Problematika Berpikir Kritis dan Kreatif

Maret 2016

PROBLEMA KEMAMPUAN BERFIKIR KRITIS DAN KREATIF DALAM
PEMBELAJARAN SEJARAH
Essay
oleh
Masyithoh Nurul Haq
(Mahasiswi Program S1 Pendidikan Sejarah)
Berfikir Kritis
Kemampuan berfikir kritis dalam sejarah adalah kemampuan mencari sumber informasi yang
valid, mengumpulkannya, mengelompokkan / mengklasifikasikan sumber tersebut, menentukan
dan melihat hubungan antar sumber dan informasi itu, memberikan makna terhadap hubungan
itu, sampai pada kemampuan membangun cerita darinya (Harris, dalam Hasan, tt, hlm. 34).
Bahkan lebih jauh dari itu adalah kemampuan mencerna berbagai pengalaman sejarah yang
berhubungan dengan kehidupannya saat itu hingga menghasilkan solusi yang berarti untuk itu.
Masalah Pembelajaran Kritis
Banyak terjadi kesimpangsiuran informasi yang diperoleh siswa mengenai kebenaran sejarah
yang sedang dipelajarinya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan penyajian informasi dari penulis
dan penerbit buku yang berbeda padahal tema yang diangkat adalah pokok yang sama, karena ini
siswa sering menganggap sebelah mata informasi sejarah karena kebenaran informasi tersebut
bisa selalu berubah sekehandak penyusun buku (Febriyanti, 2013). Maka di sini kekritisan

pendidik dan peserta didik diuji untuk bisa melihat keragaman bentuk interpretasi sejarawan
dalam menulis historiografi mereka masing-masing, juga keragaman pengambilan sumber dari
penulis buku tersebut.
Masalah lain yang berkaitan dengan cara fikir kritis adalah akibat penerapan pendekatan
interdisipliner dalam pembelajaran yang membuat kemampuan berfikir kritis justru menjadikan
peserta didik tidak bisa menghubungkan materi pendidikan sejarahnya dengan kehidupan
sehari-hari, pembelajaran kritis sebatas pada materi di kelas saja, dan dengan menggunakan

1

Maret 2016

pendekatan interdisipliner ini justru berakhir pada hafalan peserta didik akan hubungan
pengalaman sejarah dengan pendekatan ilmu-ilmu lainnya tanpa betul-betul paham seperti apa
manfaat dibuatnya hubungan itu dalam pemecahan masalah kehidupan sehari-hari. (Hasan, tt,
hlm. 30)
Ideal Pembelajaran Kritis dalam Sejarah
Idealnya pendidikan sejarah mampu mencetak generasi peserta didik yang memiliki kualifikasi
seperti tujuan ideal pengembang pendidikan di negeri ini, yaitu lahirnya manusia-manusia yang
cerdas. Karena memang pendidikan sejarah berpotensi untuk melakukan itu, seperti yang

diungkapkan Hasan (2008a dalam Hasan, tt, hlm. 5) bahwa pendidikan sejarah memiliki potensi
untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis, rasa ingin tahu, berfikir kreatif, sikap
kepahlawanan,

kepemimpinan,

kebangsaan,

kepedulian

sosial,

mengolah,

dan

mengomunikasikan informasi. Potensi-potensi tersebut adalah potensi yang juga dimiliki
manusia cerdas yang dituju. Kemampuan / sikap kritis sendiri merupakan dasar dalam berfikir
keilmuan ataupun lebihnya berfikir di masyarakat yang sangat komperhensif.
Terlebih jika pembelajaran itu sudah pada jenjang SMA dimana pendekatan berfikir disiplin ilmu

menjadi kepedulian yang tinggi maka kemampuan berfikir haruslah sangat tinggi. Kemampuan
berfikir yang tinggi pada jenjang ini menjadi syarat utama untuk hidup lebih baik di masyarakat
dan keberhasilan pendidikan di perguruan tinggi. Dalam melakukan pembelajaran sejarah yang
bersifat interdisipliner maka peserta didik akan memerlukan kemampuan berfikir yang cukup
tinggi, yaitu cara berfikir disiplin-disiplin ilmu lain dengan menjadikan sejarah sebagai
‘organizing element’. (Hasan, 2008, hlm. 30)
Berkenaan dengan tujuan pendidikan kita dalam mencetak manusia cerdas, maka ada memori
dalam diri tiap individu yang paling berperan dalam hal ini, yaitu yang sering diistilahkan
dengan memori cerdas. Memori ini dapat berkembang sebagai hasil proses pendidikan yang
panjang dan terus menerus mengenai berfikir kritis. Sementara kemampuan berfikir kritis adalah
suatu habit (kebiasaan) yang harus dikembangkan melalui pendidikan dalam suatu proses yang
panjang, terus menerus, dan berkesinambungan sebagaimana halnya dengan pendidikan yang
mengembangkan katerampilan, nilai, dan sikap. Disamping memerlukan proses panjang

2

Maret 2016

kemampuan berfikir kritis ini juga butuh penguatan sehingga nantinya bisa menjadi kebiasaan
yang mengkarakter (characterization) yang menjadi bagian dari jati diri peserta didik. (Hasan,

2008, hlm. 31)
Manusia cerdas adalah manusia yang belajar dari pengalaman dirinya untuk suatu keputusan,
tindakan, sikap, dan prestasi yang lebih baik di masa depan. Untuk itu ia memerlukan
pengalaman, perhatian pada pengalaman tersebut, pertimbangan tentang yang dialaminya
berdasarkan bukti-bukti (bukan emosi), serta kemampuan analisis tentang apa yang salah dan
yang perlu diperbaiki dari bukti-bukti pengalaman itu sehingga dapat memilih dan
mempertimbangkan apa yang masih relevan dan bisa dikembangkan di masa kini dan masa
mendatang. (Hasan, 2008, hlm. 33)
Solusi Problema Berfikir Kritis dalam Sejarah
Sehingga solusi yang bisa dilakukan oleh seorang guru guna membentuk kecerdasan kritis pada
peserta didik ini adalah dengan berupaya memberikan kesempatan belajar peserta didik dari
pengalaman-pengalaman hidup manusia yang tercatat dalam sejarah (bukan dengan
menghafalnya).
Untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis sehingga mengkarakter maka peserta didik
yang belajar sejarah juga harus berlatih sejak awal, alternatif yang paling mudah adalah dengan
mengikiti pelajaran sejarah di sekolah dari SD, SMP, SMA, bahkan perguruan tinggi. Jika tidak
seperti ini maka pendidikan sejarah hanya akan menjadi beban hafalan peserta didik, tidak
menjadikan peserta didik cerdas melainkan hanya banyak tahu, dan tidak pula mampu
mengembangkan semangat kebangsaan yang penuh daya saing positif. Bahkan mungkin bukan
hanya dengan mempelajari sejarah di setiap jenjang, pembentukan berfikir kritis juga harus

dikembangkan melalui setiap pokok bahasan sehingga terbentuk suatu kesinambungan dan
melalui berbagai mata pelajaran sehingga terjadi proses penguatan kebiasaan dalam setiap
bidang, dan ini semua kemudian menjadi tugas para penyusun dan penerap kurikulum yang ada.
(Hasan, 2008, hlm. 31-32)
Pemilihan model pembelajaran yang tepat dan baik juga dapat merangsang daya kritis peserta
didik. Model pembelajaran adalah bentuk kegiatan yang digunakan untuk menyampaikan bahan

3

Maret 2016

ajar dari guru kepada siswa, berikut beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan guna
mencapai tujuan tersebut:
1. Model Pembelajaran Example Non Example
Yaitu model pembelajaran menggunakan media gambar dalam penyampaian materi
pembelajarannya, hal ini bisa mendorong peserta didik untuk belajar berfikir kritis dengan
memanfaatkan

kemampuan


imajinasinya,

ia

dituntut

untuk

mampu

memecahkan

permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam contoh-contoh gambar yang disajikan,
model inipun memberi kesempatan peserta didik untuk mengemukakan pendapatnya. Hanya
masalahnya mungkin, tak semua materi dapat disajikan dalam bentuk gambar. (Daruisama,
2014)
2. Model Pembelajaran Picture Picture
Hampir sama dengan model sebelumnya, di mana model ini juga menggunakan media gambar
sebagaimana namanya, hanya saja model ini tidak hanya menampilkan satu gambar saja tapi
lebih dari itu, di mana peserta didik nanti akan diminta untuk menyusun / mengurutkan banyak

gambar itu hingga membentuk cerita / urutan yang kronologis dan logis, tentu ini bisa
meningkatkan daya nalar dan fikir peserta didik dalam menganalisa masing-masing gambar.
Sajian gambar bisa dalam bentuk kartu atau tampilan visual yang diproyeksikan. Kendalanya
mungkin sama dengan model sebelumnya di mana tidak semua meteri mampu direpresentsikan
dalam bentuk gambar. (Istarani, 2011, hlm. 8)
Banyak lagi model yang bisa meningkatkan daya kritis peserta didik tinggal kembali pada guru
yang bersangkutan hendak memilih yang mana berdasarkan kesanggupan, efektivitas
penyelenggaraan dan pertimbangan lain sesuai kondisi pengajaran yang ada. (Uno, 2008, hlm. 2)
Pembelajaran kritis juga bisa diupayakan lewat pemilihan metode pembelajarannya, karena
upaya peningkatan daya kritis peserta didik tidak bisa hanya terus dengan ceramah di kelas,
pendidik perlu inovasi lebih yang harus ia lakukan.
Pemilihan metode diskusi sebagai implementasi rencana kegiatan yang nyata dan praktis juga
bagus dalam upaya ini. Karena lewat metode ini peserta didik dihadapkan pada masalah (yang
bisa berupa pertanyaan ataupun pernyataan) yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama. (Daruisama, 2014)

4

Maret 2016


Dalam metode ini akan lahir interaksi antar individu yang terlibat tukar menukar pengalaman
dan informasi secara aktif, di mana sifat kritis peserta didik dipaksa untuk keluar guna
menyelesaikan masalah-masalah itu. Hanya saja kelemahan metode ini membuat peserta didik
tidak bisa melakukan pencarian informasi lebih untuk tema di luar yang ditugaskan pada
kelompoknya, juga tidak bisa diberikan pada kelompok besar karena dipandang akan kurannya
pengontrolan dan efektivitas.
Solusi lainnya bisa dengan mengikuti pendapat Harris (2010 dalam Hasan, tt, hlm. 32) yaitu
dengan menguasai dan memiliki empat atribut pemikiran kritis itu sendiri yaitu analisis
(analysis), perhatian (attention), kesadaran (awareness), dan pemberian pertimbangan yang
independen.
Pembelajaran Kreatif: Masalah dan Bentuk yang Seharusnya
Pembelajaran sejarah di sekolah dirasa membosankan karena dianggap memaksakan siswa untuk
menghafal nama-nama tokoh, peristiwa, dan tahun-tahun berlangsungnya suatu peristiwa.
Terlebih, menjadi suatu yang sangat membosankan ketika pengajarannya guru terasa seperti
dongeng pengantar tidur yang membuat siswa mendengarkan sambil terkantuk-kantuk.
Pembelajaran sejarah menjadi yang ditinggu-tunggu oleh siswa karana pengejaran yang
menyentuh pengelaman siswa dan tersaji secara menarik tanpa menjadikan sejarah seperti
tuntutan / beban materi yang cepat-cepat harus dituntaskan pada siswa. Pembelajaran yang tidak
monoton, sehingga betul-betul menerapkan metode pembelajaran sesuai perencanaan dalam RPP
yang ada.

Solusi Masalah Guna Membentuk Pembelajaran Sejarah Kreatif
Berikut ada 10 pembelajaran kreatif yang coba diusulkan Febriyanti (2013), yaitu:
1. Pendidik dapat memasukkan tayangan-tayangan visual berupa video, gambar, peta, atau poster
yang berkaitan dengan materi yang ada. Misalnya, menampilkan tayangan keadaan peradaban
sungai indus dan keadaan sungai tersebut hari ini saat menjelaskan materi peradaban asia kuno,
ini akan meningkatkan semangat peserta didik untuk lebih menghargai sejarah.
2. Bisa juga lewat lagu, guru sejarah bisa bekerja sama dengan guru seni musik untuk

5

Maret 2016

mengaransemen lagu bertema sejarah / mengambil lagu berlatar sejarah yang sudah ada.
3. Model pembelajaran role playing atau drama bisa juga digunakan guru untuk membuat materi
sejarah lebih hidup bagi peserta didik, kelemahan menyita waktu bisa ditangani guru dengan
memberi tambahan waktu di luar jam pelajaran, atau membebaskan latihan di luar dan
menempatkan pentasnya saja yang diselenggarakan di kelas, atau juga bisa dengan meminta
tugas proyeksinya (berupa video) saja yang dikumpulkan, sehingga tidak perlu menyita waktu
pembalajaran dan diskusi di kelas.
4. Ada juga model Make a Match (memasangkan pertanyaan dan jawaban) yang menarik

dilakukan, di sini guru membuat potongan-potongan kertas kecil yang berisi pertanyaan dan
jawaban yang ditebar di lapangan / di ruang kelas yang luas, kemudian peserta didik berebut
mencari pasangannya.
5. Membuat presentasi power point yang menarik dengan animasi, video, musik, mind map, dan
dengan warna yang menarik, tapi tentu saja masih jelas untuk dibaca peserta didik.
6. Membuat kuis dalam bentuk swf yang bisa dikerjakan langsung di komputer yang ada di lab
komputer, di sini berarti guru sejarah bisa bekerja sama dengan guru TIK.
7. Bisa juga menggunakan model permainan 'Talking Stick', permainan ini menggunakan tongkat
yang digilir ke semua peserta didik dengan bantuan lagu / musik, jika lagu berhenti maka tongkat
berhenti, maka peserta didik yang memegang tongkat terakhir ia harus menjawab pertanyaan dari
guru, tongkat bisa diganti dengan benda apapun tergantung dari pengembangan guru itu sendiri.
8. Sesekali guru bisa meminta peserta didik untuk membuat puisi kemerdakaan yang
menghadirkan suasana heroik dalam kelas
9. Pergi / melakukan studi sesekali di museum juga sangat baik untuk mendorong mereka
mengikuti komunitas pencinta sejarah, menggunakan museum sebagai lokasi latar foto buku
akhir tahun juga bisa menjadi kenangan bagi siswa yang sulit dilupakan.
10. Mengundang narasumber (tokoh pelaku / saksi) sejarah juga layak jadi pilihan
pengembangan pembelajran yang kreatif, di mana siswa dapat merasa terbawa dan ikut
bertanggung jawab atas peristiwa sejarah yang didengarnya langsung dari sang narasuber, belum
lagi jika mereka diminta membuat tulian dari pengalama sang narasumber dan ditantang untuk

membuat yang terbaik karena akan dilombakan dengan tulisan terbaik nanti akan dipajang di

6

Maret 2016

mading sekolah dan mendapat penghargaan dari sekolah, misalnya.
11. Kreativitas dalam pembelajaran sejarah juga dapat dilakukan dengan menerapkan ‘if history’
sehingga peserta didik dapat melakukan kajian mengenai konsekuensi dari sebuah peristiwa
sejarah yang dibuat dalam bentuk ‘if history’. (Hasan, tt, hlm. 6)
Sumber:
Daruisama, Naru. (2014). Model dan Metode dalam Pembelajaran Sejarah [online]. Diakses
dari: http://www.idsejarah.net/2014/11/model-dan-metode-dalam-pembelajaran.html. [04
Maret 2016].
Febriyanti, Rosiana. (2013). Pembelajaran Sejarah yang Kreatif [online]. Diakses dari:
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/13/03/18/mjqfjl-pembelajaran-s
ejarah-yang-kreatif#. [04 Maret 2016]
Hasan, S. Hamid. (2008). Pengembangan Kompetensi Berfikir Kritis dalam Pembelajaran
Sejarah [online]. Makalah disajikan pada Seminar IKAHIMSI UPI Bandung. Diakses dari:
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/194403101967101-SAID_HA
MID_HASAN/Makalah/Beberapa_Problematik_Dalam_Pendidikan_Sejarah.pdf,

[05

Januari 2016]
Hasan,

S.

Hamid.

(tt).

Problematika

Pendidikan

Sejarah

[online].

Diakses

dari:

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJARAH/194403101967101-SAID_HA
MID_HASAN/Makalah/Beberapa_Problematik_Dalam_Pendidikan_Sejarah.pdf.

[05

Januari 2016]
Istarani. (2011). 58 Model Pembelajaran Inovatif Referensi Guru dalam Menentukan Model
Pembelajaran.. Medan: Media Persada.
Universitas Pendidikan Indonesia. (2014). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Pendidikan

Indonesia

Tahun

2014

[online].

Diakses

dari

http://www.academia.edu/9805012/Pedoman_Penulisan_Karya_Ilmiah_Universitas_Pendid
ikan_Indonesia_Tahun_2014. [1 Maret 2015]
Uno, Hamzah. B. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara

7