rekonseptualisasi dan reposisi peran gur

BAB I
PENDAHULUAN
ABSTRAKSI
Kemunduran mental serta kualitas anak bangsa dewasa ini sering
dialamatkan kepada peran guru yang kosong akan nilai. Sosoknya yang dulu
didefinisikan sebagai transfer of knowledge telah bermetamorfosis ke definisi
yang lebih mendalam sebagai transfer of value. Knowledge, dalam artian feeling
or experiences known by a person or group of people .1Tetapi dalam praktiknya,

nilai-nilai itu sering dikesampingkan bahkan dilupakan.Sekolah bukan lagi karena
mencari ilmu, berbagi ilmu, dan saling bertukar contoh.Tetapi kegiatannya
berorientasi pada pencapaian akhir ujian sekolah.Supaya bisa menjawab soal
ujian, supaya bisa mengerjakan SNMPTN dan berbagai tujuan formalitas belaka.
Kenyataan yang ada adalah negara kita masih kekurangan tenaga
pendidik.Memang, tenaga pengajar lebih mudah kita dapatkan dengan banyaknya
instansi yang ikut berperan melahirkan sarjana-sarjana bidang pendidikan.Tetapi,
lagi-lagi kualifikasi suatu badan pendidikan dinilai dari kuantitas ‘guru sarjana’
didalamnya.Harusnya, kualifikasi seperti itu jangan dijadikan mindset pendidikan
dan dijadikan tolak ukur.Dalam suatu perguruan tinggi misalnya, kualitas bagus
tidaknya suatu perguruan tinggi dilihat dari banyaknya dosen yang bergelar
doctor. Bukan berapa banyak deretan titel didepan-dibelakang nama,tapi berapa

bayak sosok yang bisa dijadikan guru yang dapat digugu dan ditiru di dalamnya.
Maka redefinisi, rekonseptualisasi dan reposisi guru dalam pendidikan
karakter perlu segera dilakukan dengan pengkajian lebih dalam. Kita cermati lagi
tuntutan era pembelajaran yang lebih mengedepankan karakter sebagai aspek
dasar kehidupan bermasyarakat.

1

Imam Bahroni, Streamlining Advanced English (Gontor: Darussalam Press, 2012), hal. 19

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Dewasa ini, istilah guru telah banyak mengalami pergeseran makna. Guru
hanyalah sebagai ‘tanda’ pengenal bagi pahlawan tanpa tanda jasa. Eksisitensi
guru sebagai garda terdepan bagi kemajuan suatu bangsa tak lagi ditekuni. Guru
lebih banyak dikaitkan dengan ‘kesejahteraan’, ‘sertifikasi’, dan peningkatan
mutu profesi tanpa hasil yang berarti. Sosoknya kini hampir tak mendapat
perhatian khusus di mata anak didiknya.
Gontor sendiri menganut teori pendidikan islam yang diadopsi dari definisi
Ustadz Muhammad Yunus; Pendidikan adalah segala pengaruh yang sengaja
dipilih dalam rangka membantu anak meningkatkan kaulitas diri, akal, dan akhlaq.

Sehingga ia dapat mencapai kespurnaan pada puncak pencapaiannya. Supaya
dapat mengantarkan anak pada kebahagiaan diri atau golongan dan menjadikan
setiap perbuatannya adalah benar, terpercaya untuk masyarakat. 2Definisi inilah
yang kini ramai diperbincangkan khalayak.
Guru, merujuk makna aslinya dalam bahasa Sansekerta berarti ‘pengusir
kegelapan’. Guru berasal dari kata guberarti ‘kegelapan’ dan ru berarti
‘menghilangkan’. Maka, ini menjadi tuntutan peran yang lain yang perlu
diapresiasi.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka pada tulisan ini
hendak mencari jawaban terhadap pertanyaan:
1. Apa definisi guru dalam pendidikan karakter?
2. Bagiamanakah karakter guru yang baik?
3. Bagaimana pola pendidikan karakter?
4. Apa pilar pendidikan karakter?
5. Bagaimanakah mendidik manusia agar berkarakter kuat?

Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, Ushulu At-tarbiyah wa At-ta’lim, kelas 3, (Gontor:
Darussalam Press, 2011), hal. 3
2


C. TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka
maksud dari tujuan tulisan ini:
1. Ingin meninjau ulang definisi guru dalam pendidikan karakter
2. Ingin mengetahui karakter guru yang baik
3. Ingin mengetahui pola dan pilar dari pendidikan karakter
4. Ingin mengetahui cara pendidikan manusia agar berkarakter kuat

BAB II

PEMBAHASAN

A. Meninjau ulang definisi guru dalam pendidikan karakter
Istilah guru berasal dari bahasa Arab, mu’allim, mudarris, ustadz,
murabby, muaddib, mursyid, dan syaikh.3Istilah-istilah tersebut memiliki akar

makna yang berbeda sehingga berimplikasi pada perbedaan makna dan fungsi
peran.
Kata


Mu’allim

berasal

dari

kata

‘allama-yu’allimu-‘ilman

wa

muta’alliman yang berarti menangkap sesuatu. Kata mua’allim sebagai subjek
berarti guru adalah seseorang yang mengajarkan sesuatu.4Perannya lebih kepada
guru adalah satu-satunya sumber pengetahuan bagi siswa.
Kata Mudarris berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan-wa-durusan wa
dirosatan, yang berarti menghapus, melatih dan mempelejari. Maka tugas guru

adalah mencerdaskan siswa, menghapuskan segala bentuk kebodohan dan

kejahilan yang ada, melatih da mengajarinya dengan berbagai pengetahuan supaya
bakat dan potensi siswa dapat dimunculkan.5
Kata Ustadz dalam term Arab biasanya digunakan untuk panggilan
seorang professor di perguruan tinggi.Ketika kata tersebut digunakan untuk
memaknai guru terkandung maksud bahwa seorang guru harus mengedepankan
profesionalisme dalam mendidik dan mengajar.6
Kata Murabby berasal dari kata rabba-yurabby yang berarti mengasuh,
mengelola, memelihara. Akar kata sama dengan rabbul alamin yang artinya
Tuhan Pemelihara Alam Semesta. Akar kata yang sama juga dengan tarbiyah
yang biasa dimaknakan sebagai pendidikan Islam. Sehingga arti guru dikandung
maksud bisa mengasuh, memelihara, menyiapkan anak didik, sebagaimana Tuhan
memelihara hamba-Nya.7

3

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: PSAPM, 2003), hal. 209
Ulum, M. Miftahul, At-Ta’dib (Jurnal Kependidikan Islam), (Gontor: Fakultas Tarbiyah ISID
PMDG Indonesia, 1428), hal. 45
5
Ibid

6
Ibid
7
Ibid

4

Kata Mu’addib memiliki arti kata adab dan peradaban. Guru, sebagai
mu’addib

dituntut

dapat

mengembangkan

seluruh

potensi


kemanusiaan

(jasmaniah dan rohaniah).Ketika sisi manusia telah dimanusiakan maka akan
menghasilkan sosok beradab dan bermoral.8
Kata Mursyid, biasanya digunakan dalam term thariqah, salah satu ajaran
dalam tasawwuf. Dalam thariqah, seorang tidak akan sampai jika tidak ‘direstui’
oleh seorang mursyid. Seorang guru dalam pendidikan Islam, bertugas sebagai
seseorang yang mampu membimbing siswanya ke aspek moralitas dan
spiritualitas.9
Maka, guru dalam pendidikan karakter lebih kepada muaddib yang
mengedepankan adab, moral atau karakter. Bukan lagi berorientsi ada nilai, ujian
dan akreditasi lembaga.
B. Karakter-karakter guru10
Murid bisa melupakan apa saja yang diajarkan maupun dilakukan gurunya.
Namun, murid akan selalu mengingat dan mengenang apa saja yang membuat hati
mereka tersentuh. Dengan begitu, karakter atau tipe guru adalah hal yang sangat
jelas impress nya terhadap perilaku anak didik kedepannya. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa guru yang harus mengikuti pola belajar dan
menyesuaikan gaya mengajarnya.
Pertama,


pengajarannya

guru medioker yang berkarakter instruksional. Metode
adalah

menyuapai

anak

dengan

pengetahuan-pengetahuan

(spoonfeeding).Murid dididik menjadi pecundang.
Kedua, guru superior. Sepanjang hari, dari tahun ke tahunia hanya

memperagakan otoritas dan kewibawaan. Pusat kegiatan belajar-mengajar adalah
guru, bukan murid. Guru inilah yang sering disebut sebagi guru killer oleh anakanak. Yang terjadi kemudian adalah anak-anak menjadi penakut dan pengecut.
Ketiga, guru terpuji. Karakter ini identik dengan cara pengajarannya yang


luwes. Beliau dapat menjelaskan hal-halyang rumit dengan cara yang sederhana.
Guru yang membuat murid mengerti. Administrasi pengajarannya bagus, walau
8

Ibid hal. 46
Ibid
10
J. Sumardianta, Guru Gokil Murid Unyu, (Yogyakarta: Bentang, 2013), hal. 3

9

pusat pembelajaran masih guru itu sendiri. Guru seperti ini terperangkap
materialisme kurikulum. Murid, dididik menjadi orang pintar.
Keempat, guru yang hebat yang menginspirasi murid.Ia selalu berusaha

mejadi pendengar yang baik dan tidak obral bualan di kelas sepanjang waktu.
Pusat kegiatan belajar-mengajar adalah murid, bukan guru.Kurikulum diolah dan
disajikan sesuai kebutuhan murid. Guru hebat, mendidik murid menjadi manusia
bermental driver dan winner.


C. Pola pendidikan karakter
Pendidikan berkarakter identik dengan pendidikan yang berasas agama,
atau dalam konteks kita sebagai muslim adalah pendidikan Islam.
Dalam prakteknya Negara Jepang telah berhasil mempraktekkan
pendidikan karakter kepada generasinya. Padahal mereka ukan lah masyarakat
yang religious. Masyarakatnya sangat terikat terhadap budaya dan adat istiadat
yang telah ditinggalkan nenek moyang dulu. Mereka lebih dahulu mempraktekkan
Annadzofatu min al-iman, jargon yang banyak digemborkan ummat Islam.

Mereka lebih unggul dalam kedisplinan, ketelitian, dan keteraturan. Sedangkan
kita (Indonesia) masih jauh dari segala hal yang berbau teratur. Namun, Gontor
memberikan sedikit pencerahan dengan adanya beberapa kesamaan antara Gontor
dan Jepang. Kita, (Gontor dan Indonesia) sama-sama menanamkan pada
generasinya pendidikan karakter. Dimana segala aspek pendidikan mempunyai
visi yang mengerucut pada pembentukan karakter.Lebih spesifiknya, Gontor
bervisi pada pembentukan karakter yang islami. Hal ini merupakan penjabaran
dari definisi pendidikan oleh Al-Ustadz Muhammad Yunus; Pendidikan adalah
segala pengaruh yang sengaja dipilih dalam rangka membantu anak meningkatkan
kaulitas diri, akal, dan akhlaq. Sehingga ia dapat mencapai kesempurnaan pada

puncak pencapaiannya. Supaya dapat mengantarkan anak pada kebahagiaan diri
atau golongan dan menjadikan setiap perbuatannya adalah benar, terpercaya untuk
masyarakat.11
Dilain tempat, ternyata para guru dan pendidik di Australia lebih
khawatir jika murid mereka tidak jujur, tidak mau mengantre, tidak memiliki rasa
Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, Ushulu At-tarbiyah wa At-ta’lim, kelas 3, (Gontor:
Darussalam Press, 2011), hal. 3

11

peduli dan empati terhadap orang lain, tidak hormat pada orang tua dan tidak
memiliki sopan santun.Mereka bahkan tidak terlalu cemas jika anak didiknya
tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung.Menurut para guru, untuk membuat
anak bias membaca, menulis, berhitung, mempunyai nilai akademik yang bagus
hanya diperlukan waktu 3-6 bulan belajar intensif.Tapi, untuk mendidik perilaku
moral seorang anak, dibutuhkan waktu lebih dari 15 tahun.12Hal ini menandakan
bahawa pendidikan etika dan moral mendapat porsi yang besar dalam negeri
kangguru tersebut.
Pendidikan karakter menekankan nilai dan implementasi dalam
kehidupan siswa, bukan terhadap pencapaian nilai akhir ujian dan akademis saja.
Dengan begitu generasi bangsa akan lebih bermental driver dan winner.

D. Pilar pendidikan karakter
Dalam buku Ushulu At-Tarbiyyah wa At-Ta’lim yang menjadi buku acuan
di KMI, disebutkan ada trias pendidikan13. Ketiganya adalah unsur penting yang
dikaitkan secara komprehensif.Pertama, rumah atau keluarga sebagai tempat awal
anak memperoleh pendidikan akhlaq, sikap, dan pola pikir.Rumah adalah unsur
terpenting

dan

seorang

ibu

adalah

pemain

terpenting

dalam

unsur

keluarga/rumah.Karena anak belajar segala hal pertama kali dari ibunya. Maka,
jika baik akhlaq atau budi pekerti sang ibu maka baik pula nilai-nilai yang
ditularkannya.14Unsur kedua adalah sekolah itu sendiri15.Lebih dari separuh waktu
anak dihabiskan di sekolah.Entah sekolah pagi seperti biasa, sekolah IT, atau
bahkan boarding school.Maka, segala bentuk kegiatan sekolah mempengaruhi
perangai anak karena sekolah merupakan miniatur dari masyarakat, yang
didalamnya banyak terjadi gesekan antar individunya. Jika setiap kegiatannya
tidak disenadakan tujuan akhirnya, dapat berakibat melencengnya nilai-nilai yang
hendak ditanamkan terhadap murid. Unsur ketiga adalah masyarakat itu sendiri.16
Dengan komposisinya yang terdiri dari beragam individu memberikan

12

J. Sumardianta, Guru Gokil Murid Unyu, (Yogyakarta: Bentang, 2013), hal. 6
Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah, Ushulu At-tarbiyah wa At-ta’lim, kelas 3, (Gontor:
Darussalam Press, 2011), hal. 35
14
Ibid hal. 37
15
Ibid hal. 38
16
Ibid hal. 39

13

pengetahuan lebih luas terhadap anak dan memberikannya sudut pandang-sudut
pandang yang lain. Dalam masyarakat ia akan terjun langsung bagaimana
bersosialisasi dengan orang lain, bergaul dengan teman, bertemu orang yang lebih
muda ataupun lebih tua dan berbagai fenomena yag lain.

E. Manusia berkarakter kuat
Bagaimana agar anak apat tumbuh dengan karakter kuat? Mereka harus
difasilitasi dan didukung system persekolahan yang bagus, dengan pengajaran
bermakna (good school).Pengajaran bermakna (contextual learning) ditandai
empat sikap guru yang memperagakan passion for knowledge-learn, share,
formulate, practice.17Para guru senantiasa berkeinginan kuat mempelajari

pengetahun baru; memperkaya diri dengan pergaulan dan mampu mengaitkan
pengetahuan yang diajarkan dengan kehidupan anak-anak.Dengan mendidik, guru
secara tidak langsung telah memperkuat karakter siswa.Sedangkan mengajar itu
melatih ketrampilan hidup siswa.

17

J. Sumardianta, Guru Gokil Murid Unyu, (Yogyakarta: Bentang, 2013), hal. 49

BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang singkat ini, dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Definisi guru dalam pendidikan karakter adalah muaddib

yang

mengedepankan adab, moral atau karakter. Bukan lagi berorientasi pada
nilai, ujian dan akreditasi lembaga
2. Karakter-karakter guru:

 Pertama, guru medioker yang berkarakter instruksional.Murid
dididik menjadi pecundang.

 Kedua, guru superior/killer. Anak-anak dididik menjadi penakut

dan pengecut.

 Ketiga, guru terpuji.Murid dididik menjadi orang pintar.

 Keempat, guru yang hebat yang menginspirasi murid. Mendidik

murid menjadi manusia bermental driver dan winner.
3. Pola pendidikan karakterlebih menekankan nilai dan implementasi dalam
kehidupan siswa, bukan terhadap pencapaian nilai akhir ujian dan
akademis saja. Dengan begitu generasi bangsa akan lebih bermental driver
dan winner.
4. Pilar pendidikan karakter adalah trias pendidikan (keluarga, sekolah, dan
masyarakat)
5. Melalui pendidikan dan bukan cuma pengajaran kita bisa membentuk
manusia yang berakarakter kuat.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Islamiyah, Kulliyatu-l-Mu’allimin, Ushulu At-tarbiyah wa At-ta’lim, kelas 3, (Gontor:
Darussalam Press, 2011)
Bahroni, Imam, Streamlining Advanced English (Gontor: Darussalam Press, 2012)

Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003)
Sumardianta, J, Guru Gokil Murid Unyu, (Yogyakarta: Bentang, 2013)
Ulum, M. Miftahul, At-Ta’dib (Jurnal Kependidikan Islam), (Gontor: Fakultas Tarbiyah
ISID PMDG Indonesia, 1428)

BIODATA
Nama

: Izzatul Munawwaroh

Alamat

: Rt/01 Rw/01 Dsn. Rembes Ds. Gesikharjo Kec. Palang

Kab. Tuban Jawa Timur 62391
TTL

: Jepara, 01 Juli 1994

Kampus

: Mantingan

Fakultas/Prodi : Ekonomi dan Manajemen/Ekonomi Islam
No. Hp

: 081370868774