Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Peng

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan
Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan
I.

Dasar Hukum
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
b. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak Yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
f. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 tentang Insentif Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
g. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 tentang Sistem Informasi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan;
h. Pemerintah Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pembiayaan Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
i. Peraturan Presiden RI Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan Nasional

Republik Indonesia
j. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan
Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin
Perubahan Penggunaan Tanah;
k. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 1 Tahun 2014 Struktur Organisasi dan Tata Kerja
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

II. Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan
Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan berdasarkan Pasal 262
PerKaBPN RI Nomor 1 Tahun 2014 menyelenggarakan fungsi antara lain:
a. penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang inventarisasi dan evaluasi
tanah pertanian pangan berkelanjutan, pemantauan dan evaluasi tanah pertanian
dan non pertanian;
b. pelaksanaan pengelolaan dan pendataan informasi tanah pertanian pangan
berkelanjutan tanah pertanian lainnya dan non pertanian;
c. pelaksanaan pengendalian kebijakan dan program pertanahan;
d. pelaksanaan pemantauan dan pembinaan terhadap pemenuhan hak dan kewajiban
pemegang hak atas tanah, izin lokasi, atau dasar penguasaan tanah lainnya;
e. penyiapan rekomendasi peningkatan fungsi sosial dan lingkungan, penghapusan hak,
pelepasan hak, pembatalan izin lokasi dan indikasi tanah terlantar;

f. pengelolaan basis data tanah pertanian pangan berkelanjutan, tanah pertanian
lainnya dan non pertanian;
g. pelaksanaan pembinaan, bimbingan teknis, monitoring dan evaluasi kegiatan
pengendalian kebijakan dan program pertanahan.

1

III. Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan
dan Pembinaan Pertanahan
Kegiatan yang dapat dilakukan berkenaan dengan fungsi tersebut di atas,
merupakan kegiatan yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan di daerah (kanwil dan
kantah) dan dapat berupa kegiatan yang didanai dengan APBN (Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara) maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Berikut akan
diuraikan mengenai kegiatan tersebut, yaitu:
a. Kegiatan di pusat dan daerah yang dapat dilakukan berkenaan dengan fungsi
tersebut di atas dapat berupa kegiatan yang didanai dengan APBN (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara), yaitu:
1. Pusat
a) Focus Group Discussion (FGD) dalam rangka penyusunan Draft Kebijakan
Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan;

b) Pengolahan Hasil Inventarisasi Data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
c) Pengolahan Hasil Inventarisasi Data Tanah Pertanian dan Non Pertanian;
d) Focus Group Discussion dalam rangka Penyusunan Kerangka Sistem Informasi
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
2. Daerah (Kanwil dan Kantah)
a) Monitoring Pemberian Hak dan Perijinan (Kantah);
b) Inventarisasi Data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Kanwil dan Kantah);
c) Inventarisasi Data Tanah Pertanian dan Non Pertanian (Kantah).
b. Kegiatan di pusat dan daerah yang dapat dilakukan berkenaan dengan fungsi
tersebut di atas dapat berupa kegiatan yang didanai dengan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP), yaitu:
a. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah
(pertanian ke non pertanian, atau sebaliknya);
b. Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin Perubahan Penggunaan Tanah
(karena adanya perubahan komoditas atau pemanfaatan tanahnya);
c. Pertimbangan Teknis Pertanahan atau Rekomendasi dalam rangka perpanjangan

hak dan pembaruan hak.
IV. Analisa
a. Ijin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT)
Kondisi yang berlaku saat ini, yang dimaksud dengan Perubahan Penggunaan
Tanah adalah perubahan dari tanah pertanian ke non pertanian. Badan Pertanahan
Nasional RI berwenang mengeluarkan pertimbangan teknis pertanahan dalam
rangka penerbitan IPPT. Kondisi yang berlaku di tiap daerah berbeda-beda, ada IPPT
2

dikeluarkan oleh Bupati/Walikota sebagaimana diatur dalam Perda, namun ada pula
IPPT yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang berupa risalah
pertimbangan teknis pertanahan.
Seperti halnya yang berlaku di Kabupaten Sleman, bahwa Izin Perubahan
Penggunaan Tanah (IPPT) adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib
dimiliki orang pribadi yang akan mengubah peruntukan tanah pertanian menjadi non
pertanian guna pembangunan rumah tempat tinggal pribadi/perseorangan, dengan
ukuran
seluas-luasnya
5000
m2

(lima
ribu
meter
persegi).
Ketentuan tersebut didasarkan pada:
1. Perda No. 19 tahun 2001 tentang IPPT;
2. Keputusan bupati no. 53/KEP.KDH/A/ 2003;
3. Perbup No 8 tahun 2009 tentang index peruntukan penggunaan tanah.
Berdasarkan Pasal 1 Ayat (3) PerKaBPN RI No. 2 Tahun 2011, diatur bahwa
Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan
Tanah adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan
pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian izin kepada pemohon untuk
melakukan perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya.
Keluaran dari Pertimbangan Teknis Pertanahan sebagaimana diatur dalam
Pasal 5 Ayat (1) PerKaBPN RI No. 2 Tahun 2011 yang berbunyi bahwa Pertimbangan
Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin
Perubahan Penggunaan Tanah meliputi:
a. Risalah Pertimbangan Teknis Pertanahan; dan
b. Peta-peta Pertimbangan Teknis Pertanahan
Berdasarkan Pasal 9 Ayat (1) PerKaBPN RI No. 2 Tahun 2011, Penyusunan dan

penerbitan Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi,
Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah dilaksanakan oleh Tim
Pertimbangan Teknis Pertanahan.
Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan tersebut dibentuk berdasarkan ruang
lingkup atau luas obyek bidang tanah yang akan dimohonkan Izin Lokasi, Penetapan
Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanahnya.
Sebagai contoh, susunan keanggotaan Tim Pertimbangan Teknis Pertanahan
Nasional sebagaimana diatur dalam Pasal 9 Ayat (3) PerKaBPN RI No. 2 Tahun 2011
terdiri atas:
a. Penanggungjawab
: Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia;
b. Ketua merangkap anggota
c.

Sekretaris merangkap anggota

d. Anggota

: Deputi Bidang Pengaturan dan Penataan

Pertanahan;
: Direktur Penatagunaan Tanah; dan
: Unsur teknis di lingkungan Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Berdasarkan PerKaBPN RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomenklatur Deputi Bidang
3

Pengaturan dan Penataan Pertanahan telah diubah menjadi Deputi Bidang
Pengaturan dan Pengendalian Pertanahan. Begitu juga dengan nomenklatur Kepala
Bidang Pengaturan dan Penataan Pertanahan dan Kepala Seksi Pengaturan dan
Penataan Pertanahan sebagai Ketua merangkap anggota pada Tim Pertimbangan
Teknis Pertanahan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hal yang perlu diatur dan dilakukan revisi serta pembatasan yang jelas mengenai:
1.

Nomenklatur pejabat sebagai ketua merangkap anggota Tim Perimbangan
Teknis Pertanahan baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota
sebagaimana diatur dalam PerKaBPN RI No. 2 Tahun 2011.


2.

Prosedur dan Biaya Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam rangka Izin
Perubahan Penggunaan Tanah (karena adanya perubahan komoditas atau
pemanfaatan tanahnya;

3.

Definisi atau tanah yang masuk dalam kategori tanah terindikasi terlantar.
Berdasarkan Pasal 2 PP Nomor 11 Tahun 2010, disebutkan bahwa “Obyek
penertiban tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara
berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak
Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak
dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan
tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya”.
Definisi tanah terlantar tersebut juga diatur dalam Pasal 1 Angka 22 UU Nomor
41 Tahun 2009.
Dari pasal tersebut, dapat dimaknai bahwa tanah terlantar adalah tanah yang
sudah diberikan hak atas tanah atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak

diusahakan, tidak digunakan dan tidak dimanfaatkan (kosong), bukan yang tidak
diusahakan, tidak digunakan dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya atau digunakan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Apabila tanah HAT/DPAT yang tidak diusahakan, tidak digunakan dan tidak
dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dimasukkan dalam kategori tanah
terlantar, maka dimungkinkan dalam proses penertiban tanah terlantar obyek
yang menjadi target penertiban dapat dikeluarkan dari target karena telah
mengajukan ijin perubahan penggunaan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal
15 Ayat (2) PerKaBPN RI Nomor 9 Tahun 2011, yang berbunyi:
“(2) Tindakan konkret yang harus dilakukan Pemegang Hak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), antara lain :
a. mengusahakan, menggunakan, dan memanfaatkan tanahnya sesuai
keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya;
b. dalam hal tanah yang digunakan tidak sesuai dengan sifat dan tujuan
pemberian haknya, pemegang hak harus mengajukan ijin perubahan
hak apabila peruntukan tanahnya tidak sesuai dengan jenis hak yang
diberikan dan/atau ijin perubahan penggunaan tanah apabila
peruntukannya tidak sesuai dengan Surat Keputusan Pemberian haknya
kepada Kepala sesuai dengan peraturan yang berlaku;”


4

Hal penting yang harus diperhatikan apabila tanah HAT/DPAT yang tidak
diusahakan, tidak digunakan dan tidak dimanfaatkan sesuai dengan
peruntukannya dimasukkan dalam kategori tanah terlantar, yaitu
pertanggungjawaban mengenai uang Negara yang telah dikeluarkan selama
proses penertiban namun tidak berakhir pada SK Penetapan Tanah Terlantar.
Dengan demikian pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tidak
sesuai dengan peruntukannya wajib untuk mengajukan permnohonan IPPT.
b. Pertimbangan Teknis Pertanahan atau Rekomendasi dalam rangka perpanjangan
hak dan pembaruan hak.
Pertimbangan Teknis Pertanahan atau Rekomendasi dalam rangka perpanjangan
hak dan pembaruan hak diperlukan sebagai syarat dalam permohonan perpanjangan
hak dan pembaruan hak. Pertimbangan teknis tersebut dikeluarkan berdasarkan
data pemenuhan kewajiban pemegang hak selama hak atas tanah diberikan
sebagaimana telah diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 1996, dimana pemegang HGU
dan HGB wajib melaporkan perkembangan pengusahaan, penggunaan, dan
pemanfaatannya, di samping kewajiban lainnya yang juga dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan lainnya dan SK Pemberian Hak.
c. Penyusunan Draft Kebijakan Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Sebagai organ baru dan mempunyai fungsi yang cukup strategis, Direktorat
Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan perlu untuk melakukan Focus Group
Discussion (FGD) dengan mengundang komponen terkait di lingkungan BPN RI
(Direktorat Penatagunaan Tanah, Direktorat Penertiban dan Pendayagunaan Tanah
Terlantar) dan kementerian/lembaga terkait (Kementerian Pertanian, Kementerian
Kehutanan, Bappenas, dan Kemenko Perekonomian) untuk membahas sekaligus
mensosialisasikan kegiatan inventarisasi, pemantauan, dan evaluasi lahan pertanian
pangan berkelanjutan, tanah pertanian dan tanah non pertanian. FGD tersebut dapat
dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, diawali dengan FGD internal, kemudian FGD yang
mengundang kementerian/lembaga terkait.
d. Inventarisasi Data Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Inventarisasi data terkait dengan tanah pertanian pangan berkelanjutan,
meliputi:
1. Prediksi jumlah produksi;
2. Luas baku lahan; dan
3. Sebaran lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dalam rencana rinci tata
ruang wilayah nasional/provinsi/kabupaten/kota yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah/Peraturan Daerah sesuai dan menjadi dasar bagi penyusunan
peraturan zonasi;
4. Data subyek dan obyek Hak Atas Tanah yang termasuk dalam zona atau lokasi
yang ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.

5

Data tersebut di atas digunakan sebagai input atau bahan yang akan diolah
dalam sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang akan dibangun
dan dikembangkan oleh Pusat Data dan Informasi Pertanahan dan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (PUSDATIN Pertanahan dan LP2B). Selanjutnya dapat dijadikan
sebagai bahan evaluasi dan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Inventarisasi data tersebut dilakukan oleh Kantah dan Kanwil berkoordinasi
dengan pemerintah daerah setempat yang berwenang menetapkan Kawasan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan LP2B serta Rencana Tata Ruang Wilayah.
e. Inventarisasi Data Tanah Pertanian dan Tanah Non Pertanian
Selain tanah pertanian dan non pertanian yang telah dilekati hak atas tanah,
terdapat tanah yang masih dikuasai dengan Dasar Penguasaan Atas Tanah (DPAT).
Dalam surat keputusan DPAT tersebut tercantum juga kewajiban pemegang DPAT
yang harus dipenuhi.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam pengusahaan dan
penggunaan tanah, masih terdapat kecenderungan tidak sesuai dengan
peruntukannya, tidak sesuai dengan batasan-batasan pengusahaan yang telah
diatur, bahkan terdapat tanah yang tidak diusahakan.
Dalam upaya pengendalian pengusahaan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah, pengendalian alih fungsi lahan pertanian dan perlindungan terhadap lahan
pertanian produktif, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan
kewajiban para pemegang HAT/DPAT baik untuk tanah pertanian dan non pertanian
yang berasal dari masyarakat baik perorangan maupun badan hukum terhadap
pengusahaan atas tanah yang diperolehnya perlu dipantau secara periodik untuk
mencegah adanya tanah-tanah yang tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya
dan berubah fungsinya.
Tanah pertanian dan non pertanian yang menjadi obyek inventarisasi adalah
tanah yang telah dilekati hak atas tanah terhitung sejak diterbitkannya sertipikat HAT
dan untuk Surat Keputusan DPAT terhitung sejak berakhirnya. Data yang
dikumpulkan pada kegiatan inventarisasi tersebut meliputi:
a. Data tanah HAT/DPAT (subyek dan obyek HAT/DPAT) untuk tanah pertanian
dan non pertanian per kabupaten/kota secara nasional; dan
b. Rencana Tata Ruang Wilayah.
Berdasarkan data tersebut, dapat dilakukan pemantauan dan evaluasi atas
pengusahaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanahnya. Apabila diketahui terdapat
ketidaksesuaian antara penggunaan dan peruntukannya serta perubahan
peruntukan menjadi tanah non pertanian maka perlu disiapkan rekomendasi untuk
dilakukan penertiban sampai pada pembatalan HAT/DPAT.
Oleh karena itu, perlu dilakukan inventarisasi HAT/DPAT dalam rangka
pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan kewajiban pemegang HAT/DPAT.

6

Kegiatan Inventarisasi HAT/DPAT dilaksanakan di Kantor Pertanahan yang
selanjutnya dilaporkan ke kantor wilayah untuk dikompilasi dan dilaporkan ke BPN RI.
Selanjutnya data hasil inventarisasi yang meliputi Data tanah HAT/DPAT
(subyek dan obyek HAT/DPAT) untuk tanah pertanian dan non pertanian per
kabupaten/kota secara nasional, dikelola dalam basis data tanah pertanian dan non
pertanian sebagai bahan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi serta
pengendalian pengusahaan, penggunaan dan pemanfaatannya, termasuk pada
pengendalian alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian.
f. FGD dalam rangka Penyusunan Kerangka Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan memuat data
tentang :
1. Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
2. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan;
3. Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Sistem informasi ini difokuskan untuk mendapatkan data tentang kawasan pertanian
di kawasan perdesaan yang merupakan dominasi pembangunan pertanian pada
umumnya. Sistem Informasi Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan merupakan
bagian dari pola ruang budidaya pertanian khususnya tanaman pangan yang menjadi
bagian dari rencana tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Penetapan
Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan ini menjadi bagian dari Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai wujud dari jaminan
tersedianya Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan juga dikembangkan
untuk mendistribusikan data dan Informasi kepada Masyarakat dan para Pemangku
Kepentingan untuk diakses sebagai dasar dalam rencana pembangunan daerah dan
pembangunan pertanian pangan berkelanjutan.
Data dan Informasi terkait dengan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
disediakan dan menjadi tanggungjawab kementerian dan/atau lembaga yang
membidangi peta tematik dan spasial, penyediaan data dan Informasi tentang
infrastruktur irigasi dan reklamasi rawa oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan
Kementerian Pertanian, data dan Informasi tentang kondisi sumber daya manusia
penerima manfaat dan sosial ekonominya oleh Badan Pusat Statistik, status
kepemilikan dan penguasaan tanah serta tata guna lahan oleh Badan Pertanahan
Nasional, luas dan lokasi serta jenis komoditas pangan pokok oleh Kementerian
Pertanian. Penyediaan dan tanggung jawab data dan Informasi di atas
dikoordinasikan oleh Menteri dalam rangka perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan melalui suatu lembaga berupa Pusat Informasi Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut dari amanat yang tertuang dalam PP Nomor 1 Tahun
2011, berdasarkan Perpres Nomor 63 Tahun 2013 dan PerKaBPN RI Nomor 1 Tahun
2014, BPN RI mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menyediakan dan Pusat
7

Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Ddalam hal ini PUSDATIN
Pertanahan dan LP2B menyelenggarakan fungsi pengembangan dan penerapan
sistem pengelolaan dan penyajian layanan data dan informasi penunjang
pelaksanaan tugas/fungsi BPN RI dan sebagai pusat informasi LP2B/LCP2B dalam
kerangka pembangunan dan pengembangan simtanas.
Dalam
membangun dan mengembangkan sistem informasi tersebut
diperlukan langkah untuk melakukan penyusunan kerangka pembangunan Sistem
Informasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan bersama Direktorat Pemantauan
dan Pembinaan Pertanahan serta mengikutsertakan komponen terkait.

8