Sosiologi dasar Tentang Peran Keluarga

Oleh: Suryanto, SKM *)

Optimalisasi Peran dan Fungsi Keluarga
Di zaman sekarang ini secara perlahan-lahan tetapi pasti telah terjadi erosi terhadap fungsi
keluarga, makin sedikitnya waktu bagi orangtua untuk anak dan keluarga, meningkatnya angka
perceraian dan sikap keluarga yang tidak peduli terhadap kebutuhan tumbuh kembang anakanak. Dukungan keluarga dan masyarakat yang rendah dapat menyebabkan hilangnya sumber
penopang dari kekalahan atau kegagalan yang dialami seseorang dalam kehidupannya.

Keharmonisan keluarga
pelajaran berharga
bagi tumbuh
kembang anak.
[FOTO: ADE S]

ASUS bunuh diri pada anak dan remaja merupakan barometer adanya
suatu ketidakmampuan anak dan remaja dalam mengatasi masalah yang
dihadapi dan kurangnya mekanisme koping
yang dimiliki dalam mengatasi stress. Hal ini
juga menjadi bukti dari ketidakberhasilan keluarga (orangtua) dan pendidik dalam membekali anaknya tentang keterampilan mengatasi masalah dalam kehidupan. Fenomena
tersebut merupakan faktor penyebab pada
kasus bunuh diri yang bersifat multifaktor.

Upaya preventif dapat dilakukan oleh para
pakar dari berbagai disiplin ilmu seperti psikiater, dokter, perawat, psikolog, sosiolog, pendidik, tenaga kesehatan masyarakat dan lainlain. Masalah bunuh diri memang sangat komplek, dari pendekatan segi ilmu kesehatan ma-

K

68

Gemari Edisi 87/Tahun IX/April 2008

syarakat ada beberapa hal yang perlu disikapi
sebagai upaya pencegahan secara dini yaitu
perlunya meningkatkan peran, fungsi dan
tugas keluarga dan dukungan dari masyarakat.
Upaya pencegahan pada tingkat keluarga
Lingkungan keluarga merupakan suatu
tempat di mana anak berinteraksi sosial
dengan orangtua yang paling lama sehingga
upaya pencegahan yang utama difokuskan
pada keluarga kemudian sekolah. Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas bapak, ibu, anak dan lain-lain (kakek,

nenek, dan sebagainya) yang hidup di bawah
satu atap dan saling berhubungan.
Masing-masing komponen keluarga harus
menjalankan peran, fungsi dan tugasnya
dengan rasa tanggungjawab, saling meng-

hormati/menghargai, penuh kasih sayang dan
tidak bersikap egois (maunya menang sendiri).
Orangtua sedini mungkin harus membekali
anak-anaknya ilmu agama sehingga dapat
mengetahui ajaran agama secara benar.
Bimbingan nilai-nilai agama dan pemberian
tauladan berperilaku yang baik sangat perlu
bagi anak-anak khususnya pada usia balita,
prasekolah dan usia sekolah.
Orangtua perlu mengenalkan secara bijaksana sesuai dengan umur anak, bahwa bunuh
diri dalam agama (Islam) adalah hal yang dilarang dan berdosa besar. Keluarga yang kedua
orangtuanya sibuk bekerja, pola asuh kepada
anak yang dilakukan oleh penggantinya seperti
kakek, nenek, baby sitter dan pembantu rumah

tangga jangan sampai keluar dari rel norma
agama, moral dan perilaku yang benar.
Komunikasi dalam keluarga harus dilakukan secara hangat, harmonis dan kontinu.
Komunikasi sangat penting terutama pada
keluarga yang bekerja diluar kota/daerah
sehingga tidak dapat berkumpul setiap hari
dengan anggota keluarga. Hal ini sangat
penting untuk menghindari miskomunikasi
dan rasa saling curiga. Pihak orangtua harus
meningkatkan fungsinya dalam hal fungsi asih,
asuh dan asah serta mau dan mampu meluangkan waktunya untuk anak-anak sehingga akan
terpenuhi kebutuhan psikologisnya.
Pemenuhan kebutuhan psikologis akan
membuat anak memiliki mekanisme koping
yang positif dan mampu mengatasi masalah
secara adaptif. Anak tidak akan sungkan dan
tidak akan takut untuk bercerita, berkeluh dan
meminta pemecahan masalah kepada orangtuanya.
Keluarga juga harus menjalankan tugasnya
dalam bidang kesehatan seperti mengenal

gangguan perkembangan dan gangguan
kesehatan setiap anggotanya. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat,
memberikan perawatan kepada yang sakit,
cacat atau usia yang terlalu muda, mempertahankan suasana rumah yang harmonis dan
menguntungkan untuk perkembangan kepribadian anggota keluarga, memanfaatkan dan
mempertahankan hubungan baik dengan unit
pelayanan kesehatan yang ada.
Di sisi lain, Pemerintah juga mengeluarkan
produk hukum sebagai upaya preventif, yaitu
UU nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Dengan UU ini diharapkan dapat
menekan angka kekerasan kepada anak dan

anggota keluarga lainnya. Tindakan
kekerasan pada anak dan anggota keluarga lainnya merupakan salah satu
faktor penyebab bunuh diri pada anak
dan remaja. Upaya pencegahan juga
harus dilakukan di institusi pendidikan
(sekolah). Para guru dan pengelola
sekolah lainnya dalam memberikan

proses pembelajaran dilakukan dengan
cara yang sedemikian rupa sehingga
peserta didik dapat merasa rasa aman dan
nyaman. Proses pembelajaran dan sikap
para guru jangan sampai membuat anak
Suryanto, SKM
merasa takut, cemas, malu dan lain-lain
yang mampu mempengaruhi psikologis anak
secara negatif dan bertindak maladaptif.
Upaya pencegahan pada tingkat masyarakat
Masyarakat dapat memberikan perhatian,
bimbingan dan bantuan untuk memecahkan
masalah yang sedang dihadapi oleh seseorang
atau keluarga. Masyarakat jangan menjauhi,
mengisolasi, mengejek atau mencela karena
hal ini akan menambah stressor yang dirasakan tambah berat. Kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat seperti kelompok ibuibu PKK, Posyandu, Dasa Wisma, Paguyuban
Pengajian dan lain-lain harus berperan serta
memberikan support mental secara bermakna.
Sedangkan nilai budaya yang dipercaya di

suatu masyarakat yang sebenarnya salah,
terkait dengan bunuh diri, dapat dihilangkan
secara perlahan-lahan.
Tentu seiring dengan meLingkungan keluarga
ningkatnya tingkat pengemerupakan suatu tempat di mana
tahuan dan pendidikan
keluarga dan masyarakat
anak berinteraksi sosial dengan
serta meningkatnya pemaorangtua yang paling lama,
haman dan keyakinan sesesehingga upaya pencegahan yang
orang pada ajaran agama
secara benar. Dukungan
utama difokuskan pada keluarga
dari masyarakat sangat berkemudian sekolah. Keluarga
arti dalam upaya menekan
adalah unit terkecil dari
tingginya kasus bunuh diri.
Lingkungan masyarakat
masyarakat yang terdiri atas
harus diciptakan agar sehat,

bapak, ibu, anak dan lain-lain
agamis, bersahabat, damai
(kakek, nenek, dan sebagainya)
dan nyaman sehingga anggota masyarakat betah beryang hidup di bawah satu atap
tempat tinggal di tempat
dan saling berhubungan.
tersebut.
*) Penulis adalah Dosen
tetap Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu
Kesehatan (FKIK) jurusan Kesehatan
Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto/HNur
Gemari Edisi 87/Tahun IX/April 2008

69