Misrepresentation Dalam Kontrak : Analisis Terjadinya Perbedaan Informasi pada Fase Pra Kontraktual dengan Kontrak

14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu hukum dan Ilmu Ekonomi jika di lihat dari perkembangannya di
keseharian terlihat perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini ter-refleksikan dari
kurang pesatnya perkembangan ilmu hukum jika di bandingkan dengan ilmu
ekonomi. Di lain pihak, manusia membutuhkan perlindungan hukum atas setiap
transaksi bisnis yang dilakukannya. Sehingga azas kebebasan berkontrak yang
tercantum dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek selanjutnya disingkat dengan sebutan KUHPerdata) pun mulai di jadikan
sebagai dasar alasan yang menyebabkan berkembangnya perjanjian-perjanjian
baru di masyarakat yang tidak keseluruhannya terdapat diatur dalam
KUHPerdata. 1
Perjanjian (verbintenis) mengandung pengertian suatu hubungan hukum
kekayaan/harta benda antara dua atau lebih pihak yang memberi kekuatan hak
pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak
lain untuk memberi prestasi. 2


1

KUHPerdata Pasal 1338 ayat 1, yang secara redaksional menullis “Semua perjanjian
yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Sehingga
suatu perjanjian tersebut mengikat para pihak yang kemudian menimbulkan hak dan kewajiban di
antara pihak-pihak tersebut.
2
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1996), hal. 6.
Disini tersirat bahwa dapat dijumpai beberapa unsur yang memberikan wujud pengertian
perjanjian, antara lain : hubungan hukum (rechsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan
antara dua orang (persoon) atau lebih yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada
pihak lain tentang suatu prestasi.

Universitas Sumatera Utara

15

Pada dasarnya suatu perjanjian kerjasama berawal dari suatu perbedaan atau
ketidaksamaan kepentingan di antara para pihak yang bersangkutan. Perumusan
hubungan perjanjian senantiasa di awali dengan proses negosiasi di antara para

pihak. Melalui proses negosiasi para pihak berupaya menciptakan bentuk-bentuk
adanya kesepakatan untuk saling mempertemukan suatu yang diinginkan
(kepentingan) melalui proses tawar menawar tersebut. 3
Suatu perjanjian bertujuan untuk suatu persetujuan yang di akui oleh
hukum. Persetujuan ini merupakan kepentingan pokok didalam dunia usaha dan
menjadi dasar bagi kebanyakan transaksi dagang seperti jual beli barang, tanah,
pemberian kredit, asuransi, pengangkutan barang, pembentukan organisasi usaha
dan termasuk juga menyangkut tenaga kerja. 4
Suatu Kontrak atau perjanjian harus memenuhi syarat sahnya perjanjian,
yaitu kata sepakat, kecakapan, hal tertentu dan suatu sebab yang halal
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek selanjutnya disingkat dengan sebutan KUHPerdata).
Selain prinsip kebebasan berkontrak yang telah di sampaikan di atas, dalam
KUHPerdata diatur pula prinsip-prinsip lain dari hukum perjanjian yang di

3

Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak
Komersial, (Yogyakarta: Laksbang Mediatama, 2008), hal. 1. Disini dijelaskan bahwa awal
terjadinya perbedaan kepentingan para pihak dalam suatu kesepakatan dicoba untuk dipertemukan

melalui adanya kesepakatan para pihak. Oleh sebab itu melalui hubungan perjanjian, perbedaan
tersebut dapat diakomodir dan selanjutnya dapat dituangkat dalam suatu produk hukum yang
berkekuatan hukum pula sehingga memiliki kekuatan untuk mengikat para pihak. Mengenai sisi
kepastian hukum dan keadilan, justru akan tercapai apabila perbedaan yang ada diantara para
pihak dapat terakomodir melalui sebuah mekanisme hubungan perikatan yang bekerja secara
seimbang dan terarah.
4
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Abadi,
Bandung, 1992), hal. 93.

Universitas Sumatera Utara

16

antaranya adalah prinsip konsensual, prinsip obligatoir dan prinsip pacta sunt
servanda. 5
Prinsip konsensual adalah jika suatu perjanjian dibuat, yakni setelah adanya
kata sepakat diantara pihak, maka perjanjian telah sah dan mengikat secara penuh,
tanpa memerlukan persyaratan lain, seperti persyaratan tertulis, kecuali jika
undang-undang menentukan lain. 6 Sedangkan Prinsip obligatoir adalah suatu

prinsip yag mengajarkan bahwa jika suatu perjanjian telah dibuat, yakni jika
terjadi kata sepakat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya
sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, dan haknya belum beralih
sebelum dilakukan penyerahan (levering). 7 Prinsip pacta sunt servanda, yang
berarti adalah bahwa jika suatu perjanjian sudah dibuat secara sah oleh para pihak,
maka perjanjian tersebut sudah mengikat para pihak. Bahkan mengikatnya
perjanjian yang dibuat oleh para pihak tersebut sama kekuatannya dengan
mengikatnya sebuat undang-undang yang dibuat oleh parlemen dan pemerintah. 8
Dalam praktiknya di lapangan terdapat 3 (tiga) tahapan dalam membuat
perjanjian yaitu : 9
1. Tahap pra-contractual :
yaitu tahapan dimana adanya penawaran dan penerimaan.

5

Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV. Utomo,
2005), hal. 178. (Selanjutnya disebut Munir Fuady I)
6
Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, (Medan:
USU Press, 2010), hal. 18.

7
Ibid, hal. 18.
8
Ibid, hal. 18. Dalam hal ini tersirat bahwa KUHPerdata menentukan bahwa kesepakatan
kehendak merupakan salah satu dasar dari syarat sahnya suatu perjanjian.
9
Salim HS, Hukum Kontrak : Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Mataram:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Mataram, 2002), hal. 26. (selanjutnya disebut dengan Salim
HS I).

Universitas Sumatera Utara

17

2. Tahap contractual :
yaitu tahapan dimana adanya penyesuaian pernyataan kehendak antara
para pihak yang mengadakan perjanjian.
3. Tahapan post-contractual :
yaitu tahapan dimana pelaksanaan perjanjian.
Dalam membuat perjanjian antara para pihak pasti akan menimbulkan

hubungan hukum yang kemudian disertai adanya akibat-akibat hukum, dan akibat
hukum tersebut akan memikul hak dan kewajiban serta tanggung jawab di antara
keduanya. Pengertian dari tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung
segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh di tuntut, di persalahkan, di
perkarakan). 10
Pada tahap atau fase pra-kontraktual para pihak yang sedang bernegosiasi
secara timbal balik berusaha untuk saling mempertemukan antara pendapat
mereka dan ekspektasi mereka masing-masing melalui forum tawar menawar
ataupun negosiasi demi mencapai kesepakatan (deal) perihal ketentuan ataupun
materi yang kelak akan disepakati bersama oleh para pihak. Dalam fase ini, upaya
kedua belah pihak untuk saling mempertemukan pendapat dan maksud kedua
belah pihak dilakukan dengan saling memberi dan menerima konsesi 11 dari pihak

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 1006.
Perhatikan G. H. Treitel, Law of Contract, Sweet & Maxwell, (London: International
Student Editions, 1991), hal. 16 yang menulis dengan redaksi “as negotiations progress, each
party may make concession or new demands and the parties may in the end disagree as to whether
they had ever agreed at all” yang kemudian diterima terjemahan kalimat concessions dalam

bahasa indonesia sebagai “konsesi” yang memiliki makna “kelonggaran”. Ini berarti pada tahapan
ini para pihak masing-masing memberikan kelonggaran dari tiap-tiap klausal yang hendak mereka
tuntut agar tercapai kata mufakat. Namun akan tetapi durasi waktu yang dibutuhkan dalam
mencapai kesepakatan sesudah menjadalani negosiasi yang penuh dengan kelonggaran tersebut
sangat tergantung kepada cepat atau lambatnya dicapai kesamaan persepsi aatau kemampuan
pemahaman para pihak dalam memahami materi dan syarat perjanjian yang hendak disepakati.
11

Universitas Sumatera Utara

18

yang satu terhadap pihak yang lainnya sehingga pada tahap akhir negosiasi akan
tercapai kesepakatan (deal) yang sama-sama di cari dan ingin di capai oleh para
pihak.
Kemampuan para pihak dalam memahami pola berfikir dan kemampuan
para pihak dalam cermat memilih kosakata kalimat dan intonasi verbal dalam
penyampaian kepada para pihak lainnya juga merupakan salah satu variabel yang
akan menentukan hasil negosiasi dari suatu kontrak. Negosiasi tidak selalu
berjalan mulus, ada saat terdapat dimana negosiasi itu berjalan tidak sesuai

dengan yang di harapkan.
Hal ini di karenakan pihak lainnya tidak memahami dengan benar materi
atau objek kesepakatan yang hendak dicapai tersebut dan selanjutnya para pihak
hanya membicarakan syarat-syarat dan ketentuan (terms and conditions) saja,
tetapi ada kalanya objek perjanjian transaksi bisnis tersebut harus diperlihatkan
melalui pemaparan (representation) dalam fase pra-kontraktual ini, baik secara
umum (misalnya menggelar grand-openning, soft-launching dan lain-lainnya)
maupun secara khusus (artis asing yang datang untuk pertunjukan konser di
Indonesia

terlebih

dahulu

menyampaikan

apa

saja


hal

yang

hendak

disampaikannya dalam pertunjukan tersebut guna untuk melakukan sensor atas
potensi dan peluang terjadinya invasi kebudayaan asing), bila mengingat dari
sesuatu yang akan jadi objek 12 perjanjian itu.
Pihak yang melakukan penawaran (offeror) dalam fase kontraktual
lazimnya pada kenyataannya lebih siap untuk segera mengikat diri jika
12

Dalam konteks membuat perjanjian, maka yang menjadi objek perjanjian itu sendiri
adalah barang (goods) baik yang sudah atau telah ada ataupun yang akan diadakan dikemudian
hari dan/atau tidak terlepas dari jasa (services) yang diberikan.

Universitas Sumatera Utara

19


dibandingkan dengan pihak yang menerima penawaran (offeree). Hal ini
dikarenakan offeror sudah lebih siap dan menguasai dengan konsep dan atau
rancangan perjanjian yang diharapkannya dapat diterima oleh pihak offeree untuk
mengikat diri dalam perjanjian. 13
Kesepakatan yang sudah dicapai dan dituangkan dalam bentuk perjanjian
tertulis, selain berisikan subjek dan objek perjanjian, juga berisikan ketentuanketentuan dan syarat perjanjian ditambah syarat lain yang ditentukan oleh undangundang. 14 Namun hal ironis yang sering terjadi pada prakteknya adalah negosiasi
yang berlangsung mulus akan tetapi pada tahapan pelaksanaannya (postcontractual) tidak lagi sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh pihak lainnya.
Ketidaksamaan pendapat ini terjadi karena adanya pemahaman yang salah
(pemahaman yang keliru ataupun kesalahan dalam penafsiran) dari pihak yang
menerima penawaran (offeree/representee) akibat penyajian keterangan atau fakta
yang keliru dari pihak yang memberikan penawaran (offeror/representator). 15
Para pelaku usaha yang sering melakukan hal ini (penyajian keterangan
yang berbeda pada fase pra kontraktual dan kontrak) tidak menyadari akan adanya
ancaman pidana dari perbuatan yang mereka lakukan terhadap konsumen. Contoh:
Saat melakukan penawaran rumah dengan spesifikasi yang berbeda/tidak sesuai
dari apa yang ditawarkan sebelumnya, pada saat fase pra kontraktual pelaku usaha
pada umumnya menyampaikan bahwa konstruksi rumah yang dijualnya
13


Ada juga kasus yang terjadi dikehidupan sehari-hari saat sebelum perjanjian induk
ditandatangani antara kedua belah pihak terlebih dahulu ditandatangani nota kesepahaman (letter
of intent) sebagai wujud nyata bahwa pihak yang satu sudah menerima tawaran dari pihak yang
lain.
14
Perhatikan Pasal 1320 KUHPerdata.
15
Bryan A. Gardner, Black’s Law Dictionary, (Minesota: St. Paul, Seventh Edition,
1999), hal. 1305.

Universitas Sumatera Utara

20

menggunakan baja konstruksi ukuran 5 (lima) millimeter, namun saat sudah
selesai dan telah terjadi penyerahan (levering) dan saat di periksa ternyata
menggunakan baja konstruksi ukuran 3 (tiga) millimeter, hal inilah yang
menyebabkan adanya ancaman pidana yang kerap mengancam pengusaha.
Tindakan yang memberikan penyampaian yang keliru atau tidak benar
kepada pihak lainnya dalam berkontrak dalam ilmu hukum disebut dengan istilah
sebutan “misrepresentation”. 16
Dikarenakan ilmu hukum merupakan suatu ilmu filsafat, maka penafsiran
pasal demi pasal yang mengatur definisi dari perjanjian sudah tentu terdapat
perbedaan pula dalam penafsirannya. Beberapa sarjana hukum juga memiliki
pendapat yang berbeda pula terkait definisi dari perjanjian sebagaimana yang
diatur pada buku KUHPerdata buku III. Demikian juga halnya dengan
misrepresentation yang secara nyata tidak terdapat ketentuan yang secara tertulis
membahas masalah misrepresentation dalam KUHPerdata. Sehingga hanya
diartikan secara harfiah bahwa istilah misrepresentation merupakan penyajian
keterangan yang menyesatkan dalam kontrak. 17
Menurut Syahril Sofyan, perbedaan antara misrepresentation dengan
penipuan adalah : jika misrepresentation terjadi dengan memberikan keterangan
ataupun gambaran yang keliru, sedangkan penipuan terjadi karena dengan adanya
bujuk

rayu

dan

tipu

muslihat.

Namun

akan

tetapi

menurut

beliau,

16

Ibid, Hal. 1016.
Hal ini dapat ditarik kesimpulan mengingat Pasal 1313 KUHPerdata yang sifatnya
secara materiil dan dengan kata lain dasar dari kontrak adalah perjanjian yang berdasarkan
perikatan.
17

Universitas Sumatera Utara

21

misrepresentation terjadi sejak dimulainya pada fase post contractual, selebihnya
hanya akibat hukumnya saja yang terjadi. 18
Perlu juga diketahui, pengertian perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1313
KUHPerdata juga bukan tanpa celah kelemahan. Hal ini seperti yang di
sampaikan oleh J. Satrio yang menyebutkan ada terdapat 3 (tiga) kelemahan dari
Pasal 1313 KUHPerdata yaitu : 19
1.

Kata “perbuatan” atau “rechtshandeling” disini mengandung makna yang
dalam di dalam skema peristiwa hukum, maka peristiwa hukum yang timbul
karena perbuatan/tindakan manusia meliputi baik “tindakan hukum”
maupun “tindakan manusia yang lain” (yang bukan tindakan hukum).

2.

Kata “dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih". Setiap orang yang membaca kalimat tersebut akan
membayangkan adanya satu orang atau lebih yang terikat kepada satu orang
lebih lainnya. Jadi kesan yang timbul adalah : di satu pihak ada kewajiban
dan dilain pihak ada hak. Yang demikian ini hanya cocok untuk perjanjian
yang sepihak, sebab di dalam perjanjian yang timbal balik pada kedua pihak
ada baik hak maupun kewajiban.

3.

Pengertian perjanjian pada Pasal 1313 KUHPerdata tidak memperlihatkan
adanya konsensus/sepakat/persetujuan dan tidak mempunyai tujuan yang
jelas.

18

Syahril Sofyan, Dosen / Notaris Kota Medan, Wawancara dilakukan pada tanggal 3
Oktober 2015, pukul 10:00 Wib. Sebagai contoh juga menurut hasil wawancara, bahwa pada
negara yang menganut sistem hukum common law seperti Amerika, politikus yang memberikan
janji kosong tidak dapat dikatakan sebagai misrepresentation.
19
J. Satrio, Hukum Perjanjian, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1992), hal 20.

Universitas Sumatera Utara

22

Menurut Abdul

Kadir Muhammad persetujuan kehendak adalah

kesepakatan seia-sekata. Mengenai pokok perjanjian, apa yang dikehendaki oleh
pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lainnya. Persetujuan itu
sifatnya sudah mantap, tidak lagi dalam perundingan. 20
Pernyataan kehendak atau persetujuan kehendak harus merupakan
perwujudan kehendak yang bebas, artinya tidak ada paksaan dan tekanan (dwang)
dari pihak manapun juga, harus betul-betul atas kemauan sukarela para pihak.
Dalam pengertian kehendak atau sepakat tersebut termasuk juga tidak ada
kekhilafan (dwaling) dan tidak ada penipuan (bedrog). Apabila ada kesepakatan
terjadi karena kekhilafan, paksaan atau penipuan maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan atau dapat dimintakan pembatalan kepada hakim (vernietigbaar).
Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada Pasal 1321 KUHPerdata yang
berbunyi “tidak ada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena
kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Namun dalam
misrepresentation batasan-batasan antara penyajian keterangan yang menyesatkan
dengan unsur penipuan dengan tipu muslihat masih sangat samar perihal
ketentuan yang mengatur tentang batasan-batasannya. Penipuan menurut arti
undang-undang ialah dengan sengaja memberikan keterangan palsu dan tidak
benar untuk membujuk pihak lawannya supaya menyetujui. 21
Suatu pemaparan terhadap suatu suatu substansi dalam fase pra
contractual disebabkan karena terdapat kesepahaman kesepakatan dan inilah yang

20

Abdul Kadir Muhammad, Op. Cit, hal. 228.
Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bhakti, 1986), hal. 123.
21

Universitas Sumatera Utara

23

disebut dengan representasi (representation). Selebihnya pada fase post
contractual akan akibat hukumnya yang akan terbit.
Dengan latar belakang yang disampaikan diatas, maka membuat penelitian
ini sebagai tesis, dan membatasi ruang lingkup penelitian yaitu dengan judul
mengenai “Misrepresentation Dalam Kontrak : Analisis Terjadinya Perbedaan
Informasi Pada Fase Pra Kontraktual Dengan Kontrak”.

B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis
merumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1.

Bagaimana terjadinya misrepresentation dalam kontrak pada fase prakontraktual?

2.

Bagaimana penyelesaian sengketa bila terjadi misrepresentation?

3.

Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak yang mengalami
misrepresentation dalam suatu kontrak?

C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai di dalam penelitian ini
adalah :
1.

Untuk

mengetahui

bagaimana

suatu

perjanjian

dapat

dikatakan

misrepresentation.
2.

Untuk mengetahui cara penyelesaian masalah bila terjadi misrepresentation
dalam suatu kontrak.

Universitas Sumatera Utara

24

3.

Untuk meng-identifikasi dan menganalisis perlindungan hukum yang tepat
oleh pihak yang dirugikan dengan misrepresentation dalam suatu kontrak.

D. Manfaat Penelitian
Mengacu kepada judul dan permasalahan yang diangkat oleh penulis,
maka diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi banyak pihak, baik secara
teoritis maupun praktis, yaitu :
1.

Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa sumbangsih
pemikiran dan saran di dunia ilmu hukum dalam bidang hukum kontrak,
khususnya

perihal

perjanjian

yang

bersifat

misrepresentation

(menyesatkan).
2.

Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan atau referensi bagi para
pelaku usaha, sarjana hukum dan masyarakat umum ataupun juga termasuk
instansi pemerintah dan swasta lainnya yang akan melakukan perikatan agar
dapat melindungi diri dari potensi lahirnya tindakan misrepresentation
dalam kontrak pada fase pra-kontraktual maupun fase kontrak. Penulis
memandang perlu diangkatnya perihal misrepresentation ini kedalam
bentuk penelitian ilmiah dikarenakan sering terdapatnya perbedaaninformasi
atau ketidak-sesuaian info antara yang disampaikan dengan yang terjadi
pada kenyataan. Karena sebagaimana yang perlu diperhatikan, bahwa

Universitas Sumatera Utara

25

perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik untuk mengantisipasi
bermuara kepada tindakan perbuatan wanprestasi.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan khususnya di lingkungan
Universitas Sumatera Utara, tidak terdapat penelitian dengan dengan judul
“Misrepresentation Dalam Kontrak : Analisis Terjadinya Perbedaan Informasi
Pada Fase Pra Kontraktual Dengan Kontrak” dan oleh sebab ini maka
penelitian ini asli dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah merupakan suatu prinsip ajaran pokok yang di anut untuk
mengambil suatu tindakan atau untuk memecahkan suatu masalah. Teori yang di
pergunakan sebagai landasan atau alasan mengenai suatu variabel bebas tertentu
di masukkan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel yang
bersangkutan bisa mempengaruhi variabel yang tidak bebas atau merupakan salah
satu penyebab. 22
Perkembangan ilmu hukum selain bergantung kepada metodologi, juga
bergantung kepada aktivitas penelitian dan imajinasi sosial yang sangat ditentukan
oleh teori. 23

22

J. Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),

hal. 192.
23

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia,
2005), hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

26

Kerangka teori akan digunakan untuk sebagai landasan berfikir untuk
menganalisa permasalahan yang terjadi dalam penelitian ini. Terutama
permasalahan perihal misrepresentation dalam kontrak.
Dalam pembahasan tesis ini, kerangka teori yang digunakan adalah
kerangka teori perlindungan hukum dan hukum perikatan atau perjanjian atau
hukum kontrak yang mengatur tentang perikatan dalam kontrak.
Menurut Fitzgerald, yang di kutip dari tulisan Sajipto Rahardjo pada buku
Ilmu Hukum, Fitzgerald menjelaskan teori perlindungan hukum Salmond bahwa
hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan
dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan
terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi
berbagai kepentingan di lain pihak. 24 Kepentingan hukum adalah mengurusi hak
dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk
menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 25
Kalimat “perlindungan” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti
tempat berlindung atau merupakan perbuatan (hal) melindungi, misalnya
memberikan perlindungan kepada orang yang lemah. 26 Sedangkan hukum adalah
kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena
menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau

24

Sajipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti, 2000), hal. 53.
Ibid, hal. 69.
26
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
Cetakan IX, 1986), hal. 600.
25

Universitas Sumatera Utara

27

harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan
pada kaedah-kaedah. 27
Ada terdapat berbagai macam ahli hukum yang memberikan pengertian
mengenai teori perlindungan hukum, namun dalam menjalankan dan memberikan
perlindungan

hukum

dibutuhkannya

suatu

tempat

atau

wadah

dalam

pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana
perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai
berikut: 28
a.

Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan
untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah
terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi
tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena
dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong
untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada
diskresi. Di indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan
hukum preventif.

b.

Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan

27

Sudikno Metrokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,
1991), hal. 38.
28
http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ dikunjungi
terakhir pada 3 September 2015, pukul 19:00 Wib.

Universitas Sumatera Utara

28

Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini.
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan
bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hakhak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsepkonsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia

diarahkan

kepada

pembatasan-pembatasan

dan

peletakan

kewajiban masyarakat dan pemerintah.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa
teori perlindungan hukum adalah merupakan suatu teori yang layak digunakan
dalam penelitian ini dikarenakan teori perlindungan hukum suatu teori yang
mempelajari perihal perbuatan hal yang juga membahas perlindungan mengenai
subjek hukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku berikut juga
dengan tata cara pelaksanaannya beserta sanksi yang melekat terhadap ketentuan
yang mengatur.

2. Konsepsi
Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, karena konsep
adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya
baru ada dalam pikiran. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk
menghubungkan dunia teori dan observasi, antar abstraksi dan realistis. 29

29

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti,
1995), hal. 24. (Selanjutnya disebut dengan Munir Fuady II)

Universitas Sumatera Utara

29

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a.

Misrepresentation adalah suatu pernyataan yang tidak benar (false statement
of fact) mengenai suatu fakta atau keadaan yang mempengaruhi seseorang
menjadi mau mengadakan perjanjian. 30

b.

Kontrak adalah dasar para pihak dalam melakukan perjanjian yang
berdasarkan perikatan. 31

c.

Pra Kontraktual adalah para pihak melakukan perundingan penawaran dan
atau permintaan untuk menentukan isi kesepakatan dalam perjanjian. 32

d.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang atau lebih. 33

G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, karena ingin memberikan gambaran
kajian terhadap analisis misrepresentation yang terjadi pada fase pra-kontraktual
dengan kontrak.
30

http://www.aamai.or.id/v2/index.php/page/menu/0.1.2.4.1 di kunjungi terakhir pada 3
September 2015, pukul 20:00 Wib. Perhatikan dan bandingkan juga Bryan A. Gardner, Black’s
Law Dictionary, (Minesota: St. Paul, Seventh Edition, 1999), hal 1305.
31
Pasal 1313 KUHperdata
32
Aris Setyo Nugroho, Penerapan Asas Itikad Baik Pada Fase Pra Kontraktual Dalam
Hukum Common Law dan Civil Law, (Jakarta: Jurnal Repertorium Fakultas Hukum, Program
Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Edisi 1 Januari – Juni , 2014), hal. 75. Kesepakatan
adalah merupakan hal yang terpenting untuk menciptakan hubungan hukum selain syarat-syarat
yang sebagaimana di kemukakan pada Pasal 1320 KUHPerdata yakni : kesepakatan, cakap, hal
tertentu dan sebab yang halal.
33
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Perdata (Burgerlijk Wetboek selanjutnya disebut
dengan singkatan KUHPerdata). Perhatikan juga Suharnoko, Hukum Perjanjian, Teori dan
Analisa Kasus, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 1, yang mencantumkan
bahwa empat syarat yang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut apabila
terpenuhi dalam suatu perjanjian, maka suatu perjanjian tersebut menjadi sah dan menjadi
mengikat secara hukum bagi para pihak yang membuatnya, yang berarti bahwa disini tersirat
makna bahwa perjanjian adalah merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya.

Universitas Sumatera Utara

30

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif, untuk mengetahui secara presisi terbitnya suatu perjanjian pada fase prakontraktual yang bersifat misrepresentation. Pendekatan yuridis normatif ini
digunakan dengan maksud tujuan untuk mengadakaan pendekatan terhadap
masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dokumen-dokumen, yurisprudensi dan berbagai teori lainnya.
2. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan 3 (tiga) bahan sumber hukum, yaitu :
a.

Bahan hukum primer
Yaitu bahan hukum yang berlaku yang ada hubungannya dengan hukum
kontrak, hukum kebendaan dan putusan-putusan pengadilan yang memiliki
korelasi dengan penyajiaan keterangan yang menyesatkan dalam kontrak.
Termasuk didalamnya KUHPerdata dan juga tidak menutup kemungkinan
untuk melibatkan sumber hukum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No.13 Tahun 2003
tentang

Ketenagakerjaan

dan

Keputusan

Menteri

Tenaga

Kerja

(Kepmenaker) No. 100 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu.
b.

Bahan hukum sekunder
Yaitu bahan yang berkaitan atau mendukung bahan hukum primer, yaitu :
(1). Hasil penelitian atau jurnal mengenai misrepresentation
(2). Kepustakaan, buku, naskah seminar, media cetak serta jurnal ilmiah
hukum lainnya yang berkaitan dengan hukum kontrak.

Universitas Sumatera Utara

31

c.

Bahan hukum tersier
Yaitu bahan yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum dan
lainnya.

3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara :
a. Penelitian Kepustakaan (library research)
Yaitu dengan membaca dan mempelajari, meng-identifikasi, meneliti dan
meng-anatomi buku-buku, laporan, penelitian serta sumber yang relevan
lainnya yang memiliki korelasi dengan permasalahan dalam permasalahan
yang diteliti pada penelitian ini.
b. Wawancara
Yaitu dengan melakukan wawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai panduan dalam memberikan pertanyaan kepada
sumber-sumber yang kerap menjadi pihak yang dirugikan karena perilaku
adanya misrepresentation dalam kontrak. Juga melakukan wawancara
kepada praktisi hukum seperti Notaris dan juga kalangan akademisi seperti
Dosen.
4. Analisis Data
Analisis data terhadap data primer dan data sekunder mengenai analisis
tentang misrepresentation dalam kontrak pada fase pra-kontraktual telah terlebih
dahulu di analisis dan di adakan terlebih dahulu pemeriksaan serta observasi yang
kerap terjadi dilapangan kemudian dievaluasi sehingga diketahui validitas datanya

Universitas Sumatera Utara

32

lalu dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Penelitian ini pada
dasarnya tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi
meliputi analisis dan interprestasi data yang di kumpulkan. Oleh karena itu data
yang telah di kumpulkan kemudian di olah, di analisis secara kualitatif dan di
terjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan yang
merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga di harapkan
akan memberikan solusi permasalahan dalam penelitian.
5. Jadwal Penelitian
Penelitian ini direncanakan dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 (dua)
bulan, 2 (dua) minggu terhitung sejak disetujuinya penelitian ini dalam seminar
kolokium, dengan perkiraan waktu adalah sebagai berikut ;
a. Tahap I (Persiapan dan Pengumpulan Data)

: 2 (dua) Minggu

b. Tahap II (Analisa Data dan Penyusunan Laporan) : 2 (dua) Minggu
c. Tahap III (Perbaikan Sebelum Seminar Hasil)

: 2 (dua) Minggu

d. Tahap IV (Perbaikan dan Penyelesaian Akhir)

: 1 (satu) Minggu

e. Tahap V (Seminar Hasil)

: 1 (satu) Minggu

Juli
2015

Keterangan
I

II

III

Agustus
2015
IV

I

II

III

September
2015
IV

I

II

III

Oktober
2015
IV

Tahap I

Tahap IV
Tahap V

Kolokium

Tahap III

ACC Judul

Tahap II

I

II





November
2015

III

IV





I

II





III

Desember
2015
IV

I

II

III




Universitas Sumatera Utara

IV