Rencana Pembangunan dan Rencana Kerja Pemerintah

LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN 2005
TENTANG
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2006
RENCANA KERJA PEMERINTAH
(RKP)
TAHUN 2006

RENCANA KERJA PEMERINTAH
(RKP)
TAHUN 2006

REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR ISI

Halaman
BAB 1


PENDAHULUAN

I.1 - 1

BAB 2

TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN TAHUN 2006

I.2 - 1

A.

Kondisi Umum

I.2 - 1

A.1 Pencapaian 2004 dan Perkiraan 2005

I.2 - 1


A.2 Masalah dan Tantangan Utama 2006

I.2 - 7

B.

Tema Pembangunan 2006 dan Pengarusutamaan dalam
Pembangunan

I.2 - 11

C.

Prioritas-Prioritas Pembangunan 2006

I.2 - 13

C.1 Penanggulangan Kemiskinan dan Pengurangan
Kesenjangan


I.2 - 16

C.1.1 Sasaran

I.2 - 16

C.1.2 Arah Kebijakan

I.2 - 16

C.2 Peningkatan Kesempatan Kerja, Investasi, dan Ekspor

I.2 - 18

C.2.1 Sasaran

I.2 - 18

C.2.2 Arah Kebijakan


I.2 - 19

C.3 Revitalisasi Pertanian, Perikanan, Kehutanan dan
Perdesaan

I.2 - 25

C.3.1 Sasaran

I.2 - 25

C.3.2 Arah Kebijakan

I.2 - 25

C.4 Peningkatan Aksesibilitas dan Kualitas Pendidikan
dan Kesehatan

I.2 - 30


C.4.1 Sasaran

I.2 - 30

C.4.2 Arah Kebijakan

I.2 - 30

C.5 Penegakan Hukum, Pemberantasan Korupsi dan
Reformasi Birokrasi

I.2 - 33

C.5.1 Sasaran

I.2 - 33

C.5.2 Arah Kebijakan


I.2 - 33

C.6 Penguatan Kemampuan Pertahanan, Pemantapan
Keamanan dan Ketertiban serta Penyelesaian Konflik
C.6.1 Sasaran
C.6.2 Arah Kebijakan

I.2 - 34
I.2 - 34
I.2 - 35

C.7 Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) dan Nias (Sumatra Utara)

BAB 3

I.2 - 37

C.7.1 Sasaran


I.2 - 37

C.7.2 Arah Kebijakan

I.2 - 38

KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN

I.3 - 1

A.

Kondisi Ekonomi Tahun 2004 dan Perkiraan 2005

I.3 - 1

B.

Lingkungan Eksternal dan Internal Tahun 2006


I.3 - 5

C.

Tantangan Pokok

I.3 - 6

D.

Arah Kebijakan Ekonomi Makro

I.3 - 7

E.

Prospek Ekonomi Tahun 2006

I.3 - 8


BAB 4

KAIDAH PELAKSANAAN

I.4 - 1

BAB 5

PENUTUP

I.5 - 1

LAMPIRAN: MATRIKS PROGRAM-PROGRAM PRIORITAS

ii

BAB 1
PENDAHULUAN


Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 merupakan pelaksanaan tahun ke dua
dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009, dan
merupakan kelanjutan RKP 2005 yang disusun berdasarkan Rencana Pembangunan
Nasional (Repenas) Transisi. Penyusunan RKP tersebut merupakan pelaksanaan dari
UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Berdasarkan ketentuan PP No. 20 tahun 2004, penyusunan RKP mengacu kepada
RPJMN. Di dalam RPJMN 2004–2009 yang telah ditetapkan oleh Peraturan Presiden
No. 7 tanggal 19 Januari 2004 sebagai penjabaran Visi dan Misi Presiden terpilih dalam
Pemilu Presiden pada tahun 2004, ditetapkan 3 Agenda Pembangunan, yaitu:
1. Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai;
2. Menciptakan Indonesia yang Adil dan Demokratis; dan
3. Menciptakan Kesejahteraan Rakyat.
Ketiga Agenda tersebut merupakan pilar pokok untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
1945. Ketiga Agenda tersebut dilaksanakan secara bersamaan. Keberhasilan
pelaksanaan satu agenda akan ditentukan oleh kemajuan pelaksanaan agenda lainnya,
yang dalam pelaksanaan tahunan dirinci ke dalam RKP. Namun dengan
mempertimbangkan keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang telah dicapai pada
tahun sebelumnya, masalah dan tantangan yang masih akan dihadapi pada pelaksanaan

tahun RKP, ditetapkan Tema Pembangunan nasional yang menunjukkan titik berat
pelaksanaan Agenda Pembangunan.
Mengingat ketersediaan sumber daya yang terbatas, berdasarkan Tema
Pembangunan yang ditentukan setiap tahunnya, ditetapkan Prioritas pembangunan
nasional tahunan, yang mengarah pada rencana aksi bagi pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan.
Dalam kaitan itu, prioritas pembangunan tahunan disusun dengan beberapa
pertimbangan sebagai berikut:
1. Memiliki dampak yang signifikan terhadap pencapaian sasaran-sasaran
pembangunan sesuai dengan tema pembangunan, terutama sasaran-sasaran yang
terukur sehingga langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat;
2. Penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan;
3. Merupakan tugas pemerintah sebagai pelaku utama (sedapat mungkin dalam rentang
kendali pemerintah untuk mewujudkannya); dan
4. Realistis untuk dilaksanakan.
Sebagai dokumen perencanaan pembangunan nasional dan sesuai amanat UndangUndang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

(SPPN), RKP memuat prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro
serta program-program kementerian/lembaga, lintas kementerian/lembaga, dan lintas
wilayah yang tercerminkan dalam bentuk (i) kerangka regulasi, dan (ii) kerangka
pendanaannya. Dengan demikian RKP merupakan pedoman bagi penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), di mana kebijakan APBN ditetapkan secara
bersama-sama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah. Dengan cakupan
dan cara penetapan tersebut, RKP mempunyai fungsi pokok:
1. Menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa, karena memuat seluruh kebijakan
publik;
2. Menjadi pedoman dalam menyusun APBN, karena memuat arah kebijakan
pembangunan nasional satu tahun; dan
3. Menciptakan kepastian kebijakan, karena merupakan komitmen Pemerintah.
Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 ini dilengkapi dengan lampiran
yang berisi uraian tentang Program dan Kegiatan beserta Pagu Sementara. Namun, Pagu
Sementara dari berbagai program di dalam RKP Tahun 2006 akan mengalami
perubahan disesuaikan dengan Pagu Anggaran Definitif per Kementerian/Lembaga
sebagai hasil pembahasan antara Pemerintah dan DPR RI sebagaimana dimuat dalam
Lampiran dari Lampiran RKP Tahun 2006 ini.

I.1 - 2

BAB 2
TEMA DAN PRIORITAS PEMBANGUNAN
TAHUN 2006

A.

KONDISI UMUM

A.1 PENCAPAIAN 2004 DAN PERKIRAAN 2005
Krisis multi dimensi yang dialami sejak tahun 1997 memberi pelajaran berharga
bagi pelaksanaan pembangunan ke depan. Berbagai distorsi yang terjadi di masa lalu
telah melemahkan ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis dan
menimbulkan kesenjangan sosial serta ketidak stabilan politik. Namun melalui
pelaksanaan berbagai langkah pemulihan dan reformasi yang dilakukan selama 5 tahun
terakhir, berbagai kemajuan di berbagai bidang telah dicapai.
Pada tahun 2004 dan 2005 kondisi lebih aman, tertib dan damai sebagai
prasyarat penting bagi pelaksanaan kegiatan pembangunan semakin dirasakan
oleh masyarakat. Konflik sosial semakin menurun. Konflik horisontal beberapa
wilayah Indonesia seperti Maluku dan Poso secara signifikan telah dapat diredam pada
tahun 2004. Masyarakat yang terlibat dalam konflik komunal di Maluku, Maluku Utara,
dan Mamasa juga secara nyata telah melaksanakan upaya-upaya ke arah perdamaian.
Selanjutnya, tercapainya kesepakatan perdamaian dengan Gerakan Aceh Merdeka
(GAM) pada bulan Agustus 2005 diharapkan akan menciptakan kondisi lebih aman dan
kondusif bagi pelaksanaan pembangunan di Aceh. Sementara itu, kekuatan dan aktivitas
kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) juga telah dapat direduksi dan
diisolir. Dalam hal kriminalitas, meskipun terjadi peningkatan variasi kejahatan, tindak
kejahatan konvensional telah semakin dapat ditekan.
Sebaliknya, beberapa persoalan yang terlihat memiliki keterkaitan tertentu dengan
persoalan-persoalan kompleks dalam tata hubungan internasional dewasa ini cenderung
meningkat. Persoalan-persoalan terorisme, termasuk kasus bom Bali tahun 2002 dan
bom di depan Kedutaan Australia pada tahun 2004, sudah meluas mengancam
kepentingan domestik dan internasional. Bahkan kepentingan Indonesia di luar negeri
sudah menjadi sasaran terorisme dengan dibomnya Kedutaan Besar Indonesia di
Perancis pada tahun 2004. Beberapa pelaku penting dari tindakan tersebut telah
ditangkap dan jaringannya telah diungkap, sehingga ancaman terorisme lebih direduksi,
namun demikian tetap harus dituntaskan penanganannya. Kejahatan lintas batas
terutama kejahatan narkoba dan penyelundupan kekayaan alam secara besar-besaran
serta gangguan keamanan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia merupakan ancaman
serius yang perlu terus diwaspadai.
Proses demokratisasi dalam kehidupan sosial dan politik telah semakin
membentuk karakter kehidupan berbangsa dan bernegara dan semakin kokoh.
Pada tahun 2004 pemilihan umum legislatif, pemilihan umum Presiden dan Wakil
Presiden telah dilaksanakan secara langsung dengan aman dan tertib. Pelaksanaan

kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah berjalan semakin baik dengan
diselesaikannya format hubungan pusat dan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kebebasan media komunikasi dalam
mengkomunikasikan kepentingan masyarakat terus dijamin dan kebertanggungjawaban
pers semakin meningkat. Pada tahun 2004 tercipta format hubungan sipil-militer, serta
TNI dengan Polri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, serta terbentuknya
Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2005 tugas, wewenang dan tanggungjawab dari
seluruh kelembagaan negara/pemerintahan yang berdasarkan mekanisme kesetimbangan
(checks and balances) serta sesuai konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku
berjalan semakin mantap. Peran masyarakat sipil dan kelompok swadaya masyarakat
semakin berkembang. Pelaksanaan Pemilihan kepala daerah secara langsung yang telah
dilaksanakan di berbagai daerah secara umum telah dapat berlangsung aman dan tertib,
dengan partisipasi masyarakat yang luas.
Upaya perbaikan penegakan hukum dan kepastian hukum yang dirasakan
tidak adil, tidak tegas dan diskriminatif oleh masyarakat telah berjalan pada arah
yang lebih baik. Untuk mendorong kinerja aparat penegak hukum, antara lain Komisi
Judisial dan Komisi Kejaksaan telah terbentuk dan telah mulai bekerja pada tahun
2005. Upaya pemberantasan korupsi menjadi lebih efektif akibat adanya komitmen
yang nyata dari Presiden melalui pembentukan Tim Pemberantasan Tindak Korupsi
(Tim Tastipikor) dan dukungan terhadap pelaksanaan tugasnya. Selain itu dukungan
juga diberikan terhadap fungsi Komisi Pemberantasdan Korupsi (KPK) dan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sehingga menjadi lebih kuat dan lebih tegas dalam
melakukan penindakan dan memberikan putusan tanpa intervensi oleh pihak manapun.
Karena itu berbagai penyidikan dan penindakan serta yang kemudian dilimpahkan serta
diputuskan oleh baik Pengadilan Umum maupun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
diperkirakan semakin meningkat pada tahun 2005. Dalam kaitan itu, penanganan
perkara tindak pidana korupsi meningkat pada tahun 2005.
Penyelenggaraan negara berkembang semakin baik dengan meningkatnya
intensitas pelaksanaan demokrasi dan upaya penegakan keadilan. Dikeluarkannya
Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,
memperlihatkan keseriusan pemerintah untuk mendorong terwujudnya aparatur negara
yang baik, bersih dan berwibawa. Momentum ini terus dijaga dan ditingkatkan pada
tahun 2005 dengan menekankan pada pelaksanaan pengawasan internal pemerintah dan
mengoptimalkan pengawasan oleh pihak eksternal, serta memberikan peluang bagi
peranserta masyarakat dalam pengawasan secara lebih luas. Sejalan dengan upaya
tersebut, di sisi lain dilakukan peningkatan kinerja, profesionalitas dan tingkat
kesejahteraan aparatur negara sehingga menghasilkan kualitas pelayanan yang lebih
baik kepada masyarakat.
Kondisi yang lebih aman dan damai, serta lebih demokratis pada tahun 2005
tersebut di atas, memberikan landasan yang kuat bagi terciptanya kepastian usaha dan
kepercayaan investor dalam dan luar negeri untuk melaksanakan kegiatan usaha dan
meningkatkan penanaman modalnya di Indonesia, dan pada gilirannya pertumbuhan
ekonomi Indonesia.

I.2 - 2

Stabilitas ekonomi makro yang relatif stabil dan membaik pada tahun 2004,
pada tahun 2005 menghadapi tekanan akibat faktor eksternal dan internal. Laju
inflasi sedikit meningkat namun relatif terkendali. Sejalan dengan itu, tingkat suku
bunga SBI cenderung meningkat namun karena spread yang relatif tinggi, maka suku
bunga pinjaman diperkirakan relatif stabil. Membubungnya harga minyak bumi
internasional dan naiknya tingkat bunga internasional telah memberikan tekanan
terhadap permintaan dolar dan melemahkan rupiah. Namun demikian, ketahanan fiskal
masih terjaga dengan tingkat defisit anggaran sekitar 0,8 persen dari PDB pada tahun
2005 dibanding 1,3 persen dari PDB pada tahun 2004. Stabilitas moneter juga didukung
oleh ketahanan sektor keuangan. Pada tahun 2004, rata-rata CAR perbankan tetap 19,4
persen dan gross NPL menurun menjadi 5,8 persen.
Sumber-sumber
pertumbuhan
ekonomi
lebih
berkualitas
dan
berkesinambungan. Pada tahun 2001–2003, pertumbuhan ekonomi yang terjadi lebih
didorong oleh konsumsi masyarakat. Pada tahun 2004, peranan investasi sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi yang lebih berkesinambungan mulai meningkat. Pada
tahun 2004, investasi berupa pembentukan modal tetap bruto (PMTB) tumbuh sebesar
15,7 persen; jauh lebih tinggi dari rata-rata tahun 2001–2003 yang hanya tumbuh ratarata 4,1 persen per tahun. Meskipun demikian minat investasi belum pulih antara lain
tercermin dari masih rendahnya nilai persetujuan investasi. Melalui berbagai langkah
pokok antara lain penyederhanaan prosedur investasi, peningkatan kepastian hukum,
serta perbaikan kualitas infrastruktur, iklim investasi dalam tahun 2005 diperkirakan
membaik. Membaiknya kondisi perekonomian yang dicerminkan dengan membaiknya
iklim investasi, diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang pada gilirannya
mengurangi jumlah pengangguran.
Pada tahun 2004 ekspor nasional mencapai US$ 72,2 miliar, suatu peningkatan
sekitar 12,6 persen dibandingkan tahun 2003, di mana ekspor nonmigas naik sebesar
11,5 persen. Peningkatan ekspor nonmigas ini, antara lain terutama disebabkan oleh
adanya perubahan dalam sistem pencatatan ekspor Indonesia, sehingga tidak
sepenuhnya menunjukkan peningkatan daya saing produk-produk ekspor. Namun
dengan dilaksanakannya upaya untuk meningkatkan daya saing, meningkatkan promosi
dan memperluas pasar ekspor termasuk pariwisata, memperbaiki sistem penerimaan dan
pengiriman barang di pelabuhan untuk mengurangi biaya transaksi pada tahun 2005,
diperkirakan kinerja ekspor indonesia dan pariwisata secara nyata, khususnya ekspor
nonmigas, semakin membaik. Sasaran pertumbuhan ekspor nonmigas sekitar 6,5 persen
(di luar sektor pariwisata) diperkirakan akan terlampaui, yaitu mencapai sekitar 15%.
Sementara itu, pertumbuhan penerimaan devisa sektor pariwisata pada tahun 2005
diperkirakan sekitar 12,5 persen.
Ditinjau dari sisi produksi, pertumbuhan sektor industri dan sektor pertanian
semakin membaik. Berbagai upaya pemulihan dan restrukturisasi industri yang telah
dilaksanakan sejak 1999 telah mampu mendorong pertumbuhan sektor riil, khususnya
pertanian, industri pengolahan, dan konstruksi. Meskipun demikian dibanding sebelum
krisis, perkembangan industri pengolahan (manufaktur), terutama nonmigas pada tahun
2004 belum pulih sepenuhnya. Tahun 2004 industri manufaktur tumbuh sekitar 6,2
persen dengan rata-rata tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri secara nasional
sekitar 62 persen. Industri manufaktur di tahun 2005 diperkirakan akan tumbuh sekitar
7,3 persen disertai dengan pemanfaatan kapasitas terpasang rata-rata secara nasional
menjadi sebesar 65 persen pada tahun 2005. Hasil pembangunan pertanian, termasuk
I.2 - 3

perikanan dan kehutanan pada tahun 2004 telah menghasilkan pertumbuhan sektor
pertanian yang cukup tinggi yaitu sebesar 4,1 persen. Dengan berbagai upaya
revitalisasi pertanian, yang meliputi peningkatan kemampuan petani dan penguatan
lembaga pendukungnya, pengamanan ketahanan pangan, peningkatan produktivitas,
produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian, pertumbuhan sektor pertanian
diperkirakan dapat dijaga hingga tumbuh sekitar 3,8 persen pada tahun 2005.
Dukungan sarana dan prasarana sejak timbulnya krisis hingga tahun 2004
mengalami penurunan. Pembangunan dan rehabilitasi yang telah dilakukan belum
dapat memenuhi peningkatan kebutuhan sehingga kondisi pelayanan dan penyediaan
infrastruktur (yang meliputi transportasi, energi, ketenagalistrikan, pos dan telematika,
sumberdaya air, serta perumahan, pelayanan air minum, dan penyehatan lingkungan).
Untuk mengatasi hal tersebut dan mengingat keterbatasan sumber dana pemerintah,
pada awal tahun 2005 telah dilaksanakan infrastructure summit dalam rangka
mempercepat pembangunan infrastruktur yang bersifat komersial serta meningkatkan
partisipasi swasta dalam dan luar negeri dalam pembangunannya. Efektivitas regulasi
dan insentif lebih ditingkatkan untuk menciptakan iklim investasi infrastruktur yang
kompetitif. Sebaliknya, infrastruktur yang bersifat non cost recovery yang menjadi
tanggung jawab pemerintah, baik pusat maupun daerah, semakin didorong
pembangunannya sesuai dengan kemampuan pendanaan APBN dan APBD melalui
program-program pembangunan yang lebih disinkronkan sehingga lebih efektif dan
tidak tumpang tindih.
Pertumbuhan ekonomi yang membaik belum memadai untuk meningkatkan
kesejahteraan seluruh masyarakat. Meskipun jumlah penduduk miskin menurun
dibanding pada saat krisis, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dan
yang rentan untuk jatuh ke bawah garis kemiskinan pada tahun 2004 masih sangat
besar, yaitu sekitar 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun
2005, dengan dilakukannya berbagai langkah secara intensif dan efektif bagi penurunan
jumlah penduduk miskin dan penciptaan lapangan kerja seperti penciptaan lapangan
kerja dan usaha, peningkatan pelayanan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pangan
dalam rangka pemenuhan secara bertahap hak-hak dasar masyarakat miskin serta
langkah-langkah lain dalam rangka memperbaiki kualitas pertumbuhan, jumlah
penduduk miskin diperkirakan menurun. Langkah-langkah ini pada tahun 2005 lebih
ditingkatkan dengan dilakukannya realokasi dana yang semula diperuntukkan untuk
subsidi BBM menjadi pengeluaran yang langsung ditujukan bagi penduduk yang tidak
mampu atau penduduk miskin.
Tingkat pengangguran terbuka tinggi dan kecenderungannya selalu
meningkat. Selama 5 tahun terakhir perkembangan ekonomi indonesia belum dapat
mengimbangi meningkatnya angkatan kerja yang masuk ke pasar kerja. Akibatnya,
tingkat pengangguran terbuka dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004
kecenderungannya selalu meningkat. Jika pada tahun 2000, jumlah pengangguran
terbuka 5,8 juta jiwa atau 6,1 persen dari angkatan kerja, meningkat menjadi 10,3 juta
jiwa atau 9,9 persen pada tahun 2004. Tingkat pengangguran usia muda (berumur 15–19
tahun) juga terus meningkat, yaitu dari 23,5 persen pada tahun 2000, menjadi 28,7
persen pada tahun 2001, 34,6 persen pada tahun 2002 dan meningkat lagi menjadi 36,7

I.2 - 4

persen pada tahun 2003. Kondisi ini memerlukan perhatian khusus mengingat mereka
ini seharusnya masih duduk di bangku sekolah.
Selain masalah pengangguran terbuka, masalah ketenagakerjaan lain adalah
kecenderungan penurunan lapangan kerja formal dalam tiga tahun terakhir.
Menurunnya jumlah lapangan kerja formal menjadi penyebab meningkatnya jumlah
pekerja informal. Kebanyakan pekerja yang bekerja pada lapangan kerja informal
bekerja pada sektor yang kurang produktif. Akibatnya upah riil yang diterima relatif
rendah dan mempengaruhi tingkat kesejahteraannya seperti pemenuhan pangan,
sandang, dan papan. Membesarnya lapangan kerja informal telah menyebabkan
perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal dan informal. Sebagian besar
pekerja Indonesia bekerja di sektor UMKM yang menyerap sebanyak lebih dari 99,5
persen dari jumlah tenaga kerja, dengan tingkat produktivitas tenaga kerja yang jauh
lebih rendah dibanding produktivitas usaha besar. Sementara itu adanya kecenderungan
peningkatan upah pekerja di industri besar tanpa mempertimbangkan produktivitas akan
berakibat pada penurunan daya saing. Masalah TKI juga mewarnai kondisi
ketenagakerjaan Indonesia, khususnya terkait dengan penyelenggaraan, penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri.
Berbagai indikator kualitas SDM Indonesia membaik namun masih relatif
rendah. Hingga tahun 2004, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih
menduduki peringkat ke 111 dari 177 negara. IPM merupakan komposit dari Angka
Harapan Hidup saat lahir sebesar 66,6 tahun, angka melek aksara penduduk usia 15
tahun ke atas sebesar 87,9 persen, dan gabungan angka partisipasi kasar jenjang
pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi sebesar 65 persen, dan Pendapatan
Domestik Bruto per kapita yang dihitung berdasarkan paritas daya beli (purchasing
power parity) sebesar US $3.230 (Human Development Report, 2004).
Sampai dengan tahun 2003 taraf pendidikan penduduk meningkat yang antara lain
ditunjukkan meningkatnya proporsi penduduk usia 15 tahun keatas yang telah
menyelesaikan jenjang sekolah menengah pertama atau jenjang yang lebih tinggi
menjadi 45,8 persen, dan angka buta aksara penduduk usia 15 tahun keatas sebesar
10,12 persen. Angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7–12 tahun sudah hampir
100 persen, partisipasi sekolah penduduk 13–15 tahun dan penduduk usia 16–18 tahun
berturut-turut mencapai 81,0 persen dan 51,0 persen. Dengan berbagai upaya yang
dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam tahun 2005, pencapaian APS sampai
tahun 2005 diperkirakan menjadi 83,2 persen untuk kelompok usia 13–15 tahun dan
56,0 persen untuk kelompok usia 16–18 tahun.
Pembangunan bidang kesehatan telah menunjukkan kemajuan yang penting dalam
meningkatkan kualitas kesehatan penduduk, dengan membaiknya berbagai indikator
kesehatan. Angka kematian bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000
kelahiran hidup (2002–2003), angka kematian balita menurun dari 79 (1997) menjadi
46 per 1.000 kelahiran hidup (2002), dan angka kematian ibu melahirkan menurun dari
334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002–2003). Umur harapan hidup
meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Prevalensi gizi kurang
(underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 25,8

I.2 - 5

persen (2002). Selain itu, sampai dengan tahun 2004 cakupan universal child
immunization (UCI) di tingkat desa mencapai 80 persen.
Secara keseluruhan kesenjangan derajat kesehatan dan taraf pendidikan kelompok
masyarakat masih cukup tinggi termasuk kesenjangan antara penduduk kaya dan
penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara penduduk
di perkotaan dan perdesaan, dan antar daerah. Namun, khusus untuk jenjang pendidikan
dasar, kesenjangan partisipasi pendidikan antara penduduk laki-laki dan penduduk
perempuan sudah tidak terjadi kecuali untuk beberapa daerah di Indonesia. Terutama
karena pengaruh sosial budaya masyarakatnya.
Sekalipun dalam beberapa persoalan mulai tampak kemajuan, namun beberapa
indikator pendidikan dan kesehatan masih jauh tertinggal dibandingkan dengan
kemajuan yang dicapai oleh negara-negara ASEAN maupun berbagai komitmen global
antar lain seperti pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs). Kondisi
ini semakin diperburuk dengan terjadinya sejumlah bencana alam, baik yang murni
disebabkan alam yang tidak dapat dihindarkan dan diprediksi maupun akibat polusi dan
kerusakan alam.
Upaya pembangunan kependudukan dan keluarga, peningkatan kesejahteraan sosial
dan pemberdayaan perempuan terus mengalami kemajuan. Partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan KB, jumlah kelompok Bina Keluarga Balita, dan jumlah anggota UPPKS
yang melakukan usaha ekonomi produktif terus meningkat. Upaya pembangunan bidang
kesejahteraan sosial lebih ditingkatkan lagi, antara lain melalui pemberdayaan anak
terlantar, anak jalanan, dan santunan bagi lanjut usia terlantar serta peningkatan
rehabilitasi dan perlindungan sosial, serta penyempurnaan sarana dan prasarana pusat
rehabilitasi dan panti cacat bagi para penyandang cacat. Partisipasi dan perlindungan
perempuan dalam pembangunan meskipun membaik namun masih rendah. Perempuan
juga masih mengalami adanya berbagai bentuk praktek diskriminasi, kekerasan, dan
eksploitasi. Akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang baik,
pendidikan yang lebih tinggi, dan keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas
masih terbatas.
Kualitas manusia mempengaruhi kemampuan dalam mengelola sumber daya
alam dan lingkungan hidup. Pengelolaan sumber daya alam (mineral, migas, kelautan
dan perikanan, hutan dan air) dan lingkungan hidup masih belum menunjukkan hasil
yang optimal. Kegiatan manusia yang terus meningkat dan bersifat eksploitatif dan
boros/tidak efisien mengakibatkan sumber daya alam terus mengalami deplesi dan
degradasi. Demikian pula kualitas lingkungan juga terus menurun yang ditujukkan
dengan meningkatnya pencemaran air, udara, dan atmosfer. Perubahan kualitas udara
dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan dapat mengakibatkan terjadinya
akumulasi berbagai unsur dan senyawa yang membahayakan bagi kelangsungan
kehidupan ekosistem.
Bencana tsunami di penghujung tahun 2004 melanda sebagian besar wilayah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Nias (Sumatera Utara). Bencana
ini telah mengakibatkan ratusan ribu jiwa menjadi korban, rumah dan harta benda rusak
dan hancur, sebagian besar prasarana dan sarana ekonomi dan sosial tidak berfungsi,
I.2 - 6

serta berubahnya bentang alam dan batas wilayah. Pada tahun 2005, Pemerintah
bersama masyarakat dan lembaga non pemerintah serta masyarakat internasional telah
melakukan berbagai langkah tanggap darurat sebagai langkah awal pertolongan dengan
memobilisasi dan menyalurkan berbagai bantuan darurat.
Berbagai upaya dalam rangka pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh yang
dilakukan sepanjang tahun 2005 diharapkan akan menghasilkan berbagai pencapaian
sebagai berikut. Pelaksanaan berbagai kegiatan evakuasi dan tanggap darurat serta
berbagai bentuk pertolongan lainnya telah mencegah timbulnya wabah endemi,
terlaksananya pelayanan kesehatan, dan berlanjutnya pendidikan bagi anak-anak usia
sekolah, serta telah berfungsinya trauma centre untuk meringankan beban psikis
masyarakat. Kegiatan ekonomi meskipun belum sepenuhnya pulih telah berjalan
kembali melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pemulihan pasar rakyat. Hal
ini ditunjang dengan pulihnya kegiatan perbankan dan lembaga keuangan. Berbagai
kegiatan perbaikan dan pembangunan kembali sarana dan prasana terutama yang
bersifat strategis dan vital telah dimulai. Bahkan jaringan telekomunikasi, listrik, dan air
bersih telah pulih. Penyelenggaraan pemerintahan daerah secara bertahap telah
dipulihkan. Bersamaan dengan itu telah mulai terbentuk badan pelaksana yang bersama
pemerintah daerah setempat mengkoordinasikan pelaksanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi Aceh. Selanjutnya blueprint dan rencana tata ruang yang baru bagi
perencanaan pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh telah tersusun. Selain itu
kerusakan lingkungan yang terjadi telah mulai ditangani.
Pada tahapan berikutnya pada tahun 2005 telah dimulai pula pelaksanaan
rehabilitasi dan rekonstruksi di kedua wilayah, Provinsi NAD dan Nias (Sumatera
Utara), menggunakan pendekatan yang berbeda sesuai karakteristik kerusakan dan
dampaknya.

A.2 MASALAH DAN TANTANGAN UTAMA 2006
Berdasarkan uraian di atas, masalah dan tantangan utama yang dihadapi memasuki
tahun 2006 adalah sebagai berikut.
Sebagian besar keluarga Indonesia masih diliputi rasa khawatir dan
ketidakpastian terhadap masa depan dan kesejahteraannya. Jumlah penduduk
yang hidup di bawah garis kemiskinan dan yang rentan untuk jatuh ke bawah
garis kemiskinan masih sangat besar. Dalam penanggulangan kemiskinan,
permasalahan dan tantangan yang masih dihadapi dalam upaya pemenuhan secara
bertahap hak-hak dasar masyarakat miskin saat ini, yaitu: (1) kurangnya pemahaman
terhadap hak-hak dasar masyarakat miskin; (2) kurangnya pemahaman terhadap akar
masalah yang dihadapi masyarakat miskin; (3) kurangnya pemahaman terhadap
perbedaan kondisi kemiskinan di berbagai wilayah; (4) kurangnya ketersediaan data
untuk mendukung penentuan sasaran dan kelompok sasaran secara akurat; (5)
kurangnya keberpihakan dalam perencanaan dan penganggaran bagi masyarakat miskin;
(6) lemahnya koordinasi kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
berbagai upaya penanggulangan kemiskinan; (7) lemahnya koordinasi antar pelaku
pembangunan; (8) kurangnya keterlibatan masyarakat madani; dan (9) lemahnya sistem
pemantauan, evaluasi dan pengendalian.
I.2 - 7

Kemiskinan di Indonesia juga diiringi oleh masalah ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Sebagian besar penduduk miskin berada di Jawa dan
Bali, namun, persentase penduduk miskin di luar Jawa dan Bali khususnya di kawasan
Timur Indonesia jauh lebih tinggi. Sedangkan dalam pengurangan kesenjangan, upaya
untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah masih menghadapi beberapa
permasalahan dan tantangan, yaitu: (1) banyaknya wilayah-wilayah yang masih
tertinggal dalam pembangunan; (2) belum berkembangnya wilayah-wilayah strategis
dan cepat tumbuh; (3) kondisi wilayah-wilayah perbatasan yang masih tertinggal; (4)
kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam pembangunan wilayah; (5)
ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar, metropolitan dengan kota-kota
menengah dan kecil; (6) masih adanya kesenjangan pembangunan antar desa dan kota;
(7) rendahnya pemanfaatan rencana tata ruang sebagai acuan koordinasi pembangunan
lintas sektor dan wilayah; dan (8) sistem pengelolaan pertanahan yang belum optimal.
Memasuki tahun 2006 tingkat pengangguran terbuka masih tinggi, dan tingkat
kesejahteraan sebagian besar tenaga kerja masih rendah. Pertumbuhan ekonomi
yang masih relatif rendah, belum dapat sepenuhnya menciptakan lapangan kerja bagi
angkatan kerja yang setiap tahunnya bertambah, terutama penciptaan lapangan kerja di
sektor formal. Di samping itu, permasalahan penting ketenagakerjaan lainnya adalah
masih besarnya lapangan pekerjaan di sektor informal yang tidak dibarengi dengan
meningkatnya kesejahteraan pekerja informal, meningkatnya intensitas hubungan
industrial antara pekerja dan pemberi kerja dalam upaya menciptakan hubungan
industrial, dan cenderung meningkatnya permasalahan TKI akibat terbatasnya
kesempatan kerja di Indonesia, sementara peluang kesempatan kerja di luar negeri
cukup besar. Sementara itu upaya-upaya pemecahannya juga masih menghadapi
tantangan yang cukup berat. Di samping masih menggeliatnya roda perekonomian
Indonesia, tingkat pendidikan, keterampilan/keahlian, dan kompetensi tenaga kerja
masih rendah. Di sisi lain tuntutan dunia kerja akan tenaga kerja terampil, ahli, dan
kompeten semakin meningkat seiring dengan tuntutan ekonomi global. Selanjutnya,
perubahan pola hubungan industrial di antara pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja
dalam rangka menciptakan harmonisasi hubungan industrial masih perlu dimantapkan.
Penduduk Indonesia masih menghadapi kesulitan untuk mengakses serta
mengalami rendahnya kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan. Penyediaan
pelayanan pendidikan belum dapat menjangkau seluruh kelompok masyarakat.
Ketimpangan taraf pendidikan antar kelompok masyarakat juga masih tinggi bahkan
cenderung meningkat. Selain akibat perbedaan tingkat pendapatan, hal tersebut juga
disebabkan oleh tingkat kesadaran masyarakat yang masih belum melihat pendidikan
sebagai bentuk investasi. Kualitas pendidikan masih rendah dan belum sepenuhnya
mampu mengembangkan potensi peserta didik dan kecakapan hidupnya. Kualitas
pendidikan juga masih mengalami ketimpangan antar satuan pendidikan antar daerah.
Tantangan utama dalam pembangunan pendidikan adalah desentralisasi pendidikan
belum sepenuhnya terlaksana. Sementara itu, pembiayaan pendidikan belum mampu
mencapai 20 persen dari APBN dan APBD sesuai amanat UUD 1945 dan UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pembangunan kesehatan status kesehatan masyarakat, terutama, penduduk
miskin masih rendah dan disparitas status kesehatan juga masih tinggi. Jenis penyakit
I.2 - 8

yang diderita oleh sebagian besar masyarakat adalah penyakit infeksi menular, namun
terdapat kecenderungan terjadi peningkatan penyakit tidak menular. Kapasitas
pelayanan kesehatan masih rendah serta jumlah dan kualitas tenaga kesehatan masih
terbatas. Tantangan penting lainnya yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan
adalah perilaku masyarakat yang kurang mendukung pola hidup bersih dan sehat;
rendahnya kondisi kesehatan lingkungan; serta pembiayaan kesehatan masih terbatas
dan pola alokasinya belum optimal.
Kondisi dan struktur perekonomian yang ada tidak cukup mendukung untuk
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Iklim usaha masih belum kondusif,
jauh di bawah iklim usaha negara-negara pesaing di kawasan Asean. Biaya transaksi
ekonomi meskipun telah diperbaiki masih tinggi. Biaya untuk memulai suatu usaha di
Indonesia adalah yang tertinggi di kawasan Asia. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh International Finance Corporation (IFC) biaya untuk memulai suatu
usaha di Indonesia mencapai US $ 1,163, melalui 12 jenis prosedur dan membutuhkan
waktu 151 hari. Berbeda sekali dengan Thailand yang hanya US $ 159,63, melalui 8
prosedur dan hanya membutuhkan 33 hari. Akibat terhambatnya investasi dan kegiatan
produksi, sektor riil belum dapat bergerak secepat keadaan sebelum krisis. Selanjutnya,
struktur dan kinerja industri dan pertanian masih lemah. Pasar tenaga kerja masih
kurang fleksibel, serta kapasitas dan kualitas tenaga kerja masih terbatas. Berbagai
sarana dan prasarana pembangunan meskipun telah mulai ditingkatkan pada tahun 2005
masih jauh dari memadai. Reformasi struktur ekonomi di berbagai sektor ekonomi yang
telah dilakukan sejak tahun 2005 masih belum memadai dan perlu dipercepat untuk
menggerakkan sektor riil, mengejar ketertinggalan, dan menghadapi persaingan yang
meningkat.
Hal tersebut di atas menyebabkan minat investasi meskipun meningkat belum
sebesar yang diharapkan dan kemampuan daya saing ekspor cenderung lemah. Upaya
untuk mendorong ekspor belum maksimal akibat belum optimalnya pemberian insentif
dan fasilitasi, terutama kepada eksportir kecil dan menengah. Peran usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) yang besar dalam menyerap lapangan kerja belum diimbangi
oleh kualitas UMKM yang memadai.
Sementara itu, upaya pelaksanaan kegiatan ekonomi masyarakat membutuhkan
adanya ketertiban, keamanan dan kepastian hukum. Memasuki tahun 2006
masyarakat di berbagai wilayah Indonesia masih diliputi oleh rasa tidak aman
akibat tindak kriminalitas, kejahatan, dan kekerasan. Ancaman terhadap
keselamatan dan keamanan orang-seorang, rumah-tangga dan berusaha masih
membayang. Adanya ketimpangan dalam pembangunan wilayah dan tindakan respresi
di masa lalu, masih menimbulkan potensi untuk timbulnya keinginan atau dukungan
memisahkan diri dari negara kesatuan Republik Indonesia. Demikian pula gangguan
keamanan dalam bentuk kejahatan lintas negara, gangguan keamanan laut dan udara
menunjukkan kecenderungan yang meningkat sejalan dengan meningkatnya
ketergantungan antar negara dan pembangunan nasional. Potensi gangguan terhadap
ketertiban publik seperti teror, konflik komunal dan aksi radikalisme yang berlatar
belakang berbagai alasan, perdagangan narkoba, perjudian dan kejahatan lainnya
seperti perusakan lingkungan juga masih tinggi mengingat masih rendahnya
kesejahteraan masyarakat dan adanya kesenjangan sosial. Di sisi lain kemampuan aparat
I.2 - 9

kepolisian dan TNI, baik dari sisi profesionalisme personil maupun peralatan
pendukung masih belum memadai.
Memasuki tahun 2006 masyarakat juga akan masih menghadapi
ketidakpastian hukum serta praktek-praktek kehidupan yang diskriminatif
termasuk gender, serta lemahnya pelayanan publik. Ketidakpastian hukum masih
tinggi. Akibatnya penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja
pembangunan hukum, khususnya penegakan hukum masih rendah. Kapasitas dan
kualitas aparat penegak hukum masih jauh dari memadai. Di sisi lain tuntutan
masyarakat terhadap penyelenggaraan penegakan hukum terutama dalam penanganan
kasus-kasus korupsi berskala besar dan melibatkan pelaku tindak pidana korupsi yang
mempunyai kedudukan sosial yang tinggi, dan perkara pelanggaran HAM semakin
menguat. Sementara itu, lembaga-lembaga publik dan birokrasi belum berfungsi dengan
baik sesuai dengan perannya dalam memberikan pelayanan publik dan sebagai
dinamisator pembangunan, bahkan seringkali menjadi penghambat pelaksanaan
pembangunan. Tantangan utama antara lain adalah belum adanya komitmen moral
bersama yang utuh dari aparatur negara, masih relatif rendahnya kapasitas dan
kesejahteraan aparatur negara, belum tuntasnya proses reformasi sistem kelembagaan
dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara yang bersandarkan pada prinsip-prinsip
good governance, serta belum terjalinnya sinergi antara aparatur negara, dunia usaha
dan masyarakat dalam mewujudkan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik,
bersih dan berwibawa.
Melanjutkan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Aceh dan Nias
(Sumatera Utara). Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Nias pada tahun
2005 dilaksanakan dalam situasi dan kondisi yang serba terbatas dan bersifat darurat,
sehingga diperkirakan pada tahun 2006 masih terdapat berbagai masalah yang akan
timbul, meliputi belum pulihnya kondisi sumberdaya manusia, belum berfungsinya
secara penuh kegiatan ekonomi masyarakat, belum berfungsinya pelayanan publik di
beberapa pemerintahan kecamatan, belum terlaksananya ketertiban umum secara
meluas, dan belum berfungsinya infrastruktur dasar di beberapa wilayah. Tantangan
utama yang dihadapi pada pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh pada tahun
2006 adalah luasnya wilayah yang hancur dan harus dibangun kembali dalam waktu
segera.
Tantangan lain dalam rangka mempercepat pelaksanaan pembangunan dan
meningkatkan efektivitasnya adalah masih belum berjalan sepenuhnya proses
desentralisasi. Dengan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan
pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan penyediaan
pelayanan publik akan menjadi lebih sederhana dan cepat karena dapat dilakukan oleh
pemerintah daerah terdekat sesuai kewenangan yang ada. Namun meskipun kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah mulai dilaksanakan 1 Januari 2001, memasuki tahun
2006 masih ditemukan berbagai permasalahan. Kewenangan daerah masih banyak yang
belum didesentralisasikan karena peraturan dan perundangan sektoral yang masih belum
disesuaikan dengan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Persepsi para
pelaku pembangunan terhadap kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah masih
berbeda. Selanjutnya kerjasama antar pemerintah daerah masih rendah, kelembagaan

I.2 - 10

pemerintah daerah yang efektif dan efisien belum terbentuk serta kapasitas aparatur
pemerintah daerah masih rendah dan kapasitas keuangan daerah masih terbatas.
Tantangan lain selain kondisi dalam negeri tersebut di atas, kondisi
perekonomian global saat ini jauh berbeda dibanding dekade sebelumnya.
Interdependensi antara satu perekonomian dengan perekonomian lainnya semakin
menguat. Selain itu, persaingan untuk meraih pasar modal dan pasar ekspor semakin
ketat. Perekonomian yang tidak memiliki daya saing tidak akan mampu memanfaatkan
peluang-peluang bisnis global serta akan tersisih dari medan persaingan dan akan
mengalami kemunduran.
Pembangunan nasional menghadapi kendala terbatasnya sumber dana dalam
negeri dan menurunnya ketersediaan sumber daya alam nasional. Dana yang
tersedia melalui APBN bagi kebutuhan pembangunan masih terbatas. Porsi yang besar
dari penerimaan negara masih digunakan untuk membayar utang-utang Pemerintah,
baik untuk pinjaman luar negeri maupun untuk obligasi Pemerintah, serta untuk subsidi.
Terlebih lagi dengan melonjaknya harga minyak bumi di pasar internasional. Sementara
itu, akibat pemanfaatan sumber daya alam di masa lalu secara besar-besaran, tidak
efisien dan berorientasi pada kepentingan jangka pendek, kurang memperhatikan
kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan, cadangan sumber
daya alam nasional, khususnya sumber daya alam tidak terbaharui menurun tanpa
memberikan hasil yang optimal, khususnya bagi masyarakat lokal dan daerah setempat.
Bahkan lingkungan hidup sekitarnya menjadi rusak, seperti tercermin pada kerusakan
hutan dan pencemaran sungai yang meluas.
Uraian di atas menunjukkan bahwa meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai,
masih banyak yang harus diperjuangkan. Ukurannya adalah membaiknya kesejahteraan
rakyat, meningkatnya rasa aman masyarakat dan terjaminnya rasa keadilan masyarakat.
Berdasarkan pencapaian pada tahun 2004–2005, permasalahan, tantangan serta
kendala yang dihadapi pada tahun 2006 tersebut, ditetapkan tema pembangunan tahun
2006, prioritas-prioritas pembangunan pada tahun 2006 beserta kegiatan-kegiatan pokok
yang harus dilaksanakan pada tahun 2006.

B. TEMA PEMBANGUNAN 2006 DAN PENGARUSUTAMAAN DALAM
PEMBANGUNAN
Dalam RPJMN 2004–2009, telah dicanangkan bahwa Indonesia ke depan haruslah
Indonesia yang berkembang berdasarkan jiwa, semangat, nilai, dan konsensus dasar
berdirinya negara Republik Indonesia. Indonesia ke depan haruslah Indonesia yang
tahan terhadap resesi, krisis, dan berbagai goncangan perubahan. Indonesia ke depan
haruslah Indonesia yang siap menghadapi perubahan serta yang yakin akan keharusan
pergaulan internasional. Untuk itu telah ditetapkan 3 Agenda Pembangunan Nasional,
yaitu menciptakan Indonesia yang lebih aman dan damai, lebih adil dan demokratis, dan
lebih sejahtera.

I.2 - 11

Ketiga Agenda pembangunan tersebut pada dasarnya tiga pilar pembangunan yang
saling memperkuat bangunan masyarakat adil, aman, makmur dan sejahtera. Telah
diuraikan di atas permasalahan kesejahteraan sangat mewarnai keseharian bagian besar
masyarakat Indonesia. Jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran yang tinggi,
adanya kesenjangan antar individu dan antar wilayah, sulitnya mendapatkan pelayanan
pendidikan dan kesehatan merupakan masalah-masalah yang masih dihadapi ketika
memasuki tahun 2006 dan harus segera ditangani. Dengan demikian upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat ini harus menjadi titik berat pembangunan tahun
2006. Namun upaya peningkatan kesejahteraan tidak dapat terlaksana dengan baik tanpa
didukung oleh keadaan penciptaan keamanan dan ketertiban, pemantapan kehidupan
yang lebih demokratis, penegakan hukum dan pengelolalaan tata pemerintahan yang
lebih baik. Karena itu, upaya untuk melaksanakan Agenda Meningkatkan Kesejahteraan
Rakyat tetap berjalan seiring dengan upaya-upaya untuk melaksanakan Agenda
Menciptakan Indonesia yang Aman dan Damai dan Agenda Menciptakan Indonesia
yang Adil dan Demokratis.
Untuk mewujudkan hal tersebut harus dilakukan perubahan terhadap cara-cara
melaksanakan kegiatan pembangunan. Perubahan menuju Indonesia yang lebih baik,
yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal tersebut
merupakan amanah reformasi yang telah ditetapkan sebelumnya dan dijalankan
bersama, serta merupakan ceminan suara dan harapan rakyat.
Landasan demokrasi yang semakin tumbuh dan berkembang merupakan momentum
yang harus dimanfaatkan untuk melakukan perubahan sebagaimana yang diinginkan
bersama. Dalam kerangka itu reformasi yang telah dimulai, harus dilanjutkan bahkan
harus diperluas secara menyeluruh, dipercepat dan dituntaskan. Reformasi yang
dilanjutkan adalah reformasi berskala besar dengan melakukan penataan, pendalaman,
dan penyeimbangan berbagai aspeknya. Dengan kerangka ini, Indonesia memasuki
Reformasi Gelombang Kedua. Reformasi yang menjadikan semangat perubahan ke
dalam sistem kehidupan bersama.
Langkah-langkah reformasi telah dimulai sejak Pemerintahan bekerja pada akhir
tahun 2004, dan lebih ditingkatkan sepanjang tahun 2005. Langkah-langkah tahun 2006
harus merupakan kelanjutan yang terpadu dari langkah-langkah 2005, dalam rangka
menuntaskan permasalahan-permasalahan yang ada untuk mencapai cita-cita, dan
tujuan kemerdekaan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, pada tahun 2006 upaya pembangunan nasional
sebagai pelaksanaan tahun ke dua RPJMN 2004–2009 dan kelanjutan pelaksanaan
pembangunan tahun 2005, memiliki tema “Menyelesaikan Reformasi Menyeluruh
untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”.
Di dalam melaksanakan pembangunan tersebut terdapat prinsip-prinsip
pengarusutamaan yang harus melandasi dan tercermin dalam melaksanakan berbagai
kegiatan pembangunan, yaitu meliputi:
 Pengarusutamaan partisipasi masyarakat. Dalam berbagai kegiatan
pembangunan harus mempertimbangkan partisipasi aktif masyarakat secara luas.
Dalam tatanan politik yang lebih demokratis dan semakin cepatnya proses
I.2 - 12







C.

globalisasi, pembangunan yang mengedepankan prakarsa masyarakat secara luas
menjadi semakin penting karena kegiatan yang didukung komitmen bangsa yang
kokoh akan mempercepat pembangunan dan memperkokoh kedudukan bangsa
dalam negosiasi internasional.
Pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan. Langkah-langkah membangun
bangsa harus selalu mempertimbangkan pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Langkah-langkah membangun harus bermanfaat tidak hanya
untuk generasi sekarang tetapi juga bagi keberlanjutan pembangunan generasigenerasi berikutnya. Dengan demikian kondisi lingkungan dan sumber daya alam
harus dikelola agar pembangunan dapat memberikan sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat dari generasi ke generasi.
Pengarusutamaan gender. Pada dasarnya hak asasi manusia tidak membedakan
perempuan dan laki-laki. Strategi pengarusutamaan gender, ditujukan untuk
mengurangi kesenjangan gender di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Perempuan dan laki-laki menjadi mitra sejajar, dan memiliki akses, kesempatan, dan
kontrol, serta memperoleh manfaat dari pembangunan yang adil dan setara.
Pengarusutamaan tata pengelolaan yang baik (good governance). Tata
pengelolaan (governance) meliputi berbagai faktor kelembagaan dan organisasi
yang mempengaruhi pembentukan kebijakan baik pemerintah maupun masyarakat,
khususnya kelompok usaha. Dengan tata pengelolaan yang baik, pelaksanaan
operasi pemerintahan dan perusahaan akan berjalan secara efisien dan upaya untuk
mengatasi masalah akan berjalan secara efektif. Dengan demikian tata pengelolaan
yang baik harus melandasi pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan.

PRIORITAS-PRIORITAS PEMBANGUNAN 2006

Dalam RPJMN tahun 2004–2009 untuk melaksanakan ke tiga Agenda
Pembangunan Nasional telah dituangkan 33 permasalahan pembangunan yang perlu di
atasi dan menjadi prioritas pembangunan nasional. Sesuai dengan ketersediaan sumber
daya yang terbatas dan kondisi umum nasional yang dihadapi, termasuk adanya masalah
darurat yang perlu segera di atasi, maka tidak semua prioritas tersebut menjadi prioritas
tahunan dalam penuangannya ke dalam rencana pembangunan tahunan atau RKP.
Sebagaimana telah dilakukan pada tahun 2005 dan tahun-tahun sebelumnya,
berdasarkan pemasalahan dan tantangan yang dihadapi pada tahun 2006, mengingat
ketersediaan sumber daya yang terbatas, serta mengacu kepada Tema Pembangunan
pada tahun 2006, prioritas-prioritas pembangunan dalam RPJMN yang menjadi prioritas
pembangunan pada tahun 2006 adalah prioritas yang terfokus pada upaya penyelesaian
masalah mendesak dan berdampak luas bagi peningkatan kesejahteraan rakyat serta
didukung oleh upaya-upaya untuk menciptakan keadaan Indonesia yang lebih aman dan
adil dan demokratis. Prioritas-priotas tersebut adalah sebagai berikut:
Prioritas penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan. Saat ini jumlah
penduduk miskin Indonesia sangat besar. Upaya pengurangan penduduk miskin, selain
merupakan pelaksanaan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, untuk
meningkatkan hak dan martabatnya, juga salah satu cara untuk meningkatkan daya
saing di masa depan. Ini dilakukan melalui perbaikan kemampuan si miskin, sehingga
I.2 - 13

akan membuka jalan untuk meningkatkan kemampuan ekonomi setiap tingkatan ke
tingkat yang lebih tinggi dan meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat miskin.
Upaya penanggulangan kemiskinan harus berjalan seiring dengan upaya untuk
meningkatkan pemerataan, mengurangi kesenjangan antar wilayah, antar kelompok
dan antar individu.
Prioritas peningkatan kesempatan kerja, investasi dan ekspor. Upaya
penurunan penduduk miskin berjalan seiring dengan upaya untuk memperbaiki dan
meningkatkan kesempatan kerja yang seluas-luasnya. Untuk mengatasi masalah
kemiskinan dan pengangguran secara berkesinambungan, diperlukan pertumbuhan yang
lebih tinggi, lebih adil serta berkesinambungan didorong oleh sumber-sumber
pertumbuhan yang lebih berkualitas. Dalam kaitan itu, untuk mencapai pertumbuhan
yang terus meningkat yang utamanya digerakkan oleh sektor riil, investasi dalam
negeri dan luar negeri serta ekspor harus meningkat. Investasi domestik terus
didorong dalam rangka memperkuat perekonomian dalam negeri, serta penting dalam
mengundang masuknya Penanaman Modal Asing (PMA). PMA diperlukan untuk
mempercepat pembangunan nasional, mengingat sumber dana dalam negeri yang
terbatas. Ekspor nonmigas adalah salah satu mesin utama untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Lebih lanjut, mengingat daya
dukung infrastruktur ekonomi yang masih kurang memadai dan sangat tidak kompetitif
dibanding negara pesaing utama di Asean, penyediaan infrastruktur yang memadai
harus dipercepat. Saat ini, jumlah dan kualitas infrastruktur ekonomi dan sosial, seperti
energi, ketenagalistrikan, jalan, air bersih, transportasi, pos dan telematika, pendidikan
dan kesehatan masih jauh dari memadai.
Prioritas revitalisasi pertanian, perikanan, kehutanan dan perdesaan.
Berkembangnya kegiatan pertanian, perikanan, kehutanan dan ekonomi perdesaan akan
meningkatkan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani, nelayan,
pembudidaya hutan dan masyarakat perdesaan pada umumnya dalam rangka
mendukung pengentasan kemiskinan serta menjamin perkembangan perdesaan dan
perkotaan yang integratif serta pertumbuhan industri perdesaan yang berkelanjutan.
Revitalisasi pertanian dalam arti luas dilakukan untuk mendukung pencapaian sa