Komposisi dan Struktur Sapling di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara Chapter III V

9

BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2016 di Kawasan
Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara
dan dilanjutkan di Laboratorium Sistematika Tumbuhan Universitas Sumatera Utara.

3.2. Deskripsi Area
3.2.1. Letak dan Luas
Kawasan Tahura Bukit Barisan terletak di Propinsi Sumatera Utara.
Tahura Bukit Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik
Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan
secara geografis terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan 98º12’16"98º41’00" Bujur Timur. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan tersebar di 4
(empat) Kabupaten meliputi: Kabupaten Karo (19.805 Ha atau 38,38%),
Kabupaten Deli Serdang (17.150 Ha atau 33,24%), Kabupaten Langkat (13.000
ha atau 25,19%) dan Kabupaten Simalungun (1.645 Ha atau 3,19%) (Sinaga,
2008).
Deleng Macik secara geografis terletak pada 03 14’ 28, 51” - 03 14’ 30,

1” LU dan 098 31’ 37, 2’’ - 098 31’ 38, 0’’ BT. Deleng ini berbatasan dengan
Deleng Sempulenangin di sebelah Utara, TWA Sidebuk-debuk di sebelah Timur,
Gunung Sibayak di sebelah Barat serta Deleng Singkut di sebelah Selatan. Secara
administratif berada dalam wilayah Desa Duolu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara.
3.2.2. Topografi
Kawasan Tahura Bukit Barisan umumnya memiliki karakteristik topografi
terjal sampai curam dan hanya sebagian kecil bergelombang.
3.2.3. Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Tahura Bukit Barisan
termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata 2.000

Universitas Sumatera Utara

10

mm sampai dengan 2.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan
maksimum 25°C dengan kelembaban rata-rata berkisar 90%.

3.2.4. Vegetasi

Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, vegetasi yang umum
dijumpai yaitu dari famili Lauraceae dan Fagaceae.

3.3 Metode Penelitian
Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
Purposive Sampling yaitu penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang
dianggap representatif. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Metode
Kuadrat.

3.3.1. Di Lapangan
Pada lokasi penelitian dibuat satu buah transek sepanjang 1000 m dari
bawah kaki bukit menuju puncak bukit. Di sepanjang transek dibuat plot-plot
dengan ukuran 5 x 5 m sebanyak 100 buah plot dengan susunan zig-zag terhadap
transek. Jarak interval antar plot 5 m. Pada masing-masing plot diamati dan
dicatat jumlah individu, diukur keliling batang, digunakan pengukuran diameter
setinggi 1,3 meter dari permukaan tanah dan diameter sapling 2 sampai < 10 cm.
Spesimen dari seluruh individu yang diambil dengan gunting tanaman, dikoleksi,
diberi label gantung dan dicatat ciri-ciri morfologinya. Spesimen dibungkus
dengan koran, dimasukkan ke dalam plastik dan diberi alkohol 70% secara merata
keseluruh bagian spesimen. Plastik ditutup dengan lakban, selanjutnya dibawa ke

laboratorium untuk dikeringkan dan diidentifikasi.
Faktor abiotik yang diukur meliputi suhu udara dengan Termometer,
kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah dengan Soil
tester, suhu tanah dengan Soil termometer, Intensitas cahaya dengan Luxmeter,
titik koordinat dengan Global Positioning System (GPS) dan ketinggian dengan
Altimeter.

Universitas Sumatera Utara

11

3.3.2. Di Laboratorium
Setelah pengamatan di lapangan berakhir, sampel yang telah dikoleksi
dibuka kembali dan disusun sedemikian rupa untuk dikeringkan dalam oven
pengering sampai beratnya konstan. Spesimen diidentifikasi di Herbarium MEDA
USU Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA. Dengan menggunakan
buku acuan antara lain:
a. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 1 (Whitmore, 1972)
b. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 2 (Whitmore, 1973)
c. Tree Flora of Malaya. A Manual for Foresters Volume 3 (Phil, 1978)

d. Flora (Van Steenis, 1987).
e. Malesian Seed Plants Volume 1 – Spot-Characters An Aid for Identification
of Families and Genera (Balgooy, 1997).
f. Malesian Seed Plants Volume 2 – Portraits of Tree Families (Balgooy, 1998).
g. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Major commersial timbers
Volume 1 (Soerianegara, I & Lemmens, R. H. M. J, 1994).
h. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Major commersial timbers
Volume 2 (Lemmens, R. H. M. J., Soerianegara, I & Wong, W. C, 1995).
i. Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees : Lesser – known timbers
Volume 3 (Sosef, M. S. M., Hong, L.T and Prawirohatmodjo, S, 1998)
j. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 1 (Soepadmo, E and Wong, K. ,
1995).
k. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 2 (Soepadmo, E., Wong K. M and.
Saw, L. G, 1996).
l. Tree Flora of Sabah and Sarawak Volume 3 (Soepadmo, E and Saw, L. G,
2000).
m. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume
1 (Padua, L. S., Bunyapraphatsara, N & Lemmens, R. H. M. J, 1999).
n.


Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume
2 (Valkenburg, J. L. C. H & Bunyapraphatsara, N, 2002).

o. Plant Resources of South-East Asia. Medicinal and poisonous plants Volume
3 (Lemmens, R. H. M. J & Bunyapraphatsara, N, 2003).

Universitas Sumatera Utara

12

3.4 Analisis Data
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Dominansi Relatif (DR), Indeks Nilai
Penting (INP) dengan menggunakan rumus Indriyanto (2006).

a. Kerapatan
Kerapatan Mutlak (KM)
Kerapatan Relatif (KR)

=

=

x 100%

b. Frekuensi
Frekuensi Mutlak

=

Frekuensi Relatif (FR)

=

x 100%

c. Dominansi
Dominansi Mutlak (DM)

=


Dominansi Relatif (DR)

=

x 100%

d. Indeks Nilai Penting
INP

= KR + FR + DR

e. Indeks Keanekaragaman (H’)
H’

= -∑pi ln pi

pi

=


dengan :
ni

= jumlah individu suatu jenis

N

= jumlah total individu seluruh jenis

f. Indeks Keseragaman
E

=

Keterangan :
E = Indeks keseragaman
H’= indeks keragaman

Universitas Sumatera Utara


13

H maks = Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S
S = jumlah Genus/ jenis. (Magurran, 1983).

g. Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jackknife)
Untuk mengetahui indeks keanekaragaman kekayaan jenis (Index of Species
Richness) maka dilakukan jackknife estimate (Helsthe & Forrester, 1983)
dilakukan analisis sebagai berikut:

S = s+

(k )

S = indeks kekayaan jenis Jackknife
s = total jumlah jenis yang teramati
n = banyaknya unit contoh
k = jumlah jenis yang unik (jenis yang hanya ditemukan pada hanya salah satu
unit contoh)


Universitas Sumatera Utara

14

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekayaan Jenis Sapling
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di kawasan Deleng Macik terdapat 79
jenis yang termasuk ke dalam 37 famili dan 62 marga. Jenis-jenis sapling di
kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo dapat
dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1. Jenis-Jenis Sapling yang Terdapat di Kawasan Deleng Macik
No
Famili
Jenis
1
Alangiaceae
Alangium javanicum
2

Anacardiaceae
Mangifera odorata
Pentasladon motleyi
3
Annonaceae
Goniothalamus macrophyllus
Polyalthia sumatrana
Xylopia caudata
Xylopia fusca
4
Apocynaceae
Alstonia angustifolia
5
Burseraceae
Canarium sp.
6
Celastraceae
Glyptopetalum quadrangulare
Kokoona reflexa
7
Chrysobalanaceae
Licania splendens
8
Ebenaceae
Diospyros cauliflora
Diospyros frutescens
9
Elaeocarpaceae
Elaeocarpus mastersii
10
Erythroxylacaceae
Erythroxylum latifolium
11
Euphorbiaceae
Baccaurea racemosa
Homalanthus populneus
12
Fagaceae
Castanopsis javanica
Castanopsis wallichi
Lithocarphus bancanus
Lithocarpus elegans
Lithocarpus sundaicus
13
Guttiferae
Calophyllum soulattri
Calophyllum sp.
Garcinia parvifolia
14
Hypericaceae
Cratoxylum maingayi

Universitas Sumatera Utara

15

Lanjutan Tabel 4.1
No
Famili
15

Lauraceae

16
17

Lythraceae
Meliaceae

18

Moraceae

19

Myrtaceae

20
21

Ochnaceae
Olacaceae

22
23
24
25

Oleaceae
Proteaceae
Polygalaceae
Rubiaceae

26
27
28
29

Rhamnaceae
Rutaceae
Sabiaceae
Sapindaceae

Jenis
Cratoxylum sumatranum
Cryptocarya nitens
Cryptocarya sp.
Lindera lucida
Lindera polyantha
Litsea cubeba
Litsea eliptica
Litsea timoriana
Nothaphoebe umbelliflora
Persea sp.
Lagerstroemia speciosa
Aglaia silvestris
Aglaia sp.
Chukrasia tabularis
Dysoxylum densiflorum
Heynea trijuga
Pseudoclausena chrysogyne
Artocarpus schorthechinii
Ficus malcellandi
Parartocarpus bracteatus
Syzygium chloranthum
Syzygium grande
Syygium longiflorum
Syzygium nervosum
Gomphia serrata
Scodocarpus borneensis
Strombosia ceylanica
Chionanthus curvicatus
Helicia serrata
Xanthophyllum ellipticum
Anthocephallus chinensis
Diplospora malaccensis
Urophyllum macranthum
Urophyllum sp.
Ziziphus sp.
Melicope sp.
Sabia limoniacea
Allophylus cobbe

Universitas Sumatera Utara

16

Lanjutan Tabel 4.1
No
Famili

30

Sterculliaceae

31
32
33

Styracaceae
Symplococaceae
Theaceae

34
35
36
37
Jumlah

Tiliaceae
Ulmaceae
Urticaceae
Violaceae
37

Jenis
Alectryon sp.
Guioa sp.
Pometia ridleyi
Commersonia sp.
Pterygota horsfieldii
Styrax sp.
Symplocos adenophylla
Camellia irrawadiensis
Eurya acuminata
Eurya nitida
Pentace triptera
Aphananthe cuspidata
Dendrocnide stimulans
Rinorea anguifera
79

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa kekayaan jenis sapling tertinggi dari
famili Lauraceae dengan jumlah 9 jenis, Meliaceae dengan jumlah 6 jenis dan
Fagaceae dengan jumlah 5 jenis. Ditemukan 31 jenis yang hanya menempati satu
plot dari jumlah keseluruhan plot pengamatan. Jenis ini memiliki sifat yang unik,
karena keberadannya sangat jarang pada plot penelitian dibanding dengan yang
lainnya, sehingga nilai indeks kekayaan (Indeks Jackknife) sebenarnya adalah
109,69.
Nilai maksimum kekayaan jenis yang diestimasi dengan metode Jackknife
adalah dua kali dari jumlah jenis yang diamati. Oleh karena itu, pendekatan
dengan metode ini tidak dapat digunakan pada komunitas dengan pengecualian
jumlah jenis unik yang besar atau pada komunitas dengan jumlah sampel yang
diperoleh terlalu sedikit (sehingga jumlah jenis lebih sedikit dari yang ada)
(Khouw, 2010 ). Estimasi Jackknife dipengaruhi oleh total jumlah jenis, ukuran
sampel, dan jumlah jenis unik (Krebs, 1999).
Perbedaan jumlah jenis dari setiap famili dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan seperti pH Tanah 5,5-7,2 di mana dalam keadaan tersebut dapat
mampu menyediakan nutrisi bagi tumbuhan di atasnya. Menurut Yusuf et al.,
(2005), tinggi dan rendahnya jumlah jenis berkaitan dengan kondisi habitat,

Universitas Sumatera Utara

17

tingkat gangguan dan faktor lingkungan lainnya misalnya tanah. pH tanah yang
berkisar antara 5,3-6,9 tersebut diduga masih dalam keadaan yang normal karena
dapat menyediakan unsur-unsur makro dan mikro bagi perakaran vegetasi.
Kekayaan jenis sapling di kawasan Deleng Macik dengan jumlah jenis
tertinggi terdapat pada famili Lauraceae. Keberadaan suatu jenis pada lokasi
penelitian menunjukkan kemampuan adaptasi dan toleransi terhadap keadaan
lingkungan dari masing-masing jenis famili Lauraceae. Kemampuan jenis ini
untuk tumbuh dan berkembang relatif baik bila dibanding dengan jenis yang lain.
Jumlah jenis yang ditemukan pada penelitian ini tergolong tinggi jika
dibandingkan dengan penelitian Susanti (2014) di jalur pendakian Sigaranggarang Gunung Sinabung yang memperoleh sebanyak 69 jenis dan 24 famili.
Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil yang dilaporkan
Arico (2010) di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser yang menemukan
sebanyak 113 jenis yang termasuk ke dalam 23 famili. Berdasarkan perbandingan
jumlah jenis dari masing-masing daerah dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian
dan kondisi fisik tanah. Hasil pengukuran faktor fisik lingkungan penelitian
diperoleh ketinggian 1408-1614 mdpl, suhu tanah 18-21 dan pH tanah 5,5-7,2
(Lampiran 3). Kekayaan jenis di kawasan Deleng Macik diperkirakan dengan
kondisi iklim tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan penyebaran setiap jenis.
Ketinggian tempat memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap
persebaran jenis pohon (Kurniawan dan Parikesit 2008). Ditambahkan oleh
Polunin (1990), berubahnya ketinggian di suatu tempat menyebabkan berubahnya
iklim mikro di tempat tersebut seperti intensitas cahaya, suhu dan kelembaban
udara. Hal ini di kuatkan oleh pendapat Nyoman (2013), masing-masing lokasi
memiliki komposisi jenis tumbuhan yang berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung
dari altitude, latitude, faktor edafik, dan faktor klimatik dari daerah kajian masingmasing. Menurut Arrijani (2008), jenis yang mendominasi suatu areal dinyatakan
sebagai jenis yang memiliki kemampuan adaptasi dan toleransi yang lebar
terhadap kondisi lingkungan. Adapun persentase jumlah jenis berdasarkan famili
sapling tertera pada Gambar 4.1 berikut.

Universitas Sumatera Utara

18

Theaceae, 3.80%

Lauraceae,
11.39%

Guttiferae, 3.80%
Moraceae, 3.80%

Meliaceae, 7.59%

Myrtaceae,
5.06%

Annonaceae,
5.06%

Sapindaceae,
5.06%

Fagaceae, 6.33%
Rubiaceae, 5.06
%

Gambar 4.1 Persentase Jumlah Jenis Dalam Tiap Famili
Dari Gambar 4.1 dapat diketahui jumlah jenis tertinggi terdapat pada famili
Lauraceae yaitu 9 jenis (11, 39%) , kemudian diikuti Meliaceae 6 jenis (7,59%),
Fagaceae 5 jenis (6,33%), Annonaceae, Rubiaceae, Myrtaceae dan Sapindaceae
memiliki jumlah jenis yang sama yaitu 4 Jenis (5,06%) Guttiferae, Moraceae dan
Theaceae juga memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing 3 Jenis (3,80%).
Sesuai dengan pernyataan Damanik et al., (1987), hutan pegunungan bagian
bawah ditandai oleh berlimpahnya famili Lauraceae dan Fagaceae. Kedua famili
ini juga terdapat di hutan dataran rendah. Kawasan Deleng Macik dapat diketahui
bahwa termasuk hutan pegunungan bagian bawah dengan ketinggian 1408-1614
mdpl sehingga diduga baik untuk pertumbuhan dari famili diatas.
Phil (1978), menyatakan Lauraceae merupakan tumbuhan yang secara
ekologi hidup mulai dari dataran rendah sampai pegunungan, famili ini termasuk
kelompok yang hijau sepanjang tahun (evergreen). Hal ini dikuatkan oleh
pendapat Mabberley (1995), Meliaceae merupakan famili terbaik yang diwakili
untuk wilayah Malesia, terdiri dari sekitar 50-52 marga dengan 550 jenis tersebar
di daerah tropis dan subtropis. Ditambahakan oleh Whitmore (1972), bahwa
Fagaceae merupakan famili yang umum terdapat di hutan primer di kawasan
Malesia, tersebar mulai dari dataran rendah sampai hutan pegunungan. Demikian
juga menurut Monk et al., (2000), hutan pegunungan atas dan bawah dapat
dibedakan menurut penampakan umum atau keragaman jenis dari suku tumbuhan.

Universitas Sumatera Utara

19

4.2 Komposisi Sapling
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Deleng Macik ditemukan
79 jenis tumbuhan yang termasuk ke dalam 37 famili dengan 419 jumlah individu
yang merupakan penyusun komunitas di hutan. Komposisi vegetasi sapling dapat
dilihat pada Tabel 4.2 berikut :
Table 4.2 Komposisi Sapling yang Terdapat di Kawasan Deleng Macik
No

Spesies

Famili

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Urophyllum macranthum
Chionanthus curvicatus
Anthocephallus chinensis
Castanopsis javanica
Dendrocnide stimulans
Symplocos adenophylla
Glyptopetalum quadrangulare
Chukrasia tabularis
Lindera polyantha
Xylopia fusca
Lindera lucida
Elaeocarpus mastersii
Syzygium grande
Cratoxylum sumatranum
Callophyllum sp.
Allophylus cobbe
Urophyllum sp.
Heynea trijuga
Homalanthus populneus
Baccaurea racemosa
Erythroxylum latifolium
Gomphia serrata
Ficus malcellandi
Pseudoclausena chrysogyne
Xylopia caudata
Litsea cubeba
Alectryon sp.
Litsea timoriana
Alstonia angustifolia
Cratoxylum maingayi
Lagerstroemia speciosa
Commersonia sp.

Rubiaceae
Oleaceae
Rubiaceae
Fagaceae
Urticaceae
Symplococaceae
Celastraceae
Meliaceae
Lauraceae
Annonaceae
Lauraceae
Elaeocarpaceae
Myrtaceae
Hypericaceae
Guttiferae
Sapindaceae
Rubiaceae
Meliaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Erythroxylacaceae
Ochnaceae
Moraceae
Meliaceae
Annonaceae
Lauraceae
Sapindaceae
Lauraceae
Apocynaceae
Hypericaceae
Lythraceae
Sterculliaceae

Jumlah
Individu
41
31
26
24
20
16
15
11
11
11
11
11
10
8
8
8
7
7
6
6
5
5
5
5
5
5
5
4
4
4
4
4

Universitas Sumatera Utara

20

Lanjutan Tabel 4.2
No
Spesies
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71

Nothaphoebe umbelliflora
Syzygium chloranthum
Lithocarphus bancanus
Aglaia silvestris
Aglaia sp.
Diospyros cauliflora
Mangifera odorata
Pentasladon motleyi
Ziziphus sp.
Goniothalamus macrophyllus
Scodocarpus borneensis
Litsea eliptica
Pterygota horsfieldii
Kokoona reflexa
Aphananthe cuspidate
Helicia serrata
Alangium javanicum
Licania splendens
Cryptocarya nitens
Syzygium nervosum .
Polyalthia sumatrana
Canarium sp.
Diospiros frutescens
Castanopsis wallichi
Lithocarpus sundaicus
Lithocarpus elegans
Calophyllum soulattri
Garcinia parvifolia
Cryptocarya sp.
Persea sp.
Dysoxylum densiflorum
Artocarpus schorthechinii
Parartocarpus bracteatus
Syygium longiflorum
Strombosia ceylanica
Xanthophyllum ellipticum
Diplospora malaccensis
Melicope sp.
Sabia limoniacea

Famili
Lauraceae
Myrtaceae
Fagaceae
Meliaceae
Meliaceae
Ebenaceae
Anacardiaceae
Anacardiaceae
Rhamnaceae
Annonaceae
Olacaceae
Lauraceae
Sterculliaceae
Celastraceae
Ulmaceae
Proteaceae
Alangiaceae
Chrysobalanaceae
Lauraceae
Myrtaceae
Annonaceae
Burseraceae
Ebenaceae
Fagaceae
Fagaceae
Fagaceae
Guttiferae
Guttiferae
Lauraceae
Lauraceae
Meliaceae
Moraceae
Moraceae
Myrtaceae
Olacaceae
Polygalaceae
Rubiaceae
Rutaceae
Sabiaceae

Jumlah
Individu
4
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

Universitas Sumatera Utara

21

Lanjutan Tabel 4.2
No
Spesies
72
73
74
75
76
77
78
79
Jumlah

Guioa sp.
Pometia ridleyi
Styrax sp.
Camellia irrawadiensis
Eurya acuminata
Eurya nitida
Pentace triptera
Rinorea anguifera
79

Famili

Jumlah
Individu
1
1
1
1
1
1
1
1
419

Sapindaceae
Sapindaceae
Styracaceae
Theaceae
Theaceae
Theaceae
Tiliaceae
Violaceae
37

Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa komposisi jenis sapling di dominasi oleh
Urophyllum macranthum dari famili Rubiaceae dengan jumlah 41 individu,
selanjutnya diikuti oleh famili Oleaceae 31 individu. Hasil pengukuran faktor
fisik lingkungan di lokasi penelitian bahwa rata-rata ketinggian 1408-1614 mdpl.
Menurut Lemmens et al., (1995), marga Urophyllum tersebar di dataran rendah
dan hutan pegunungan, hingga diatas ketinggian 1400. Soromessa et al., (2004),
mengatakan bahwa ketinggian merupakan faktor lingkungan yang penting
mempengaruhi radiasi, tekanan kelembaban, dan suhu yang semuanya memiliki
pengaruh kuat terhadap pertumbuhan, perkembangan dan distribusi tipe vegetasi.
Persentase jumlah individu berdasarkan famili sapling tertera pada Gambar 4.2.

Myrtaceae,
3.82%
Celastraceae,
4.06%

Symplocaceae;
3,82%
Rubiaceae,
17.90%

Annonaceae,
4.53%
Urticaceae,
4.77%

Lauraceae,
9.79%

Fagaceae, 7.16%

Meliaceae, 7.16%

Oleaceae, 7.40%

Gambar 4.2 Persentase Jumlah Individu Dalam Tiap Famili

Universitas Sumatera Utara

22

Dari Gambar 4.2 dapat diketahui kawasan Deleng Macik di dominasi oleh famili
Rubiaceae sebesar 17,90%, diikuti oleh famili Lauraceae sebesar 9,79%.
Dominansi famili Rubiaceae dalam komposisi berdasarkan famili sapling
dipengaruhi oleh distribusi jenis yang lebar dengan tingkat pertumbuhan individu
yang tinggi. Sesuai dengan Hutchinson (2000), Rubiaceae merupakan famili yang
mempunyai lebih dari 10.000 jenis dan 630 marga yang tersebar luas di belahan
dunia, khususnya di daerah tropis. Menurut Wijayanti et al., (2015), penyebaran
dan pertumbuhan individu pohon sangat dipengaruhi oleh daya tumbuh biji,
topografi keadaan tanah dan faktor lingkungan lainnya.

4.3 Struktur Vegetasi
Struktur hutan pada lokasi penelitian dapat menggambarkan diameter sapling
berupa Luas Bidang Dasar (LBD) yang digunakan untuk menghitung dominansi
suatu jenis vegetasi tertentu. Luas bidang dasar vegetasi sapling di kawasan
Deleng Macik dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut.

0,14000
0,12000

0,11736

LBD (m²)

0,10000
0,08000
0,06000
0,04000
0,02000

0,05777
0,05139
0,04900 0,04035
0,03612 0,03427 0,02948
0,02001
0,02047

0,00000

Famili
Gambar 4.3 Luas Bidang Dasar (LBD) Tertinggi dari 10 Famili Sapling di
Kawasan Deleng Macik.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui nilai luas bidang dasar tertinggi terdapat
pada famili Rubiaceae sebesar 0,11736 m², diikuti oleh famili Lauraceae sebesar

Universitas Sumatera Utara

23

0,05777 m² dan yang terendah pada famili Hypericaceae sebesar 0,02001 m². Hal
ini menunjukkan bahwa selain dipengaruhi oleh diameter batang, nilai LBD juga
dipengaruhi oleh jumlah individu. Nilai LBD famili Rubiaceae tinggi bila
dibandingkan nilai LBD pada famili lainnya, diperkirakan bahwa faktor
lingkungan dari masing-masing famili diatas yang menyebabkan adanya variasi
ukuran yang mendukung dari setiap jenis.
Basal area juga dapat dipakai untuk dapat menentukan nilai dominansi
suatu jenis tumbuhan (Fachrul, 2006). Struktur tegakan hutan merupakan
hubungan fungsionil

antara

kerapatan pohon dengan diameternya. Oleh

karenanya, struktur tegakan akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon
pada berbagai kelas diameternya apabila dugaan parameter struktur tegakan dan
jumlah pohon secara total diketahui (Suhendang, 2005).

4.4 Indeks Nilai Penting Sapling
Indeks nilai penting menyatakan tingkat penguasaan jenis

yang memberikan

gambaran pada komunitas, dimana nilai penting dapat diketahui dari
penjumlahann kerapatan relatif (KR), frekuensi relatif (FR), dominansi relatif
(DR). Indeks nilai penting pada lokasi penelitian bervariasi dari 25 jenis sapling,
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Indeks Nilai Penting Dua Puluh Lima Jenis Tertinggi Sapling di
Deleng Macik
No

Spesies

Famili
Rubiaceae
Rubiaceae
Oleaceae
Fagaceae
Meliaceae
Celastraceae

KR
(%)
9.79%
6.21%
7.40%
5.73%
2.63%
3.58%

FR
(%)
10.00%
5.93%
5.93%
5.19%
3.33%
1.85%

DR
(%)
7.32%
8.69%
6.52%
5.82%
4.70%
4.53%

INP
(%)
27.11%
20.82%
19.84%
16.73%
10.66%
9.96%

Urophyllum macranthum
Anthocephallus chinensis
Chionanthus curvicatus
Castanopsis javanica
Chukrasia tabularis
Glyptopetalum quadrangulare

7
8
9
10
11
12
13

Dendrocnide stimulans
Lindera polyantha
Symplocos adenophylla
Xylopia fusca
Lindera lucida
Elaeocarpus mastersii
Urophyllum sp.

Urticaceae
Lauraceae
Symplococaceae
Annonaceae
Lauraceae
Elaeocarpaceae
Rubiaceae

4.77%
2.63%
3.82%
2.63%
2.63%
2.63%
1.67%

2.22%
3.70%
2.59%
2.59%
2.59%
1.48%
2.22%

2.52%
2.58%
2.37%
3.28%
2.38%
2.91%
2.88%

9.52%
8.91%
8.78%
8.50%
7.60%
7.02%
6.77%

14

Syzygium grande

Myrtaceae

2.39%

2.59%

1.72%

6.70%

15

Cratoxylum sumatranum

Hypericaceae

1.91%

1.11%

2.28%

5.30%

1

2
3
4
5
6

Universitas Sumatera Utara

24

Lanjutan Tabel 4.3
No

Spesies

Famili
Euphorbiaceae
Guttiferae
Erythroxylacaceae

KR
(%)
1.43%
1.91%
1.19%

FR
(%)
1.11%
1.85%
1.48%

DR
(%)
2.39%
0.94%
1.65%

INP
(%)
4.93%
4.70%
4.32%

16
17
18

Homalanthus populneus
Callophyllum sp.
Erythroxylum latifolium

19
20
21
22
23
24
25

Litsea timoriana
Allophylus cobbe
Gomphia serrata
Ficus malcellandi
Pseudoclausena chrysogyne
Baccaurea racemosa
Xylopia caudata

Lauraceae
Sapindaceae
Ochnaceae
Moraceae
Meliaceae
Euphorbiaceae
Annonaceae

0.95%
1.91%
1.19%
1.19%
1.19%
1.43%
1.19%

1.11%
1.48%
1.11%
1.85%
1.85%
1.48%
1.85%

2.22%
0.59%
1.66%
0.87%
0.82%
0.92%
0.51%

4.28%
3.98%
3.97%
3.91%
3.86%
3.83%
3.55%

Pada Tabel 4.3 dapat diketahui indeks nilai penting jenis sapling tertinggi terdapat
pada jenis Urophyllum macranthum dengan nilai sebesar 27,11% sedangkan
yang terendah yaitu Xylopia caudata 3.55%. Menurut Efendi et al., (2016), makin
besar INP suatu jenis makin besar pula peranan jenis tersebut dalam komunitas.
Indeks nilai penting yang merata pada banyak jenis juga sebagai indikator
semakin tingginya keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem.
Indeks nilai penting jenis tumbuhan pada suatu komunitas merupakan
salah satu parameter yang menunjukkan peranan jenis tumbuhan tersebut dalam
komunitasnya tersebut. Kehadiran suatu jenis tumbuhan pada suatu daerah
memunjukkan kemampuan adaptasi dengan habitat dan toleransi yang lebar
terhadap kondisi lingkungan (Hamidun dan Baderan, 2013). Suatu jenis tumbuhan
dapat berperan jika INP untuk tingkat semai dan pancang lebih dari 10 %, untuk
tingkat tiang dan pohon 15 % (Idris et al., 2013).
Tabel 4.4. Indeks Nilai Penting Sepuluh Famili Tertinggi Sapling di Deleng
Macik
No Famili
Jumlah KR (%) FR (%) DR (%) INP(%)
Individu
1
Rubiaceae
75
17,90%
18,52% 18,96% 55,37%
2
Lauraceae
41
9,79%
11,11%
9,33% 30,23%
3
Fagaceae
30
7,16%
8,89%
7,91% 23,96%
4
Meliaceae
30
7,16%
6,30%
8,30% 21,76%
5
Oleaceae
31
7,40%
5,93%
6,52% 19,84%
6
Annonaceae
19
4,53%
5,56%
5,54% 15,63%
7
Myrtaceae
16
3,82%
4,44%
5,83% 14,10%

Universitas Sumatera Utara

25

Lanjutan Tabel 4.3
No Famili
8
9
10

Jumlah
Individu
Celastraceae
17
Urticaceae
20
Symplococaceae
16

KR (%)
4,06%
4,77%
3,82%

FR (%)

DR (%)

INP(%)

4,76%
2,52%
2,37%

11,41%
9,52%
8,78%

2,59%
2,22%
2,59%

Pada Tabel 4.4 dapat diketahui indeks nilai penting famili sapling tertinggi
terdapat pada famili Rubiaceae sebesar 55,37 % dan yang terendah pada famili
Styracaceae dan Tiliaceae masing-masing 0.70 % (Lampiran 4). Adanya variasi
nilai penting terhadap masing-masing famili disebabkan karena adanya perbedaan
penyebaran, pemanfaatan nutrisi dan adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Berdasarkan hasil pengukuran faktor fisik di lingkungan diperoleh, suhu tanah 1821 ºC, suhu udara berkisar 20-23 ºC, kelembaban udara 44-81 %, intensitas
cahaya 115-884 lux.
Menurut Barbour et al., (1987), suhu optimum untuk produktivitas
tumbuhan adalah 15 ºC dan 25 ºC terutama untuk fotosintesis tumbuhan. Lebih
lanjut Suin (2002) menjelaskan bahwa suhu udara merupakan salah satu
perubahan iklim yang berpengaruh terhadap kehidupan organisme yang hidup
didaratan, karena sering merupakan faktor pembatas bagi kehidupan organisme.
Ditambahkan oleh Nyoman (2014), bahwa intensitas cahaya dalam suatu
ekosistem adalah bervariasi. Faktor intensitas cahaya sangat berpengaruh terhadap
fisiologis tumbuhan terutama dalam fisiologis fotosintesis. Dalam pengaruhnya
tersebut, intesitas cahaya yang diperlukan oleh tumbuhan untuk aktivitas
fotosintesis, artinya pada waktu tertentu dengan intensitas cahaya tertentu, laju
fotosintesis berlangsung sesuai dengan besarnya intensitas cahaya yang diterima.
4.5 Indeks Keanekaragaman (H’) Indeks Keseragaman (E)
Hasil pengamatan vegetasi sapling dengan nilai indeks keanekaragaman sapling
sebesar 3.777 yang termasuk kedalam kategori tinggi. Nilai H’ tinggi ditentukan
oleh jumlah individu dari masing-masing jenis yang menyusun pada lokasi
penelitian. Menurut Mawazin dan Subiakto (2013), semakin tinggi nilai H’, maka
komunitas vegetasi hutan tersebut semakin tinggi tingkat kestabilannya. Lebih
lanjut Mason (1980) menyatakan bahwa nilai indeks keanekaragaman lebih kecil

Universitas Sumatera Utara

26

dari 1 berarti keanekaragaman jenis rendah, jika diantara 1-3 berarti
keanekaragaman jenis sedang, dan lebih besar dari 3 berarti keanekaragaman jenis
tinggi.
Suatu jenis yang memiliki tingkat kestabilan yang tinggi mempunyai
peluang yang lebih besar untuk mempertahankan kelestarian jenisnya (Mawazin
dan Subiakto, 2013). Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa
suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi karena interaksi jenis yang terjadi
dalam komunitas ini sangat tinggi. Suatu komunitas dikatakan memiliki
keanekaragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak jenis
(Indriyanto, 2006).
Nilai indeks keseragaman sapling di dapat sebesar 0.864 dapat dikatakan
jumlah jenis sapling di kawasan Deleng Macik memiliki persebaran merata.
Menurut Krebs (1985), nilai indeks keseragaman jenis rendah jika 0 < E < 0,5 dan
keseragaman jenis tinggi jika 0,5 < E < 1. Ditambahkan oleh Fachrul (2006),
apabila E

0, kemerataan antara jenis rendah, artinya kekayaan individu yang

dimiliki masing-masing jenis sangat jauh berbeda. Jika E = 1, kemerataan antar
jenis relatif merata atau jumlah individu masing-masing jenis relatif sama.
Besarnya nilai H’ dan E menunjukkan bahwa komunitas di kawasan Deleng
Macik dalam keadaan yang stabil.

Universitas Sumatera Utara

27

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai struktur dan komposisi
sapling di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten
Karo Sumatera Utara dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Ditemukan sebanyak 79 Jenis sapling yang temasuk ke dalam 37 famili dan
419 individu dengan indeks Jackknife 109,69.
b. Komposisi sapling di dominasi oleh Urophyllum macranthum dari famili
Rubiaceae.
c. Persentase jumlah jenis pada tiap famili di dominasi oleh Lauraceae sebesar
11,39%.
d. Indeks nilai penting tertinggi di dapatkan pada jenis Urophyllum macranthum
sebesar 27,11 %.
e. Indeks keanekaragaman (H’) sapling sebesar 3,777, Indeks keseragaman (E)
0,864.

5.2 Saran
a. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang distribusi dan diagram profil
vegetasi Lauraceae pada berbagai tingkatan klasifikasi pohon berdasarkan
elevasi di kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten
Karo Sumatera Utara.
b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang keanekaragaman Rubiaceae di
kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo
Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara