106906078 Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
BERBAGAI PENDEKATAN MATEMATIKA UNTUK
MENGEMBANGKAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Bapak Maulana, M.Pd
Sebagai Dosen Mata Kuliah Model Pembelajaran Matematika.
Oleh
Agif Rubiyanto
0903214
Kelas Matematika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan perhatian terhadap
pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi seperti kemampuan
berfikir kreatif dan pemecahan masalah matematis. Padahal, kedua
kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap
orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan
menuntut pemikiran kreatif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
dihadapi. Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan
kemampuan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai kemampuan
berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah, tetapi
juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian yang sangat penting untuk
kesuksesan dalam pemecahan masalah. Berpikir kreatif dapat menolong
seseorang untuk meningkatkan kualitas dan keefektifan kemampuan
pemecahan masalahnya sebaliknya pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan berpikir. Selain itu, kemampuan berpikir kreatif merupakan
kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian
terhadap suatu masalah. Karena itu, pemikiran kreatif perlu dilatih agar anak
mampu berpikir lancar (fluency) dan luwes (flexibility), mampu melihat
masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan bebagai ide.
Memiliki pikiran yang kreatif dapat memberikan kepuasan kepada individu.
Kita dapat mengamati anak-anak yang sedang bermain bongkar-pasang, pada
3
saat mereka menghasilkan suatu kombinasi baru, dengan bangganya mereka
mempertunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya. Menyadari akan
pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam hal ini
khususnya masalah matematis, kami membuat makalah yang berjudul
“Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif
dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa hakikat Matematika?
2. Apa saja peristilahan dalam model pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud berfikir kreatif?
4. Apa yang dimaksud pemecahan masalah matematik?
5. Bagaimana mengembangkan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika pada peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hakikat Matematika.
2. Untuk mengetahui berbagai peristilahan dalam model pembelajaran.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud berpikir kreatif .
4. Untuk mengetahui yang dimaksud pemecahan masalah matematik.
5. Untuk mengetahui cara mengembangkan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik.
D. Sistematika Penulisan
Makalah yang berjudul “Berbagai Pendekatan Matematika untuk
Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis” ini terdiri dari tiga bab. Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri
dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan. Bab II adalah Pembahasan yang terdiri hakikat
matematika, peristilahan dalam model pembelajaran, berfikir kreatif, masalah
matematik, dan berbagai pendekatan untuk mengembangkan berpikir kreatif
4
dan kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik.Bab III
merupakan kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin thematik
yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang
didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan
kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil
eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiranpikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
(Shadiq, 2010). Berikut beberapa definisi tentang matematika menurut
para ahli:
1. Ruseffendi (Shadiq, 2010)
Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di
mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara
umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
2. James dan James (Shadiq, 2010)
Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsepkonsep yang berhubungan satu dengan lainnya.
Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan
geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika
terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan
analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
3. Reys - dkk (Shadiq, 2010)
4
5
Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan
atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
4. Kline (Shadiq, 2010)
Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.
2. Hakikat Matematika
a. Matematika Adalah Ilmu Deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses
mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan
ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang
dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif.
Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen.
Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai
dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk
semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil
itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif.
Contoh dalam ilmu fisika, bila seorang melakukan percobaan
(eksperimen) sebatang logam dipanaskan maka memuai dan
dilanjutkan dengan logam-logam yang lainnya, dipanaskan ternyata
memuai juga, maka ia dapat membuat kesimpulan (generalisasi)
bahwa setiap logam yang dipanaskan itu dapat memuai.
Generalisasi yang dibuat secara induktif tersebut dalam ilmu
fisika dapat dibenarkan contoh dalam ilmu fisika di atas , pada
matematika contoh-contoh seperti itu baru dianggap sebagai
generalisasi jika kebenarannya dapat dibuktikan secara deduktif.
6
b. Matematika Adalah Ilmu Terstruktur
Konsep-konsep mamtematika tersusun secara terstruktur, logis,
dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benarbenar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.
Strruktur matematika adalah sebagai berikut :
1) Unsur-unsur yang tidak didefinisikan
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.
Unsur-unsur ini ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
2) Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsurunsur yang didefinisikan.
Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan tertutup
sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
3) Aksioma dan postulat
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang
didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan
aksioma atau postulat. Misal :
a) Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis.
b) Semua sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar.
c) Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang
tegak lurus ke sebuah garis yang lain.
d) Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang
lebih besar dari 900.
7
Aksioma tidak perlu dibuktikan kebenarannya tetapi dapat
diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran yang logis.
4) Dalil atau Teorema
Dari unsur-unsur yangtidak didefinisikan dan aksioma maka
disusun teorema-teorema atau dalil-dalil yang kebenarannya harus
dibuktikan dengan cara deduktif. Misal :
a. Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap
b. Jumlah ketiga sudut pada sebuah segitiga sama dengan 1800
c. Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku
sama dengan Kuadrat sisi miringnya.
c. Matematika Adalah Ilmu Tentang Pola dan Hubungan
Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada
matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan
pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang
merupkan representasinya untuk membuat generalisasi. Misal :
Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a
.
Contoh :
a = 1 maka jumlahnya = 1 =
.
Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah
4=
.
Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 =
seterusnya.
. dan
8
Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang
berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama
dengan
d. Matematika Adalah Bahasa Simbol
Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti dan
bersifat internasional. Padat arti berarti simbol-simbol matematika
ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti yang luas.
3. Kegunaan Matematika
a. Matematika sebagai pelayan ilmu yang lain.
Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung
dari matematika. Contoh :
1) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori
belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan
matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.
2) Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk
memprediksi jumlah penduduk dll.
3) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometric digunakan untuk
melukis mosaik.
4) Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang
alat musik.
5) Banyak teori-teori dari Fisika dan Kimia (modern) yang ditemukan
dan dikembangkan melalui konsep Kalkulus.
6) Teori Ekonomi mengenai Permintaan
dan
Penawaran
dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial
dan Integral.
b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
9
1) Memecahkan persoalan dunia nyata
2) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses
perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan
operasi hitungnya
3) Menghitung luas daerah
4) Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang
lain
5) Menghitung laju kecepatan kendaraan
6) Membentuk pola pikir menjadi pola pikir matematis, orang yang
mempelajarinya kritis, sistimatis dan logis.
7) Menggunakan perhitungan matematika baik dalam pertanian,
perikanan, perdagangan, dan perindustrian.
4. Menumbuhkan Minat Anak Dalam Pembelajaran Matematika
Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12
tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap
operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri
anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara
transitif. Proses ini sudah dapat dipahami oleh siswa Sebagaimana kita
ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan
menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat.
Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia
SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan
tanpa memperhatikan tahap berpkir anak SD. Seorang guru hendaknya
mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang
10
belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika
yang bersifat deduktif.
Matematika yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan
pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan
model-model yang merupakan contoh dari sistim itu yang pada akhirnya
telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan seharihari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola
pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim
matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak,
sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada
matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan
menyulitkan bagi anak.
Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran
matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum
formal atau masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi
siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru
yang mengajar matematika.
Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD
untuk
kepentingan
hidupnya
sehari-hari
dalam
kepentingan
lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis
dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmuilmu
yang lain.
Minat belajar merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses
pembelajaran matematika. Minat yang timbul dari kebutuhan anak
merupakan faktor penting bagi anak dalam melaksanakan kegiatan-
11
kegiatannya. Oleh karena itu minat belajar anak harus diperhatikan
dengan cermat. Dengan adanya minat belajar pada anak dapat
memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar
matematika. Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan
dari luar jika belajar yang dilakukannya cukup menarik minatnya. Apabila
anak didik menunjukkan minat belajar yang rendah maka tugas guru dan
orang tua untuk meningkatkan minat tersebut. Jika guru mengabaikan
minat belajar anak maka akan mengakibatkan ketidak berhasilan dalam
proses pembelajaran matematika.
Guru sebagai tenaga pengajar di kelas hendaknya berusaha sedapat
mungkin untuk membangkitkan minat belajar pada anak didiknya dengan
berbagai cara,misalnya dengan memperkenalkan kepada anak berbagai
kegiatan
belajar,
seperti
bermain
sambil
belajar
matematika,
menggunakan alat peraga yang menarik atau memanipulasi alat peraga,
menggunakan bermacam-macam metode pembelajaran pada saaat
mengajar matematika, mengaitkan pembelajaran matematika dengan
dunia anak. Contoh : Alat peraga dapat disesuaikan dengan benda-benda
permainan anak, misalnya kelereng, bola dan sebagainya. Anak yang
mencapai suatu prestasi belajar matematika, sebenarnya merupakan hasil
kecerdasan dan minat terhadap matematika. Jadi seorang anak tidak
mungkin sukses dalam belajar matematikatnpa adanya minat terhadap
matematika. Minat dapat tiumbul pada seseorang jika menarik perhatian
terhadap suatu objek. Perhatian ini akan terjadi dengan sendirinya atau
mungkin timbul disebabkan adanya pengaruh dari luar. Beberapa hal yang
12
harus dilakukan guru dalam menumbuhkan minat anak dalam belajar
matematika
a. Menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan dengan dunia anak,
misalnya dengan memanfaatkan lingkungan. Contoh : Mengajar
bangun ruang kubus dan balok guru dapat menggunakan ruang kelas
dan kotak berbentuk kubus sebagai alat peraga. Mengajar kerucut
dapat dikaitkan dengan model topi ulang tahun atau tempat es krim.
b. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara dari mudah ke yang sukar
atau dari konkret ke abstrak.
Contoh : Dari mudah ke yang sukar
Lingkaran diajarkan pada tahap awal kemudian dilanjutkan dengan
jari-jari dan garis tengah, keliling lingkaran, luas lingkaran dan
penggunaan lingkaran pada bangun ruang seperti kerucut, tabung dan
bola.
Contoh : Dari konkret ke abstrak
Mengajar penjumlahan bilangan cacah, misalnya 2 + 3 dimulai dengan
memberikan model seperti 2 kelereng ditambah 3 kelereng kemudian
digabung, sehingga mengahasilkan 5 kelereng. Kemudian dilanjutkan
dengan tahap semi konkret dengan gambar 2 kelereng dan 3 kelereng.
Berikutnya dilanjutkan dengan tahap abstrak dalam bentuk simbol.
c. Penggunaan alat-alat peraga.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Langsung yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri,
mengadakan percobaanpercobaan yang dapat diamati anak didik.
Misalnya : Guru membawa alat-alat atau benda-benda peraga ke
dalam kelas atau membawa anak didik ke laboratorium, kebun
binatang dan sebagainya.
2) Tidak langsung yaitu dengan menunjukkan tiruan misalnya model,
gambar-gambar, photophoto dan sebagainya.
13
d. Pembelajaran hendaknya membangkitkan aktivitas anak.
Hendaknya anak didik dilatih bekerja sendiri atau turut aktif selama
pembelajaran berlangsung, msialnya :
1) Mengadakan berbagai percobaan dengan membuat kesimpulan,
keterangan, memberikan pendapat dan sebagainya
2) Memberikan tugas-tugas untuk memecahkan masalah, menganalisis,
mengambil keputusan dan sebagainya.
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing ke arah diskusi.
e. Semua kegiatan belajar harus kontras.
Hal-hal yang tidak sama bahkan menimbulkan kontras akan dapat
menarik perhatian anak, sehingga dapat menimbulkan minat untuk
mengetahui lebih lanjut.
Contoh : segitiga, dikontraskan dengan bangun datar yang lain seperti
persegi panjang, jajar genjang, layanglayang dan sebagainya. Belajar
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik secara aktif dan
sadar.
Hal ini berarti bahwa aktivitas berpusat pada anak didik sedangkan guru
lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator (pembimbing) terjadinya proses
belajar. Oleh karena itu untuk mengaktifkan siswa dalam belajar maka
seorang guru matematika dapat membimbing anak.
B. Peristilahan dalam Pembelajaran
1. Pendekatan pembelajaran
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, pertama, pendekatan pembelajaran yang
14
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
kedua, pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.
2. Strategi Pembelajaran
Menurut Kemp (Wina Senjaya, 2008) strategi pembelajaran adalah suatu
tahapan kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut J. R David, (Wina Senjaya, 2008) dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya
masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil
dalam
suatu
pelaksanaan
pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam
dua
bagian
pula,
yaitu:
pertama,
exposition-discovery
learning
(pemaparan/penunjukan-penemuan) dan kedua, group-individual learning
(Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif
(khusus-umum) dan strategi pembelajaran deduktif (umum-khusus).
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan
empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil
(output) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic
way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
15
c.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang
akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan
patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan (achievement) usaha.
Strategi
pembelajaran
sifatnya
masih
konseptual
dan
untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran
tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving
something” (Wina Senjaya,2008).
3. Metode Pembelajaran
Dapat
diartikan
sebagai
cara
yang
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya;
a. ceramah;
b. demonstrasi;
c. diskusi;
d. simulasi;
e. laboratorium;
f. pengalaman lapangan;
g. brainstorming;
h. debat,
i. simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran
dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
4. Teknik Pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan
suatu
metode
secara
spesifik.
Misalkan,
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
16
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara
teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan
metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif.
Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
5. Taktik Pembelajaran
Taktik Pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah,
tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.
Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan
humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi,
sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih
banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat
menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan
atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam
taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni
(kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
17
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka
terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
6. Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil
(Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4
(empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Model interaksi sosial;
model pengolahan informasi;
model personal-humanistik; dan
model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali
penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
C. Berpikir Kreatif
1. Pengertian Berpikir
Kata berpikir merupakan kata yang familiar, baik dalam kehidupan seharihari maupun dalam dunia pendidikan. Menurut Presseisen (Izzati,
2009).berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi
mental ketika pengetahuan diperoleh. Sementara, menurut Fisher (Izzati,
2009) berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi dalam otak manusia
dan fakta-fakta yang ada di dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan,
18
dan
berpikir
(apabila
diekspresikan)
bisa
diobservasi
dan
dikomunikasikan.
Beyer (Izzati, 2009), mengemukakan bahwa berpikir merupakan
manipulasi mental terhadap input dari panca indera untuk merumuskan
pikiran, memberi alasan, atau penilaian. Maskanian, (Izzati, 2009),
mengemukakan definisi berpikir secara umum, yaitu; menyusun pemikiran
dan gagasan dengan penalaran, membentuk sebuah pendapat, menilai,
mempertimbangkan,
mempekerjakan
dan
membawa
panca
indera
intelektual seseorang untuk bekerja, memusatkan pikiran seseorang pada
suatu subjek yang diberikan.
Lebih rinci, Sagala (Izzati, 2009) mengemukakan bahwa berpikir
merupakan proses dinamis yang menempuh tiga langkah berpikir yaitu,
pertama, pembentukan pengertian, yaitu melalui proses mendeskripsikan
ciri-ciri
objek
yang
sejenis,
meklasifikasi
ciri-ciri
yang
sama,
mengabstraksi dan menyisihkan, membuang, dan menganggap ciri-ciri
yang hakiki; kedua, pembentukan pendapat, yang dirumuskan secara
verbal berupa pendapat menolak, menerima atau mengiakan, dan pendapat
asumtif, yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat
pada suatu hal; dan ketiga, pembentukan keputusan atau kesimpulan
sebagai hasil pekerjaan akal.
Ditinjau dari segi pendidikan matematika, berpikir matematis dapat
diartikan sebagai melaksanakan kegiatan atau proses matematika (doing
math) atau tugas matematika (mathematical task). Ditinjau dari kedalaman
atau kekompleksan kegiatan matematika yang terlibat, berpikir matematis
19
dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir matematik tingkat rendah
(low order mathematical thinking) dan berpikir matematika tingkat tinggi (
high order mathematical thinking). Berpikir kreatif dan pemecahan
masalah termasuk jenis berpikir tingkat tinggi (Izzati, 2009).
2. Berpikir Kreatif
Berbicara tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut
dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (Izzati, 2009), istilah
berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik,
namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan
konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat
tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk
berlangsungnya berpikir kreatif.
Menurut Munandar (Izzati, 2009), berpikir kreatif adalah kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya
adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin
banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu
masalah makin kreatiflah seseorang, tentunya dengan memperhatikan
mutu atau kualitas dari jawaban tersebut. Secara operasional, Munandar
mengemukakan;
berpikir
kreatif
merupakan
kemampuan
yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam
berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) suatu gagasan dan kemampuan memberikan
penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi.
20
Pendapat yang serupa dikemukakan Cotton, K (Izzati, 2009), bahwa
berpikir
kreatif
memiliki
karakteristik
sebagai
berikut:
fluency
(membangun banyak ide), flexibility (dapat merubah-ubah pandangan
dengan mudah), originality (menghasilkan sesuatu yang baru), dan
elaboration (membangun ide-ide berdasarkan ide-ide yang lain).
Pendapat lain, dikemukakan oleh Johnson, (Izzati, 2009); berpikir kreatif
merupakan
sebuah
memperhatikan
kebiasaan
intuisi,
kemungkinan-kemungkinan
dari
pikiran
menghidupkan
baru,
yang
imajinasi,
membuka
sudut
dilatih
dengan
mengungkapkan
pandang
yang
menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.
Berpikir kreatif berkaitan dengan berfikir divergen dan berfikir orisinal.
Berfikir kreatif dapat digambarkan sebagai bentuk kombinasi baru dari
ide-ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau sebagai berfikir dengan cara
memproduksi hasil yang orisinal dan tepat. Sesuatu dapat menjadi orisinal
bagi seseorang, dan tidak harus original untuk semua orang. Kata
“orisinal” dalam kaitan dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuatu
yang benar-benar baru (sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja
hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada
sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi
orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal yang baru.
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk
mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes
(flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang
berbeda, membangun berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah
pemikiran atau pendekatan, dan menyesuaikan dengan situasi yang baru.
21
Keterampilan berpikir orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk
membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa, ide-ide cerdas yang
berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsurunsur. Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk
merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.
Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berpikir kreatif, dapat
dipahami bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup
yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana
bersaing semakin ketat. Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat
anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat masalah dari
berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Manusia
yang kreatif sangat memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Dalam era globalisasi ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan
kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada sumbangan kreatif,
berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru dalam
anggota masyarakatnya.
D. Pemecahan Masalah Matematik
Berbicara tentang pemecahan masalah matematik tentu tidak terlepas dari
masalah itu sendiri. Suatu masalah biasanya memuat suatu kondisi yang
mendorong seseorang untuk cepat menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu
secara langsung bagaimana menyelesaikannya. Jika suatu persoalan diberikan
kepada seorang anak dan anak tersebut dapat menyelesaikan dengan prosedur
algoritme tertentu, maka persoalan itu belum bisa dikatakan sebagai masalah.
Suatu masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi
dimana seseorang
22
diminta menyelesaikan persoalan yang baru bagi orang itu, dan belum
memahami cara penyelesaiannya.
Sedangkan pemecahan masalah matematik adalah mengerjakan tugas-tugas
matematik yang cara menyelesaikannya belum diketahui sebelumnya, dan
pemecahannya tidak dapat dilakukan dengan algoritma tertentu. Untuk
menemukan pemecahannya siswa harus menggunakan pengetahuannya, dan
melalui proses ini mereka akan mengembangkan pemahaman matematika
baru.
Pemecahan masalah matematika seperti halnya pemecahan masalah pada
umumnya mempunyai berbagai interpretasi. Menurut Baroody (Izzati, 2009),
ada tiga interpretasi pemecahan masalah yaitu: pemecahan masalah sebagai
pendekatan (approach), tujuan (goal), dan proses (process) pembelajaran.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan maksudnya pembelajaran diawali
dengan masalah, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan
merekonstruksi konsep-konsep matematika. Pemecahan masalah sebagai
tujuan berkaitan dengan pertanyaan mengapa matematika diajarkan dan apa
tujuan pengajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai proses adalah
suatu kegiatan yang lebih mengutamakan pentingnya prosedur langkahlangkah, strategi/cara yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah
sehingga menemukan jawaban.
Walaupun terdapat beberapa interpretasi pemecahan masalah, namun dalam
prakteknya semua itu saling melengkapi. Artikel ini membahas tentang
pemecahan masalah sebagai kemampuan.
Dalam memecahkan masalah ada beberapa tahap yang dilalui. Polya (Izzati,
2009) menyarankan tahap-tahap tersebut sebagai berikut; (1) Memahami soal
23
atau masalah; (2) Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya;
(3) Melaksanakan rencana; (4) Menelaah kembali terhadap semua langkah
yang telah dilakukan
Memahami masalah artinya membuat representasi internal terhadap masalah,
yaitu memberikan perhatian pada informasi yang relevan, mengabaikan halhal yang tidak relevan, dan memutuskan bagaimana merepresentasikan
masalah. Untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah
mendapatkan gambaran umum penyelesaian, sebaiknya hal-hal yang penting
hendaknya dicatat, dan kalau perlu dibuatkan tabelnya atau pun dibuat sket
atau grafiknya.
Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya, maksudnya
adalah merumuskan model matematika dari soal yang diberikan. Untuk itu,
perlu adanya aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh siswa selama proses
pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada
satupun alternatif yang terabaikan. Kemampuan ini sangat tergantung dari
pengalaman siswa dalam menjawab soal. Semakin banyak variasi
pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun
rencana. Melaksanakan rencana, yaitu menyelesaikan model matematika yang
telah dirumuskan. Dengan kata lain siswa meyelesaikan soal itu dengan cara
yang telah dirumuskan pada tahap dua. Menelaah kembali terhadap semua
langkah yang telah dilakukan, yaitu berkaitan dengan penulisan hasil akhir
sesuai permintaan soal, memeriksa setiap langkah kerja, termasuk juga
melihat alternatif penyelesaian yang lebih baik.
Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat
diselesaikan dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk pemecahan masalah
24
sesungguhnya, peserta didik harus menarik sejumlah kecakapan dan
pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian memadukan itu semua dalam
suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian. Untuk itu, diperlukan
berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan masalah.
Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah,
beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan
Pasmep (Izzati, 2009). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba
nilai-nilai
atau
kasus-kasus
yang
khusus;
Menggunakan
diagram;
Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat tabel; Memecah
tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan
pola; Bergerak dari belakang.
Selain strategi di atas,
Stepelman dan Posamentier (Izzati, 2009)
mengemukakan beberapa strategi lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan
komputer, melakukan aproksimasi, menentukan syarat cukup dan syarat
perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan
mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak
menggunakan semua strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai
dengan kondisi masalah.
E. Beberapa Pendekatan Matematika
Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan
masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa
untuk melatihkan kemampuan kemampuan tersebut. Berikut adalah beberapa
pendekatan yang dirasa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
dan pemecahan masalah matematis.
1. Pendekatan Deduktif Induktif
25
a. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh
filosof Inggris Prancis Bacon (Rochmad, 2008) yang menghendaki
agar penarikan kesimpulan didasrkan atas fakta-fakta yang konkret
sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri-ciri
atau sifat-sifat tertetu dari berbagai fenomena, kemudian menarik
kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Menurut Purwanto (Rochmad, 2008) tepat atau tidaknya kesimpulan
atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada
refresentatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena
keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil
berarti
refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin
besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil
berarti refrensentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu
semakin kecil pula. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan
induktif berarti pengajaran yang bermula dengan menyajikan
sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi
suatu konsep, prinsip atau aturan.
Dalam penggunaan kaedah ini, guru akan memulakan
pengajarannya denagan memberikan beberapa contoh yang khusus
tetapi mengandungi satu prinsip yang sama. Berdasarkan contohcontoh yang diberikan, murid dibimbing memikir, mengkaji,
26
mengenal pasti dan mentafsir maklumat yang terkandung dalam
contoh-contoh khusus itu, kemudian kesimpulan yang diberikan.
Di dalam situasi pelajaran yang menggunakan pendekatan
induktif ini, guru boleh mengemukakan contoh yang khusus, diikuti
soal jawab untuk membimbing murid-muridnya memerhati,
mengkaji, mengenal pasti prinsip atau fakta penting. Waktu
menjalankan aktivitas pembelajaran, guru tidak digalakkan
memberi sembarang penerangan atau menghuraikan kesimpulan
itu. Guru hanya membimbing murid melalui aktivitas soal jawab,
mentafsir dan membuat kesimpulan daripada contoh yang
dikemukakan.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan
pengamatan ada kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak
menjamin berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam
matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi
matematik, sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka
kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.
Kelebihan pendekatan induktif ini ialah murid melibatkan
diri secara aktif, bersifat saintifik, menggalakan murid berpikir dan
ia berpusatkan murid. Namun, terdapat juga kelemahannya yaitu
sukar
mendapatkan
menggunakan
banyak
kerjasama
masa
daripada
apabila
murid-murid,
murid-murid
diminta
memberikan contoh, membebankan tugas guru karena banyak
persediaan harus dilakukan dan kurang bermanfaat kepad murid
pandai. Kaidah induktif adalah salah satu kaidah mengajar yang
27
sesuai digunakan untuk berbagai mata pelajaran, khususnya
Matematika, Sains dan Bahasa.
Dalam melaksanakan pembelajaran induktif dengan berkesan
(Shadiq, 2010), guru perlu memahami dan mematuhi prinsipprinsip penggunaan strategi pengajaran induktif yang dihuraikan
5.
6.
7.
8.
9.
seperti berikut :
1. Sebelum memulakn proses pembelajaran secara induktif, guru harus
menyediakan contoh-contoh yang boleh membantu murid membuat
rumusan.
2. Di samping itu soalan-soalan harus disediakan untuk membimbing
murid mendapat kesimpulan yang berkenaan.
3. Guru tidak harus memberi penerangan atau menghuraikan isi
pelajaran yang berkaitan dengan kesimpulan.
4. Murid dibimbing melalui aktivitas soal jawab untuk mendapat
kesimpulan sendiri.
Jenis contoh khusus yang diberikan haruslah dipelbagaikan, tetapi
mengandung ciri yang sama serta mudah untuk membolehkan murid
mengenal pastinya.
Contoh khusus yang dipilih haruslah sesuai dan mencukupi.
Alat bantu mengajar harus disediakan untuk membantu murid
mendapatkan kesimpulan yang berkenaan.
Aktivitas pembelajaran secara induktif harus melibatkan penggunaan
deria-deria murid, khasnya penglihatan, pendengaran, hidu dan sentuh.
Proses pembelajaran berdasarkan kaidah induktif harus mengikut urutan
yang tepat, yaitu daripada contoh spesifik kepada umum.
b. Pendekatan Deduktif
Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada
penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan
dari hal yang umum menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktif,
tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari
penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif adalah kebenaran suatu
pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar.
Kalau begitu bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal?.
Untuk mengatasi hal ini dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa
28
pernyataan awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan” yang diterima
kebenarannya tanpa pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita
sepakati maknanya. Pengertian pangkal merupakan pengertian yang tidak
dapat didefinisikan. Titik, garis, dan bidang merupakan contoh-contoh
pengertian pangkal, sebab titik, garis, dan bidang dianggap ada tapi tidak
dapat dinyatakan dalam kalimat yang tepat (Rochmad, 2008). Pernyataanpernyataan pangkal yang memuat istilah atau pengertian tersebut dinamakan
aksioma atau postulat. Dengan penalaran deduktif dari kumpulan aksioma
yang menggunakan pengertian pangkal tersebut, kita dapat sampai kepada
teorema-teorema yaitu pernyataan-pernyataan yang benar.
Hubungan antar unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang
didefinisikan, aksioma dan dalil dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalil-dalil yang dirumuskan itu banyak sekali. Jadi matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tak didefinisikan, aksioma-aksioma
dan dalil-salil dimana dalil-dalil itu setelah dibuktikan kebenarannya, berlaku
secara umum. Karena itu matematika sering disebut ilmu deduktif. Mungkin
Anda bertanya, bukankah dalil-dalil dan lain-lain dalam matematika itu
ditemukan secara induktif (coba-coba, eksperimen, penelitian dan lain-lain)?
29
Memang Anda betul bahwa para matematis itu menyususn (menemukan)
matematika atau bagiannya itu secara induktif, tetapi begitu suatu pola,
aturan, dalil-dalil itu ditemukan maka dalil itu harus dapat dibuktikan
kebenarannya secra umum (deduktif).
Untuk membuktikan teorema dan menentukan jawab soal yang
menggunakan pendekatan deduktif pola berpikirnya sama, yaitu menentukan
dulu aturan untuk memberlakukan keadaan khusus sehingga didapat
kesimpulan. Selanjutnya erat pula kaitannya dengan generalisasi deduktif
dalam matematika adalah cara-cara pembuktian dalil / aturan/ sifat. Dalil /
aturan / sifat dalam matematika merupakan generalisasi yang dapat
dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Untuk keperluan itu, ada beberapa
macam cara pembuktian yang umumnya sudah jelas terlihat proses.
Deduktifnya, seperti cara modus ponen, modus tolens, implikasi positif,
kontra positif, kontra contoh, bukti tidak langsung, dan induksi matematika
(Shadiq, 2010) Dalam pelaksanaannya, mengajar dengan pendekatan deduktif
akan lebih banyak memerlukan waktu daripada mengajar dengan pendekatan
induktif. Tetapi bagi kelas rendah atau kelas yang lemah, pendekatan induktif
akan lebih baik, pendekatan induktif akan lebih memudahkan murid
menangkap konsep yang diajarkan. Sebaliknya kelas yang kuat akan
merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-tele. Kelas ini
lebih cocok diberi pelajaran dengan pendekatan deduktif.
Karena itu guru harus dapat memperkirakan pendekatan mana
sebaiknya yang dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di suatu kelas. Ada
baiknya para guru matematika sewaktu waktu bertukar pendapat mengenai
pendekatan yang lebih cocok dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di
30
suatu kelas berdasrkan pengalaman. Fakta yang diperoleh dari pengalaman
merupakan salah satu sumber pengetahuan.
Pendekatan deduktif dapat dikategorikan sebagai suatu pendekatan
mengajar yang bermula daripada sesuatu atau beberapa rumus, prinsip,
hukum, teorema atau peraturan diikuti dengan aplikasinya keatas contohcontoh yang khusus. Kadangkala ia juga digunakan untuk mendapatkan
kesimpulan yang baru daripada rumus yang telah diketahui. Kaidah ini
berlandaskan pendekatannya merupakan kaidah mengajar yang kompleks
karena ia memerlukan murid memperoleh kepahaman yang mendalam,
pengetahuan yang cukup, serta berupaya memilih rumus yang telah diperoleh
dengan tepat untuk diaplikasikan pada contoh yang khusus.
Guru memberitahu murid objektif pelajaran pada peringkat awal. Murid
dibimbing mengingat kembali hukum yang berkaitan untuk membolehkan
mereka menyelesaikan masalah atau mendapatkan kesimpulan yang baru.
Terdapat tiga jenis induktif yaitu menyelesaikan masalah, membentuk
kesimpulan baru dan membuktikan hipotesis. Prinsip-prinsip bagi pendekatan
deduktif ialah :
1. Peringkat permulaan masalah.
2. Murid-murid harus dibimbing mengingat kembali kesimpulan, prinsip.
3. Kesimpulan, prinsip atau teori yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah
atau
membuktikan
hipotesis
haruslah
diketahui
serta
dipahamkan.
4. Penggunaan deduktif haruslah mengikut prosedur yang betul.
5. Proses menyelesaikan masalah atau membuktikan hipotesis tidak terhadap
kepada mnggunakan kesimpulan, prinsip atau teori yang telah dipelajari.
6. Guru sendiri tidak perlu melaksanakan cara penyelesaian masalah atau
menghuraikan cara membuktikan hipotesis, tetapi membimbing murid
31
melalui aktivitas soal jawab sehingga mereka menjalankan aktivitas
penyelesaian masalah.
Kelebihan deduktif ialah ia merupakan cara yang mudah untuk
menyampaikan isi-isi pelajaran, menjimatkan masa dan tenaga, amat sesuai
untuk murid-murid bertahap kognitif tinggi dan mudah menyempurnakan
sukatan pelajaran. Kelemahannya pula ialah kurang bermanfaat untuk muridmurid yang lemah, ia lebih berpusatkan guru dan kurang menggalakan
kemahiran berpikir.
c.
Perbedaan Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif
Teori normatif (normatif theory)menggunakan pertimbangan nilai
(value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang
seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa
laporan akutansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada
pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value
measurementsof assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya,
teori deskriptif (descriptif theory) berupaya untuk menemukan hubungan
yang sebenarnya terjadi.
Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat
normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat
deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan sistem
yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan
kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan
empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.
Salah satu pertanyaan yang menarik adalah apakah temuan riset empiris
dapat bebas nilai (value-free) atau netral karena pertimbangan nilai
32
sesungguhnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris
berupaya untuk deskriptif, penelitinya tidak mungkin sepenuhnya bersikap
netral dengan dipilhnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan
dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.
Perbedaaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif
adalah kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global
(makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro).
Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka
kesimpulannya bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada
fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari
fenomena tersebut yang relevan degan permasalahan yang diamatinya.
Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat
untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini sering kali tidak
berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling
bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan
secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan
(appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu sistem
deduktif.
Proses riset sendiri tidak selalu mengikuti suatu pola yang pasti. Para
peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitian lainnya
dengan mengembangkan hipotesis baru yang tampaknya cocok dengan data
yang tersedia. Dalam konteks akuntansi, riset induktif bisa membantu
memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkungan bisnis yang
mendasari praktek akuntansi. Riset induktif tersebut pada gilirannya akan
33
bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan
penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.
2. Pendekatan Realistik
a. Pengertian Matematika Realistik
Matematika realistik banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal
tentang matematika. Pandangan penting Freudenthal (Abidin, 2010) adalah
”Mathematics must be connected to reality and mathematics as human
activity.” Matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan
situasi kehidupan sehari-hari, dan menekankan bahwa matematika sebagai
aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar
melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.
Pendekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan yang mengaitkan antara permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep
matematika dengan tujuan dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep
matematika. Dengan kata lain, permasalahan yang digunakan dalam
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik harus mempunyai
keterkaitan dengan kenyataan, atau situasi nyata yang mudah dipahami dan
dibayangkan (diimpleng) oleh siswa.
Soejadi (Junaidi, 2011) mengemukakan bahwa: ”Pendekatan
matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara
lebih baik daripada masa lalu”.
Zulkardi (Junaidi, 2011) mengatakan,”Pendekatan matematika realistik
adalah pendekatan dalam pendidikan matematika yang berdasarkan ide
bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus
dihubungkan secara nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai
suatu sumber pengembangan sekaligus sebagai aplikasi melalui proses
matema-tisasi baik horizontal maupun vertikal.”.
34
b. Prinsip pembelajaran matematika realistik
Gravemeijer (Abidin, 2010) mengemukakan bahwa ada tiga prinsip
kunci (utama) dalam pendekatan patematika realistik. Ketiga prinsip tersebut
sebagai berikut:
1. guided reinvention and progressive mathematizing.
2. Didactical phenomenology.
3. Self developed models.
Prinsip yang pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan
proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive
mathematizing). Prinsip ini menghendaki
bahwa, dalam pendekatan
patematika realistik melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan
guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan
MENGEMBANGKAN BERPIKIR KREATIF DAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS
Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Bapak Maulana, M.Pd
Sebagai Dosen Mata Kuliah Model Pembelajaran Matematika.
Oleh
Agif Rubiyanto
0903214
Kelas Matematika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
KAMPUS SUMEDANG
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2012
1
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran matematika selama ini kurang memberikan perhatian terhadap
pengembangan kemampuan berfikir tingkat tinggi seperti kemampuan
berfikir kreatif dan pemecahan masalah matematis. Padahal, kedua
kemampuan ini sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari setiap
orang selalu dihadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan dan
menuntut pemikiran kreatif untuk menemukan solusi dari permasalahan yang
dihadapi. Berpikir kreatif mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan
kemampuan pemecahan masalah. Seseorang yang mempunyai kemampuan
berpikir kreatif tidak hanya mampu memecahkan masalah-masalah, tetapi
juga mampu melihat berbagai alternatif dari pemecahan masalah itu.
Kemampuan berpikir kreatif merupakan bagian yang sangat penting untuk
kesuksesan dalam pemecahan masalah. Berpikir kreatif dapat menolong
seseorang untuk meningkatkan kualitas dan keefektifan kemampuan
pemecahan masalahnya sebaliknya pemecahan masalah dapat meningkatkan
kemampuan berpikir. Selain itu, kemampuan berpikir kreatif merupakan
kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian
terhadap suatu masalah. Karena itu, pemikiran kreatif perlu dilatih agar anak
mampu berpikir lancar (fluency) dan luwes (flexibility), mampu melihat
masalah dari berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan bebagai ide.
Memiliki pikiran yang kreatif dapat memberikan kepuasan kepada individu.
Kita dapat mengamati anak-anak yang sedang bermain bongkar-pasang, pada
3
saat mereka menghasilkan suatu kombinasi baru, dengan bangganya mereka
mempertunjukkan kepada orang-orang di sekitarnya. Menyadari akan
pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan masalah dalam hal ini
khususnya masalah matematis, kami membuat makalah yang berjudul
“Berbagai Pendekatan Matematika untuk Mengembangkan Berpikir Kreatif
dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis”.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa hakikat Matematika?
2. Apa saja peristilahan dalam model pembelajaran?
3. Apa yang dimaksud berfikir kreatif?
4. Apa yang dimaksud pemecahan masalah matematik?
5. Bagaimana mengembangkan berpikir kreatif dan kemampuan
pemecahan masalah matematika pada peserta didik?
C. Tujuan Penulisan
Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hakikat Matematika.
2. Untuk mengetahui berbagai peristilahan dalam model pembelajaran.
3. Untuk mengetahui yang dimaksud berpikir kreatif .
4. Untuk mengetahui yang dimaksud pemecahan masalah matematik.
5. Untuk mengetahui cara mengembangkan berpikir kreatif dan
kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik.
D. Sistematika Penulisan
Makalah yang berjudul “Berbagai Pendekatan Matematika untuk
Mengembangkan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis” ini terdiri dari tiga bab. Bab I adalah Pendahuluan yang terdiri
dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan dan
sistematika penulisan. Bab II adalah Pembahasan yang terdiri hakikat
matematika, peristilahan dalam model pembelajaran, berfikir kreatif, masalah
matematik, dan berbagai pendekatan untuk mengembangkan berpikir kreatif
4
dan kemampuan pemecahan masalah matematika pada peserta didik.Bab III
merupakan kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Matematika
1. Pengertian Matematika
Kata matematika berasal dari perkataan Latin thematik
yang
mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti
mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang
berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike
berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein
atau mathenein yang artinya belajar (berpikir). Jadi, berdasarkan asal
katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang
didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan
kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil
eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiranpikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran
(Shadiq, 2010). Berikut beberapa definisi tentang matematika menurut
para ahli:
1. Ruseffendi (Shadiq, 2010)
Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak
didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di
mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara
umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.
2. James dan James (Shadiq, 2010)
Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsepkonsep yang berhubungan satu dengan lainnya.
Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan
geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika
terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan
analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
3. Reys - dkk (Shadiq, 2010)
4
5
Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan
atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.
4. Kline (Shadiq, 2010)
Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan
sosial, ekonomi, dan alam.
2. Hakikat Matematika
a. Matematika Adalah Ilmu Deduktif
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, karena proses
mencari kebenaran (generalisasi) dalam matematika berbeda dengan
ilmu pengetahuan yang lain. Metode pencarian kebenaran yang
dipakai adalah metode deduktif, tidak dapat dengan cara induktif.
Pada ilmu pengetahuan alam adalah metode induktif dan eksperimen.
Walaupun dalam matematika mencari kebenaran itu dapat dimulai
dengan cara induktif, tetapi seterusnya generalisasi yang benar untuk
semua keadaan harus dapat dibuktikan dengan cara deduktif.
Dalam matematika suatu generalisasi dari sifat, teori atau dalil
itu dapat diterima kebenarannya sesudah dibuktikan secara deduktif.
Contoh dalam ilmu fisika, bila seorang melakukan percobaan
(eksperimen) sebatang logam dipanaskan maka memuai dan
dilanjutkan dengan logam-logam yang lainnya, dipanaskan ternyata
memuai juga, maka ia dapat membuat kesimpulan (generalisasi)
bahwa setiap logam yang dipanaskan itu dapat memuai.
Generalisasi yang dibuat secara induktif tersebut dalam ilmu
fisika dapat dibenarkan contoh dalam ilmu fisika di atas , pada
matematika contoh-contoh seperti itu baru dianggap sebagai
generalisasi jika kebenarannya dapat dibuktikan secara deduktif.
6
b. Matematika Adalah Ilmu Terstruktur
Konsep-konsep mamtematika tersusun secara terstruktur, logis,
dan sistimatis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada
konsep yang paling kompleks. Oleh karena itu untuk mempelajari
matematika, konsep sebelumnya yang menjadi prasyarat, harus benarbenar dikuasai agar dapat memahami topik atau konsep selanjutnya.
Strruktur matematika adalah sebagai berikut :
1) Unsur-unsur yang tidak didefinisikan
Misal : titik, garis, lengkungan, bidang, bilangan dll.
Unsur-unsur ini ada, tetapi kita tidak dapat mendefinisikannya.
2) Unsur-unsur yang didefinisikan
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan maka terbentuk unsurunsur yang didefinisikan.
Misal : sudut, persegi panjang, segitiga, balok, lengkungan tertutup
sederhana, bilangan ganjil, pecahan desimal, FPB dan KPK dll.
3) Aksioma dan postulat
Dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan dan unsur-unsur yang
didefinisikan dapat dibuat asumsi-asumsi yang dikenal dengan
aksioma atau postulat. Misal :
a) Melalui 2 titik sembarang hanya dapat dibuat sebuah garis.
b) Semua sudut siku-siku satu dengan lainnya sama besar.
c) Melalui sebuah titik hanya dapat dibuat sebuah garis yang
tegak lurus ke sebuah garis yang lain.
d) Sebuah segitiga tumpul hanya mempunyai sebuah sudut yang
lebih besar dari 900.
7
Aksioma tidak perlu dibuktikan kebenarannya tetapi dapat
diterima kebenarannya berdasarkan pemikiran yang logis.
4) Dalil atau Teorema
Dari unsur-unsur yangtidak didefinisikan dan aksioma maka
disusun teorema-teorema atau dalil-dalil yang kebenarannya harus
dibuktikan dengan cara deduktif. Misal :
a. Jumlah 2 bilangan ganjil adalah genap
b. Jumlah ketiga sudut pada sebuah segitiga sama dengan 1800
c. Jumlah kuadrat sisi siku-siku pada sebuah segitiga siku-siku
sama dengan Kuadrat sisi miringnya.
c. Matematika Adalah Ilmu Tentang Pola dan Hubungan
Matematika disebut sebagai ilmu tentang pola karena pada
matematika sering dicari keseragaman seperti keterurutan, keterkaitan
pola dari sekumpulan konsep-konsep tertentu atau model yang
merupkan representasinya untuk membuat generalisasi. Misal :
Jumlah a bilangan genap selamanya sama dengan a
.
Contoh :
a = 1 maka jumlahnya = 1 =
.
Selanjutnya 1 dan 3 adalah bilangan-bilangan ganjil jumlahnya adalah
4=
.
Berikutnya 1, 3, 5, dan 7, maka jumlahnya adalah 16 =
seterusnya.
. dan
8
Dari contoh-contoh tersebut, maka dapat dibuat generalisasi yang
berupa pola yaitu jumlah a bilangan ganjil yang berurutan sama
dengan
d. Matematika Adalah Bahasa Simbol
Matematika yang terdiri dari simbol-simbol yang sangat padat arti dan
bersifat internasional. Padat arti berarti simbol-simbol matematika
ditulis dengan cara singkat tetapi mempunyai arti yang luas.
3. Kegunaan Matematika
a. Matematika sebagai pelayan ilmu yang lain.
Banyak ilmu-ilmu yang penemuan dan pengembangannya bergantung
dari matematika. Contoh :
1) Dalam ilmu pendidikan dan psikologi, khususnya dalam teori
belajar, selain digunakan statistik juga digunakan persamaan
matematis untuk menyajikan teori atau model dari penelitian.
2) Dalam ilmu kependudukan, matematika digunakan untuk
memprediksi jumlah penduduk dll.
3) Dalam seni grafis, konsep transformasi geometric digunakan untuk
melukis mosaik.
4) Dalam seni musik, barisan bilangan digunakan untuk merancang
alat musik.
5) Banyak teori-teori dari Fisika dan Kimia (modern) yang ditemukan
dan dikembangkan melalui konsep Kalkulus.
6) Teori Ekonomi mengenai Permintaan
dan
Penawaran
dikembangkan melalui konsep Fungsi Kalkulus tentang Diferensial
dan Integral.
b. Matematika digunakan manusia untuk memecahkan masalahnya
dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh :
9
1) Memecahkan persoalan dunia nyata
2) Mengadakan transaksi jual beli, maka manusia memerlukan proses
perhitungan matematika yang berkaitan dengan bilangan dan
operasi hitungnya
3) Menghitung luas daerah
4) Menghitung jarak yang ditempuh dari suatu tempat ke tempat yang
lain
5) Menghitung laju kecepatan kendaraan
6) Membentuk pola pikir menjadi pola pikir matematis, orang yang
mempelajarinya kritis, sistimatis dan logis.
7) Menggunakan perhitungan matematika baik dalam pertanian,
perikanan, perdagangan, dan perindustrian.
4. Menumbuhkan Minat Anak Dalam Pembelajaran Matematika
Anak usia SD adalah anak yang berada pada usia sekitar 7 sampai 12
tahun. Menurut Piaget anak usia sekitar ini masih berpikir pada tahap
operasi konkrit artinya siswa siswa SD belum berpikir formal. Ciri-ciri
anak-anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan bantuan
benda-benda konkrit, belum dapat berpikir deduktif, berpikir secara
transitif. Proses ini sudah dapat dipahami oleh siswa Sebagaimana kita
ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal, hierarki dan
menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat.
Karena adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia
SD, maka matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan
tanpa memperhatikan tahap berpkir anak SD. Seorang guru hendaknya
mempunyai kemampuan untuk menghubungkan antara dunia anak yang
10
belum dapat berpikir secara deduktif agar dapat mengerti matematika
yang bersifat deduktif.
Matematika yang merupakan ilmu dengan objek abstrak dan dengan
pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu mengembangkan
model-model yang merupakan contoh dari sistim itu yang pada akhirnya
telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan seharihari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola
pikir yang matematiks, sistimatis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistim
matematika ini tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak,
sehingga yang dianggap logis dan jelas oleh orang dewasa pada
matematika, masih merupakan hal yang tidak masuk akal dan
menyulitkan bagi anak.
Faktor-faktor lain yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran
matematika, selain bahwa tahap perkembangan berpikir siswa SD belum
formal atau masih konkrit adalah adanya keanekaragaman intelegensi
siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan guru
yang mengajar matematika.
Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat digunakan oleh siswa SD
untuk
kepentingan
hidupnya
sehari-hari
dalam
kepentingan
lingkungannya, untuk membentuk pola pikir yang logis, sistimatis, kritis
dan cermat dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmuilmu
yang lain.
Minat belajar merupakan salah satu faktor penunjang keberhasilan proses
pembelajaran matematika. Minat yang timbul dari kebutuhan anak
merupakan faktor penting bagi anak dalam melaksanakan kegiatan-
11
kegiatannya. Oleh karena itu minat belajar anak harus diperhatikan
dengan cermat. Dengan adanya minat belajar pada anak dapat
memudahkan membimbing dan mengarahkan anak untuk belajar
matematika. Dengan demikian anak tidak perlu lagi mendapat dorongan
dari luar jika belajar yang dilakukannya cukup menarik minatnya. Apabila
anak didik menunjukkan minat belajar yang rendah maka tugas guru dan
orang tua untuk meningkatkan minat tersebut. Jika guru mengabaikan
minat belajar anak maka akan mengakibatkan ketidak berhasilan dalam
proses pembelajaran matematika.
Guru sebagai tenaga pengajar di kelas hendaknya berusaha sedapat
mungkin untuk membangkitkan minat belajar pada anak didiknya dengan
berbagai cara,misalnya dengan memperkenalkan kepada anak berbagai
kegiatan
belajar,
seperti
bermain
sambil
belajar
matematika,
menggunakan alat peraga yang menarik atau memanipulasi alat peraga,
menggunakan bermacam-macam metode pembelajaran pada saaat
mengajar matematika, mengaitkan pembelajaran matematika dengan
dunia anak. Contoh : Alat peraga dapat disesuaikan dengan benda-benda
permainan anak, misalnya kelereng, bola dan sebagainya. Anak yang
mencapai suatu prestasi belajar matematika, sebenarnya merupakan hasil
kecerdasan dan minat terhadap matematika. Jadi seorang anak tidak
mungkin sukses dalam belajar matematikatnpa adanya minat terhadap
matematika. Minat dapat tiumbul pada seseorang jika menarik perhatian
terhadap suatu objek. Perhatian ini akan terjadi dengan sendirinya atau
mungkin timbul disebabkan adanya pengaruh dari luar. Beberapa hal yang
12
harus dilakukan guru dalam menumbuhkan minat anak dalam belajar
matematika
a. Menyesuaikan bahan pelajaran yang diajarkan dengan dunia anak,
misalnya dengan memanfaatkan lingkungan. Contoh : Mengajar
bangun ruang kubus dan balok guru dapat menggunakan ruang kelas
dan kotak berbentuk kubus sebagai alat peraga. Mengajar kerucut
dapat dikaitkan dengan model topi ulang tahun atau tempat es krim.
b. Pembelajaran dapat dilakukan dengan cara dari mudah ke yang sukar
atau dari konkret ke abstrak.
Contoh : Dari mudah ke yang sukar
Lingkaran diajarkan pada tahap awal kemudian dilanjutkan dengan
jari-jari dan garis tengah, keliling lingkaran, luas lingkaran dan
penggunaan lingkaran pada bangun ruang seperti kerucut, tabung dan
bola.
Contoh : Dari konkret ke abstrak
Mengajar penjumlahan bilangan cacah, misalnya 2 + 3 dimulai dengan
memberikan model seperti 2 kelereng ditambah 3 kelereng kemudian
digabung, sehingga mengahasilkan 5 kelereng. Kemudian dilanjutkan
dengan tahap semi konkret dengan gambar 2 kelereng dan 3 kelereng.
Berikutnya dilanjutkan dengan tahap abstrak dalam bentuk simbol.
c. Penggunaan alat-alat peraga.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
1) Langsung yaitu dengan memperlihatkan bendanya sendiri,
mengadakan percobaanpercobaan yang dapat diamati anak didik.
Misalnya : Guru membawa alat-alat atau benda-benda peraga ke
dalam kelas atau membawa anak didik ke laboratorium, kebun
binatang dan sebagainya.
2) Tidak langsung yaitu dengan menunjukkan tiruan misalnya model,
gambar-gambar, photophoto dan sebagainya.
13
d. Pembelajaran hendaknya membangkitkan aktivitas anak.
Hendaknya anak didik dilatih bekerja sendiri atau turut aktif selama
pembelajaran berlangsung, msialnya :
1) Mengadakan berbagai percobaan dengan membuat kesimpulan,
keterangan, memberikan pendapat dan sebagainya
2) Memberikan tugas-tugas untuk memecahkan masalah, menganalisis,
mengambil keputusan dan sebagainya.
3) Mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan membimbing ke arah diskusi.
e. Semua kegiatan belajar harus kontras.
Hal-hal yang tidak sama bahkan menimbulkan kontras akan dapat
menarik perhatian anak, sehingga dapat menimbulkan minat untuk
mengetahui lebih lanjut.
Contoh : segitiga, dikontraskan dengan bangun datar yang lain seperti
persegi panjang, jajar genjang, layanglayang dan sebagainya. Belajar
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh anak didik secara aktif dan
sadar.
Hal ini berarti bahwa aktivitas berpusat pada anak didik sedangkan guru
lebih banyak berfungsi sebagai fasilitator (pembimbing) terjadinya proses
belajar. Oleh karena itu untuk mengaktifkan siswa dalam belajar maka
seorang guru matematika dapat membimbing anak.
B. Peristilahan dalam Pembelajaran
1. Pendekatan pembelajaran
Dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap
proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi,
menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan
cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran
terdapat dua jenis pendekatan, pertama, pendekatan pembelajaran yang
14
berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan
kedua, pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada
guru (teacher centered approach).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya
diturunkan ke dalam strategi pembelajaran.
2. Strategi Pembelajaran
Menurut Kemp (Wina Senjaya, 2008) strategi pembelajaran adalah suatu
tahapan kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Menurut J. R David, (Wina Senjaya, 2008) dalam strategi pembelajaran
terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya
masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil
dalam
suatu
pelaksanaan
pembelajaran.
Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam
dua
bagian
pula,
yaitu:
pertama,
exposition-discovery
learning
(pemaparan/penunjukan-penemuan) dan kedua, group-individual learning
(Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi
pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif
(khusus-umum) dan strategi pembelajaran deduktif (umum-khusus).
Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan
empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu;
a. Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil
(output) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan
mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
b. Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic
way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
15
c.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang
akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.
d. Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan
patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf
keberhasilan (achievement) usaha.
Strategi
pembelajaran
sifatnya
masih
konseptual
dan
untuk
mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran
tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation
achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving
something” (Wina Senjaya,2008).
3. Metode Pembelajaran
Dapat
diartikan
sebagai
cara
yang
digunakan
untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk
kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya;
a. ceramah;
b. demonstrasi;
c. diskusi;
d. simulasi;
e. laboratorium;
f. pengalaman lapangan;
g. brainstorming;
h. debat,
i. simposium, dan sebagainya. Selanjutnya metode pembelajaran
dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.
4. Teknik Pembelajaran
Dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan
suatu
metode
secara
spesifik.
Misalkan,
penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang
16
relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara
teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan
metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang
siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif.
Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam
koridor metode yang sama.
5. Taktik Pembelajaran
Taktik Pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan
metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah,
tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.
Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan
humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi,
sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih
banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat
menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan
atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam
taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekaligus juga seni
(kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik
17
pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka
terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.
6. Model Pembelajaran
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh
guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau
bingkai dari penerapan suatu pendekatan, strategi, metode, dan teknik
pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil
(Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4
(empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Model interaksi sosial;
model pengolahan informasi;
model personal-humanistik; dan
model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali
penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan
dengan strategi pembelajaran.
C. Berpikir Kreatif
1. Pengertian Berpikir
Kata berpikir merupakan kata yang familiar, baik dalam kehidupan seharihari maupun dalam dunia pendidikan. Menurut Presseisen (Izzati,
2009).berpikir secara umum diasumsikan sebagai proses kognitif, aksi
mental ketika pengetahuan diperoleh. Sementara, menurut Fisher (Izzati,
2009) berpikir berkaitan erat dengan apa yang terjadi dalam otak manusia
dan fakta-fakta yang ada di dunia, berpikir mungkin bisa divisualisasikan,
18
dan
berpikir
(apabila
diekspresikan)
bisa
diobservasi
dan
dikomunikasikan.
Beyer (Izzati, 2009), mengemukakan bahwa berpikir merupakan
manipulasi mental terhadap input dari panca indera untuk merumuskan
pikiran, memberi alasan, atau penilaian. Maskanian, (Izzati, 2009),
mengemukakan definisi berpikir secara umum, yaitu; menyusun pemikiran
dan gagasan dengan penalaran, membentuk sebuah pendapat, menilai,
mempertimbangkan,
mempekerjakan
dan
membawa
panca
indera
intelektual seseorang untuk bekerja, memusatkan pikiran seseorang pada
suatu subjek yang diberikan.
Lebih rinci, Sagala (Izzati, 2009) mengemukakan bahwa berpikir
merupakan proses dinamis yang menempuh tiga langkah berpikir yaitu,
pertama, pembentukan pengertian, yaitu melalui proses mendeskripsikan
ciri-ciri
objek
yang
sejenis,
meklasifikasi
ciri-ciri
yang
sama,
mengabstraksi dan menyisihkan, membuang, dan menganggap ciri-ciri
yang hakiki; kedua, pembentukan pendapat, yang dirumuskan secara
verbal berupa pendapat menolak, menerima atau mengiakan, dan pendapat
asumtif, yaitu mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan suatu sifat
pada suatu hal; dan ketiga, pembentukan keputusan atau kesimpulan
sebagai hasil pekerjaan akal.
Ditinjau dari segi pendidikan matematika, berpikir matematis dapat
diartikan sebagai melaksanakan kegiatan atau proses matematika (doing
math) atau tugas matematika (mathematical task). Ditinjau dari kedalaman
atau kekompleksan kegiatan matematika yang terlibat, berpikir matematis
19
dapat digolongkan dalam dua jenis yaitu berpikir matematik tingkat rendah
(low order mathematical thinking) dan berpikir matematika tingkat tinggi (
high order mathematical thinking). Berpikir kreatif dan pemecahan
masalah termasuk jenis berpikir tingkat tinggi (Izzati, 2009).
2. Berpikir Kreatif
Berbicara tentang berpikir kreatif tentu tidak terlepas dari apa yang disebut
dengan kreativitas. Menurut Murdock dan Puccio (Izzati, 2009), istilah
berpikir kreatif dan kreativitas merupakan dua hal yang tidak indentik,
namun kedua istilah itu berelasi secara konseptual. Kreativitas merupakan
konstruk payung sebagai produk kreatif dari individu yang kreatif, memuat
tahapan proses berpikir kreatif, dan lingkungan kondusif untuk
berlangsungnya berpikir kreatif.
Menurut Munandar (Izzati, 2009), berpikir kreatif adalah kemampuan
berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak
kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya
adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Makin
banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu
masalah makin kreatiflah seseorang, tentunya dengan memperhatikan
mutu atau kualitas dari jawaban tersebut. Secara operasional, Munandar
mengemukakan;
berpikir
kreatif
merupakan
kemampuan
yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas), orisinalitas dalam
berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan,
memperkaya, memperinci) suatu gagasan dan kemampuan memberikan
penilaian atau evaluasi terhadap suatu obyek atau situasi.
20
Pendapat yang serupa dikemukakan Cotton, K (Izzati, 2009), bahwa
berpikir
kreatif
memiliki
karakteristik
sebagai
berikut:
fluency
(membangun banyak ide), flexibility (dapat merubah-ubah pandangan
dengan mudah), originality (menghasilkan sesuatu yang baru), dan
elaboration (membangun ide-ide berdasarkan ide-ide yang lain).
Pendapat lain, dikemukakan oleh Johnson, (Izzati, 2009); berpikir kreatif
merupakan
sebuah
memperhatikan
kebiasaan
intuisi,
kemungkinan-kemungkinan
dari
pikiran
menghidupkan
baru,
yang
imajinasi,
membuka
sudut
dilatih
dengan
mengungkapkan
pandang
yang
menakjubkan, dan membangkitkan ide-ide yang tidak terduga.
Berpikir kreatif berkaitan dengan berfikir divergen dan berfikir orisinal.
Berfikir kreatif dapat digambarkan sebagai bentuk kombinasi baru dari
ide-ide untuk memenuhi suatu kebutuhan atau sebagai berfikir dengan cara
memproduksi hasil yang orisinal dan tepat. Sesuatu dapat menjadi orisinal
bagi seseorang, dan tidak harus original untuk semua orang. Kata
“orisinal” dalam kaitan dengan kreativitas tidak perlu diartikan sesuatu
yang benar-benar baru (sebelumnya belum pernah ada), tetapi dapat saja
hasil ciptaannya itu merupakan kombinasi dari apa-apa yang telah ada
sebelumnya. Atau mungkin pula sesuatu yang baru itu hanya baru bagi
orang tersebut, jadi mungkin saja bagi orang lain bukan hal yang baru.
Keterampilan berpikir lancar (fluency), yaitu kemampuan untuk
mencetuskan banyak ide, hasil, dan respon. Keterampilan berpikir luwes
(flexibility) yaitu kemampuan untuk menggunakan pendekatan yang
berbeda, membangun berbagai gagasan, mampu merubah-ubah arah
pemikiran atau pendekatan, dan menyesuaikan dengan situasi yang baru.
21
Keterampilan berpikir orisinil (originality) yaitu kemampuan untuk
membangun sesuatu yang baru, yang tidak biasa, ide-ide cerdas yang
berbeda dengan cara-cara yang sudah lumrah. Mampu membuat
kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsurunsur. Keterampilan mengelaborasi (elaboration) yaitu kemampuan untuk
merinci, memperluas, atau menambah ide-ide atau hasil.
Memperhatikan karakteristik yang termuat dalam berpikir kreatif, dapat
dipahami bahwa berpikir kreatif merupakan bagian keterampilan hidup
yang perlu dikembangkan dalam menghadapi era informasi dan suasana
bersaing semakin ketat. Pemikiran kreatif perlu dilatih karena membuat
anak lancar dan luwes dalam berpikir, mampu melihat masalah dari
berbagai sudut pandang dan mampu melahirkan banyak gagasan. Manusia
yang kreatif sangat memungkinkan dapat meningkatkan kualitas hidupnya.
Dalam era globalisasi ini tak dapat dipungkiri bahwa kesejahteraan dan
kejayaan masyarakat dan negara kita bergantung pada sumbangan kreatif,
berupa ide-ide baru, penemuan-penemuan baru dan teknologi baru dalam
anggota masyarakatnya.
D. Pemecahan Masalah Matematik
Berbicara tentang pemecahan masalah matematik tentu tidak terlepas dari
masalah itu sendiri. Suatu masalah biasanya memuat suatu kondisi yang
mendorong seseorang untuk cepat menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu
secara langsung bagaimana menyelesaikannya. Jika suatu persoalan diberikan
kepada seorang anak dan anak tersebut dapat menyelesaikan dengan prosedur
algoritme tertentu, maka persoalan itu belum bisa dikatakan sebagai masalah.
Suatu masalah dapat diartikan sebagai suatu situasi
dimana seseorang
22
diminta menyelesaikan persoalan yang baru bagi orang itu, dan belum
memahami cara penyelesaiannya.
Sedangkan pemecahan masalah matematik adalah mengerjakan tugas-tugas
matematik yang cara menyelesaikannya belum diketahui sebelumnya, dan
pemecahannya tidak dapat dilakukan dengan algoritma tertentu. Untuk
menemukan pemecahannya siswa harus menggunakan pengetahuannya, dan
melalui proses ini mereka akan mengembangkan pemahaman matematika
baru.
Pemecahan masalah matematika seperti halnya pemecahan masalah pada
umumnya mempunyai berbagai interpretasi. Menurut Baroody (Izzati, 2009),
ada tiga interpretasi pemecahan masalah yaitu: pemecahan masalah sebagai
pendekatan (approach), tujuan (goal), dan proses (process) pembelajaran.
Pemecahan masalah sebagai pendekatan maksudnya pembelajaran diawali
dengan masalah, selanjutnya siswa diberi kesempatan untuk menemukan dan
merekonstruksi konsep-konsep matematika. Pemecahan masalah sebagai
tujuan berkaitan dengan pertanyaan mengapa matematika diajarkan dan apa
tujuan pengajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai proses adalah
suatu kegiatan yang lebih mengutamakan pentingnya prosedur langkahlangkah, strategi/cara yang dilakukan siswa untuk menyelesaikan masalah
sehingga menemukan jawaban.
Walaupun terdapat beberapa interpretasi pemecahan masalah, namun dalam
prakteknya semua itu saling melengkapi. Artikel ini membahas tentang
pemecahan masalah sebagai kemampuan.
Dalam memecahkan masalah ada beberapa tahap yang dilalui. Polya (Izzati,
2009) menyarankan tahap-tahap tersebut sebagai berikut; (1) Memahami soal
23
atau masalah; (2) Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya;
(3) Melaksanakan rencana; (4) Menelaah kembali terhadap semua langkah
yang telah dilakukan
Memahami masalah artinya membuat representasi internal terhadap masalah,
yaitu memberikan perhatian pada informasi yang relevan, mengabaikan halhal yang tidak relevan, dan memutuskan bagaimana merepresentasikan
masalah. Untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah
mendapatkan gambaran umum penyelesaian, sebaiknya hal-hal yang penting
hendaknya dicatat, dan kalau perlu dibuatkan tabelnya atau pun dibuat sket
atau grafiknya.
Membuat suatu rencana atau cara untuk menyelesaikannya, maksudnya
adalah merumuskan model matematika dari soal yang diberikan. Untuk itu,
perlu adanya aturan-aturan tertentu yang dibuat oleh siswa selama proses
pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada
satupun alternatif yang terabaikan. Kemampuan ini sangat tergantung dari
pengalaman siswa dalam menjawab soal. Semakin banyak variasi
pengalaman siswa, ada kecenderungan siswa lebih kreatif dalam menyusun
rencana. Melaksanakan rencana, yaitu menyelesaikan model matematika yang
telah dirumuskan. Dengan kata lain siswa meyelesaikan soal itu dengan cara
yang telah dirumuskan pada tahap dua. Menelaah kembali terhadap semua
langkah yang telah dilakukan, yaitu berkaitan dengan penulisan hasil akhir
sesuai permintaan soal, memeriksa setiap langkah kerja, termasuk juga
melihat alternatif penyelesaian yang lebih baik.
Sebuah persoalan tidak termasuk ke dalam masalah jika persoalan itu dapat
diselesaikan dengan prosedur algoritme tertentu. Untuk pemecahan masalah
24
sesungguhnya, peserta didik harus menarik sejumlah kecakapan dan
pengetahuan mereka sebelumnya, kemudian memadukan itu semua dalam
suatu cara baru untuk tiba pada suatu penyelesaian. Untuk itu, diperlukan
berbagai strategi yang dapat membantu mereka dalam memecahkan masalah.
Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah,
beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan
Pasmep (Izzati, 2009). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah: Mencoba
nilai-nilai
atau
kasus-kasus
yang
khusus;
Menggunakan
diagram;
Mencobakan pada soal yang lebih sederhana; Membuat tabel; Memecah
tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan; Berfikit logis; Menemukan
pola; Bergerak dari belakang.
Selain strategi di atas,
Stepelman dan Posamentier (Izzati, 2009)
mengemukakan beberapa strategi lagi sebagai tambahan, yaitu; menggunakan
komputer, melakukan aproksimasi, menentukan syarat cukup dan syarat
perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan
mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak
menggunakan semua strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai
dengan kondisi masalah.
E. Beberapa Pendekatan Matematika
Menyadari akan pentingnya kemampuan berpikir kreatif dan pemecahan
masalah, dirasakan perlu mengupayakan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan-pendekatan yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa
untuk melatihkan kemampuan kemampuan tersebut. Berikut adalah beberapa
pendekatan yang dirasa dapat mengembangkan kemampuan berpikir kreatif
dan pemecahan masalah matematis.
1. Pendekatan Deduktif Induktif
25
a. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif pada awalnya dikemukakan oleh
filosof Inggris Prancis Bacon (Rochmad, 2008) yang menghendaki
agar penarikan kesimpulan didasrkan atas fakta-fakta yang konkret
sebanyak mungkin. Berpikir induktif ialah suatu proses berpikir yang
berlangsung dari khusus menuju ke umum. Orang mencari ciri-ciri
atau sifat-sifat tertetu dari berbagai fenomena, kemudian menarik
kesimpulan bahwa ciri-ciri itu terdapat pada semua jenis fenomena.
Menurut Purwanto (Rochmad, 2008) tepat atau tidaknya kesimpulan
atau cara berpikir yang diambil secara induktif bergantung pada
refresentatif atau tidaknya sampel yang diambil mewakili fenomena
keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil
berarti
refresentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu makin
besar, dan sebaliknya semakin kecil jumlah sampel yang diambil
berarti refrensentatif dan tingkat kepercayaan dari kesimpulan itu
semakin kecil pula. Dalam konteks pembelajaran, pendekatan
induktif berarti pengajaran yang bermula dengan menyajikan
sejumlah keadaan khusus kemudian dapat disimpulkan menjadi
suatu konsep, prinsip atau aturan.
Dalam penggunaan kaedah ini, guru akan memulakan
pengajarannya denagan memberikan beberapa contoh yang khusus
tetapi mengandungi satu prinsip yang sama. Berdasarkan contohcontoh yang diberikan, murid dibimbing memikir, mengkaji,
26
mengenal pasti dan mentafsir maklumat yang terkandung dalam
contoh-contoh khusus itu, kemudian kesimpulan yang diberikan.
Di dalam situasi pelajaran yang menggunakan pendekatan
induktif ini, guru boleh mengemukakan contoh yang khusus, diikuti
soal jawab untuk membimbing murid-muridnya memerhati,
mengkaji, mengenal pasti prinsip atau fakta penting. Waktu
menjalankan aktivitas pembelajaran, guru tidak digalakkan
memberi sembarang penerangan atau menghuraikan kesimpulan
itu. Guru hanya membimbing murid melalui aktivitas soal jawab,
mentafsir dan membuat kesimpulan daripada contoh yang
dikemukakan.
Penalaran induktif yang dilakukan melalui pengalaman dan
pengamatan ada kelemahannya, yakni kesimpulannya tidak
menjamin berlaku secara umum. Oleh karena itu, dalam
matematika formal hanya dipakai induksi lengkap atau induksi
matematik, sehingga dengan menggunakan induksi lengkap, maka
kesimpulan yang ditarik dapat berlaku secara umum.
Kelebihan pendekatan induktif ini ialah murid melibatkan
diri secara aktif, bersifat saintifik, menggalakan murid berpikir dan
ia berpusatkan murid. Namun, terdapat juga kelemahannya yaitu
sukar
mendapatkan
menggunakan
banyak
kerjasama
masa
daripada
apabila
murid-murid,
murid-murid
diminta
memberikan contoh, membebankan tugas guru karena banyak
persediaan harus dilakukan dan kurang bermanfaat kepad murid
pandai. Kaidah induktif adalah salah satu kaidah mengajar yang
27
sesuai digunakan untuk berbagai mata pelajaran, khususnya
Matematika, Sains dan Bahasa.
Dalam melaksanakan pembelajaran induktif dengan berkesan
(Shadiq, 2010), guru perlu memahami dan mematuhi prinsipprinsip penggunaan strategi pengajaran induktif yang dihuraikan
5.
6.
7.
8.
9.
seperti berikut :
1. Sebelum memulakn proses pembelajaran secara induktif, guru harus
menyediakan contoh-contoh yang boleh membantu murid membuat
rumusan.
2. Di samping itu soalan-soalan harus disediakan untuk membimbing
murid mendapat kesimpulan yang berkenaan.
3. Guru tidak harus memberi penerangan atau menghuraikan isi
pelajaran yang berkaitan dengan kesimpulan.
4. Murid dibimbing melalui aktivitas soal jawab untuk mendapat
kesimpulan sendiri.
Jenis contoh khusus yang diberikan haruslah dipelbagaikan, tetapi
mengandung ciri yang sama serta mudah untuk membolehkan murid
mengenal pastinya.
Contoh khusus yang dipilih haruslah sesuai dan mencukupi.
Alat bantu mengajar harus disediakan untuk membantu murid
mendapatkan kesimpulan yang berkenaan.
Aktivitas pembelajaran secara induktif harus melibatkan penggunaan
deria-deria murid, khasnya penglihatan, pendengaran, hidu dan sentuh.
Proses pembelajaran berdasarkan kaidah induktif harus mengikut urutan
yang tepat, yaitu daripada contoh spesifik kepada umum.
b. Pendekatan Deduktif
Telah dikemukakan bahwa pendekatan deduktif berdasarkan pada
penalaran deduktif. Penalaran deduktif merupakan cara menarik kesimpulan
dari hal yang umum menjadi ke hal yang khusus. Dalam penalaran deduktif,
tidak menerima generalisasi dari hasil observasi seperti yang diperoleh dari
penalaran induktif. Dasar penalaran deduktif adalah kebenaran suatu
pernyataan haruslah didasarkan pada pernyataan sebelumnya yang benar.
Kalau begitu bagaimana untuk menyatakan kebenaran yang paling awal?.
Untuk mengatasi hal ini dalam penalaran deduktif memasukkan beberapa
28
pernyataan awal/pangkal sebagai suatu “kesepakatan” yang diterima
kebenarannya tanpa pembuktian, dan istilah/pengertian pangkal yang kita
sepakati maknanya. Pengertian pangkal merupakan pengertian yang tidak
dapat didefinisikan. Titik, garis, dan bidang merupakan contoh-contoh
pengertian pangkal, sebab titik, garis, dan bidang dianggap ada tapi tidak
dapat dinyatakan dalam kalimat yang tepat (Rochmad, 2008). Pernyataanpernyataan pangkal yang memuat istilah atau pengertian tersebut dinamakan
aksioma atau postulat. Dengan penalaran deduktif dari kumpulan aksioma
yang menggunakan pengertian pangkal tersebut, kita dapat sampai kepada
teorema-teorema yaitu pernyataan-pernyataan yang benar.
Hubungan antar unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang
didefinisikan, aksioma dan dalil dapat digambarkan sebagai berikut:
Dalil-dalil yang dirumuskan itu banyak sekali. Jadi matematika itu
terorganisasikan dari unsur-unsur yang tak didefinisikan, aksioma-aksioma
dan dalil-salil dimana dalil-dalil itu setelah dibuktikan kebenarannya, berlaku
secara umum. Karena itu matematika sering disebut ilmu deduktif. Mungkin
Anda bertanya, bukankah dalil-dalil dan lain-lain dalam matematika itu
ditemukan secara induktif (coba-coba, eksperimen, penelitian dan lain-lain)?
29
Memang Anda betul bahwa para matematis itu menyususn (menemukan)
matematika atau bagiannya itu secara induktif, tetapi begitu suatu pola,
aturan, dalil-dalil itu ditemukan maka dalil itu harus dapat dibuktikan
kebenarannya secra umum (deduktif).
Untuk membuktikan teorema dan menentukan jawab soal yang
menggunakan pendekatan deduktif pola berpikirnya sama, yaitu menentukan
dulu aturan untuk memberlakukan keadaan khusus sehingga didapat
kesimpulan. Selanjutnya erat pula kaitannya dengan generalisasi deduktif
dalam matematika adalah cara-cara pembuktian dalil / aturan/ sifat. Dalil /
aturan / sifat dalam matematika merupakan generalisasi yang dapat
dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Untuk keperluan itu, ada beberapa
macam cara pembuktian yang umumnya sudah jelas terlihat proses.
Deduktifnya, seperti cara modus ponen, modus tolens, implikasi positif,
kontra positif, kontra contoh, bukti tidak langsung, dan induksi matematika
(Shadiq, 2010) Dalam pelaksanaannya, mengajar dengan pendekatan deduktif
akan lebih banyak memerlukan waktu daripada mengajar dengan pendekatan
induktif. Tetapi bagi kelas rendah atau kelas yang lemah, pendekatan induktif
akan lebih baik, pendekatan induktif akan lebih memudahkan murid
menangkap konsep yang diajarkan. Sebaliknya kelas yang kuat akan
merasakan pengajaran dengan pendekatan induktif bertele-tele. Kelas ini
lebih cocok diberi pelajaran dengan pendekatan deduktif.
Karena itu guru harus dapat memperkirakan pendekatan mana
sebaiknya yang dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di suatu kelas. Ada
baiknya para guru matematika sewaktu waktu bertukar pendapat mengenai
pendekatan yang lebih cocok dipakai untuk mengajarkan bahan tertentu di
30
suatu kelas berdasrkan pengalaman. Fakta yang diperoleh dari pengalaman
merupakan salah satu sumber pengetahuan.
Pendekatan deduktif dapat dikategorikan sebagai suatu pendekatan
mengajar yang bermula daripada sesuatu atau beberapa rumus, prinsip,
hukum, teorema atau peraturan diikuti dengan aplikasinya keatas contohcontoh yang khusus. Kadangkala ia juga digunakan untuk mendapatkan
kesimpulan yang baru daripada rumus yang telah diketahui. Kaidah ini
berlandaskan pendekatannya merupakan kaidah mengajar yang kompleks
karena ia memerlukan murid memperoleh kepahaman yang mendalam,
pengetahuan yang cukup, serta berupaya memilih rumus yang telah diperoleh
dengan tepat untuk diaplikasikan pada contoh yang khusus.
Guru memberitahu murid objektif pelajaran pada peringkat awal. Murid
dibimbing mengingat kembali hukum yang berkaitan untuk membolehkan
mereka menyelesaikan masalah atau mendapatkan kesimpulan yang baru.
Terdapat tiga jenis induktif yaitu menyelesaikan masalah, membentuk
kesimpulan baru dan membuktikan hipotesis. Prinsip-prinsip bagi pendekatan
deduktif ialah :
1. Peringkat permulaan masalah.
2. Murid-murid harus dibimbing mengingat kembali kesimpulan, prinsip.
3. Kesimpulan, prinsip atau teori yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah
atau
membuktikan
hipotesis
haruslah
diketahui
serta
dipahamkan.
4. Penggunaan deduktif haruslah mengikut prosedur yang betul.
5. Proses menyelesaikan masalah atau membuktikan hipotesis tidak terhadap
kepada mnggunakan kesimpulan, prinsip atau teori yang telah dipelajari.
6. Guru sendiri tidak perlu melaksanakan cara penyelesaian masalah atau
menghuraikan cara membuktikan hipotesis, tetapi membimbing murid
31
melalui aktivitas soal jawab sehingga mereka menjalankan aktivitas
penyelesaian masalah.
Kelebihan deduktif ialah ia merupakan cara yang mudah untuk
menyampaikan isi-isi pelajaran, menjimatkan masa dan tenaga, amat sesuai
untuk murid-murid bertahap kognitif tinggi dan mudah menyempurnakan
sukatan pelajaran. Kelemahannya pula ialah kurang bermanfaat untuk muridmurid yang lemah, ia lebih berpusatkan guru dan kurang menggalakan
kemahiran berpikir.
c.
Perbedaan Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif
Teori normatif (normatif theory)menggunakan pertimbangan nilai
(value judgement) yang berisi satu atau lebih premis menjelaskan cara yang
seharusnya ditempuh. Sebagai contoh, premis yang menyatakan bahwa
laporan akutansi (accounting reports) seharusnya didasarkan kepada
pengukuran nilai aset bersih yang bisa direalisasi (net realizable value
measurementsof assets) merupakan premis dari teori normatif. Sebaliknya,
teori deskriptif (descriptif theory) berupaya untuk menemukan hubungan
yang sebenarnya terjadi.
Meskipun terdapat pengecualian, sistem deduktif umumnya bersifat
normatif dan pendekatan induktif umumnya berupaya untuk bersifat
deskriptif. Hal ini karena metode deduktif pada dasarnya merupakan sistem
yang tertutup dan nonempiris yang kesimpulannya secara ketat didasarkan
kepada premis. Sebaliknya, karena berupaya untuk menemukan hubungan
empiris, pendekatan induktif bersifat deskriptif.
Salah satu pertanyaan yang menarik adalah apakah temuan riset empiris
dapat bebas nilai (value-free) atau netral karena pertimbangan nilai
32
sesungguhnya mendasari bentuk dan isi riset tersebut. Meskipun riset empiris
berupaya untuk deskriptif, penelitinya tidak mungkin sepenuhnya bersikap
netral dengan dipilhnya suatu permasalahan yang akan diteliti dan
dirumuskannya definisi konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut.
Perbedaaan yang lebih mencolok antara sistem deduktif dan induktif
adalah kandungan atau isi (contents) teori deduktif kadang bersifat global
(makro) sedangkan teori induktif umumnya bersifat partikularistik (mikro).
Oleh karena premis sistem deduktif bersifat total dan menyeluruh maka
kesimpulannya bersifat global. Sistem induktif, karena didasarkan kepada
fenomena empiris umumnya hanya berfokus kepada sebagian kecil dari
fenomena tersebut yang relevan degan permasalahan yang diamatinya.
Meskipun pembedaan antara sistem deduktif dan induktif bermanfaat
untuk maksud pengajaran, dalam praktek riset pembedaan ini sering kali tidak
berlaku. Dengan kata lain, keduanya bukanlah pendekatan yang saling
bersaing tetapi saling melengkapi (complementary) dan sering kali digunakan
secara bersama. Metode induktif bisa digunakan untuk menilai ketepatan
(appropriateness) premis yang pada mulanya digunakan dalam suatu sistem
deduktif.
Proses riset sendiri tidak selalu mengikuti suatu pola yang pasti. Para
peneliti sering kali bekerja secara terbalik dari kesimpulan penelitian lainnya
dengan mengembangkan hipotesis baru yang tampaknya cocok dengan data
yang tersedia. Dalam konteks akuntansi, riset induktif bisa membantu
memperjelas hubungan dan fenomena yang ada dalam lingkungan bisnis yang
mendasari praktek akuntansi. Riset induktif tersebut pada gilirannya akan
33
bermanfaat dalam proses pembuatan kebijakan yang biasanya mengandalkan
penalaran deduktif dalam menentukan aturan yang akan diberlakukan.
2. Pendekatan Realistik
a. Pengertian Matematika Realistik
Matematika realistik banyak ditentukan oleh pandangan Freudenthal
tentang matematika. Pandangan penting Freudenthal (Abidin, 2010) adalah
”Mathematics must be connected to reality and mathematics as human
activity.” Matematika harus dekat terhadap siswa dan harus relevan dengan
situasi kehidupan sehari-hari, dan menekankan bahwa matematika sebagai
aktivitas manusia, sehingga siswa harus diberi kesempatan untuk belajar
melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.
Pendekatan matematika realistik merupakan suatu pendekatan yang mengaitkan antara permasalahan dalam kehidupan sehari-hari dengan konsep
matematika dengan tujuan dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep
matematika. Dengan kata lain, permasalahan yang digunakan dalam
pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik harus mempunyai
keterkaitan dengan kenyataan, atau situasi nyata yang mudah dipahami dan
dibayangkan (diimpleng) oleh siswa.
Soejadi (Junaidi, 2011) mengemukakan bahwa: ”Pendekatan
matematika realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan
lingkungan yang dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan matematika secara
lebih baik daripada masa lalu”.
Zulkardi (Junaidi, 2011) mengatakan,”Pendekatan matematika realistik
adalah pendekatan dalam pendidikan matematika yang berdasarkan ide
bahwa matematika adalah aktivitas manusia dan matematika harus
dihubungkan secara nyata dalam konteks kehidupan sehari-hari siswa sebagai
suatu sumber pengembangan sekaligus sebagai aplikasi melalui proses
matema-tisasi baik horizontal maupun vertikal.”.
34
b. Prinsip pembelajaran matematika realistik
Gravemeijer (Abidin, 2010) mengemukakan bahwa ada tiga prinsip
kunci (utama) dalam pendekatan patematika realistik. Ketiga prinsip tersebut
sebagai berikut:
1. guided reinvention and progressive mathematizing.
2. Didactical phenomenology.
3. Self developed models.
Prinsip yang pertama adalah penemuan kembali secara terbimbing dan
proses matematisasi secara progresif (guided reinvention and progressive
mathematizing). Prinsip ini menghendaki
bahwa, dalam pendekatan
patematika realistik melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan
guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan