BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Tinjauan Umum - Analisis Daya Dukung Pondasi dan Penurunan Tiang Pancang Pada Proyek Pengembangan Gedung Pendidikan dan Prasarana Serta Sarana Pendukung Politeknik Negeri Medan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Tinjauan Umum

  Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton, dan atau baja, yang digunakan untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban permukaan ke tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah di dalam massa tanah (Bowles, J. E., 1991).

  Penggunaan pondasi tiang pancang sebagai pondasi bangunan apabila tanah yang berada dibawah dasar bangunan tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan beban yang bekerja padanya (Sardjono, H. S., 1988). Atau apabila tanah yang mempunyai daya dukung yang cukup untuk memikul berat bangunan dan seluruh beban yang bekerja berada pada lapisan yang sangat dalam dari permukaan tanah kedalaman > 8 m (Bowles, J. E., 1991).

  Fungsi dan kegunaan dari pondasi tiang pancang adalah untuk memindahkan atau mentransfer beban-beban dari konstruksi di atasnya (super struktur) ke lapisan tanah keras yang letaknya sangat dalam.

  Dalam pelaksanaan pemancangan pada umumnya dipancangkan tegak lurus dalam tanah, tetapi ada juga dipancangkan miring (battle pile) untuk dapat menahan gaya-gaya horizontal yang bekerja. Sudut kemiringan yang dapat dicapai oleh tiang tergantung dari alat yang dipergunakan serta disesuaikan pula dengan perencanaannya.

  Tiang Pancang umumnya digunakan : 1.

  Untuk mengangkat beban-beban konstruksi diatas tanah kedalam atau melalui sebuah stratum/lapisan tanah. Didalam hal ini beban vertikal dan beban lateral boleh jadi terlibat.

  2. Untuk menentang gaya desakan keatas, gaya guling, seperti untuk telapak ruangan bawah tanah dibawah bidang batas air jenuh atau untuk menopang kaki-kaki menara terhadap guling.

  3. Memampatkan endapan-endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang pancang ini dapat ditarik keluar kemudian.

  4. Mengontrol lendutan/penurunan bila kaki-kaki yang tersebar atau telapak berada pada tanah tepi atau didasari oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

  5. Membuat tanah dibawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

6. Sebagai faktor keamanan tambahan dibawah tumpuan jembatan dan atau pir, khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

  7. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban diatas permukaan air melaui air dan kedalam tanah yang mendasari air tersebut. Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan yang terpengaruh oleh baik beban vertikal (dan tekuk) maupun beban lateral (Bowles, J. E., 1991).

2.2. Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

  Dalam Perencanaan pondasi konstruksi bangunan diperlukan adanya penelitian untuk mengetahui parameter-parameter tanah yang akan digunakan dalam perhitungan daya dukung tanah pondasi. Daya dukung tanah sangat berpengaruh pada bentuk dan dimensi pondasi serta sistem perbaikan tanah agar diperoleh perencanaan yang optimal dan efisien.

  Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan bawah (sub structure) yang berfungsi untuk meneruskan badan konstruksi atas (upper structure) yang harus kuat dan aman untuk mendukung beban dari konstruksi atas (upper structure ) serta berat sendiri pondasi.

  Untuk dapat memenuhi hal terssebut diatas, dilaksanakan penelitian tanah (soil investigation) di lapangan dan laboratorium untuk memperoleh parameter- parameter tanah berupa perlawanan ujung/konus (cone resistance) dan hambatan lekat (skin friction) yang di peroleh dari hasil pengujian sondir, jenis dan sifat tanah dari pengujian pengeboran tanah pondasi serta dari hasil pengujian Laboratorium yang digunakan dalam perhitungan daya dukung pondasi dan cara perbaikan tanah.

2.2.1. Sondering Test/Cone Penetration Test (CPT)

  Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan alat

  2

  sondir type Dutch Cone Penetration yang mempunyai konus seluas 10 cm , sudut

  o

  lancip kerucut 60 untuk mengukur perlawanan ujung, dan dilengkapi mantel

  2

  (sleave) yang berdiameter sama dengan konus dan luas selimut 100 cm , untuk mengukur lekatan (friction) dari lapisan tanah. Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan maksimum 1 cm/detik, sementara itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (q c ) juga terus diukur.

  Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat dan pasir kasar.

  Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.

  Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung konus pada sondir mekanis yaitu pada (Gambar 2. 1) :

  (a). Konus (b). Bikonus

Gambar 2.1 Dimensi Alat Sondir Mekanis (Sardjono, 1991) 1.

  Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar perlawanan lekatnya kecil; 2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.

  Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung sebagai berikut :

1. Hambatan Lekat (HL)

  A

HL  ( JPPK ) x ..................................................................................... (2.1)

B 2.

  Jumlah Hambatan Lekat (JHL) n

  

JHL JHL ........................................................................... (2.2)

   i

  dimana : JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut (kg/cm²) PK = Perlawanan penetrasi konus, q c (kg/cm²) A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm) B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

  Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (q ) dengan gesekan selimut (f ) terhadap

  c s

  kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan (jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan pada kulit tiang.

  Besaran gesekan kumulatif (total friction) diadaptasikan dengan sebutan jumlah hambatan lekat (JHL). Bila hasil sondir digunakan untuk klasifikasi tanah, maka cara pelaporan hasil sondir yang diperlukan adalah menggambarkan tahanan ujung (q c ), gesekan selimut (f s ) dan ratio gesekan (f R ) terhadap kedalaman tanah.

2.2.2. Standard Penetration Test (SPT)

  Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk mendapatkan

  daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm sedalam 305 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63, 5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan sebagai nilai N.

  Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit dia mbil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor, batang bor,

  split spoon sampler , hammer, dan lain

  • – lain; 2.

  Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban penumbuk;

  3. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera dipasangkan pada bagian dasar lubang bor; 4. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45 cm;

  5. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76 cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value); Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm

  N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm

  Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan; 6. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau kedalaman plastik, lalu ke core box;

  7. Gambarkan grafik hasil percobaan SPT; Catatan : Pengujian dihentikan bila nilai SPT ≥ 50 untuk 4x interval.

2.3. Macam-macam Pondasi

  Pondasi adalah bagian terendah bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang berada dibawahnya. Klasifikasi pondasi dibagi 2 (dua) yaitu:

  a. Pondasi dangkal

  Pondasi dangkal adalah pondasi yang mendukung beban secara langsung seperti :

  1. Pondasi telapak yaitu pondasi yang berdiri sendiri dalam mendukung kolom (Gambar 2.2b).

  2. Pondasi memanjang yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya akan terhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2a).

  3. Pondasi rakit (raft foundation) yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung bangunan yang terletak pada tanah lunak atau digunakan bila susunan kolom-kolom jaraknya sedemikian dekat disemua arahnya, sehingga bila dipakai pondsi telapak, sisi- sisinya berhimpit satu sama lainnya (Gambar 2.2c).

  b. Pondasi dalam

  Pondasi dalam adalah pondasi yang meneruskan beban bangunan ke tanah keras atau batu yang terletak jauh dari permukaan, seperti:

  1. Pondasi sumuran (pier foundation) yaitu pondasi yang merupakan peralihan antara pondasi dangkal dan pondsi tiang (Gambar 2.2d), digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman yang relatif dalam, dimana pondasi sumuran Df/B > 4 sedangkan pondasi dangkal Df/B ≤ 1, kedalaman (Df) dan lebar (B).

  2. Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung bebannya dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang sangat dalam (Gambar 2.2e). Pondasi tiang umumnya berdiameter lebih kecil dan lebih panjang dibanding dengan pondasi sumuran (Bowles, J.

E., 1991) .

  (a) (b) (c)

  (d) (e)

Gambar 2.2. Macam-macam tipe pondasi: (a) Pondasi memanjang, (b) Pondasi telapak , (c) Pondasi rakit, (d) Pondasi sumuran, (e) Pondasi tiang

  (Hardiyatmo, H. C.,1996)

2.4. Penggolongan Pondasi Tiang Pancang

  Pondasi tiang pancang dapat digolongkan berdasarkan pemakaian bahan, cara tiang meneruskan beban dan cara pemasangannya, berikut ini akan dijelaskan satu persatu.

1. Pondasi tiang pancang menurut pemakaian bahan dan karakteristik strukturnya

  Tiang pancang dapat dibagi kedalam beberapa kategori (Bowles, J. E., 1991), antara lain :

A. Tiang pancang kayu

  Tiang pancang kayu dibuat dari kayu yang biasanya diberi pengawet dan dipancangkan dengan ujungnya yang kecil sebagai bagian yang runcing. Tapi biasanya apabila ujungnya yang besar atau pangkal dari pohon di pancangkan untuk tujuan maksud tertentu, seperti dalam tanah yang sangat lembek dimana tanah tersebut akan kembali memberikan perlawanan dan dengan ujungnya yang tebal terletak pada lapisan yang keras untuk daya dukung yang lebih besar.

  Tiang pancang kayu akan tahan lama dan tidak mudah busuk apabila tiang pancang kayu tersebut dalam keadaan selalu terendam penuh dibawah muka air tanah dan tiang pancang kayu akan lebih cepat rusak apabila dalam keadaan kering dan basah selalu berganti-ganti, sedangkan pengawetan dengan pemakaian obat pengawet pada kayu hanya akan menunda dan memperlambat kerusakan dari kayu, dan tidak dapat melindungi kayu dalam jangka waktu yang lama.

  Oleh karena itu pondasi untuk bangunan-bangunan permanen (tetap) yang didukung oleh tiang pancang kayu, maka puncak dari pada tiang pancang kayu tersebut diatas harus selalu lebih rendah dari pada ketinggian dari pada muka air tanah terendah. Pada pemakaian tiang pancang kayu biasanya tidak diizinkan untuk menahan muatan lebih tinggi 25 sampai 30 ton untuk satu tiang.

B. Tiang pancang beton

  Tiang pancang jenis ini terbuat dari beton seperti biasanya. Tiang pancang ini dapat dibagi dalam 3 macam berdasarkan cara pembuatannya (Bowles, J. E.,

  1991) , yaitu: a.

  Precast Reinforced Concrete Pile

  Precast Reinforced Concrete Pile adalah tiang pancang beton bertulang yang

  dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting) yang setelah cukup keras kemudian diangkat dan dipancangkan. Karena tegangan tarik beton kecil dan praktis dianggap sama dengan nol, sedangkan berat sendiri beton besar, maka tiang pancang ini harus diberikan penulangan yang cukup kuat untuk menahan momen lentur yang akan timbul pada waktu pengangkatan dan pemancangan.

  Tiang pancang ini dapat memikul beban yang lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, hal ini tergantung pada jenis beton dan dimensinya. Precast

  Reinforced Concrete Pile penampangnya dapat berupa lingkaran, segi empat, segi delapan dapat dilihat pada (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Tiang pancang beton precast concrete pile (Bowles, J. E., 1991) b.

  Precast Prestressed Concrete Pile Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile adalah tiang pancang beton yang dalam pelaksanaan pencetakannya sama seperti pembuatan beton prestess, yaitu dengan menarik besi tulangannya ketika dicor dan dilepaskan setelah beton mengeras seperti dalam (Gambar 2.5). Untuk tiang pancang jenis ini biasanya dibuat oleh pabrik yang khusus membuat tiang pancang, untuk ukuran dan panjangnya dapat dipesan langsung sesuai dengan yang diperlukan.

Gambar 2.4 Tiang pancang Precast Prestressed Concrete Pile (Bowles, J. E., 1991) c.

  Cast in Place

  Cast in Place merupakan tiang pancang yang dicor ditempat dengan cara membuat lubang ditanah terlebih dahulu dengan cara melakukan pengeboran.

  Pada Cast in Place ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1.

  Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik keatas.

  2. Dengan pipa baja yang dipancang ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal di dalam tanah.

Gambar 2.5 Tiang pancang Cast in place pile (Sardjono, 1991)

C. Tiang pancang baja

  Kebanyakan tiang pancang baja ini berbentuk profil H. Karena terbuat dari baja maka kekuatan dari tiang ini sendiri sangat besar sehingga dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah seperti halnya pada tiang beton precast. Jadi pemakaian tiang pancang baja ini akan sangat bermanfaat apabila kita memerlukan tiang pancang yang panjang dengan tahanan ujung yang besar.

  Tingkat karat pada tiang pancang baja sangat berbeda-beda terhadap tekstur tanah, panjang tiang yang berada dalam tanah dan keadaan kelembaban tanah. a.

  Pada tanah yang memiliki tekstur tanah yang kasar/kesap, maka karat yang terjadi karena adanya sirkulasi air dalam tanah tersebut hampir mendekati keadaan karat yang terjadi pada udara terbuka; b. Pada tanah liat ( clay ) yang mana kurang mengandung oksigen maka akan menghasilkan tingkat karat yang mendekati keadaan karat yang terjadi karena terendam air; c. Pada lapisan pasir yang dalam letaknya dan terletak dibawah lapisan tanah yang padat akan sedikit sekali mengandung oksigen maka lapisan pasir tersebut juga akan akan menghasilkan karat yang kecil sekali pada tiang pancang baja.

  Pada umumnya tiang pancang baja akan berkarat di bagian atas yang dekat dengan permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena Aerated-Condition ( keadaan udara pada pori-pori tanah ) pada lapisan tanah tersebut dan adanya bahan-bahan organis dari air tanah. Hal ini dapat ditanggulangi dengan memoles tiang baja tersebut dengan ter ( coaltar ) atau dengan sarung beton sekurang- kurangnya 20” ( ± 60 cm ) dari muka air tanah terendah.

  Karat/korosi yang terjadi karena udara (atmosphere corrosion) pada bagian tiang yang terletak di atas tanah dapat dicegah dengan pengecatan seperti pada konstruksi baja biasa.

Gambar 2.6 Tiang pancang baja (Sardjono, 1991)

D. Tiang pancang komposit

  Tiang pancang komposit adalah tiang pancang yang terdiri dari dua bahan yang berbeda yang bekerja bersama-sama sehingga merupakan satu tiang.

  Kadang-kadang pondasi tiang dibentuk dengan menghubungkan bagian atas dan bagian bawah tiang dengan bahan yang berbeda, misalnya dengan bahan beton di atas muka air tanah dan bahan kayu tanpa perlakuan apapun disebelah bawahnya. Biaya dan kesulitan yang timbul dalam pembuatan sambungan menyebabkan cara ini diabaikan.

1. Water Proofed Steel and Wood Pile.

  Tiang ini terdiri dari tiang pancang kayu untuk bagian yang di bawah permukaan air tanah sedangkan bagian atas adalah beton. Kita telah mengetahui bahwa kayu akan tahan lama/awet bila terendam air, karena itu bahan kayu disini diletakan di bagian bawah yang mana selalu terletak dibawah air tanah. Kelemahan tiang ini adalah pada tempat sambungan apabila tiang pancang ini menerima gaya horizontal yang permanen. Adapun cara pelaksanaanya secara singkat sebagai berikut: a.

  Casing dan core ( inti ) dipancang bersama-sama dalam tanah hingga mencapai kedalaman yang telah ditentukan untuk meletakan tiang pancang kayu tersebut dan ini harus terletak dibawah muka air tanah yang terendah.

  b.

  Kemudian core ditarik keatas dan tiang pancang kayu dimasukan dalam casing dan terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras.

  c.

  Secara mencapai lapisan tanah keras pemancangan dihentikan dan core ditarik keluar dari casing. Kemudian beton dicor kedalam casing sampai penuh terus dipadatkan dengan menumbukkan core ke dalam casing.

2. Composite Dropped in – Shell and Wood Pile

  Tipe tiang ini hampir sama dengan tipe diatas hanya bedanya di sini memakai shell yang terbuat dari bahan logam tipis permukaannya di beri alur spiral. Secara singkat pelaksanaanya sebagai berikut: a.

  Casing dan core dipancang bersama-sama sampai mencapai kedalaman yang telah ditentukan di bawah muka air tanah.

  b.

  Setelah mencapai kedalaman yang dimaksud core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan dalam casing terus dipancang sampai mencapai lapisan tanah keras. Pada pemancangan tiang pancang kayu ini harus diperhatikan benar-benar agar kepala tiang tidak rusak atau pecah.

  c.

  Setelah mencapai lapisan tanah keras core ditarik keluar lagi dari casing. d.

  Kemudian shell berbentuk pipa yang diberi alur spiral dimasukkan dalam casing. Pada ujung bagian bawah shell dipasang tulangan berbentuk sangkar yang mana tulangan ini dibentuk sedemikian rupa sehingga dapat masuk pada ujung atas tiang pancang kayu tersebut.

  e.

  Beton kemudian dicor kedalam shell. Setelah shell cukup penuh dan padat casing ditarik keluar sambil shell yang telah terisi beton tadi ditahan terisi beton tadi ditahan dengan cara meletakkan core diujung atas shell.

3. Composit Ungased – Concrete and Wood Pile.

  Dasar pemilihan tiang composit tipe ini adalah: Lapisan tanah keras dalam sekali letaknya sehingga tidak memungkinkan

  • untuk menggunakan cast in place concrete pile, sedangkan kalau menggunakan precast concrete pile terlalu panjang, akibatnya akan susah dalam transport dan mahal.
  • pancang kayu akan memerlukan galian yang cukup dalam agar tiang pancang kayu tersebut selalu berada dibawah permukaan air tanah terendah.

  Muka air tanah terendah sangat dalam sehingga bila menggunakan tiang

  Adapun prinsip pelaksanaan tiang composite ini adalah sebagai berikut: a.

  Casing baja dan core dipancang bersama-sama dalam tanah sehingga sampai pda kedalaman tertentu ( di bawah m.a.t ) b.

  Core ditarik keluar dari casing dan tiang pancang kayu dimasukkan casing terus dipancang sampai kelapisan tanah keras. c.

  Setelah sampai pada lapisa tanah keras core dikeluarkan lagi dari casing dan beton sebagian dicor dalam casing. Kemudian core dimasukkan lagi dalam casing.

  d.

  Beton ditumbuk dengan core sambil casing ditarik ke atas sampai jarak tertentu sehingga terjadi bentuk beton yang menggelembung seperti bola diatas tiang pancang kayu tersebut.

  e.

  Core ditarik lagi keluar dari casing dan casing diisi dengan beton lagi sampai padat setinggi beberapa sentimeter diatas permukaan tanah.

  Kemudian beton ditekan dengan core kembali sedangkan casing ditarik keatas sampai keluar dari tanah.

  f.

  Tiang pancang composit telah selesai Tiang pancang composit seperti ini sering dibuat oleh The Mac Arthur Concrete Pile Corp.

4. Composite Dropped – Shell and Pipe Pile

  Dasar pemilihan tipe tiang seperti ini adalah:

  • Lapisan tanah keras letaknya terlalu dalam bila digunakan cast in place concrete.
  • Muka air tanah terendah terlalu dalam kalau digunakan tiang composit yang bagian bawahnya terbuat dari kayu. Cara pelaksanaan tiang tipe ini adalah sebagai berikut: a.

  Casing dan core dipasang bersama-sama sehingga casing seluruhnya masuk dalam tanah. Kemudian core ditarik. b.

  Tiang pipa baja dengan dilengkapi sepatu pada ujung bawah dimasukkan dalam casing terus dipancang dengan pertolongan core sampai ke tanah keras.

  c.

  Setelah sampai pada tanah keras kemudian core ditarik keatas kembli.

  d.

  Kemudian shell yang beralur pada dindingnya dimasukkan dalam casing hingga bertumpu pada penumpu yang terletak diujung atas tiang pipa baja.bila diperlukan pembesian maka besi tulangan dimasukkan dalam shell dan kemudian beton dicor sampai padat.

  e.

  Shell yang telah terisi dengan beton ditahan dengan core sedangkan casing ditarik keluar dari tanah. Lubang disekeliling shell diisi dengan tanah atau pasir. Variasi lain pada tipe tiang ini dapat pula dipakai tiang pemancang baja H sebagai ganti dari tiang pipa.

5. Franki Composite Pile

  Prinsip tiang hampir sama dengan tiang franki biasa hanya bedanya disini pada bagian atas dipergunakan tiang beton precast biasa atau tiang profil H dari baja.

  Adapun cara pelaksanaan tiang composit ini adalah sebagai berikut: a.

  Pipa dengan sumbat beton dicor terlebih dahulu pada ujung bawah pipa baja dipancang dalam tanah dengan drop hammer sampai pada tanah keras. Cara pemasangan ini sama seperti pada tiang franki bias.

  b.

  Setelah pemancangan sampai pada kedalaman yang telah direncanakan, pipa diisi lagi dengan beton dan terus ditumbuk dengan drop hammer sambil pipa ditarik lagi ke atas sedikit sehingga terjadi bentuk beton seperti bola. c.

  Setelah tiang beton precast atau tiang baja H masuk dalam pipa sampai bertumpu pada bola beton pipa ditarik keluar dari tanah.

  d.

  Rongga disekitar tiang beton precast atau tiang baja H diisi dengan kerikil atau pasir.

2. Pondasi tiang pancang menurut pemasangannya

  Pondasi tiang pancang menurut cara pemasangannya dibagi dua bagian besar, yaitu :

A. Tiang pancang pracetak

  Tiang pancang pracetak adalah tiang pancang yang dicetak dan dicor didalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup kuat lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang pracetak ini menurut cara pemasangannya terdiri dari :

  1. Cara penumbukan, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penumbukan oleh alat penumbuk (hammer).

  2. Cara penggetaran, dimana tiang pancang tersebut dipancangkan kedalam tanah dengan cara penggetaran oleh alat penggetar (vibrator).

  3. Cara penanaman, dimana permukaan tanah dilubangi terlebih dahulu sampai kedalaman tertentu, lalu tiang pancang dimasukkan, kemudian lubang tadi ditimbun lagi dengan tanah. Cara penanaman ini ada beberapa metode yang digunakan: a.

  Cara pengeboran sebelumnya, yaitu dengan cara mengebor tanah sebelumnya lalu tiang dimasukkan kedalamnya dan ditimbun kembali.

  b.

  Cara pengeboran inti, yaitu tiang ditanamkan dengan mengeluarkan tanah dari bagian dalam tiang. c.

  Cara pemasangan dengan tekanan, yaitu tiang dipancangkan kedalam tanah dengan memberikan tekanan pada tiang.

  d.

  Cara pemancaran, yaitu tanah pondasi diganggu dengan semburan air yang keluar dari ujung serta keliling tiang, sehingga tidak dapat dipancangkan kedalam tanah.

B. Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile)

  Tiang yang dicor ditempat (cast in place pile) ini menurut teknik penggaliannya terdiri dari beberapa macam cara yaitu :

1. Cara penetrasi alas, yaitu pipa baja yang dipancangkan kedalam tanah kemudian pipa baja tersebut dicor dengan beton.

  2. Cara penggalian, cara ini dapat dibagi lagi urut peralatan pendukung yang digunakan antara lain : a.

  Penggalian dengan tenaga manusia, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga manusia adalah penggalian lubang pondasi yang masih sangat sederhana dan merupakan cara konvensional. Hal ini dapat dilihat dengan cara pembuatan pondasi dalam, yang pada umumnya hanya mampu dilakukan pada kedalaman tertentu.

  b.

  Penggalian dengan tenaga mesin, penggalian lubang pondasi tiang pancang dengan tenaga mesin adalah penggalian lubang pondasi dengan bantuan tenaga mesin, yang memiliki kemampuan lebih baik dan lebih canggih.

2.5. Alat Tiang Pancang

  Dalam pemasangan tiang kedalam tanah, tiang dipancang dengan alat pemukul yang dapat berupa pemukul (hammer) mesin uap, pemukul getar atau pemukul yang hanya dijatuhkan. Skema dari berbagai macam alat pemukul diperlihatkan dalam Gambar 2.7a sampai dengan 2.7d. Pada gambar terebut diperlihatkan pula alat-alat perlengkapan pada kepala tiang dalam pemancangan. Penutup (pile cap) biasanya diletakkan menutup kepala tiang yang kadang-kadang dibentuk dalam geometri tertutup.

  A. Pemukul Jatuh (drop hammer)

  Pemukul jatuh terdiri dari blok pemberat yang dijatuhkan dari atas. Pemberat ditarik dengan tinggi jatuh tertentu kemudian dilepas dan menumbuk tiang.

  Pemakaian alat tipe ini membuat pelaksanaan pemancangan berjalan lambat, sehingga alat ini hanya dipakai pada volume pekerjaan pemancangan yang kecil

  B. Pemukul Aksi Tiang (single-acting hammer)

  Pemukul aksi tunggal berbentung memanjang dengan ram yang bergerak naik oleh udara atau uap yang terkompresi, sedangkan gerakan turun ram disebabkan oleh beratnya sendiri. Energi pemukul aksi tunggal adalah sama dengan berat ram dikalikan tinggi jatuh (Gambar 2.7a).

  (a) (b)

  (c) (d)

Gambar 2.7 Skema pemukul tiang : (a) Pemukul aksi tunggal (single acting hammer), (b) Pemukul aksi double (double acting hammer), (c)

  Pemukul diesel (diesel hammer), (d) Pemukul getar (vibratory hammer) (Hardiyatmo, H. C., 2006)

  C. Pemukul Aksi Double (double-acting hammer)

  Pemukul aksi double menggunakan uap atau udara untuk mengangkat ram dan untuk mempercepat gerakan ke bawahnya (Gambar 2.7b). Kecepatan pukulan dan energi output biasanya lebih tinggi daripada pemukul aksi tunggal.

  D. Pemukul Diesel (diesel hammer)

  Pemukul diesel terdiri dari silinder, ram, balok anvil dan sistem injeksi bahan bakar. Pemukul tipe ini umumnya kecil, ringan dan digerakkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Energi pemancangan total yang dihasilkan adalah jumlah benturan dari ram ditambah energi hasil dari ledakan (Gambar2.7c).

  E. Pemukul Getar (vibratory hammer)

  Pemukul getar merupakan unit alat pancang yang bergetar pada frekuensi tinggi (Gambar 2.7d).

2.6. Hidrolik Sistem

  Hidrolik Sistem adalah suatu metode pemancangan pondasi tiang dengan menggunakan mekanisme hydraulic jacking foundation system, dimana sistem ini telah mendapatkan hak paten dari United States, United Kingdom, China dan New Zealand.

  Sistem ini terdiri dari suatu hydraulic ram yang ditempatkan pararel dengan tiang yang akan dipancang, dimana untuk menekan tiang tersebut ditempatkan sebuah mekanisme berupa plat penekan yang berada pada puncak tiang dan juga ditempatkan sebuah mekanisme pemegang (grip) tiang, kemudian tiang ditekan ke dalam tanah. Dengan sistem ini tiang akan tertekan secara kontiniu ke dalam tanah, tanpa suara, tanpa pukulan dan tanpa getaran.

  Penempatan sistem penekan hydraulic yang senyawa dan menjepit pada dua sisi tiang menyebabkan didapatkannya posisi titik pancang yang cukup presisi dan akurat. Ukuran diameter piston mesin hydraulic jack tergantung dengan besar

  • – kapasitas daya dukung mesin tersebut. Sebagai pembebanan, ditempatkan balok balok beton atau plat
  • – plat besi pada dua sisi bantalan alat yang pembebanannya disesuaikan dengan muatan yang dibutuhkan tiang.

  Keunggulan teknologi hidrolik sistem ini yang ditinjau dari beberapa segi, antara lain adalah :

1. Bebas getaran

  Bila suatu proyek yang akan dikerjakan berdampingan dengan bangunan, pabrik atau instansi yang sarat akan peralatan instrumentasi yang sedang bekerja, maka teknologi hydraulic jacking system ini akan menyelesaikan masalah wajib bebas getaran terhadap instalasi yang ada tersebut.

  2. Bebas pengotoran lokasi kerja dan udara serta bebas dari kebisingan Teknologi pemancangannya bersih dari asap dan partikel debu (jika menggunakan drop hammer) serta bebas dari unsur berlumpur (jika menggunakan bore piles). Karena sistem ini juga tidak bising akibat suara pukulan pancang (seperti pada drop hammer), maka untuk lokasi yang membutuhkan ketenangan seperti rumah sakit, sekolah dan bangunan di tengah kota, teknologi ini tidak akan membuat lingkungan sekitarnya terganggu. hydraulic jacking system ini juga disebut dengan teknologi berwawasan lingkungan (environment friendly).

  3. Daya dukung aktual per tiang diketahui Seperti kita ketahui bahwa kondisi tanah asli di bawah pondasi yang akan dibangun umumnya terdiri dari lapisan

  • – lapisan yang berbeda ketebalannya, jenis tanah maupun daya dukungnya. Dengan hydraulic

  

jacking system, daya dukung setiap tiang dapat diketahui dan dimonitor

  langsung dari manometeryang dipasang pada peralatan hydraulic jacking system sepanjang proses pemancangan berlangsung.

  4. Harga yang ekonomis Teknologi hydraulic jacking ini tidak memerlukan pemasangan tulangan ekstra penahan impack pada kepala tiang pancang seperti pada tiang pancang umumnya. Disamping itu, dengan sistem pemancangan yang simpel dan cepat menyebabkan biaya operasional yang lebih hemat.

  5. Lokasi kerja yang terbatas Dengan tinggi alat yang relatif rendah, hydraulic jacking system ini dapat digunakan pada basement, ground floor atau lokasi kerja yang terbatas,

  Alat hydraulic jacking system ini dapat dipisahkan menjadi beberapa komponan sehingga memudahkan untuk dapat dibawa masuk atau keluar lokasi kerja. Kekurangan dari teknologi, hydraulic jacking system antara lain adalah : 1. Apabila terdapat batu atau lapisan tanah keras yang tipis pada ujung tiang yang ditekan, maka hal tersebut akan mengakibatkan kesalahan pada saat pemancangan; 2. Sulitnya mobilisasi alat pada daerah lunak ataupun pada daerah berlumpur

  (biasanya pada areal tanah timbunan); 3. Karena hydraulic jacking ini mempunyai berat sekitar 320 ton dan saat permukaan tanah yang tidak sama daya dukungnya, maka hal tersebut akan dapat mengakibatkan posisi alat pancang menjadi miring bahkan tumbang. Kondisi ini akan sangat berbahaya terhadap keselamatan pekerja; 4. Pergerakan alat hydraulic jacking ini sedikit lambat, proses pemindahannya relatif lama untuk pemancangan titik yang berjauhan.

2.7. Metode Pelaksanaan Pondasi Tiang Pancang Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek konstruksi.

  Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman, sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu proyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

  Tahapan pekerjaan pondasi tiang pancang adalah sebagai berikut :

A. Pekerjaan Persiapan 1.

  Membubuhi tanda, tiap tiang pancang harus dibubuhi tanda serta tanggal saat tiang tersebut dicor. Titik-titik angkat yang tercantum pada gambar harus dibubuhi tanda dengan jelas pada tiang pancang. Untuk mempermudah perekaan, maka tiang pancang diberi tanda setiap 1 meter.

  2. Pengangkatan/pemindahan, tiang pancang harus dipindahkan/diangkat dengan hati-hati sekali guna menghindari retak maupun kerusakan lain yang tidak diinginkan.

  3. Rencanakan final set tiang, untuk menentukan pada kedalaman mana pemancangan tiang dapat dihentikan, berdasarkan data tanah dan data jumlah pukulan terakhir (final set).

  4. Rencanakan urutan pemancangan, dengan pertimbangan kemudahan manuver alat. Lokasi stock material agar diletakkan dekat dengan lokasi pemancangan.

  5. Tentukan titik pancang dengan theodolith dan tandai dengan patok.

  6. Pemancangan dapat dihentikan sementara untuk peyambungan batang berikutnya bila level kepala tiang telah mencapai level muka tanah sedangkan level tanah keras yang diharapkan belum tercapai. Proses penyambungan tiang : a.

  Tiang diangkat dan kepala tiang dipasang pada helmet seperti yang dilakukan pada batang pertama.

  b.

  Ujung bawah tiang didudukkan diatas kepala tiang yang pertama sedemikian sehingga sisi-sisi pelat sambung kedua tiang telah berhimpit dan menempel menjadi satu.

  c.

  Penyambungan sambungan las dilapisi dengan anti karat.

  d.

  Tempat sambungan las dilapisi dengan anti karat.

  7. Selesai penyambungan, pemancangan dapat dilanjutkan seperti yang dilakukan pada batang pertama. Penyambungan dapat diulangi sampai mencapai kedalaman tanah keras yang ditentukan.

  8. Pemancangan tiang dapat dihentikan bila ujung bawah tiang telah mencapai lapisan tanah keras/final set yang ditentukan.

  9. Pemotongan tiang pancang pada cut off level yang telah ditentukan.

B. Proses Pemancangan 1.

  Alat pancang ditempatkan sedemikian rupa sehingga as hammer jatuh pada patok titik pancang yang telah ditentukan.

  2. Tiang diangkat pada titik angkat yang telah disediakan pada setiap lubang.

  3. Tiang didirikan disamping driving lead dan kepala tiang dipasang pada helmet yang telah dilapisi kayu sebagai pelindung dan pegangan kepala tiang.

  4. Ujung bawah tiang didudukkan secara cermat diatas patok pancang yang telah ditentukan.

  5. Penyetelan vertikal tiang dilakukan dengan mengatur panjang backstay sambil diperiksa dengan waterpass sehingga diperoleh posisi yang betul-betul vertikal. Sebelum pemancangan dimulai, bagian bawah tiang diklem dengan

  

center gate pada dasar driving lead agar posisi tiang tidak bergeser selama

pemancangan, terutama untuk tiang batang pertama.

  6. Pemancangan dimulai dengan mengangkat dan menjatuhkan hammer secara kontinyu ke atas helmet yang terpasang diatas kepala tiang.

C. Metode pengangkatan tiang pancang 1.

  Pengangkatan tiang untuk disusun ( dengan dua tumpuan ) Metode pengangkatan dengan dua tumpuan ini biasanya dilaksanakan pada saat penyusunan tiang pancang, baik itu dari pabrik ( PT. Wika Beton ) ke trailer ataupun dari Trailer ke penyusunan lapangan.

  Persyaratan umum dari metode ini adalah jarak titik angkat dari kepala tiang adalah 1/5 L. Untuk mendapatkan jarak harus diperhatikan momen maksimum pada bentangan, haruslah sama dengan momen minimum pada titik angkat tiang sehingga dihasilkan momen yang sama.

  Pada prinsipnya pengangkatan dengan dua tumpuan untuk tiang beton adalah dalam tanda pengangkatan dimana tiang beton pada titik angkat berupa kawat yang terdapat pada tiang beton yang telah ditentukan dan untuk lebih jelas dapat dilihat oleh gambar.

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan di lapangan

  Kabel baja pengangkat titik angkat (garis rantai) bantalan kepala tiang permukaan tanah

  Kabel baja pengangkat 1/5L 3/5L 1/5L

Gambar 2.8 Pengangkatan Tiang Dengan Dua tumpuan 2.

  Pengangkatan dengan satu tumpuan Metode pengangkatan ini biasanya digunakan pada saat tiang sudah siap akan dipancang oleh mesin pemancangan sesuai dengan titik pemancangan yang telah ditentukan di lapangan.

  Adapun persyaratan utama dari metode pengangkatan satu tumpuan ini adalah jarak antara kepala tiang dengan titik angker berjarak L/3. Untuk mendapatkan jarak ini, haruslah diperhatikan bahwa momen maksimum pada tempat pengikatan tiang sehingga dihasilkan nilai momen yang sama.

Gambar 2.9 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan dilapangan. Ujung tiang 1/3L

  2/3L Permukaan tanah Diagram Lintang Diagram Momen

  Kepala tiang Kabel baja pengangkat

  • + + - + -

Gambar 2.10 Pengangkatan Tiang Dengan Satu Tumpuan

D. Quality Control 1.

  Kondisi fisik tiang a.

  Seluruh permukaan tiang tidak rusak atau retak b.

  Umur beton telah memenuhi syarat c. Kepala tiang tidak boleh mengalami keretakan selama pemancangan 2. Toleransi

  Vertikalisasi tiang diperiksa secara periodik selama proses pemancangan berlangsung. Penyimpangan arah vertikal dibatasi tidak lebih dari 1:75 dan penyimpangan arah horizontal dibatasi tidak lebih dari 75 mm.

3. Penetrasi

  Tiang sebelum dipancang harus diberi tanda pada setiap setengah meter di sepanjang tiang untuk mendeteksi penetrasi per setengah meter. Dicatat jumlah pukulan untuk penetrasi setiap setengah meter.

4. Final set

  Pamancangan baru dapat dihentikan apabila telah dicapai final set sesuai perhitungan.

  (a) (b) (c)

Gambar 2.11 Urutan pemancangan : (a) Pemancangan tiang, (b) Penyambungan tiang, (c) Calendering/final set

2.8. Tiang Dukung Ujung dan Tiang Gesek

  Ditinjau dari cara mendukung beban, tiang dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam (Hardiyatmo, H. C.,2002), yaitu :

  1. Tiang dukung ujung (end bearing pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya ditentukan oleh tahanan ujung tiang. Umumnya tiang dukung ujung berada dalam zone tanah yang lunak yang berada diatas tanah keras. Tiang-tiang dipancang sampai mencapai batuan dasar atau lapisan keras lain yang dapat mendukung beban yang diperkirakan tidak mengakibatkan penurunan berlebihan. Kapasitas tiang sepenuhnya ditentukan dari tahanan dukung lapisan keras yang berada dibawah ujung tiang (Gambar 2.11a).

  2. Tiang gesek (friction pile) adalah tiang yang kapasitas dukungnya lebih ditentukan oleh perlawanan gesek antara dinding tiang dan tanah disekitarnya (Gambar 2.11b). Tahanan gesek dan pengaruh konsolidasi lapisan tanah dibawahnya diperhitungkan pada hitungan kapasitas tiang.

  (a) (b)

Gambar 2.12 Tiang ditinjau dari cara mendukung bebannya

  

(Hardiyatmo, H. C., 2002)

2.9. Kapasitas Daya Dukung

2.9.1. Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang dari Hasil Sondir

  Diantara perbedaaan tes dilapangan, sondir atau cone penetration test (CPT) seringkali sangat dipertimbangkan berperanan dari geoteknik. CPT atau sondir ini tes yang sangat cepat, sederhana, ekonomis dan tes tersebut dapat dipercaya dilapangan dengan pengukuran terus-menerus dari permukaan tanah-tanah dasar.

  CPT atau sondir ini dapat juga mengklasifikasi lapisan tanah dan dapat memperkirakan kekuatan dan karakteristik dari tanah. Didalam perencanaan pondasi tiang pancang (pile), data tanah sangat diperlukan dalam merencanakan kapasitas daya dukung (bearing capacity) dari tiang pancang sebelum pembangunan dimulai, guna menentukan kapasitas daya dukung ultimit dari tiang pancang.

  Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Aoki dan De Alencar dengan persamaan sebagai berikut :

  Q

  = Q

  • Q
  • f.A

  s

  b

  b

  A

  b

  s ...........................................................

  …(2.3) dimana : Q u = Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang. Q b = Kapasitas tahanan di ujung tiang. Q s = Kapasitas tahanan kulit. q

  b = Kapasitas daya dukung di ujung tiang persatuan luas.

  A b = Luas di ujung tiang. f = Satuan tahanan kulit persatuan luas. A s = Luas kulit tiang pancang.

  u

  = q Dalam menentukan kapasitas daya dukung aksial ultimit (Q u ) dipakai Metode Aoki dan De Alencar.

  Aoki dan Alencar mengusulkan untuk memperkirakan kapasitas dukung ultimit dari data Sondir. Kapasitas dukung ujung persatuan luas (q ) diperoleh

  b

  sebagai berikut :

  q ( base ) ca q b = .............................................................................

  …(2.4)

  F b

  dimana : q ca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D dibawah ujung tiang dan F adalah faktor empirik

  b tergantung pada tipe tanah.