Perang dan Damai dalam Diplomasi

PERANG DAN DAMAI DALAM DIPLOMASI

KELOMPOK III
A. ST CHADIJAH FITRIAHNINGSIH (E13111257)
BASRI HASANUDDIN LATIEF

(E13111258)

CHAERUNNISA A.R

(E13111259)

DIDIN ARDIANSYAH RAHMAT
IMMANUEL CHRISSANDI
MEUTHIA NURFADILLAH
MUHAMMAD HAYDHAR B

ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN


2014

2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perang dan Damai dalam
Diplomasi”.
Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
dan Praktik Diplomasi, selain itu sebagai bahan acuan pembelajaran bagi orang-orang
yang ingin mengetahui bagaimana peran penting diplomasi dalam hubungan
internasional terutama yang sangat sensitive seperti perang dan damai.
Kami menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan,
sehingga kami sangat memohon kritik dan saran agar kami dapat berkembang serta
dapat menciptkan makalah-makalah yang lebih baik dari ini.
Sekian dan terima kasih.
Makassar, 5 Maret 2014

Kelompok 3


1

DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAMAI, PERANG DAN DIPLOMASI .................. 3
1. Damai ............................................................................................ 3
2. Perang ........................................................................................... 5
3. Diplomasi ...................................................................................... 6
B. KORELASI ANTARA DIPLOMASI DENGAN PERANG DAN
DAMAI ............................................................................................... 8
C. DIPLOMASI DALAM MENCAPAI PERDAMAIAN ..................... 10
D. GAGALNYA DIPLOMASI SEHINGGA TERJADINYA
KONFLIK SAMPAI PEPERANGAN ............................................... 16
BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 21

2

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak munculnya Negara kota dalam zaman Yunani kuno, secara literatul
perang mulai diceritakan, mulai dari penyebab, kronologi sampai dampak yang
ditinggalkan sampai masa tertentu bahkan sampai sekarang. Perang – perangpun
mewarnai coretan – coretan ilmu pengetahuan di buku sejarah yang kita baca dan
pelajari. Perang – perang yang mempunyai dampak yang cukup hebat ini
membuat orang berfikir bahwa ada sebuah cara untuk menyelesaikan permasalah
tanpa mengokang senjata yang jelas menimbulkan korban yang banyak. Sejak
saat itulah muncul yang namanya diploun yang kemudian berkembang menjadi
diplomasi.
Diplomasi ini pun dulunya dianggap sebagai tanda akan memulai perang
tetapi seiring berkembangnya zaman diplomasipun di lakukan untuk menghindari
kontak fisik yang terjadi. Karena hamper seluruh orang akan menginginkan dunia
dimana orang dapat terbebas dari rasa ketakutan akan konflik terutama perang.

Tetapi kita harus paham sebenarnya apa korelasi dari diplomasi, perang dan
damai ini. Untuk itulah di dalam makalah ini kami membahas tiga konsep di atas
dan mencoba untuk menyambungkannya dengan kata lain membuat tiga konsep
tersebut saling berkaitan satu sama lain secara lebih detail.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang Dimaksud dengan damai, perang dan diplomasi?
2. Bagaimanakah Korelasi Diplomasi terhadap Perang dan Damai?
3. Bagaimanakah peran diplomasi untuk mencapai perdamaian?
4. Apakah kegagalan diplomasi merupakan tanda terjadinya konflik dan perang?

1

C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui konsep damai, perang dan diplomasi.
2. Untuk Mengetahui korelasi antara diplomasi dengan perang dan damai
3. Untuk Mengetahui peran diplomasi untuk mencapai perdamaian.
4. Untuk mengetahui korelasi antara gagalnya diplomasi dan perang.

2


BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAMAI, PERANG, DAN DIPLOMASI
1. Damai
Damai memiliki banyak arti: arti kedamaian berubah sesuai dengan
hubungannya dengan kalimat. Perdamaian dapat menunjuk ke persetujuan
mengakhiri sebuah perang, atau ketiadaan perang, atau ke sebuah periode di
mana sebuah angkatan bersenjata tidak memerangi musuh. Damai dapat juga
berarti sebuah keadaan tenang, seperti yang umum di tempat-tempat yang
terpencil, mengijinkan untuk tidur atau meditasi. Damai dapat juga
menggambarkan keadaan emosi dalam diri dan akhirnya damai juga dapat
berarti kombinasi dari definisi-definisi di atas.
Sebuah definisi yang sederhana dan sempit dari damai adalah ketiadaan
perang. (bahasa Roma kuno untuk damai adalah Pax yang didefinisikan
sebagai Absentia Belli, ketiadaan perang). Dengan definisi seperti ini, kita
dapat menganggap Congo, Sudan, dan mungkin Korea Utara dalam keadaan
damai karena mereka tidak sedang berperang dengan musuh dari luar,
penghentian permusuhan (perselisihan dsb); perihal damai (berdamai):
kongres sedunia.
Konsepsi damai setiap orang berbeda sesuai dengan budaya dan

lingkungan. Orang dengan budaya berbeda kadang-kadang tidak setuju
dengan arti dari kata tersebut, dan juga orang dalam suatu budaya tertentu.
Perdamaian adalah absennya kekerasan struktural atau terciptanya
keadilan sosial. Perdamaian dalam konsep ini meliputi semua aspek tentang
masyarakat yang baik, seperti: terpenuhinya hak asasi yang bersifat universal,
kesejahteraan ekonomi, keseimbangan ekologi dan nilai-nilai pokok lainnya.
Berdasarkan definisi tersebut kami menangkap definisi perdamaian disini
secara lebih luas, tidak hanya secara sempit menjelaskan definisi damai
sebagai ketiadaan perang, namun perdamaian disini ditekankan sebagai suatu

3

kondisi yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat (universal) yang
ditekankan pada terciptanya kondisi aman, tentram, adil, serta berkurangnya
atau bahkan tiadanya pelanggaran-pelanggaran terhadap hak asasi manusia di
dunia ini.
Kami setuju terhadap definisi damai yang lebih luas karena jelas damai itu
meliputi banyak aspek, seperti terwujudnya perlindungan terhadap hak asasi
manusia, keadilan sosial, kesejahteraan ekonomi, keseimbangan ekologi yang
dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. perdamaian tidak hanya

didefinisikan sebagai keadaan tidak adanya perang, karena definisi tersebut
terlalu sempit jika dilihat dari kondisi dunia saat ini yang kita tinggali.
Dimana kenyataannya memang sudah sangat berkurang sekali atau bahkan
sejauh ini sudah tidak ada lagi perang antar negara di dunia yang banyak
menyebabkan kerugian dalam skala besar baik ekonomi dan sosial.
Namun meskipun keadaan dunia saat ini telah menunjukkan kondisi
berkurangnya atau tidak adanya perang, namun apakah kondisi tersebut dapat
menjamin tercapainya keamanan global? Keamanan global disini saya
tekankan pada tercapainya segala aspek yang telah disebutkan tadi terhadap
seluruh lapisan masyarakat di dunia. Jika iya, maka kondisi dunia saat ini
dapat dikatakan telah damai, namun kenyataan yang saya lihat dalam
masyarakat saat ini masih saja dapat ditemukan banyaknya fenomenafenomena pelanggaran hak asasi manusia, terorisme yang hingga saat ini
menjadi masalah global serta penindasan dan kekerasan yang masih
merajalela dalam suatu negara.
Jika disimpulkan secara mudah, menurut saya damai itu adalah kondisi
dimana masyarakat di dunia itu mendapatkan perlakuan yang sama dan saling
diuntungkan antara manusia satu dengan yang lain, adanya jaminan
keamanan, perlindungan terhadap hak asasi manusia, sehingga tercipta
keharmonisan antara masyarakat di dunia.


4

2. Perang
Perang merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan politis dan
pelaksanaannya hanya bisa ditentukan oleh keputusan politis para pemimpin
negara, bukan para komandan militer. Pengertian perang dan kaitannya
dengan politik yang paling populer mungkin bisa diambil dari ungkapan
seorang pakar strategi klasik dari barat yaitu Carl von Clausewitz bahwa,
“…… (W)ar is not merely an act of policy but a true political instrument, a
continuation of political intercourse, carried on with other means. The
political object is the goal, war is the means of reaching it, and means can
never be considered in isolation from their purpose.” (On War, hal. 87) Disini
terlihat bahwa antara perang dan politik mempunyai keterkaitan yang sangat
erat, bahkan tidak bisa dipisahkan. Sama halnya dengan membicarakan perang
dan pertempuran, pembicaraan tentang strategi juga harus dibedakan dengan
pembicaraan tentang taktik, karena strategi mempunyai lingkup yang jauh
lebih luas dibandingkan dengan taktik. Pembahasan tentang strategi itu sendiri
juga tidak bisa dilepaskan dari pembahasan tentang politik.
Jadi perang merupakan sarana untuk mencapai tujuan politik, disamping
perang itu sendiri merupakan kelanjutan dari konflik politik yang

menggunakan cara lain. Kaidah universal yang lain yang juga harus
diperhatikan adalah bahwa perang haruslah di dasarkan pada keputusan politis
dan tujuan dari perang juga ditentukan oleh para pemimpin politik, bukan
pemimpin militer. Sun Tzu yang hidup pada masa jauh sebelum Clausewitz
dan dari belahan dunia yang berbeda ternyata juga memiliki penekanan yang
sama dalam pembahasan hubungan antara perang dan politik. Hal ini yang
lebih memperjelas universalitas kaidah perang.
Pelaksanaan perang itu sendiri bisa dilihat dari 3 sudut pandang hirarkhis,
yaitu tataran strategis, operasional dan taktis. Pada tataran strategis,
perang harus dilihat sebagai sebuah permasalahan yang merupakan bagian
dari hal-hal yang mengikuti proses hubungan antar negara. Pada tataran ini

5

juga perang harus dilihat sebagai sebuah hal yang sangat komplek, karena
melibatkan banyak unsur didalamnya, bahkan bisa dikatakan semua
komponen suatu bangsa bisa di gerakkan dalam rangka perang. Dalam hal ini,
seperti diuraikan diatas, mayoritas pakar strategi klasik dan modern sepakat
bahwa perang harus didasarkan pada kepentingan negara. Pada tataran
operasional, perang bisa dilihat dari aspek pengerahan kekuatan militer.

Dalam hal ini perang harus didasarkan pada perencanaan dan perhitungan
yang tepat untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pada level inilah terlihat
beberapa perbedaan sudut pandang antara para pakar strategi yang mungkin
banyak diakibatkan oleh pengaruh situasi, geografi, serta perkembangan
tekhnologi perang. Contoh yang bisa dikemukakan disini adalah ketika Sun
Tzu lebih memilih kemenangan tanpa pertempuran atau pertempuran
merupakan jalan terakhir, Clausewitz berpendapat bahwa pada berbagai
kondisi, perang merupakan cara yang paling efektif, atau bahkan bisa
merupakan satu-satunya cara untuk memperoleh kemenangan. Pada tataran
operasional ini Jomini berargumen bahwa perang harus dipersiapkan dan
direncanakan dengan menggunakan perhitungan-perhitungan yang cermat dan
rasional, sedangkan Machiavelli lebih melihat hal-hal yang tidak rasional yang
bisa mempengaruhi hasil dari peperangan, untuk itu Machiavelli menekankan
perlunya pemimpin militer memiliki intuisi.
3. Diplomasi
Kata diplomasi mengandung dua pengertian yang berbeda. Pertama, kata
diplomasi dipahami sebagai kata lain dari politik luar negeri. Kedua, kata
diplomasi dipahami sebagai perundingan (negosiasi). Pengertian ini merujuk
pada peristiwa-peristiwa perundingan antar Negara baik secara dua arah
antara dua negara (bilateral) maupun banyak arah (multilateral) yang

melibatkan banyak negara.
“The Oxford English Dictionary” memberi makna diplomasi sebagai
manajemen hubungan internasional melalui negosiasi yang mana hubungan

6

ini diselaraskan dan diatur oleh duta besar dan para wakil, bisnis atau seni
para pejabat. Menurut Chamber’s Twentieth Century Dictionary, diplomasi
adalah “the art of negotiation, especially of treaties between state; political
skill” (seni berunding, khususnya tentang perjanjian di antara negara-negara;
keahlian politik).
Sir Earnest Satow dalam bukunya Guide to Diplomatic Practice
mendefinisikan diplomasi sebagai “the application of intelligence and tact to
conduct of official relations between the government of independent states”
(penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antara
pemerintah negara-negara berdulat).
Harold Nicholson, seorang pengkaji dan praktisi pandai dalam hal
diplomasi, mengatakan bahwa kata diplomasi menunjukkan lima hal yang
berbeda, yaitu:
a. politik luar negeri
b. negosiasi
c. mekanisme pelaksanaan negosiasi tsb.
d. suatu cabang Dinas Luar Negeri
e. dalam arti baik mencakup keahlian dalam pelaksanaan negosiasi
internasional; dan dalam arti buruk mencakup tindakan taktik yang lebih
licik.
KM Panikkar dalam bukunya The Principle and Practice of Diplomacy
menegaskan merumuskan pengertian diplomasi yang dikaitkan dengan politik
internasional yaitu seni mengedepankan kepentingan suatu Negara dalam
hubungannya dengan Negara lain.
Dari berbagai penjelasan mengenai pengertian diplomasi, ada beberapa hal
penting yang harus diperhatikan dalam memahami diplomasi.
a. Unsur pokok diplomasi adalah perundingan (negosiasi).
b. Perundingan dilakukan untuk mengedepankan kepentingan negara.
c. Tindakan-tindakan diplomatik diambil untuk menjaga dan memajukan
kepentingan nasional sejauh mungkin bisa dilaksanakan dengan damai.

7

Bila gagal dengan cara damai, cara kekerasan (dengan menggunakan
kekuatan) sangat mungkin untuk digunakan.
d. Teknik atau strategi untuk menyiapkan perang. Hal ini didasarkan pada
keyakinan bahwa diplomasi tidak bisa dipisahkan dari perang.
e. Diplomasi berhubungan erat dengan tujuan politik luar negeri.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa diplomasi sangat erat dihubungkan
dengan hubungan antarnegara, seni mengedepankan kepentingan suatu negara
melalui negosiasi dengan cara-cara damai apabila mungkin, dalam
berhubungan dengan negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk
memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan
ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya.

B. KORELASI ANTARA DIPLOMASI DENGAN PERANG DAN DAMAI
Konflik adalah suatu kondisi sosial yang muncul ketika ada dua aktor atau
lebih yang mencoba untuk mewujudkan tujuan yang berbeda. Di dalam hubungan
internasional konflik sering terjadi diantara negara-negara karena adanya suatu
benturan kepentingan yang berbeda antara dua aktor atau lebih dan aktor-aktor
negara tersebut berusaha untuk menggunakan power-nya yakni dengan
mempengaruhi aktor lain guna tercapainya tujuan nasional negaranya. Bentuk
dari konflik yang sering terjadi di kalangan internasional berupa perang, genosida,
aksi vandalisme,persuasi, perkawinan politik, dll. Jadi pada saat konflik telah
terjadi maka perlu dilakukan suatu upaya untuk menyeleseikan konflik serta
mencegah penyebaran konflik.
Untuk menyeleseikan konflik antar negara secara internasional maka
diplomasi merupakan adalalah

salah satu sarana atau jalan tengah . Ketika

konflik terjadi dan para aktor telah menggunakan powernya maka keadaan
menjadi sangat tidak kondusif, sehingga diplomasi memiliki peran yang
berpengaruh terhadap kelangsungan konflik antar negara. Karena diplomasi
dianggap sebagai cara yang terbaik untuk menghindari tindak dan pemikiran
8

tentang kekerasan, jadi jalan akhir yang ditempuh adalah dengan bernegosiasi
untuk mencapai hasil penyeleseian masalah yang dihadapi.
Dalam realitanya, Diplomasi juga memiliki suatu bentuk kekebalan dan
keistimewaan dimana tujuan dari adanya keistimewaan dan kekebalan adalah
untuk menciptakan situasi yang efisien untuk menciptakan hubungan damai.
Dalam prinsipnya, Diplomasi memiliki tujuan yaitu agar konflik yang terjadi di
tataran internasional segera terseleseikan dan agar hubungan internasional
menjadi kondusif.
Untuk itulah diplomasi menggunakan 3 formula dalam menciptakan dan
menjaga

perdamaian

, yang pertama ialah peacemaking. Peacemaking

merupakan tindakan penegakan kembali perdamaian pasca konflik yang meliputi
pembentukan

perdamaian

dengan

cara

penyeleseian

sengketa

melalui

konsolidasi, mediasi dan arbritasi. Namun pihak ketiga tidak memiliki hak unutk
memutuskan dan pihak ketiga hanya menengahi bila terjadi suasana yang
memanas. Kemudian peacekeeping, merupakan tindakan penjagaan peridak
pecah kembali damaian agar tidak pecah kembali perang terbuka antara ppihak
yang bertikai dengan cara penempatan tentara untuk menjaga perdamaian di
daerah konflik. Pasukan untuk menajga perdamaian ini biasanya dilakukan oleh
negara-negara yang emmeilii tentara kuat dan di bawah pimpinan PBB. Yang
terakhir ialah peacebulding, merupakan kegiatan pembangunan kembali daerahdaerah yang mengalami kehancuran akibat terjadinya konflik. Sebelumnya harus
dilakukan identifikasi struktur-struktur lokal yang dapat digunakan untuk
memperkuat perdamaian untuk mengahindari agar tidak terjadi konflik.
Perdamaian memang sangat dibutuhkan mengingat tanpa adanya perdamaian,
negara-negara di dunia mungkin akan terus berperang karena banyaknya
perbedaan kepentingan negara yang harus selalu dipenuhi. Oleh karena itu,
diplomasi dihadirkan sebagai sarana untuk negara dalam mengambil keputusan
melalui berbagai jalur yang ditawarkan dalam hubungan internasional. Maka
jelaslah bahwa antara Diplomasi dan Perdamaian saling berkolerasi dalam
mewujudkan tata kehidupan internasional yang kondusif dan selaras.

9

C. DIPLOMASI DALAM MENCAPAI PERDAMAIAN
Langkah diplomasi untuk mencapai perdamaian dunia adalah dengan
menggunakan diplomasi preventif. Seperti kita ketahui, prinsip perdamaian dunia
sebenarnya tidak mengahendaki adanya suatu kekrasan dalam bentuk apapun,
apalagi bentuk serangan bersenjata yang diluncurkan kepada suatu negara.
Diplomasi preventif ada atau muncul setelah perang dingin atau diawal abad ke
20th. Diplomasi ini banyak dilakukan oleh negara-negara dunia ketiga yakni
negara yang merdeka dan diakui kedaulatannya setelah perang dingin, dan
dilakukan untuk mencegah berbagai konflik yang berpotensi perang senjata.
Diplomasi preventif secara umum digunakan untuk mencegah keterlibatan
negara-negara super power atau negara-negara besar dalam sebuah konflik lokal
maupun regional, karena negara-negara yang sedang berkonflik ingin
menyeleseikan masalahnya secara mandiri.
Mengenai definisi dari diplomasi preventif sendiri juga banyak ilmuan yang
turut menyumbangkan konsepnya untuk kelancaran studi diplomasi preventif.
Seperti Michael G.Roskin dan Nicholas O.Berry dalam bukunya The New World
of International Relations, lebih memandang diplomasi prefentif sebagai : Upayaupaya pihak ketiga untuk meredam sengketa sebelum menjadi kekerasan.3
Selain itu dalam buku “International Relations: the changingcontours of power”,
Donald M.Snow dan Eugene Brown menyatakan bahwa: diplomasi preventif
merujuk pada inisiatif diplomatik yang diambil untuk membujuk pihak-pihak
yang memiliki potensi untuk berperang agar tidak terlibat dalam permusuhan.
Dari pihak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mengungkapkan bahwa
definisi dari diplomasi preventif ialah sebuah langkah metode resolusi
perselisihan secara damai seperti yang disebutkan dalam Artikel 33 piagam PBB
yang diterapkan sebelum perselisihan melewati ambang batas untuk memicu
konflik. menurut PBB diplomasi preventif juga merupakan tindakan mencegah
sengketa agar tidak muncul, untuk mencegah sengketa yang ada dari
kemungkinan semakin meningkat menjadi konflik dan untuk membatasi
penyebaran konflik apabila telah terjadi.

10

Konsep diplomasi preventif sendiri sejak pertama kali diungkapkan oleh
Sekretaris Jenderal PBB yang kedua yakni Dag Hammarskjöld setengah abad
lalu yang diungkapkan pada pidato pembukaan untuk laporan tahunan
kelimabelas majelis umum di PBB. Diplomasi preventif ada dan dilakukan
karena menurut Mochamad Bedjaoui diplomasi ini memiliki 3 tujuan utama
yakni:
(1) Mencegah konflik antar pemerintah dan kelompok minoritas dalam suatu
negara,
(2) Mencegah perselisihan dan konflik secara terbuka,
(3) Mencegah penyebaran konflik sekecil-kecilnya apabila terjadi konflik.
Mengenai aktor yang berperan dalam diplomasi preventif ialah negara dan
organisasi internasional yang memiliki fungsi yang sama yakni mencegah
munculnya konflik.
Seperti layaknya diplomasi pada umumnya, secara harfiah diplomasi memiliki
fungsi yakni mencegah adanya perang dan untuk menjalin hubungan baik antar
negara-negara di dunia. Maka diplomasi preventif ada dan digunakan untuk
mencegah terjadinya sengketa dan penyebaran konflik antar negara oleh karena
diplomasi ini memiliki prinsip yang tertuang dalam hukum internasional yang di
muat oleh PBB.
Menurut Bedjaoui diplomasi preventif memiliki dua macam yakni diplomasi
preventif tradisional dan diplomasi preventif kontemporer. Diplomasi preventif
tradisional merupakan diplomasi yang dilakukan oleh suatu negara dalam rangka
unutk melindungi dirinya sendiri dan menjamin kepentingannya sendiri dan tidak
memperdulikan keamanan yang ada di sekitar negara. Sedangkan diplomasi
preventif kontemporer ialah diplomasi yang memberikan pemahaman kepada
negara- negara bahwa keamanan dan kepentingan area di sekitar merupakan hal
penting yang nantinya akan berpengaruh pada negara di sekitarnya. Diplomasi
preventif kontemporer memiliki tujuan utama yakni mewujudkan perdamaian
dunia secara global, kolektif dan universal. Namun tidak memberikan motivasi

11

terhadap negara yang tidak terkena ancaman secara nyata dalam geografis dan
politis.
Di era seperti sekarang ini masih terdapat atau dijumpai negara yang masih
belum menyadari

akan pentingnya keamanan dan perdamaian di sekitar

negaranya. Hal inilah yang memunculkankekurangan bagi diplomasi preventif
yaitu diplomasi preventif masih sering diragukan dan belum semua negara
menyadari adanya diplomasi preventif oleh karenanya diplomasi preventif masih
sulit dalam perkembanganya. Selain itu kekurangannya ialah dalam bentuk tidak
bisa diseleseikannya semua masalah yang ada contohnya kasus politik yang
tentunya membutuhkan penyelesaian secara politik, adanya ketidakpercayaan
dianatara pihak yang berkonflik, keterbatasan sumber daya di PBB dan adanya
anggapan jika diplomasi ini merupakan cara lama yang sudah tidak relevan
sehingga menghambat proses penyeleseian konflik. Disisi positifnya PBB
mengutarakan bahwa diplomasi ini dianggap sebagai cara yang efektif untuk
menyeleseikan krisis di dunia, dan penggunaan mediator juga menjadikan
diplomasi ini sebagai diplomasi yang mengalami perluasan konflik paling
mustahil. Karena pihak ketiga berusaha untuk mengakhiri konflik..
Dalam implementasinya diplomasi preventif meliputi beberapa aktivitas yakni
penemuan fakta mengenai konflik yang sedang terjadi antar negara, melakukan
mediasi dan tindakan pencgahan sengketa. Mengenai penyelidikan diplomasi ini
dilakukan dengan menyelidiki sebab dari konflik kemudian diadakan pendekatan
kepada para pihak yang sedang bersengketa agar konflik tidak memanas dan
menjadi perang terbuka. Untuk menjaga agar terhindar dari sengketa maka
dibutuhkan mediator sebagai penengah antar negara yang berkonflik. Contohnya
ialah pada kasus Kosovo dimana kasus yang terjadi alah pertiakaian antara etnis
Albania dan etnis Serbia. Diawali dari Milosevic yang melakukan pembersihan
etnis Albania, karena etnis ini memerangi etnis Serbia. PBB mengirimkan
UNMIK yang dibentuknya pada 10 juni 1999, mediator ini berasal dari dewan
keamanan PBB no 1244. UNMIK melakukan pemulihan keadaan dengan
membentuk pemerintahan sementara pasca lengsernya Milosevic, selain itu

12

melakukan pembangunan disegala bidang. Dan sebelum PBB mengirimkan
UNMIK, PBB sebelumnya menggirimkan KFR (kosovo force) untuk melakukan
pendekatan dengan cara diplomasi preventif kepada para pihak yang bertikai di
Kosovo.
Selain implementasi diplomasi preventif yang dapat dilihat dari kasus
Kosovo, implementasi lain ialah dalam usaha preventif yang dilakukan pada
masa damai yakni dengan membangun hubungan baik dan masa krisis dilakukan
dengan pencarian fakta, memberikan jasa-jasa baik, mengurangi aksi kekerasan
dan penempatan unit-unit yang ditunjuk untuk mencegah eskalasi konflik.
D. GAGALNYA

DIPLOMASI

SEHINGGA

TERJADINYA

KONFLIK

SAMPAI PEPERANGAN.
Perang dan berbagai konflik yang pernah adalah masa kelam dari umat
manusia di mana dalam setiap perang pasti adanya orang – orang tak berdosa
yang menjadi korban didalamnya. Untuk itulah para pemimpin memilih opsi
perang sebagai opsi terakhir. Opsi yang pertama mereka lakukan adalah
berunding atau diplomasi. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa ketika
diplomasi telah menjadi opsi pertama dan utama, perang tetap ada di bumi ini.
Menurut Sie Ernst Satow (Diplomat Inggris untuk Jepang akhir abad 18)
dalam bukunya A Guide to Diplomatic Practice mengatakan “Diplomasi adalah
penerapan keterampilan taktik pelaksanaan hubungan resmi antar pemerintah
Negara secara berdaulat secara damai. Dan Kautilya (diplomat pada masa India
Kuno) mengungkapkan adanya tujuan dari diplomasi sendiri yakni, Acquistion
(Perolehan), Preservation ( Pemilharaan), Augmentation ( Penambahan), dan
Proper Distrubution. Sie Ernst Satow dan Kautilya sama-sama menitik beratkan
bahwa Diplomasi berutujuan tidak lebih dari membangun kerja sama antar negara
untuk mencapat National Interest dan memilhara perdamaian antar negara.
Secara umum diplomasi itu digunakan supaya kepentingan – kepentingan
Negara dapat terakomodasi tanpa mengangkat senjata. Makanya diplomasi era
kontemporer menggunakan metode – metode preventive dan persuasive. Tetapi

13

yang menjadi persoalan adalah ketika diplomasi tersebut gagal. Atau tidak
menghasilkan sebuah keputusan. Mungkin ketika kita berbicara di bidang politik,
ekonomi, budaya dan lain – lain efek yang terjadi adalah bentuk pemutusan
hubungan. Tetapi ketika kita berbicara tentang keamanan dan kedaulatan maka
akan lain ceritanya ketika diplomasi tersebut gagal. Penyebab gagalnya diplomasi
beragam tetapi secara garis besar dapat kita ambil kesimpulan bahwa power yang
tidak seimbang dan kepentingan yang tidak mewadahi semua pihak adalah
penyebab gagalnya diplomasi tersebut.
Dalam buku Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca
Perang Dingin

oleh T. May Rudy menyebutkan tingkatan eskalasi konflik

sebagai berikut:
1. Nota Protes, penyangkalan dan tuduhan (klarifikasi)
2. Memanggil pulang Duta Besar
3. Penarikan Duta Besar
4. Ancaman Verbal
5. Ancaman Ekonomi dan Propaganda Dalam dan Luar Negeri
6. Penerapan Embargo
7. Pemutusan Hubungan Diplomatik
8. Menunjukan tindakan militer tanpa kekerasan
9. Menutup perbatasan
10. Blockade formal
11. Pemakaian instrument kekerasan terbatas
12. Perang
Dalam konsep yang ditawarkan oleh T. May Rudy ada beberapa tingkatan
ketika gagalnya diplomasi. Tingkatan – tingkatan inilah yang dilalui sebelum
terjadinya perang terbuka. Walaupun konsep ini tidak bisa menggambarkan secara
utuh bagaimana ketika sebuah Negara harus berperang. Kasus yang dibahas
dibawah walaupun tidak sedetail apa yang sebutkan oleh T. May Rudy, tetapi
cukup memperlihatkan kita bagaimana ketika diplomasi yang dilakukan tidak
berjalan dengan baik.
Kasus pertama adalah kasus Uruguay dan Argentina. Awal hubungan
diplomatik antara Argentina dan Uruguay adalah pada tanggal 20 Juli 1811. Pada
saat itu Argentina belum menerima status Uruguay sebagai suatu republik yang

14

merdeka. Uruguay memperoleh kemerdekaan setelah perang Argentina-Brazil
tepatnya pada tanggal 25 Agustus 1825.
Argentina dan Uruguay memiliki berbagai kesamaan budaya, ekonomi dan
politik. Mereka mewarisi banyak hal yang sama dari Eropa. Sekitar tahun 1960,
terjadi emigrasi besar-besaran dari Uruguay ke Argentina dan sekarang, ada
120.000 orang terlahir di Uruguay yang tinggal di Argentina.
Kedua negara ini memiliki hubungan yang baik selama puluhan tahun. Namun
ketika Spanyol ingin membangun pabrik pulp ENCE di Sungai Uruguay pada
tahun 2003, hubungan baik tersebut menjadi tercemari. Pembangunan pabrik
tersebut mendapat protes dari Argentina. Kemudian, rencana membangun pabrik
itu dibatalkan pada tahun 2005. Namun, ada pemberitaan mengenai pembangunan
pabrik yang lain pada tahun 2005 yaitu Botnia milik Finlandia. Argentina kembali
melakukan protes terhadap pemerintahan Uruguay. Kasus ini merupakan hal
pertama yang menimbulkan ketegangan antara kedua pihak setelah 50 tahun lebih
terjalinnya hubungan baik
Awal terjadinya konflik ini adalah karena Uruguay memberikan izin kepada
Botnia, perusahaan milik Finlandia untuk membangun sebuah pabrik pulp di tepi
sungai Uruguay pada tahun 2005. Sedangkan Argentina sejak tahun 2003 telah
menolak ide pembangunan pabrik pulp tersebut sejak awal ENCE perusahaan
Spanyol ingin membangunnya. Akan tetapi, Botnia bersedia untuk berinvestasi
sebesar 1,2 milyar dolar untuk pabrik tersebut yang merupakan investasi asing
terbesar dalam sejarah Uruguay. Hal ini membuat Uruguay dihadapkan oleh suatu
dilema, yaitu meneruskan pembangunan yang melibatkan investasi asing terbesar
sepanjang

sejarah

demi

memenuhi

kepentingan

nasionalnya

atau

menghentikannya demi menjaga hubungan diplomatik dengan Argentina sehingga
tidak terjadi konflik.
Uruguay

memutuskan

untuk

meneruskan pembangunan

Botnia

dan

mengabaikan protes dari Argentina. Hal ini membuat Spanyol yang diutus sebagai
mediator kemudian dikejutkan oleh keputusan Uruguay untuk keluar dari

15

negosiasi dengan Argentina dan memberikan izin Botnia untuk beroperasi. Secara
otomatis hubungan kedua negara memburuk.
Pecinta

lingkungan

di

Argentina

kemudian

memblokade

jembatan

internasional yang menghubungkan kota Gualeguaychu, Argentina dan kota Fray
Bentos, Uruguay. Pemblokadean ini memperburuk industri pariwisata di Uruguay.
Kemudian, Uruguay menyatakan bahwa ia tidak akan melakukan negosiasi
sebelum pemblokadean dihentikan. Hal ini membuat konlik semakin panjang.
Namun,

memperpanjang

konflik

ini

bukanlah

suatu

pilihan

yang

menguntungkan bagi Uruguay maupun Argentina. Banyak pihak yang terlibat
dalam konflik ini, di antaranya adalah ilmuwan, pecinta lingkungan, nasionalis,
politisi, ekonom, dan sebagainya. Ilmuwan tentu terlibat dalam penelitian
mengenai limbah pabrik apakah dapat mencemari sungai atau tidak. Pecinta
lingkungan juga tentu akan memainkan perannya untuk membela sungai Uruguay
yang merupakan suatu perairan alam yang harus dilindungi dari pencemaran
pembuangan limbah pabrik. Nasionalis akan mempertahankan hak-hak bangsanya
untuk memanfaatkan sungai tanpa adanya hambatan. Politisi juga harus berperan
yaitu dengan melakukan negosiasi untuk menyelesaikan konflik, ekonom juga
terlibat karena dengan memanasnya suhu politik antar kedua negara yang
bertetangga dengan baik selama setengah abad lebih dan telah melakukan
berbagai macam kerjasama tentu akan berdampak besar bagi perekonomian kedua
negara.
Pada bulan Mei 2006, Argentina menuntut Uruguay di Mahkamah
Internasional menyatakan bahwa Uruguay telah melanggar perjanjian bilateral
untuk memelihara sungai dan menuntut penghentian pembangunan pabrik. Dua
bulan berikutnya Mahkamah Internasional menolak surat permohonan tersebut.
Dalam usahanya untuk menyelesaikan permasalahan ini, Uruguay berusaha
meyakinkan Argentina bahwa limbah pabrik yang dihasilkan oleh Botnia tidak
akan mencemari sungai. Argumen tersebut didukung oleh seorang ahli dari IFC
(International Finance Corporation) yang menyatakan bahwa limbah pabrik tidak
akan mencemari sungai.

16

Selain itu, Uruguay juga menyatakan bahwa ia tidak melanggar kesepakatan
bilateral dan bahwa untuk membangun pabrik harus mendapat izin dari negara
tetangga seberang tidak termasuk dalam kesepakatan.
Uruguay tidak berhasil melakukan negosiasi yang baik dengan Argentina dan
hal tersebut membuat konflik gagal terminimalisasi. Penyebab gagalnya Uruguay
dalam negosiasi adalah Uruguay terus-terusan melakukan hal yang tidak
diinginkan oleh Argentina tanpa menginformasikan maksudnya. Dapat dikatakan
bahwa Uruguay gagal karena dengan terang-terangan mengabaikan protes
Argentina dan bersikeras menjalankan pabrik pulp Botnia. Hal terebut tak
menyisakan opsi lain bagi Argentina, selain menuntut dan menunggu panggilan
dari pengadilan untuk mendapatkan keadilan dari Mahkamah Internasional.
Penyebab lain gagalnya Uruguay dalam bernegosiasi adalah Uruguay kurang
memperhatikan kepentingan Argentina. Untuk mencapai suatu mufakat dalam
negosiasi, seseorang harus mengusahakan win-win position yaitu posisi dimana
kedua pihak tidak ada yang dirugikan atau sama-sama diuntungkan. Akan tetapi,
apabila kedua pihak ingin tetap menjalin hubungan baik bersama tetapi ingin
pergi ke jalan yang berbeda. Sebagaimana teori Michael Nicholson, konflik akan
terjadi apabila kedua pihak yang ingin bersama tetapi ingin pergi ke tempat yang
berbeda. Hal itulah yang seharusnya dihindari dalam negosiasi. Apabila Uruguay
memikirkan pihak Argentina maka kepentingan negosiasi akan lebih terarah dan
menciptakan kesepakatan yang saling menguntungkan.
Selain itu, penyebab lain yang membuat Uruguay gagal adalah karena
Uruguay memiliki keinginan yang besar dalam mencapai kepentingan
nasionalnya. Uruguay merupakan suatu negara dengan penduduk sebesar 3,3 juta
orang dan Botnia berinvestasi 1,2 milyar dolar yang merupakan investasi terbesar
sepanjang sejarah Uruguay. Dengan negosiasi apapun, Uruguay tidak akan dapat
dengan mudah melepaskan kesempatan emas seperti itu. Dengan proyek tersebut
dan jumlah penduduk yang sedikit, Uruguay mendapatkan kesempatan menjadi
salah satu negara pengekspor kertas utama di dunia. Apabila Uruguay tidak

17

dengan lancang menjalankannya dan mengikuti permintaan Argentina maka hal
itu tidak akan terwujud.
Memang, penyelesaian konflik bilateral ini bukan gagal hanya karena
Uruguay tidak ingin melanjutkan negosiasi. Di sisi lain, Argentina juga keras pada
pendiriannya. Berdasarkan seorang pers asal Argentina,Pemerintah Argentina
terus bersikeras bahwa ia akan menuntut pembangunan tersebut dan untuk pindah
jauh dari Sungai Uruguay, yang merupakan bagian dari perbatasan antara kedua
negara. Sementara itu, delegasi Uruguay, tetap bersikukuh bahwa pabrik pulp
tidak akan direlokasi, dan bahwa pemerintah tidak akan bernegosiasi selama
demonstran di Argentina masih terus memblokade jembatan internasional yang
menghubungkan kedua negara
Selain itu perang dunia I juga merupakan contoh gagalnya diplomasi.
Dibanyak literature menyebutkan bahwa penyebab khusus perang dunia I adalah
saat terjadinya insiden Sarajevo. Dimana pada saat itu terbunuhnya putra mahkota
Austria Frans Ferdinand dan istrinya di Sarajevo (ibu kota Bosnia) oleh anggota
Serbia Raya Gavrilo Principe tanggal 28 Juni 1914. Kemudian Austria
mengeluarkan ultimatum kepada Serbia agar menyerahkan pembunuhnya dalam
waktu dekat. Ultimatum ini merupakan salah satu bagian dari diplomasi (koersif
diplomasi) tapi ultimatum itu tidak dihiraukan oleh Serbia. Akibatnya Austria
mengumumkan perang terhadap Serbia pada tanggal 28 Juli 1914 yang kemudian
meluber menjadi perang antar aliansi.
Contoh diatas mempelihatkan bahwa ketika ultimatum yang di keluarkan oleh
Austria dipatuhi oleh Serbia maka perang terbuka yang menjadi sejarah kelam di
eropa tidak akan terjadi. walaupun ultimatum yang dikeluarkan oleh Austria
termasuk dalam diplomasi koersif dimana ada pemaksaan terhadap sebuah
keputsan. Dalam kasus ini kita melihat bagaimana acuhnya Serbia sebagai sebuah
Negara yang percaya bahwa ketika mereka tidak menyerahkan pembunuh tersebut
maka punya dampak yang kuat. Dan dampak yang terjadi adalah pecahnya perang
dunia I.

18

Diplomasi yang gagal ini akan menimbulkan dampak yang cukup beragama,
seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa dampak diplomasi dimulai dari
pemutusan hubungan sampai perang terbuka.

BAB III
KESIMPULAN
Secara garis besar kita mengetahui korelasi antara damai, perang dan diplomasi.
Ketiga konsep inipun mempunyai keterikatan satu sama lain. Ketika diplomasi

19

berhasil maka akan damai, ketika diplomasi gagal maka akan perang. Itulah pameo
yang terkenal pada zaman perang – perang dulu. Sekarang diplomasipun
berkembang, bahwa diplomasi bukan sebatas berbicara mengenai keamanan
melainkan berbagai bidang. Karena diplomasi yang diketahui sebagai perpanjangan
tangan dari politik luar negeri yang notabenenya untuk mencapai kepentingan sebuah
Negara. Dan efek yang ditimbulkannya pun beragam.
Benar ketika terputusnya hubungan diplomatic adalah akhir dari perdamaian.
Tetapi peran diplomasi tidak hanya sampai di situ, karena setelah terputusnya
hubungan diplomasi suatu negara akan membuat negara yang berkonflik itu akan
mencari aliansi dengan cara berdiplomasi dengan negara-negara yang searah dengan
National Interest nya. Hal inilah yang membuat dunia menjadi semakin multipolar,
karena munculnya kekelompok baru ketika kelompok sebelumnya terpecah.
Yang menjadi penekanan khusus disini adalah bagaimana peranan kuat diplomasi
untuk mencapai tujuan sebuah Negara dalam melaksanakan politik luar negerinya.
Peranan diplomasi yang kuat menjadi salah satu asset yang berharga. Sebuah Negara
besar ditentukan oleh luas wilayah, jumlah penduduk (kuantitas & kualitas) dan
pemerintahan yang kuat baik internal maupun eksternal. Untuk mempunyai kekuatan
eksternal yang cukup maka diplomasi diperlukan bahkan sangat diperlukan. Ambil
saja contoh bagaimana Negara besar seperti Amerika Serikat seringkali menghiasi
berita – berita Internasional dikarena kekuatan diplomasi Amerika Serikat yang
mampu mempengaruhi bahkan mengendalikan institusi, Negara, kelompok dan lain –
lain.

DAFTAR PUSTAKA
Rudy, T. May. Studi Strategis Dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca
Perang Dingin. 2001. Refika Aditama. Bandung

20

Mansbach, Richard W. , Kristen L. Rafferty. Pengantar Politik Global: Introduction
to Global Politics. 2012. Nusamedia. Bandung

21