MENGAPA ADA KEJAHATAN KEJAHATAN DARI PER

MENGAPA ADA KEJAHATAN?
KEJAHATAN DARI PERSPEKTIF KEKRISTENAN
1. Pendahuluan
Masalah kejahatan adalah masalah yang dialami oleh banyak orang, bahkan semua
orang mengalaminya. Tidak hanya orang yang jahat tetapi juga dialami oleh orang yang baik.
Banyak orang mempertanyakan hal ini, mengapa orang baik dapat mengalami hal yang jahat?
Seperti yang dikatakan Harold S. Kushner dalam bukunya When Bad Things Happen to
Good People bahwa tidak hanya orang yang bermasalah yang mempertanyakan mengenai
kejahatan tetapi hampir semua orang mempertanyakan mengenai kejahatan.1 Hal ini tidak
hanya menjadi pertanyaan yang biasa seperti pertanyaan pada umumnya namun pertayaan ini
juga menjadi masalah yang besar bagi orang-orang yang ingin mempercayai Tuhan.2
Kejahatan menjadi penghalang bagi mereka untuk mengenal Tuhan. Bahkan bagi beberapa
orang sangat sulit untuk mempercayai Tuhan, sebab banyaknya kejahatan yang mereka alami.
Tidak hanya itu beberapa orang yang sudah percaya menjadi kembali ragu setelah mengalami
hal-hal yang buruk (kejahatan) dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu kejahatan terus
menjadi pertanyaan yang sulit dijawab dan terus menjadi perdebatan hingga hari ini.
Kejahatan bukan sekedar pelbagai perbuatan bukan baik yang keluar dari hati
manusia yang amburadul, melainkan inti keras dan jahat di dalam perbuatan-perbuatan itu.
Kejahatan adalah sikap yang menolak tarikan hati nurani, yang dengan sengaja mau
melakukan kejahatan, kekejian, kekejaman, ketidakadilan meskipun menyadari bahwa sikapsikap itu jahat. 3 Jadi, kejahatan terletak pada kehendak manusia yang tidak mau bersikap
baik.

Bagi John G. Stackhouse, kejahatan dapat dibagi menjadi dua yaitu kejahatan alami/
kejahatan natural dan kejahatan moral manusia.4 Kejahatan alami atau natural adalah
kejahatan yang terjadi diluar diri manusia. Dalam hal ini kejahatan yang sering dikatakan
kejahatan alami adalah bencana alam dan penyakit, kedua hal ini dikatakan kejahatan alami
karena terjadi diluar tanggung jawab manusia, manusia tidak berandil didalamnya. Kejahatan
1 Harold S. Kushner, When Bad Things Happen to Good People (New York: Avon Books,

1989), 6.
2 Kushner, When Bad Things Happen to Good People, 6-7.
3 Franz Magnis Suseno, Menalar Tuhan (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 218.
4 John G. Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, terj. Lily Endang Joeliani (Jakarta: Bhuana
Ilmu Populer, 2008), 40.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

ini bukan salah makhluk ciptaan melainkan mungkin ini adalah kesalahan Tuhan.5 Sedangkan
kejahatan moral adalah kejahatan akibat rusaknya moral manusia, kejahatan seperti ini terjadi
karena kesalahan manusia dan ini adalah tanggung jawab dari manusia yang melakukannya.

Jadi kejahatan adalah tidak adanya kebaikan baik dari manusia (kejahatan moral) maupun
alam atau dari hal lain yang manusia sendiri tidak dapat mengerti (kejahatan alami).Semua
kejahatan yang terjadi tidak pernah lepas dari penderitaan, kejahatan yang terjadi selalu
menyebabkan manusia menderita, baik itu kejahatan natural maupun kejahatan moral.
Penderitaan selalu menjadi ujung dari kejahatan, tidak ada kejahatan yang tidak berujung
pada rasa sakit atau penderitaan.6
Isu kejahatan membawa kita untuk bertanya mengenai Tuhan. Pertanyaan , mengenai
Tuhan menjadi hal penting karena pada abad 21 ini hal mengenai“Tuhan” menjadi lebi
mendesak. Mendesak karena pada masa pencerahan, di abad 17 dan 18, filsafat menjadi lebih
kristis terhadap agama, Tuhan tidak lagi menjadi objek diskursus filsafat. Filsafat sampai
kepada pengertian bahwa agama adalah urusan masing-masing pribadi. Tidak hanya itu,
masalah ketuhanan ini bagi kaum yang percaya, juga menjadi masalah karena mereka tidak
mau membicarakan Tuhan secara rasional dan berhenti pada pengertian bahwa Tuhan
dipercayai hanya melalui iman, Tuhan tidak bisa dipikirkan dan sama sekali nalar itu tidak
bisa sampai kepada Tuhan.7 Kenyataannya Tuhan tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia
tetapi sesungguhnya iman Kristen bukanlah iman yang tidak rasional. Berpikir mengenai
Tuhan bukanlah hal yang salah, karena memang orang Kristen perlu
mempertanggungjawabkan imanya kepada Tuhan dan sesama, sehingga tidak cukup dengan
hanya dengan mengatakan percaya melalui iman.


2. Pandangan Mengenai Kejahatan
Masalah kejahatan ternyata telah menjadi pertanyaan sejak lama dan dialami oleh
semua orang disegala abad dan tempat. Banyak kejahatan yang terjadi dan membuat manusia
menderita, hidup manusia menjadi kacau dan tidak tenang. Kejahatan yang dimaksudkan
dalam hal ini, tidak hanya kejahatan yang dilakukan oleh orang lain namun kejahatan yang
terjadi secara “alami” atau kejahatan natural. Seperti yang Hume katakan mengutip perkataan
Damae bahwa meskipun manusia mengalami hinaan-hinaan eksternal dari luar dirinya namun
5 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 43.
6 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 51-52.
7 Suseno, Menalar Tuhan, 19-20.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

yang dari dalam tubuh jauh lebih mengerikan, seperti penyakit yang menyerang manusia dan
membuat manusia merasakan penderitaan yang hebat.8 Manusia memang mengalami
penderitaan sebagai akibat dari kejahatan yang disebabkan oleh orang lain di sekitarnya dan
hal-hal yang ada di luar dirinya tetapi manusia juga mengalami banyak sekali kejahatan yang
timbul dari dalam dirinya seperti halnya pada bagian ini Damae menyebutkannya sebagai

penyakit. Bagi Hume yang mengutip Damae, ini adalah salah satu kejahatan yang terjadi
begitu saja (natural) dan tidak dapat dihindari sehingga ini menjadi masalah yang serius dan
menjadi pertanyaan besar, bagaimana ini bisa terjadi dansiapa yang membiarkan atau apa
yang menyebabkan manusia bisa mengalami penderitaan. Pertanyaan ini membawa Hume
pada pertanyaan yang paling mendasar yaitu mempertanyakan mengenai Tuhan yang adalah
sumber dari segalanya. Pertanyaan Hume mengenai Tuhan dimulai dengan mengutip
perkataan Epicurus mengenai kejahatan dan Tuhan,
Epicurus’s old questions are yet unanswered. Is he willing to prevent evil, but not able? Then
is he impotent. Is he able, but not willing? Then is he malevolent. Is he both able and willing?
Whence then is evil?”9

Bagi Hume dan Epicurus kemahakuasaan Tuhan, kebaikan-Nya dan kejahatan adalah
hal yang bertentangan. Tuhan tidak mungkin mahabaik jika Dia mengizinkan kejahatan, dan
Tuhan tidak mungkin mahakuasa jika Dia tidak bisa menghilangkan kejahatan. Oleh karena
itu, kenyataan bahwa kejahatan tetap ada mau menyatakan bahwa salah satu pernyataan
mengenai kemahabaikan atau kemahakuasaan Tuhan adalah salah.Tidak mungkin ada Tuhan
yang mahabaik dan mahakuasa tetapi pada saat yang sama terdapat kejahatan. Bagi Hume
satu-satunya cara untuk mendukung kemahabaikan Tuhan hanya dengan menyangkali adanya
penderitaan dan kejahatan yang menimpa manusia.10 Paling tidak salah satu pernyataan itu
adalah salah.

Hume memandang lebih jauh dengan mempertanyakan hal ini karena melihat dari sisi
akibat yang ditimbulkan dari kejahatan yaitu penderitaan,
“why is there any misery at all in the world? Not by chance, surely. From some cause
then. Is it from the intention of the Deity? But he is perfectly benevolent. Is it contrary
to his intention? But he is almighty”11
8 David Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, ed. Dorothy
Coleman (Cambridge: Cambridge University Press, 2007), 71.
9 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 74.
10 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 75.
11 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 76.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

Hume bertanya mengapa ada penderitaan dan darimana asal penderitaan itu. Apakah
kejahatan itu berasal dari yang Ilahi? Tapi Dia sempurna dalam kebaikan-Nya. Apakah Dia
tidak bisa menghilangkannya? Tapi dia mahakuasa. Jadi darimana asalnya kejahatan yang
menyebabkan penderitaan itu? Hume bahkan melihat hal yang lebih besar lagi, dimana bagi
Hume, sejak seseorang dilahirkan dan masuk ke dalam dunia, dia masuk melalui pintu

pertama yaitu penderitaan dan hal itu akan terus hadir dalam kehidupannya. Hal yang sama
dialami oleh orang tuanya sampai pada akhir kehidupannya.12 Penderitaan tidak hanya
dialami oleh orang yang sudah dewasa, orang yang sudah tahu banyak hal tetapi bahkan
sudah dialami oleh anak-anak yang tidak tahu apa-apa, seseorang yang belum disentuh oleh
rusaknya dunia. Ini juga adalah salah satu kejahatan natural. Kejahatan natural ini tidak bisa
berasal dari manusia sehingga ini pastilah dilakukan oleh orang atau sesuatu yang lain yang
lebih besar dari manusia dan pastilah ini dilakukan oleh Tuhan. Hume menyatakan hal ini
dengan menggambarkan dunia ini sebagai rumah dengan semua masalah yang ada di
dalamnya, dan Tuhan sebagai arsitek dari rumah tersebut.
Did I show you a house or palace, where there was not one apartment convenient or
agreeable; where the windows, doors, fires, passages, stairs, and the whole economy of the
building were the source of noise, confusion, fatigue, darkness, and the extremes of heat and
cold; you would certainly blame the contrivance, without any farther examination. The
architect would in vain display his subtlety, and prove to you, that if this door or that window
were altered, greater ills would ensue. What he says, may be strictly true: The alteration of
one particular, while the other parts of the building remain, may only augment the
inconveniences. But still you would assert in general, that, if the architect had had skill and
good intentions, he might have formed such a plan of the whole, and might have adjusted the
parts in such a manner, as would have remedied all or most of these inconveniences. 13


Sama seperti dunia ini, jika ada sesuatu yang tidak beres, jika dunia ini mengalami masalah
dan jika Tuhan adalah arsiteknya maka Dia yang akan disalahkan dan dimintai
pertanggungjawaban. Dan jika Tuhan memiliki maksud yang baik bagi dunia ini dan memang
Dia mampu (mahakuasa dan mahabaik) maka seperti arsitek yang memiliki keterampilan dan
maksud yang baik, Dia akan memperbaiki dunia ini. Oleh karena itu bagi Hume memang
tidak ada yang bisa disalahkan atau dipertanyakan selain Tuhan yang dipercaya oleh orang
percaya sebagai arsitek dunia ini.
Bagi Hume banyak kejahatan terjadi bukan karena manusia yang melakukannya
melainkan karena Tuhanlah yang melakukannya. Hume tidak bisa mempercayai dan terus
mempertanyakan bagaimana mungkin ada Tuhan yang baik dan mahakuasa tetapi juga
12 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 70.
13 Hume, Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings, 79-80.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

membiarkan kejahatan. Hume melihat bahwa seluruh manusia melalui jalan yang sama yaitu
penderitaan dan itu disebabkan oleh kejahatan.
3. Apologetika terhadap adanya Kejahatan

Pertanyaan mengenai benarkah Tuhan adalah Tuhan yang mahakuasa dan mahabaik
dengan kejahatan tetap ada adalah pertanyaan yang tidak terhindarkan dengan keadaan saat
ini. Manusia mencari Tuhan sebagai pelindung dari segala yang jahat tetapi pada saat yang
sama juga mengalami kejahatan yang menyebabkan manusia itu menderita. Pertanyaan ini
muncul bukan tanpa sebab karena, memang ini menjadi hal yang tidak terhindarkan bagi
semua manusia dan semua manusia mengalaminya. Banyak cara yang dipakai untuk
menyelesaikan masalah ini, dimana penyelesaiannya memakai pembelaan rasional dan juga
pendekatan Alkitab. Beberapa pembelaan yang dipakai tetapi tidak Alkitabiah sehingga
pembelaan tersebut perlu untuk ditinjau kembali, misalnya, 14
-

Pembelaan tentang ketidaknyataan kejahatan,

-

Kelemahan ilahi yang menyatakan bahwa memang Allah tidak mahakuasa,

-

Pembelaan kausa tidak langsung, dalam pembelaan ini Allah adalah pemimpin

tertinggi tetapi Dia tidak melakukan eksekusi dilapangan,

dan banyak pembelaan yang menurut penulis kurang Alkitabiah.
Penulis memilih menyelesaikan hal ini dengan memakai pendekatan Alkitabiah. John
Frame mengatakan bahwa, Allah adalah standar bagi tindakan-Nya sendiri dan Dia tidak
berutang penjelasan tentang apa yang Dia lakukan.15 Manusia tidak bisa menuntut Allah
untuk menjelaskan kepada manusia apa yang Dia lakukan. Allah ingin menyatakan
kedaulatan-Nya untuk dipercaya dan ditaati. Seperti yang terlihat dalam beberapa bagian
Alkitab, dalam kasus tertentu Alkitab tetap “diam” dan tidak memberikan alasan yang jelas
mengapa kejahatan itu terjadi. Misalnya mengenai kejatuhan manusia, Alkitab tidak
menjelaskan darimana datangnya ular yang menggoda Hawa, bagaimana kejahatan itu bisa
masuk dalam taman Eden dan membuat manusia jatuh atau mengenai kisah Ayub, dimana dia
meminta penjelasan dari Allah tentang apa yang dia alami dan mengapa dia mengalami hal
itu tetapi Allah tidak juga memberikan penjelasan kepadanya. Allah bukan hanya tidak
memberikan jawaban kepada Ayub tetapi Allah juga membuat Ayub “kalah” dalam
perdebatannya dengan Allah (Ayb. 39:37). Dalam Perjanjian Baru bahkan Paulus sang rasul
14 John M. Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, terj. R.BG. Steve Hendra (Jakarta:
Momentum, 2000), 199-219.
15 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 221.


Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

besar tidak merasa berkewajiban untuk menjawab pertanyaan ini.16 Dalam suratnya kepada
jemaat di Roma Paulus menggarisbawahi beberapa hal yang perlu ketahui sehubungan
dengan pertanyaan mengenai kejahatan yaitu, bahwa kita tidak berhak untuk memprotes
Allah, Allah tidak berkewajiban menjawab setiap pertanyaan kita, kedaulatan Allah tidak
boleh dipertanyakan sehubungan dengan problem kejahatan, malahan harus digarisbawahi,
bahwa firman Allah, kebenarnan-Nya sama-sama dapat dipercayai, dan Allah adalah Allah
yang adil, kudus dan baik.17 Allah sepenuhnya benar dalam tindakan-Nya. Namun walaupun
demikian penulis akan mencoba menjawab hal ini.
Beberapa pendapat yang bagi penulis mampu menjadi jawaban adalah,
1. Bentuk kasih Allah
Kejahatan natural terjadi dalam batasan yang tidak manusia ketahui, sehingga perlu sekali
untuk menyadari apa yang ada dibalik kejahatan tersebut. Setiap kejadian yang terjadi dapat
dilihat dari dua sisi yang berbeda, melihat dengan perspektif yang negatif kita akan sangat
sulit untuk mengerti tetapi ketika mencoba melihat dari sisi yang berbeda seringkali kita
menemukan hal-hal yang lain. Seperti kata John G. Stackhouse, bahwa kejahatan kadang
dapat menghasilkan hal yang baik. Stackhouse menyetujui apa yang Philip Yancey dan Paul

Brand katakan bahwa kadang rasa sakit akibat kejahatan natural adalah anugerah dan bukan
kutukan. Brand mengambil contoh ketika dia merawat orang sakit yang tidak bisa merasakan
sakit sehingga mereka bisa menyakiti diri mereka sendiri tanpa mereka sadari, dalam hal
seperti ini Brand mengatakan bahwa rasa sakit adalah anugerah. 18 Dalam hal ini rasa sakit
yang manusia alami membuat manusia lebih berhati-hati untuk bertindak bahkan pada dirinya
sendiri. Manusia tidak menyakiti dirinya karena manusia bisa merasakan kesakitan itu.
Dalam hal ini kejahatan yang menyebabkan rasa sakit ini menjadi sebuah “anugerah”. Jadi,
Tuhan menciptakan beberapa rasa sakit yang manusia anggap sebagai kejahatan ini sebagai
bentuk kasih-Nya kepada manusia. Walaupun demikian masih banyak pertanyaan lain yang
tersisa mengapa kejahatan natural seperti penyakit yang sepertinya tidak ada gunanya tetap
terjadi.
2. Manusia sadar akan dirinya, bertumbuh dan semakin kenal Tuhan

16 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 221-224.
17 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 230.
18 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 74.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

Kadangkala kejahatan natural yang terjadi sepertinya tidak ada gunanya sehingga,
membuat kita harus memikirkan apa yang sebenarnya Allah inginkan. Bagi iman Kristen
dibalik apa yang terjadi selalu ada hal yang Tuhan inginkan manusia ketahui. Tuhan ingin
manusia menemui Dia dengan cara yang berbeda karena Tuhan bekerja bagi mereka juga
berbeda-beda. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan Kushner bahwa manusia dapat
menemukan hal-hal baik dalam semua hal yang terjadi,19 tidak terkecuali kejahatan. Tidak
hanya itu, Timothy Keller menyatakan bahwa penderitaan yang disebabkan oleh kejahatan
harus ada untuk membuat manusia menyadari akan adanya kebaikan, tanpa kejahatan
manusia tidak akan dapat mengerti apa itu kebaikan, khususnya kebaikan yang Kristus
lakukan dalam penderitaan-Nya.20 Jadi bagi Keller kejahatan itu menjadi petunjuk untuk
membuat manusia sadar akan adanya kebaikan dan yang lebih esensial dari itu yaitu manusia
bisa lebih mengerti pengorbanan Kristus. Penderitaan yang Kristus alami untuk penebusan
dosa manusia bukanlah penderitaan yang biasa, lagipula manusia harus menyadari
kadangkala ada hal yang harus dibayar untuk melakukan sesuatu dan Kristus membayar
harga yang sangat mahal untuk penebusan dosa yang kita lakukan.
Tidak hanya itu bagi Stackhouse, kejahatan seringkali menjadikan kita lebih matang
dalam hal watak, seperti latihan yang akan memperkuat otot demikian juga kesulitan hidup
akan menguji dan meningkatkan jiwa kita.21 Dalam hal ini kejahatan yang manusia alami
menyebabkan manusia mengalami banyak kesulitan dan kesulitan itu membuat manusia
menjadi lebih baik dalam kehidupannya. Misalnya saja ketika seseorang pernah mengalami
kesulitan dan melihat orang lain kesulitan, mungkin dia akan lebih mengerti dan lebih bisa
menolong orang tersebut. Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri kemungkinan orangorang yang pernah mengalami kesulitan tetap akan membiarkan orang lain mengalami
kesulitan. Dan juga kejahatan yang manusia alami dapat mengingatkan manusia akan
keterbatasannya dan kebutuhannya,22 akan orang lain dan terutama akan Tuhan. Bukan berarti
penulis mengatakan bahwa kejahatan memang harus ada dan menjadi alat untuk membuat
manusia lebih baik. Namun tidak bisa dipungkiri kadangkala kejahatan membawa seseorang
pada pertumbuhan yang lebih baik.

19 Kushner, When Bad Things Happen to Good People, 48.
20 Timothy Keller, Rasio bagi Allah: Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme, ed. Stevy
Tilaar, terj. Junedy Lee (Surabaya: Momentum, 2013), 48-50.
21 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 75.
22 Stackhouse, Bisakah Tuhan Dipercaya?, 75.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

Yakub Susabda dalam bukunya mengutip Paulus menyatakan bahwa, hal-hal jahat yang
manusia rasakan dalam atribut kebaikan (goodness) Allah yang aktif dan dapat bebas
melepaskan diri, dipakai Allah untuk mencapai tujuan-Nya yang mulia.23 Dalam suratnya
kepada jemaat di Korintus, Paulus menuliskan betapa dia sendiri telah mengalami kebaikan
Allah hadir baginya dalam bentuk pengalaman yang menyakitkan (2 Kor. 12:7-10). Bagian
Alkitab yang lain dalam Ulangan 8:2-6, bahwa seluruh perjalanan panjang yang Tuhan
berikan bagi umat Israel sebelum sampai ke tanah perjanjian dipakai Allah untuk
merendahkan hati bangsa itu dan menunjukkan betapa kasih Tuhan besar bagi umat-Nya.
Walaupun mereka terus memberontak dan membuat Allah murka, Allah mengajari umat-Nya
seperti seseorang mengajari anaknya. Dalam penderitaan yang umat-Nya alami Allah hadir
membentuk mereka semakin mengenal Allah. Jadi bagian ini mau menyatakan bahwa
kadangkala kejahatan yang terjadi diijinkan Allah untuk membuat manusia bertumbuh
semakin baik dan bahkan semakin mengenal Allah. Seperti yang Ronald H. Nash katakan
bahwa kesalehan manusia tidak didapatkan secara instan, dan ada proses yang harus dilalui
dan dalam proses tersebutlah manusia ditempatkan pada posisi harus menghadapi banyak
tantangan, mengalami bahaya dan kekecewan. Bagi Nash manusia tidak bisa bertumbuh
tanpa lingkungan yang seperti itu.24 Lingkungan yang memberikan semua yang manusia
inginkan akan menghambat pertumbuhan manusia sehingga tampaknya Allah memiliki
alasan yang baik menijinkan kejahatan itu ada. Jikalau manusia tumbuh dengan semua hal
yang dia inginkan dia dapatkan maka akan sangat sulit sekali menemukan dirinya bisa
bertumbuh karena dia tidak terbiasa untuk berusaha, dia hanya duduk dan mendapatkan
semua yang dia inginkan. Manusia menjadi pasif dan tidak berusaha untuk mencari apa yang
dia butuhkan.
3. Common Goodness
Kembali kepada kejahatan secara umum yang dipermasalahkan oleh Hume, mengapa ada
kejahatan apabila Tuhan mahabaik dan mahakuasa? Tuhan tidak mampu menghapusnya
berarti Tuhan tidak mahakuasa atau Tuhan membiarkan itu terjadi berarti Dia tidak
mahabaik Tuhan mengizinkan semua hal yang terjadi dalam dunia ini terjadi, termasuk juga
kejahatan. Tuhan tidak tutup mata dan bukannya tidak tahu bahwa kejahatan ada dan
menyiksa manusia. Namun memang yang menjadi masalah adalah mengapa Tuhan
23 Yakub Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah (Yogyakarta: Andi, 2010 ), 168.
24 Ronald H. Nash, Konflik Wawasan Dunia, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum,
2000), 150.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

mengizinkan hal ini terjadi. Susabda menjawab hal ini dengan menyatakan bahwa kebaikan
Tuhan dalam kronos hanya dapat dilihat manusia dalam bentuk manifestasi kebaikan umum
(common goodness) yang dialami semua manusia tetapi sesungguhnya atribut kebaikan Allah
tidak terikat dengan hal-hal tersebut karena dalam kebaikan Allah ada keadilan, murka dan
hukuman atas dosa. Kebaikan Allah bukan bagian dari natur yang sudah berdosa sehingga
orang percaya hanya bisa melihat kebenaran Allah sebagai buah dari Roh. Oleh karena itu
Susabda sampai pada kesimpulan bahwa hanya orang saleh (saints) yang dapat melihat
kebaikan Allah dalam semua peristiwa (2 Taw. 6:41), termasuk didalamnya hukuman atas
dosa (2 Sam. 11-16:10, 24:14).25 Hal ini mau menyatakan bahwa manusia tidak mampu
sepenuhnya memahami kebaikan Allah. Lagipula manusia tidak bisa langsung menyatakan
bahwa kebaikan Allah bertentangan dengan kejahatan yang terjadi karena sesungguhnya
dalam kronos manusia hanya mampu memahami kebaikan Allah dalam manifestasi yang
umum (kesembuhan, hidup yang nyaman, kebutuhan terpenuhi, kesuksesan, dan sebagainya),
sehingga manusia tidak mengenal keseluruhan dari kebaikan Allah yang sesungguhnya.
Hanya orang yang saleh yang mampu mengenal kebaikan Allah dalam dunia yang penuh
dengan kejahatan dan keburukan ini.
4. Decreed Will, Revealed Will dan Kehendak Bebas
Susabda juga menjelaskan mengenai Allah yang mahabaik dan mahakuasa dalam
kehendak-Nya, dimana kehendak Allah adalah diri-Nya sendiri dan esensi Allah itu sendiri.
Namun banyak kehendak Allah yang tidak terpenuhi, Allah menghendaki manusia untuk
memberitakan injil, mengenal Alkitab, hidup dalam kekudusan, dan mengasihi sesamanya (1
Tes. 4:2; Kol. 3:23). Namun realitanya sebagian besar manusia tidak melakukannya. Oleh
karena itu Susabda menyimpulkan bahwa Allah tidak memaksakan kehendak-Nya untuk
terjadi walaupun Dia adalah Allah yang mahakuasa (omnipotent). Susabda membedakan
antara kehendak Allah yang Dia tetapkan terjadi (decreed will) dan kehendak Allah yang Dia
singkapkan sehingga melibatkan kebebasan manusia untuk mendemonstrasikan imannya
(revealed will).26 Hal yang Allah tetapkan untuk terjadi pasti akan terjadi, hal-hal yang seperti
ini bersifat sangat esensial, dan tidak bisa berubah. Kehendak yang seperti ini adalah
menyangkut hal-hal yang esensial, seperti keselamatan yang kekal dalam Yesus Kristus
(kematian, kebangkitan, penebusan). Dan kehendak Allah yang kedua yaitu revealed will
adalah kehendak Allah yang bisa saja tidak terjadi karena Allah memberikan kesempatan
25 Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah, 168.
26 Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah, 194.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

kepada manusia untuk mengambil keputusan sesuai dengan iman yang dia miliki kepada
Allah. Dalam beberapa hal, Allah membiarkan manusia terlibat dengan apa yang Dia ingin
lakukan. Namun Allah tetaplah Allah yang mahakuasa walaupun Dia membiarkan manusia
untuk memilih apa yang mereka mau kerjakan dan tetap mengambil resiko bahwa kadangkala
dalam kebebasan tersebut yang manusia kerjakan hanyalah kejahatan. Bagi Alvin Plantinga
fakta bahwa ciptaan-ciptaan bebas terkadang bertindak salah, tidaklah melawan
kemahakuasaan Allah ataupun bertentangan dengan kebaikan-Nya; karena Allah hanya
mungkin mencegah kejahatan moral manusia dengan meniadakan juga kemungkinan bagi
kebaikan moral.27 Jadi Plantinga mau menyatakan bahwa dalam membiarkan manusia
memiliki kehendak, Allah tetaplah Allah yang mahakuasa dan dalam menciptakan dunia yang
memungkinkan kejahatan Allah tetaplah Allah yang mahabaik karena dalam kejahatan itu ada
kebaikan. Kesalahan dalam hal ini dilakukan oleh manusia yang salah dalam memaknai
kehendak bebas tersebut.
Bagi Nash mudah sekali untuk melihat betapa banyaknya kejahatan di dunia ini yang
diakibatkan oleh pilihan bebas manusia.28 Sejak kejatuhan manusia kedalam dosa sulit, sekali
untuk manusia mengambil keputusan yang baik karena keinginan manusia semata-mata
adalah jahat (Kej. 6:5, 8:21). Hal ini menjadi salah satu pembelaan bagi adanya kejahatan
moral. Keinginan manusia yang semata-mata adalah jahat membawa manusia kepada
keinginan untuk selalu melakukan kejahatan tetapi hal ini tidaklah cukup untuk menjelaskan
mengapa ada kejahatan. Manusia bebas untuk memilih melakukan apa yang baik dan apa
yang jahat sesuai dengan iman mereka kepada Tuhan. Kebebasan itu perlu karena ketika
Tuhan hanya memberikan kepada manusia untuk melakukan hal yang baik maka manusia
tidaklah bebas secara signifikan, bahkan dalam melakukan kebaikan tersebut manusia tidak
bebas. Manusia melakukan kebaikan karena memang hanya itu yang bisa manusia lakukan.
Hal sebaliknya terjadi dengan kejahatan, manusia jika hanya diberi kemampuan untuk
melakukan kejahatan maka manusia itu tidaklah bebas. Dia melakukan kejahatan karena
hanya itu yang bisa dia lakukan. Jadi manusia diberi kebebasan secara signifikan oleh Allah
untuk melakukan sesuatu dan mempertanggungjawabkannya tetapi manusia tetap tidak bisa
untuk “mengubah” Allah. Manusia bebas dalam keterbatasannya, dalam hal ini kebebasan
manusia sama seperti seekor ikan, seekor ikan hanya bebas selama dia di dalam air dan ketika
dia keluar dari air dia tidak akan bebas lagi, dia akan mati. Manusia bebas dalam batas-batas
27 Alvin C. Plantinga, Allah, Kebebasan, dan Kejahatan, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya:
Momentum, 2013), 43.
28Nash, Konflik Wawasan Dunia, terj. Irwan Tjulianto (Surabaya: Momentum, 2000), 147.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

yang sangat esensial bagi manusia itu sendiri sama seperti ikan yang hanya bebas jika ada
dalam air[.] manusia diberikan kebebasan dalam konteks kronos,29 inilah bukti kebaikan dan
kemahakuasaan Tuhan bagi manusia. Sama seperti dikatakan Inawaty Teddy bahwa Tuhan
mengatur kehidupan manusia sedemikian rupa dapat dilihat sebagai bentuk pemeliharaan
Tuhan yang sangat ajaib bagi umat-Nya dan bukan bentuk Tuhan mengekang manusia.30
Namun dalam kehendak bebas inilah manusia melakukan kejahatan. Jadi kejahatan itu timbul
dari manusia itu sendiri, walaupun memang kejahatan manusia itu juga tetap dalam izin
Tuhan. Jadi ada sebab akibat di dalam kehendak bebas manusia. Manusia “perlu” bebas
sehingga Tuhan memberikan kebebasan kepada manusia tetapi manusia dalam kebebasannya
seringkali jatuh dan melakukan kejahatan.
5. Perspektif Baru
Dalam kemahakuasaan dan kemahabaikan-Nya, Tuhan tidak membiarkan manusia untuk
“buta” dan menerima saja semua hal yang terjadi. Tuhan tetap memberikan konteks-konteks
untuk manusia belajar dan semakin mengenal Tuhan. Bagi Frame hal ini Allah berikan dalam
konteks dimana Allah memberi kita perspektif baru dalam melihat sejarah melalui masa lalu,
masa kini dan masa yang akan datang melalui mata-Nya.31 Melalui masa lalu, ketika kita
berteriak kepada Allah dan sepertinya Allah tidak menjawab atau sebenarnya Dia menjawab
dengan mengatakan tunggu tetapi kita tidak tahu. Allah menunjukkan kepada kita betapa
besarnya proses menunggu ini. Dalam sejarah bangsa pilihan Allah, Allah membuat mereka
menunggu dalam waktu yang lama, melalui proses yang panjang sampai mereka tiba di
tempat mereka yang baru yaitu tanah perjanjian. Dalam proses yang panjang itu umat
mengalami banyak hal, baik dan buruk, sehingga dalam keadaan yang buruk terkadang
mereka juga melakukan pemberontakan terhadap Allah tetapi dalam keadilan-Nya, Allah
menghakimi mereka dan dalam kasih-Nya tetap beranugrah bagi mereka. Dalam penantian
itu betapa banyak penderitaan yang umat alami, betapa banyak pertanyaan yang umat simpan
dan ingin tanyakan tetapi tidak bisa sehingga mereka menunjukkannya melalui
pemberontakan kepada Allah. Namun kembali Allah dalam anugerah-Nya mengampuni dan
tetap menyertai mereka tetapi ini menyebabkan muncul masalah lain, sebab Allah telah
berjanji kepada umat-Nya tetapi karena umat begitu bebal Allah harus menghukum mereka.
29 Susabda, Mengenal dan Bergaul dengan Allah, 255.
30 Inawaty Teddy, “ Mazmur 139” (makalah disampaikan dalam kuliah eksposisi Perjanjian
Lama, Jakarta, STTRI, 13 November 2015).
31 Frame, Apologetika bagi Kemuliaan Allah, 231-145.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

Bagaimana janji Allah dapat digenapi dan dalam waktu yang sama hukuman Allah diberikan?
Hal ini menjadi pertanyaan karena keduanya begitu berkontradiksi, dan Allah menjawab ini
semua melalui penebusan-Nya. Kristus karena kasih-Nya memberikan diri-Nya untuk
dihukum demi menebus dosa umat. Penebusan memang tidak menyelesaikan semua masalah
kejahatan tetapi melalui penebusan kita melihat bagaimana Allah bekerja bagi umat-Nya dan
menyelamatkan mereka. Allah juga menolong kita melihat melalui teladan para pahlawan
iman, bagaimana mereka begitu percaya kepada Tuhan dan menderita karenanya lebih
daripada yang kita alami saat ini tetapi mereka tetap teguh. Mereka belum mengalami
kekayaan penebusan tetapi mereka begitu teguh percaya kepada Tuhan (Ibrani 11). Jadi
Tuhan menolong kita melihat dimasa lalu lebih dimana terdapat banyak kejahatan yang
terjadi dan umat lebih menderita tetapi Tuhan tetap mengasihi mereka dan tetap menyertai
mereka. Dan melalui pahlawan iman, Tuhan menunjukkan teladan yang sungguh-sungguh
percaya teguh kepada Tuhan walaupun mereka belum menikmati penebusan Kristus.
Melalui masa sekarang, Allah menolong kita melihat kejahatan dari persfektif yang baru,
yaitu kejahatan yang sering membawa kepada kebaikan, kita melihat hal ini melalui
pengalaman iman dan juga melalui Alkitab. Allah seringkali membiarkan kejahatan untuk
membuat kebaikan yang lebih besar. Dalam Alkitab, Allah mengizinkan manusia mengalami
kejahatan untuk tujuan-tujuan tertentu. Diantaranya, untuk menunjukkan kasih setia-Nya
(Rm. 3:26; 5:8, 20-21; 9:17), menunjukkan penghakiman atas kejahatan itu sendiri (Mat.
23:35; Yoh. 5:14) tetapi tetap bahwa tidak ada korelasi antara dosa-dosa seseorang dengan
kejahatan yang menimpa dia saat ini (Ayub; Luk,13:1-5), tujuan penebusan: penderitaan
Kristus bersifat penebusan (1 Pet. 3:18) dan juga menunjukkan bahwa orang yang
memberitakan Injil mengalami penderitaan karena kesaksian mereka (2 Tim. 3:12), ini juga
sebagai nilai kejut bagi orang-orang yang tidak percaya, maksudnya menarik perhatian
mereka dan menimbulkan perubahan hati (Zak. 13:7-9; Luk. 13:1-5; Yoh. 9), menunjukkan
disiplin Bapa kepada orang-orang percaya (Ibr. 12), dan juga sebagai pembuktian Allah (Rm.
3:26). Walaupun hal itu disingkapkan kita tetap tidak selalu mengerti mengapa Allah memilih
cara seperti itu untuk mencapai tujuan kebaikan-Nya tetapi yang kita yakini adalah Allah
selalu menetapkan kebaikan dibalik kejahatan yang terjadi (Rm. 8:28) hal ini hanya berlaku
bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.
Melalui masa depan, dimana Allah berjanji bahwa dimasa depan Allah akan benar-benar
membuktikan diri-Nya dan melepaskan kita semua dari kejahatan. Allah tidak akan
membiarkan kita dalam kejahatan terus menerus. Saat kemuliaan datang, yang jahat akan
hilang dan orang benar tidak akan menderita lagi. Manusia menerima janji Allah dimasa yang
Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

akan datang. Dan dengan semua kebingungan yang kita simpan dan semua pertanyaan yang
ingin kita tanyakan, mungkin pada saat kita bertemu muka dengan muka dengan Allah kita
akan kehilangan semua kebingungan itu karena melihat Allah dalam kemegahanNya. Kita
tidak akan lagi mempertanyakan mengenai kejahatan yang terjadi.

4. Kesimpulan
Kejahatan yang menimpa manusia bukanlah hal yang “biasa” dan bisa diterima oleh
manusia begitu saja. Kejahatan menjadi masalah yang besar karena kejahatan menyebabkan
kehidupan manusia menderita. Hal ini menyebabkan pertanyaan mengenai kejahatan dan
atribut kemahakuasaan dan kemahabaikan Allah dikumandangkan.
Pada bagian ini penulis menyuarakan pertanyaan Hume mengenai kemahakuasaan
dan kemahabaikan Allah dengan eksisnya kejahatan. Allah tetap adalah Allah yang mahabaik
dan mahakuasa dengan adanya kejahatan. Pertanyaan manusia akan atribut Allah ini dijawab
dengan baik oleh John Frame bahwa Allah tidak berutang penjelasan apa pun kepada manusia
dengan adanya kejahatan yang terjadi, Allah hanya meminta manusia untuk percaya dan
sepenuhnya taat kepada-Nya. Namun itu tidaklah menjawab kegelisahan banyak orang
sehingga penulis menyebutkan beberapa hal yang perlu untuk menjawab hal ini. Kadangkala
Allah mengizinkan manusia untuk mengalami rasa sakit dan penderitaan bukan karena Dia
jahat tetapi sebaliknya untuk menunjukkan kasih-Nya, kebaikan-Nya kepada manusia karena
lewat rasa sakit manusia mampu mengasihi dirinya. Bagi beberapa tokoh kekristenan,
kejahatan membawa manusia pada pengertian akan maksud Allah yang lebih baik, manusia
lebih mengerti penderitaan Kristus, manusia lebih matang dalam hal watak, manusia juga
menyadari akan keterbatasan dan kebutuhannya akan orang lain terutama akan Tuhan,
manusia bertumbuh dan semakin mengenal Allah. Dan juga kejahatan yang manusia alami
membawa manusia pada pemahaman akan kebaikan Allah yang sejati bukan sekedar
kebaikan yang semua orang alami (common goodness).
Kejahatan yang terjadi tidak menunjukkan bahwa Allah a tidak mahakuasa tetapi
sesungguhnya Dia tetaplah mahakuasa. Dalam kemahakuasaan-Nya Allah berkehendak tetapi
kehendak Allah tidak semua terlaksana karena Allah memberikan ruang kepada manusia
untuk melakukan kehendak bebasnya. Allah memberikan manusia kehendak bebas untuk
memutuskan melakukan sesuatu yang tidak esensial. Tuhan memberikan kebebasan yang
terbatas karena manusia tetaplah adalah milik Allah. Dan dalam kehendak bebas inilah
terkadang manusia salah dalam mengambil keputusan dan menyebabkan kejahatan terjadi.
Oleh karena itu Allah tetap adalah Allah yang mahakuasa dengan memberikan manusia
Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

kehendak bebas dan Dia juga tetap mahabaik karena Dia memberikan kemampuan manusia
untuk melakukan hal yang baik dan tidak membiarkan manusia lalu daripada-Nya. Seperti
ikan yang Tuhan tetap jaga dan beri kebebasan dalam air supaya ikan itu tidak mati demikian
juga Tuhan menjaga dan memberikan kehendak bebas kepada umat-Nya untuk tetap dalam
anugerah-Nya supaya dia tidak binasa dan untuk meresponi anugerah itu sesuai dengan iman
yang dia miliki. Dia tidak mengubah Allah tetapi Allah memberi kesempatan kepada orang
tersebut dalam konteks kronos untuk mengekspresikan imannya kepada Tuhan.
Allah menunjukkan kasih-Nya yang lebih besar lagi dengan tidak membiarkan
manusia terus hidup dalam pertanyaan yang menggelisakan. Allah membawa manusia untuk
mengerti dan melihat segala sesuatu dari perspektif Allah melihat. Manusia melihat masa
lalu, masa kini dan masa depan dengan mata Allah. Oleh karena itu manusia mampu
mengenal Allah semakin baik dan mengetahui kehendak-Nya dalam keadaan yang sulit
sekalipun. Lagipula Paulus ketika menuliskan suratnya kepada Timotius yang menyatakan
bahwa:
Dan Tuhan akan melepaskan aku dari setiap usaha yang jahat. Dia akan menyelamatkan aku,
sehingga aku masuk ke dalam Kerajaan-Nya di sorga. Bagi-Nyalah kemuliaan selamalamanya! Amin.
(2 Tim. 4:18)

Paulus tidak ingin mengatakan bahwa Tuhan akan menjauhkan dia dari yang jahat
secara harafiah dalam segala hal, memudahkan seluruh hidupnya dan hanya memberikan
kebaikan kepadanya selama dia hidup. Paulus tidak menikmati semua hal itu selama
pelayanannya karena dalam kenyataannya Paulus mengalami begitu banyak penderitaan
ketika dia harus memberitakan injil. Namun yang Paulus ingin katakan adalah manusia akan
tetap mengalami kejahatan selama manusia hidup tetapi oleh karena kuasa Allah tidak ada
seorangpun yang bisa menghalangi orang yang percaya kepada Kristus untuk datang kepadaNya dan masuk dalam Kerajaan Allah.32 Bahkan usaha jahat dari si iblis pun tidak akan
sanggup.
Pada akhirnya walaupun semua yang kita tahu dan kita dapatkan dalam Alkitab tidak
menjawab semua kebingungan kita akan kejahatan dan kemahakuasaan Allah tetapi biarlah
itu menguatkan iman percaya kita kepada Allah dan membuat kita semakin rindu untuk
mengenal Allah dan terus bergumul mencari Allah yang sejati itu.

32 John Calvin, Commentary on Timoty, Titus, Philemon (Grand Rapids: Christian Classics
Ethereal Library, 1999), 182-83.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015

Daftar Pustaka
Calvin, John. Commentary on Timoty, Titus, Philemon. Grand Rapids: Christian Classics
Ethereal Library, 1999.
Frame, John M. Apologetika bagi Kemuliaan Allah. diterjemahkan oleh R.BG. Steve Hendra.
Jakarta: Momentum, 2000.
Hume, David. Dialogues Concerning Natural Religion and Other Writings. Diedit oleh
Dorothy Coleman. Cambridge: Cambridge University Press, 2007.
Inawaty Teddy, “ Mazmur 139.” Pertemuan Kelas eksposisi Perjanjian Lama, Jakarta, STTRI,
13 November 2015.
Keller, Timothy. Rasio bagi Allah: Kepercayaan dalam Zaman Skeptisisme. Diedit oleh Stevy
Tilaar. Diterjemahkan oleh Junedy Lee. Surabaya: Momentum, 2013.
Kushner, Harold S. When Bad Things Happen to Good People. New York: Avon Books,
1989.
Nash, Ronald H. Konflik Wawasan Dunia. Diterjemahkan oleh Irwan Tjulianto. Surabaya:
Momentum, 2000.
Plantinga, Alvin C. Allah, Kebebasan, dan Kejahatan. Diterjemahkan oleh Irwan Tjulianto.
Surabaya: Momentum, 2013.
Stackhouse, John G. Bisakah Tuhan Dipercaya?. Diterjemahkan oleh Lily Endang Joeliani.
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2008.
Susabda, Yakub. Mengenal dan Bergaul dengan Allah. Yogyakarta: Andi, 2010.
Suseno, Franz Magnis. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Marce Tangaguling

Apologetika. Jakarta, STTRI.2015