Sistem Hukum dan Peradilan indonesia

Sistem Hukum dan Peradilan Nasional
1. Pengertian sistem hukum peradilan nasional

Pada umumnya, hukum diartikan sebagai peraturan atau tata tertib yang mempunyai sifat
memaksa, mengikat, dan mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya dalam
masyarakat dengan tujuan menjamin keadilan dan ketertiban dalam pergaulan hidup dalam
bermasyarakat.

Hukum yang mempunyai sifat mengatur dan memaksa ini bertujuan untuk:

Ø Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai (Van Apeldorn)

Ø Mencapai keadilan, yaitu adanya unsur daya guna dan kemanfaatan (Geny)

Ø Menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak
dapat diganggu gugat.

Hukum memiliki cirri-ciri sebagai berikut:

Ø Adanya perintah/larangan


Ø Perintah larangan itu bersifat memaksa/mengikat semua orang.

Hukum mengandung beberapa unsur berikut:

Ø Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat

Ø Peraturan itu dibentuk oleh badan-badan resmi yang
berwajib/berwenang.

Ø Peraturan itu bersifat memaksa

Ø Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas dan nyata

Sistem hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum di
Eropa, hukum agama, dan hukum adat. Sebagian besar sistem yang dianut
mengacu pada hukum Eropa, khususnya dari Belanda. Hal ini berdasarkan
fakta sejarah bahwa Indonesia merupakan bekas wilayah jajahan Belanda.
Hukum agama juga merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia karena
sebagian besar masyarakat Indonesia menganut agama Islam, maka hukum
Islam lebih banyak diterapkan, terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan,

dan warisan. Sementara hukum adat merupakan aturan-aturan masyarakat
yang dipengaruhi oleh budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara dan
diwariskan secara turun-temurun. Secara umum, hukum di Indonesia dibagi
menjadi dua macam, yaitu hukum perdata dan hukum pidana.



Penggologan Hukum

Jenis Penggolongan

Macam

Pengertian

Berdasarkan
Sumbernya

Hukum undangundang


Hukum yang tercantum di UU Sisdiknas
dalam peraturan
perundang-undangan
Hukum yang diambil dari
Hukum adat Sunda
peraturan-peraturan adat
dan kebiasaan

Hukum adat dan
hukum kebiasaan

Hukum yang terbentuk
dari putusan pengadilan

Contoh

Hukum
yurisprudensi

Hukum traktat


Hukum yang ditetapkan
oleh Negara peserta
perjanjian internasional
KUHP

Hukum doktrin

Hukum yang berasal dari
pendapat para ahli hukum Hukum batas
terkenal
Negara

Hukum yang dapat
ditemui dalam bentuk
tulisan dan dicantumka
dalam berbagai peraturan
Negara.
Hukum tertulis terbagi
atas:

Hukum tertulis

KUHP, KUHD,
KUHAP

a) Hukum yang
dikodifikasi
b) Hukum yang tidak
dikodifikasi

Berdasarkan
bentuknya
Berdasarkan isinya

Hukum yang masih hidup
dalam keyakinan dan
kenyataan dalam
Hukum yang tidak masyarakat yang
Hukum kebiasaan
tertulis

bersangkutan
dan hukum adat

Hukum public

Hukum yang mengatur
hubungan antar warga
Negara dan Negara yang
menyangkut kepentingan
umum/public

Hukum tata Negara,
hukum pidana,
hukum acara pidana
Hukum
perdata,hukum

Hukum privat

Hukum yang mengatur

hubungan antara orang
yang satu dengan yang
lain dan bersifat pribadi

dagang

Hukum yang berlau di
dalam suatu Negara

Hukum nasional

Hukum yang mengatur
hubungan dua Negara
atau lebih

Hukum
internasional
Hukum yang berlaku
dalam Negara lain


Hukum Indonesia
Perjanjian
internasional

Hukum asing

Berdasarkan tempat
berlakunya
Berdasarkan masa
berlakunya

Hukum gereja

Kaidah yang ditetapkan
gereja untuk para
anggotanya

Hukum
kewarganegaraan,
hukum perang,

hukum perdata
internasional

Hukum positif (ius Hukum yang berlaku saat Hukum pidana
constitutum)
ini

Hukum yang akan
datang (ius
constituendum)

Hukum pidana
Hukum yang dicitanasional yang belum
citakan,diharapkan, atau disusun
direncanakan akan
berlaku pada masa yang
akan dating
Piagam PBB tentang
DUHAM


Hukum universal,
hukum asasi atau
hukum alam

Hukum yang berlaku
tanpa mengenal batas
ruang dan waktu. Berlaku
sepanjang masa, dimana

pun terhadap siapa pun

Hukum yang mengatur
tentang isi hubungan
antarsesama anggota
masyarakat,antar anggota
masyarakat dengan
penguasa Negara,antar
masyarakat degan
penguasa Negara


Hukum material

Berdasarkan cara
mempertahankannya

Hukum formal

Hukum yang mengatur KUHP
bagaimana cara penguasa
mempertahankan dan
menegakan serta
melaksanakan kaidahkaidah hukum material
dan bagaimana cara
menuntutnya apabila hak
seseorang telah dilanggar
oleh orang lain.
Hukum acara PTUN

Hukum dalam keadaan
apapun mutlak ditaati
Kaidah hukum yang
memaksa
Kaidah hukum yang dapat
Ketentuan pasal 340
dikesampingkan para
KUH Pidana
pihak dengan jalan
membuat ketentuan
Kaidah hukum yang khusus dalam suatu
mengatur dan
perjanjian yang mereka Ketentuan pasal
melengkapi
adakan
1152 KUH Perdata
Berdasarkan sifatnya
1.




Macam-macam dan alat kelengkapan peradilan
Kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung. Badan peradilan
yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan
umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara.
Pengadilan negeri berkedudukan di kota atau di ibukota kabupaten dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kota atau kabupaten. Sementara pengadilan tinggi berkedudukan di ibukota
provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi yang dibentuk dengan undang-undang.
Susunan pengadilan negeri terdiri atas pimpinan (ketua dan wakil ketua), hakim anggota, panitera,





sekretaris, dan juru sita. Juru sita tidak terdapat di pengadilan tinggi. Juru sita bertugas
melaksanakan semua perintah yang diberikan oleh ketua sidang dengan cara menyampaikan
pengumuman-pengumuma, teguran-teguran, pemberitahuan putusan pengadilan, dan melakukan
penyitaan. Pengadilan negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan
perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama. Pengadilan tinggi bewenang mengadili
perkaa pidana dan perkara perdata di tingkat banding. Di samping itu, pengadilan tinggi juga
berwenag mengadili di tingkat pertama dan terakhir.
Peradilan agama yang dimaksud, yaitu peradilan agama Islam. Kekuasaan kehakiman dalam
peradilan agama dilakukan oleh pengadilan agama yang terdiri atas badan peradilan tingkat
pertama dan badan peradilan tingkat banding. Pengadilan agama mempunyai daerah hukum yang
sama dengan pengadilan negeri, mengingat pelaksanaan putusan pengadilan agama masih
memerlukan pengukuhan dari pengadilan negeri. Jadi, pengadilan agama terdapat di setiap ibukota
kabupaten dan kota.
Tugas dan wewenang pengadilan agama pada pokoknya adalah memeriksa dan memutus sengeta
antara oang-orang yang beragama Islam mengenai bidang hukum perdata tertentu yang harus
diputus berdasarkan syariat Islam. Oleh karena itu, berlakunya hukum ini terbatas pada orangorang yang beragama Islam. Perkara perkara di pengadilan agama dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

perkara yang tidak mengandung sengketa;

permohonan fatwa pembagian warisan yang pada umumnya bukan merupakan sengketa;
serta

perkara perselisihan pernikahan.

Pada 29 Desember 1989, disahkan Undang-Undang Peradilan Agama, yaitu UU No. 7
Tahun 1989. Semua peraturan pelaksanaan yang telah ada mengenai peradilan agama
dinyatakan tetap berlaku selama ketentuan baru berdasarkan undang-undang peradilan
agama belum dikeluarkan. Undang-undang tersebut menegaskan bahwa peradilan agama
merupakan peradilan bagio orang-orang yang beragama Islam. Wewenang peradilan agama
adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata antara orang-orang yang
beragama Islam di bidang perkawinan, warisan, wasiat, hibah, waqaf, dan shadaqoh.

Susunan sidang Mahkamah Militer dan Mahkamah Militer Tinggi terdiri atas tiga orang
hakim, seorang oditur, jaksa tentara, dan seorang panitera. Peradilan militer mempunyai
wewenang memeriksa dan memutus perkara pidana terhadap kejahatan dan pelanggaran
yang dilakukan oleh anggota militer sebagai berikut.

Seseorang yang pada waktu melakukan kejahatan atau pelanggran berstatus
anggota militer.

Seseorang yang pada waktu melakukan kejahatan atau pelanggaran undangundang atau peraturan pemerintah ditetapkan sama dengan anggota militer.

Seorang yang pada waktu melaukan kejahatan atau pelanggaran adalah anggota
suatu golongan atau jawatan yang dipersamakan atau dianggap sebagai anggota
militer.

Seorang yang tidak termasuk hal-hal tersebut, tetapi atas ketetapan Menteri
Pertahanan dengan persetujuan menteri Khakiman harus diadili oleh suatu
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

Mahkamah militer mengadili dalam tingkat pertama perkara-perkara tingkat
kejahatan dan pelanggaran, apabila terdakwa atau salah satu terdakwa pada waktu
melakukan perbuatan adalah perwira berpangkat di bawah kapten. Mahkamah militer
tinggi memutus di tingkat pertama perkara kejahatan dan pelanggaran, apabila
terdakwa atau salah satu terdakwa pada waktu melakukan perbuatan adalah perwira
yang berpangkat mayor ke atas.

Dalam peradilan tingkat kedua, mahkamah militer tinggi memeriksa dan
memutus semua perkara yang telah diputus oleh mahkamah militer oleh daerah
hukumnya yang dimintakan pemeriksaan ulang. Dalam tingkat pertama dan terakhir,

mahkamah militer tinggi memeriksa dan memutus perselisihan tentang kekuasaan
mengadili antara beberapa mahkamah militer dalam daerah hukumnya.

Pada Desember 1986, telah disahkan Undang-Undang No. 5 tahun 1986 tentang
peradilan tata usaha negara yang merupakan pengadilan tingkat pertama dalam
peradilan tata usaha negara (administrasi). Pengadilan tingkat banding adalah
pengadilan tinggi tata usaha negara. Setiap putusan tingkat terakhir pengadilan dapat
dimohonkan kasasi dari Mahkamah Agung.

Alat-alat kelengkapan peradilan teridiri dari hakim, jaksa dan polisi
1. Sikap perbuatan yang sesuai hukum

Contoh sikap dan perilaku yang sesuai dengan ketentuan hukum/norma dalam kehidupan seharihari di antaranya sebagai berikut.

Di lingkungan keluarga

Menghormati orang tua

Mematuhi perintah dan larangan orangtua

Belajar sesuai jadwal yang telah ditentukan

Mematuhi aturan yang telah dibuat keluarga

Melaksanakan tugas yang telah disepakati oleh anggota keluarga

Di lingkungan sekolah

Menghormati guru

Mematuhi perintah dan larangan guru

Mengerjakan tugas rumah yang diberikan oleh guru tepat waktu

Memakai seragam yang ditentukan oleh sekolah

Datang dan masuk sekolah tepat waktu

Membayar SPP tepat waktu

Mematuhi tata tertib sekolah

Melaksanakan upacara bendera

Di lingkungan masyarakat

Ikut menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan, misalnya
melaksanakan

Siskamling sesuai jadwal yang telah ditentukan

Mematuhi aturan dan norma yang berlaku di masyarakat

Mengikuti gotong royong secara bersama-sama

Melaksanakan hasil musyawarah yang dilakukan di lingkungan
RT/RW atau Desa

Di lingkungan bangsa dan negara

Mematuhi semua aturan hukum yang ada di Indonesia

Memiliki KTP bagi warga negara yang telah berusia 17
tahun atau telah menikah

Memiliki SIM bagi pengendara motor atau mobil

Membayar pajak tepat waktu

Mentaati rambu-rambu lalu lintas ketika sedang
mengendarai motor atau mobil

1.




Upaya pemberantasan korupsi
Korupsi adalah pengabaian atau penyisihan atas suatu standar yang seharusnya ditegakkan.
Secara sempit, pengertian korupsi yaitu pengabaian standar perilaku tertentu oleh pihak yang
berwenang demi memenuhi kepentingan diri sendiri.
Pemberantasan korupsi di Indonesia sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001.

Untuk menanggulangi upaya tindak pidana korupsi, pemerintah membentuk suatu komisi, yaitu
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komisi Pemberantasan Korupsi adalah sebuah komisi
yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi. Dalam menjalankan tugasnya, KPK bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan lain. KPK dibentuk dengan tujuan untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berikut ini beberapa contoh korupsi yang dilakukan di tingkat menengah ke bawah.

Jam kerja diisi oleh kegiatan lain, misalnya keluar kantor atau bermaingame di komputer
atau handphone.

Proses perizinan birokrasi yang berbelit.

Biaya pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga yang terlampau
mahal.

Pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) melalui calo atau perantara sehingga biayanya
semakin mahal.
Pungutan liar yang dilakukan oleh para oknum aparat di jalan-jalan yang dilalui oleh kendaraan.


1.

Pengertian Hukum

dari beberapa pendapat para pakar tentang pengertian hukum tersebut, dapat disimpulkan bahwa :




Hukum memiliki unsur perintah dan larangan
Hukum merupakan kaidah atau norma yang harus ditaati yang bersifat memaksa.

Bagi yang melanggar tentunya akan mendapatkan sanksi. Sanksi adalah suatu akibat yang
diterima apabila melakukan perbuatan yang melanggar dari pihak yang berwajib menegakan
pelaksanaan hukum.
Menurut Pasal 10 KUHP, macam-macam sanksi :
Sanksi pokok terdiri dari:
1) Hukuman mati
2) Penjara

3) Kurungan serta denda
Sanksi tambahan terdiri dari:
1) Pencabutan hak-hak tertentu
2) Perampasan barang-barang tertentu
3) Pengumuman keputusan hakim
2.
Asas dan tujuan hukum
Asas hukum terdiri atas dua, yaitu
a. Asas hukum umum, yaitu asas yang berhubungan dengan keseluruhan bidang hukum.
b. Asas hukum khusus, yaitu asas yang berlaku dalam lapangan hukum tertentu.
Dalam literatur hukum dikenal ada dua teori tentang tujuan hukum yaitu teori etis dan utilites.
Teori etis mendasarkan pada etika sedang menurut teori utilitis hukum bertujuan semata-mata
untuk mencapai keadilan.
B. Penggolongan Hukum
1.
Hukum berdasarkan sumbernya, misalkan undang-undang, kebiasaan, traktat, dan
yurisprudensi.
2.
Hukum berdasarkan tempat berlakunya. Dibedakan menjadi hukum lokal, hukum
nasional dan hukum internasional
3.
Hukum berdasarkan waktu berlakunya. Terbagi atas hukum positif (ius constitutum) dan
hukum dicitakan (ius constituendum).
4.

Hukum berdasarkan isinya. Dibagi atas hukum perdata atau privat dan hukum publik.

5.
Hukum berdasarkan cara mempertahankannya. Terbagi atas hukum material dan hukum
formil. Hukum material memuat peraturan yang mengatur hubungan dan kepentingan yang
berwujud perintah dan larangan, misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang.
Sedangkan hukum formil yaitu hukum yang mengatur cara bagaimana mempertahankan
berlakunya hukum material, misalnya bagaimana cara mengajukan tuntutan, cara hakim
mengambil keputusan .
6.
Hukum berdasarkan bentuk dan wujud. Terbagi atas hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis.
7.
Hukum berdasarkan sanksi atau sifat. Terbagai atas hukum yang sifatnya mengatur dan
hukum yang sifatnya memaksa.
C. Sistem Hukum di Indonesia
Pasal 1 Ayat (3) menjelaskan “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Karena itu untuk mewujudkan
sebagai negara hukum maka segala penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada
hukum. Sayangnya Indonesia belum secara keseluruhan memiliki hukum nasional yang dibuat oleh
bangsa sendiri. Untuk menjaga agar tidak terjadi kekosongan hukum, maka hukum di Indonesia masih
menggunakan hukum-hukum warisan kolonial yang disesuaikan dengan keadaan hukum di Indonesia atau

sesuai dengan UUD 1945. Seperti yang tertulis dalam Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang berbunyi
“ Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru
menurut Undang-Undang Dasar ini”. Hukum nasional yang merupakan warisan dari zaman kolonial,
antara lain:
1.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
2.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

3.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Hukum Pidana yang berlaku di Indonesia telah dilakukan kodifikasi. Sebagian besar dari aturan-aturan
pidana telah disusun dalam suatu kitab undang-undan, yaitu KUH Pidana. Sebagian lagi tersebar dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, seperti peraturan lalu lintas, peraturan tentang tindak pidana
terorisme. Selain sudah dikodifikasi, hukum pidana kita juga telah diunifikasi. Tujuan hukum positif
Indonesia tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 Alinea IV yang berbunyi “untuk membentuk suatu
pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana tertulis dalam pembukaan Undang Undang
Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Indonesia
D. Lembaga-Lembaga Peradilan
1.
Peradilan Umum Badan peradilan yang mengadili rakyat Indonesia pada umumnya atau
rakyat sipil. Peradilan umum sering disebut juga peradilan sipil.
2.
Peradilan Agama Merupakan peradilan agama islam, yang memeriksa dan memutuskan
sengketa antara orang – orang yang beragama islam.
3.
Peradilan Militer Peradilan yang mengadili anggota TNI baik angkatan darat, angkatan
laut maupun angkatan udara.
4.
Peradilan Tata Usaha Negara Badan peradilan yang mengadili perkara-perkara yang
berhubungan dengan administrasi pemeintah.

A. Pengertian Sistem, Hukum, dan Peradilan Nasional
1. Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan susunan, dimana masing – masing unsur yang ada di dalamnya tidak
diperhatikan hakikatnya, tetapi dilihat menurut fungsinya terhadap keseluruhan kesamaan susunan
tersebut.
2. Hukum
Hukum sulit didefinisikan karena kompleks dan beragamnya sudut pandang yang akan dikaji. Prof. Van
Apeldoorn mengatakan bahwa ” definisi hukum sangat sulit dibuat karena tidak mungkin untuk
mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan”. Karena itu, sebaiknya kita lihat dulu pengertian hukum
menurut para ahli hukum terkemuka berikut ini :
Prof. Mr. E.M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku
manusia dalam masyarakat, dan menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melaksanakan tugasnya.
Leon Duguit
Hukum adalah aturan tingkah laku anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat
tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang
pelanggaran terhadapnya akan menimbulkan reaksi bersama terhadap pelakunya.
Drs. E. Utrecht, S.H
Hukum adalah himpunan peratuan ( perintah dan larangan ) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat
dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.

S.M. Amin, S.H
Hukum merupakan kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi, dengan tujuan mewujudkan
ketertiban dalam pergaulan manusia.
J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H
Hukum adalah peratuan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam
lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, dan yang pelanggaran
terhadapnya mengakibatkan diambilnya tindakan, yaitu hukuman terentu.
1). Tujuan dan Penggolongan Hukum
a. Tujuan Hukum
Hukum mempunyai sifat mengatur dan memaksa. Adapun tujuan dibuatnya hukum
dapat dilihat pada mariks di bawah ini:
No.

Tokoh / Pakar

Pendapat yang Dikemukakan

1.

Prof. Subekti, SH.

Hukum itu mengabdi pada tujuan negara, yaitu

2.

Van Apeeldoorn

mendatangkan atau ingin mencapai kemakmuran dan

Teori Etis

kebahagiaan pada rakyatnya.

Oeny

Mengatur pergaulan oleh hukum dengan melindungi

Bentham (Teori

kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu.,

Utilitarianisme)

(kehormatan, kemerdekaan jiwa, harta benda) dari pihak

Prof. Y. Van Kant

yang merugikan.

3.
4.
5.
6.
7.

Geny
Tujuan Hukum Nasional

Hukum itu semaa-mata menghendaki “keadilan”.Isi

Indonesia

hukum semata-mata harus ditentukan oleh kesadaran etis
kita mengenai “apa yang adil dan apa yang tidak adil”.
Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan,

8.

sedangkan unsur-unsur keadilan ialah : “Kepentingan
dayaguna dan kemanfaaannya”.
Tujuan hukum adalah semata-mata untuk mewujukan apa
yang berfaedah bagi banyak orang. Dengan kata lain,
“Menjamin kebahagiaan sebesar-besarnya bagi sebanyak
mungkin orang”.
Tujuan hukum ialah untuk menjaga agar kepentingan tiaptiap manusia tidak diganggu.
Hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan.
Sebagai unsur keadilan, ada kepentingan daya

guna dan kemanfaatan.
Ingin mengatur secara pasti hak-hak dan kewajiban
lembaga tertinggi negara, lembaga-lembaga tinggi negara,
semua pejabat negara, setiap warga Indonesia agar
semuanya dapat melaksanakan kebijaksanaankebijaksanaan dan tindakan-tindakan demi terwujudnya
tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu terciptanya
masyarakat yang terlindungi oleh hukum, cerdas,
terampil, cinta dan bangga bertanah air Indonesia dalam
suasana hidup makmur dan adil berdasarkan falsafah
Pancasila.
Dengan demikian, hukum merupakan peraturan-peraturan hidup di dalam masyarakat yang dapat
memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat sera memberikan sanksi yang tegas (berupa
hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya.
b. Penggolongan hukum

· Berdasarkan Wujudnya
- Hukum tertulis, yaitu hukum yang dapat kita temui dalam bentuk tulisan dan dicantumkan dalam
berbagai peraturan negara.
- Hukum tidak tertulis, yaitu hukum yang masih hidup dan tumbuh dalam keyakinan masyarakat tertentu
(hukum adat). Alam praktik ketatanegaraan hukum tidak tertulis disebut konvensi (Contoh: pidato
kenegaraan presiden setiap tanggal 16 Agustus)


· Berdasarkan Ruang atau Wilayah Berlakunya

- Hukum lokal, yaitu hukum yang hanya berlaku di daerah tertentu saja (hukum adat Manggarai-Flores,
hukum adat Ende Lio-Flores, Batak, Jawa Minangkabau, dan sebagainya.
- Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku di negara tertentu (hukum Indonesia, Malaysia, Mesir dan
sebagainya).
- Hukum internasional, yaiu hukum yang mengatur hubungan antara dua negara atau lebih (hukum
perang, hukum perdata internasional, dan sebagainya).


· Berdasarkan Waktu yang Diaturnya

- Hukum yang berlaku saat ini (ius constitutum); disebut juga hukum positif
- Hukum yang berlaku pada waktu yang akan datang (ius constituendum).

- Hukum antarwaktu, yaitu hukum yang mengatur suatu peristiwa yang menyangkut hukum yang beraku
saat ini dan hukum yang berlaku pada masa lalu.


· Berdasarkan Pribadi yang Diaturnya

- Hukum satu golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku hanya bagi golongan tertentu saja.
- Hukum semua golongan, yaitu hukum yang mengatur dan berlaku bagi semua golongan.
- Hukum antargolongan yaitu hukum yang mengatur dua orang atau lebih yang masing-masingnya tunduk
pada hukum yang berbeda.


· Berdasarkan Isi Masalah yang Diaturnya

Berdasarkan isi masalah yang diaturnya, hukum dapat dibedakan menjadi: hukum publik dan hukum
privat.
- Hukum Publik, yaitu hukum yang mengaur hubungan antara warga negara dan negara yang
menyangkut kepentingan umum. Dalam arti formal, hukum publik mencakup Hukum Tata Negara
Hukum Administrasi Negara, hukum Pidana dan Hukum Acara.
a. Hukum Tata Negara
Hukum Taa Negara mempelajari negara tertentu, seperti bentuk negara, bentuk pemerintahan, hak-hak
asasi warga negara, alat-alat perlengkapan negara, dan sebagainya. Singkatnya mempelajari hal-hal yang
bersifat mendasar bagi negara.
b. Hukum Administrasi Negara
Adalah Seperangkat peraturan yang mengatur cara bekerja alat-alat perlengkapan negara termasuk cara
melaksanakan kekuasaan dan wewenang yang dimiliki oleh setiap organ negara. Singkatnya mempelajari
hal-hal yang bersifat teknis dari negara.
c. Hukum Pidana
Aalah hukum yang mengatur pelangaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan
hukum yang diancam dengan sanksi piana tertentu. Dalam KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana), pelanggaran (Ovrtredingen) adalah perbuatan yang melanggar (ringan) dengan ancaman denda.
Sedangkan kejahaan (misdrijven)adalah perbuatan yang melanggar (berat) seperti pencurian,
penganiayaan, pembunuhan dan sebagainya.
d. Hukum Acara
Disebut juga hukum formal (Pidana dan Perdata), hukum acara adalah seperangkat aturan yang berisi tata
cara menyelesaikan, melaksanakan atau mempertahankan hukum material. Di dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP) No.8/1981 diatur tata cara penangkapan, penahanan, penyitaan

dan penuntutan. Selain iu juga diatur siapa-siapa yang berhak melakukan penyitaan, penyelidikan,
pengadilan yang berwenang, dan sebagainya.
- Hukum Privat (Hukum Perdata), adalah hukum yang mengatur kepentingan orangperorangan. Perdata, berarti warga negara pribadi, atau sipil. Sumber pokok hukum perdata
adalah Buergelijk Wetboek (BW). Dalam arti luas hukum privat (perdata) mencakup juga Hukum Dagang
dan hukum Adat. Hukum Perdata dapat dibagi sebagai berikut:
a. Hukum Perorangan
Adalah himpunan peraturan yang mengatur manusia sebagai subjek hukum dan tentang kecakapannya
memiliki hak-hak serta bertindak sendiri dalam melaksanakan hak-haknya itu. Manusia dan Badan
Hukum (PT, CV, Firma, dan sebagainya) merupakan “pembawa hak” atau sebagai “subyek hukum”.
b. Hukum Keluarga
Adalah hukum yang memuat serangkaian peraturan yang timbul dari pergaulan hidup dalam keuarga
(terjadi karena perkawinan yang melahirkan anak). Hukum keluarga dapat dibagi sebagai berikut:
1.
1.

Kekuasaan Orangtua, yaitu kewajiban membimbing anak sebelum cukup umur.
Kekuasaan Orangtua putus ketika seorang anak telah dewasa (21 tahun), terlalu nakal
putusnya perkawinan.

2.

Perwalian, yaitu seseorang/perkumpulan terenu yang bertindak sebagai wali
untuk memelihara anak yatim piatu sampai cukup umur. Hal ini terjadi, misalnya,
karena perkawinan kedua orangtuanya puus. Di Indonesia, wali pengawas dijalankan
oleh pejabat Balai Harta Peninggalan.

3.

Pengampuan, yaitu seseorang/perkumpulan tertentu yang ditunjuk hakim untuk
menjadi kurator (pengampun) bagi orang dewasa yang diampuninya (kurandus)
karena adanya kelainan; sakit ingatan, boros, lemah daya, tidak sanggup mengurus
diri, dan berkelakuan buruk.

4.

Perkawinan yaitu mengatur perbuaan-perbuatan hukum serta akibat-akibatnya
antara dua pihak (laki-laki dan perempuan) dengan maksud hidup bersama untuk
jangka waku yang lama menurut undang-undang. Di Indonesia, diatur dengan UU No.
1/1974.

c. Hukum Kekayaan
Adalah peaturan-peraturan hukum yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang dapat dinilai dengan
uang. Hukum kekayaan mengatur benda (segala barang dan hak yang dapat menjadi milik orang atau
obyek hak milik) dan hak-hak yang dapat dimiliki atas benda. Hukum kekayaan mencakup:
1.

1.

Hukum Benda, mengatur hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak (diakui dan
dihormati setiap orang). Hukum bena terdiri dari: 1) Hukum Benda Bergerak: karena
sifatnya (kendaraan bermotor) dan karena peneapan undang-undang (surat-surat
berharga); 2) Hukum Benda idak Bergerak: karena sifatnya (tanah dan bangunan)
karena tujuannya (mesin-mesin pabrik) an karena peneapan unang-nang (hak opstal
dan hipotik).

2.

Hukum Perikatan, mengatur hubungan yang bersifat kehartaan antara dua orang
atau lebih. Pihak pertama (kreditur)berhak atas suau prestasi (pemenuhan sesuau).
Pihak lain (sebitur) wajib memberikan sesuau. Bila debitur tidak menepati
perkataannya, hal itu inamakan wanpresasi. Obyeknya adalah prestasi, yaitu hal
pemenuhan perikatan yang terdiri dari: 1) memberikan sesuatu; yaitu membayar harga
menyerahkan barang, dan sebagainya; 2) berbuat sesuatu; yaitu memperbaiki barang
yang rusak, memboongkar bangunan, karena puusan pengadilan, dan sebagainya; 3)
iak berbua sesuatu; yaitu tidak mendirikan bangunan, tidak memakai merk tertentu
karena putusan pengadilan.

d. Hukum Waris
Hukum yang mengaur kedudukan hukum harta kekayaan seserang seelah ia meninggal, eruama
berpindahnya harta kekayaan iu kepada orang lain. Hukum waris mengatur pembagian hara peninggalan
ahli waris, uruan penerimaan waris, hibah, sera wasiat. Pembagian waris dapat ilakukan engan cara:
a. Menurut Undang-undang, yaitu pembagian warisan kepada si pewaris yang memiliki hubungan darah
erdekat. Contoh: jika seorang ayah meninggal, hartanya akan diwariskan kepada istri dan anaknya, tetapi
apabila ia tiak mempunyai keturunan pembagian warisannya diatur menurut undang-undang.
b. Menurut Wasiat, yaitu pembagian waris berdasarkan pesan atau kehendak terakhir (wasiat) dari si
pwaris yang harus inyaakan secara tertulis dalam ake noaris. Penerimaan warisan disebu legaaris, an
bagian warisan yang diterimannya disebulegaat.
Dalam arti luas, hukum perdata mencakup pula Hukum agang an Hukum Adat.
e. Hukum Dagang (Bersumber dari Wetboek Van Koopehandel)
Hukum dagang aalah hukum yang mengaur soal-soal perdaganganperniagaan yang timbul karena tingkah
laku manusia (person) dalam perdagangan atau perniagaan. Hal-hal yang diatur mencakup: Buku 1
(perniagaan pada umumnya), dan Buku II (hak an kewajiban yang timbul daam dunia perniagaan).
f. Hukum Adat
Hukum adat adalah hukum yang umbuh dan berkembang di dalam masyarakat terentu serta hanya
dipatuhi dan diaai oleh masyaraka yang bersangkutan. Contoh: pernikahan menurut adat ManggaraiFlores, pernikahan daerahBugis, pembagian waris di Batak.
2). Unsur hukum :

Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.



Peraturan diadakan oleh badan – badan resmi yang berwajib.



Peraturan bersipat memaksa.



Sanksi pelanggar peraturan tersebut adalah tegas.

III ) Sistem Hukum
Jadi, sistem hukum adalah suatu kesatuan hukum dari unsur hukum yang saling berhubungan dan
bekerjasama sebagai suatu kesatuan untuk mencapai tujuan tertentu.
B. Peran Lembaga Hukum
Lembaga hukum (lembaga peradilan) adalah lembaga yang mengatur segala sesuatu tentang hukum.
Peran lembaga hukum dalam menjalankan hukum adalah mengatur segala sesuatu hukum yang berlaku.
C. Perbuatan Yang Sesuai Dengan Ketentuan Hukum
Sikap yang sesuai dengan ketentuan hukum adalah sikap yang mentaatii semua hukum dan Norma yang
berlaku.


1.

Contoh Perilaku yang sesuai dengan ketentuan hukum:
Di Keluarga

- Mematuhi nasihat orangtua
- Melaksanakan tugas sesuai dengan kesepakatan keluarga
- Membersihkan rumah sesuai jadwal yang yelah ditetapkan
b. Di Sekolah
- Menghormati Guru
- Mematuhi tata tertib sekolah
- Mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
- Tidak menyontek saat ulangan
- Melaksanakan tugas piket
1.

Di Masyarakat

- Ikut Melaksanakan ronda malam
- Mengikuti kegiatan kerja bakti
- Mentaati peraturan (adat istiadat) yang berlaku di masyarakat

1.

Di Negara

- Turut sertamembela negara
- Mentaati hukum yang berlaku di Negara
D. Analisis Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia
I. Pengertian KKN
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering mendengar istilah “KKN”, KKN adalah singkatan dari Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme. Korupsi adalah merupakan salah satu perbuatan yang melanggar hukum. Yaitu
penyalahgunaan sesuatu yang berharga yang bisa merugikan orang lain, korupsi tidak hanya berupa
materi, tetapi juga bisa berupa korupsi waktu, dan intelektual.
II. Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Salah satu upaya pemberantasan korupsi oleh pemerintah Indonesia adalah pembentukan KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi). KPK bertugas menyelidiki para pejabat-pejabat yang dicurigai melakukan
tindakan korupsi.
Upaya pemberantasn Korupsi sdiatur dalam TAP MPR No. 8 tahun 2001 mengenai pemberantasan dan
pencegahan korupsi. Tetapi, meskipin begitu, tingkat korupsi di Indonesia masih tetap tinggi, hal ini
disebabkan karena kurangnya moral yang dimiliki para pejabat kita.
E. Menampilkan peran serta dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
Peran kita sebagai pelajar dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ada tiga, yaitu:
1. Sebagai Pelapor
Peran kita sebagai pelapor adalah melaporkan setiap kejadian korupsi yang kita ketahui kepada pihak
yang berwenang.
1. Sebagai Saksi
Peran kita sebagai saksi adalah bersedia menjadi saksi dan memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya
jika kita diminta untuk menjadi saksi pada sidang kasus korupsi
2. Sebagai Korban
Jika kita menjadi korban tindak korupsi, maka sebaiknya kita melaporkan kejadian korupsi yang kita
alami kepada pihak yang berwenang supaya ada tindakan hukum yang dilakukan untuk menangkap dan
mengadili sipelaku korupsi.

Fungsi Hukum
Secara umum hukum mempunyai arti himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan
tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang
serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya. Untuk
mencapai tujuannya, hukum harus difungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu.
Saat ini, terdapat perbedaan-perbedaan pandangan fungsi hukum diantara para ahli hukum, dan
perbedaan itu kerap kali menjadi unsur yang mendorong timbulnya perbedaan mengenai tujuan
menerapkan hukum. Ada yang lebih menekankan pada fungsi kontrol sosial, atau fungsi perubahan, dan
lain-lain. Jika masing-masing pihak menuntut menurut keinginannya sendiri-sendiri maka yang timbul
adalah permasalahan hukum bukan penyelesaian hukum. Bahkan menimbulkan konflik, yang berkonotasi
saling menyalahkan, saling menuduh dan lain-lain.
Selain perdebatan mengenai fungsi hukum, terjadi pula perdebatan mengenai tujuan hukum. Secara
tradisional ada yang memusatkan tujuan hukum untuk mewujudkan keadilan dan ketertiban. Kalau dikaji
lebih dalam, pada
tingkat tertentu dua tujuan itu tidak selalu seiring bahkan dapat bertentangan satu sama lain. Tujuan
mewujudkan keadilan berbeda dengan tujuan mewujudkan ketertiban. Dalam keadaan tertentu, tuntutan
keadilan akan melonggarkan kepastian hukum, sedangkan
kepastian hukum justru merupakan komponen utama mewujudkan ketertiban. Tanpa kepastian hukum
tidak akan ada ketertiban. Sebaliknya pada tingkat tertentu, ketertiban dapat menggerogoti keadilan.
Selain mewujudkan kepastian, ketertiban memerlukan
persamaan (equality), sedangkan keadilan harus memungkinkan keberagaman atau perbedaan perlakuan.

Joseph Raz (1983 V 163-177) membedakan fungsi sosial hukum atas: Fungsi langsung dan Fungsi
langsung yang bersifat primer, yakni mencakup pencegahan perbuatan tertentu dan mendorong
dilakukannya perbuatan tertentu, penyediaan fasilitas bagi rencana-rencana privat, penyediaan servias
dan pembagian kembali barang-barang, penyelesaian perselisihan di luar jalur reguler.
Fungsi langsung yang bersifat sekunder, mencakup:
1.

prosedur perubahan hukum, meliputi antara lain: constitution making bodies, parliements,
local authorities, administrative legislation, custom, judicial law-making, regulations made by
independent public bodies dan lain-lain.

2.

prosedur bagi pelaksana hukum

Fungsi Tidak Langsung
Termasuk di dalam fungsi hukum yang tidak langsung ini adalah memperkuat atau memperlemah
kecenderungan untuk menghargai nilai-nilai normal tertentu, sebagai contoh:
1.

kesucian hidup

2.

memperkuat atau memperlemah penghargaan terhadap otoritas umum

3.

mempengaruhi perasaan kesatuan nasional

4.

dan lain-lain.

Fungsi Hukum Menurut Tokoh Indonesia
Menurut pendapat Soedjono Dirjosisworo
1.

Fungsi hukum sebagai alat ketertiban dan ketentraman masyarakat

2.

Sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan

3.

Sarana penggerak pembangunan

4.

Fungsi kritis dari hukum bahwa daya kerja hukum tidak semata-mata melakukan pengawasan
kepada aparatur pengawas, aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukumnya.

Menurut Sunaryati Hartono
1.

Hukum sebagai pemeliihara ketertiban dan keamanan

2.

Sebagai sarana pembangunan

3.

Sarana penegak keadilan

4.

Sarana pendidikan kepada masyarakat

Seminar hukum Nasional IV (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1980:61) menyatakan bahwa
fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan ialah:
1.

Sebagai pengatur, penertib dan pengawas kehidupan masyarakat

2.

Penegak keadilan dan pengayom warga masyarakat

3.

Penggerak dan pendorong pembangunan dan perubahan menuju masyarakat yang dicitacitakan

4.

Pengaruh masyarakat pada nilai-nilai yang mendukung usaha pembangunan

5.

Penjamin keseimbangan dan keserasian yang dinamis dalam masyarakat yang mengalami
perubahan cepatFactor integrasi antara berbagai sub system budaya bangsa

Fungsi hukum sebagai “a tool of social control”
Menurut Ronny Hantijo Soemitro (1984:134): Kontrol sosial merupakan aspek normatif dari kehidupan
sosial atau dapat disebut sebagai pemberi definisi dari tingkah laku yang menyimpang serta akibatakibatnya seperti larangan-larangan, tuntutan-tuntutan, pemindanaan dan pemberian ganti rugi.
Dari apa yang dikemukakan oleh Prof. Ronny di atas, kita dapat menangkap isyarat bahwa hukum bukan
satu-satunya alat pengendali atau pengontrol sosial. Hukum hanyala salah satu alat kontrol sosial dalam
masyarakat.

Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial dapat diterangkan sebagai fungsi hukum untuk
menetapkan tingkah laku mana yang dianggap merupakan penyimpangan terhadap aturan hukum, dan apa
sanksi atau tindakan yang dilakukan oleh hukum jika terjadi penyimpangan tersebut.
Olehnya itu Ronny (1984: 143) menuliskan bahwa: “Tingkah laku yang menyimpang merupakan
tindakan yang tergantung pada kontrol sosial. Ini berarti kontrol sosial menentukan tingkah laku yang
bagaimana yang merupakan tingkah laku yang menyimpang. Makin tergantung tingkah laku itu pada
kontrol sosial makin berat nilai penyimpangan pelakunya. Berat ringannya tingkah laku menyimpang itu
tergantung …….”
Menurut pendapat JS. Rouceek (1951: 31) yang menyatakan: “Mekanisme pengendalian sosial
(mechanisme of social control) ialah segala sesuatu yang dijalankan untuk melaksanakan proses yang
direncanakan maupun yang tidak direncanakan untuk mendidik, mengajak atau bukan memaksa para
warga agar menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang
bersangkutan”.
Jika kita ingin membuat suatu simpulan dari apa yang diuraikan di atas tentang hukum sebagai
pengendalian sosial, penulis dapat menyatakan bahwa:
1.

Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, tidaklah sendirian di dalam masyarakat,
melainkan menjalankan fungsi itu bersama-sama dengan pranata-pranata sosial lainnya yang
juga melakukan fungsi pengendalian sosial.

1.

Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial merupakan fungsi “pasif” di sini artinya
hukum yang menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat.

Meskipun demikian ada pakar yang ingin memberi pengertian yang lebih luas dari fungsi hukum selaku
alat pengendalian sosial, salah satunya Bronishlaw Malinowski.
Malinowski antara lain berusaha menghilangkan kesan seolah-olah hukum hanya terdiri dari unsur
paksaan, tersirat dari tulisannya yang mengemukakan bahwa (1959:55): “The role of law stand out trom
the rest in that they are felt and regarded as the obligations of one person and the rightfull claims of
another. They are sanetioned not by a mere psychological motive, but by a definite social machinery of
binding force, based… upon mutual dependence, and realized in the equivalent arrangement f
recviprocal services”.
Sehubungan dengan fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial ini, masih ada hal lain menurut
penulis yang sangat perlu diketahui, yaitu:
1.

Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, dapt dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat
yang dewasa ini berwujud kekuasaan negara, yang dilaksanakan oleh “the ruling class” tertentu
atau suatu “elit” hukumnya biasanya berwujud hukum tertulis atau perundang-undangan.

1.

Fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, dapat juga dijalankan sendiri “dari bawah”
oleh masyarakat itu sendiri. Hukumnya biasa terwujud tidak tertulis atau hukum kebiasaan.

Terlaksana atau tidak terlaksananya fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, ditentukan oleh dua
hal:
1.

faktor aturan hukumnya sendiri

2.

faktor pelaksana (orang) hukumnya

Fungsi hukum sebagai “ a tool of social engineering”
Konsep hukum sebagai “ a tool of social engineering” selama ini dianggap sebagai suatu konsep yang
netral, yang dicetuskan oleh Roscoe Pound. Konsep “a tool of social engineering” ini bisa diperhadapkan
dengan konsep hukum yang lain, antara lain konsep yang diajarkan oleh aliran historis dari Friederich
Karl von Sabigny.
Aliran historisnya Sabigny berpendapat bahwa hukum merupakan ekspresi dari kesadaran hukum, dari
“volksgeist”, dari jiwa rakyat. Hukum pada awalnya lahir dari kebiasaan dan kesadaran hukum
masyarakat, kemudian dari putusan hakim, tetapi bagaimanapun juga diciptakan oleh kekuatan-kekuatan
dari dalam yang bekerja secara diam-diam, dan tidak oleh kemauan sendiri legislatif. Konsep hukum
aliran historis ini, jika dikaitkan dengan masyarakat-masyarakat yang masih sederhana, memang masih
tepat, karena dalam masyarakat yang masih sederhana tidak terdapat peranan legislatif, seperti pada
masyarakat modern saat ini. Peranan hukum kebiasaanlah yang menonjol pada masyarakat sederhana.
Berhadapan dengan konsep aliran historis ini, maka Roscoe Pound mengemukakan konsep “a tool of
social engineering” yang memberikan dasar bagi kemungkinan ditemukannya hukum secara sadar untuk
mengadakan perubahan masyarakat.
Pengertian “a tool of social engineering” atau “sosial engineering by law” dikemukakan oleh Soerjono
Soekamto (1977: 104-105): “… hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, dalam arti bahwa
hukum mungkin dapat digunakan sebagai alat oleh agent of change. Dan agent of change atau pelopor
perubahan adalah seseorang atau kelompok yang mendapat kepercayaan dari masyarakat sebagai
pemimpin atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor perubahan memimpin masyarakat dalam
mengubah sistem sosial dan di dalam melaksanakan hal itu langsung tersangkut dalam tekanan-tekanan
untuk mengadakan perubahan, dan bahkan mungkin menyebabkan perubahan-perubahan pula pada
lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya. Suatu perubahan sosial dikehendaki atau direncanakan, selalu
berada di bawah pengendalian serta pelopor perubahan tersebut”.
Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu,
dinamakan “social engineering” atau “planning”.
Roscoe Pound sendiri (dalam Satjipto Rahardjo 1979: 148-149) memberikan gambaran tentang apa yang
sebenarnya diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh penggunaan hukum sebagai “alat rekayasa
sosial”, sebagai berikut:
1.

Mempelajari efek sosial yang nyata dari lembaga-lembaga serta ajaran-ajaran hukum,

1.

Melakukan studi sosiologis dalam rangka mempersiapkan perundang-undangan. Membuat
undang-undang dengan cara membanding-bandingkan selama ini dianggap sebagai cara
bijaksana. Namun demikian adalah tidak cukup jika kita hanya membanding-bandingkan satu
peraturan dengan yang lain-lain. Hal yang lebih penting lagi adalah untuk mempelajari
bagaimana ia beroperasi di masyarakat serta efek yang ditimbulkannya apabila ada, untuk
kemudian dijalankan.

1.

Melakukan studi tentang bagaimana membuat peraturan-peraturan hukum menjadi efektif.
Selama ini tampak orang menganggap apabila peraturan sudah dibuat, maka ia akan bekerja
dengan sendirinya. Suatu studi yang serius tentang bagaimana membuat peraturan-peraturan
perundang-undangan serta keputusan pengadilan yang demikian banyak itu menjadi efektif,
merupakan suatu keharusan.

1.

Memperhatikan sejarah hukum, yaitu bahwa studi itu tidak hanya mengenai bagaimana
ajaran-ajaran itu terbentuk dan mengenai bagaimana ajaran-ajaran itu berkembang yang
kesemuanya dipandang sekadar sebagai bahan kajian hukum, melainkan tentang efek sosial apa
yang ditimbulkan oleh ajaran-ajaran hukum itu pada masa lalu dan bagaimana cara timbulnya.
Studi itu adalah untuk menunjukkan bagaimana hukum pada masa lalu itu tumbuh dari kondisi
sosial, ekonomi dan psikologis, bagaimana ia menyesuaikan diri kepada semuanya itu, dan
seberapa jauh kita dapat mendasarkan atau mengabaikan hukum itu guna mencapai hasil yang
kita inginkan.

1.

Pentingnya melakukan penyelesaian individual secara ketemu nalar selama ini masih sering
dikorbankan demi mencapai suatu tingkat kepastian yang sebetulnya tak mungkin (aliran ini)
menerima kehadiran peraturan hukum sebagai pedoman yang umum bagi para hakim yang akan
menuntunnya ke arah hasil yang adil, tetapi mendesak agar dalam batas-batas yang cukup luas
hakim harus bebas untuk mempersoalkan kasus yang dihadapinya, sehingga dengan demikian,
bisa memenuhi tuntutan keadilan diantara pihak-pihak yang bersengketa dan bertindak sesuai
nalar yang umum dari orang awam itu.

1.

Pada akhirnya, semua tuntutan tersebut di atas hanyalah sarana-sarana untuk mencapai suatu
tujuan, yaitu tentang bagaimana mengusahakannya secara lebih efektif agar tercapai tujuantujuan itu.

Penggunaan atau pemfungsian hukum sebagai alat rekayasa sosial hanya dimungkinkan dalam wujud
sistem hukum modern yang lebih banyak menggunakan aturan hukum tertulis alias peraturan, yang lebih
banyak mengandalkan derajat kepastian pada sifat tertulisnya peraturan tersebut. Hal ini nanti akan kita
lihat perbedaannya dengan sistem hukum Anglo Sakson yang mengandalkan kepastian pada keterikatan
pada preseden.
Terakhir yang penting kita ketahui dalam fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial, adalah bahwa
terjadinya perubahan sosial tidak mungkin semata-mata dilakukan oleh hukum, sehingga kalau kita ingin
melihat sudut kemampuan hukum untuk melakukan suatu “initial push” (istilah dari Arnold M. Rose).

Terjadinya perubahan sosial melalui suatu proses yang cukup kompleks serta tidak merupakan hasil
hubungan yang langsung antara suatu faktor tertentu dengan suatu kejadian. Kompleksitas ini misalnya
ditunjukkan melalui kemampuan suatu akibat untuk juga mempengaruhi dan memodifikasi penyebabnya.
Jadi peranan hukum yang diharapkan sebagai alat untuk mengubah masyarakat sebagai alat rekayasa
sosial, tidak lain menempatkan hukum itu sebagai motor yang nantinya akan menyebarkan dan
menggerakkan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum tersebut. Jadi bekerjanya hukum bukan hanya
merupakan fungsi perundang-undangan belaka, melainkan juga akitivitas birokrasi pelaksanaannya.
Di dalam memfungsikan hukum sebagai alat rekayasa sosial, di bidang legislatif hendaknya jangan
sampai memproduk “a sweeping legislation”. Yang dimaksud sebagai “a sweeping legislation” oleh
Gubernur Myrdal ini adalah suatu produk legislatif yang pembuatannya dilakukan secara tergesa-gesa,
tanpa memperhatikan faktor non hukum, sehingga kelak produk legislatif itu tidak efektif setelah
diberlakukan.
Fungsi hukum sebagai simbol
L.B. Curzon (1979: 44) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan simbolis adalah“Involves the
process whereby persons consider in simple term the social relationships and other phenomena arising
from their interaction…”
Tampaknya apa yang dikemukakan oleh Curzon di atas dapat penulis setujui, karena memang simbolis itu
mencakupi proses-proses dalam mana seseorang menerjemahkan atau menggambarkan atau mengartikan
dalam suatu istilah yang sederhana tentang perhubungan sosial serta fenomena-fenomena lainnya yang
timbul dari interaksinya dengan orang lain. contohnya dalam hukum: seseorang yang mengambil barang
orang lain dengan maksud memiliki, dengan jalan melawan hukum, oleh hukum pidana disimbolkan
sebagai tindakan pencurian yang seyogyanya dihukum. Mungkin karena itulah, sehingga Barkun M. (law
without sanction, 1986: 13) menuliskan bahwa hukum itu tidak lain adalah:“as that system of
manipulable symbols that functions as a representations, as a model of social structure”.
Dalam kaitan dengan fungsi hukum sebagai simbol, menarik untuk mengetahui apa yang dikemukakan
oleh Arnold (Curzon, 1979: 44) bahwa “…that the greatest strength of the law may be its escape from
reality, that is, its abstract, symbolic nature and from. Abstract ideals … need tor their acceptance
symbolic conduct by institution. The prosedures of the court (ceremonies), their dramatic presentation of
symbolic inter-action within society, are examples of the ideals of the law “made concrete” in relatively
simple comprehensible terms”.
Fungsi hukum sebagai “a political instrument”
Hukum dan politik memang sulit dipisahkan, khususnya hukum tertulis mempunyai kaitan langsung
dengan negara. Karena itulah Curzon menyatakan bahwa: “The close connections between law dan
politics, between legal principles and the institution of the law, between political ideologies and
government institutions are obvius…”. Sejauhmana hukum itu dapat dijadikan sebagai alat politik?
Pandangan kaum dogmatik adalah bahwa fungsi hukum sebagai alat politik tidak merupakan gejala

universal, melainkan hanya ditemukan pada negara-negara tertentu dengan sistem tertentu. Mereka
menganggap konsep negara hukum melarang hukum dijadikan sebagai alat politik, merupakan hal yang
universal. Apalagi jika dikaitkan dengan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial, maka peranan
penguasa politik terhadap hukum adalah sangat besar.
Dalam sistem hukum kita di Indonesia, undang-undang adalah produk bersama DPR dan pemerintah.
Kenyataan ini tak mungkin disangkal betapa para politisilah yang memprodukkan undang-undang
(hukum tertulis).
Pandangan bahwa hukum tak mungkin dipisahkan sama sekali dari politik, bukan hanya pandangan juris
yang beraliran sosiologis, tetapi bahkan pencipta ‘the pure theory of law”, Hans Kelsen, yang antara lain
mengemukakan (dikutip dari Purnadi dan Soerjono, 1983: 12) bahwa: (Pemisahan poitik secara tegas
sebagaimana dituntut oleh ajaran murni memang hukum, hanya berkaitan dengan ilmu hukum, dan bukan
dengan obyeknya yaitu hukum. Dengan tegas dikatakan hukum tidak dapat dipisahkan dengan politik).
hukum tidak mungkin dipisahkan dengan politik. Terutama pada masyarakat yang sedang membangun,
dimana pembangunan tidak lain merupakan keputusan