Misrepresentation Dalam Kontrak : Analisis Terjadinya Perbedaan Informasi pada Fase Pra Kontraktual dengan Kontrak

33

BAB II
MISREPRESENTATION DALAM KONTRAK
PADA FASE PRA KONTRAKTUAL

A. Misrepresentation
1. Pengertian Misrepresentation
Misrepresentasi

atau

dalam

bahasa

Inggris

disebut

dengan


Misrepresentation 34 adalah penggambaran/penyajian yang keliru 35, namun jika
memperhatikan definisi berdasarkan Kamus Besar Bisnis, maka misrepresentasi
adalah suatu kondisi di mana satu pihak dalam kontrak membuat pernyataan palsu
tentang suatu fakta kepada pihak lain yang bergantung padanya. Pihak yang
menerima pernyataan palsu bisa menuntut ganti rugi atas kerugian mereka. 36
Sebagai contoh misalnya kontak baku yang dirancang oleh sepihak, sudah
jelas akan menguntungkan pihak yang merancang kontrak tersebut pula.
Keuntungan yang dimaksud dalam hal ini adalah keuntungan yang meliputi
efesiensi biaya, waktu dan tenaga dan juga penyelesaian cepat. Kontrak baku juga
rentan terhadap lahirnya potensi misrepresentasi sehingga kontrak baku yang
dianggap penting dalam permasalahan.

34

Nugroho, Aris Setyo, Penerapan Asas Itikad Baik Pada Fase Pra Kontraktual Dalam
Hukum Common Law dan Civil Law. (Jakarta: Jurnal Repertorium Fakultas Hukum, Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Edisi 1 Januari – Juni , 2014), hal. 75
35
http://kamuslengkap.com/kamus/inggris-indonesia/arti-kata/misrepresentation

dikunjungi terakhir pada 7 Oktober 2015, pukul 09:00 Wib.
36
http://kamusbisnis.com/arti/misrepresentasi/ , dikunjungii terakhir pada 3 Oktober
2015, pukul 12:00 Wib. Dalam Kamus Bisnis ini mengartikan bahwa kontrak adalah adalah
sebuah kesepakatan yang melibatkan tanggung jawab bersama dari dua pihak atau lebih,
sedangkan yang dimaksud dengan ganti rugi (legal remedy) adalah cara pemenuhan atau
kompensasi hak oleh pengadilan yang diberikan kepada satu pihak yang menderita kerugian oleh
pihak lain yang melakukan kelalaian atau kesalahan sehingga menyebabkan kerugian tersebut.

20
Universitas Sumatera Utara

34

Misrepresentation menurut M. Jennings dapat diartikan manakala
“.... one party to contract is not given full or accurate information
by the other party about the contract subject matter.’ 37
Marianne M. Jennings mengungkapkan bahwa elemen-elemen yang harus
ada agar suatu pernyataan dapat dikatakan sebuah misrepresentation adalah : 38
1. Merupakan pernyataan yang salah atas fakta material (atau tidak

mengungkapkan fakta material);
2. Pembeli menggantungkan kepercayaan pada pernyataan yang salah
tersebut;
3. Mengakibatkan kerugian bagi pihak pembeli.
Dalam penjelasan yang terakhir Jennings menambahkan satu prasyarat,
yaitu pernyataan yang salah tersebut harus mengakibatkan kerugian bagi salah
satu pihak. Pernyataan tersebut merupakan fakta yang amat penting yang
mempengaruhi keputusan salah satu pihak untuk meneruskan atau tidak
meneruskan perjanjian, sehingga ketika kebenaran sesungguhnya terungkap, yang
bersangkutan merasa dirugikan.
Kontrak baku dewasa ini memang sering digunakan dalam praktek bisnis
di masyarakat, dimana kontrak baku tersebut sering terjadi tanpa proses negosiasi
yang seimbang diantara para pihak, sering terjadinya kekeliruan dalam pemaham,
ketidakmampuan dalam menguasai substansi kontrak, tetapi kontrak tersebut
terjadi dengan cara pihak yang satu telah menyiapkan syarat-syarat baku dalam
suatu formulir perjanjian yang sudah dicetak dan kemudian diberikan kepada
37

Marianne M. Jennings, Business: It’s Legal, Ethical, and Global Enviroment,
(Manson: Thoomson West, 2006), hal. 549.

38
Ibid, hal. 548.

Universitas Sumatera Utara

35

pihak lainnya untuk diterima dan disetujui dengan hampir tidak memberikan
kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan negosiasi atas
syarat-syarat yang diberikan.
Kontrak baku terdiri dari empat jenis, yaitu : 39
1.

Kontrak baku sepihak yaitu kontrak yang isinya ditentukan oleh pihak yang
kuat kedudukannya dalam kontrak tersebut;

2.

Kontrak baku timbal balik yaitu kontrak baku yang isinya ditentukan oleh
kedua pihak, pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan dan pihak lainnya

yaitu pihak buruh;

3.

Kontrak baku yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu kontrak baku yang
isinya ditentukan oleh pemerintah terhadap perbuatan hukum-hukum
tertentu;

4.

Kontrak baku yang dipergunakan di lingkungan Notaris atau Advokat.
Ada terdapat beberapa pendapat perihal mengenai definisi kontrak baku,

antara lain :
1.

Menurut Sutan Remy Sjahdeni bahwa suatu kontrak baku adalah kontrak
(perjanjian) yang hampir seluruh klausula-klausulanya sudah dibakukan
oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai
peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum

dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis,

39

Sri Gambir Melati Hatta, op. Cit, hal. 146.

Universitas Sumatera Utara

36

harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal lainnya yang spesifik
dari obyek yang diperjanjikan. 40
2.

Menurut Mariam Darus, bahwa suatu kontrak baku adalah kontrak yang
isinya dibakukan atau dituangkan dalam bentuk formulir. Baku artinya
patokan atau ukuran. 41

3.


Menurut Abdulkadir Muhammad, bahwa suatu kontrak baku adalah kontrak
yang menjadi tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi
setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha.
Yang dibakukan dalam kontrak baku adalah meliputi model, rumusan dan
ukuran. 42

4.

Menurut Munir Fuady, bahwa kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis
yang dibuat hanya oleh satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan sering
kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk formulirformulir tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kotrak
tersebut ditandatangani umumnya para pihak hanya mengiikan data-data
informatif saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausulaklausulanya, dimana pihak lain dalam kontraktersebut tidak mempunyai
kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausula-klausula yang

40

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang
Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia,
1993), hal. 66.

41
Sri Gambir Melati Hatta, Beli Sewa Sebagai Perjanjian Tak Bernama : Pandangan
Masyarakat Dan Sikap Mahkamah Agung Indonesia (Bandung: Alumni, 2000), hal. 146.
42
Abdulkadir Muhammad, Perjanjian Baku Dalam Praktek Perusahaan Perdagangan
(Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 1992), hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

37

sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah. 43
5.

Menurut Hondius bahwa suatu kontrak baku adalah konsep perjanjian
tertulis yang disusun tanpa membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan
ke dalam perjanjian tidak terbatas yang sifatnya tertentu. 44

6.


Menurut Drooglever Fortuiju bahwa suatu kontrak baku adalah perjanjian
yang bagian pentingnya dituangkan dalam susunan perjanjian. 45
Namun akan tetapi, perlu diketahui juga bahwasannya terdapat beberapa

istilah yang sering digunakan untuk kontrak baku, antara lain 46:
a.

Standard Contract (Bahasa Inggris)

b.

Standardize Contract (Bahasa Inggris)

c.

Standardize Mass Contract (Bahasa Inggris)

d.


Standard Form Contract (Bahasa Inggris)

e.

Pad Contract (Bahasa Inggris)

f.

Contract of Adhesion (Bahasa Inggris)

g.

Adhesion Contract (Bahasa Inggris)

h.

Standaardregeling (Bahasa Belanda)

i.


Algemene Voorwarden (Bahasa Belanda)

j.

Algemeine Gesghafts (Bahasa Jerman)

k.

Standaardkonditionen (Bahasa Jerman)

l.

Yakkan (Bahasa Jepang)
43

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis) Buku Kedua
(Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2003), hal. 76. (Selanjutnya disebut dengan Munir Fuady III).
44
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung: Alumni, 1994), hal. 47.
45
Ibid, ...hal 47
46
Munir Fuady III, op. Cit, hal. 75.

Universitas Sumatera Utara

38

m.

Futsu Keiyaku Jokan (Bahasa Jepang)

n.

Gyomu Yakan (Bahasa Jepang)

o.

Kontrak Baku (Bahasa Indonesia)

p.

Kontrak Standar (Bahasa Indonesia)
Sesuai dengan kebutuhan masyarakat, maka ciri-ciri dari kontrak baku

mengalami perubahan dan menyesuaikan dengan perkembangan masyarkat. Hal
demikian merefleksikan prinsip ekonomi dan kepastian hukum yang berlaku di
negara yang bersangkutan.
Dengan adanya kontrak baku, maka kepentingan ekonomi dari pihak
pengusaha lebih terjamin karena konsumen hanya menyetujui syarat-syarat yang
diberikan oleh pengusaha. Adapun ciri-ciri dari kontrak baku antara lain : 47
1.

Bentuknya Tertulis
Kata atau kalimat pernyataan kehendak yang termuat di dalam kontrak
baku dibuat secara tertulis berupa akta otentik atau akta di bawah tangan.
Karena dibuat secara tertulis, maka kontrak baku tersebut menggunakan
kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi. Jika huruf yang
digunakan berbentuk kecil danisinya sangat padat serta sulit dibaca dalam
waktu yang sangat singkat maka hal ini merupakan kerugian bagi
konsumen.

2.

Format Yang Dibakukan
Format kontrak meliputi model, rumusan dan ukuran. Format ini dibakukan,
artinya telah ditentukan model, rumusan dan ukurannya, sehingga tidak

47

Abdulkadir Muhammad, op. Cit, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

39

dapat diganti, diubah, atau dibuat dengan cara lain karena telah dicetak.
Model kontrak dapat berupa blanko naskah kontrak lengkap, atau blanko
formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat kontrak, atau dokumen
bukti kontrak yang memuat syarat-syarat baku. Rumusan syarat-syarat
kontrak dapat dibuat secara rinci dengan menggunakan nomor atau pasalpasal, atau secara singkat berupa klausula-klausula tertentu yang
mengandung arti tertentu yang hanya dipahami pengusaha, sedangkan
konsumen sulit atau tidak memahaminya dalam waktu yang singkat. Hal ini
merupakan kerugian bagi konsumen.
3.

Syarat Kontrak Ditentukan
Syarat kontrak yang merupakan pernyataan kehendak ditentukan sendiri
secara sepihak oleh pengusaha. Karena syarat-syarat kontrak itu dimonopoli
oleh pengusaha maka sifat dari syarat-syarat tersebut cenderung leih
menguntungkan pengusaha daripada konsumen. Hal ini terlihat dalam
klausula eksonerasi berupa pembebasan tanggung jawab pengusaha dimana
tanggung jawab tersebut menjadi beban dari konsumen. Pembuktian oleh
pengusaha yang membebaskan diri dari tanggung jawab sulit diterima oleh
konsumen karena ketidaktahuannya. Penentuan secara sepihak oleh
pengusaha dapat diketahui melalui format kontrak yang siap pakai, dimana
apabila konsumen setuju maka konsumen dapat menandatangani kontrak
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

40

4.

Konsumen Hanya Menerima atau menolak
Jika konsumen bersedia menerima syarat-syarat kontrak yang diberikan
kepadanya, maka konsumen dapat menandatanggani kontrak tersebut.
Penandatangganan tersebut menunjukkan bahwa konsumen bersedia
memikul beban tanggung jawab walaupun mungkin konsumen tidak
bersalah. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat perjanjian yang
diberikan kepadanya maka konsumen tidak dapat menawar syarat-syarat
yang telah dibakukan tersebut. Dimana menawar syarat-syarat baku berarti
menolak kontrak.

5.

Penyelesaian Sengketa
Dalam syarat kontrak terdapat klausula baku yang mengatur mengenai
penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa dalam pelaksanaan kontrak,
maka penyelesaiannya dilakukan melalui arbitrase. Tetapi jika ada pihak
yang menghendaki, tidak tertutup kemungkinan penyelesaian sengketa
melalui pengadilan. Namun di Indonesia, biasanya penyelesaian sengketa
terlebih dahulu dilakukan dengan cara musyawarah sebelum dilakukannya
arbitrase atau di pengadilan.

6.

Kontrak Baku Menguntungkan Pengusaha
Dalam kontrak baku, syarat baku biasanya dimuat lengkap dalam naskah
perjanjian, atau ditulis sebagai lampiran yang tidak terpisah atau merupakan
satu kesatuan dengan formulir kontrak atau ditulis dalam dokumen bukti
kontrak.

Universitas Sumatera Utara

41

Permasalahan yang kerap terjadi saat ini adalah bahwa sering terjadinya
kesalahan dan juga kekeliruan dalam penyajian klausula-klausula, deskripsi suatu
objek dalam suatu kontrak pada fase pra kontraktual, dan hal ini sering terjadi
pada kontrak baku. Sehinga perlu juga diketahui bahwa terdapat tiga aspek yang
perlu diperhatikan untuk dijadikan dasar kontrak baku, yaitu: 48
1.

Aspek Hukum
Secara yuridis, masalah ini dapat diselesaikan melalui Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat dengan sah
berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Berlaku
sebagai undang-undang artinya mempunyai kekuatan mengiakt sama
dengan

undang-undang,

sehingga

terdapat

kepastian

hukum.

Konsekwensinya terdapat pada Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata yang
menyatakan bahwa pihak dalam suatu perjanjian tidak dapat membatalkan
secara sepihak (tanpa persetujuan pihak lawannya) perjanjian yang telah
dibuat dengan sah itu. Keterikatan para pihak dapat dibuktikan dengan
penandatanganan kontrak baku atau penerimaan dokumen kontrak baku.
2.

Aspek Kemasyarakatan
Permasalahan filosofis yang timbul adalah apakah yang menjadi dasar
konsumen mau menandatangani kontrak baku atau menerima dokumen
konotrak baku tersebut.

48

Abdulkadir Muhammad, op. Cit, hal. 26.

Universitas Sumatera Utara

42

3.

Aspek Ekonomi
Keterikatan konsumen kepada kontrak baku karena konsumen ingin
menukar prestasi dan sekaligus menerima apapun yang tercantum dalam
kontrak baku dengan harapan dirinya luput dari halangan.
Ada terdapat beberapa pandangan beberapa ahli hukum yang mendukung

dan juga yang menentang kontrak baku, adapun beberapa ahli hukum yang
mendukung eksistensi kontrak baku antara lain : 49
1.

Stein, yang menyatakan bahwa suatu kontrak baku dapat diterima
berdasarkan fiksi tentang adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil
en vertrouwen), yakni kemauan dan kepercayaan para pihak untuk mengikat
diri ke dalam kontrak baku tersebut. Jika salah satu pihak menerima
dokumen kontrak tersebut, berarti pihak tersebut secara sukarela setuju pada
isi kontrak baku tersebut.

2.

Asser-Rutten, yang menyatakan bahwa seorang mengikat kepada kontrak
baku karena dia sudah menandatangani kontrak tersebut, sehingga dia harus
dianggap mengetahui, serta menghendaki dan karenanya bertanggung jawab
kepada isi dari kontrak tersebut. Jadi setiap orang yang menandatangani
kontrak, bertanggungjawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya,
dimana jika ada seseorang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir
kontrak baku maka tanda tangan tersebut akan membangkitkan kepercayaan
bahwa yang bertandatangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang

49

Munir Fuady, op. Cit, hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

43

ditandatangani. Tidak mungkin seseorang menandatangani apa yang tidak
diketahui isinya.
3.

Hondius, menyatakan bahwa suatu kontrak baku mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat berdasarkan (gebruik) yang berlaku di dalam
lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.
Namun terdapat pula beberapa ahli hukum yang memberikan kritik yang

menentang akan eksistensi dari kontrak baku, antara lain : 50
1.

Sluitjer, yang menyatakan bahwa kontrak baku sebenarnya bukanlah
kontrak, sebab kedudukan dari pihak yang membuat formulir kontrak
tersebut sudah menjadi seperti pembuat undang-undang swasta (legio
particuliere wetgever).

2.

Pitlo, yang menyatakan bahwa kontrak baku sebagai kontrak paksa
(dwangcontract). Walaupun secara teoritis yuridis, kontrak baku tidak
memenuhi ketentuan undang-undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak,
namun dalam kenyataannya kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah
yang berlawanan dengan keinginan hukum.
Dalam seiringnya perkebangan zaman yang semakin modern dan semakin

meningkatnya kebutuhan akan masyarakat, kerap sekali ditemukan kontrak baku
ini dikehidupan sehari-hari yang tanpa disadari pihak yang membutuhkan tidak
mempunyai pilihan untuk melakukan negosiasi terhadap klausula-klausula yang
dituangkan di dalamnya. Sebagai contoh kontrak berlangganan TV Kabel/TV
Satelit, kontrak perjanjian kredit kendaraan bermotor (dengan jaminan fidusia).

50

Ibid, hal. 86.

Universitas Sumatera Utara

44

Dari contoh tersebut sering adanya temuan hukum bahwa pihak yang
membutuhkan

tidak

mempunyai

bargaining

position

dalam

melakukan

penawaran. Hal demikian juga tidak terlepas dari perilaku pelaku usaha dan
marketing yang bertujuan untuk meraih keuntungan dengan memberikan
keterangan yang menyesatkan terhadap suatu hal yang dibutuhkan oleh si
pengguna jasa atau barang. Alhasil, kontrak perjanjian berat sebelah dan sangat
besar berpotensi terjadinya tanpa disadari adanya praktek misrepresentation.
Sedangkan akibat hukum yang akan terjadi baru disadari pada saat tahapan
pelaksanaan perjanjian. Disinilah yang membedakan antara penipuan dan
misrepresentation yaitu penipuan dan bujuk rayu pada tindak penipuan,
sedangkan misrepresentation cenderung akibat kekeliruan dalam menyampai
penjelasan yang mengakibat suatu pihak mengalami kesalahan penafsiran yang
mengakibatkan kerugian dikemudian hari.
Ada terdapat dua sebab terjadinya ganti rugi 51, yaitu :
a.

Ganti rugi karena wanprestasi (Pasal 1240 s.d. 1252 KUH Perdata): ganti
rugi yang dibebankan kepada debitur yang tidak memenuhi isi perjanjian
yang telah dibuat antara kreditur dengan debitur. Pembebanan ganti rugi ini
atas perintah pengadilan setelah melalui proses somasi minimal tiga kali.

b.

Ganti rugi karena perbuatan melawan ( Pasal 1365 KUH Perdata): ganti rugi
yang dibebankan kepada orang yang telah menimbulkan kesalahan kepada
pihak yang dirugikannya. Ganti rugi ini timbul karena adanya kesalahan,
bukan karena adanya perjanjian.
51

Ganti rugi bisa berupa ganti rugi materiil dan ganti rugi inmateriil. Kerugian materiil
adalah suatu kerugian dalam bentuk uang/kekayaan/benda. Sedangkan kerugian inmateriil adalah
suatu kerugian yang tidak benilai uang, seperti rasa sakit, nama baik, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

45

Penipuan dan wanprestasi sering terjadi dalam dunia hukum, kedua hal
tersebut memang memiliki akibat yang sama, yaitu menimbulkan kerugian pada
salah satu pihak. Namun, sering salah menerapkan suatu peristiwa hukum.
Penipuan identik dengan hukum pidana, sedangkan wanprestasi masuk ke ranah
hukum perdata. Hukum pidana dapat identik dengan hubungan antara kepentingan
warga negara dengan negara, sedangkan hukum perdata lebih cenderung
mengarah pada hubungan kepentingan warga negara satu dengan yang lain.
Perbedaan tersebut menimbulkan perlakuan yang berbeda pada kasus-kasus yang
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Tindak Pidana penipuan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (selanjutnya disebut KUH Pidana) Pasal 378 yang mana ketentuan pada
pasal tersebut mensyaratkan bahwa sebuah penipuan terjadi apabila telah
memenuhi dua unsur , yaitu : 52
1.

Perbuatan (disengaja), ada yang digerakkan (orang), perbuatan tersebut
ditujukan pada orang lain (menyerahkan benda, memberikan hutan, dan
menghapus piutang), melakukan perbuatan dengan memakai nama palsu,
memakau tipu muslihat, memakai martabat palsu, dan memaka rangkaian
kebohongan (unsur objektif).

2.

Menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum (unsur
subjektif)
Seseorang yang melakukan tindak pidana penipuan dan memenuhi unsur

yang sebagaimana yang dimaksud di atas dapat dipidana penjara paling lama
52

http://www.hukum123.com/penipuan-atau-wanprestasi/ dikunjungi terakhir pada 12
Oktober 2015, pukul 09:05 Wib.

Universitas Sumatera Utara

46

empat tahun. Sedangkan wanprestasi adalah kelalaian dari pihak dalam memeuhi
suatu prestasi yang telah ditentukan dalam sebuah perjanjian. Perbuatan
wanprestasi dapat dikenakan beberapa kemungkinan gugatan.

2. Misrepresentation Dalam Kontrak
Kesepakatan sangat penting untuk diketahui karena merupakan awal
terjadinya sebuah kontrak. Untuk mengetahui kapan terjadinya kesepakatan,
terdapat beberapa macam teori, antara lain :
1)

53

Teori Pernyataan, mengajarkan bahwa sepakat terjadi saat kehendak pihak
yang menerima tawaran menyatakan menerima penawaran itu.

2)

Teori Pengiriman, mengajarkan bahwa sepakat terjadi pada satu kehendak
yang dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima tawaran.

3)

Teori

Pengetahuan,

mengajarkan

bahwa

pihak

yang

menawarkan

seharusnya sudah mengetahui bahwa tawarannya diterima.
4)

Teori Penerimaan, mangajarkan kesepakatan terjadi pada saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Bila Pernyataan yang keluar tidak sama dengan kehendak yang sebenarnya

maka terdapat beberapa teori yang dapat dipergunakan, antara lain : 54
1)

Teori Kehendak, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi
kontrak adalah adanya kehendak dari para pihak;

53

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hal. 30. (selanjutnya disebut dengan Salim HS III)
54
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Op. Cit, hal. 30.

Universitas Sumatera Utara

47

2)

Teori Pernyataan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi
kontrak adalah adanya pernyataan, Jika terjadi perbedaan antara kehendak
dengan pernyataan maka kontrak tetap terjadi;

3)

Teori Kepercayaan, menurut teori ini yang menentukan apakah telah terjadi
kontrak atau belum adalah pernyataan seseorang yang secara objektif dapat
dipercaya.
Dalam praktek di kehidupan sehari-hari misrepresentation dalam kontrak

terjadi pada fase pra kontraktual, bukan pada fase kontrak maupun fase post
kontraktual. Hal ini sering ditemukannya kekeliruan dalam pemaparan atau
kurangnya pemahaman dan ketidakmampuan dalam memberikan deskripsi atas
suatu kontrak, hanya dampak hukum yang akan ditemukan pada fase post
kontraktual akibat misrepresentation dalam suatu kontrak.
Peran sentral hukum kontrak dalam merangkai pola hubungan hukum
bisnis para pelaku bisnis semakin disadari pentingnya. Hampir dapat dipastikan
bahwa tidak ada satu aktivitas bisnis yang mempertemukan pelaku bisnis dalam
pertukaran kepentingan mereka tanpa didasarkan atas kontrak. Jadi, kontrak
mempunyai daya jangkau yang sangat luas, dalam arti menjangkau sangat luas
hubungan masyarakat, khususnya hubungan para pelaku bisnis. Kontrak juga
sebagai jembatan aktivitas bisnis yang menghubungkan hak dan kewajiban dari
masing-masing pelaku bisnis sebagai upaya menciptakan kepastian hukum dalam
mencapai sasaran bisnis.
Asas kebebasan berkontrak yang merupakan “roh‟ dan “napas‟ sebuah
kontrak atau perjanjian, secara implisit memberikan panduan bahwa dalam

Universitas Sumatera Utara

48

berkontrak pihak-pihak diasumsikan mempunyai kedudukan yang seimbang. 55
Kebebasan berkontrak dalam hal ini dapat diartikan bahwa seseorang bebas untuk
mengadakan perjanjian, bebas mengenai apa yang diperjanjikan, dan bebas pula
menentukan bentuk kontraknya. Dengan demikian, diharapkan akan muncul
kontrak yang adil dan seimbang pula bagi para pihak. Namun demikian dalam
praktik masih banyak ditemukan model kontrak standar (kontrak baku) yang
cenderung dianggap berat sebelah, tidak seimbang, tidak adil. Dalam hal ini
berhadapan dua kekuatan yang tidak seimbang, antara pihak yang mempunyai
bargaining position kuat (baik karena penguasaan modal/dana, teknologi maupun
skill) dengan pihak yang lemah bargaining position-nya. Dengan demikian pihak
yang lemah bargaining position-nya hanya sekedar menerima segala isi kontrak
dengan terpaksa (taken for granted), sebab apabila ia mencoba menawar dengan
alternatif lain kemungkinan besar akan menerima konsekuensi kehilangan apa
yang dibutuhkan. Jadi, hanya ada dua alternatif pilihan bagi pihak yang lemah
bargaining position-nya untuk menerima atau menolak. 56

B. Tahapan-Tahapan Dalam Kontrak
1. Pengertian Kontrak
Kontrak contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam
bahasa Belanda) dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan
istilah perjanjian. Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling
berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya
55
56

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hal 2.
Ibid, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

49

secara tertulis. Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan,
berkewajiban untuk menaati dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut
menimbulkan hubungan hukum yang disebut perikatan (verbintenis). Dengan
demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang
membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber
hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah. 57
Sebuah kontrak pasti memiliki tahapan yang harus dilewati, tahap
prakontraktual merupakan tahap awal sebelum kontrak disepakati oleh para pihak.
Tahap prakontraktual merupakan proses dimana kontrak dirancang dan disusun. 58
Dalam tahap prakontraktual terdapat penawaran dan penerimaan dan
terdapat empat hal yang harus diperhatikan yaitu : 59
a.

Identifikasi para pihak

b.

Penelitian awal aspek terkait

c.

Pembuatan MoU ( Memorandum of Understanding )

d.

Negosiasi
Terbukanya kesempatan yang begitu luas untuk membuat kontrak

berlandaskan pada prinsip kebebasan berkontrak yang merupakan suatu prinsip
hukum umum yang telah berlaku universal dan telah tertuang dalam pasal 1338
K.U.H.Perdata yaitu :
“Semua perjanjian dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”

57

Abdul R. Saliman, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan “Teori dan Contoh Kasus”,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hal. 45.
58
Salim HS, Perancangan Kontrak dan Memorandum od Understanding (MoU),
(Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal. 54. (selanjutnya disebut dengan Salim HS II)
59
Ibid, hal. 54.

Universitas Sumatera Utara

50

Suatu kesepakatan berupa perjanjian atau kontrak pada hakikatnya adalah
mengikat dalam seluruh prosesnya, baik prakontraktual maupun postkontratual.
Bahkan kesepakatan tersebut memiliki kekuatan mengikat bagaikan undangundang bagi yang membuatnya.
Negosiasi merupakan tahapan paling penting dalam proses prakontraktual,
mengingat dalam negosiasi terjadi perukaran pendapat antara para pihak untuk
mencapai

suatu

kesepakatan.

Dokumen

yang

penting

dalam

proses

praktontraktual antara lain adalah nota kesepahaman atau yang biasa disebut
dengan MoU. Menurut Hikmahanto Juwana, penggunaan istilah MoU harus
dibedakan dari segi teoritis dan praktis. Secara Teoritis, dokumen MoU tidak
mengikat secara hukum agar mengikat secara hukum harus dilanjuti dengan
perjanjian. 60
Sedangkan dalam segi praktis, Hikmahanto Juwana membagi pemahaman
MoU menjadi dua yaitu hanya mengikat secara moral karena harus dilanjuti
dengan perjanjian, serta pemahaman bahwa MoU disejajarkan dengan
perjanjian. 61
Tahap prakontraktual merupakan bagian penting dalam pembentukan
Kontrak Bisnis Internasional, Black’s Law Dictionary menyatakan bahwa:
“Precontractual is a contract that precludes a party from entering into
comparable agreement with someone else”. 62

60

Hikmahanto Juwana, Hukum Ekonomi dan Hukum Internasionak (Jakarta: Lentera
Hati, 2002), hal. 123.
61
Ibid, hal. 123.
62
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary 8th edition (West Texas: Thomson, 1999), hal. 347.
Dalam dalam hal ini tahapan prakontraktual dilaksanakan untuk membatasi para pihak yang telah

Universitas Sumatera Utara

51

Untuk dapat menyusun suatu kontrak bisnis yang baik diperlukan adanya
persiapan atau perencanaan terlebih dahulu. Idealnya sejak negosiasi bisnis
persiapan tersebut sudah dimulai.
Dalam sistem hukum Indonesia, istilah kontrak telah lama diserap,
pengertian kontrak dipersamakan dengan pengertian perjanjian. 63 Istilah kontrak
sebagai terjemahan dari bahasa inggris yaitu “contract” adalah yang paling
modern, paling luas dan paling lazim digunakan, termasuk pemakaiannya dalam
dunia bisnis. 64
Bentuk -bentuk kontrak banyak ragamnya di Indonesia antara lain yang
terdapat didalam KUH Perdata ataupun kontrak diluar KUH Perdata (innominaat)
seperti kontrak leasing, joint venture, franchise dan lainnya.
Pada dasarnya sistem hukum di dunia dibagi menjadi 2 kategori besar,
yaitu sistem Common Law dan Civil Law. Seringkali prinsip-prinsip hukum yang
dianut diantara kedua sistem hukum berbeda satu dengan lainnya. Dalam sistem
hukum Civil Law yang dianut di Indonesia mengutamakan prinsip hukum tertulis
dengan prinsip nasionalitas, dengan dasar pembentukan kontrak adalah KUH
Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dengan syarat sahnya kontrak
seperti yang tertuang dalam pasal 1320 KUH Perdata, dimana kontrak cenderung
umum dan implisit serta lemah dari segi kemampuan konsep dan teknik.
Penyimpangan antara kontrak dan pelaksanaan dapat dibicarakan dengan cara
negosiasi.
mengadakan persetujuan untuk dapat membuat persetujuan lain yang sebanding dengan pihak
ketiga.
63
Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis (Jakarta: PT. Gramedia,
2006), hal. 27.
64
Munir Fuady I, Op. Cit, hal. 9.

Universitas Sumatera Utara

52

Dalam tahap prakontraktual seringkali ditandai dengan adanya berbagai
proses seperti negosiasi serta pembuatan berbagai dokumen pendahuluan.
Negosiasi merupakan tahapan paling penting dalam proses prakontraktual,
negosiasi merupakan proses sebelum terjadinya sebuah kontrak nyata yang
memuat pertukaran hak dan kewajiban para pihak secara proporsional.
Dalam tahap prakontraktual terjadi proses negosiasi dimana terdapat tawar
menawar diantara para pihak. Negosiasi kontrak adalah satu dialog yang
terselenggara sebagai suatu rangkaian pembicaraan dan komunikasi untuk
mencapai suatu kesepakatan tertulis diantara dua atau lebih pihak.
Dalam tahap prakontraktual belum terdapat hubungan hukum diantara para
pihak. Didalam hubungan hukum tersebut terdapat pihak yang berhak meminta
prestasi, serta terdapat pihak yang wajib melakukan prestasi. Sehingga hubungan
hukum diantara para pihak baru muncul setelah para pihak telah mengadakan
kesepakatan diantara mereka dalam sebuah perjanjian atau kontrak. Hubungan
hukum adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih dimana hak dan
kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban di pihak lain. 65
Hubungan

hukum dalam tahap prakontraktual dapat muncul dalam

kondisi :
1)

Terdapat perbuatan melanggar hukum;

2)

Perbuatan hukum tersebut mengakibatkan kerugian pada pihak;

3)

Terdapat kesalahan.

65

Surojo Wignojodiputro, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Gunung Agung, 1983), hal.

38.

Universitas Sumatera Utara

53

Sehingga dapat diasumsikan bahwa hubungan hukum dalam tahap
prakontraktual dapat muncul ketika terjadi perbuatan melawan hukum. Perbuatan
melanggar hukum tersebut dalam perkembangannya tidak hanya perbuatan
melawan hukum dalam arti sempit yaitu perbuatan melanggar undang-undang
saja, akan tetapi kemudian diperluas menjadi perbuatan yang melanggar
kepatutan, kehati-hatian, dan kesusilaan dalam hubungan antar sesama warga
masyarakat dan terhadap benda orang lain.
Dalam praktek, tahapan prakontraktual sering dituangkan dalam bentuk
MoU atau LoI, yang dibuat sebagai perwujudan dari kesepahaman, itikad atau niat
para pihak sebelum memasuki tahap kontraktual. MoU adalah kesepahaman akan
suatu hal tertentu antara para pihak untuk kemudian dinegosiasikan lagi melalui
proses perundingan sampai terjadi kesepakatan mengenai hal-hal yang spesifik
dalam mengatur bagaimana para pihak melaksanakan hak dan kewajibannya,
dimana hal tersebut akan dituangkan dalam kontrak.
MoU berasal dari kata memorandum dan understanding.Dalam Black’s
Law Dictionary memorandum didefinisikan sebagai “a brief written statement
outlining the terms of agreement or transaction” Dengan terjemahan bebasnya
berarti sebuah ringkasan pernyataan tertulis yang menguraikan persyaratan sebuah
perjanjian atau transaksi). Sedangkan understanding adalah :
“an implied agreement resulting from the express terms of another
agreement, whether written or oral; atau a valid contract engagement of a
somewhat informal character; atau a loose and ambiguous terms, unless it
is accompanied by some expression that it is constituted a meeting of the
minds of parties upon something respecting which they intended to be
bound “

Universitas Sumatera Utara

54

Yang diterjemahkan secara bebasnya, sebuah perjanjian yang berisi
pernyataan persetujuan tidak langsung atas perjanjian lainnya; atau pengikatan
kontrak yang sah atas suatu materi yang bersifat informal atau persyaratan yang
longgar, kecuali pernyataan tersebut disertai atau merupakan hasil persetujuan
atau kesepakatan pemikiran dari para pihak yang dikehendaki oleh keduanya
untuk mengikat.
Hingga saat ini tidak dikenal pengaturan khusus tentang MoU. Hanya saja,
merujuk dari definisi dan pengertian di atas, dimana MoU tidak lain adalah
merupakan perjanjian pendahuluan, maka pengaturannya tunduk pada ketentuan
tentang perikatan yang tercantum dalam Buku III KUH Perdata.
Erman Rajagukguk mengartikan MoU sebagai “Dokumen yang memuat
saling pengertian diantara para pihak sebelum perjanjian dibuat. Isi dari
memorandum of understanding harus dimasukkan kedalam kontrak, sehingga ia
mempunyai kekuatan mengikat”. 66
Letter of Intent (LoI) seringkali diberikan sebagai langkah awal untuk
memulai negosiasi untuk menuju kepada pembentukan kontrak. Dalam Black’s
Law Dictionary menyamakan pengertian MoU dengan letter of Intent
menekankan status letter of Intent yaitu sebagai berikut :“a letter of intent is not
meant to be binding and does not hinder the parties from bargaining with the
third party. Bussines people typically mean not to be bound by a letter of intent
and courts ordinarily don’t enforce one”.

66

Erman Rajagukguk, Kontrak Dagang Internasional dalam Praktik di Indonesia
(Jakarta: Universitas Indonesia, 1994), hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

55

Yurisprudensi tentang tanggung jawab prakontraktual yang sering dirujuk
berkaitan dengan terjadinya kontrak adalah kasus di Jerman Barat (Koln) pada
tahun 1856. Sebuah Firma Oppenheim & Co telah mengirimkan kawat kepada
Komisioner Weiler untuk membeli surat sero. Dalam kawat tersebut ada
kekeliruan, Weiler menerima pesan seakan-akan untuk menjual surat sero tersebut
dan

Weiler

memenuhi

perintah

tersebut.

Padahal

maksudnya

untuk

membeli.Ketika nilai saham naik, Oppenheim meminta penyelesaian transaksi,
ternyata pelaksanaannya bertolak belakang. Pengadilan telah membebankan ganti
rugi kepada pihak Oppenheim, karena ia telah menggunakan alat komunikasi
yang tidak pasti. Teori persesuaian kehendak saat ini telah banyak ditinggalkan
dan bergeser sampai pada penawaran. 67
a.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Ketentuan yang mengatur mengenai kesepakatan diatur dalam pasal 1321
sampai dengan pasal 1328 KUH Perdata “tiada sepakat yang sah apabil
sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan
atau penipuan”.

b.

Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan
Kecakapan para pihak diatur dalam ketentuan pasal 1329 sampai dengan
1331 KUHPerdata. Pasal 1329 menyatakan : ” Setiap orang adalah cakap

67

https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ua
ct=8&ved=0CB8QFjAAahUKEwipzrSam9_IAhVEipQKHTIGCmQ&url=http%3A%2F%2Ftutie
kretno.dosen.narotama.ac.id%2Ffiles%2F2011%2F10%2FHUKUMPERIKATAN.doc&usg=AFQjCNEai5NWZmmNYVpW7tInpDvaS-88Sw&sig2=9J1nEiWOno1lfLbVnJ06Q&bvm=bv.105841590,d.dGo dikunjungi terakhir pada 10 Oktober 2015, pukul
19:05 Wib.

Universitas Sumatera Utara

56

untuk membuat perikatan-perikatan kecuali undang-undang menyatakan
tidak cakap”.
c.

Suatu pokok persoalan tertentu
Ketentuan yang mengatur mengenai suatu hal tertentu tercantum dalam
pasal 1332 sampai 1334 KUHPerdata. Pasal 1332 KUHPerdata menyatakan:
“hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok
suatu perjanjian”

d.

Suatu sebab yang halal
Ketentuan yang mengatur tentang suatu sebab yang halal tercantum dalam
pasal 1335 sampi dengan 1337 KUHPerdata. Pasal 1337 KUHPerdata
menyatakan : “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undangundang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau
ketertiban umum”
Asas bukanlah suatu norma hukum yang konkrit, tetapi sebagai dasar-

dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Jadi merupakan dasar atau
petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif, sehingga dalam pembentukan
hukum praktis harus berorientasi pada asas-asas hukum. 68

2. Syarat Sahnya Suatu Kontrak
Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
menuraikan syarat sahnya suatu kontrak, pasal ini secara tersirat memberikan
penjelasan bahwa penyesuaian kehendak dengan adanya kesepakatan para pihak

68

Agus Yudha Hernoko, Op. Cit, hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

57

merupakan suatu syarat sahnya suatu kontrak dengan tanpa mengabaikan asas
hukum yang berlaku, yaitu asas kebebasan berkontrak.
Asas hukum merupakan sistem hukum yang memberikan inspirasi
mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Beberapa asas dapat
dituangkan menjadi hukum positif, contohnya saja asas itikad baik yang tertuang
dalam pasal 1338 KUH Perdata. Asas tersebut antara lain : 69
a)

Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338
KUH Perdata. Kebebasan berkontrak memberikan jaminan kebebasan
terhadap seseorang untuk secara bebas dalam beberapa hal yang berkaitan
dengan perjanjian tersebut, antara lain :
a.

Bebas akan menentukan perjanjian atau tidak;

b.

Bebas akan menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian;

c.

Bebas menentukan isi klausul perjanjian;

d.

Bebas menentukan bentuk perjanjian;

e.

Kebebasan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan.

69

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hal. 4. Perlu diketahui bahwa maksud bebas disini tidak berarti tidak terbatas.
Terdapat beberapa pembatasan yang diberikan oleh pasal-pasal KUH Perdata terhadap asas ini
yang membuat asas ini merupakan asas tidak tak terbatas. Yaitu dibatasi oleh pasal 1320,
mengenai syarat sahnya kontrak,dimana sebuah kontrak haruslah memenuhi unsur-unsur yang
terdapat dalam pasal ini , kebebasan berkontrak dibatasi pula oleh pasal 1337 yaitu para pihak
bebas untuk dapat membuat kontrak apabila tidak dilarang oleh undang-undang dan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.

Universitas Sumatera Utara

58

b)

Asas Konsensualisme
Lahirnya sebuah kontrak ialah saat terjadinya konsensus atau penyesuaian
kehendak dari para pihak. Dengan demikian ketika terjadinya kesepakatan
antara para pihak, maka lahirlah sebuah kontrak, walaupun kontrak tersebut
belum dilaksanakan. 70
Berdasarkan Pasal 1321 KUH Perdata, kata sepakat harus diberikan
secara bebas tidak boleh terdapat unsur cacat kehendak, antara lain : 71
a. Kekhilafan/kekeliruan/kesesatan
Sesat dianggap ada apabila pernyatan sesuai dengan kemauan tapi
kemauan itu didasarkan pada gambaran yang keliru baik mengenai
orangnya (eror in persona) maupun objeknya (eror in substansia);
b. Paksaan/dwang
Paksaan bukan karena kehendaknya sendiri namun adanya paksaan
dari pihak lain. Paksaan adalah kekerasan jasmani atau ancaman
dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan
ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian;
c. Penipuan/bedrag

70

Perhatikan Pasal 1320 KUH Perdata ayat (1), yaitu kesepakatan telah lahir cukup
dengan adanya kata sepakat saja, yang ditekankan disini adalah penyesuaian kehendak (meeting of
mind). Hal ini berlaku dalam hukum kontrak Anglo Saxon atau Common Law System dan Civil
Law System. Dalam hukum Anglo Amerika titik tolaknya adalah bahwa penyesuaian kehendak
tercapai melalui penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance). Dalam Civil Law System, para
pakar banyak membahas teori tentang kapan lahirnya kesepakatan, namun dalam Common Law
System masalah lahirnya kesepakatan didasarkan pada penyelesaian praktis dan pragmatis.
71
Handri Raharjo, Hukum Perjanjian Di Indonesia (Jakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal.
49.

Universitas Sumatera Utara

59

Pihak yang menipu dengan daya akalnya menanamkan suatu
gambaran yang keliru tentang orangnya atau objeknya sehingga
pihak lain bergerak untuk menyepakati.
c) Asas Pacta Sund Servanda
Asas ini disebut dengan asas kepastian hukum, asas ini berhubungan
akibat dengan perjanjian. Setiap orang yang membuat kontrak, dia
terikat untuk dapat memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut
mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut
mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang. Asas
ini berkaitan dengan daya mengikatnya suatu kontrak. Hal ini dapat
dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan
bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Perkembangan asas pacta sund servanda dapat ditelusuri dari Hukum
Kanonik. Dalam Hukum Kanonik dikenal asas nudus consensus
obligat, pacta nuda servanda sunt. Pacta nuda sund servanda
mempunyai pengertian bahwa suatu pactum (persesuaian kehendak)
tidak perlu dilakukan di bawah sumpah atau dibuat dengan tindakan
formalitas tertentu. Demikian halnya nudum pactum, yaitu suatu
persesuaian kehendak saja sudah memenuhi syarat. Konsensus yang
telah diwujudkan dalam suatu pactum sehingga kemudian dipandang
sebagai memiliki kekuatan mengikat. Oleh karena itu dapat dipahami

Universitas Sumatera Utara

60

yang lebih menonjol adalah asas pacta sund servanda yang berkaitan
dengan kekuatan mengikatnya suatu perjanjian. 72

3. Tahapan-Tahapan Dalam Kontrak
Penyusunan suatu kontrak bisnis meliputi beberapa tahapan sejak
persiapan atau perencanaan sampai dengan pelaksanaan isi kontrak. Tahapantahapan kontrak tersebut adalah sebagai berikut : 73
1) Prakontrak, yang mencakup proses :
a. Negosiasi
b. Memorandum of understanding (MoU)
c. Studi Kelayakan
d. Negosiasi (lanjutan)
2) Kontrak
a. Penulisan naskah awal
b. Perbaikan naskah
c. Penulisan naskah akhir
d. Penandatanganan
3) Pascakontrak
a. Pelaksanaan
b. Penafsiran
c. Penyelesaian sengketa

72

Peter Mahmud Marzuki, Batas-Batas Kebebasan Berkontrak (Jakarta: Jurnal Yuridika,
Volume 18 No. 3, 2003), hal. 195.
73
Marbun, B. N, Membuat Perjanjian yang Aman dan Sesuai Hukum (Jakarta: Puspa
Swara, 2009), hal. 13.

Universitas Sumatera Utara

61

Sebagaimana yang tertulis pada Black’s Law Dictionary bahwa
“Precontractual is a contract that precludes a party from entering into
comparable agreement with someone else” 74 Jadi dalam hal ini tahapan
prakontraktual dilaksanakan untuk membatasi para pihak yang telah mengadakan
persetujuan untuk dapat membuat persetujuan lain yang sebanding dengan pihak
ketiga.
Dalam setiap proses negosiasi kontrak sasaran atau tujuan para pihak
sebenarnya adalah satu yaitu mencapai kata sepakat. Menurut Anthony Klok dan
Gerald S. Williams, kepustakaan tentang negosiasi pada umumnya menyebut
negosiasi kontrak yang bersifat positif sebagai negosiasi yang kooperatif,
sedangkan negosiasi kontrak yang bersifat negatif disebut negosiasi yang
kompetitif. 75
Untuk mencari kata sepakat dalam kontrak, bukanlah sekedar masalah
bagaimana pandai bernegosiasi namun juga bargaining position dari para pihak.
Namun akan lebih objektif apabila mencermati dan memperhatikan klausulklausul dalam kontrak, apakah bertentangan dengan kepatutan dan keadilan. 76
Tahap prakontraktual pada dasarnya merupakan tahap dimana terjadi
penawaran serta penerimaan awal, menurut ketentuan UNIDROIT, kata sepakat
saja sudah cukup melahirkan kontrak.Tahapan prakontraktual merupakan tahapan
yang yang sangat penting terutama dalam melaksanakan prinsip itikad baik dan

74

Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, (Minesota: St. Paul, Seventh Edition,
1999), hal. 347.
75
Imam Syaukani & A. Ahsin Thohari, Dasar-Dasar Politik Hukum (Jakarta: 2004), hal.
54.
76
Rudi Prasetya, Analisa Hukum Ekonomi Terhadap Kontrak Dalam Menyongsong Era
Globalisasi (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, Volume 2, 1997), hal. 21.

Universitas Sumatera Utara

62

transaksi jujur (good faith and fair dealing). Pasal 2.15 UPICCs (Unidroit
Principles of International Commercial Contracts) mengatur larangan tersebut
sebagai berikut :
1) A party is free to negotiate and is not liable for failure to reach an
agreement. However, a party who negotiates or breaks off negotiations
in bad faith is liable for losses to the other party.
2) It is bad faith, in particular, for a party to enter into or continue
negotiations when intending not to reach an agreement with the other
party.

Salah satu bentuk kewajiban para pihak dalam bernegosiasi dan menyusun
kontrak harus berperilaku sesuai dengan itikad baik. Negosiasi dalam tahap
prakontraktual tidak boleh dilakukan dengan itikad buruk. Hal ini menjadi
kewajiban umum bagi para pihak dalam hubungan prakontraktual.

C. Misrepresentation Dalam Kontrak Pada Fase Pra Kontrak
Pada fase pra kontrak, seluruh kesepakatan para pihak yang telah
disepakati dan akan dituangkan dalam bentuk kontrak lazimnya karena adanya
proses negosiasi, musyawarah sehingga tercapai kata mufakat. Pada fase pra
kontrak sangat besar potensi terjadinya misrepresentation dari para pihak dalam
memaparkan dan menuangkan maksud dan tujuan mereka kepada pihak lain.
Sehingga tidak jarang sekali dalam praktek di keseharian ditemukan adanya
perbedaan pernyataan dan kehendak pada proses pra kontrak dan proses kontrak.
Sebagaimana diketahui, bahwa kontrak juga dibedakan menjadi dua macam, yaitu
kontrak tertulis dan kontrak lisan. 77 Perjanjian tertulis adalah suatu perjanjian

77

Salim HS, III, Op. Cit., hal. 32.

Universitas Sumatera Utara

63

yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan
adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan. 78
Dengan demikian ada terdapat tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu :
1.

Perjanjian di bawah tangan di tandatangani oleh para pihak yang
bersangkutan saja. Perjanjian semacam ini hanya mengikat para pihak
dalam perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada pihak
ketiga. Dengan kata lain, jika perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga
maka para pihak atau salah satu pihak dari perjanjian tersebut, berkewajiban
untuk mengajukan bukti-bukti yang diperlukan. Hal itu bertujuan untuk
membuktikan bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud adalah tidak berdasar
dan tidak dapat dibenarkan.

2.

Perjanjian dengan saksi Notaris untuk melegalisir tanda tangan para pihak.
Fungsi kesaksian Notaris atas suatu dokumen semata-mata hanya untuk
melegalisir kebenaran tanda tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian
tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan hukum dari isi perjanjian. Salah
satu pihak mungkin saja menyangkal isi perjanjian. Namun, pihak yang
menyangkal

tersebut

adalah

pihak

yang

harus

membuktikan

penyangkalannya.
3.

Perjanjian yang dibuat di hadapan dan oleh Notaris dalam bentuk akta
notariel. Akta Notariel adalah akta yang dibuat di hadapan dan di muka
pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang berwenang untuk itu adalah
Notaris, Camat, PPAT, dan lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat

78

Ibid, hal. 33.

Universitas Sumatera Utara

64

bukti yang sempurna bagi para pihak yang bersangkutan maupun pihak
ketiga.
Akibat terjadinya misrepresentation pada fase pra kontrak yang tidak
secara peka disadari oleh para pihak lainnya, maka para pihak tidak menyetujui
kontrak tersebut dengan membubuhi tanda tangan. Disini jika diperhatikan lebih
lanjut,

Syahril

Sofyan

juga

menambahkan

bahwa,

akibat

terjadinya

misrepresentation pada fase pra kontrak, akibat hukumnya akan terbit pasca fase
kontrak, yaitu pada fase post kontraktual yang tidak terlepas apakah akibat
hukumnya secara pidana maupun secara perdata.

Universitas Sumatera Utara