S FIS 1103103 Chapter 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
Kondisi di Matahari mengalami perubahan yang periodik dengan rata-rata
perubahan sekitar 11 tahun atau

dikenal dengan siklus 11 tahun. Siklus ini

menunjukkan adanya masa awal siklus, masa puncak siklus dan masa akhir
siklus. Saat masa awal dan akhir siklus aktivitas di Matahari cenderung tenang
atau minimum, sedangkan pada saat puncak siklus aktivitas Matahari mencapai
maksimum dan banyak bermunculan fenomena daerah aktif seperti bintik
Matahari, CME, dan flare yang dapat menjadi penyebab perubahan cuaca
antariksa. Cuaca antariksa merupakan kondisi di Matahari dan di ruang
antarplanet / magnetosfer, ionosfer dan termosfer yang dapat mempengaruhi
medan magnet Bumi, jaringan listrik, sistem satelit, penentuan posisi berbasis
satelit seperti GPS (Global Positioning System), bahkan dapat mempengaruhi
keadaan iklim di Bumi (Martiningrum, dkk. 2012, hlm. 1).
Salah satu fenomena terpenting dalam sistem cuaca antariksa yaitu kejadian
badai geomagnet yang merupakan dampak dari hubungan Matahari-Bumi. Badai

geomagnet merupakan gangguan pada magnetosfer Bumi yang disebabkan oleh
lontaran partikel-partikel yang berasal dari Matahari dan medan magnet Matahari
yang dibawa oleh angin Matahari yang mengarah ke selatan Bumi sehingga
menyebabkan terjadinya rekoneksi yang menyebabkan melemahnya medan
magnet Bumi. Kecepatan angin Matahari dapat lebih tinggi dari biasanya setelah
terjadi CME atau saat terdapat lubang korona di Matahari (Santoso, 2013).
Lubang korona (Coronal Holes) muncul sebagai daerah gelap di korona
Matahari yang berkaitan dengan garis medan magnet yang terbuka. Lubang
korona dapat menjadi sumber angin Matahari berkecepatan tinggi yang dapat
mengakibatkan terjadinya CIR (Corotating Interaction Region) yang bisa
mempercepat partikel dan bisa menimbulkan terjadinya badai geomagnet,
KHOLIDAH, 2015
KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI
DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1

2


sedangkan Coronal Mass Ejection (CME) merupakan material yang dilepaskan di
korona Matahari berupa plasma dan mengandung medan magnet. Saat terjadi
CME, sekitar 2 × 1011 kg s.d 4 × 1013 kg materi korona terlontar ke angkasa
dengan energi sebesar 1022 Joule s.d 6 × 1024 Joule dengan kecepatan yang
bervariasi berkisar 400 km/s s.d 2500 km/s yang bersesuaian sekitar 1 hari s.d 4
hari. CME ini dapat mencapai Bumi rata-rata 2 hari s.d 3 hari (Schrijver, 2013;
Martiningrum, dkk. 2012, hlm. 6). CME penyebab terjadinya badai geomagnet
biasanya terlihat sebagai CME Halo (Howard, dkk dalam Youssef, 2012) yang
dapat terjadi akibat adanya flare atau erupsi filamen.
Flare merupakan suatu ledakan di Matahari

yang melontarkan partikel

berenergi tinggi yang disebabkan oleh peristiwa rekoneksi magnet (magnetic
reconnection) (Yatini, dkk, 2010). Rekoneksi magnet adalah penyusunan kembali
garis-garis gaya magnet ketika dua medan magnet berlawanan arah dibawa
bersama-sama. Penyusunan kembali ini diikuti oleh pelepasan energi secara
mendadak yang tersimpan di dalam medan magnet dengan arah berlawanan.
Umumnya flare terjadi di atas daerah aktif. Sumber energi flare ini tersimpan
dalam medan magnetik di daerah aktif (Svestka; Tanberd, Hanssen & Emslie;

Somov dalam Yatini, 2005).
Pada saat terjadi CME atau flare, partikel-partikel bermuatan dan medan
magnet terlontar dari permukaan Matahari yang kemudian dibawa oleh angin
Matahari melewati ruang antarplanet sehingga menumbuk magnetosfer, yang
dikenal dengan istilah Interplanetary Shock (IPS). Pada saat terjadi IPS, energi
dan momentum dari angin Matahari dapat masuk ke dalam magnetosfer Bumi dan
mengarah ke selatan, maka dapat menimbulkan terjadinya badai geomagnet.
Salah satu contoh kasus dampak kejadian badai geomagnet yang dapat
dirasakan langsung oleh manusia di Bumi yaitu peristiwa blackout yang terjadi di
Malmö, Sweden selatan pada tanggal 30 Oktober 2003. Peristiwa blackout ini
berlangsung selama 20 menit s.d 50 menit (Pulkkinen, dkk. dalam Wik, dkk.
2009). Penyebabnya yaitu terjadinya kejenuhan pada transformator karena adanya
GIC (Geomagnetically Induced Current) yang menyebabkan relay terlalu sensitif
KHOLIDAH, 2015
KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI
DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

3


terhadap harmonik ketiga dari frekuensi dasar yaitu 50 Hz. GIC merupakan arus
induksi yang dihasilkan dari fluktuasi medan geomagnet yang terjadi akibat badai
geomagnet, yang merupakan imbas dari aktivitas Matahari. Hasil identifikasi
menunjukkan bahwa pada tanggal 30 Oktober 2003 terjadi badai geomagnet
dengan intensitas -353 nT yang diduga sebagai penyebab terjadinya peristiwa ini.
Kejadian badai geomagnet ini didahului oleh CME Halo dengan kecepatan 2459
km/s pada tanggal 28 Oktober 2003 yang berasosiasi dengan flare kelas X17.2
yang berasal dari daerah aktif 486.
Berdasarkan dampak yang ditimbulkan, maka pengamatan terhadap aktivitas
Matahari sangat penting dilakukan. Aktivitas di Matahari seperti misalnya bintik
Matahari, CME maupun flare biasanya berasal dari daerah aktif di Matahari.
Daerah aktif di Matahari mengalami perubahan dari segi ukuran maupun
konfigurasi medan magnetnya. Konfigurasi medan magnet bintik Matahari
penting dalam menentukan potensi perubahan daerah aktif tertentu.

Jika

konfigurasi medan magnet meningkat, maka kemampuan daerah aktif untuk
menghasilkan kejadian energetik yang besar juga akan meningkat.
Pada penelitian ini, akan dilakukan analisis tentang keterkaitan daerah aktif di

Matahari dengan kejadian badai geomagnet siklus Matahari ke-23 (1996 s.d 2007)
dan siklus Matahari ke-24 (2008 s.d 2014). Indikator yang digunakan untuk
mengukur intensitas badai geomagnet yaitu indeks Dst yang dibatasi dengan nilai
lebih kecil dari -100 nT. Indeks Dst (Disturbance Storm Time) merupakan suatu
indeks yang menggambarkan kuat vektor geomagnet komponen H (arah utaraselatan geomagnet). Saat terjadi badai geomagnet, indikasinya adalah penurunan
atau pelemahan kuat medan magnet yang mengarah ke utara. Semakin negatif
harga Dst mengindikasikan semakin kuat badai geomagnet tersebut. Adapun
variabel daerah aktif yang akan ditinjau yaitu luas daerah aktif dan konfigurasi
medan magnet daerah aktif.

KHOLIDAH, 2015
KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI
DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

4

1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan dibahas pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keterkaitan luas daerah aktif di Matahari dengan kejadian badai
geomagnet kuat ?
2. Bagaimana keterkaitan konfigurasi medan magnet daerah aktif di Matahari
dengan kejadian badai geomagnet kuat ?
Pada penelitian ini, indikator badai geomagnet kuat ditunjukkan dengan nilai
indeks Dst < -100 nT yang selanjutnya akan diklasifikasikan menjadi badai
geomagnet kuat dan badai geomagnet sangat kuat sesuai dengan klasifikasi yang
diberikan oleh Gonzales & Tsurutani.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dilakukannnya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis keterkaitan luas daerah aktif di Matahari dengan kejadian badai
geomagnet kuat.
2. Menganalisis keterkaitan konfigurasi medan magnet daerah aktif di Matahari
dengan kejadian badai geomagnet kuat.

1.4 Manfaat Penelitian
Penulis berharap dengan selesainya peneliitan ini dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Dapat menjadi bahan referensi dalam mengkategorikan tentang keluasan
daerah aktif di Matahari.

2. Dapat memperoleh pengetahuan tentang keterkaitan luas dan konfigurasi
medan magnet daerah aktif dengan kejadian badai geomagnet kuat.
3. Dapat menjadi bahan referensi untuk mengantisipasi bahkan meminimalisasi
dampak-dampak yang akan terjadi di Bumi saat peristiwa tersebut terjadi.
4. Dapat menjadi bahan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama yang
berkaitan dengan daerah aktif di Matahari dan kejadian badai geomagnet kuat.
KHOLIDAH, 2015
KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI
DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

5

1.5 Struktur Organisasi Skripsi
Struktur skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu Bab I mengenai Pendahuluan,
Bab II mengenai Kajian Pustaka, Bab III mengenai Metode Penelitian, Bab IV
mengenai Temuan dan Pembahasan, dan Bab V mengenai Simpulan, Implikasi
dan Rekomendasi.
Bab I, merupakan bagian awal skripsi yang memaparkan tentang latar
belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, dan struktur organisasi skripsi.
Bab II, menjelaskan hasil dari studi literatur yang menjadi landasan teoritik
dalam menyusun pertanyaan penelitian dimulai dari penjelasan mengenai
aktivitas Matahari yang meliputi penjelasan tentang bintik Matahari, CME, flare,
dan lubang korona, penjelasan tentang dampak hubungan Matahari-Bumi yaitu
penjelasan tentang kejadian badai geomagnet, proses rekoneksi dan penjelasan
tentang indikator yang digunakan untuk mengukur intensitas badai geomagnet
yaitu penjelasan tentang indeks Dst.
Bab III, menjelaskan tentang metode penelitian yang dilakukan secara rinci
dimulai dari waktu dan tempat dilakukannya penelitian, sumber data, prosedur
penelitian dan tehnik pengolahan data.
Bab IV, membahas hasil dari pengolahan data yang telah dilakukan dimulai
dari data kejadian badai geomagnet kuat selama siklus aktivitas Matahari ke-23
dan ke-24, aktivitas di Matahari sebagai sumber terjadinya badai geomagnet kuat,
dan hasil analisis tentang keterkaitan daerah Aktif di Matahari dengan kejadian
badai geomagnet kuat yang meliputi analisis tentang keterkaitan luas daerah aktif
di Matahari dengan kejadian badai geomagnet kuat dan hasil analisis tentang
keterkaitan konfigurasi medan magnet daerah aktif di Matahari dengan kejadian
badai geomagnet kuat.
Bab V, menjelaskan tentang simpulan dari hasil yang diperoleh, implikasi,

dan rekomendasi untuk penelitian yang serupa.

KHOLIDAH, 2015
KETERKAITAN DAERAH AKTIF DI MATAHARI
DENGAN KEJADIAN BADAI GEOMAGNET KUAT
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu