Morfologi Siklus hidup dan Epidemiologi (1)

MORFOLOGI, SIKLUS HIDUP, DAN EPIDEMIOLOGI
(BARTONELLOSIS)

NAMA MAHASISWA

: RESMON ANDAYANI

NIM

: AK816063

SEMESTER

: IV

KELAS

:A

PROGRAM STUDI


: D – III ANALIS KESEHATAN

MATA KULIAH

: PARASITOLOGI III

DOSEN

: PUTRI KARTIKA SARI, M.SI

YAYASAN BORNEO LESTARI
AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU 2018

Insekta atau hexapoda merupakan salah satu kelas dari Filum Artropoda.
Insekta memiliki diversitas species terbesar pada semua kelompok hewan karena
menempati ¾ dari total jumlah species hewan yang hidup di bumi. Insekta adalah
hewan yang paling adaptif di bumi karena dapat hidup pada berbagai tempat dan
habitan dengan kondisi iklim yang berbeda; mulai dari kutup, sub tropis, tropis
sampai pada tubuh hewan besar, berukuran tubuh kecil sehingga tidak

membutuhkan sumber daya makanan yang banyak, memiliki siklus hidup dengan
metamorfosis (pra dewasa dan dewasa) sehingga mengungari persaingan
sumber makanan pada berbagai stadia metamorphosis dan kecepatan reproduksi
yang tinggi. Insekta adalah jenis hewan pertama yang dapat terbang (pterygota)
sebelum adanya species-species burung di bumi, mampu bertahan melewati masa
Jurasic dan masa es yang menutupi bumi dengan hanya sedikit modifikasi
morfologi. Keunikan lain dari insekta adalah waktu hidup terlama pada stadia pra
dewasa dibandingkan dewasa. (Djuanda DKK, 2007)
Insekta telah memberikan banyak kontribusi bagi kelangsungan dan
keseimbangan hidup organisme di planet bumi. Dalam perspektif ekologi,
insekta berperan sangat penting bagi tersedianya makanan dibumi. Insekta
membantu proses penyerbukan berbagai jenis tumbuhan berbunga sehingga
proses pembuahan dapat berlangsung. Sebagian insekta juga membantu proses
perombakan material organic yang selanjutnya diuraikan oleh mikroorganisme.
Oleh sebab itu secara evolusi terjadi hubungan antara insekta dan tumbuhan,
insekta dan mikroorganisme serta insekta dan manusia. (Wartonah, 2003)
Lalat merupakan species yang berperan dalam masalah kesehatan
masyarakat. Ancaman lalat mulai diperhitungkan terutama setelah timbulnya
masalah sampah yangmerupakan dampak negatif dari pertambahan penduduk.
Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan mengundang lalat untuk datang

dan berkontak dengan manusia. Dengan didorong oleh rendahnya tingkat
pengetahuan masyarakat akan higiene dan sanitasi, pada akhirnya lalat akan
menimbulkan masalah kesehatan masyarakat secara luas baik dari segi estetika
sampai penularan penyakit.(Nutanson, 2008)
Penularan penyakit oleh lalat dapat terjadi melalui semua bagian dari
tubuh lalat seperti : bulu badan, bulu pada anggota gerak, muntahan serta
faecesnya. Upaya pengendalian penyakit menular tidak terlepas dari usaha
peningkatan kesehatan lingkungan dengan salah satu kegiatannya adalah
pengendalian vektor penyakit termasuk lalat. Saat ini terdapat sekitar ±
60.000 – 100.000 spesies lalat, tetapi tidak semua species perlu diawasi
karena beberapa diantaranya tidak berbahaya terhadap kesehatan masyarakat
(Santi, 2001).
Lalat banyak jenisnya tetapi paling banyak merugikan manusia
adalah jenis lalat rumah (Musca domestica), lalat hijau (lucilia seritica), lalat

biru (Calliphora vomituria) dan lalat latirine (Fannia canicularis). (Meinking,
2008)
Acari adalah salah satu subkelas dari kelas Arachnida, filum Artropoda.
Berbeda dengan insekta dan myriapoda, arachnida tidak memiliki antenna dan
mandible tetapi memiliki mata sederhana (ocelli) dan alat-alat mulut yang

disebut chelicerae dan pedipalps yang beradaptasi untuk menangkap, menusuk,
mengisap atau merobek. Termasuk dalam akari adalah tungau dan caplak.
Tungau dan caplak menjadi penting dalam kajian parasitologi karena seperti
lalat dapat menjadi vector penyakit. Tungau yang bersifat parasit pada
manusia antara lain termasuk pada ordo iPediculochelidae, Pyemotidae,
Cheylitidae, Myobiidae dll. Jenis tungau dan caplak tersebut dapat menularkan
penyakit atau menjadi vector dari parasit internal seperti filarial. (Habib, 2004)
Lalat adalah jenis serangga yang berasal dari subordo Cyclorrapha ordo
Diptera Lalat adalah salah satu jenis serangga peengganggu dan sebagai serangga
penular penyakit terhadap kesehatan manusia yang dapat menyebabkan berbagai
penyakit. (Barbara, 2002)
1.

Morfologi

Taxonomi: Kelas insekta, ordo Diptera, Fam Psychodidae
Spesies: P. papatasi & P. sergenti
Tanda-tanda umum:



Ukurannya kecil: 1,3-1,5 mm, seluruh tubuh berambut



Mata warna hitam, relatif besar & tiga pasang kaki relatif panjang , yg
betina menghisap darah



Tubuh : kepala, thorax dan abdomen



Kepala: antene bersegmen, berambut pendek, mulut tipe menusuk dan
menghisap



Thorax tdp sepasang sayap dlm posisi tegak,berambut vena ke 2 pd sayap
bercabang dua kali




Jenis kelamin terpisah, betina mempunyai abdomen >, ujungnya membulat
sedangkan yg jantan tdp clasper


2.

Banyak ditemukan di gurun pasir (savanah). (Burgress, 2012)
Siklus Hidup

Metamorphosis sempurna: telur-larva-pupa-dewasa
Telur : Ukuran kecil, btk oval, warna coklat hitam, tidak tahan kering, diletakkan
terpisah pd batuan / lubang pd tanah yg lembab
Larva:


Pemakan segala: bangkai, zat organik, sampah, kotoran hewan & berada
ditempat yg lembab




Mempunyai 4 stadium, btk silindris, memanjang, punya kepala warna
hitam, abdomen bersegmen & mempunyai kaki palsu pd tiap segmen
abdomen



Bag post abdomen tdp dua pasang rambut panjang disebut caudal bristle /
caudal setae

Pupa: Ujung abdomen tdp dua pasang caudal bristle & sisa kulit yg tidak dilepas
seluruhya
Dewasa:

3.




Jantan & betina menghisap cairan tumbuhan, kecuali yg betina kadangkadang menghisap darah hewan vertebrata pd malam hari di luar rumah
(exophagic) atau di dlm rumah (endophagic)



Jarak terbang pendek shg penyebaran tidak luas, suka bersembunyi
ditempat terlindung. (Burns, 2004)
Epidemiologi

Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan
bartonellosisi. Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica, penyebab
oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis Amerika, ditularkan
oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam phlebotomus, penyakit yang
disebabkan oleh virus banyak terdapat di daerah Mediterania dan Asia Selatan,
terutama ditularkan oleh P. papatsii, yang menjadi infektif setelah masa

perkembangan virus selama 7-10 hari. Bartonellosis juga terdapat di Amerika
Selatan bagian Barat Laut sebagai demam akut penyakit Carrion dan sebagai
keadaan kronis berupa granulema verrucosa. Basil penyebab adalah Bartonella
bacilliformis, ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan

Andes. (Habib, 2004)

DAFTAR PUSTAKA
Barbara L. Frankowski, Leonard B. Weiner. 2002. Clinical Report-Head
Lice. Am.A-Pediatrics. 110(4): 638-40.
Burgress IF. Current Treatments for Bartonellosis. Curr Opin Infect Dis.
22(6):131–136.
Burns DA. 2004. Diseases Caused by Arthropods and Other Noxious Animals.
In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C eds. Rook`s Textbook of
Dermatology Eight Edition Volume 2. United Kingdom: Willey-Blackwell
Publication. Pp. 446-8.
Djuanda, Adhi, Hamzah M, Aisyah S. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hlm. 12836.
Habib TP. 2004. Pediculosis. In: Weller C, John A, Hunter A, Savin J, Dahl
M eds. Clinical Dermatology Fourth Edition. British: Willey-Blackwell
Publication. Pp. 228-42
Meinking TL, Buckhart C. 2008. Infestations. In: Jean L, Bolognia, Joseph L,
Jorizzo, Ronald P. Rapini eds. Dermatology Volume One. Britain:
Mosby. Pp.1321 – 8.
Natadisastra D, Ridad A. 2009. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit

EGC.
Hlm. 82-96.
Nutanson I, Steen CJ, Schwartz RA, Janniger CK. 2008. Pediculosis
Humanus
Capitis: An update.Acta Dermatoven APA.17(4): 147-53.
Ohio Departement of Health. 2014. Pediculosis. Ohio: Departement of Health.
Pp.
1-15.
Stone SP. Jonathan NG. Rocky E. 2012.Bacelieri Scabies, Other Mites and
Pediculosis. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,
Leffell DJ, Wolff K eds. Fitzpatrick`s Dermatology In General Medicine
Eight Edition. New York : McGraw Hill. Pp. 2573 – 8.

Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika. Hlm. 72-84.