Teori dan Aplikasi dalam Analisis SWOT, Model Logit, dan Structural Equation Modeling (Dilengkapi dengan Manual SPSS dan Amos)

  Diana Chalil Riantri Barus Analisis Data

  Kualitatif

Teori dan Aplikasi dalam Analisis SWOT,

Model Logit, dan Structural Equation

  Modeling (Dilengkapi dengan Manual SPSS dan Amos)

  USU Press Art Design, Publishing & Printing

  Gedung F, Pusat Sistem Informasi (PSI) Kampus USU Jl. Universitas No. 9 Medan 20155, Indonesia Telp. 061-8213737; Fax 061-8213737 usupress.usu.ac.id © USU Press 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak menyalin, merekam sebagian atau seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

  ISBN 979 458 732 X Analisis Data Kualitatif : Teori dan Aplikasi dalam Analisis SWOT, Model Logit, dan Structural Equation Modeling (Dilengkapi dengan Manual SPSS dan Amos) / Diana Chalil; Riantri Barus– Medan: USU Press. 2014. vi, 205 p. : ilus. ; 16,5 cm

  ISBN : 979-458-732-X

  1. Analisis SWOT

  2. Model Logit

  3. Structural Equation Modeling

  I. Judul

  Dicetak di Medan, Indonesia

  

PRAKATA

  Penelitian sosial dan ekonomi banyak menggunakan data kualitatif. Berbeda dengan data kuantitatif, walaupun dapat diobservasi dan diamati tetapi data kualitatif tidak dapat diukur dalam angka. Dengan demikian diperlukan pengukuran dan analisis khusus untuk data kualitatif. Pada Bab 1 buku ini dijelaskan pengertian mengenai data kualitatif tersebut, perbedaannya dengan data kuantitatif dan jenis-jenis data tersebut. Selanjutnya pada Bab 2 dibahas mengenai cara pengukurannya, mulai dari Skala Thurstone, Likert, Guttman,

  

Semantic Differential atau Q-Sort. Pada Bab 3 diuraikan

  metode-metode yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data tersebut. Pada Bab 4 metode tersebut dilanjutkan dengan penentuan besar dan penarikan sampel, baik untuk populasi besar maupun kecil, dengan Probability dan Non Probability

  

Sampling. Selanjutnya, buku ini dilengkapi dengan Analisis

  Data Kualitatif melalui Metode Deskriptif dan Metode Inferensia pada Bab 5. Akhirnya buku ini ditutup dengan Bab 6 mengenai aplikasi seluruh teori tersebut dalam berbagai penelitian empiris yang menggunakan Analisis Deskriptif dengan Metode SWOT, dan Analisis Inferensia, dengan Model Binomial Logit, Multinomial Logit dan Structural Equation Modelling. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

  Medan, 13 April 2014 Penulis

DAFTAR ISI

  3.3. Kuesioner

  20 3.1.2. wawancara/Interview

  21

  3.1.3. Studi Pustaka/Literatur

  22

  3.1.4. Studi Materi Audiovisual

  23

  3.2. Panduan Wawancara

  23

  24

  20

  3.3.1. Validitas

  25

  3.3.2. Reliabilitas

  28

  3.4. Parameter dan Indikator

  32

  3.5. Pertimbangan Latar Belakang

  33 Responden

  3.1.1. Observasi

  PRAKATA iii DAFTAR ISI v

  Bab 1. JENIS DATA

  2.1. Skala Thurstone

  1

  1.1. Data Nominal

  2

  1.2. Data Ordinal

  4

  1.3. Data Interval dan Data Rasio

  5 Bab 2. SKALA DAN SKOR

  7

  8

  20

  2.2. Skala Likert

  11

  2.3. Skala Guttman

  13

  2.4. Skala Semantic Differential

  16

  2.5. Skala Q-sort

  19 Bab 3. PENGUMPULAN DATA

  3.1. Metode Pengumpulan Data Bab 4. SAMPEL

  34

  4.1. Metode Penentuan Besar Sampel

  35

  4.1.1. Metode Slovin/Yamane

  37

  4.1.2. Metode Krejcie dan Morgan

  37

  4.1.3. Metode Cochran

  38

  4.2. Metode Penarikan Sampel

  39

  4.2.1. Probability Sampling

  40

  4.2.2. Non Probability Sampling

  43 Bab 5. ANALISIS DATA

  46

  5.1. Metode Deskriptif

  47

  5.1.1. Pengkodean

  48

  5.1.2. Skor

  48

  5.1.3. Bobot

  49

  5.2. Metode Inferensia

  54

  5.2.1. Model Logit

  55

  5.2.2. Structural Equation Modeling 74

  Bab 6. CONTOH KASUS

  95

  6.1. Contoh Penggunaan Analisis SWOT 95

  6.2. Contoh Penggunaan Analisis 120 Binomial Logit

  6.3. Contoh Penggunaan Analisis 145 Multinomial Logit

  6.4. Contoh Penggunaan Analisis SEM 174 DAFTAR PUSTAKA 185 LAMPIRAN 188

  INDEKS 203

  B a b 1 JENIS DATA

  Data dapat dibedakan atas data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif merupakan informasi numerikal berupa angka-angka, sedangkan data kualitatif merupakan informasi deskriptif berupa kata-kata atau kata-kata yang disimbolkan dalam angka-angka.

  Data kualitatif dapat diobservasi dan diamati tetapi tidak dapat diukur dalam angka. Biasanya data tersebut berupa ungkapan dan pendapat. Misal: suasananya kondusif, kerjanya efisien, kualitasnya baik, kinerjanya baik atau permintaan pasar tinggi. Batasan mengenai kondusif, baik atau tinggi dapat berbeda antar responden, sehingga bersifat subjektif. Data yang demikian akan susah untuk diinterpretasi. Contoh 1, bagi responden 1, suasana yang kondusif untuk belajar tidak perlu suasana yang hening, tetapi sebaliknya untuk responden 2. Jika diperoleh data dari 60 responden dengan pengertian kondusif yang beragam, maka akan sulit untuk menyimpulkan dan mendeskripsikan nilai rata-rata dari seluruh sampel tersebut. Contoh 2, responden 1 orang yang sibuk dan menganggap pengurusan surat ke kantor-kantor sebaiknya tidak lebih dari 2 hari, sementara responden 2 yang lebih fleksibel dapat mentoleransi pengurusan surat sampai 6 hari kerja. Misalkan peneliti menanyakan 60 pengguna jasa berdasarkan pertanyaan: “Apakah menurut anda pengurusan surat di kantor A sudah baik?” dengan pilihan jawaban skor 1 sampai 5 yang menunjukkan “sangat tidak baik” sampai “sangat baik”, maka jawaban dengan skor yang sama tidak selalu menunjukkan waktu yang sama.

  Data kuantitatif dapat berupa data diskrit dan kontinu, sedangkan data kualitatif hanya berupa data diskrit. Data diskrit adalah data dengan kemungkinan nilai yang terbatas, sedangkan data kontinu kemungkinannya tidak terbatas. Data diskrit dapat berupa data nominal atau ordinal, sedangkan data kontinu dapat berupa data interval atau rasio. Perbedaan masing-masing pengukuran tersebut terletak pada urutan dan nilainya.

1.1. Data Nominal

  Data nominal tidak mempunyai urutan dan tidak mempunyai nilai pada pengukurannya dan hanya dibedakan berdasarkan pengelompokan. Kelompok yang dibuat harus

  

mutually exclusive (jelas perbedaannya) dan dapat menjelaskan

semua kejadian yang mungkin ada.

  Angka-angka yang digunakan untuk menyatakan kelompok-kelompok hanya merupakan label yang menunjukkan kategori tertentu, dan tidak mempunyai nilai kuantitatif. Contoh data ini adalah jenis kelamin. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi laki-laki dan perempuan. Jika laki-laki diberi kode angka 1 dan perempuan diberi kode angka 2, maka angka 2 pada kelompok perempuan tidak menunjukkan bahwa perempuan 2 kali dibandingkan laki-laki. Operasi hitungan yang dapat dilakukan pada data nominal hanyalah menghitung jumlah ataupun persentase anggota dalam setiap kelompok. Dengan demikian, ukuran pemusatan yang dapat digunakan hanyalah nilai modus sebagai ukuran tendensi sentral yang menjelaskan kelompok mana yang jumlah anggotanya paling banyak. Data nominal dapat mengandung informasi dengan 1 dimensi (unidimensional) atau dengan banyak dimensi

  (multidimensional). Contoh pertanyaan pada kuesioner untuk data nominal dengan kategori dengan 1 dimensi adalah sebagai berikut.

  a. Contoh untuk kategori dengan 1 dimensi (unidimensional) Apa jenis kelamin Anda? [] Pria [] Wanita

  b. Bagaimana Anda menjaga stok dan daily turn over perusahaan? [] Melalui jumlah produk pada setiap kategori [] Melalui catatan di toko terpusat [] Melalui kebijakan departemen [] Melalui gudang tunggal (Single Warehouse)

  c. Berapa rata-rata omset harian konsumen Anda? [] Antara 100-200 [] Antara 200-300 [] Di atas 300

  Sedangkan contoh form isian untuk data nominal dengan kategori dengan 2 dimensi adalah sebagai berikut.

Tabel 1.1. Contoh untuk kategori dengan 2 dimensi

  (multidimensional)

  

Omset Kategori Kebijakan Gudang

Toko Pusat

harian Produk Departemen Tunggal

  100 – 200 200 – 300 Di atas 300

1.2. Data Ordinal

  Data ordinal mempunyai urutan tetapi tidak mempunyai nilai pada pengukurannya. Dalam data ordinal mencakup ciri- ciri data nominal ditambah suatu urutan, artinya angka-angka yang diberikan dalam data ordinal sudah menunjukkan suatu peringkat atau rangking. Data ordinal dapat digunakan jika postulat transitivitas, yang menyatakan bahwa jika a > b dan

  

b > c, maka a > c, dipenuhi. Pemakaian data ordinal

  menggunakan pernyataan “lebih daripada" atau "kurang daripada" atau "pernyataan yang menunjukkan kesamaan" tanpa menyatakan berapa lebih besar atau lebih kecil. Jadi, perbedaan antara peringkat 1 dan 2 belum tentu sama dengan perbedaan antara peringkat 3 dan 4. Dengan demikian, di samping nilai modus, ukuran pemusatan lain yang dapat ditentukan dalam data ordinal adalah nilai median. Nilai median merupakan nilai yang tepat di tengah-tengah setelah data diurutkan dari yang terkecil sampai terbesar atau sebaliknya.

  Data ordinal biasanya digunakan untuk mengukur pendapat atau preferensi. Contoh data ordinal adalah sikap petani terhadap program penyuluhan. Responden dapat diurutkan menjadi “setuju”, “netral” dan “tidak setuju”. Apabila “setuju” diberi nilai 3, “netral” diberi nilai 2, dan “tidak setuju" diberi nilai 1, maka dapat kita katakan bahwa responden yang menyatakan “setuju” akan lebih menerima program penyuluhan tersebut dibandingkan dengan responden yang menyatakan “netral” ataupun “tidak setuju” dan responden yang menyatakan “netral” akan lebih menerima program penyuluhan tersebut dibandingkan dengan responden yang menyatakan “tidak setuju”. Contoh pertanyaan untuk pengukuran data ordinal adalah sebagai berikut.

  Urutkan atribut berikut (1-5) berdasarkan nilai pentingnya untuk pemasaran oven microwave. [] Merek [] Fungsi [] Harga [] Kenyamanan [] Disain

  Urutkan atribut berikut (1-5) berdasarkan nilai pentingnya ketika Anda memilih bedak talkum. [] Kesegaran yang dihasilkan [] Wangi [] Harga [] Kehangatan yang dihasilkan [] Kemasannya

1.3. Data Interval dan Data Rasio

  Data interval dan data rasio merupakan data yang mempunyai urutan dan mempunyai nilai pada pengukurannya. Perbedaannya hanya terletak pada nilai mutlak nol. Pada data interval tidak ada nilai nol yang mutlak. Misal dalam temperatur derajat Celsius. Seratus derajat Celsius lebih panas dibandingkan dengan 60 derajat Celsius. Demikian juga 0 derajat Celsius lebih dingin dibandingkan dengan 10 derajat Celsius. Artinya 0 derajat Celsius tetap menunjukkan suhu tertentu dan tidak menunjukkan tidak ada suhu. Sebaliknya pada data rasio ada nilai mutlak nol. Misal untuk ukuran berat, di mana 0 kg beras menunjukkan tidak ada beras yang tersedia. Contoh lain adalah pada ukuran tingkat adopsi yang dikelompokkan atas tingkat adopsi rendah, sedang dan tinggi didasarkan pada ukuran tertentu sebagai berikut. Dengan rentang adopsi 0 sampai 100%, ketiga kelompok tersebut dibagi berdasarkan interval 33,3%. Tingkat adopsi lebih kecil dari 33,3% menunjukkan adopsi rendah, 33,3%-66,6% adopsi sedang, dan lebih besar dari 66,6% adopsi tinggi. Tingkat adopsi 0% menunjukkan tidak satupun komponen inovasi yang diteliti telah diadopsi responden.

  Dalam data interval dan rasio ketiga ukuran pemusatan nilai modus, nilai median, dan nilai mean dapat ditentukan. Nilai mean merupakan nilai rata-rata aritmatik data. Di samping itu dapat juga ditentukan ukuran keragaman standar deviasi, yang menunjukkan penyebaran data dari nilai mean nya.

  B a b 2 SKALA DAN SKOR

  Skala merupakan pengukuran terhadap berbagai jenis data mulai dari data nominal, ordinal, interval dan rasio (Dane, 1990 : 264). Terdapat berbagai jenis skala yang umum digunakan yaitu (1) Skala Thurstone, (2) Skala Likert, (3) Skala Guttman, (4) Skala Semantic Differential dan (5) Skala Q-Sort.

  Pengukuran yang valid dan reliabel dari data kualitatif umumnya tidak diperoleh dari jawaban langsung responden, melainkan dari sikapnya terhadap beberapa pernyataan yang telah disusun. Misalnya untuk mengukur sikap seseorang terhadap masuknya imigran ke suatu negara bukan diberikan jawaban sangat tidak setuju sampai sangat setuju karena akan sangat susah untuk memastikan apakah seseorang mengerti perbedaan “sangat setuju” dengan “setuju” misalnya. Sebaiknya diberikan beberapa pernyataan yang menunjukkan urutan sikap tersebut. Misal, skala yang dipilih adalah 1 sampai

  5. Pernyataan yang menunjukkan sikap yang semakin positif (setuju) adalah sebagai berikut:

  a. Saya rasa sebaiknya negara mengizinkan lebih banyak imigran masuk.

  b. Saya tidak merasa terganggu jika ada imigran dalam kecamatan yang sama dengan tempat tinggal saya.

  c. Saya tidak merasa keberatan bertetangga dengan imigran.

  d. Saya tidak keberatan jika anak saya berteman dengan imigran.

  e. Saya tidak merasa keberatan jika anak saya menikah dengan imigran Tentu saja dalam kuesioner urutannya akan diacak, dan responden hanya menjawab setuju atau tidak setuju terhadap masing-masing pernyataan.

2.1. Skala Thurstone

  Skala yang dikembangkan oleh Thurstone (1928) ini merupakan skala yang diaplikasikan pada pengukuran interval. Skala ini juga dikenal dengan nama equal-appearing interval. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan skala Thurstone adalah:

  a. Menetapkan faktor yang relevan dengan isu yang akan ditanggapi responden. Faktor tersebut tidak terbatas jumlahnya. Namun biasanya berkisar antara 100-200 faktor. Misal dalam kasus senjata api bagi satpam kampus, faktor- faktor tersebut diperoleh dari pendapat 24 mahasiswa.

  b. Dari 100-200 faktor yang diusulkan, berdasarkan pendapat 24 mahasiswa responden diperoleh 11 faktor yang dianggap paling relevan dengan isu altruism.

  c. Selanjutnya masing-masing dari 24 mahasiswa tersebut mengurut 11 faktor tersebut mulai dari sangat setuju (ranking 1) sampai sangat tidak setuju (ranking 11).

  d. Nilai median dari pendapat 24 mahasiswa tersebut untuk setiap faktor menjadi nilai skala (scale value) dari setiap faktor.

  e. Terakhir, dihitung semi-interquartile untuk setiap faktor dengan menggunakan rumus: − =

  % %

  ...............................................(2.1) dimana 75% dan 25% merupakan nilai kuartil atas (Q3) dan nilai kuartil bawah (Q1). Misal dari hasil perhitungan nilai skala untuk setiap faktor tersebut, diperoleh urutan faktor dari skala terendah (urutan 1) sampai tertinggi (urutan 11) sebagai berikut.

Tabel 2.1. Hasil Urutan Faktor berdasarkan Nilai Skala Urutan Nilai S-I Pilihan Faktor faktor skala Range

  1 1,5 0,125 Saya tidak dapat memberikan kepercayaan pada satpam untuk menggunakan senjata api. 2 2,3 0,087 Jika dilengkapi dengan senjata, satpam dapat saja ceroboh dan menyebabkan masalah yang lebih besar lagi.

  3 3,0 0,354 Dengan izin menggunakan senjata, satpam akan menjadi besar kepala. 4 4,3 0,469 Saya rasa satpam kurang kompeten jika dibandingkan dengan polisi. 5 5,4 0,390 Saya berharap tidak seorangpun akan membutuhkan senjata, tapi jika memang sudah diputuskan saya tidak dapat berbuat apa-apa. 6 6,0 0,000 Saya tidak perduli jika satpam dilengkapi dengan senjata. 7 7,0 0,113 Satpam juga sebaiknya dilengkapi dengan senjata karena tingkat kejahatan yang semakin meningkat. 8 8,1 0,359 Satpam akan lebih dihargai jika dilengkapi dengan senjata 9 9,2 0,125 Mahasiswa nakal atau orang yang bukan sivitas akademika akan susah untuk dikendalikan tanpa kelengkapan senjata api.

  Urutan Nilai S-I Pilihan Faktor faktor skala Range

  10 9,9 0,131 Dengan membawa senjata satpam akan dapat menjamin keamanan terutama pada malam hari. 11 10,3 0,333 Satpam bertugas menjaga keamanan dan senjata api akan membantunya dalam menjalankan tugas tersebut. Sumber: Dane (1990 : 270)

  Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa Skala Thurstone merupakan skala satu dimensi (unidimensional) dengan pengukuran yang kontinu dalam 11 skala dari 1,5 sampai 10,3 dengan interval (S-I range) yang berbeda-beda. Tiap nilai yang berada dalam skala yang sama menunjukkan pendapat yang setara (equal appearing interval). Sebaliknya, pendapat tersebut baru dinyatakan berbeda jika berada skala yang berbeda. Misal pendapat yang menyatakan bahwa “Satpam tidak sekompeten polisi” akan bernilai 4,3, sementara nilai yang paling dekat dengan skala yang berbeda setelahnya adalah 5,4 yang menyatakan “Saya harap tidak seorangpun membutuhkan senjata api tetapi kalau sudah diputuskan saya tidak dapat berbuat apa-apa”. Responden dengan pendapat yang pertama harus dapat dipastikan relatif setuju terhadap kebijakan baru dibandingkan dengan responden dengan pendapat yang kedua. Jika misalnya, nilai responden tersebut 5,0, maka nilai tersebut masih berada pada skala yang sama dengan nilai 4,3 dan dinyatakan tidak berbeda dengan pendapat yang pertama. Sikap responden akan lebih mudah diukur jika

  

S-I range pada masing-masing skala cukup kecil, yaitu harus

lebih kecil dari (nilai skala di atasnya – nilai skala tersebut)/2.

  Dalam contoh pada urutan 4 dan 5 pada Tabel 2.1.nilai tersebut adalah (5,4-4,3)/2 = 0,55. Artinya S-I range sebesar 0,469 pada skala 4,3, walaupun cukup besar tetapi masih dalam rentang yang diperbolehkan.

  Urutan 1 sampai 11 dalam Skala Thurstone di atas tidak menunjukkan urutan sikap positif atau negatif responden. Pada prakteknya yang dicantumkan dalam kuesioner hanya faktor penentu tiap skala dan responden diminta untuk memilih salah satu faktor yang sesuai dengan pendapatnya. Faktor tersebut juga tidak dicantumkan secara berurutan untuk memastikan bahwa responden memberikan jawaban yang sebenarnya. Penelitilah yang nantinya akan menentukan sikap tiap resonden tersebut berdasarkan pilihan masing-masing. Walaupun dapat mengakomodir hampir seluruh perbedaan pendapat (karena mempunyai rentang skala yang cukup besar dari 1-11) namun Skala Thurstone tidak banyak digunakan dalam penelitian empiris karena membutuhkan waktu yang cukup lama dan melibatkan cukup banyak orang terutama dalam penentuan faktor. Sebagai alternatif, Likert (1932) memperkenalkan teknik skala yang lain yang dikenal dengan Skala Likert.

2.2. Skala Likert Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1932).

  Sama seperti Skala Thurstone, Skala Likert juga merupakan skala interval dan unidimensional. Dalam Skala Likert faktor yang akan dicantumkan dalam kuesioner dipilih bukan berdasarkan pendapat responden (seperti dalam Skala Thurstone) tetapi berdasarkan uji validitas dan reliabilitas dari nilai mean setiap faktor. Uji validitas dilakukan dengan melihat signifikansi nilai korelasi skor setiap faktor dengan skor total (inter item correlation). Faktor yang mempunyai signifikasi lebih kecil dari α (derajat kesalahan) ditetapkan sebagai faktor yang valid. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan

  

Cronbach Test yang menggunakan kovarians sebagai komponen uji. Selanjutnya dari seluruh faktor yang valid dan reliabel dipilih 10-20 faktor yang mempunyai nilai korelasi ≥ 0,8. Faktor-faktor tersebut yang kemudian dicantumkan dalam kuesioner untuk menentukan skala penilaian/persepsi dari masing-masing responden.

  Misalnya dalam penelitian mengenai pendapat responden mengenai altruism (sikap yang memperhatikan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kebaikan diri sendiri), diperoleh 14 faktor sebagai berikut.

  a. Hampir semua orang berusaha untuk mengaplikasikan

  Golden Rule walaupun dalam kondisi masyarakat yang

  semakin kompleks

  b. Hampir semua orang tidak ragu-ragu untuk keluar dari kebiasaannya untuk menolong orang lain.

  c. Hampir semua orang akan menjadi orang baik jika diberi kesempatan.

  d. Perlakukan orang laina sebagaimana anda ingin orang lain memperlakukan kamu, merupakan moto hampir semua orang.

  e. Orang biasa secara tulus memperhatikan persoalan orang lain.

  f. Hampir semua orang yang rumahnya sudah rusak tetap akan menyilakan tetangganya untuk menumpang menginap pada saat ada serangan nuklir.

  g. Hampir semua orang akan berhenti dan menolong orang yang sedang mogok mobilnya.

  h. Rata-rata orang seebenarnya sombong. i. Sangat jarang ada orang yang bersedia membahayakan keselamatan jiwanya untuk menolong orang lain. j. Sangat menyedihkan melihat orang yang tidak memikirkan dirinya saat sekarang karena orang sekitarnya akan mengambil keuntungan dari sikapnya tersebut. k. Orang sebenarnya hanya berpura-pura perduli terhadap orang lain. l. Hampir semua orang tidak suka menempatkan dirinya sebagai penolong rang lain. m. Hampir semua orang melebih-lebihkan permasalahannya untuk mendapatkan simpati. n. Umumnya orang melakukan hal-hal yang hanya mendatangkan kebaikan bagi dirinya.

  Dalam Skala Likert, faktor yang dihasilkan merupakan pernyataan sikap yang berurutan (ordered item), sementara dalam Skala Thurstone tidak. Faktor 1-7 merupakan pernyataan positif faktor yang mendukung altruism, sebaliknya 8-14 merupakan pernyataan negatif yang tidak mendukung. Masing- masing faktor akan diskor untuk pilihan sangat tidak setuju sampai sangat setuju, misal dengan nilai minimum -3 dan maksimum +3. Dengan demikian, untuk kasus ini skor minimum untuk setiap responden adalah -42 dan maksimum

  • 42, yang menunjukkan responden tidak percaya masyarakat yang altrurisme dan sebaliknya. Total skor dari seluruh responden yang pada akhirnya digunakan untuk penarikan kesimpulan mengenai pendapat responden, sehingga Skala Likert juga sering disebut sebagai summative scale.

2.3. Skala Guttman

  Skala Guttman dikembangkan oleh Louis Guttman (1944). Teknik ini disebut juga dengan skala kumulatif atau analisis skalogram. Berbeda dengan Skala Thorstone dan Skala Likert, Skala Guttman tidak menggunakan beberapa faktor untuk mengukur suatu sikap (unidimensional). Dalam contoh sebelumnya pada Skala Likert kesimpulan sikap seseorang terhadap altruism disimpulkan dari total skor dari 14 faktor.

  Dalam Skala Guttman sikap seseorang disimpulkan dari urutan skor yang dipilihnya (single dimension). Jika digunakan 6 faktor, responden yang setuju dengan faktor yang kesepuluh, pasti setuju dengan faktor 1 sampai 5. Misal dari pooling faktor pengukur sikap warga Amerika terhadap pendatang, diperoleh pernyataan-pernyataan berikut (Research Methods Knowledge Base, 2006):

  a. Saya akan mengizinkan anak saya untuk menikah dengan seorang imigran.

  b. Saya rasa negara kita seharusnya mengizinkan lebih banyak imigran masuk.

  c. Saya tetap merasa nyaman walaupun ada imigran baru pindah menjadi tetangga saya.

  d. Saya tetap merasa nyaman walaupun ada imigran baru pindah ke negara saya.

  e. Saya tetap merasa nyaman walaupun ada imigran pindah ke lingkungan saya.

  f. Saya tetap merasa nyaman walaupun anak saya berkencan dengan imigran.

  Setelah diperoleh pernyataan-pernyataan tersebut (biasanya pooling faktor yang baik mendapatkan 80-100 pernyataan), dilakukan penyusunan urutan jawaban responden dari mulai yang pernyataan dengan menanyakan pada responden. Misal hasil respon terhadap pernyataan-pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.

  

Tabel 2.2.Hasil Jawaban Responden terhadap Pernyataan-

Pernyataan No. P 2 P4 P 5 P 3 P 6 P1 Responden

  7 Y Y Y Y Y Y

  15 Y Y Y Y - -

  3 Y - - Y Y Y

  29 Y Y Y Y - -

  19 Y Y Y - - -

  No. P 2 P4 P 5 P 3 P 6 P1 Responden

  32 Y Y Y - - - 41 - - - - Y Y

  6 Y Y - - - -

  14 Y - - - - Y

  33

  • Berdasarkan urutan sikap terhadap pendatang keenam pernyataan tersebut dari paling rendah dukungannya sampai paling tinggi adalah pernyataan (2), (4), (5), (3), (6) dan (1). Namun Tabel 2.2 menunjukkan bahwa respon yang diberikan responden tidak sempurna. Seharusnya setiap responden yang setuju pernyataan (6) harus juga setuju dengan seluruh pernyataan lain sebelumnya. Kenyataannya responden 15 yang setuju dengan pernyataan (6) tidak setuju dengan pernyataan (3). Jika jawaban yang sama terjadi pada banyak responden maka pernyataan (3) akan dibuang. Untuk mengukur proporsi kesesuaian pada Skala Guttman ini dilakukan perhitungan

  coefficient of reproducibility (CR) dengan rumus:

  = 1 − ...........(2.2) Nilai CR 0,90 menunjukkan bahwa proporsi kesesuaian yang baik.

  Dari kasus ini urutan sikap terhadap imigran adalah sebagai berikut: a. Saya rasa negara kita seharusnya mengizinkan lebih banyak imigran masuk.

  b. Saya tetap merasa nyaman jika ada imigran baru pindah ke negara saya. c. Saya tetap merasa nyaman jika ada imigran pindah ke lingkungan tempat tinggal saya.

  d. Saya tetap merasa nyaman jika ada imigran baru pindah menjadi tetangga saya.

  e. Saya tetap merasa nyaman jika anak saya berkencan dengan imigran baru.

  f. Saya akan mengizinkan anak saya untuk menikah dengan seorang imigran.

  Namun dalam kuesioner yang akan diajukan kepada responden, urutan tersebut diacak. Kelemahan Skala Guttman adalah pada tahap seleksi pernyataan. Menghilangkan penyataan yang tidak sesuai satu per satu membutuhkan waktu yang lama dan mungkin memerlukan beberapa pengulangan. Nilai coefficient of reproducibility (CR) sebesar 0,90 juga mungkin sulit diperoleh jika dilakukan pada populasi yang heterogen. Peneliti mungkin harus mengidentifikasi dan menghilangkan sub kelompok tertentu untuk mendapatkan kelompok sampel yang cukup homogen. Konsekuensi pembatasan sampel yang demikian dapat mengurangi kemampuan generalisasi dari skala yang diperoleh.

2.4. Skala Semantic Differential

  Pada Skala Thurstone, Likert dan Guttman sebelumnya, terdapat persamaan dalam hal pooling item, yang kemudian diseleksi dan digunakan untuk mengukur konsep

  

unidimensional atau single dimension. Dalam Skala Semantic

Differential hal tersebut tidak dilakukan. Pengukuran konsep

  dilakukan melalui evaluasi, potensi atau aktivitas. Evaluasi menunjukkan keadaan positif dan negatif dari konsep tersebut (baik/buruk, menyenangkan/tidak menyenangkan, berharga/ tidak berharga, kotor/bersih). Potensi menunjukkan kekuatan atau nilai penting dari konsep tersebut (kuat-lemah, berat- ringan, keras-lunak, sederhana-kompleks, penurut-tegas, sukar- mudah). Aktivitas menunjukkan aksi atau kegiatan yang relevan dengan konsep tersebut (aktif-pasif, semangat-tenang, cepat-lambat, relaks-tegang, redup-cerah, tenang-ribut). Umumnya pengukuran tersebut dilakukan untuk mengetahui pendapat masyarakat mengenai suatu objek atau konsep. Skala ini banyak digunakan untuk survei pemasaran, personality, psikologi klinis atau komunikasi antar budaya.

  Langkah pertama yang dilakukan adalah menyusun pasangan kata sifat yang merefleksikan evaluasi, potensi atau aktivitas. Pemilihan kata sifat tersebut dapat dilakukan melalui “analisis faktor”. Misalnya survei dilakukan untuk mengetahui penilaian masyarakat mengenai kemasan baru suatu produk, yang dilihat dari 17 karakteristik produk. Masing-masing responden memilih 1 jawaban, dengan skor diantara -3 sampai 3 sebagai berikut.

  

Tabel 2.3.Penilaian Masyarakat Mengenai Kemasan

Produk Faktor -3 -2 -1 0

  1

  2

  3 Faktor

  1 Kualitas rendah Kualitas tinggi

  2 Ekonomis Mewah

  3 Maskulin Feminin

  4 Sangat tidak Sangat artistik artistik

  5 Ringkih Kuat

  6 Ringan Berat

  7 Dingin Hangat

  8 Tipis Tebal

  9 Umum Pribadi

  10 Tradisional Kontemporer

  Faktor -3 -2 -1 0

  1

  2

  3 Faktor

  11 Baru Mapan

  12 Kasual Formal

  13 Umum Eksotis

  14 Serius Menyenangkan

  15 Umum Unik

  16 Layak Tidak layak

  17 Kekanakan Dewasa Misalnya hasil survei tersebut disajikan dalam skalogram berikut:

Gambar 2.1. Skalogram Hasil Penilai Responden

  Sumber: WISCO survey (2013)

  Pada skalogram tersebut terlihat bahwa kebanyakan jawaban responden berada di sekitar angka 0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara umum konsumen menganggap bahwa kemasan tersebut biasa-biasa saja.

2.5. Skala Q-sort Skala Q-sort digunakan untuk studi perbandingan.

  Misalnya untuk menentukan posisi seseorang dalam satu kelompok atau mengurutkan posisi beberapa konsep yang berbeda. Berbeda dengan Skala Thurstone, pada Skala Q-sort yang diseleksi bukan pernyataannya tetapi responden/sorter nya. Metode ini sering digunakan dalam studi pemasaran.

  Misalnya dari hasil pooling diperoleh sekitar 60-140 pernyataan untuk menguji 9 merek berdasarkan rasanya yaitu

  

tasty, moderate dan non tasty, atau berdasarkan harganya yaitu

  murah, sedang dan mahal. Kemudian hasil riset dapat menentukan apakah masyarakat pada umumnya lebih menyukai merek yang ekonomis (harga murah), sedang atau yang mewah (harga mahal). Kita dapat mengambil 60 merek atau mengelompokkannya dalam 3 kelompok harga ekonomis, sedang dan mewah. Pengelompokan tersebut adalah berdasarkan penilaian/persepsi responden terhadap harga untuk barang yang sama. Artinya yang dikelompokkan bukan harganya (faktornya) tetapi persepsi/pendapat respondennya/ sorternya (mengenai harga barang tersebut).

  B a b 3

PENGUMPULAN DATA

3.1. Metode Pengumpulan Data

  Dalam pengumpulan data setidaknya terdapat 4 metode yang dapat dilakukan yaitu (1) observasi, (2) wawancara/ interview, (3) studi pustaka/literatur, dan (4) studi materi audiovisual. Masing-masing metode mempunyai kelebihan dan kelemahan (Creswell, 2003 : 186-187). Dengan demikian peneliti dapat mempertimbangkan metode yang akan digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

3.1.1. Observasi

  Observasi dapat dilakukan dengan 4 cara dari murni sebagai partisipan sampai murni sebagai pengamat yaitu (1) peneliti langsung berbaur dan tidak diketahui perannya sebagai peneliti oleh lingkungan, (2) peneliti langsung berbaur tetapi diketahui perannya sebagai pengamat oleh lingkungan, (3) peneliti berperan sebagai pengamat, namun jika diperlukan akan mencoba langsung kegiatan yang sedang diamati dan (4) peneliti tidak terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti dan murni hanya mengamati kegiatan yang sedang diteliti.

  Kelebihan metode observasi adalah (1) peneliti mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi langsung dengan responden, (2) peneliti dapat mencatat informasi seperti apa adanya, (3) peneliti dapat menemukan hal-hal yang tidak diketahui dari teori atau penelitian terdahulu, namun dapat terjadi atau dapat diamati detailnya dan (4) dapat mengamati fakta-fakta mengenai hal-hal yang kurang nyaman atau tidak dapat diungkapkan oleh partisipan/informan.

  Kelemahan metode observasi adalah (1) dengan terlibat langsung peneliti dapat dianggap ikut campur atau mengganggu kegiatan responden (intrusive), (2) peneliti tidak dapat mengungkapkan hasil observasi yang dianggap pribadi (privacy) oleh responden, dan (3) informasi yang dapat ditangkap sangat tergantung oleh kemampuan peneliti. Biasanya peneliti yang berpengalaman dan kompeten lebih mampu membedakan fenomena-fenomena yang terkait atau yang tidak terkait dengan penelitian. Artinya, 2 peneliti yang berbeda kompetensi dapat menangkap informasi yang berbeda walaupun lokasi dan kegiatan yan diamati sama.

3.1.2. Wawancara/Interview

  Wawancara/interview dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu (i) tatap muka langsung dan (ii) melalui media (telefon dan teleconference). Tatap muka langsung dapat dilakukan secara individu maupun dalam kelompok kecil. Perlu diperhatikan bahwa wawancara kelompok dapat menghemat waktu, tetapi perlu diperhatikan seberapa besar responden dalam kelompok yang sama dapat saling mempengaruhi.

  Kelebihan metode wawancara adalah (1) dapat mengumpulkan informasi yang tidak dapat langsung diamati, baik karena jarak lokasi maupun jarak waktu (data histori) dan (2) dapat mengumpulkan informasi yang terarah dan fokus melalui pertanyaan-pertanyaan yang tersusun dalam kuesioner.

  Kelemahan metode wawancara adalah (1) informasi yang diperoleh merupakan informasi “tidak langsung/indirect”, yang telah dipengaruhi oleh sikap dan persepsi responden, (2) informasi umumnya diperoleh pada lokasi yang bukan merupakan tempat kejadian sebenarnya. Hal tersebut akan berpengaruh terutama pada informasi mengenai “proses” atau “mekanisme”, (3) cara peneliti bertanya dapat tendensius dan mempengaruhi jawaban responden, dan (4) informasi yang diperoleh sangat tergantung pada kemampuan komunikasi responden.

3.1.3. Studi Pustaka/Literatur

  Dokumen dalam studi pustaka/literatur dapat dibedakan atas dokumen pribadi dan dokumen publik. Dokumen pribadi misalnya berupa catatan usahatani responden atau koresponden melalui email dan surat, sedangkan dokumen publik dapat berupa dokumen yang dipublikasi atau tidak dipublikasi. Sumber informasi merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dokumen. Misal, di Indonesia publikasi dari Badan Pusat Statistik merupakan salah satu sumber dokumen publik yang diakui dan dapat digunakan dalam referensi ilmiah.

  Kelebihan studi pustaka/literatur adalah (1) memungkinkan peneliti mendapat informasi dari sumber dengan latar belakang bahasa yang berbeda, (2) dapat diakses oleh peneliti sesuai dengan ketersediaan waktu peneliti, (3) informasi yang diperoleh merupakan informasi yang relatif berbobot karena merupakan pemikiran yang mendalam dari penulisnya, dan (4) informasi yang diperoleh merupakan fakta yang sudah tertulis yang sudah tidak perlu diinterpretasikan lagi.

  Kelemahan studi pustaka/literatur adalah (1) tidak semua literatur dapat diakses oleh individu atau publik, (2) tidak semua literatur tersedia pada tempat yang umum. Kadang- kadang peneliti perlu menelusuri data dari berbagai tempat sebelum menemukan data yang diperlukan, (3) informasi yang terdapat dalam literatur bukan merupakan rancangan peneliti sehingga sering tidak dapat langsung dientry atau tidak lengkap sebagai data penelitian dan (4) dokumen yang diperoleh mungkin tidak otentik atau tidak akurat.

3.1.4. Studi Materi Audiovisual

  Studi Materi Audiovisual agak berbeda dengan studi literatur karena umumnya materi audio visual merupakan data mentah yang sangat sedikit melibatkan analisis pihak ketiga. Sumber materi audiovisual dapat berupa foto, video, karya seni, software atau film.

  Kelebihan studi materi audiovisual adalah (1) dapat memberikan gambaran langsung, dan (2) peneliti tidak perlu terlibat langsung dalam kondisi yang digambarkan dalam materi audiovisual.

  Kelemahan materi audio visual adalah (1) interpretasi dari materi audiovisual tidak selalu mudah dilakukan. Peneliti mungkin tidak mempunyai pengalaman pada situasi yang sama, (2) tidak semua materi dapat diakses secara individu atau publik dan (3) pengambilan foto memerlukan izin objek foto dan kemungkinan mempengaruhi respon objek foto.

3.2. Panduan Wawancara

  Salah satu metode pengumpulan data adalah dengan wawancara. Untuk mendapatkan informasi yang optimal dalam waktu yang tersedia, maka pewawancara sebaiknya telah menyusun pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, dan telah menguasai pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga dapat menyampaikannya dengan jelas dan singkat. Sebelum mengajukan pertanyaan, pewawancara harus mampu menciptakan hubungan baik dengan responden. Kesan pertama dari penampilan dan kata-kata pewawancara sangat penting dalam menentukan suasana wawancara selanjutnya. Beberapa hal yang dapat perlu diperhatikan untuk memberikan kesan yang baik adalah: a. Berpakaian sederhana, rapi dan tidak menggunakan perhiasan yang berlebihan b. Bersikap rendah hati

  c. Bersikap hormat kepada responden

  d. Ramah dalam sikap dan ucapan (tetapi jangan terlalu banyak berbicara tentang yang hal yang tidak penting yang tidak berkaitan dengan tujuan wawancara)

  e. Bersikap netral dan penuh perhatian

  f. Menunjukkan antusias dalam setiap jawaban yang diberikan responden g. Bisa menjadi pendengar yang baik

  h. Tidak memaksakan kehendak kepada responden i. Dapat menyesuaikan dengan waktu luang yang dimiliki responden

  Dengan demikian, sebelum turun ke lapangan dan melakukan wawancara yang sebenarnya, sebaiknya setiap pewawancara mendapatkan pelatihan (coaching). Pelatihan dilakukan untuk memberikan gambaran tentang: a. Tujuan wawancara

  b. Informasi-informasi penting apa yang diinginkan dari hasil wawancara c. Siapa target responden yang akan dijumpai

  d. Penjelasan tiap nomor pertanyaan dalam kuesioner, baik maksud maupun tujuan dari pertanyaan tersebut e. Cara mencatat jawaban responden

  f. Prosedur wawancara, mulai dari memperkenalkan diri sampai dengan meninggalkan responden

3.3. Kuesioner

  Kuesioner merupakan salah satu alat yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan informasi dari proses wawancara yang dibutuhkan untuk menjawab permasalahan atau menerangkan fenomena. Informasi tersebut harus dapat memenuhi seluruh data yang dibutuhkan dalam metode penelitian. Jika penelitian menggunakan metode regresi misalnya, maka seluruh informasi yang dikumpulkan haruslah sesuai dengan variabel yang digunakan. Dengan demikian, pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner juga harus dapat mengukur variabel yang akan digunakan.

  Dalam penelitian, tidak semua variabel dapat diukur dengan mudah. Variabel yang tidak dapat secara langsung diobservasi, seperti sikap dan persepsi, dapat diukur dengan pendekatan (proxy). Pendekatan yang baik haruslah valid dan reliabel. Validitas menunjukkan sejauh mana pendekatan yang digunakan mampu mengukur variabel terkait yang tidak dapat diamati secara langsung, sementara reliabilitas menunjukkan sejauh mana pendekatan tersebut konsisten dan dapat dipercaya.

3.3.1. Validitas

  Validitas dibagi menjadi 5 jenis yaitu Validitas Konsep (Construct Validity), Validitas Isi (Content Validity), Validitas Prediktif (Predictive Validity), Validitas Internal dan Eksternal (Internal and External Validity), dan Validitas Rupa (Face Validity).

1. Validitas Konsep (Construct Validity)

  Validitas konsep menunjukkan apakah indikator-indikator yang digunakan untuk mengukur suatu konsep sudah tepat atau tidak. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian validitas konsep adalah sebagai berikut: a. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur. Definisi operasional tersebut dapat diperoleh dari literatur (teoritis atau penelitian empiris terdahulu) ataupun dari pendapat para ahli. Apabila definisi tersebut tidak ada di dalam literatur ataupun dari para ahli, maka peneliti dapat menanyakan melakukan observasi atau wawancara langsung kepada calon responden. Dari definisi tersebut, maka peneliti dapat menyusun daftar pertanyaan dalam kuesioner.

  b. Melakukan uji coba kuesioner tersebut pada sejumlah responden, minimal 30 orang. Jawaban untuk masing- masing pertanyaan diberi skor.

  c. Melakukan tabulasi data

  d. Menghitung nilai korelasi antara skor masing-masing pernyataan dengan total skor dengan menggunakan Korelasi Pearson Product Moment, dengan rumus:

  (∑ ) (∑ ∑ )

  = ...................................(3.1)

  [ ∑ (∑ ) ][ ∑ (∑ )

  dimana: N = jumlah responden (pengamatan); X = skor masing-masing pernyataan; Y = total skor e. Jika koefisien korelasi yang diperoleh signifikan secara statistik, maka alat pengukur yang digunakan valid.

2. Validitas Isi (Content Validity)

  Validitas isi suatu alat pengukur ditentukan oleh sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep. Misalnya seorang peneliti ingin mengukur tingkat adopsi petani terhadap prinsip dan kriteria RSPO. Prinsip dan Kriteria RSPO terdiri dari delapan prinsip, jika di pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner tidak mencakup semua aspek tersebut, maka alat pengukur tersebut dikatakan tidak memiliki validitas isi yang tinggi. Contoh lain adalah jika seorang peneliti ingin mengetahui tingkat penguasaan materi mahasiswa terhadap suatu mata kuliah atau kualitas ujian suatu mata kuliah. Jika misalnya materi tersebut mencakup 10 topik, seharusnya yang diujikan harus seimbang untuk masing-masing topik. Jika tidak maka kuesioner tersebut juga tidak memiliki validitas isi.

  3. Validitas Prediktif (Predictive Validity) Alat pengukur juga sering digunakan untuk alat prediksi.

  Contoh alat ukur yang memiliki validitas prediktif adalah ujian seleksi masuk ke perguruan tinggi. Ujian tersebut adalah upaya untuk memprediksi kemampuan calon mahasiswa dalam mengikuti pelajaran di perguruan tinggi. Peserta yang lulus ujian diprediksikan dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan baik. Untuk menilai apakah soal ujian tersebut benar-benar memiliki validitas prediktif yang tinggi sangat tergantung pada apakah ada korelasi yang tinggi antara nilai ujian seleksi dengan prestasi belajar selama di perguruan tinggi. Bila ternyata ada korelasi yang tinggi, maka soal ujian tersebut memiliki validitas prediktif yang baik.

  

4. Validitas Internal dan Eksternal (Internal and

External Validity)

Dokumen yang terkait

Penentuan Jalur Efektif Pola Data Flow Diagram (DFD) Dengan Metode Structural Equation Modeling Di PT.Anugrah Kurnia Pusaka

1 50 224

Analisis Pengaruh Manajemen Karier Organisasi dan Manajemen Karier Individu terhadap Komitmen Organisasi Karyawan dengan Pendekatan Structural Equation Modeling (Studi Kasus pada PT. “XYZ”)

0 0 6

Pengembangan Indikator dan Penentuan Rumah Tangga Miskin di Propinsi Jawa Timur Menggunakan Spatial Structural Equation Modeling

0 1 6

Analisis Kepuasan dan Loyalitas Pengunjung Terhadap Pelayanan di Kawasan Wisata Goa Selomangleng Kota Kediri dengan Pendekatan Structural Equation Modeling

0 0 6

Analisis Faktor - Faktor Yang Memengaruhi Penggunaan Smartphone Dengan Menggunakan Metode Structural Equation Modeling (SEM)

0 0 10

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sikap Pengguna Twitter Tentang Pemberian Informasi Pribadi dengan Menggunakan Metode Structural Equation Modeling (SEM)

0 0 10

Structural Equation Modeling in Practice: A Review and Recommended Two-Step Approach

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Structural Equation Modeling (SEM) 2.1.1 Sejarah SEM dan Pengertian - Penerapan Metode Structural Equation Modeling (SEM) dalam Menentukan Pengaruh Kepuasan, Kepercayaan Dan Mutu terhadap Kesetiaan Pasien Rawat Jalan dalam Mema

0 0 26

Estimasi, Pemilihan Model dan Peramalan Deret Waktu dengan SPSS - Repository Unja

0 0 12

Analisis Pengaruh Keterampilan Mengajar, Emosi Mahasiswa, Tekanan Akademik dan Perceived Academic Control terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Menggunakan Pendekatan Structural Equation Modeling (SEM) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 124