Makalah Teori Kognitif . docx
MAKALAH
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD
Tentang
“ Teori-Teori Pembelajaran Matematika Kognitif ”
Oleh:
KELOMPOK 1
Candra Gussah Putra (1620056)
Rahma Fitri (1620052 )
Sea Arizka (1620062)
Kelas : II B / PGSD
Dosen Pembimbing:
Asrina Mulyati, M.Pd
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
ADZKIA PADANG
TP.2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada
dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu
besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, yang ingin mengambil atau
menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah kami yang berjudul Teori-Teori
Pembelajaran Matematika Kognitif sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah
ada.
Padang, Februari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang……………………………………………………….4
b. Rumusan Masalah……………………………………………………4
c. Tujuan..................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Bruner.........................................................................5
B. Teori Belajar Dienes.........................................................................7
C. Teori Belajar Van Hiele …………………………………………...10
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan…………………………………………………………….......14
b. Saran.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli
pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang
memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, salah satunya
yaitu aliran Kognitif. Aliran kognitif memandang belajar sebagai perubahan struktur
kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana
cara guru mengajar. Dari aliran teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model
pembelajaran, strategi pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan
tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori
belajar yang dirujuk.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar Bruner
2. Bagaimana teori belajar Dienes
3. Bagaimana teori belajar Van Hiele
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang teori belajar Bruner
2. Untuk mengetahui tentang teori belajar Dienes
3. Untuk mengetahui tentang teori belajar Van Hiele
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF MATEMATIKA
A. TEORI BELAJAR BRUNER
Jerome Seymour Bruner dilahirkan di New York pada tanggal 1 Oktober 1915.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Bruner merupakan ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang
dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai
efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan
kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap
yaitu :
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, pembelajaran dilakukan dengan cara memanipulasi objek secara
aktif. Contohnya, ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan di awal
pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah-buahan,
lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa model atau alat peraga lainnya. Ketika
belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses
pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan”
atau dengan menggunakan obyek langsung.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal
dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objekobjek yang dimanipulasinya.
3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbolsimbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objekobjek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik
ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract
symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orangorang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya hurufhuruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambanglambang abstrak yang lain.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu
tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral ”. Secara singkat, kurikulum spiral
menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu
pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Manfaat Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan. Diantaranya adalah
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
B. TEORI BELAJAR DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya
matematika dapat dianggap sebagai pelajaran tentang struktur, klasifikasi tentang
struktur,relasi-relasi dalam struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur. Ia meyakini bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat dipahami
dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik. Dienes menggunakan
istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep
yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep
matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep matematis murni , berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan
hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana
bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ
Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masingmasing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
2.
Konsep notasi. adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara
penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah
7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam
menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh.
Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor
penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3.
Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk
penyelesaian
masalah
dalam
matematika
dan
dalam
bidang-bidang
yang
berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan. Konsepkonsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari
konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para
siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa
pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat
kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6
berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka
kuasai.
Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsep
matematika, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Bermain Bebas
Tahap bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak
diarahkan. Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untuk mengadakan percobaan dan
mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda kongkrit dari unsur-unsur yang sedang
dipelajarinya. Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsurunsur
dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Dalam tahap ini juga
anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun juga belajar membentuk
struktur sikap dan mempersiapkan diri dalam pemahaman konsep.
2. Tahap Permainan
Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat
dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang
telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan dapat mulai
melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan anak-anak diajak
untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika. Makin
banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu,
maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak. Karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajarinya itu.
3. Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam
mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya.
Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula.
4. Tahap Representasi
Tahap representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi
yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu,
setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasisituasi yang dihadapinya. Representasi yang diperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan
demikian anak-anak telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang
sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Tahap Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar konsep, yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbolsimbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6. Tahap Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, anak-anak yang telah mengenal
dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
C. TEORI BELAJAR VAN HIELE
Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang
diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan
berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi Teori Van Hiele adalah suatu teori
tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat
naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori van
Hiele pertama kali dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof
pada tahun 1957. Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir siswa dalam
belajar geometri. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini, anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah
kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh
kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan
bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar ( persegi ) keempat
sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
2. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun Geometri
yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada
bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia telah
mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi
tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak
belum mengetahui bahwa persegi adalah persegipanjang atau ,persegi itu adalah belah
ketupat dan sebagainya.
3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang
kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum
berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini
sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi
adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula
dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah
balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi .
Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal
suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa
belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat
khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah
mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu
menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak
belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui
pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap
akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah
lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.
Fase-fase pembelajaran Geometri Van Hiele
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van
Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu :
1. Fase 1 : Informasi (information)
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang
obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi.
2. Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan
guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang
memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang
menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.
3. Fase 3 : Penjelasan (explication)
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul
mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa
menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal
mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini
mulai tampak nyata.
4. Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)
Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan
banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas
open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka
sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para
siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang
dipelajari menjadi jelas.
5. Fase 5 : Integrasi (Integration)
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat
membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global
terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini
tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai
tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap
sebelumnya.
Karakteristik Teori Van Hiele
beberapa karakteristik teori Van Hiele dalam geometri yaitu:
1. Berurutan,yaitu seseorang harus melalui tahap-tahap belajar sesuai dengan urutannya.
Dalam hal ini siswa harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah dulu, sehingga
siswa lebih mudah mengerti dalam belajar geometri. Misalnya untuk melanjutkan
ketahap yang ketiga, siswa harus lebih dulu memahami tahap yang kedua.
2. Kemajuan, yaitu keberhasilan dari tahap ketahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi
materi pembelajaran dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan
biologis.
3. Objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya.
Apabila seorang siswa belum dapat memahami konsep geometri pada tahap tertentu,
maka siswa harus dibawa ketahap yang lebih rendah. Tanpa memahami tahap-tahap
yang lebih rendah maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Begitu pula sebaliknya apabila siswa telah memahami konsep geometri pada tahap
tertentu, maka siswa harus dibimbing terus ketahap yang lebih tinggi dari tahap
sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bruner mengemukakan dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap yaitu : tahap
Tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Menurut Dienes matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur
memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubunganhubungan diantara struktur-struktur. Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6
tahap yaitu : a. Tahap yang disertai aturan b. Tahap kesamaan sifat c. Tahap
representasi d. Tahap simbolisasi e. Tahap formalisasi Teori belajar yang dikemukakan
oleh Van Hiele khusus dalam bidang geometri.
B. Saran
makalah yang saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam penjelasan yang
telah dituliskan dalam makalah ini belumlah mutlak sempurna, untuk itu ada baiknya
pembaca memperluas dengan buku yang ada kaitannya dengan materi makalah ini agar
pemahamannya lebih sempurna. Dan penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 1995. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara
Suherman, dkk. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta:DEPDIKBUD
Suwarsono. 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan
Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta: DEPDIKNAS
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: DEPDIKNAS
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD
Tentang
“ Teori-Teori Pembelajaran Matematika Kognitif ”
Oleh:
KELOMPOK 1
Candra Gussah Putra (1620056)
Rahma Fitri (1620052 )
Sea Arizka (1620062)
Kelas : II B / PGSD
Dosen Pembimbing:
Asrina Mulyati, M.Pd
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN & ILMU PENDIDIKAN
ADZKIA PADANG
TP.2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita berbagai
macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu membawa keberkahan,
baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada kehidupan akhirat kelak, sehingga semua
cita-cita serta harapan yang ingin kita capai menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Kami menyadari sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan serta
banyak kekurangan, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal pengkonsolidasian kepada
dosen serta teman-teman sekalian, yang kadangkala hanya menturuti egoisme pribadi, untuk itu
besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang membangun untuk lebih menyempurnakan
makalah-makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah-mudahan apa yang kami
susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, yang ingin mengambil atau
menyempurnakan lagi atau mengambil hikmah dari makalah kami yang berjudul Teori-Teori
Pembelajaran Matematika Kognitif sebagai tambahan dalam menambah referensi yang telah
ada.
Padang, Februari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. 3
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang……………………………………………………….4
b. Rumusan Masalah……………………………………………………4
c. Tujuan..................................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Belajar Bruner.........................................................................5
B. Teori Belajar Dienes.........................................................................7
C. Teori Belajar Van Hiele …………………………………………...10
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan…………………………………………………………….......14
b. Saran.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...15
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih dikembangkan oleh ahli
pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori belajar ini merupakan salah satu
kompetensi pedagogik guru, sehingga guru mampu mengembangkan pembelajaran yang
memuat tiga macam aktivitas, yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, salah satunya
yaitu aliran Kognitif. Aliran kognitif memandang belajar sebagai perubahan struktur
kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan mempengaruhi bagiamana
cara guru mengajar. Dari aliran teori belajar tersebut lahirlah pendekatan belajar, model
pembelajaran, strategi pengajaran, hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan
tentang teori belajar ini bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya
sesuai dengan materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori
belajar yang dirujuk.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori belajar Bruner
2. Bagaimana teori belajar Dienes
3. Bagaimana teori belajar Van Hiele
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang teori belajar Bruner
2. Untuk mengetahui tentang teori belajar Dienes
3. Untuk mengetahui tentang teori belajar Van Hiele
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI-TEORI PEMBELAJARAN KOGNITIF MATEMATIKA
A. TEORI BELAJAR BRUNER
Jerome Seymour Bruner dilahirkan di New York pada tanggal 1 Oktober 1915.
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi perkembangan dan ahli psikologi belajar
kognitif. Bruner merupakan ahli psikologi yang terkenal telah banyak menyumbang
dalam penulisan teori pembelajaran, proses pengajaran dan falsafah pendidikan.
Menurut Bruner belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai
efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan
kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk
menemukan dan memecahkan masalah.
Bruner mengemukakan bahwa dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap
yaitu :
1. Tahap Enaktif
Pada tahap ini, pembelajaran dilakukan dengan cara memanipulasi objek secara
aktif. Contohnya, ketika akan membahas penjumlahan dan pengurangan di awal
pembelajaran, siswa dapat belajar dengan menggunakan batu, kelereng, buah-buahan,
lidi, atau dapat juga memanfaatkan beberapa model atau alat peraga lainnya. Ketika
belajar penjumlahan dua bilangan bulat, para siswa dapat saja memulai proses
pembelajarannya dengan menggunakan beberapa benda nyata sebagai “jembatan”
atau dengan menggunakan obyek langsung.
2. Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal
dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang
dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objekobjek yang dimanipulasinya.
3. Tahap Simbolik
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbolsimbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objekobjek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolik
ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstract
symbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orangorang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya hurufhuruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambanglambang abstrak yang lain.
Ciri khas Teori Bruner dan perbedaannya dengan teori yang lain
Teori Bruner mempunyai ciri khas daripada teori belajar yang lain yaitu
tentang ”discovery” yaitu belajar dengan menemukan konsep sendiri. Disamping itu,
karena teori Bruner ini banyak menuntut pengulangan-pengulangan, maka desain
yang berulang-ulang itu disebut ”kurikulum spiral ”. Secara singkat, kurikulum spiral
menuntut guru untuk memberi materi pelajaran setahap demi setahap dari yang
sederhana ke yang kompleks, dimana materi yang sebelumnya sudah diberikan suatu
saat muncul kembali secara terintegrasi di dalam suatu materi baru yang lebih
kompleks. Demikian seterusnya sehingga siswa telah mempelajari suatu ilmu
pengetahuan secara utuh.
Bruner berpendapat bahwa seseorang murid belajar dengan cara menemui
struktur konsep-konsep yang dipelajari. Anak-anak membentuk konsep dengan
melihat benda-benda berdasarkan ciri-ciri persamaan dan perbedaan. Selain itu,
pembelajaran didasarkan kepada merangsang siswa menemukan konsep yang baru
dengan menghubungkan kepada konsep yang lama melalui pembelajaran penemuan.
Salah satu model kognitif yang sangat berpengaruh adalah model dari Jerome
Bruner (1966) yang dikenal dengan nama belajar penemuan (discovery learning).
Bruner menganggap bahwa belajar peneuan sesuai dengan pencarian pengetahuan
secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik.
Bruner menyarankan agar siswa hendaknya belajar melalui berpartisipasi aktif
dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip agar mereka dianjurkan untuk memperoleh
pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk
menemukan konsep dan prinsip itu sendiri.
Manfaat Pengetahuan yang diperoleh dengan belajar penemuan menunjukkan
beberapa kebaikan. Diantaranya adalah
1. Pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat.
2. Hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik.
3. Secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan
kemampuan untuk berfikir secara bebas.
B. TEORI BELAJAR DIENES
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya
matematika dapat dianggap sebagai pelajaran tentang struktur, klasifikasi tentang
struktur,relasi-relasi dalam struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara
struktur-struktur. Ia meyakini bahwa setiap konsep (prinsip) matematika dapat dipahami
dengan tepat jika disajikan melalui bentuk yang konkret/fisik. Dienes menggunakan
istilah konsep untuk menunjuk suatu struktur matematika, suatu definisi tentang konsep
yang jauh lebih luas daripada definisi Gagne. Menurut Dienes, ada tiga jenis konsep
matematika yaitu konsep murni matematika, konsep notasi, dan konsep terapan.
1. Konsep matematis murni , berhubungan dengan klasifikasi bilangan-bilangan dan
hubungan-hubungan antar bilangan, dan sepenuhnya bebas dari cara bagaimana
bilangan-bilangan itu disajikan. Sebagai contoh, enam, 8, XII, 1110 (basis dua), dan Δ
Δ Δ Δ, semuanya merupakan contoh konsep bilangan genap; walaupun masingmasing menunjukkan cara yang berbeda dalam menyajikan suatu bilangan genap.
2.
Konsep notasi. adalah sifat-sifat bilangan yang merupakan akibat langsung dari cara
penyajian bilangan. Fakta bahwa dalam basis sepuluh, 275 berarti 2 ratusan ditambah
7 puluhan ditambah 5 satuan merupakan akibat dari notasi nilai tempat dalam
menyajikan bilangan-bilangan yang didasarkan pada sistem pangkat dari sepuluh.
Pemilihan sistem notasi yang sesuai untuk berbagai cabang matematika adalah faktor
penting dalam pengembangan dan perluasan matematika selanjutnya.
3.
Konsep terapan adalah penerapan dari konsep matematika murni dan notasi untuk
penyelesaian
masalah
dalam
matematika
dan
dalam
bidang-bidang
yang
berhubungan. Panjang, luas dan volume adalah konsep matematika terapan. Konsepkonsep terapan hendaknya diberikan kepada siswa setelah mereka mempelajari
konsep matematika murni dan notasi sebagai prasyarat. Konsep-konsep murni
hendaknya dipelajari oleh siswa sebelum mempelajari konsep notasi, jika dibalik para
siswa hanya akan menghafal pola-pola bagaimana memanipulasi simbol-simbol tanpa
pemahaman konsep matematika murni yang mendasarinya. Siswa yang membuat
kesalahan manipulasi simbol seperti 3x + 2 = 4 maka x + 2 = 4 – 3, = x, a2 x a3 = a6
berusaha menerapkan konsep murni dan konsep notasi yang tidak cukup mereka
kuasai.
Dienes membagi 6 tahapan secara berurutan dalam menyajikan konsep
matematika, yaitu sebagai berikut.
1. Tahap Bermain Bebas
Tahap bermain bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak
diarahkan. Pada kegiatan ini, memungkinkan anak untuk mengadakan percobaan dan
mengotak-atik (memanipulasi) benda-benda kongkrit dari unsur-unsur yang sedang
dipelajarinya. Pada tahap permainan bebas anak-anak berhadapan dengan unsurunsur
dalam interaksinya dengan lingkungan belajar atau alam sekitar. Dalam tahap ini juga
anak tidak hanya belajar membentuk struktur mental, namun juga belajar membentuk
struktur sikap dan mempersiapkan diri dalam pemahaman konsep.
2. Tahap Permainan
Dalam permainan yang disertai aturan, anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan
keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu. Keteraturan ini mungkin terdapat
dalam konsep tertentu tetapi tidak terdapat dalam konsep yang lainnya. Anak yang
telah memahami aturan-aturan yang terdapat dalam konsep akan dapat mulai
melakukan permainan tadi. Jelaslah, dengan melalui permainan anak-anak diajak
untuk mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika. Makin
banyak bentuk-bentuk yang berlainan yang diberikan dalam konsep-konsep tertentu,
maka akan semakin jelas konsep yang dipahami anak. Karena anak-anak akan
memperoleh hal-hal yang bersifat logis dan matematis dalam konsep yang
dipelajarinya itu.
3. Tahap Penelaahan Kesamaan Sifat
Pada tahap ini, anak-anak mulai diarahkan dalam kegiatan menemukan sifat-sifat
kesamaan dalam permainan yang sedang diikuti. Untuk melatih anak-anak dalam
mencari kesamaan sifat, guru perlu mengarahkan mereka dengan mentranslasikan
kesamaan struktur dari bentuk permainan yang satu ke bentuk permainan lainnya.
Translasi tentu tidak boleh mengubah sifat-sifat abstrak yang ada dalam permainan
semula.
4. Tahap Representasi
Tahap representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi
yang sejenis. Anak-anak menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu,
setelah mereka berhasil menyimpulkan kesamaan sifat yang terdapat dalam situasisituasi yang dihadapinya. Representasi yang diperolehnya ini bersifat abstrak. Dengan
demikian anak-anak telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang
sifatnya abstrak yang terdapat dalam konsep yang sedang dipelajari.
5. Tahap Simbolisasi
Tahap simbolisasi termasuk tahap belajar konsep, yang membutuhkan kemampuan
merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbolsimbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6. Tahap Formalisasi
Tahap formalisasi merupakan tahap belajar konsep yang terakhir. Dalam tahap ini
anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan
sifat-sifat baru dari konsep tersebut. Sebagai contoh, anak-anak yang telah mengenal
dasar-dasar dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu merumuskan
teorema, dalam arti membuktikan teorema tersebut.
C. TEORI BELAJAR VAN HIELE
Van Hiele adalah seorang guru matematika bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri Menurut Van Hiele, ada tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri, yaitu waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran yang
diterapkan. Jika ketiga unsur ditata secara terpadu, akan dapat meningkatkan kemampuan
berfikir anak kepada tahapan berfikir yang lebih tinggi Teori Van Hiele adalah suatu teori
tentang tingkat berpikir siswa dalam mempelajari geometri, dimana siswa tidak dapat
naik ke tingkat yang lebih tinggi tanpa melewati tingkat yang lebih rendah. Teori van
Hiele pertama kali dikembangkan oleh Pierre Marie van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof
pada tahun 1957. Teori ini menjelaskan mengenai perkembangan berpikir siswa dalam
belajar geometri. Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam
belajar geometri, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)
Pada tahap ini, anak mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara
keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk
geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada anak diperlihatkan sebuah
kubus, maka ia belum mengetahui sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh
kubus tersebut. Ia belum tahu bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan
bujursangkar, anak pun belum mengetahui bahwa bujursangkar ( persegi ) keempat
sisinya sama dan ke empat sudutnya siku-siku.
2. Tahap analisis
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun Geometri
yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada
bangun Geometri itu. Misalnya pada saat ia mengamati persegi panjang, ia telah
mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi
tersebut saling sejajar. Tapi tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang
terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri lainnya. Misalnya anak
belum mengetahui bahwa persegi adalah persegipanjang atau ,persegi itu adalah belah
ketupat dan sebagainya.
3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)
Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang
kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum
berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu diketahui adalah, anak pada tahap ini
sudah mulai mampu mengurutkan. Misalnya ia sudah mengenali bahwa persegi
adalah jajaran genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang. Demikian pula
dalam pengenalan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus adalah
balok juga, dengan keistimewaannya, yaitu bahwa semua sisinya berbentuk persegi .
Pola pikir anak pada tahap ini masih belum mampu menerangkan mengapa diagonal
suatu persegi panjang itu sama panjangnya. Anak mungkin belum memahami bahwa
belah ketupat dapat dibentuk dari dua segitiga yang kongruen.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yaitu
penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat
khusus. Demikian pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang
tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan. Misalnya anak sudah
mulai memahami dalil. Selain itu, pada tahap ini anak sudah mulai mampu
menggunakan aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Tetapi anak
belum mengerti mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari
prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia mengetahui
pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-postulat dari geometri Euclid. Tahap
akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, rumit dan kompleks. Oleh karena itu
tidak mengherankan jika tidak semua anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah
lanjutan atas, masih belum sampai pada tahap berfikir ini.
Fase-fase pembelajaran Geometri Van Hiele
Untuk meningkatkan suatu tahap berpikir ke tahap berpikir yang lebih tinggi Van
Hiele mengajukan pembelajaran yang melibatkan 5 fase (langkah), yaitu :
1. Fase 1 : Informasi (information)
Pada awal fase ini, guru dan siswa menggunakan tanya jawab dan kegiatan tentang
obyek-obyek yang dipelajari pada tahap berpikir yang bersangkutan. Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi.
2. Fase 2 : Orientasi langsung (directed orientation)
Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat disiapkan
guru. Aktifitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang
memberi ciri-ciri untuk tahap berpikir ini. Jadi, alat ataupun bahan dirancang
menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan repon khusus.
3. Fase 3 : Penjelasan (explication)
Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul
mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu untuk membantu siswa
menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan seminimal
mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir ini
mulai tampak nyata.
4. Fase 4 : Orientasi bebas (free orientation)
Siswa mengahadapi tugas-tugas yang lebih komplek berupa tugas yang memerlukan
banyak langkah, tugas-tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas-tugas
open ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka
sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi diantara para
siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antara obyek-obyek yang
dipelajari menjadi jelas.
5. Fase 5 : Integrasi (Integration)
Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat
membantu dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global
terhadap apa-apa yang telah dipelajari siswa. Hal ini penting tetapi, kesimpulan ini
tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai
tahap berpikir yang baru.Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap
sebelumnya.
Karakteristik Teori Van Hiele
beberapa karakteristik teori Van Hiele dalam geometri yaitu:
1. Berurutan,yaitu seseorang harus melalui tahap-tahap belajar sesuai dengan urutannya.
Dalam hal ini siswa harus memahami tahap-tahap yang lebih rendah dulu, sehingga
siswa lebih mudah mengerti dalam belajar geometri. Misalnya untuk melanjutkan
ketahap yang ketiga, siswa harus lebih dulu memahami tahap yang kedua.
2. Kemajuan, yaitu keberhasilan dari tahap ketahap lebih banyak dipengaruhi oleh isi
materi pembelajaran dan metode pembelajaran daripada umur dan kematangan
biologis.
3. Objek yang masih kurang jelas akan menjadi objek yang jelas pada tahap berikutnya.
Apabila seorang siswa belum dapat memahami konsep geometri pada tahap tertentu,
maka siswa harus dibawa ketahap yang lebih rendah. Tanpa memahami tahap-tahap
yang lebih rendah maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar geometri.
Begitu pula sebaliknya apabila siswa telah memahami konsep geometri pada tahap
tertentu, maka siswa harus dibimbing terus ketahap yang lebih tinggi dari tahap
sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bruner mengemukakan dalam proses belajarnya, anak melewati 3 tahap yaitu : tahap
Tahap enaktif, tahap ikonik dan tahap simbolik.
Menurut Dienes matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur
memisahkan hubungan-hubungan di antara struktur dan mengkategorikan hubunganhubungan diantara struktur-struktur. Dienes membagi tahap-tahap belajar dalam 6
tahap yaitu : a. Tahap yang disertai aturan b. Tahap kesamaan sifat c. Tahap
representasi d. Tahap simbolisasi e. Tahap formalisasi Teori belajar yang dikemukakan
oleh Van Hiele khusus dalam bidang geometri.
B. Saran
makalah yang saya tulis, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Dalam penjelasan yang
telah dituliskan dalam makalah ini belumlah mutlak sempurna, untuk itu ada baiknya
pembaca memperluas dengan buku yang ada kaitannya dengan materi makalah ini agar
pemahamannya lebih sempurna. Dan penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution. 1995. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.Jakarta : Bumi Aksara
Suherman, dkk. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta:DEPDIKBUD
Suwarsono. 2002. Teori-teori Perkembangan Kognitif dan Proses Pembelajaran yang Relevan
Untuk Pembelajaran Matematika. Jakarta: DEPDIKNAS
Pitadjeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta: DEPDIKNAS