Ulumul Hadits Pengertian Sejarah Perkemb

PENGERTIAN SEJARAH PERKEMBANGAN DAN CABANGCABANG ULUMUL HADITS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Ulumul Haidts,
Dosen Pengampu Suparman, M.Ag.

Oleh:
Kelompok III

Kelas

: Fitri Nurrunnisa

(1145010049)

Jawad Mughofar KH

(1145010071)

Khorru Sujjada S

(1145010073)


: SPI/1B

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2014

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim,
Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat,
dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Ulumul Hadits yang
berjudul “Pengertian Sejarah Perkembangan Dan Cabang-Cabang Ulumul
Hadist”
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan
Nabi Muhammad SAW, pemimpin para Nabi dan panutan bagi umat Islam di
dunia yang beriman dan bertaqwa, begitu juga dengan para keluarga dan sahabat
yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman terang-benderang

“Ila Dzulumati Ilannur” serta kepada pengemban risalah mulia yang selalu
mengikuti metode serta langkah beliau yang menjadikan “Al-Qur‟an” sebagai
pedoman sekaligus sumber hukum.
Penyusun sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan, demi
kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga amal kebaikan dan aktivitas yang kita
lakukan selalu ada dalam rahmat dan ampunannya, Aamiin.

Bandung, 15 September 2014

Penyusun,

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

i


DAFTAR ISI ....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
C. Tujuan ............................................................................................

1
2
2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Hadits ..............................................................
B. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits ..........................................
C. Cabang-Cabang Ulumul Hadits .....................................................

3
7

9

BAB III PENUTUP
A. Simpulan ........................................................................................

12

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits
sesuai dengan fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadits Shahih,
Hadits Hasan, dan Hadits Dha`if. Masing-masing memiliki persyaratan sendirisendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan persambungan sanad, kulitas
para periwayat yang di lalui hadits, dan ada pula yang berkaitan dengan
kandungan hadits itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada
dua. Pertama berkaitan dengan sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang

berkaitan dengan sanad akan mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadits itu
bersambung sanadnya atau tidak, dan apakah para periwayat hadits yang di
cantumkan di dalam sanad hadits itu orang-orang yang terpercaya aau tidak.
Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan
dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya berasal
dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadits bertentangan dengan
dalil lain atau tidak.
Secara garis besar ilmu hadits dibagi atas ilmu hadits riwayat dan ilmu
hadits dirayat. Jika ilmu hadits riwayat membahas materi hadits yang menjadi
kandungan makna, maka ilmu hadits dirayat mengambil pembahasan mengenai
kaidah-kaidahnya, baik yang berhubungah dengan sanad atau matan hadits.
Kedua pengetahuan tersebut sama-sama penting. Sebab dengan ilmu yang
pertama, setiap muslim yang ingin mengikuti jejak laku dan teladan Rasulullah ,
harus menguasai ilmu tersebut. Sementara itu dengan menguasai ilmu yang
kedua, setiap muslim dan siapapun yang mempelajari dengan baik akan
mendapatkan informasi yang akurat dan akuntabel tentang hadits Nabi/
Rasulullah saw. Di bawah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits,
sejarah yang dilalui, dan cabang-cabang ilmu hadits, terurama ilmu hadits yang
berkaitan dengan kegiataan takhrij dan penelitian sanad hadit Nabi saw.


1

2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut;
a. Apa pengertian Ulumul Hadits?
b. Bagaimana Sejarah Ulumul Hadits?
c. Apa saja cabang-cabang Ulumul Hadits?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
a. Mengetahui pengertian Ulumul Hadist
b. Mengetahui Sejarah Ulumul Hadits
c. Mengetahui apa saja cabang-cabang Ulumul Hadits

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ulumul Hadits

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits di dalam tradisi Ulama Hadits
(arabnya : „Ulum al-Hadits). Dari segi bahasa ilmu hadist terdiri dari dua kata
yakni ilmu dan hadist, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledgr,
dan science, sedangkan hadist secara etimologis, hadist memiliki makna jadid,
qorib, dan khabar. Adapun pengertiannya sebagai berikut:
a.

Jadid, lawan qadim: yang baru (jamaknya hidast, hudatsa, dan huduts);

b.

Qorib: yang dekat, yang bekum lama terjadi;

c.

Khabar: warta, yakni: sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang yang lain (Hasbi Asshiddiqy, 1980 : 20)
Adapun pengertian hadist secara terminologis menurut Ahli Hadist:
ُ ‫ُُصهَّيُللاُُُ َعهَ ْي ِهُُ َو َسهَّ َىُُ َواَفَ َعانهُ َوأَحْ َىانُ ُه‬
َ ُ‫اَ ْق َىانُه‬

“Segala ucapan, segala perbuatan dan segala keadaan atau perilaku Nabi
SAW” (Mahmud Thahan, 1978 : 155)
Dengan

demikian

Ulumul

Hadits

adalah

ilmu-ilmu

yang

membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi SAW. Para ulama ahli hadist
banyak yang memberikan definisi ilmu hadist, di antaranya Ibnu Hajar AlAsqalani:
ُ‫َّاويُ َوانْ ًَرْ ِوي‬
ِ ‫ْانقَ َىا ِعذُان ًُ َع ِرفَةُُُبِ َح‬

ِ ‫الُُانر‬
“Kaidah-kaidah

yang

mengetahui

keadaan

perawi

dan

yang

diriwayatkan”
Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadist adalah ilmu yang
membicarakan tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan.
Ilmu hadits yakni ilmu yang berpautan dengan hadits. Apabila dilihat
kepada garis besarnya, Ilmu Hadits terbagi menjadi dua macam. Pertama, Ilmu

Hadits Riwayat (riwayah). Kedua, Ilmu Hadits Dirayat (dirayah).

3

4

a. Hadits Riwayat
1. Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi,
yaitu:
Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu
yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan
perbuatannya, pencatatannya, serta periwayatannya, dan penguraian
lafaz-lafznya.
2. Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu:
Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala
sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW, berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau
tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.
3. Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam
Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu:

Ilmu Hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat
diketahui dengannya perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW
serta periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis
Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafazlafaznya
.
Dari

ketiga

definisi

di

atas

dapat

di

pahami

bahwa

Ilmu

Hadis Riwayahpada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan hadis Nabi SAW.
Objek kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi
periwayatannya dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
 Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan
demikian juga cara penyampaiannya dari seorang perawi kepada
perawi yang lainnya;
 Cara pemeliharaan Hadis, Yaitu dalam bentuk penghafalan,
penulisan dan pembukuannya.

5

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap
Hadis Nabi SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan
dan kesalahan dalam proses periwayatannya atau dalam penulisan dan
pembukuannya.

b. Hadits Dirayat
Hadist Dirayah, dari segi bahasa kata berasal dari kata dara, yadri,
daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas nanti dari
segi pengetahuannya yakni pengetahuan tentang hadist atau pengantar
ilmu hadist.[5]
Ibn al-Akfani memberikan Ilmu Hadis Dirayah sebagai berikut:
dan Ilmu Hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan
untuk mengetahui hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan
hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, jenis yang
diriwayatkan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya.
a. Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang
diriwayatkannya dengan menggunakan cara-cara tertentu dalam
penerimaan riwayat (cara-cara tahammul al-Hadits), seperti:


Sama‟ (perawi mendengarkan langsung bacaan Hadis dari seorang
guru),



Qira‟ah (murid membacakan catatan Hadis dari gurunya di
hadapan guru tersebut),



Ijazah (memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan suatu
Hadis dari seorang ulama tanpa dibacakan sebelumnya kepada
seorang untuk diriwayatkan),



Kitabah (menuliskan Hadis untuk seseorang),



Munawalah, (menyerahkan suatu hadis yang tertulis kepada
seseorang untuk diriwayatkan),



I‟lam (memberitahu seseorang bahwa Hadis-Hadis tertentu adalah
koleksinya),

6



Washiyyat (mewasiatkan kepada seseorang koleksi hadis yang
dikoleksinya), dan



Wajadah (mendapatkan koleksi tertentu tentang Hadis dari
seorang guru).

b. Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan
definisi di atas, adalah sanad dan matan Hadis. Pembahasan tentang
sanad meliputi:


Segi persambungan sanad (ittishal al-sanad), yaitu bahwa suatu
rangkaian sanad Hadis haruslah bersambung mulai dari Sahabat
sampai

pada

Periwayat

terakhir

yang

menuliskan

atau

membukukan Hadis tersebut; oleh karenanya, tidak dibenarkan
suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus, tersembunyi, tidak
diketahui identitasnya atau tersamar:


Segi kepercayaan sanad (tsiqat al-sanad), yatu setiap perawi yang
terdapat di dalam sanad suatu Hadis harus memiliki sifat adil dan
dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi Hadisnya );



Segi keselamatan dan kejanggalan (syadz);



Keselamatan dan cacat („illat); dan



Tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.

Pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau
ke dhaifan-nya. Hal tersebut dapat dilihat dari kesejalananya dengan
makna dan tujuan yang terkandung di dalam al-quran, atau selamatnya:


Dari kejanggalan redaksi (rakakat al-faz);



Dari cacat atau kejanggalan dari maknanya (fasad al- ma‟na),
karena bertentangan dengan akal dan panca indera, atau dengan
kandungan dan makna al-qur‟an, atau dengan fakta sejarah; dan



Dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang tidak bisa
dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.

7

B. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits
Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala
aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga
belahan dunia (Arab) tersinari oleh agama yang hanif ini.1
Perkembangan ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan
pembinaan hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin
ilmu yang berdiri sendiri. Pada saat Rasulullah SAW masih hidup ditengahtengah kaum muslimin, ilmu ini masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip
dasar, yang merupakan embrio bagi pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari.
Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan tabayyun, terhadap setiap berita
yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan sebagainya. Firman
Allah dalam (Al-Hujurat [49] : 6) menyatakan:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”
Demikian pula dalam (Al-Thalaq [65] : 2)
َّ ِ‫ََُلِلُُِۚ َٰ َرنِ ُك ْى ُيُى َعظُ ُبِ ِه ُ َي ٍْ ُ َكاٌَ ُي ُْؤ ِيٍُ ُب‬
َّ ِ ‫ َوأَ ْش ِهذُواُ َر َويْ ُ َع ْذ ٍل ُ ِي ْن ُك ْى ُ َوأَقِي ًُىاُان َّشهَا َدة‬...
ْ ‫اَلِلِ ُ َو ْانيَىْ ِو‬
ُُۚ‫ُاْل ِخ ِر‬
َّ ‫ق‬
‫ُللاَُيَجْ َعمْ ُنَهُُ َي ْخ َر ًجا‬
ِ َّ‫َو َي ٍُْيَت‬
“.......persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu
dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah
diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan ke luar.”
Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada kaum muslimin
supaya memeriksa, meneliti dan mengkaji berita yang dating, khususnya
berita yang dibawa oleh orang-orang fasiq. Tidak semua berita yang
1 Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH,

2001, Bogor, halaman 45

8

datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa pembawanya dan apa materi
isinya. Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka pasti diterima.
Tetapi sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka
berita akan ditolak.
Sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat Nabi sangat hati-hati
dalam periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak
tercurahkan kepada al-Qur‟an, yang baru mulai dibukukan pada zaman
khalifah Abu Bakar dan disempurnakan pada saat sahabat Utsman bin
Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika mulai terjadi konflik politik,
yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum muslimin ; Syi‟ah,
Murji‟ah dan Jama‟ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya
periwayatan yang dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para
ulama bangkit untuk membendung pemalsuan dan menjaga kemurnian
hadits Nabi. Dari usaha ini, terbentuklah teori-teori tentang periwayatan.
Keharusan

menyertakan

sanad

menjadi

bagian

penting

yang

dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan antara
lain oleh Ibnu Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para ulama.
Ketika para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan /
daya ingat para perawi (dhabit), membahas bagaimana system penerimaan
dan penyampaian yang dipergunakan (tahammul wa ada‟ al-hadits),
bagaimana cara menyelesaikan hadits yang tampak kotradiktif, bagaimana
memahami hadits yang musykil dan sebagainya, maka perkembangan ilmu
hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-Syafi‟i (wafat204 H) menulis
kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan
lebih maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah
tentang periwayatan, hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul
fiqih. Demikian pula dalam kitab al-Umm. Di sana telah ditulis pula
kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan haadits-hadits yang
bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits
pada saat itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah
dengan ilmu lain, belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

9

Sesudah generasi al-Syafi‟i, banyak sekali para ulama yang
menulis ilmu hadits, misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif
al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276 H ) menyusun kitab Ta‟wil Mukhtalif
al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya, AlTurmudzi menulis al-Asma‟ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa‟ad menulis
al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawirawi yang lemah dalam kitab al-Dlu‟afa‟. Dengan banyaknya ulama yang
menulis tentang persoalan yang menyangkut ilmu hadits pada abad III H
ini, maka dapat difahami mengapa abad ini disebut sebagai awal kelahiran
Ilmu Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas ilmu hadits
secara lengkap dan sempurna.
Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru terjadi ketika AlQadli Abu Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi
(wafat 360 H) menulis buku Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa alWa‟i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naisaburi (wafat 405 H) menulis
Ma‟rifatu Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-Baghdadi menulis
kitab Al-Jami‟ li Adab al-Syaikh wa al-Sami‟, al-Kifayah fi Ilmi alRiwayat dan al-Jami‟ li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami‟.
C. Cabang-Cabang Ulumul Hadits
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan
Dirayah ialah:
a.

Ilmu Rijal al-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari
tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting
di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh
tersebut, meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri
mana saja tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama,
kepada siapa saja mereka memperoleh hadis dan kepada siapa saja
mereka menyampaikan Hadis. Ada beberapa istilah untuk menyebut
ilmu yang mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut

10

Tarikh, ada

yang

menyebut Tarikh

al-Ruwat, ada

juga

yang

menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.
b.

Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan
kepada para perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para
perawi) dengan memakai kata-kata yang khusus dan tentang martabatmartabat kata-kata itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada
periwayat hadis seperti, pelupa, pembohong, dan sebagainya. Apabila
sifat itu dapat dikemukakan maka dikatakan bahwa periwayat tesebut
cacat. Hadis yang dibawa oleh periwayat seperti ini ditolak, dan
hadisnya di nilai lemah (dha`if). Maksudnya al-Ta`dil (menilai adil
kepada orang lain) yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan
sifat baik yang melekat pada periwayat, seperti, kuat hafalan,
terpercaya, cermat, dan lain sebagainya. Orang yang mendapat
penilaian seperti ini disebut `adil,sehingga hadis yang di bawanya dapat
di terima sebagai dalil agama. Hadisnya dinilai shahih. Sesuai dengan
fungsinya sebagai suber ajaran Islam, maka yang diambil adalah hadis
shahih.

c.

Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di
dalam matan atau di dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak
tersebut namanya dalam shahih Bukhory diterangkan selengkapnya
olehIbnu Hajar Al `Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah
Fathul Bari.

d.

Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan,
namun ada kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin
dengan cara membatasi kemutlakan atau keumumannya dan lainnya,
yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq al-Hadits.

e.

Ilmu `Ilalil Hadits

11

Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang
dapat merusak keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis
yang munqathi`, memarfu`kan Hadis yang mauquf, memasukkan suatu
Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini
menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu
berperan amat penting yang dapat melemahkan suatu Hadis, sekalipun
lahirnya Hadis tersebut seperti luput dari segala illat.
f.

Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW
yang sukar di ketahui dan di pahami orang banyak karena telah berbaur
dengan bahasa lisan atau bahasa Arab pasar. Atau ilmu yang
menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang
sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.

g.

Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak
mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadis yang satu menghapus
(menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh). Yang datang dahulu
disebut mansukh, dan

yang

muncul

belakangan

dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
h.

Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya
dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadis ada Ilmu
Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada hadis yang apabila tidak di
ketahui sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik
ketika hendak di amalkan.

i.

Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah
yang di pakai oleh ahli-ahli Hadis.

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Ulumul Hadits adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan
Hadits Nabi SAW.
2. Ilmu Hadits Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara
periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadits Nabi
SAW. Objek kajiannya adalah Hadits Nabi SAW dari segi periwayatan
dan pemeliharaannya.
3. Ilmu Hadits Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan
kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi
dan marwi dari segi di terima atau di tolaknya. Rawi adalah orang yang
menyampaikan Hadits dari satu orang kepada yang lainnya; Marwi
adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu
Hadits Dirayah inilah yang selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadits.
4. Cabang-cabang Ulumul Hadits diantaranya adalah:
a. Ilmu Rijal Al-Hadits
b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
c. Ilmu Fannil Mubhamat
d. Ilmu Mukhtalif al-Hadits
e. Ilmu `Ilalil Hadits
f. Ilmu Gharibul-Hadits
g. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits
h. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits)
i. Ilmu Mushthalah Hadits

12

DAFTAR PUSTAKA
Warsito, Lc. Pengantar Ilmu Hadits Upaya Memahami Sunnah. 2001. Bogor:
LPD Al Huda
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. Dr. Sejarah dan pengantar Ilmu
Hadits, Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005
Subhi As-Shalih Dr. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta 2007