahami Islam
dari tiga arti: agama, Negara, dan kultur, Pertama Islam sebagai agama adalah suatu sistem
kepercayaan dan amalan yang diajarkan oleh nabi Muhammad, diwahyukan dalam al-Quran dan
dilengkapi oleh hadits. Kedua Islam sebagai Negara adalah kesatuan politik berdasarkan hukum alQuran, dikembangkan oleh para pengganti Muhammad, para khalifah dan kemudian pecah dalam
beberapa Negara. Dan ketiga Islam sebagai kultur memperlihatkan bahwa perpaduan peradaban
tingkat tinggi yang diperkaya dengan Negara Semit, Persia, Greko-Romawi, dan lain sebagainya,
dikembangkan pada masa khalifah yang lahir dengan perantara bahasa Arab.5
Bukan islam yang membuat sebuah sejarah yang hebat tetapi para umat islamlah yang
menjadikan agama islam itu dikenal dan berjaya, karena orang – orangnya yang pandai berfilsafat
dan berpendapat dalam segala hal. Islam menuntut untuk umatnya dapat menguasai berbagai ilmu
pengetahuan yang ada didunia. Semakin umat islam sadar bahwa segala sumber ilmu itu tertulis
jauh sebelum ditemukan oleh para ilmuan saat ini. Kebenaran ilmiah yang telah digambarkan dalam
Al Qur’an jauh berabad- abad sebelum dilakukan penelitian lebih mendalam oleh para kritis ilmiah
saat ini. Itu artinya islam memiliki segalanya kitab suci yang ada telah memberikan petunjuk yang
mencangkup segala hal dari hal duniawi, alam semesta dan akhirat.
4
Suryan A. Jamrah, “Ijdtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam,” AN-Nida’: Jurnal Pemikiran Islam 40, no.
1 (Juni 2015): 70.
5
Ahmad Masrul Anwar, “Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Masa Bani Ummayah,”
Jurnal Tarbiyah 1, no. 1 (2015): 48.
4
B.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif-kualitatif. Sumber data yang
diperoleh dengan cara studi pustaka. Pertama, dengan cara mendeskripsikan hermeneutika sebagai
sebuah pendekatan. Kemudian, dilanjutkan dengan pengertian, gambaran umum serta ciri khas dari
pendekatan hermeneutika. Analisis data kualitatif merupakan proses yang berlangsung terusmenerus dan dilaksanakan pada hampir semua fase. Dalam penelitian tersebut, data yang sudah
diorganisasikan ke dalam satuan-satuan kategori dianalisis secara induktif-komparatif sejak tahap
pengumpulan data dan dikerjakan secara lebih intensif lagi setelah data yang terkumpul memadai.
analisis data penelitian kualitatif dilaksanakan pada waktu pengumpulan data dan setelah
pengumpulan data berakhir.
Analisis data selama proses pengumpulan data dan setelah berakhir pengumpulan data,
masing-masing mempunyai tujuan. Maksud analisis data yang dilakukan selama proses
pengumpulan data adalah agar setiap data yang didapat tidak mudah terlupakan, seandainya ada
data yang terlupakan akan dapat dikonfirmasikan dengan mudah kepada subjek penelitian. Analisis
data tersebut juga dapat menghindarkan penumpukan data. Analisis data yang dilakukan setelah
pengumpulan data berakhir maksudnya adalah mengorganisir dan mempelajari kembali semua
analisis data yang sudah pernah dilakukan oleh peneliti selama proses pengumpulan data.
Kegiatannya adalah memperbaiki dan mempertajam analisis dan penarikan simpulan sementara.
Dalam penelitian Prs-PM, proses pengumpulan dan analisis data dapat berpedoman pada langkahlangkah analisis data kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1984:21-23) dan
Hopkins, yaitu (a) reduksi data, (b) penyajian data, dan (c) penarikan simpulan.6
Reduksi Data
Reduksi data meliputi proses penyeleksian, pemilahan, penyederhanaan, dan pengategorian
data. Reduksi data itu dimaksudkan untuk mempermudah pengorganisasian data, keperluan analisis
data, dan penarikan simpulan. Kondisi data pada tahap ini masih berupa data mentah. Reduksi data
tersebut berlangsung secara berkesinambungan dari awal sampai terwujud laporan akhir penelitian.
Pada waktu berlangsung pengumpulan data di lapangan, peneliti melakukan reduksi data dengan
cara membuat ringkasan data, membuat kode data, dan mengklasifikasikan data.
Reduksi data dilanjutkan secara lebih intensif dengan melakukan pemilihan dan pemilahan data,
pengodean data, transformasi data, dan pengatagorian data. Pengklasifikasian data merupakan
kegiatan pengelompokan data berdasarkan ciri-ciri klasifikasi data. Dalam penelitian Prs-PM, ciriciri klasifikasi data dapat berupa penahapan (pendahuluan, inti,dan penutup), strategi, metode,
teknik dan lain-lain.
6
Qomari, “ Teknik Peelusuran Analisis Data Kuantitatif dalam Penelitian Kependidikan,”13.
5
Pengodean data dalam penelitian Prs-PM merupakan kegiatan menandai setiap kelompok data yang
telah dipilih dan dipilah menurut ciri kategori masing-masing. Tujuannya untuk keperluan
kepraktisan dalam merujuk konteks data Prs-PM. Transformasi data maksudnya adalah
mengalihkam atau memasukkan suatu bentuk data ke dalam suatu kategori yang memiliki substansi
yang sama. Pengkategorian data adalah pengelompokan data yang ditujukan untuk keperluan
analisis data berdasarkan ciri kategori data yang ada. Dalam penelitian Prs-PM, ciri kategori data
dapat berbentuk penahapan, strategi, metode, teknik, dan sebagainya. Keseluruhan reduksi data
yang diuraikan di atas merupakan bagian dari kegiatan analisis data kualitatif. Hal tersebut
memungkinkan peneliti melakukan pengaturan dan pemfokusan data yang dapat mempermudah
peneliti mengemukakan bukti lapangan dalam membuat simpulan.
Penyajian Data
Penyajian data merupakan pemaparan data secara sistematis dengan memperlihatkan keeratan
hubungan alur data, dan sekaligus menggambarkan yang sebenarnya terjadi, sehingga
mempermudah peneliti membuat simpulan yang benar. Penyajian data penelitian Prs-PM secara
umum ditampilkan dalam uraian-uraian berbentuk teks naratif.
Penarikan Simpulan
Penarikan simpulan dilakukan sejak tahap pengumpulan data, yaitu dengan cara mencatat dan
memaknai fenomena yang memperlihatkan keteraturan, kondisi yang berulang-ulang, dan pola-pola
yang dominan. Pada tahap ini, simpulan belum jelas, belum menyeluruh, dan masih sementara.
Kemudian, penarikan simpulan berlanjut ke tingkatan menyeluruh dan jelas. Simpulan akhir
penelitian, akan jelas, tegas, dan menyeluruh setelah makna yang muncul teruji kebenaran
(kesahihannya).7
Ilmu dalam Artian Sesungguhnya dan Para Tokoh Islam
Suatu ilmu menurut epistemologinya bermula dari pengalaman bersama yang tumbuh menjadi
pengetahuan kemudian berkembang menjadi ilmu atas dasar ciri – ciri ilmiah. Hal ini berarti bahwa
ilmu itu merupakan hasil kreasi manusia dengan daya penalarannya secara rasional berkenaan
dengan hal-hal yang kongkrit dan abstrak. Tidak bisa dipungkiri orang yang berfikir kritis akan
lebih banyak bertanya dan semakin dia berilmu tinggi maka dy merasa semakin bodoh karena ada
banyak hal yang dia cari, seperti padi semakin berisi dia akan semakin merunduk. Keluasan ruang
lingkupnya membuat ilmu itu terbagi-bagi menjadi bidang-bidang, cabang-cabang dan rantingranting dengan ruang lingkup yang terkadang tidak tegas perbatasannya. Misalkan Ilmu IPA yang
7
Qomari, “Teknik Penelusuran Analisis Data Kuantitatif dalam Penelitian Kependidikan,” 13.
6
terdiri dari Ilmu Biologi, Fisika, Kimia dan ketiga bagian itu memiliki bagian – bagian lagi yang
lebih spesifik dari sebelumnya. Seperti Ilmu Biologi yang terdiri dari Anatomi, Fisiologi, fungiologi
dan lain sebagainya.8 Bagian-bagian ilmu yang berbeda tempo, keluasan dan kedalamannya
mengalami laju perkembangan yang seirama dengan perjalanan waktu dan minat orang padanya.
Kerumitan ramifikasi dan pertumbuhan bidang, cabang dan ranting kespesialisasian pun tidak sama
untuk setiap bagian ilmu. Karena setiap ilmu yang ada pasti jika diperdalam akan menyisakan
pertanyaan yang jawabannya di kembalikan lagi kepada kuasa Allah. Meskipun demikian, semua
bidang, cabang ataupun ranting itu merupakan bagian integral dari pada ilmu sebagai suatu
keseutuhan. Masing-masing unsurnya saling mengisi, saling terkait, saling mendukung dan saling
bergantung satu sama lain.
Aneka ragam bidang, cabang dan ranting ilmu yang banyak itu digolongkan dan
dikelompokkan.Secara umum penggolongan ilmu itu ke dalam tiga kelompok besar yaitu ilmu-ilmu
eksakta, ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Penamaan terhadap kelompok itu juga mengalami
perbedaan antara suatu negara, bangsa dan orang sehingga dalam kepustakaan dikenal adanya ilmu
pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial dan ilmu pengetahuan budaya atau ilmu-ilmu
kemanusiaan. Adakalanya pula pengelompokan ilmu itu lebih dikokohkan lagi dengan
menambahkan ilmu-ilmu perilaku dan ilmu-ilmu kerohanian itu sebabnya agama sangat berperan
penting dalam perlindungan hak untuk dapat menuntut ilmu dan mengembangkannya. 9 Tanpa
adanya agama ilmu tidak akan berkembang seperti pencipta alat – alat oprasi yang dibuat semasa
kejayaan islam itu merupakan bukti nyata bahwa orang yang agamanya kuat maka keilmuannya
juga bertambah. Tokoh – tokoh islam yang terkenal seperti Al – Khwarizmi, Al – Jabar, dan ibnu
sina. Sebenarnya setiap bidang, cabang dan ranting ilmu itu mempunyai kedudukan, fungsi dan
kepentingan yang sama jika dilihat dari perspektif ilmu. Tetapi dalam kenyataannya setiap ilmuan
(scientist) dan pandit (scholar) memiliki pandangan yang lain baik terhadap posisi dalam klasifikasi,
nilai kepentingan maupun mengenai prioritas pengembangan disiplin ilmu yang ditekuni sebagai
spesialisasinya.
Sungguhpun demikian, semuanya hampir sepakat bahwa orang menggunakan pendekatan
yang rapi dan teratur dalam mengembangkan ilmu yang dipandu oleh etika ilmu masing-masing.
Etika ilmu dimaksud adalah pola pikir deduktif dan induktif yang dilengkapi dengan metode ilmiah
berdasarkan asumsi adanya keteraturan dalam alam semesta. Hanya sebagian ilmu-ilmu eksakta dan
sebagian kecil ilmu-ilmu sosial menggunakan metode ilmiah sehingga mengenal kegiatan
penelitian. Pengeetian Ilmu yang memiliki ruang lingkup yang luas dalam perkembangan di
8
Yedi Purwanto, “Islam Mengutamakan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi,” Jurnal Sosioteknologi 10, no. 22 (2011):
1043–1060.
9
Wahyudi Dedi dan Azizah Habibatul, “Strategi Pembelajaran Menyenangkan Dengan Konsep Learning Revolusion,”
Attarbiyah 26 (2016): 1–28.
7
Indonesia selalu dipakai istilah “ilmu pengetahuan” yang secara umum dikaitkan dengan teknologi
sehingga sering diakronimkan menjadi IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi). 10 Dalam Islam,
kedudukan ilmu dan belajar dilepaskan dari segala unsur mitos, magis, prasangka tak berdasar, dan
hal-hal yang bersifat pseudo-sains lainnya. Karena dalam islam hukum menuntut ilmu itu adalah
wajib bagi setiap muslim.
Contoh pseudo-sains adalah astrologi, Selain mengakui pencapaian ilmu melalui upayaupaya eksperimental dan empiris, Islam juga meneguhkan bahwa ada sumber otoritas mutlak dalam
ilmu, yakni wahyu dan kenabian. Sejak wahyu pertama turun, perintah pertama adalah iqra’, yang
memiliki makna dasar darasa (mengkaji), faqiha (memahami), jama’a (mengumpulkan), dan
hafizha (menghafal). Para ulama’ generasi terdahulu pun telah mengisyaratkan pentingnya ilmu
dalam karya-karya mereka. Imam al-Bukhari memulai Kitab Al-Jâmi’ Al-Shahîh dengan Kitab
Bad’i al-Wahy (awal mula turunnya wahyu). Ini adalah pengakuan terhadap otoritas tertinggi
wahyu sebagai sumber ilmu yang berbentuk Al Qur’an. Dapat dimaklumi pula, wahyu pertama
adalah surat Al ‘Alaq ayat 1-5, di mana di dalamnya Allah berfirman “alladzî ‘allama bi al-qalam,
‘allama al-insâna mâ lam ya’lam”.
Hampir seluruh tafsir akan mencantumkan riwayat detail dan panjang tentang al-qalam (pena)
dan peran sentralnya dalam peradaban, yang menyerukan umat islam untuk menuntut ilmu. Bahwa
Al-Qalam adalah Ramz Al-’Ilm Wa Al-Ta’lîm (simbol ilmu dan pengajaran). Ilmu adalah ruh Islam.
Tanpanya, Islam akan mati. Kitab al-’Ilm ditempatkan oleh Imam al-Bukhari sebagai bab ke-3,
setelah Kitab Bad’i al-Wahy dan Kitab Al-Îmân. Bahkan, di dalamnya ada bab yang berjudul Bab
Al-’Ilm Qabl Al-Qaul Wa Al-‘Amal (pasal tentang ilmu sebelum berbicara dan berbuat), yang
merupakan pasal ke-10 dalam Kitab al-’Ilm. Imam al-Ghazali memulai kitab Ihyâ’ ‘Ulûm alDînnya dengan Bâb al-’Ilm. Dalam kitab Al-Targhîb Wa Al-Tarhîb, Imam al-Mundziry
menempatkan Kitab al ‘Ilmal-Targhîb fi al-‘Ilm wa Thalabih wa Ta’al- lumih wa Ta’lîmih wa mâ
Jâ’a fî Fadl al ‘Ulamâ’ wa al- Muta’allimîn (Bab tentang Ilmu: Motivasi tentang Ilmu, Mencari
Ilmu, Mempelajari dan Mengajarkannya, serta Riwayat lain tentang Keutamaan Ulama’ dan
Pengajar).
Sebelum bab-bab ibadah seperti bersuci, shalat, zakat, puasa, haji, dan bahkan jihad fî sabîl
Allah. Kitab Al-’Aqîdah An-Nasafîyah yang berbicara tentang teologi, juga mengawali
pembahasannya dengan menjelaskan kedudukan ilmu dan belajar dalam pandangan Islam11. Islam
sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran dan keberadaan ilmu. Ilmu merupakan kewajiban muslim
dari mulai dalam buaian sampai masuk kedalam liang lahat selain itu juga berfungsi untuk
membuka cakrawala dunia Islam yang bersumber pada wahyu Al Qur’an dan Sunnah dengan
10
11
Nurdin, “Eksistensi Keilmuan Islam,” Dinamika Ilmu 13, no. 1 (Juni 2013): 88–89.
Mulyono, “Kedudukan Ilmu dan Belajar dalam Islam,” Tadrîs 4, no. 2 (2009): 209–10.
8
didukung oleh ‘Aql untuk perkembangan pendidikan Islam. Kehidupan umat muslim yang lebih
maju lagi. Kehidupan Islam sangat erat hubungannya dengan Tarbiyah, demi meneruskan generasi
muda yang Intelek dan tahu agama, generasi yang menjunjung nilai dari suri tauladan Nabi
Muhammad SAW dan dapat menurunkan ilmu beserta pemahaman islam secara komprehensif
untuk dapat dimengerti dengan jelas. Seorang tokoh Islam Al-Imam Al-Ghazali merupakan ahli
filosof masyhur dengan karyanya kitab Ihya’ Ulumuddin (menghidupkan kembali pengetahuan
Agama). Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin dijelaskan tentang konsep keilmuan yang dapat ditarik
sebagai rujukan ilmiah seorang muslim.
Dalam karya Al-Imam Al-Ghazali dijelaskan secara detail tentang makna konsep keilmuan
yang sangat penting demi perkembangan pendidikan dan perkembangan keilmuan dalam agama
Islam, yaitu dengan prinsip menggabungkan ‘Aql dan Dhauq yang akan diolah secara rasio dan
intuisi. Pada era modern ini banyak perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat maju seiring
perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih untuk mempermudah proses
pengamatan terhadap cabang ilmu pengetahuan12. Kemajuan ini harus didasari oleh agama yang
kokoh sebagai batasan dan sekaligus sebagai petunjuk dalam mengkaji sebuah percobaan yang di
lakukan untuk menginovasi ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Tidak diragukan akan semakin
banyak membuat orang cerdas dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi, pengetahuan
umum, dan karya ilmiah, namun semakin banyaknya sumber daya manusia yang cerdas dengan
semua perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer ini, tanpa diimbangi oleh akhlak mulia maka
akan semakin banyak kejahatan yang akan timbul, kericuhan dan kecurangan yang pasti akkan
terjadi seseorang yang memiliki pengetahuan luar biasa akan tergiur ajakan rayuan syetan karena
lemahnya iman yang ada pada dirinya. Dengan kehampaan perkembangan ilmu pengetahuan dari
akhlak mulia dan mental maka akan menjadikan manusia itu hanya sebagai hamba hawa nafsu
dengan membanggakan kehebatan akal mereka sesuai dengan firman Allah. Nafsu yang
ditimbulkan oleh orang yang cerdas jauh lebih besar dan berdampak pada banyak orang karena
setiap orang yang memiliki ilmu mereka diberi amanah untuk mengurusi hal – hal yang
menyangkut kepentingan orang banyak.
Banyak contoh dari zaman terdahulu yang lebih mengedepankan egoisme mereka dengan
melakukan penindasan terhadap masyarakat lemah sebagai contoh hukum rimba siapa yang kuat
dialah yang berkuasa, dikarenakan landasan ilmu pengetahuan mereka hanya terbatas pada akal
saja. Sebagai dampak dari ilmu pengetahuan yang didasari hanya dengan akal adalah timbulnya
generasi muda yang berperilaku kurang baik sehingga terjadi banyak terjadi perselisihan antara satu
sama yang lainnya, seperti halnya tawuran, pergaulan bebas, pemakaian obat-obat terlarang dengan
12
Yuberti Yuberti, “Peran Teknologi Pendidikan Islam Pada Era Global,” Akademika: Jurnal Pemikiran Islam
20, no. 1 (2015): 137–148.
9
kebebasan yang mereka agungkan dengan gaya hidup westernisasi, atau mengikuti gaya hidup
barat. Munculnya konflik di masyarakat menjadi alasan yang tepat akan pentingnya implementasi
konsep nilai pendidikan sebagaimana yang telah digagas oleh Imam Ghazali yaitu tentang
penanaman pendidikan akhlak yang berdasarkan Al - Qur’an dan as–Sunnah yang memiliki
cangkupan luas.13
Manusia sebenarnya diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang sadar. Kesadaran manusia
itu dapat disimpulkan dari kemampuannya berpikir, berkehendak dan merasa yang di tuangkan
dalam bentuk prilaku ataupun iman. Dengan pikirannya manusia mendapatkan (ilmu) pengetahuan.
Menurut bahasa, kata ilmu adalah masdar yang maknanya sinonim dengan paham dan makrifat lilah
bilah. Para ahli filsafat, mendefinisikan kata ilmu sebagai suatu gambaran yang dengan sifat itu
orang yang mempunyainya akan menjadi jelaslah baginya sesuatu urusan. Menurut Abu Musa Al Asy'ari, dikutip oleh Abdul Djalal, bahwa ilmu itu ialah sifat yang mewajibkan pemiliknya mampu
membedakan dengan panca inderanya yang baik dan buruk, sehingga tidak mungkin mengakibatkan
berlawanan. Menurut al-Ghazali, ilmu adalah mengetahui sesuatu menurut apa adanya, dan Ilmu itu
adalah sebagian dari sifat-sifat Allah. Al-Ghazali mengatakan dalam ar – risalahal ladunniyah,
bahwa ilmu adalah penggambaran jiwa yang berbicara (an - nafsannatiqah) dan jiwa yang tenang
menghadapi hakikat berbagai hal masalah dan kebahagiaan yang dialami. Seorang yang 'alim
adalah samudera yang berpengetahuan dan memiliki penggambaran luas dengan kebaikannya yang
tinggi terhadap hak kebaikan yang ada dalam ajaran islam. Sedangkan objek ilmu adalah zat sesuatu
yang ilmunya terukir dalam jiwa dan fikiran dan penuanggan dalam prilakunya ddasari oleh akhlak
yang mulia.
Di dalam Islam, ilmu merupakan bagian yang integral bagi setiap pribadi manusia. Termasuk
suatu kesempumaan iman seseorang apabila pelaksanaan suatu amal (perintah Allah) yang
dikerjakan atas dasar ilmu. Dalam buku New Horizon in Muslim Education Ali Asraf, dikutip oleh
Noeng Muhadjir, memberikan evaluasi bahwa semua sains yang dilakukan Yunani dan Islam
menggunakan pendekatan ontologis, sedangkan sains Barat menggunakan pendekatan manipulatif –
manfaat yang keduanya dilakukan demi untuk memenuhi kebutuhan dan memberikan manfaat bagi
umat manusia yang ada dibumi ini.14 Ilmu adalah lambang dari kejayaan dan akhlak adalah lambang
dari hakim jiwa yang ada dalam diri manusia yang memiliki iman dalam dirinya terhadap segala
sesuatu yang ada di alam semesta.
13
Nu′tih Kamalia, “Konsep Ilmu Pendidikan Menurut Imam Al-Ghazali,” Jurnal At-Ta’dib 10, no. 1 (Juni
2015): 187–89.
14
Agus Sutiyono, “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali,” Nadwa | Jurnal Pendidikan Islam 7, no. 2
(Oktober 2013): 310.
10
C.
Al Qur’an dan Dalil Hadis
Ayat – ayat Al Qur’an dalam Menuntut Ilmu
Al Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pertunjuk untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Berdasarkan kepada penjelasan Harun
Nasution, bahwa secara garis besar, kandungan Al Qur’an mencakup aspek keimanan, ibadah,
hukum dan akhlak-tasawuf. Di dalamnya juga terdapat penjelasan tentang kejadian alam yang
secara alami tanpa campur tangan manusia ataupun yang berkaitan denagn manusia, hal-hal yang
berkaitan dengan pemikiran dan ilmu pengetahuan, kehidupan sosial kemasyarakatan atau sosiologi,
sejarah nabi-nabi dan umat manusia terdahulu, sejarah peradaban islam dan lain-lain. Semua aspek
tersebut di atas diungkapkan Allah Swt. dalam 6236 ayat Al Qur’an. Dalam kaitannya dengan ilmu,
Al Qur’an mengungkapkannya dalam 150 ayat.
Dalam ayat-ayat ini yang disebut dengan ayat kauniyah, dijumpai penjelasan tentang kejadian
alam dan manusia atau fenomena natural yang tejadi dibumi. Namun sedemikian jauh, tidak
dijumpai suatu penjelasan lebih lanjut mengenai prosesnya atau sesuatu yang menunjukkan sebabakibat. Hal ini membutuhkan pemikiran dan pengkajian mendalam. Karenanya sangat sulit untuk
mengatakan bahwa isi kandungan Al Qur’an itu merupakan ilmu. Dengan kenyataan itulah
Mahmud Syalthut menyatakan bahwa sesungguhnya Tuhan tidak menurunkan Al Qur’an untuk
menjadi satu kitab yang menerangkan kepada manusia mengenai teori-teori ilmiah serta aneka
warna pengetahuan Walaupun isi kandungan Al Qur’an belum dapat dikatakan sebagai ilmu
(science), namun cukup banyak ungkapan Al Qur’an yang tidak bertentangan dengan hasil
penelitian para ilmuan. Sebagai contoh, seperti dalam surat al-Mukminun ayat 12-14, diungkapkan
bahwa kejadian manusia melalui lima fase, yakni nufah, ‘alaqah, mudgah, izam dan lahm. 15
Kemudian Embriologi mengungkapkan bahwa priode ovum terdiri dari fertilasi, zygota dan
implantasi, priode foetus berupa masa perkembangan dan penyempurnaan organ-organ. Meskipun
istilah yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Embriologi berbeda, namun maksud dan kondisi
objeknya sama. Selain hal di atas, di dalam Al Qur’an juga dijumpai statemen- statemen yang dapat
dijadikan sebagai sebuah thesa dalam kajian keilmuan. Hal ini seperti ungkapan bahwa:
“Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan manfaat bagi
manusia”.
Ini berarti telah tertulis dalam Al Qur’an apa saja yang menjadi kekayaan yang ada dibumi
ini. Sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai makhluk yang paling
sempurna dengan segala kelebihan (keahlian) yang Allah berikan. Harapannya adalah manusia bisa
menggunakannya secara efisien dan bijak tidak merusak dan mengeksploritasinya secara
berlebihan. Allah menciptakan alam semesta beserta isinya hanya untuk makhluknya yang ada di
15
Agus Sutiyono, “Ilmu Ladunni dalam Perspektif al-Ghazali,” Nadwa 7, no. 2 (2016): 310–320.
11
bumi. Ungkapan di atas merupakan dasar informasi dari ilmu pengetahuan karena saat ini hal yang
tertulis itu dapat di buktikan keberadaannya bahwa di bumi memang ada besi yang jika dijadikan
bahan keperluan manusia bersifat kuat dan keras yang sangat bermanfaat baginya. Allah Swt. juga
menjelaskan:
“Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit. Lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu”.
Ayat pertama tersebut berkaitan dengan ilmu teknik industri material, dan ayat kedua
berkaitan dengan ilmu pertanian atau ilmu perkebunan. Dengan kenyataan di atas, Mourice Bucaille
seperti dikutip Miska Muhammad Amin menyatakan, bahwa aspek-aspek ilmiah yang khusus untuk
Al Qur’an itu sangatlah mengherankan, karena di dalamnya ditemukan keterangan-keterangan
tentang berbagai hal-hal yang sangat cocok dengan pengetahuan modern. Pernyataan Mourice
Bucaille ini dapat dijadikan sebagai suatu pengakuan dan bukti bahwa Al Qur’an juga mengandung
unsur-unsur ilmiah, unsur yang dapat dibuktikan kebenarannya saat ini dan terjadi atau ada buktinya
di zaman modern ini. Bila dengan hal ini, hendak mengatakan bahwa kandungan Al Qur’an adalah
ilmu, maka keilmuannya adalah ilmu abadi (perenial knowledge) yang berdasarkan wahyu Ilahi
yang besifat mutlak dan tidak dapat ditambahi ataupun dikurangi tetapi dapat digunakan sebagai
sumber dari ilmu – ilmu yang ada. Ia berbeda dengan ilmu yang dihasilkan penelitian (acquired
knowledge). Dalam perspektif lain, seperti dijelaskan M. Quraish Shihab, bahwa ungkapanungkapan Al Qur’an yang terlihat sesuai dengan teori-teori yang dihasilkan para ilmuan lebih tepat
dikatakan sebagai hipotesa,16 yang jika di uji akan menunjukkan hasil ilmiah yang menyatakan
hipotesa dalam Al Qur’an itu benar.
Dalam Al Qur’an, kata ilmu dalam berbagai bentuknya digunakan lebih dari 800 kali, 1 ini
menunjukkan bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al Qur’an sangat kental dengan
nuansa – nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam.
Ilmu adalah kunci dari segala pintu untuk membuka jawaban dari setiap persoalan duniawi dan
akhirat sekaligus. Dalam Q.S. Al Mujadilah ayat 11, Allah SWT., berfirman:
“Allah meninggikan beberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu
dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmu pengetahuan). dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”
Ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan berilmu akan menjadi
memperoleh kedudukan yang tinggi dan derajat yang lebih mulia dari orang yang kurang berilmu.
Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu, dan Ilmu yang
16
Agus Salim Lubis, “Estimologi Ilmu Pengetahuan dan Relevansinya dalam Studi Al Qur’an”, Hermeunetik,
vol. 8, no. 1 (2014), pp. 40–3.
12
dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan Allah, sehingga
akan tumbuh rasa enggan kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarangnya, hal ini sejalan
dengan firman Allah dalam Q.S. Fathir ayat 28 :
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya hanyaklah ulama
(orang berilmu). “
Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang sangat takut kepada Allah haruslah orang yang
berilmu tinggi karena mereka memiliki amanah yang besar terhadap ilmu yang Allah berikan. Dosa
yang ditanggung orang berilmu akan lebih besar dari orang yang kurang berilmu karena orang yang
berilmu sudah pasti mengetahui dengan jelas larangan dari Allah tetapi jika dia tetap melanggarnya
itu berarti dia melalaikan ilmu yang dia miliki sedangkan orang yang kurang berilmu dia akan
mendapat toleransi dari Allah karena ketidak tahuannya terhadap larangan Allah karena dia tidak
tahu. Sebagaimana terlihat dari firman Allah yang pertama diturunkan yaitu Q.S. Al Alaq ayat 1-5:
“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan kamu
dari segummpal darah. Bacalah,dan Tuhanmulah yang paling pemurah. Yang mengajar (manusia)
dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui”.
Sebagaimana kita ketahui bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu sangat
penting dan
hukumnya wajib. Karena pentingnya ilmu, Al-Quran menyebutkan perbedaan yang jelas antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu. Orang yang berakal (yang berilmu) dapat
menerima pelajaran. Hanya orang yang berilmulah yang takut kepada Allah dan selalu berusaha
untuk taat kepada semua perintahnya karena tahu konsekuensi apa yang harus di tanggung jika
larangan itu dilanggarnya. Hanya orang yang berilmu yang mampu memahami hakikat sesuatu yang
disampaikan Allah melalui perumpamaa atau sajak syair yang tertuang dalam Al Qur’an sehingga
ilmu yang digunakan untuk memahami Al Qur’an di sebut tafsir, yaitu ilmu yang berfungsi untuk
memperjelas kandungan ayat Al Qur’an.17 Orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu
pengetahuan akan ditinggikan derajatnya, seperti halnya orang yang berilmu saja yang akan
menjadi Presiden itu benar karena tidak mungkin orang dungu dipilih menjadi Presiden yang
memikul amanah rakyatnya sedangkan seorang pemimpin selalu dipilih melalui banyak kriteria
yang di milikinya. Oleh karena itu, para nabi, rasul, dan ulama sebagai manusia terbaik dikaruniai
ilmu pengetahuan yang lebih dari manusia lainnyaTugasnya yang besar menuntutnya untuk
memiliki segala hal lebih dari pada umumnya.Setiap manusia pasti menyakini adanya Allah di
muka bumi ini di libuk hatinya yang paling dalam itu merupakan fitrah yang dimiliki manusia dari
sejak di dalam kandungan hingga saat lahir pasti akan mencari kebenaran keberadaan sang pencipta
alam semsta ini. Kata fitrah telah diisyaratkan dalam firman Allah SWT:
17
Suryan A. Jamrah, “Ijtihad Kunci Relevansi Dan Aplikasi Islam,” Anida’ 40, no. 1 (2015): 69–78.
13
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Manusia tidak hanya memiliki fitrah untuk mencari Allah (Sang Pencipta) tetapi juga fitrah
tentang ilmu pengetahuan karena manusia memiliki fikiran dan akan yang kemudian berfikir dan
mulai bertanya – tanya bagaimana, apa, siapa, kapan, dimana dan mengapa bisa terjadi itulah yang
akan memicu rasa ingin tahu dan melahirkan teori, konsep – konsep dan dasar – dasar dari ilmu
pengetahuan yang kemudian berkembang lebih dalam sampai saat ini. Dalam Al Qur’an sangat
banyak ayat yang menyerukan umat muslim untuk menuntut ilmu dan harus berusaha menularkan
ilmu pengetahuannya kepada umat muslim lainnya dan bahkan dapat dipergunakan untuk seluruh
umat.18
Dalam agama islam tidak melarang para filsafat dan cendekiawan dan ilmuan muslim untuk
mempelajari ilmu dari negara lain selama itu dapat bermanfaat bagi umatnya dan tidak merusak
kemurnian ajaran agama islam itu sendiri. Di samping ayat–ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu
dan orang berilmu sangat istimewa, Al Qur’an juga mendorong umat Islam untuk berdo’a agar
ditambahi ilmu, dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan. Dalam
hubungan inilah konsep membaca, sebagai salah satu wahana menambah ilmu, menjadi sangat
penting,dan Islam telah sejak awal menekankan pentingnya membaca. Mencari dan menuntut ilmu
merupakan kewajiban bagi seorang muslim baik laki- laki maupun perempuan. Rasululullah SAW.,
menjadikan kegiatan menuntut ilmu dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh kaum Muslimin untuk
menegakkan urusan- urusan agamanya, sebagai kewajiban yang Fardlu ‘Ain bagi setiap Muslim.
Ilmu yang Fardlu Ain yaitu ilmu yang setiap orang yang sudah berumur aqil baligh wajib
mengamalkannya yang mencakup; ilmu aqidah, mengerjakan perintah Allah, dan meninggalkan
laranganNya.
Hadis Menuntut Ilmu
Bersumber dari Anas bin Malik ra. Ia berkata, Rasulullah SAW., bersabda: Menuntut ilmu itu
wajib bagi setiap Muslim. (HR. Abu Dawud). Ini artinya bahwa menuntut ilmu dalam agama Islam
benar – benar wajib dan harus dilakukan oleh setiap muslim. Dalam hadis yang lain Rasulullah
SAW., bersabda: “Bersumber dari ‘Uqbah bin ‘Amir al- Juhani ra. berkata: Aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa belajar memanah kemudian meninggalkannya, maka ia
telah durhaka kepadaku. (HR. Ibnu Majah, Muslim, Abu Dawud dan Ahmad dan al-Darimiy
dengan redaksi yang berbeda).” Ini merupakan bentuk lain dari menuntut ilmu bahwa
besungguhnya nabi Muhammad Saw menginginkan bahwa ilmu apapun itu jika bermanfaat harus di
pelajari melihat kondisi saat jaman Rasulullah memanah merupakan ilmu beladiri yang sangat
18
Purwanto, “Islam Menguatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.”
14
dibutuhkan untuk melawan musuh, jika umat muslim kala itu tidak memiliki keterrampilan seni
beladiri untuk mempertahankan diri dari serangan musuh maka seluruh sahabat nabi pasti akan
gugur.19
Bersumber dari Zaid bin Tsabit ra. berkata: Rasulullah SAW., memeritahku untuk belajar
beberapa bahasa dari tulisan Yahudi. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku, demi Allah! Tidak
yakin bangsa Yahudi (memahami) atas tulisanku. Kata Zaid: Maka tidak lebih setengah bulan aku
telah (berhasil) mempelajarinya. Kata Zaid: Saat aku telah mempelajarinya, jika Nabi menulis
untuk orang Yahudi, akulah yang menulisnya untuk mereka, dan jika mereka menulis kepada Nabi,
akulah yang membacakan tulisan-tulisan mereka. (HR. al-Turmudzi, Abu Dawud dan Ahmad). Hal
ini diartikan sebagai Ilmu Bahasa sangat penting sebagai sarana komunikasi dan syiar dakwah nabi
untuk berjuang di jalan Allah sebagai cara untuk memberi pemahaman Islam kepada bangsa lain
agar bisa mau memeluk agama islam selain itu juga islam tidak melarang dan bahkan menganjurkan
umat islam untuk mempelajari Ilmu Pengetahuan dari peradaban lain.
Bersumber dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata: “Nabi saw bersabda: Tidak boleh hasud
(iri), kecuali pada dua hal: orang yang dikaruniai harta benda oleh Allah kemudian ia
menggunakan hartanya sampai habis dalam kebaikan, dan orang yang dikaruniai hikmah (ilmu)
oleh Allah kemudian ia mengamalkannya dan mengajarkannya. (HR. al-Bukhari, Muslim, Ibnu
Majah, dan Ahmad)”. Yang dimaksud hasut dalam hadis ini adalah Al-Ghibthah, yaitu
menginginkan nikmat yang sama dengan orang lain. Jika yang dinginkan persoalan duniawi
hukumnya mubah, sedangkan jika persoalan ketaqwaan dan ketaatan hukumnya dianjurkan
(mustahabbah). Jika hasud yang dimaksud adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain
dengan harapan berpindah menjadi miliknya, ulama sepakat hukumnya haram dengan dasar – dasar
yang ditegaskan Al Qur’an dan Hadis bahwa itu merupakan perasaan yang sama dengan iri dan
dengki.
Iri adalah penyakit hati yang sangat merugikan semua pihak, iri dapat menimbulkan
malapetaka yang meresahkan orang lain karena tindakan orang iri akan sangat mengganggu dan
bahkan bisa mengusik ketenangan orang yang di irikan. Nikmat bisa kita dapatkan dengan mudah
jika kita ikhlas dalam menjalani kehidupan yang ada tanpa mengeluh dan selalu bersyukur dengan
keadaan yang ada, tetapi tidak semua orang baik akan mendapatkan kenikmatan yang di
inginkannya, Seseorang harus melakukan usaha untuk merubah keadaannya sendiri. Seperti firman
Allah : “aku tidak akan merubah keadaan suatu kaum jika bukan mereka sendiri yang
merubahnya”.20 Karena allah telah berjanji barang siapa yang berdoa padanya niscaya akan
dikabulkan, tetapi sampainya doa itu kepada Allah atau tidaknya itu hanya Allah yang tahu.
19
AS, “Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia Barat).”
20
Suja’i Sarifandi, “Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Hadis Nabi,” Jurnal Ushuluddin XXI, no. 1 (Januari
2014): 62–66.
15
Bersumber dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa menempuh
jalan untuk menuntut ilmu, Allah memudahkan baginya jalan ke surga.” (HR. Muslim, al-Tirmidzi,
Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi)
Dalam menjelaskan hadits ini, Imam al-Nawawi mengingatkan bahwa keutamaan saat
bepergian mencari ilmu didapatkan seseorang, jika kesibukannya pada ilmu-ilmu syari’ah dan
bertujuan kepada Allah. Meskipun pada dasarnya hal ini merupakan prasyarat yang mutlak dalam
setiap ibadah, para ulama punya kebiasaan mengingatkannya, karena sebagian orang sering
bersikap gegabah dalam mencari ilmu. Lebih-lebih anak- anak muda yang sedang mencari ilmu,
mereka sering melupakan tujuan dan niat.24 Bahkan Rasulullah SAW., mengkategorikan orang
yang meninggalkan rumah untuk menuntut ilmu mempunyai kedudukan yang sangat terhormat,
sebagai pejuang di jalan Allah. Bersumber dari Anas bin Malik ra. berkata: Rasulullah saw.
bersabda: “Barangsiapa keluar untuk menuntut ilmu, maka ia berada di jalan Allah sampai ia
kembali.” (H.R.Al Tirmidzi)
Di saat kaum Muslimin melakukan kegiatan belajar bersama, Allah menurunkan sakinah
(ketenangan) kepada mereka, memberi rahmat yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang,
dan para malaikat senantiasa mengelilingi mereka dan menyebut mereka sebagai orang yang
mendapat ridla di sisi Allah.
Bersumber dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: tidak berkumpul kaum (Muslimin)
dalam suatu rumah Allah (masjid) seraya membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara
mereka, kecuali mereka mendapatkan sakinah (ketenangan), dipenuhi oleh rahmat (kasih-sayang)
dan para malaikat mengelilingi dan menyebut mereka di dalam golongan orang-orang yang
berada di sisiNya. (Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah)
Keutamaan ilmu di sisi Allah SWT., dapat kita simak pada awal mula penciptaan manusia.
Para malaikat diperintahkan Allah untuk bersujud (menghormat) kepada Adam, karena Adam
mampu menceritakan nama- nama (ilmu) yang diajarkan Allah dan malaikat tidak mempunyai
kemampuan untuk itu (Q.S. Al Baqarah: 30-34). Oleh karena keutamaan ilmu, ada di antara
malaikat yang bertugas menaungi orang-orang yang mencari ilmu dengan sayap-sayapnya.
Bersumber dari Shafwaan bin ‘Assaal al- Muraadi ra. berkata: Sesungguhnya aku mendengar
Rasulullah SAW., bersabda: Tidak seorang pun keluar dari rumahnya untuk mencari ilmu, kecuali
para malaikat menaungi dengan sayap- sayapnya, karena suka dengan yang ia kerjakan. (Ibnu
Majah, Ahmad, dan al-Darimi). Demikian tingginya kedudukan ilmu, sehingga penuntutnya untuk
kepentingan agama disejajarkan kedudukannya dengan nabi-nabi. Kelak di surga mereka
berkumpul dengan para nabi-nabi Allah.
Bersumber dari al-Hasan ra., ia berkata: Rasulullah SAW., bersabda: Barangsiapa meninggal
dunia di saat sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam, maka ia masuk surga dalam satu
16
tempat dengan para nabi-nabi. (HR. al-Darimi). Rasulullah saw. membuat perumpamaan antara
orang yang mau menenerima ilmu dan tidak mau menerimanya. Nabi SAW., mengibaratkan yang
pertama seperti tanah yang berguna bagi manusia, sedangkan yang kedua seperti tanah yang mandul
yang tidak berguna.
Bersumber dari Abu Musa al-Asya’ari ra. dari Nabi SAW., perumpamaan petunjuk dan ilmu
yang diperintahkan Allah kepadaku ialah seumpama hujan lebat yang jatuh ke tanah. Diantara
tanah itu ada tanah yang bagus yang menerima air, maka ia menumbuhkan tanaman dan rumput
yang banyak, dan ada tanah keras yang menampung air, maka Allah memberinya kegunaan bagi
manusia untuk minum dan mengairi dan menanam, dan ada pula yang jatuh ke tanah lain, yaitu
tanah datar yang licin, yang tidak dapat menampung air dan tidak menumbuhkan tanaman.
Demikianlah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan apa yang diperitahkan Allah
kepadaku berguna baginya, maka ia tahu dan mau mengajarkannya, dan perumpamaan orang
yang sama sekali tidak peduli dan tidak menerima pentunjuk Allah yang diperintahkan kepadaku.
(HR. Al Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Oleh karenanya orang yang mau bersungguh-sungguh belajar ilmu agama sampai ia
memahaminya menjadi pertanda bahwa Allah menghendaki kebaikan kepada dirinya.
Bersumber dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya Rasulullah SAW., bersabda: Barangsiapa
yang dikehendaki Allah kepada kebaikan, niscaya Dia memahamkannya dalam urusan agama.
(HR. al-Bukhari, Muslim, al- Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan al-Darimi). Kebaikan akan
didapatkan seseorang, manakala dalam mencari ilmu disertai dengan tujuan dan niat yang positif
dan bermanfaat bagi manusia dan kehidupan, atau dalam bahasa agamanya, dengan tujuan yang
tulus karena Allah. Nabi Muhammad SAW., sangat mencela dan melarang penuntut ilmu yang
hanya untuk tujuan popularitas, kekuasaan dan kemegahan duniawi.
Aku mendengar Rasulullah SAW., bersabda: Janganlah kalian mencari ilmu untuk
menyombongkan diri kepada ulama, atau untuk berdebat dengan orang-orang bodoh, atau untuk
memalingkan muka manusia kepada kalian. Barangsiapa melakukan itu, ia masuk neraka (HR.
Ibnu Majah). Hasan bin Ali mengingatkan: “Siksaan atas seorang yang berilmu, disebabkan oleh
hatinya yang mati, dan hati yang mati disebabkan mencari keuntungan duniawi dibungkus dengan
amal akhirat”. Oleh karenanya Yahya bin Mu’adz mengatakan: “Wibawa ilmu dan hikmah niscaya
hilang, jika keduanya digunakan mencari dunia”. Bahkan Sa’id bin al-Musayyab menegaskan: “Jika
kalian melihat seorang berilmu mengitari penguasa, maka ia adalah pencuri”. Umar Bin al-Khattab
berkata: “Jika kalian melihat orang berilmu suka kehi