Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Nama

: Lola Nurhidayaty

NIM

: 1112011000035

Judul Buku

: Pedoman Pelaksanaan dan Penyuluhan Agama

Penulis

: Prof. H. M. Arifin, M.Ed

Halaman

: 157 hlm

Penerbit


: PT Golden Terayon Press – Jakarta

ISBN

: 979 – 8125 – 02 – 09

Buku ini ditulis dalam rangka membantu guru Pendidikan Agama Islam dalam program
pendidikan agama Islam pada lembaga-lembaga pendidikan umum dan agama di negara kita,
maka program bimbingan dan penyuluhan agama memegang peranan penting sebagai penunjang
pelaksanaan program pendidikan agama di sekolah. Selain itu program bimbingan dan
penyuluhan agama juga akan menjadi penegas, pemandu, dan penggerak minat siswa dalam
menghayati dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama yang diajarkan di dalam ruang kelas.
Pada bagian satu dikemukakan pengertian dari bimbingan dan penyuluhan agama. Istilah
bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris “guidance” dan kata kerja “to guide”
yaitu berarti “menunjukkan”. Sedangkan arti penyuluhan berasal dari kata bahasa Inggris
“counseling” yaitu berarti “menerangi, menasihati, atau memberi penjelasan”. Maka bimbingan
dan penyuluhan agama dipahami sebagai usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang
mengalami kesulitan, baik lahiriyah maupun bathiniyah, yang menyangkut kehidupan di masa
kini dan masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan bidang mental spiritual, dengan

maksud agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kesulitannya dengan kemampuan yang
ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dari kekuatan iman dan takwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
Pada bagian dua menjelaskan hakikat bimbingan dan penyuluhan agama. Tujuan pokok
bimbingan dan penyuluhan agama adalah agar setiap siswa yang mengalami kesulitan dalam
proses belajar di sekolah mampu menghindarkan diri dari segala gangguan mental/spiritual, serta
mampu mengatasinya dengan nilai-nilai atau ajaran agama yang telah mendasari kehidupannya
secara pribadi. Pandangan dasar pun harus dipahami sepenuhnya oleh pembimbing, agar siswa
1

mampu menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan atas keimanan dan ketakwaannya
kepada Allah Ta’ala. Hal tersebut bersumber dari ayat Al-Qur’an yang artinya:
“… Allah akan mengangkat derajat di antara kamu yang beriman dan yang berilmu
pengetahuan.” (QS Al-Mujadalah: 11)
Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh pembimbing dalam rangka kegiatan praktis
bimbingan dan penyuluhan yaitu:
1. Bimbingan dan penyuluhan harus diberikan kepada semua siswa, tidak ada diskriminasi,
karena semua siswa mempunyai hak sama dalam memperoleh petunjuk dan pengarahan
dari pembimbingnya.
2. Aspek-aspek yang perlu dibimbing meliputi keseluruhan bidang perkembangan dan

pertumbuhan siswa sebagai makhluk yang sedang dalam proses berkembang dan
bertumbuh.
3. Aspek-aspek yang dijadikan bimbingan dan penyuluhan hendaknya meliputi hak-hak
pokok yang menyangkut kelancaran proses pendidikan, sehingga tidak menjadi
penghambat proses pendidikan secara keseluruhan.
4. Dalam pelaksanaan tugasnya, bimbingan dan penyuluhan siswa harus melakukan
kerjasama dengan berbagai pihak yang ikut bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
pendidikan, diantaranya yaitu orang tua siswa dan para guru di sekolah.
5. Pelaksanaan tugas bimbingan dan penyuluhan agama harus dapat dipertanggungjawabkan
baik kepada masing-masing individu siswa sendiri maupun kepada masyarakat dan
lingkungan.
6. Penanggung jawab tertinggi di lingkungan sekolah terhadap pelaksanaan bimbingan dan
penyuluhan adalah Kepala Sekolah.
Dimensi dan ruang lingkup bimbingan terhadap siswa harus dipahami benar oleh
pembimbing. Hal tersebut tidak lepas dari nilai-nilai ajaran agama yang bersumber dari firman
Allah Ta’ala yang dapat digunakan untuk menggugah semangat keimanannya, sehingga self
directioin, self realization, self inventory, dan self confidence dapat berkembang.
“Barangsiapa mengerjakan perbuatan baik, maka kebaikannya adalah bagi dirinya sendiri, dan
barangsiapa yang berbuat buruk, maka keburukannya akan menimpa dirinya sendiri pula.
Kemudian kepada Tuhan-mu, kamu dikembalikan.” (QS Al-Jatsiyah: 15)

Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah tidak melihat rupamu dan
bentuk jasmanimu, melainkan melihat hatimu dan amal perbuatanmu.”
2

Pada bagian ketiga menjelaskan tentang syarat-syarat mental psikologis
pembimbing/penyuluh agama dan cara mendekati sasaran bimbingan dan penyuluhan. Adapun
syarat-syarat mental psikologis tersebut ialah:
1.
2.
3.
4.

Meyakini akan kebenaran agama yang dianutnya.
Memiliki sikap dan kepribadian menarik, terutama terhadap anak bimbingnya.
Memiliki rasa tanggung jawab, dan rasa berbakti tinggi.
Memiliki kematangan jiwa dalam bertindak menghadapi permasalahan yang memerlukan

pemecahan.
5. Mampu mengadakan komunikasi (hubungan) timbal balik terhadap anak bimbing dan
lingkungan sekitar.

6. Mempunyai sikap dan perasaan terikat terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang harus
ditegakkan.
7. Mempunyai keyakinan bahwa setiap anak bimbingan memiliki kemampuan dasar yang
baik.
8. Memiliki rasa cinta yang mendalam dan meluas kepada anak bimbingnya.
9. Memiliki ketangguhan, kesabaran, serta keuletan dalam melaksanakan tugas
kewajibannya.
10. Memiliki sikap yang tannggap dan peka terhadap kebutuhan anak bimbing.
11. memiliki jiwa yang progressive (ingin maju) dengan meningkatkan kemampuan yang
berhubungan dengan tugasnya.
12. Memiliki pribadi yang bulat dan utuh.
13. Memiliki pengetahuan teknis termasuk metode tentang bimbingan dan penyuluhan serta
mampu menerapkannya dalam tugas.
Mengingat bahwa anak bimbing adalah hamba Allah yang sedang berkembang dan bertumbuh,
dan masing-masing mereka tidak sama, bakat dan minat mereka mempengaruhi, maka sistem
pendekatan terhadap anak bimbing hendaknya dilakukan menurut sudut pandang yang terpadu.
Berikut beberapa pendekatan yang dapat diterapkan:
1.
2.
3.

4.

Pendekatan psikologis (menurut ilmu jiwa)
Pendekatan dari segi sosiologis
Pendekatan dari segi kultural
Pendekatan dari segi agama

Pada bagian keempat menjelaskan beberapa metode bimbingan dan penyuluhan agama. Hal ini
harus dilakukan oleh pembimbing untuk mengungkapkan segaa sesuatu yang menjadi sebab
permasalahan prestasi belajar siswa. Metode-metode tersebut ialah:
3

1. Wawancara
2. Group guidance (bimbingan secara berkelompok), yang menjadikan siswa melakukan
komunikasi timbal balik dengan teman-temannya, melakukan hubungan interpersonal
satu sama lain dan bergaul melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi peningkatan
pembinaan pribadi maisng-masing siswa.
3. Non-direktif (cara yang tidak mengarah), dalam hal ini dapat dibagi menjadi;
a. Client centered, yaitu cara pengungkapan tekanan batin yang dirasakan menjadi
penghambat siswa dalam belajar. Pembimbing bersikap memperhatikan dan

mendengarkan segala keluh kesah siswa tersebut dan mencatat poin penting dari
permasalahan tersebut.
b. Edukatif, yaitu cara pengungkapan yang lebih mendalam dari ‘client centered’.
Dalam hal ini pembimbing harus bisa mengetahui seluruh perasaan yang dimiliki
siswa dan yang menyebabkan hambatannya dalam belajar. Pembimbing pun harus
bersifat motivator dan dapat meyakinkan siswa mengingat dan mendorong siswa agar
berani mengungkapkan perasaan tertekan yang dialaminya. Demikian siswa dapat
terlepas dari penderitaan batin yang bersifat obsesif (yang menyebabkan ia terpaku
pada hal-hal yang menekankan batinnya).
4. Psikoanalisis (penganalisaan jiwa)
5. Direktif (bersifat mengarah)
Pada bagian kelima menjelaskan sasaran psikologis bimbingan dan penyuluhan agama.
Dalam hal ini karakteristik objek dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1) anak tingkat usia sekolah
dasar, dan 2) anak usia sekolah menengah. Pada tingkat usia sekolah dasar dapat dikatakan
sebagai tingkat permulaan perkembangan perasaan keagamaan dalam pribadi anak melalui
partisipasi ibadah bersama keluarga, teman, dan lingkungan sekitar. Hal ini pun harus dibimbing
oleh peran orang tua dan guru, agar perhatian anak menjadi semakin kuat terhadap agamanya
dan tumbuh menjadi sikap. Selain itu anak-anak dalam tingkat ini sangat antusias dan
terpengaruh terhadap cerita-cerita dan peristiwa, maka perlu bimbingan cerita-cerita pendidikan
yang berhubungan dengan agama, seperti tokoh panutan agama, hari kiamat, dan lain-lain.

Anak-anak pada tingkat usia sekolah menengah merupakan perkembangan perasaan
keagamaan menuju kematangan atau sedang mendekati masa kedewasaannya (adolesen).
Perkembangan ini meliputi nilai-nilai, filsafat hidup, dan orientasinya kepada semesta alam.
Tidak sedikit dari anak-anak usia ini cenderung mencoba hal yang baru, maka para pembimbing
4

hendaknya bersikap tidak terlalu mengekang dan tidak terlalu membiarkan keinginan mereka
serta memberikan motivasi untuk terus berkarya dengan mengikuti petunjuk dari ajaran agama.
Adapun dalam membimbing anak-anak yang memiliki permasalahan dalam periode ini, maka
pembimbing harus mengajaknya untuk berfikir secara rasional dan analisis. Hal ini dilakukan
agar melatih anak-anak dalam berfikir secara mendalam dan bertindak sesuai dengan
pemahaman yang dianutnya.
Pada bagian keenam menjelaskan langkah-langkah sistematis yang dapat dilakukan oleh
para pembimbing dalam melakukan penelusuran permasalahan belajar siswa dan bagaimana cara
pemberian bantuan. Langkah-langkah tersebut ialah:
1. Melakukan identifikasi khusus. Hal ini bertujuan untuk mencari dan menemukan diantara
siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar yang serius dan yang memerlukan
bantuan. Teknik yang dilakukan cukup dengan memanfaatkan catatan/rekaman keadaan
yang menyangkut kegiatan belajar.
2. Melakukan diagnosis. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara tepat bidang studi apa

saja yang merasa sulit, dan faktor apa saja yang menjadi kesulitan belajar siswa. Teknik
yang dilakukan dalam hal ini berupa wawancara langsung, observasi, dan mengadakan
tes dalam berbagai jenis.
3. Melakukan prognosis. Hal ini bertujuan untuk menetapkan macam dan teknik pemberian
bantuan yang sesuai dengan corak kesulitan yang dihadapi siswa. Teknik yang dilakukan
dalam langkah ini dapat berupa rapat khusus bersama siswa yang bersangkutan dan guru
bimbingan lainnya.
4. Melakukan langkah bimbingan. Hal ini bertujuan memberikan bantuan kepada siswa agar
mampu mengatasi kesulitan belajar yang dialaminya dengan kemampuannya sendiri
sehingga berhasil mencapai hasil yang optimal.
5. Melakukan tindak lanjut (follow up service). Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh
mana hasil pemberian bimbingan kepada siswa dalam rangka memperbaiki kegiatan
belajarnya lebih lanjut.
6. Melakukan pendekatan-pendekatan lanjutan terhadap siswa yang bersangkutan untuk
selalu meningkatkan diri dalam belajar dengan didorong oleh nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan melalui ajaran agama yang bersifat motivatif dan persuatif.
Pada bagian ketujuh menjelaskan tentang kenakalan remaja, dan bagaimana
bimbingan/penyuluhan yang harus dilakukan dalam menghadapi permasalahan kenakalan remaja
5


tersebut. Perlu diketahui, bahwa kenakalan remaja pada dasarnya dipandang sebagai gejala
perkembangan yang abnormal tetapi dapat diarahkan kepada perkembangan yang wajar.
Kenakalan remaja pun tidak dapat dikategorikan sebagai “tindak kriminalitas” dalam hukum
pidana, karena mereka masih di bawah umur dewasa. Maka dikatakan ‘remaja’ yaitu setiap orang
yang berusia 13 tahun hingga umur 17 tahun, baik laki-laki maupun perempuan dan yang belum
menikah. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kenakalan remaja, yaitu berikut ini:
1. Faktor internal
a) Cacat jasmani atau rohani dan tidak mendapatkan perawatan baik atau tidak dilakukan
penerimaan secara wajar, maka hal demikian akan menimbulkan gejolak batinnya dalam
bentuk kenakalan.
b) Pembawaan negatif dan sukar dikendalikan serta mengarah ke sikap yang negatif.
c) Pemenuhan pokok yang tidak seimbang dengan keinginan remaja sehingga menimbulkan
konflik pada dirinya yang kemudian disalurkan ke arah perbuatan negatif.
d) Lemahnya kemampuan pengawasan diri sendiri serta sikap menilai terhadap lingkungan
sekitar yang negatif.
e) Kurangnya kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan yang baik, sehingga mencari
pelarian dan kepuasan dalam kelompok remaja lain (yang cenderung bersikap negatif).
f) Tidak memiliki hobi yang sehat, sehingga canggung dalam tingkah laku kehidupan
sehari-hari yang berakibat mudah terpengaruh oleh perbuatan negatif.
g) Perasaan rendah diri dan rasa tertekan yang tak teratasi.

2. Faktor eksternal
a) Kurangnya perhatian dan rasa cinta, khususnya dari orang tua, keluarga, guru, dan teman
b)
c)
d)
e)

sebaya.
Kegagalan pendidikan pada lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Menurunnya wibawa orang tua, guru dan lembaga penegak hukum sebagai panutan.
Pengawasan yang kurang dari orang tua, guru, masyarakat, dan lembaga penegak hukum.
Kurangnya penghargaan terhadap remaja oleh lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat.
f) Kurangnya saran-saran dan pengarahan serta pemanfaatan waktu senggang remaja.
g) Cara pendekatan yang tidak sesuai dengan perkembangan remaja oleh orang tua, guru,
masyarakat dan lembaga penegak hukum, contohnya dengan memanjakan mereka atau
dengan memberikan tugas yang sangat berat.
h) Cara pendekatan kepada remaja yang tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat,
seperti melarang remaja untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat
dengan tidak memberikan penjelasan tentang baik-buruknya. Atau tidak menyediakan
penyaluran yang layak dan diterima remaja.

6

i) Terbukanya kesempatan terhadap minat buruk remaja untuk berbuat nakal, baik oleh
orang tua, guru, ataupun masyarakat dan lembaga penegak hukum.
Dengan memahami faktor penyebab kenakalan remaja tersebut, maka para
pembimbing perlu memandang segala akibat kenakalan remaja harus diletakkan pada
proporsi yang sebenarnya dan berupaya agar sumber pokok penyebabnya dapat hilang. Di
sisi lain, para pemimbing pun perlu melihat dari sisi agama, bahwa kenakalan remaja sematamata timbul karena kurangnya keberhasilan dalam usaha pendidikan mental-spiritual dimana
nilai-nilai agama tidak dihayati benar oleh remaja. Oleh sebab itu, perlunya bimbingan dan
penyuluhan dengan menerapkan nilai-nilai ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri-ciri perilaku kenakalan remaja dapat dilihat dari dua bentuk: 1) Kenakalan
remaja yang tergolong pelanggaran norma sosial dan tidak diatur dalam KUHP atau UndangUndang lainnya, dan 2) kenakalan berupa kejahatan dan pelanggaran yang diatur dalam
KUHP atau Undang-Undang lainnya. Pada kenakalan remaja yang pertama dapat
diselesaikan dalam dan oleh keluarga, atau melalui lembaga penegak hukum atas permintaan
masyarakat yang dirugikan. Tetapi pada kenakalan yang kedua, maka lembaga penegak
hukum seharusnya dapat mengambil langkah bijak dengan menyelesaikannya melalui
tindakan represif.
Dari penjelasan di atas dan memperhatikan sebab dan bentuk kenakalan remaja, maka
bimbingan dan penyuluhan agama perlu menetapkan kegiatan dalam rangka
menanggulanginya dengan tujuan:
1) Kenakalan tersebut tidak merugikan perkembangan mental-rohaninya.
2) Kenakalan tersebut tidak meluas di kalangan remaja, sehingga merugikan
masyarakat luas.
3) Kenakalan tersebut tidak menjadi faktor pengganggu dan penghambat pembinaan
ketertiban di segala bidang kehidupan.
Selanjutnya, tindakan yang ditempuh oleh para pembimbing pun harus dijiwai dengan
rasa kasih sayang yang bersifat mendidik terhadap remaja, karena kenakalan tersebut tanpa
disadari telah merugikan pribadi remaja sendiri dan masyarakat sekitarnya. Maka tindakan
tersebut pun harus berupa tindakan represif yang bersifat pedagogis.

7

Pada bagian terakhir, dalam buku ini menyebutkan bahwa pembinaan akhlak sangat
penting diterapkan di berbagai lembaga kemasyarakatan, mulai dari keluarga, sekolah, dan
lembaga pemerintah lainnya guna tercapai Pendidikan Nasional Indonesia yang berdasarkan
pada Pancasila. Selanjutnya pendidikan di sekolah mengehndaki terwujudnya manusia yang
sesuai dengan fafsafah Pancasila yaitu manusia yang dapat hidup dalam pola keseimbangan,
keserasian, dan keselarasan hubungan-hubungan antara:
1.
2.
3.
4.

Pribadinya dengan Tuhan
Pribadinya dengan masyarakat
Pribadinya dengan alam sekitar
Pribadinya dengan dirinya sendiri

8