Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
Vol. 65, No. 2, Mei-Agustus 2016 | Hal. 37–42 | ISSN 0024-9548
Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan
kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren
(Effectivity of chitosan in pain score and healing of reccurent aphtous stomatitis)
Dea Jane Sungkonodan Indrayadi Gunardi
Departemen Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta - Indonesia
Korespondensi (correspondence): Indrayadi Gunardi, Departemen Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti . Jl. Kyai Tapa
Grogol, Jakarta, Indonesia. E-mail: Indrayadigunardi@yahoo.com ABSTRACTBackground : Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is a common oral lesion found in dental practice. RAS prevalence is around
25-60% in population. Chitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) is a natural polymer which has been widely
used in medicine and tissue engineering due to its antimicrobial, anti-inflammatory, antioxidant, haemostatic, and bioadhesive
properties. Until now, application of chitosan in dentistry is mainly on periodontal therapy. Purpose: To identify the effect of
chitosan in pain score and healing of RAS compared to chlorhexidine gluconate (CHX), and tetracycline mouthwash. Method: This
experimental research used cross-sectional design approach. 15 patients having episode of RAS were divided into 3 experimental
groups, chitosan 0,4%, CHX 0,1 %, and tetracycline 1,6%. Pain score was assessed everyday. Ulcer size was measured on day 1,7,
and 10. Result: Significant difference found in reduction of pain score before and during therapy within each groups (P=0,039;
P=0,033; P=0,039); but there is no difference found between groups (P=1,000). There is no difference on duration of healing between
groups (P=0,839). Mean of duration of healing in chitosan, CHX and tetracycline groups are 7,2 days, 7,4 days, and 6,8 days.
There is significant difference in reduction of ulcer size within groups (P=0,009; P=0,009; P=0,009); but there is no difference found
between groups (P=0,856). Conclusion: Biocompatibility of chitosan is well-tolerated in dentistry. From this research, chitosan
has an equal compatibility compared with CHX and tetracycline on reducing pain score and healing of RAS.Keywords : recurrent aphthous stomatitis; chitosan; healing; visual analog scale ABSTRAK
Latar belakang: Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah lesi oral yang paling sering ditemukan dibandingkan lesi lainnya. Angka
prevalensi SAR berkisar 25-60% dari populasi umum. Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-glucopyranose) merupakan
jenis polimer alam yang telah digunakan secara luas dalam bidang kedokteran dan tissue engineering karena efek antimikrobial,
anti-inflamasi, antioksidan, hemostatik dan bioadhesive. Hingga kini penggunaannya dalam bidang kedokteran gigi masih
terbatas pada perawatan periodontal. Tujuan: Untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR
dibandingkan klorheksidin glukonat (CHX) dan tetrasiklin sebagai obat kumur. Metode: Jenis penelitian adalah eksperimental
dengan rancangan potong-silang. Sebanyak 15 pasien SAR dibagi ke dalam 3 kelompok perlakuan, yaitu kitosan 0,4%, CHX
0,1%, dan tetrasiklin 1,6%. Skor rasa sakit dicatat setiap hari menggunakan VAS. Pemeriksaan lesi oral dilakukan pada hari ke-1,
7 dan 10. Hasil: Berdasarkan skor rasa sakit yang diukur sebelum dan selama terapi, terdapat perbedaan dalam tiap kelompok
(P=0,039; P=0,033; P=0,039); tetapi tidak antar kelompok (P=1,000). Tidak terdapat perbedaan durasi kesembuhan antar kelompok
(P=0,839). Rerata durasi kesembuhan kelompok kitosan, CHX, dan tetrasiklin masing-masing adalah 7,2 hari; 7,4 hari; 6,8 hari.
Berdasarkan ukuran lesi, ada perbedaan bermakna antara kunjungan 1, 2 dan 3 dari kelompok kitosan, CHX, tetrasiklin (P=0,009;
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
untuk bidang kedokteran gigi. Dari hasil penelitian, kitosan berpengaruh terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi SAR,
seperti halnya CHX dan tetrasiklin.berbagai efek antara lain antimikrobial, antifungal, anti-inflamasi dan hemostatik.
Kriteria inklusi SAR adalah lesi SAR tipe minor berumur maksimal 3 hari. Subyek dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu kelompok 1, diberikan perlakuan kitosan, kelompok 2 perlakuan klorheksidin glukonat 0,1%, dan kelompok 3 perlakuan tetrasiklin 1,6%. Masing-masing kelompok terdiri atas 5 subyek.
clinical trial single blind, melibatkan 15 subyek.
Penelitian eksperimental pada manusia dengan rancangan cross-sectional dan metode randomized
Di dalam penelitian ini akan dibahas apakah terdapat perbedaan skor rasa sakit, durasi kesembuhan dan perubahan ukuran lesi SAR pada kelompok yang diberikan terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui efek kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi. Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut pengembangan pemanfaatan kitosan sebagai alternatif terapi SAR, lesi oral, maupun penggunaan lainnya dalam perawatan gigi mulut.
Namun, pemanfaatan efek antimikrobial dan anti-inflamasi kitosan dalam merawat lesi SAR belum pernah digunakan.
9,10
kombinasi dengan bone graft untuk meningkatkan regenerasi tulang, atau kombinasi dengan resin komposit menghasilkan efek inhibisi terhadap Streptococcus mutan. 11 Kitosan juga digunakan dalam terapi oral mucositis dan oral candidiasis.
10 Dalam bidang kedokteran gigi kitosan digunakan
merupakan drug-delivery vehicle, material yang sangat potensial dalam tissue engineering dan benang jahit absorbable. Kitosan juga digunakan luas dalam industri kosmetik, agrikultur, dan pangan.
hemorrhagic cystitis, dan luka bakar. Selain itu kitosan
digunakan terutama untuk terapi osteomyelitis,
10 Dalam bidang kedokteran kitosan sudah
toksik, biokompatibel, dan mampu menstimulasi kesembuhan.
Kata kunci : stomatitis aftosa rekuren; kitosan; kesembuhan; visual analog scale PENDAHULUAN
9 Kitosan bersifat non-
8 Kitosan telah diketahui memiliki
presentasi klinis, SAR diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu SAR tipe minor, mayor, dan herpetiformis.
Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu ulserasi pada mukosa mulut yang rekuren, sakit, dan tidak diketahui penyebabnya. 1 Scully dkk.
2
menyatakan prevalensi SAR berkisar antara 25%- 60% dari populasi umum. Prevalensi SAR lebih besar pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki, dan episode pertama dari SAR paling sering dimulai pada dekade kedua kehidupan.
2-4
diambil dari seluruh hewan bercangkang seperti udang, kepiting, serangga dan lainnya. Kitosan komersial umumnya memiliki derajat deasetilasi antara 70 dan 95% dan berat molekul antara 50 kD dan 2000 kD.
Manifestasi klinis dari lesi ini adalah erosi mukosa baik soliter maupun multipel dilapisi pseudomembran putih keabuan yang dikelilingi eritema halo dan terasa sakit. Lesi ini lebih umum dijumpai pada mukosa non keratin daripada mukosa berkeratin.
5 Berdasarkan
6 Etiologi SAR masih belum diketahui secara
pasti, diduga karena adanya faktor predisposisi seperti genetik, trauma, berhenti merokok, stress, hormonal, defisiensi vitamin dan mineral (vitamin B12, folat, dan zat besi), atopi, dan penyakit sistemik seperti supresi sistem imun dan penyakit gastrointestinal. 1 Oleh karena etiologi yang masih belum jelas, perawatan SAR biasanya bersifat paliatif, mengurangi keparahan lesi, dan memperpanjang periode remisi penyakit. Obat yang digunakan untuk terapi SAR umumnya berupa obat topikal, antara lain
covering agent, obat kumur antiseptik,
antibiotik, anti-inflamasi non-steroid, anestetikum, analgesik, dan kortikosteroid topikal.
6 Sebagai
alternatifnya perlu dicari bahan lain yang dapat menggantikan penggunaan bahan kimiawi sebagai terapi SAR. Kitosan adalah salah satu bahan alami yang potensial yang mungkin dapat dijadikan alternatif pilihan terapi.
BAHAN DAN METODE
Kitosan (poly-(b-1/4)-2-amino-2-deoxy-D-
glucopyranose) adalah produk alami turunan
kitin, polisakarida yang dapat ditemukan pada eksoskeleton dari subfilum crustacea.
7 Kitin dapat
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
HASIL
Dari uji Kruskal-Wallis tidak ada perbedaan bermakna selisih ukuran lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 antar kelompok. Ini menunjukkan kitosan dapat
Melalui uji Friedman diketahui bahwa baik kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin dapat mengurangi ukuran lesi secara bermakna (P=0,009). Dari uji post-hoc, pada ketiga kelompok terdapat perbedaan bermakna ukuran lesi pada kunjungan 1 vs kunjungan 2 serta kunjungan 1 vs kunjungan 3 (Tabel 2-a,b,c).
Berdasarkan One-way ANOVA tidak ada perbedaan pengaruh obat terhadap durasi waktu kesembuhan lesi (P=0,839). Ini menunjukkan kitosan dapat memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam mempercepat durasi kesembuhan SAR. Kelompok tetrasiklin (6,8 hari) nampak mengalami durasi kesembuhan paling singkat dibandingkan kelompok yang lain (kitosan 7,2 hari; klorheksidin 7,4 hari). Hasil uji dideskripsikan pada Tabel 1.
Untuk membandingkan pengaruh obat terhadap skor rasa sakit antar kelompok, data yang digunakan adalah selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi. Berdasarkan uji One-way ANOVA tidak didapatkan beda signifikan pada selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok (P=1,000). Ini menunjukkan kitosan memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR. Hasil analisis dideskripsikan pada Tabel 1.
Berdasarkan analisis marginal homogeneity ditemukan adanya perbedaan bermakna pada skor rasa sakit sebelum dan selama terapi pada masing masing kelompok. Hasil uji masing-masing kelompok adalah sebagai berikut kitosan P=0,039; tetrsiklin P=0,039; tetrasiklin P=0,033
Rerata skor rasa sakit pada kelompok kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin sebelum terapi berturut-turut adalah 8, 8,2, dan 7,6. Rerata saat sebelum terapi hingga lesi sembuh pada masing- masing kelompok perlakuan ditunjukkan pada Gambar 4.
Seluruh subyek mengalami SAR tipe minor. Ukuran lesi dari subyek bervariasi berkisar antara 3-7 mm. Dari 15 subyek tersebut, didapatkan bahwa 6 orang (40%) subyek mengalami episode SAR >3 kali dalam 1 tahun.
Subyek pada penelitian ini berjumlah 15 orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 12 orang perempuan. Rata-rata usia subyek dalam ketiga kelompok adalah 23,67 tahun dengan rentang usia 18-43 tahun. Seluruh subyek mengikuti penelitian dari awal hingga akhir. Predileksi tempat SAR pada penelitian ini meliputi labial (20%), bukal (20%), lidah (13%), dasar mulut (13%), palatum (7%), dan gingiva (27%).
pada hari pertama, hari ke-7 (kunjungan 2), dan hari ke-10 (kunjungan 3).
Obat kumur kitosan yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dengan cara sebagai berikut: 2,1 gram kitosan ditambahkan asam asetat 1,5% sebanyak 30 ml, kemudian ditambahkan akuades hingga volume 500 ml. Lalu, menggunakan
analog scale (VAS)) setiap hari. Ukuran lesi dicatat
Subyek mendapatkan perawatan berdasarkan hasil metode randomisasi sederhana yaitu dengan undian (blind) dimana subyek mendapatkan botol dengan simbol tertentu. Subyek diinstruskikan untuk mencatat skor rasa sakit (menggunakan visual
tambahkan 100 ml STPP 0,1 % ke dalam emulsi yang diteteskan dengan menggunakan pipet. Setelah 1 jam matikan magnetic stirrer. Obat kumur kitosan memiliki konsentrasi 0,4%. Aturan pakai obat bagi tiap kelompok adalah berkumur 3 kali sehari dengan 15 ml (1½ sendok makan) obat selama 2 menit, lalu buang.
sprayer. Setelah 30 menit,
dengan menggunakan
precipitation. Setelah 2 jam, masih dalam magnetic stirrer, tambahkan 10 µl emulsifier tween 80 0,1 %
mengalami proses sizing sehingga menjadi spherical
magnetic stirrer larutan kitosan tersebut akan
Gambar 1. Rerata skor rasa sakit antar kelompok.
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
Tabel 1. Hasil analisis one way anova selisih skor rasa sakit Tabel 3. Hasil analisis Kruskal-Wallis perubahan ukuran lesi
sebelum dan selama terapi antar kelompok; dan kunjungan 1 dan kunjungan 2 serta kunjungan 1 dan pengaruh obat terhadap durasi kesembuhan lesi antar kunjungan 3 antar kelompok kelompok P n Median P n Mean ± SD Perlakuan (minimum- maksimum)Selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (2-4) 0,856 Kitosan
5 5.4 ± 2,408 1,000 Kunjungan 2 Klorheksidin 5 4 (3-4) Klorheksidin
5 5.4 ± 2,509 Tetrasiklin 5 3 (3-4) Tetrasiklin
5 5.4 ±2,073 Kunjungan 1- Kitosan 5 4 (3-4) 0,637 Pengaruh obat terhadap
Kunjungan 3 Klorheksidin 5 4 (3-5) durasi kesembuhan lesi Tetrasiklin 5 3 (3-6) Kitosan
5 7,2 ± 1,643 0,839 Klorheksidin 5 7,4 ± 2,074 Tetrasiklin 5 6,8 ±1,924
memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam penurunan diameter lesi SAR
Tabel 2a. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada (Tabel 3). kelompok kitosan. n Median P
Perlakuan Ukuran lesi (minimum- PEMBAHASAN maksimum)
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
Kitosan Kunjungan 1 5 4 (3-4) 0,009*
mengetahui perbedaan efektivitas obat kumur
Kunjungan 2 5 0 (0-2)
kitosan 0,4 %, klorheksidin glukonat 0,1% dan
Kunjungan 3
5
tetrasiklin 1,6% terhadap gejala rasa sakit dan
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
kesembuhan lesi SAR. Pemilihan konsentrasi kitosan
kunjungan 2 P=0,039*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,034*; kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.
0,4% berdasarkan konsentrasi optimal kitosan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Dra. Pipih Suptijah, MBA (belum dipublikasi),
Tabel 2b. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada
sedangkan obat kumur klorheksidin glukonat 0,1
kelompok klorheksidin
% dan tetrasiklin 1,6% merupakan konsentrasi yang n Median umum digunakan dalam perawatan lesi SAR. P Perlakuan Ukuran lesi (minimum- Berdasarkan analisis marginal homogenity
maksimum)
ditemukan adanya perbedaan bermakna skor
Klorheksidin Kunjungan 1 5 4 (3-7) 0,009*
rasa sakit sebelum terapi dan selama terapi pada
Kunjungan 2 5 0 (0-4)
kelompok kitosan, klorheksidin dan tetrasiklin
Kunjungan 3 5 0 (0-2)
(P=0,039; 0,033; 0,039). Dalam penelitian ini
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
penurunan skor rasa sakit yang signifikan pada
kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*;
kelompok perlakuan kitosan diduga akibat efek kunjungan 2 vs kunjungan 3 P=0,317.
9
anti-inflamasi dan antioksidan. Pada kelompok klorheksidin dan tetrasiklin penurunan skor rasa
1,12 sakit merupakan akibat efek antimikrobial.
Tabel 2c. Hasil uji Friedman perubahan ukuran lesi pada
Namun pada klorheksidin, berbeda dari hasil
kelompok tetrasiklin penelitian terdahulu yang dilakukan Hunter dkk.
Median n P dimana tidak ditemukan perbedaan skor rasa sakit Perlakuan Ukuran lesi (minimum-
13
pada kelompok klorheksidin dan plasebo. Pada
maksimum)
kelompok tetrasiklin, sesuai dengan penelitian dari
Tetrasiklin Kunjungan 1 5 3 (3-6) 0,009*
14 Hayrinen-Immone dkk. bahwa terjadi penurunan Kunjungan 2 5 0 (0-2)
skor rasa sakit pada hari ke-2 hingga ke-5 pasca
Kunjungan 3
5
pemberian obat. Hal ini disebabkan karena efek
Uji Friedman P<0,05. Uji post-hoc Wilcoxon: kunjungan 1 vs
antimikrobial dan reduksi aktivitas kolagenase dari
kunjungan 2 P=0,038*; kunjungan 1 vs kunjungan 3 P=0,039*; bahan tetrasiklin.
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak ditemukan perbedaan bermakna selisih skor rasa sakit sebelum dan selama terapi antar kelompok. Hal ini membuktikan bahwa kitosan memberikan efek yang setara dengan klorheksidin dan tetrasiklin dalam menurunkan gejala rasa sakit pada lesi SAR.
Berdasarkan analisis One-way ANOVA, tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap durasi waktu kesembuhan antar kelompok perlakuan (P=0,839). Namun berdasarkan rerata, kelompok tetrasiklin mengalami durasi kesembuhan paling cepat (6,8 hari), disusul oleh kelompok kitosan (7,2 hari), dan klorheksidin (7,4 hari). Hasil penelitian ini didukung dari penelitian sebelumnya mengenai obat tetrasiklin kumur yang mampu mempercepat durasi waktu kesembuhan lesi SAR tetapi ada beberapa efek penyerta seperti mual dan rasa terbakar.
DAFTAR PUSTAKA
15 Sedangkan pada klorheksidin glukonat
13,16
Dari hasil uji Friedman, didapatkan perubahan ukuran lesi yang signifikan pada kelompok kitosan (P=0,009), klorheksidin (P=0,009) dan tetrasiklin (P=0,009). Uji post-hoc Wilcoxon, didapatkan ada perbedaan ukuran lesi secara signifikan pada kunjungan 1 dan kunjungan 2, serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 pada masing-masing kelompok (P<0,05), tetapi tidak pada kunjungan 2 dan kunjungan 3 (P>0,05). Pada kelompok tetrasiklin, hasil penelitian didukung oleh Graykowski dan Kingman
13. Hunter L, Addy M. Chlorhexidine gluconate mouthwash in the management of minor aphthous ulceration. A double-blind, placebo-controlled cross-over trial. Br Dent J 1987; 162: 106-10.
12. Field A, Longman L, Tyldesley WR. Tyldesley’s oral medicine. 5 th ed. New York: Oxford; 2004. p. 52-8.
11. Kim JS, Dong HS. Inhibitory effect on Streptococcus mutans and mechanical properties of the chitosan containing composite resin. Restor Dent Endod 2013; 38(1): 36-42.
10. Dai T, Tanaka M, Huang YY, Hamblin MR. Chitosan preparations for wounds and burns: antimicrobial and wound-healing effects. Expert Rev Anti Infect Ther 2011; 9(7): 857–79.
Fakultät der Rheinischen Friedrich-Wilhelms-Universität Bonn. Bonn. 2008.
9. Fouad DRG. Chitosan as an antimicrobial compound: modes of action and resistance mechanisms. Disertasi.
8. Sun Y, Cui F, Shi K, Wang J, Niu M, Ma R. The effect of chitosan molecular weight on the characteristics of spray-dried methotrexate-loaded chitosan microspheres for nasal administration. Drug Dev Ind Pharm 2009; 35(3): 379-86.
7. Kong M, Chen XG, Xing K, Park HJ. Antimicrobial properties of chitosan and mode of action: a state of the art review. Int J Food Microbiol 2010; 144(1): 51–63.
6. Scully C, Gorsky M, Lozada-Nur F. The diagnosis and management of recurrent aphthous stomatitis: a consensus approach. J Am Dent Assoc 2003; 134: 200-7.
5. Gonsalves WC, Chi AC, Neville BW. Common oral lesions: part I. Superficial mucosal lesions. Am Fam Physician 2007; 75(4): 501–7.
Dalam: Lynch M, Brightman VJ, Greenberg MS, editors. Burket’s oral medicine, diagnosis, and treatment. 10 th ed. Philadelphia: WB.Saunders Co; 2003. p. 63-5.
4. Greenberg MS. Ulserative vesicular and bullous lesions.
hasil penelitian mengenai durasi ulser dan periode remisi masih bervariasi.
Oral medicine and pathology at a glance. Ed. ke-1. Oxford: Blackwell Publishing; 2010. p. 54-8.
2. Scully C, de Alroeida O, Bagan J, Dioz PD, Taylor AM.
1. Gayford JJ. Penyakit mulut (clinical oral medicine). Edisi Ke 2. Alih bahasa Lilian Yuwono. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran; 1990. h. 1-11.
Dalam laporan penelitian ini dapat disimpulkan kesembuhan, dan perubahan ukuran lesi SAR antar kelompok terapi obat kumur kitosan, klorheksidin, dan tetrasiklin. Kitosan secara efektif dapat digunakan sebagai terapi alternatif perawatan lesi SAR, jika dibandingkan dengan klorheksidin glukonat dan tetrasiklin. Diharapkan dapat dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kitosan terhadapat penyembuhan lesi oral dengan kehilangan integritas mukosa dengan jumlah sampel lebih banyak.
ditemukan perbedaan bermakna perubahan ukuran lesi pada kunjungan 1 dan kunjungan 2 (P=0,856) serta kunjungan 1 dan kunjungan 3 (P=0,637) antar kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa efek kitosan ternyata dapat mencapai tingkat yang setara dengan tetrasiklin maupun klorheksidin dalam terapi SAR.
Sedangkan pada kitosan, selain efek antimikrobial kesembuhan lesi diduga didukung juga oleh efek mukoadhesif.
1,12
Kemampuan klorheksidin dan tetrasiklin untuk mempengaruhi kesembuhan lesi secara klinis, baik durasi kesembuhan dan penurunan diameter lesi merupakan akibat efek antimikrobial menjaga lesi bersih, sehingga menciptakan kondisi yang mendukung penyembuhan.
yang menyatakan bahwa kelompok tetrasiklin menunjukkan reduksi ukuran secara signifikan dibandingkan plasebo.
17
3. Baccaglini L, Lalla RV, Bruce AJ. Urban legends: recurrent aphthous stomatitis. Oral Dis 2011; 17(8): 755–70.
9 Berdasarkan analisis Kruskal-Wallis tidak
Sungkono dan Gunardi: Efektivitas kitosan terhadap skor rasa sakit dan kesembuhan lesi stomatitis aftosa rekuren Jurnal PDGI 65 (2) Hal. 37-42 © 2016
14. Hayrinen-Immonen R, Sorsa T, Pettila J. Effect of tetracyclines on collagenase activity in patients with recurrent aphthous ulcers. J Oral Pathol Med 1994; 23: 269–72.
15. Hennricsson V, Axell T. Treatment of recurrent aphthous ulcers with aureomycin mouth rinse or zendium dentifrice. Acta Odontol Scand 1985; 43(1): 47-52.
16. Matthews RW, Scully CM, Levers BGH. Clinical evaluation of benzydamine, chlorhexidine and placebo mouthwashes in the management of recurrent aphthous stomatitis. Oral Surg 1987; 63: 189–91.
17. Graykowski EA, Kingman A. Double-blind trial of tetracycline in recurrent aphthous ulceration. J Oral Pathol 1978; 7(6): 376-82.