BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat Kayu - Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit Tip Blok Terbuat Dari Sisa Potongan Kayu Sembarang Dan Tripleks Sebagai Pengapit Dengan Menggunakan Resin Epoksi Dan Fox

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Kayu

  Kayu merupakan salah satu material yang banyak dipergunakan sebagai bahan konstruksi bangunan dan bahan baku meubel. Berbagai keunggulan kayu menyebabkan kayu masih banyak diminati para penggunanya walaupun sekarang ini telah banyak material lain seperti baja, beton, plastik, dll yang notabenenya juga dapat dipergunakan sebagai bahan konstruksi dan meubel.

  Sebagai produk alam, kayu tersusun atas karbon (46% C), hidrogen (6%

  H), oksigen (44% O) serta mineral (1%). Dwi Harwita, (2011) mengemukakan bahwa kayu memiliki sifat higroskopis dimana keberadaan sifat ini menyebabkan kayu dapat menyerap (absorpsi) dan melepaskan (desorpsi) air untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungannya. Kemampuan absorpsi dan desorpsi kayu ini berakibat pada besarnya kadar air yang selalu berubah tergantung pada suhu dan kelembaban lingkungan sekitarnya.

  Menurut Dwi Harwita (2011) selain unsur C, H dan O yang terdapat dalam kayu, juga terdapat unsur-unsur lain seperti N, P, K, Ca, Mg, Si, Al dan Na. Unsur-unsur tersebut tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:

  1 Komponen lapisan luar yang terdiri atas fraksi-fraksi yang dihasilkan oleh kayu selama pertumbuhannya. Komponen ini sering disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif ini adalah senyawa lemak, lilin, resin dan lain- lain.

  2 Komponen lapisan terbagi menjadi dua fraksi yaitu fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, fraksi non karbohidrat yang terdiri dari lignin.

  Selulosa Selulosa merupakan senyawa organik yang terdapat pada dinding sel. Bersama lignin berperan dalam mengokohkan struktur tumbuhan. Selulosa pada kayu umumnya berkisar 40-50%, Selulosa terdiri atas rantai panjang unit- unit glukosa yang terikat dengan ikatan glukosida.

Gambar 2.1. Rantai Selulosa.

  Dalam sel, ada air terletak pada rongga disebut air bebas, air ini memberikan pengaruh berat pada kayu. Air terikat terletak pada dinding sel dan mikrofoid yang memberikan pengaruh berat dan dimensi pada kayu. Jumlah air bebas tergantung porositas dan volume kayu. Penyusutan kayu selain dipengaruhi oleh kadar air juga dipengaruhi berat jenis kayu. Berat jenis memberikan pengaruh hubungan yang linier positif terhadap penyusutan kayu, semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka penyusutan kayu akan semakin tinggi. Sri Probowati, (2011).

  Dengan mengetahui sifat dari kayu diharapkan akan sangat berguna dalam memanfaatkan kayu secara optimal, baik ditinjau dari segi kekuatan, keindahan ataupun lamanya penggunaan.

  Tetapi ada salah satu sifat kayu yang kurang menguntungkan manusia, yakni tidak tahan lama atau kurang awet dibandingkan dengan material logam, keramik, karena itu dilakukan perendaman untuk mengawetkan kayu tersebut dan juga menghilangkan zat ekstraktif (senyawaan lemak dan lilin). Sebagai bahan pengawet digunakan campuran boraks dan asam borat (BAE) dengan perbandingan 1,54 : 1,00. Campuran garam tersebut dilarutkan dalam air untuk membuat larutan 5%, 7,5% dan 10% (b/v).

2.2 Serbuk Kayu

  Kusnadi. A, (2011), menyebutkan beberapa tipe-tipe utama partikel kayu yang digunakan sebagai bahan pengisi untuk pembuatan papan partikel yaitu : a. Pasahan, yaitu partkel kayu berdimensi yang tidak menentu yang dihasilkan apabila mengentam lebar atau mengentam sisi ketebalan kayu, bervariasi ketebalannya dan sering tergulung.

  b. Serpih, yaitu partikel kecil dengan dimensi yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dari peralatan yang telah dikhususkan. Ketebalannya seragam dan orientasi serat sejajar permukaannya.

  c. Biskit, merupakan partikel yang berbentuk serpihan namun lebih besar ukurannya.

  d. Tatal, yaitu bentuk kepingan yang dipotong dari suatu balok dengan memakai pisau yang besar atau pemukul, seperti mesin pembuatan tatal kayu pulp.

  e. Serbuk gergaji, merupakan partikel kayu halus yang dihasilkan dari pemotongan oleh gergaji kayu.

  f. Untaian, merupakan pasahan dalam bentuk panjang dan pipih dengan permukaan yang sejajar.

  g. Kerat, yaitu potongan potongan melintang dalam bentuk persegi dengan panjang paling sedikit empat kali ketebalannya.

  Dwi Harwita, (2011) menyatakan sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu tersebut sebagai berikut :

  1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%

  2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan

  ) Ujung 10 % (m

  Salah satu gambar limbah potongan – potongan kayu tersebut terlihat pada gambar sebagai berikut :

  31.174,75 38.130,20 21.648,35 73.580,70 33.962,35 Sumber: Departemen Kehutanan (2008).

  77.936,88 95.325,50 54.120,88 183.951,75 584.905,88

  46.762,13 57.195,30 32.472,53 110.371,05 50.943,53

  311.747,5 381.302 216.483 735.807 339.623,5

  623.495 762.604 432.967 1.471.614 679.247

  ) 2002 2003 2004 2005 2006

  3

  3 Potongan

  3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.

  ) 25 % (m

  3 Sebetan

  ) Gergajian 15 % (m

  3 Serbuk

  ) Limbah, 50 % (m

  3 Produksi

  Tahun Produksi Kayu Gergajian (m

Tabel 2.1. Produksi Kayu Gergajian dan Jumlah Limbah per Tahun

  Menurut Departemen Kehutanan (2008) bahwa produksi kayu gergajian di Indonesia ditunjukkan pada Tabel 2.1.

  Gambar 2. 2. Limbah Potongan – potongan Kayu

  2.3 Tripleks

  Papan atau panel buatan yang terdiri dari susunan beberapa lapisan vinir yang mempunyai arah serat bersilangan tegak lurus dengan diikat oleh perekat tertentu, adalah kayu lapis. Vinir adalah lembaran kayu tipis yang diperoleh dengan cara mengupas atau mengiris dari kayu jenis tertentu.

  Tripleks adalah kayu lapis yang terdiri dari 3 lapisan vinir yang diletakan dengan lem, serat- serat kayunya bersilangan, lapis atas dan lapis bawah seratnya harus searah. Multipleks adalah kayu lapis yang terdiri dari 5 atau lebih lapisan vinir. Arah serat lapisan bawah dan atas harus searah.

  Tripleks ini tidak sedikit yang cacat dari pabrik yang tidak layak untuk dipergunakan, tripleks inilah yang akan dijadikan pengapit atas - bawah sekaligus sebagai matrik terhadap potongan - potongan kayu, yang kita kenal adalah jenis potongan tatal. Sebagai bahan perekat kayu lapis yang tahan kelembaban udara digunakan perekat yang terbuat dari lem PVA. Perekat kayu lapis yang tahan air dan cuaca terbuat dari fenol formaldehid.

  

Gambar. 2.3. Tripleks

  2.4 Komposit

  Komposit adalah penggabungan dari dua atau lebih material yang berbeda sebagai suatu kombinasi yang menyatu. Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (filler) sebagai pengisi dan bahan pengika yang disebut

  

matrik . Di dalam komposit unsur utamanya adalah serat, sedangkan bahan pengikatnya menggunakan bahan polimer yang mudah dibentuk dan mempunyai daya pengikat yang tinggi.

  Sifat-sifat matriks inilah yang biasanya meningkat ketika digabungkan dengan material penyusun lain untuk membentuk komposit. Sebuah komposit bisa memiliki matriks dalam bentuk keramik, logam, maupun polimer, sedangkan material penyusun lainnya adalah material penguat (reinforcement) yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat mekanik dari matriks tersebut.

  Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan karakteristik bahan komposit seperti : kekakuan, kekuatan dan sifat-sifat mekanik lainnya. Matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Geometri material penguat merupakan salah satu parameter utama dalam menentukan efektivitas penguatan, dangan kata lain sifat-sifat mekanik dari komposit sangat bergantung kepada bentuk dan dimensi dari material penguatnya. Geometri tersebut meliputi konsentrasi penguat, ukuran, tebal lapisan penguat, jarak penyusunan dan orientasinya, Bodja Suwanto, (2011).

  Ada dua hal yang harus diperhatikan pada komposit yang diperkuat agar dapat efektif yaitu : 1. komponen penguat harus memiliki modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada komponen matriksnya.

  2. Harus ada ikatan permukaan yang kuat antara komponen penguat dan

  matriks nya. Fungsi matriks adalah untuk mendukung dan mengikat reinforcement,

  mentransfer beban antar reinforcement, dan melindungi reinforcement dari perubahan eksternal.

2.4.1. Klasifikasi Bahan Komposit

  Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit yang sering digunakan antara lain : 1.

  Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau metal anorganic.

  2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau laminate .

  3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan discontinous .

  4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural, ( BSN No.

  8 Tahun 2000 ), Penulisan Standar Nasional Indonesia. Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites) dibedakan menjadi beberapa macam antara lain :

  1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.

  2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.

  3. Particle composites adalah gabungan partikel dengan matrik.

  4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan matrik yang kedua.

  5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina , ( BSN No. 8 Tahun 2000, Penulisan Standar Nasional Indonesia ).

  Secara umum bahan komposit terdiri dari dua macam, yaitu bahan komposit partikel (particulate composite) dan bahan komposit serat (fiber

  

composite ). Bahan komposit partikel terdiri dari partikel-partikel yang diikat oleh

  matrik. Bahan komposit serat terdiri dari serat-serat yang diikat oleh matrik yang saling berhubungan.

2.5. Resin Epoksi

  Kata epoksi berasal dari grup kimia yang terdiri dari atom oksigen yang diikat dengan dua atom karbon yang sudah diikat dengan cara tertentu. Bentuk epoksi yang paling sederhana adalah struktur cincin dengan tiga anggota yang disebut“alpha–epoksi”atau“1.2–epoksi”. Struktur kimia yang ideal (Gambar 2.4 ) merupakan karakteristik dari molekul epoksi yang paling mudah diidentifikasikan.

  Resin epoksi adalah resin termoseting yang memiliki kekuatan adhesif yang tinggi, bersifat keras, kaku, getas, jika sudah mengeras tidak larut dalam air. Resin epoksi merupakan kombinasi dari bisphenol A dan epichlorohydrin mempunyai formasi dari rentetan polimer, yang mengandung dua kelompok reaktif epoxide dan hydroxyl, Abdul Syukur ,(2008). Resin epoksi adalah termasuk kelompok plastik termoseting, yaitu tidak meleleh lagi jika dipanaskan. Pengerasannya terjadi karena reaksi polimerisasi, bukan pembekuan. Oleh karena itu resin epoksi tidak mudah di-recycle. Contoh yang mudah dapat di pasaran adalah "plastic-steel epoxy".

  Sifat Fisik : hampir sama dengan sifat jenis plastik,bersifat isolator atau sifat konduktor yang kurang baik, kecuali bila ditambahkan campuran lain, misalnya serbuk logam atau karbon. Sifat Kimia : Sama seperti sifat plastik juga, secara kimia plastik termasuk inert. Sifat Mekanik : Dalam bentuk asli resin epoksi keras dan getas. Sifat Mekanik sangat banyak dimodifikasi sifatnya baik dari sisi kekuatan, kekenyalan, keuletan, sampai ke arah sobek Tata Surdia, (1984). Rumus molekul : CH CO CH dan bentuk molekul trigonal planar pada C = O

  3

  3 seperti gambar di bawah ini.

   Gambar 2. 4. Struktur kimia ideal untuk epoksi Dalam prepolimer n, yang merupakan singkatan dari jumlah unit berulang polimer, bisa menjadi setinggi 25, tetapi diepoksi dalam dua bagian molekul kecil dengan dua gugus epoksi, seperti gambar 2.5

  Gambar 2. 5. Struktur kimia ideal untuk epok

  Resin epoksi dibentuk dari rangkaian panjang struktur molekul mirip vinylester dengan titik reaktif pada kedua sisi. Akan tetapi, pada resin epoksi titik reaktif ini bukannya terdiri dari grup ester melainkan terdiri dari grup epoksi, seperti gambar 2.4 dan gambar 2.5. Ketiadaan grup ester berarti resin epoksi memiliki ketahanan yang baik terhadap air. Molekul epoksi juga menyimpan dua grup cincin pada titik tengahnya yang dapat menyerap baik tekanan maupun temperatur lebih baik dibandingkan grup linier sehingga resin epoksi memiliki ketangguhan, kekakuan, ketahanan terhadap panas yang sangat baik, dan sukar diproses, Tata Surdia, (1984) . Gambar resin epoksi yang siap pakai sebagai berikut :

  Gambar. 2.6. Resin Epoksi Yang Siap Pakai

2.6 Papan Partikel

  Menurut SNI 03 – 2105 - 2006 , papan partikel merupakan hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan. Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan

  

efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

lignoselulosa lainnya, Irfandi, (2011 ).

  Papan partikel merupakan salah satu jenis produk komposit atau panil kayu yang terbuat dari partikel-partikel kayu atau bahan ber - lignoselulosa lainnya, yang diikat menggunakan perekat sintesis atau bahan pengikat lain dan dikempa panas, Sri Probowati, (2011).

  Papan partikel mempunyai beberapa kelebihan dibanding kayu asalnya yaitu papan partikel bebas dari mata kayu, pecah dan retak, ukuran dan kerapatan papan partikel dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tebal dan kerapatannya seragam dan mudah dikerjakan, mempunyai sifat isotropis, sifat dan kualitasnya dapat diatur. Karakteristik papan partikel dari beberapa standar sebagai acuan untuk menentukan kwalitas papan partikel tersebut diperlihatkan tabel sebagai berikut :

Tabel 2.2. Sifat Fisis dan Sifat Mekanik JIS A – 5908 - 2003 NO Sifat Fisik dan Mekanik Nilai Standar JIS

  3

  1 Kerapatan ( gr/cm ) 0,4 – 0,9

  2 Kadar Air ( % ) 5 – 13

  3 Daya Serap Air ( % ) 45,29 – 62,31

  4 Pengembangan Tebal ( % ) 121,59

  2

  5 MOR ( kg/cm ) 86,05

  2

  6 MOE ( kg/cm ) 10835,58

  2

  7 Internal Bond ( kg/cm ) 4,71

  8 Kuat Pegang Sekrup ( kg ) 60,56 (Sumber : Japanese Industrial Standard Association JIS A – 5908 – 2003 ) Dan ada juga karakteristik papan partikel dari SNI 03 – 2105 – 2006 diperlihatkan pada Tabel 2.3

Tabel 2.3 Sifat Fisis dan Mekanis dari SNI 03 – 2105 -2006 NO Sifat Fisik dan Mekanik Nilai SNI 03 – 2105 -2006

  2 Min 1,5 )

  3. Potongan kayu dikeringkan di panas matahari dan di dalam oven.

  2. Potongan kayu direndam di dalam campuran borax dan asam borak.

  Penyiapan potongan kayu, tripleks, perekat kayu dan juga resin epoksi.

  2. Tahapan pembentukan terdiri atas tahapan : Pembuatan tip blok terdiri atas tahap-tahap seperti : 1.

  1. Tahapan penyiapan potongan kayu, tripleks cacat, perekat dan campuran boraks dan asam borat dan semua yang berhubungan dalam proses pembuatan Tip Blok tersebut.

  Dalam hal ini penulis membuat tip blok, adapun tahapan persiapan pembuatan tip blok dibagi menjadi 2 yaitu:

  Zahid Rabbani, (2012) Papan partikel dibuat dari tatal kayu yang kasar dan dicampur dengan perekat sehingga dapat dipres menjadi papan yang disebut Tip Blok. Tip blok atau papan lamin ada yang diproduksi dengan bahan kayu lapis biasa yang intinya terdiri dari kayu gergajian atau vinir tebal. mengemukakan papan blok ialah kayu lapis yang tersusun dari kayu gergajian ( lumber ) sebagai inti dan dilapisi dengan vinir pada kedua permukaannya, dan produk ini dinamakan juga lumbercoreplywood.

  7 Kuat Impak ( Sumber : Standar Nasional Indonesia 03 – 2105 – 2006 )

  6 Kuat Rekat Internal ( kg/cm

  1 Kerapatan ( gr/cm

  2 Min 15.000 )

  5 MOE ( kg/cm

  2 Min 80 )

  4 MOR ( kg/cm

  3 Pengembangan Tebal ( % ) Maks 12

  2 Kadar Air ( % ) Min 14

  0,5 – 0,9 )

  3

2.7 Papan Blok

  3 .

  Zahid Rabbani, (2012) mengklasifikasikan papan partikel berdasarkan kerapatannya menjadi tiga golongan, yaitu :

  3 .Papan partikel berkerapatan tinggi (High Density Particleboard ), yaitu papan partikel yang berkerapatan lebih dari 0,8 gr/ cm .

  3

  3

  2. Papan partikel berkerapatan sedang (Medium Density Particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan antara 0,4 gr/ cm .

  3

  1. Papan partikel berkerapatan rendah (Low Density Particleboard), yaitu papan yang mempunyai kerapatan kurang dari 0,4 gr/cm

   Gambar .2.7. Tip Blok Yang Sudah Jadi Pengujian papan partikel mengacu pada standar JIS A 5908-2003.

  4. Potongan kayu diserut dengan mesin serut kayu, hingga ketebalan akhir mencapai ketebalan yang sama, yaitu 2,5 cm.

  Gambar hasil akhir komposit sebagai berikut :

  9. Pemotongan tip blok untuk pengujian sifat mekanik nya.

  8. Proses tersebut di atas dilakukan, tetapi dengan perekat yang berbeda.

  7. Tip blok tersebut dipres dengan kekuatan 1366 N.

  6. Potongan – potongan kayu diolesi dengan perekat resin epoksi, kemudian disusun di atas tripleks yang sudah disediakan.

  5. Pemotongan tripleks dengan ukuran yang sama, yaitu 30 cm 30 cm.

  • – 0,8 gr/ cm

2.8 Pengujian Sifat Fisis Tip Blok

2.8.1 Pengujian Kerapatan

  Pengujian kerapatan dilakukan pada kondisi kering udara dan volome kering udara. Nilai densitas atau kerapatan papan komposit dihitung dengan menggunakan persamaan : Irfandi, (2011)

  m

  (2.1)

  ρ =

  V

3 Dimana )

  : ρ : kerapatan (kg/m M : massa sampel uji (kg)

  3 V : volume sampel uji (m )

2.8.2 Pengujian Daya Serap Air

  Daya serap air papan komposit dilakukan dengan mengukur selisih berat sebelum dan sesudah perendaman dalam air dingin selama 24 jam, dihitung dengan persamaan sebagai berikut : Dwi Harwita, (2011). m − m

  2

  1 × 100%

  DSA ( 2 . 2 ) =

  m

1 Dimana : DSA : Daya serap air (%)

  m : massa sampel uji sebelum perendaman (kg)

  1

  m

  2 : massa sampel uji sesudah perendaman (kg) 2.9 Pengujian Sifat Mekanik Tip Blok.

2.9.1 Pengujian Kuat Lentur (kuat bending)

  Pengujian kuat lentur atau MOR (modulus of repture) didefenisikan sebagai ; kemampuan material untuk menahan deformasi di bawah beban hingga bengkok sebelum patah. Kuat lentur merupakan besaran yang menunjukkan beban maksimum yang dapat ditahan oleh material persatuan luas. Nilai kuat lentur dihitung dengan persamaan:

3 P L

  ( 2. 3 )

  σ =

  2

  2 b d Dimana :

  2

  )

  σ : kuat lentur (N/m

  P : berat beban maksimum (N) b : lebar sampel uji (m) d : tebal sampel uji (m) L : jarak sanggga (m)

  Gambar. 2.8. Universal Testing Machine (UTM) Alat Uji MOR

2.9.2 Pengujian Kuat Tarik

  Uji kuat tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan maksimum suatu material bila dikenai beban. Pengujian ini dilakukan dengan menarik sampel dikedua ujungnya hingga putus. Hasil yang didapat dari uji tarik adalah beban maksimum yang dapat ditahan dengan kemuluran material. Nilai kuat tarik dituliskan dalam bentuk persamaan Indra Rahmadi, (2011) :

  ( 2 . 4 )

  = σ

  2 Dimana : Nilai kuat tarik (N/m ) :

  σ P : Beban maksimum (N)

  2 A : Luas penampang (m )

2.9.3 Pengujian Impak

  Pengujian impak merupakan suatu pengujian yang mengukur ketahanan bahan terhadap beban kejut ( atau beban datang tiba - tiba ). Inilah yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan.

  Prinsip dasar pengujian impak ini adalah penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian tertentu dan menumbuk benda uji sehingga benda uji mengalami deformasi. Pengujian impak dapat dilakukan dengan cara pengujian Charpy, Izod atau dengan bola jatuh, ( Yusriati , 2011 ). Nilai impak dapat dirumuskan dengan :

  ( 2 .5 )

  I = s

  2 Dimana : Is : Nilai Impak (J/m )

  E : Energi yang diserap (J)

  2 A : Luas Penampang (m )

   Gambar .2.9. Alat Uji Kuat Impak

2.9.4 Pengujian Kuat Tekan

  Pengujian kuat tekan untuk tip blok ini mengacu pada ASTM D – 1037 – 99. Pengukuran kuat tekan sampel tip blok dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, Irfandi, (2011 ) :

  ( 2 . 6 )

  =

  2 Dimana )

   : Kuat Tekan (N/m F : Beban Tekan Maksimum Yang Diberikan (N)

  2 A : Luas Penampang Bidang Sentuh (m )

2.10 Sifat Termal ( Kemampuan Nyala dan Tahan Nyala)

  Pengujian ketahanan nyala api dilakukan sesuai dengan sifat bahan yang mudah menyala, seperti bahan yang terkandung di dalamnya yaitu seluloid dan yang dapat habis terbakar walaupun api dipadamkan setelah penyalaan seperti pada polikarbonat. Pengujian nyala api dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan bahan-bahan polimer dengan bahan-bahan serat yang sukar menyala. Dengan mengembangkan bahan-bahan polimer dan bahan-bahan serat yang sukar terbakar, dapat mengurangi gas-gas berasap dan beracun yang terbentuk selama proses pembakaran terjadi.