Analisa Laporan Keuangan Pemerintah Pusa

Nama : Aditya Suprayitno
Absen : 3
Kelas : 9B Akuntansi Alih Program

Analisa Belanja Pensiun di LKPP Tahun 2009-2015
Pendahuluan
Badan Pemeriksa Keuangan telah selesai melakukan pemeriksaan terhadap laporan

keuangan pemerintah pusat ( LKPP ) untuk tahun 2015 sebagaimana yang diamanatkan
dalam Undang – Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) adalah
sebuah bukti pertanggungjawaban anggaran pendapatan dan belanja negara untuk suatu

tahun yang telah berlalu. Di era keterbukaan informasi seperti saat ini, masyarakat dapat

denga mudah mengakses LKPP untuk mencari tahu apa saja yang telah dilakukan
pemerintah.

Laporan keuangan pemerintah pusat adalah tampilan kondisi nyata dari pemerintah


saat ini. Akun – akun di dalam neraca keuangan pemerintah memberikan petunjuk

mengenai apa saja yang diurus pemerintah selama satu tahun yang lalu. Dari penjelasan
yang ditampilkan di dalam Catatan atas Laporan Keuangan ( CaLK), kita dapat mengetahui

kebijakan makro, kebijakan fiskal, metodologi penyusunan LKPP, dan kebijakan akuntansi

yang diterapkan. Selain itu, dalam CaLK dikemukakan penjelasan pos-pos laporan
keuangan dalam rangka pengungkapan yang memadai. Dalam CaLK ini diungkapkan pula
kejadian penting setelah tanggal pelaporan keuangan serta beberapa informasi tambahan
yang diperlukan.

Salah satu pos yang menarik untuk dianalisa adalah pos belanja pemerintah,

terutama pada bagian pos belanja pensiun.

Pos belanja pensiun ini nilainya selalu

bertambah setiap tahun dan dalam penjelasannya di dalam nota keuangan, pemerintah


selalu menyatakan “kekhawatiran” akan kewajiban kontinjensi yang dapat muncul dari
beban belanja pensiun ini. Oleh karena itu, penulis akan mencoba melakukan analisa
laporan keuangan pemerintah pada pos belanja pensiun untuk tahun 2009-2015

Pembahasan

Belanja pensiun adalah pos belanja yang disiapkan di dalam postur APBN untuk

membiayai program pensiun yang diselenggarakan pemerintah sebagaimana diatur di

dalam PMK 24/PMK.02/2013 tentang pengaturan pensiun oleh PT. Taspen. Iuran pensiun
yang dijelaskan di dalam LKPP adalah tanggung jawab pemerintah pusat. Iuran yang
pensiun ini dibagi menjadi dua jenis yaitu iuran normal dan iuran tambahan. Iuran normal

menggunakan perhitungan aktuaris dan digunakan untuk membiayai program pensiun
sedangkan iuran tambahan adalah iuran yang dibayarkan karena pemerintah mengalami
kekurangan dana. Ketika manfaat yang diterima ASN kurang, maka anggaran iuran

tambahan ini dimasukkan ke dalam klasifikasi kewajiban jangka panjang dan dijelaskan di
dalam CaLK PT. Taspen dan Asabri.


Selama ini pemerintah masih memilih menggunakan sistem pay as you go, dengan

disahkannya Undang – Undang Aparatur Sipil Negara, pemerintah mulai mengkaji
peralihan untuk kembali menggunakan sistem fully funded. Peralihan ke fully funded

menimbulkan kewajiban kontribusi pemerintah yang diakui sebagai hutang terhadap

lembaga dana pensiun. Besaran kewajiban pensiun pemerintah ini dihitung dari kewajiban
aktuaria dikurangi dengan kewajiban peserta.

Untuk mengetahui apakah pengelolaan pos belanja pensiun oleh pemerintah telah

efektif dan efisien, maka penulis akan mencoba melakukan analisa terhadap trend dan
alokasi pos belanja pensiun serta membandingkannya dengan kenaikan jumlah peserta
I.

pensiun dan kenaikan gaji & tunjangan yang diterima.
Analisa Proporsi Belanja Pensiun


Analisa proporsi belanja pensiun digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kontribusi pos belanja pensiun terhadap keseluruhan nilai pos belanja pegawai.






Tabel I : Hasil Analisa Proporsi Belanja Pensiun dari LKPP

Laporan

=








2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Laporan Realisasi Anggaran

36,69%

34,17%


33,84%

34,00%

34,00%

34,42%

31,97%

Laporan Arus Kas

36,69%

34,17%

33,84%

34,00%


35,39%

34,42%

31,97%

Dari data diatas diambil kesimpulan bahwa belanja pensiun yang dilaporkan dalam LRA

dan LAK memiliki proporsi yang sama setiap tahunnya kecuali pada tahun 2013, dimana

terdapat selisih sebesar 1.39%. penyebab perbedaan juga tidak ditemukan di dalam

penjelasan LAK maupun dalam CaLK. Dari data diatas diketahui bahwa belanja pensiun
tertinggi terjadi pada tahun 2009 dan terendah terjadi pada tahun 2015. Besaran pos

belanja pensiun ini selalu menjadi pos yang paling banyak menyerap anggaran di dalam
pos belanja pegawai dengan komposisi antara 32% sampai 37%, sedangkan pos belanja
II.


lain berada di kisaran antara 0.1% sampai 35%.

Analisa Pola Pertumbuhan ( Trend) Belanja Pensiun

Dengan analisa trend dapat diketahui apakah iuran pensiun setiap tahun mengalami

peningkatan atau malah mengalami penurunan.










=




Tabel II : Hasil Analisa Trend Belanja Pensiun dari LKPP
Laporan

2009

2010







−1

−1

2011


2012

2013

2014

2015

rata-rata

LRA

29,82%

8,03%

17,52%

13,14%


16,62%

6,91%

7,14%

14,17%

LAK

29,95%

8,04%

17,53%

13,13%

16,62%

6,91%

7,14%

14,19%

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata –rata pertumbuhan belanja pensiun adalah

sebesar 14 % dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2009 dan terendah terjadi pada
tahun 2014. Data yang didapatkan dari LAK dan LRA mengalami selisih meskipun tidak
signifikan, penjelasan terhadap selisih ini juga tidak ditemukan di LKPP.
III.

Analisa Pertumbuhan Jumlah Peserta Program Pensiun

Analisa ini digunakan untuk mengetahui perubahan peserta program pensiun yang

menjadi tanggungan pemerintah, apakah perubahan ini sejalan dengan perubahan yang

terjadi pada pos belanja pensiun karena jumlah peserta adalah komponen yang berkorelasi
langsung dengan belanja pensiun pemerintah.




=















−1

−1

Tabel III : Pertumbuhan Jumlah Peserta Program Pensiun
BUMN

Peserta

PT. Taspen

PT. Asabri

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

Rata-rata

-

-

ASN Pusat

0,00%

-0,76%

-1,37%

-1,01%

-1,35%

2,16%

2,67%

-1,55%

ASN DO

0,00%

12,35%

10,43%

11,09%

10,02%

6,05%

4,28%

9,04%

Pejabat Negara

0,00%

6,35%

1,22%

0,29%

0,05%

3,41%

6,72%

3,01%

Hakim

0,00%

-0,74%

-1,95%

1,34%

2,39%

0,73%

2,90%

0,78%

-

-

TNI/ Polri

0,00%

-9,96%

-8,35%

-7,29%

-8,33%

6,21%

6,47%

-7,77%

TNI/ Polri

0,00%

2,99%

0,38%

0,56%

0,00%

1,00%

1.23%

1.03%

Sumber : Annual Report PT. Taspen dan PT. Asabri 2010-2015

Dari data tabel diatas terlihat adanya tren pertumbuhan positif jumlah peserta

program pensiun dengan rata kenaikan terbesar pada peserta ASN DO, selain itu pejabat

negara, hakim dan TNI/ Polri juga menunjukkan peningkatan. Sedangkan untuk ASN Pusat
mengalami penurunan.

Faktor yang menyebabkan kenaikan luar biasa dari ASN DO adalah dari kebijakan

otonomi daerah dimana banyak ASN Pusat yang pindah menjadi ASN Daerah selain itu
kebijakan pemerintah daerah yang setiap tahun membuka penerimaan ASN baru juga

menjadi faktor penyebab. Pertumbuhan ASN DO mulai menurun sejak tahun 2014 ketika
pemerintah pusat mulai melaksanakan moratorium penerimaan ASN baru, dengan

kebijakan ini diharapkan beban gaji dan beban pensiun untuk masa mendatang akan
menurun.

Kemudian untuk pertumbuhan pejabat negara tidak lepas dari jumlah pejabat

negara yang semakin banyak terutama dari DPR/ DPD, dimana mantan anggota DPR/DPD
tetap menerima pensiun sama seperti ASN biasa. Dengan masa pengabdian rata-rata 5
tahun, negara harus membayarkan pensiun seumur hidup.

IV.

Analisa Pertumbuhan Belanja Gaji

Tujuan analisa ini untuk mengetahui pertumbuhan belanja gaji pada pemerintah dan

apakah terdapat korelasi dengan pertumbuhan belanja pensiun.










=











−1

−1

Tabel IV : Pertumbuhan Belanja Gaji ( LKPP )
Pos Gaji

2009

dan

2010

2011

2012

2013

2014

2015

LRA

LAK

LRA

LAK

LRA

LAK

LRA

LAK

LRA

LAK

LRA

LAK

LRA

LAK

ASN

15,50%

15,53%

16,99%

17,24%

16,67%

16,42%

13,02%

13,02%

34,54%

11,96%

-8,14%

10,39%

10,04%

10,06%

TNI/ Polri

11,87%

11,89%

11,41%

11,10%

8,74%

8,98%

10,48%

10,51%

23,89%

4,48%

44,93%

5,59%

8,61%

8,60%

-

-

-

-

Tunjangan

Pejabat
Negara

0,44%

0,90%

5,36%

5,35%

12,53%

12,54%

12,19%

11,57%

-3,20%

-3,89%

23,76%

23,38%

9,69%

9,15%

Rata-rata

9,27%

9,44%

11,25%

11,23%

12,65%

12,65%

3,77%

3,99%

2,48%

4,18%

4,34%

-2,47%

9,45%

9,27%

Data LKPP antara tahun 2009 sampai 2015 menunjukkan adanya kenaikan belanja

gaji untuk seluruh ASN, TNI/ Polri dan pejabat negara dengan rata-rata kenaikan pada LRA
sebesar 7.6% dan LAK sebesar 6.9%. kemudian terdapat selisih yang cukup material antara

nilai akun LRA dan LAK pada tahun 2013 dan 2014, namun tidak ditemukan penjelasan
mengenai hal tersebut di LKPP.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan diatas ditemukan beban belanja pensiun

merupakan pos yang menghabiskan sepertiga anggaran belanja pegawai dan nilainya

selalu mengalami penigkatan setiap tahun. Berdasarkan analisa perserta pensiun diketahui
bahwa aparatur sipil negara yang ada di pemerintah daerah merupakan peserta yang

paling banyak dalam program pensiun, hal ini berbanding terbaik dengan aparatur sipil
pemerintah pusat. Pemerintah pusat telah melakukan moratorium penerimaan ASN sejak

tahun 2014 untuk mengurangi beban belanja pegawai yang pada jangka panjang juga akan
mengurangi beban pensiun yang harus ditanggung. Sebaiknya pemerintah pusat mulai

memikirkan solusi untuk mengatasi beban pensiun baik dengan cara mengikutsertakan
pemerintah daerah untuk ikut menanggung beban pensiun pegawai daerah, segera

menerapkan pola fully funded dan membentuk lembaga pensiun yang dapat mengelola

dana pensiun secara mandiri karena peran PT. Taspen selama ini lebih kepaada lembaga
administrasi dan pembayar pensiun.

LKPP pemerintah juga tidak konsisten dalam mencantumkan kewajiban akturia

terkait kekurangan pembayaran pensiun yang masih harus ditanggung oleh pemerintah,

dimana penjelesan mengenai kewajiban aktuaria hanya terdapat pada LKPP sampai

dengan tahun 2012 dan tidak ada pada LKPP selanjutnya. Kewajiban akturia ini disebabkan
oleh adanya unfunfed past service liabilities. Ketiadaan kewajiban akturia menyebabkan
analisa terhadap kewajiban akturia terhadap ekuitas dana dan aset yang dimiliki pemerinta
tidak dapat dilakukan, padahal analisa ini digunakan untuk mengukur kesiapan

pemerintah bilamana terjadi ketidakmampuan pemerintah untuk membayar kewajiban
pensiunnya.

Penutup

Belanja pensiun memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap alokasi belanja

pegawai dan nilainya selalu mengalami kenaikan setiap tahun. Kenaikan ini juga terkait

dengan adanya peningkatan peserta program pensiun dimana ASN DO merupakan
penyumbang kenaikan terbesar.

Belum terpenuhinya kontribusi pemerintah terhadap kewajiban pensiun dimana

lalu menyebabkan adanya unfunfed past service liabilities yang dijelaskan sebagai

kewajiban aktuaria pemerintah namun data mengenai hal tersebut hanya tersedia sampai
dengan 2012 sehingga agar sukar untuk melakukan analisa terhadap kemampuan
pemerintah untuk membayar beban tersebut bila terjadi peristiwa yang menyebabkan
pemerintah tidak mampu membayar beban pensiun.

Daftar Referensi

Republik Indonesia, Nota Keuangan dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2017
Pasambuna, Nelby T., Silfrid S. Pangemanan, dan Dulloh Afandi. 2014. Pelaporan dan
Pengungkapan Pos Belanja Modal Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Kota
Kotamobagu. Jurnal Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis dan Akuntansi
Mulai
2017,
Gaji
Pensiunan
PNS
Tak
Dibiayai
APBN.[2015].http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/13/173403626/Mulai.2017.
Gaji.Pensiunan.PNS.Tak.Dibiayai.APBN(diakses 19 Januari 2017).
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2009-2015
Mirza, Rifka Amalia, dan Abdul Rohman. 2012. Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Pusat
Tahun 2005 sampai dengan 2010. Fakultas Ekonomika dan Bisnis