BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Jati - Pembuatan Poliuretan Sebagai Media Penyaring Air Payau Dari Lignin Isolat Kayu Jati Dengan Bahan Aditif Pasir

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Jati

  Jati mempunyai nama ilmiah Tectona grandis linn F yang secara historis nama

  

Tectona berasal dari bahasa Portugis (tecton) yang berarti tumbuhan yang

  mempunyai kualitas yang tinggi (Suryana, 2001). Berikut ini taksonomi dan tata nama dari kayu jati :

  Divisio : Spermatophyta Class : Angiospermae Sub Class : Dicotyledonae Ordo : Verbenales Familia : Verbenaceae Genus : Tectona Species : Tectona grandis

  Kayu Jati tergolong jenis kayu berat-sedang dengan permukaan kayu yang halus dan mempunyai karakteristik penampakan yang menarik. Kayu teras berwarna coklat kekuning-kuningan setelah ditebang, tetapi kadang-kadang berwarna coklat keemasan. Kayu gubal berwama putih kekuning-kuningan atau coklat kuning muda (Martawijaya, 1995).

  Kayu jati memiliki arah serat yang lurus bergelombang sampai agak berpadu. Berat jenis rata-rata kayu jati 0,67 dan tergolong ke dalam kelas awet I-II dan kelas kuat II (Mandang, 1997).Daya resistansi kayu jati yang tinggi terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan karena adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2-metil antraquinon (Sipon, 2001). Kayu terasa seperti berminyak bila Komposisi dari komponen kimia kayu jati dapat dilihat dari Tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Komposisi Kayu Jati

  Kandungan % Zat Ekstraktif

  6,2 Lignin

  29,95 Selulosa

  46,5 Abu

  1,4 Silika

  0,4 Pentosan

  14,4 (Suryana, 2001)

  Ciri anatomi kayu jati adalah pori atau pembuluh tersusun atas lingkar, bentuk bulat sampai bulat telur, diameter tangensial bagian kayu awal sekitar 340- 370 mikron, pada kayu akhir sekitar 50-290 mikron, bidang perforasi sederhana, berisi tilosis atau endapan berwarna putih.Jari-jari lebar, terdiri dari 4 seri atau lebih, jumlahnya 4-7 per mm, arahnya tangensial, komposisi selnya homoseluler (hanya sel-sel baring) tingginya dapat mencapai 0,9 mm (Mandang, 1997).

2.2 Lignin

  Lignin merupakan segmen yang mengikat fibril-fibril selulosa sehingga memberikan stabilitas dimensi terhadap kayu (Stevens, 2001). Lignin merupakan komponen terbesar kedua setelah selulosa di dalam sistem penyusun kayu yang memiliki banyak gugus fungsi oksigen (senyawa fenolik, hidroksil, karboksil, eter, ikatan ester, dan gugus karbonil). Lignin merupakan polimer alami yang terdiri dari molekul-molekul polifenol yang berfungsi sebagai pengikat kayu antara satu sama lain sehingga bersifat keras dan kaku. Dengan adanya lignin, kayu dapat meredam kekuatan mekanis yang dikenakan terhadapnya (Rudatin, 1989).

  Keberadaan lignin dalam dinding sel sangat erat hubungannya dengan selulosa yang berfungsi untuk memberikan ketegaran pada sel, berpengaruh dalam memperkecil perubahan dimensi sehubungan dengan perubahan air kayu dan mengurangi degradasi terhadap selulosa (Sjostrom, 1995). Fungsi lignin di dalam tanaman adalah sebagai pembawa sifat biologis dan perekat diantara selulosa dan hemiselulosa di dalam dinding (Dence, 1992).

  Lignin tergolong makromolekul fenolik alami yang berasal dari dinding sel tanaman yang mengandung tiga penyusun utama unit fenilpropana (monolignols), yaitu coniferyl alcohol (G), sinapyl alcohol (S), dan p-coumaryl

  

alcohol (H). Struktur lignin sangat kompleks dan terhubung dengan hemiselulosa

secara acak dalam bentuk tiga dimensinya (Dence, 1992).

  Didalam struktur lignin yang sebenarnya terdapat perbedaan jenis monomer penyusunnya. Lignin pada kayu lunak adalah jenis lignin guaiasil yang diturunkan dari coniferyl alcohol (G) dan sejumlah kecil sinapyl alcohol (S). Struktur unit-unit fenilpropana penysun lignin dpat dilihat pada Gambar 2.3 berikut:

  OH OH OH MeO OMe OMe

  O H O H O H p-coumaryl sinapyl coniferyl

  MeO OMe OMe O H O H O H

  (S) syringyl guaiacyl (G) p-hydroxyphenyl (H) Pada kayu keras adalah lignin guaiasil-siringil yang diturunkan dari yaitu

  

coniferyl alcohol (G) sinapyl alcohol (S) dengan perbandingan yang sama. Lignin

  pada rumput termasuk jenis guaiasil-siringil, tetapi diturunkan dari p-coumaryl alcohol (H) (Dence, 1992).

  H 3 CO OH CH OCH

3

HC CH H 2 COH O CH HCOH H 2 COH H 3 CO O CH H 2 COH O CH 3 O OCH 3 HCOH HC H 2 COH O O OCH

3

HCOH CH CH CH O HCOH HCOH O H 2 COH H 3 CO HCOH HCOR H 2 COH H 2 COH H 2 COH H 2 COH OCH 3 HC HC H 3 CO O HCOH H 2 COH H 3 CO OH C O CH HC H 2 COH HC H 2 COH O H

3

CO HCOH HCOH HC H 2 COH O H 3 CO O OCH 3 H 2 COH HO H 3 CO HC HC H 2 C O CH CH CH 2 O OCH 3 OH HCOH HCOR O HOH 2 C CH CHO O

Gambar 2.2 Struktur Lignin menurut Adler (1977)

  Achmadi (1990) menjelaskan bahwa lignin dibagi dua kelompok, kelompok lignin guaiasil (koniferil alkohol) yang terdapat dalam kayu jarum (softwood) berkisar 26-32% dan yang kedua adalah kelompok lignin guaiasil- siringil (sinapil alkohol atau koniferil alkohol) yang terdapat pada kayu daun lebar (hardwood) sebanyak 20-28%. Konsentrasi lignin tertinggi terdapat dalam lamela tengah dan akan semakin mengecil pada lapisan dinding sekunder (Sjostrom, 1995).

  Lignin memiliki gugus metoksil dan inti fenol yang saling berikatan dengan ikatan eter atau ikatan karbon dan mempunyai berat molekul tinggi. Polimer lignin cenderung bercabang dan membentuk struktur tiga dimensi (Sjostrom, 1995). Kandungan metoksil lignin bervariasi,dimana semakin tinggi tanaman berdiri dan berkembang maka kandungan metoksil lignin akan semakin tinggi (Harkin, 1969).

  Lignin dapat diisolasi dari dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak terlarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis. Secara kuantitatif, lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan yang mudah larut (Achmadi, 1990).

2.3 Poliuretan

  Poliuretan ditemukan oleh Dr. Otto Bayer pertama kali pada awal perang dunia kedua. Awalnya, poliuretan digunakan sebagai pengganti karet untuk melapisi beberapa material seperti logam dan kayu. Penggunaan poliuretan semakin meningkat di pasar-pasar dunia. Saat ini, poliuretan digunakan untuk bahan konstruksi, pengemas, insulasi, tempat tidur, alas kaki, dalam bentuk kaku, semi kaku dan busa dengan variasi densitas , yang dikenal sebagai elastomer (Li, 2012).

  Poliuretan adalah bahan polimer yang terdiri atas gabungan gugus uretan. Uretan mengandung gugus –NH-CO-O-. Pembuatan poliuretan dapat dilakukan dengan mereaksikan isosianat dengan senyawa yang memiliki hidrogen aktif, seperti diol, mengandung gugus hidroksil, dengan bantuan katalis (Sivertsen, 2007). Berdasarkan jenisnya, poliuretan dapat berupa termoplastik atau termoset yang merupakan produk reaksi isosianat polifungsi dan alkohol polihidroksi atau poliester tertentu. Kemudian ketahanan terhadap air, bahan kimia, ozon sampai radiasi dan cuaca juga cukup baik (Hartomo, 1992).

  Pemilihan pemakaian poliol akan mempengaruhi perluasan rantai polimer, crosslinking, dan kekakuan busa poliuretan (Sparrow, 1990). Poliuretan juga sering disebut poliisosianat, dimana gugus isosianat –NCO bersifat sangat reaktif dan membentuk uretan dengan alkohol. Poliuretan dapat mengalami ikatan hidrogen. Poliuretan memliki titik leleh yang rendah dan pada awalnya jarang diperdagangkan. Seiring perkembangannya, poliuretan telah banyak diaplikasikan sebagai busa, serat, perekat, elastomer, pelapis permukaan (Lase, 2009).

  H O R' O R" O H R' N C O R" + N C

  Isosianat Alkohol Uretan

Gambar 2.3 Reaksi Umum Pembentukan Poliuretan Menurut Lase (2009)

2.3.1 Komponen Pembentuk Poliuretan

2.3.1.1 Polipropilen Glikol (PPG)

  Inisiator polimerisasi dibutuhkan untuk mengontrol jenis polieter yang akan dihasilkan. Propilena glikol dapat digunakan sebagai inisiator dalam pembuatan polieter difungsional, sedangkan gliserol dapat dijadikan sebagai polieter

  CH

  3 katalis basa CH -CH-CH

  H OCH CH OH

  2

  3 2 n Polipropilena Glikol

  

Gambar 2.4Reaksi Pembentukan PPG menurut Hepburn (1991)

2.3.1.2 Toluena Diisosianat (TDI)

  Molekul yang mengandung dua gugus isosianat disebut diisosianat. Molekul tersebut juga dikaitkan dengan monomer sebab digunakan untuk menghasilkan isosianat polimerik yang mengandung tiga atau lebih gugus fungsional isosianat. Isosianat dapat digolongkan sebagai aromatik, seperti difenilmetana diisosianat (MDI) dan toluena diisosianat (TDI).

  Isosianat dengan dua atau lebih kelompok fungsional yang diperlukan untuk pembentukan polimer poliuretan. Kelompok isosianat aromatik terkait jauh lebih reaktif dari yang alifatik dan lebih ekonomis. Isosianat alifatik digunakan hanya jika sifat-sifat khusus yang diperlukan untuk produk akhir. Misalnya, pelapis yang stabil ringan dan elastomer hanya dapat diperoleh dengan isosianat alifatik.

  TDI berupa cairan tak berwarna. Memiliki rumus molekul C

  9 H

  6 N

  2 O 2 , ° º

  berat molekul 174,15, titik beku 2,4-TDI 20,5 C dan 2,6-TDI 18,3 C TDI terdiri dari campuran dari 2,4 - dan 2,6-diisosianat toluena isomer yang dapat dilihat pada Gambar 2.7. Produk yang paling penting adalah TDI-80 yang terdiri dari 80% dari 2,4-isomer dan 20% dari 2,6-isomer. Campuran ini digunakan secara luas dalam pembuatan polyurethane slabstock flexible dan dibentuk busa toluena

CH CH

  3 3 NCO

OCN

NCO NCO 2,6 TDI 2,4 TDI

Gambar 2.5 Isomer Toluena Diisosianat menurut Kricheldorf (2005)

  Kelompok isosianat dalam posisi para ke grup metil jauh lebih reaktif dari kelompok isosianat pada posisi orto. Artinya gugus NCO pada posisi empat lebih

  ° °

  reaktif 8-10 kali pada temperatur 25

  C. Kenaikan temperatur sampai 100 C mengakibatkan gugus orto-NCO menjadi lebih cepat dari gugus para-NCO (Randall, 2002).

2.3.1.3 Bahan Pengisi

  Pada dasarnya, bahan pengisi yang dikelompokkan sebagai zat tambahan yang dapat mengubah gambaran geometri, permukaan, ataupun komposisi kimianya, meningkatkan nilai modulus dari bahan polimer yang dihasilkan, dimana kekuatan lentur maupun tensilnya dapat berubah ataupun menurun. Beberapa alasan utama untuk penggunaan bahan aditif adalah:

  − Dapat memodifikasi sifat atau tampilan − Dapat mengurangi biaya keseluruhan − Dapat mengubah atau mengontrol karakteristik proses yang dilakukan

  Bahan pengisi biasanya merupakan material kaku, tidak larut dengan matriks baik dalam keadaan padat ataupun cairan, dan misalnya membentuk disperse saja. Bahan pengisi dapat diklasifikasikan sebagai bahan pengisi organik ataupun anorganik yang dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2 Pembagian Bahan Pengisi Kimia

  Kelompok Pengisi Kimia Contoh Anorganik: Oksida MgO, SiO

  2 , Sb

  2 O 3 , Al

  2 O 3, ZnO

  Garam Al(OH)

  3 dan Mg(OH)

  2 Silikat Mika, Kaolin, Montmorillonit

  Logam Boron dan baja Organik: Carbon, grafit Serat karbon, serat grafit, karbon hitam Polimer alami Serat selulosa, serat kayu, kapas, pati Polimer sintetis Poliamida, poliester, dan serat polivinil alkohol (Xanthos, 2010)

2.3.2 Pembentukan Poliuretan

  Ada dua metode utama untuk pembuatan poliuretan: reaksi biskloroformat dengan diamin dan reaksi diisosianat dengan senyawa-senyawa dihidrasi. Biskloroformat, yang dipreparasi lewat reaksi diol atau bisfenol dengan fosfogena berlebih, walaupun kurang reaktif daripada klorida-klorida asam tetapi bereaksi dengan diamin pada suhu rendah membentuk poliuretan.Poliuretan yang terbentuk

  o

  melebur pada suhu sekitar 180°C, dibandingkan dengan 295 C untuk poliamida yang strukturnya sebanding (Stevens,2001).

  O O O

  HO R OH Cl

  2HCl

  2Cl C Cl C O R O C Cl O O

  • O C Cl C O (CH ) Cl H N
  • 2 2 2 (CH ) NH 2 6 2
  • 2 HCl C O (CH ) O C (CH ) NH
  • 2 2 N 2 6 Gambar 2.6 Reaksi Pembentukan Poliuretan Melalui Biskloroformat dengan Diamin menurut Stevens (2001)

      Metode kedua yaitu adisi senyawa dihidroksi dan isosianat untuk membentuk poliuretan. Produk poliuretan komersial yang paling awal dikembangkan adalah poliuretan dengan merek dagang Perlon U yang dipreparasi dari 1,6-heksadiisosianat dan 1,4-butana-diol. Reaksi tersebut dikatalisis oleh amin dan beberapa garam logam, tetapi tidak diperlukan katalis untuk pembuatan polimer dengan berat molekul tinggi. Meskipun secara komersial tidak lagi secemerlang nilon, rute diisosianat sekarang dipakai untuk membuat serat, plastik, elastomer, dan bahan pelapis uretana.

      O O ) OH OCN(CH )

      2

    4 CNH(CH ) NHCO(CH ) O

      NCO + HO(CH 2 6 2 4

      2

      6 Gambar 2.7 Reaksi Pembentukan Poliuretan Melalui Senyawa Diisosianat dengan Dihidroksi menurut Stevens (2001)

      Poliuretan linier biasanya dipreparasi dalam larutan karena polimer ini cenderung berdisosiasi menjadi alkohol dan isosianat atau terdekomposisi menjadi amin, olefin dan karbon dioksida pada suhu tinggi yang diperlukan untuk polimerisasi leburan. Hal ini teristimewa berlaku untuk poliuretan yang dipreparasi dengan diisosianat aromatik.

      Sedangkan menurut Rohaeti (2005), metode yang umum dilakukan untuk mensintesis poliuretan adalah dengan mereaksikan suatu diol dengan diisosianat melalui metode polimerisasi larutan dan lelehan pada temperatur cukup tinggi. Kereaktifan diisosianat merupakan faktor penting dalam mensintesis poliuretan.

      Jenis dan ukuran setiap monomer pembentuk poliuretan akan memberikan sumbangan terhadap sifat poliuretan yang dihasilkan. Hal ini membuat poliuretan dapat disintesis dengan massa jenis dan kekakuan bervariasi mulai dari elastomer yang sangat fleksibel hingga plastik kaku dan rigid. Bervariasinya massa jenis dan kekakuan poliuretan menghasilkan produk poliuretan dapat dijumpai pada berbagai bidang kehidupan (Rohaeti, 2011).

      2.4 Busa Poliuretan

      Busa-busa polimer dibuat dengan berbagai cara, bergantung pada jenis polimer yang digunakan dan aplikasinya (Stevens, 2001). Busa poliuretan diklasifikasikan kedalam 3 jenis, yaitu flexible foam, rigid foam dan semirigid foam. Perbedaan sifat fisik dari 3 tipe polyurethane foam tersebut berdasarkan pada perbedaan berat molekul, fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isocyanate. Berdasarkan struktur selnya, foam dibedakan menjadi dua, yaitu closed cell (sel tertutup) dan opened

      cell

      (sel terbuka). Foam dengan struktur sel tertutup merupakan jenis rigidfoam sedangkan foam dengan struktur opened cell adalah flexible foam (Cheremisinoff,1989).

      Busa-busa fleksibel biasanya dipreparasi dari poliester atau polieter dihidroksi, busa yang kuat dari prapolimer polihidroksi. Busa yang fleksibel dipakai sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian musim dingin, tempat tidur, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, karpet dasar, spon sintetis, dan pemakaian lainnya. Busa yang keras umum dipakai dalam panel- panel terisolasi, untuk pengemasan barang yang lunak, furnitur ringan, dan lainnya (Stevens, 2001).

      2.5 Pasir

      Pasir kuarsa (quartz sands) juga dikenal dengan nama pasir putih atau pasir silika (silica sand) merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama, seperti kuarsa. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO

      2 , Fe

      2 O3,

      Al O , TiO , CaO, MgO, dan K O, berwarna putih bening atau warna lain

      2

      3

      2

      2

      tergantung pada senyawa pengotornya. Pasir merupakan hasil pelapukan yang kemudian tercuci dan terbawa oleh air atau angin yang terendapkan di tepi-tepi sungai, danau, atau laut. Pasir kuarsa adalah bahan galian yang terdiri atas kristal- kristal silika (SiO

      2 ) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa selama Sifat fisik tanah bergantung pada ukuran partikel-partikelnya. Partikel diatas 2,0 mm dikelompokkan sebagai kerikil, pasir antara 0,05 mm dan 2,0 mm, geluh atau silt antara 0,002 sampai 0,05 mm dan lempeng atau clay kurang dari 0,002 mm. Berdasarkan ukuran bahan padatan terebut, tanah digolongkan menjadi 3 partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Ketiga partikel tersebut dinyatakan dalam % bersama-sama menyusun tanah dan disebut tekstur tanah. Kapasitas lapang adalah kemampuan tanah untuk menyerap air (Sinulingga, 2003).

      Kapasitas serap air pada tanah pasir sangat rendah, ini disebabkan karena tanah pasir tersusun atas 70% partikel tanah berukuran besar (0,02-2 mm). Tanah pasir bertekstur kasar, dicirikan adanya ruang pori besar diantara butir-butirnya (Sinulingga, 2003).

    2.6 Air Payau

      Air payau adalah air yang mempunyai salinitas lebih rendah daripada salinitas rata-rata air laut normal (<35 permil) dan lebih tinggi daripada 0,5 permil yang terjadi karena pencampuran antara air laut dengan air tawar baik secara alamiah maupun buatan. Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas air payau menggambarkan kandungan garam dalam suatu air payau. Garam yang dimaksud adalah berbagai ion yang terlarut dalam air termasuk garam dapur (NaCl). Air payau banyak dijumpai dibeberapa daerah seperti pertambakan, estuary (pertemuan air laut dan air tawar) serta sumur-sumur penduduk di pulau-pulau kecil atau pesisir yang telah terintrusi air laut (Yusuf, 2009).

    2.7 Karakterisasi Polimer

    2.7.1 Fourier Transform-Infra Red (FTIR)

      Konsep radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel pada 1800 melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma, yang mana pada daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut banyak kalor (Mulja, 1995).

      Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnetik (Wirjosentono, 1995). Ada dua macam vibrasi molekul yaitu vibrasi ulur dan vibrasi tekuk. Pada vibrasi ulur tampak terjadi perubahan-perubahan sinambung jarak dua atom dalam satu molekul, sedangkan pada vibrasi tekuk terjadi perubahan sudut pada ikatan kimia secara seimbang. Spektroskopi inframerah ditujukan untuk penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk analisis kuantitatif (Mulja, 1995).

      Dalam teknik spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan

    • 1

      radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 200-4000 cm . Bilangan gelombang radiasi yang sesuai dengan frekuensi vibrasi ikatan akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati dengan suatu detektor fotolistrik. Energi radiasi yang mencapai detektor kemudian dirubah menjadi isyarat listrik, yang melalui penguat selanjutnya diteruskan ke pencatat (Wirjosentono, 1995).

    2.7.2 Scanning Electron Microscope (SEM)

      Dalam penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å. Aplikasi-aplikasi yang khas mencakup penelitian dispersi- dispersi pigmen dalam cat, pelepuhan atau peretakan koting, batas-batas fasa dalam polipaduan yang tak dapat campur, struktur sel busa-busa polimer, dan kerusakan pada bahan perekat (Stevens, 2001).

      Cara kerja SEM adalah gelombang elektron yang dipancarkan elektron gun terkondensasi di lensa kondensor dan terfokus sebagai titik yang jelas oleh lensa objektif. Scanning coil yang diberi energi menyediakan medan magnetik bagi sinar elektron. Berkas sinar elektron yang mengenai cuplikan menghasilkan elektron sekunder dan kemudian dikumpulkan oleh detektor sekunder atau detektor backscatter (Kroschwitz, 1990).

    2.8 Analisa Parameter Air

    2.8.1 Total PadatanTersuspensi (TSS)

      Padatan tersuspensi total (Total Suspended Solid atau TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1 µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi, 2003).

      2.8.2 Total PadatanTerlarut (TDS)

      Padatan terlarut total (Total Dissolved Solidatau TDS) adalah bahan-bahan terlarut

    • 6
    • 3

      (diameter < 10 mm) dan koloid (diameter 10 6 mm-10 mm) yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahanlain, yang tidak tersaring pada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Effendi, 2003).

      2.8.3 Derajat Keasaman (pH)

      Pada dasarnya, asiditas (keasaman) tidak sama dengan pH. Asiditas melibatkan dua komponen, yaitu jumlah asam dan konsentrasi ion hidrogen. Asiditas menggambarkan kapasitas kuantitatif air untuk menetralkan basa hingga pH tertentu..Klasifikasi nilai pH adalah sebagai berikut: pH=7 : netral 7 <pH<14 : alkalis (basa)

      <pH<7 : asam Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan dan toksisitas suatu senyawa kimia, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).

Dokumen yang terkait

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 11

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BANK DAN NASABAH BANK A. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan 1. Asas Perbankan - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Me

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perlindungan Nasabah Bank Setelah Adanya Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perbankan Studi Ojk Kantor Regional V Sumatera, Medan

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kemiskinan - Analisis Peran UMKM dalam Pengurangan Jumlah Penduduk Miskin di Kota Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Perbankan Syariah - Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Financing to Deposit Ratio dan Non Performing Financing terhadap Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia

0 0 7

Bab II Tinjauan Pustaka - Pengaruh Likuiditas Terhadap Kinerja Keuangan, dengan Leverage sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Likuiditas Terhadap Kinerja Keuangan, dengan Leverage sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 8