Analisis Vegetasi Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara Chapter III V

10

BAB 3
BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2016 di Kawasan
Deleng Macik Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara
dan selanjutnya dilakukan identifikasi di Laboratorium Sistematika Tumbuhan
Universitas Sumatera Utara.

3.2 Deskripsi Area
3.2.1 Letak dan Luas
Kawasan Tahura Bukit Barisan terletak di Propinsi Sumatera Utara. Tahura Bukit
Barisan ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha. Tahura Bukit Barisan secara geografis
terletak pada 0º1’16"-0º19’37" Lintang Utara dan 98º12’16"-98º41’00" Bujur
Timur. Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan tersebar di 4 (empat)
Kabupaten meliputi: Kabupaten Karo (19.805 Ha atau 38,38%), Kabupaten Deli
Serdang (17.150 Ha atau 33,24%), Kabupaten Langkat (13.000 ha atau 25,19%)
dan Kabupaten Simalungun (1.645 Ha atau 3,19) (Sinaga, S. 2008).

Deleng Macik secara geografis terletak pada 03° 14’ 28, 51” - 03° 14’ 30,
1” LU dan 098° 31’ 37, 2’’ - 098° 39’ 38, 0’’ BT. Deleng ini berbatasan dengan
Deleng Sempulenangin di sebelah Utara, TWA sidebuk-debuk di sebelah Timur,
Gunung Sibayak di sebelah Barat serta Deleng Singkut di sebelah Selatan. Secara
administratif berada dalam wilayah Desa Doulu, Kecamatan Berastagi, Kabupaten
Karo, Sumatera Utara.

3.2.2 Topografi
Kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan umumnya memiliki
karakteristik topografi terjal sampai curam dan hanya sebagian kecil
bergelombang.

Universitas Sumatera Utara

11

3.2.3 Iklim
Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson Taman Hutan Raya Bukit Barisan
termasuk ke dalam klasifikasi tipe B dengan curah hujan rata-rata berkisar 2.0002.500 mm per tahun. Suhu udara minimum 13°C dan maksimum 25°C dengan
kelembaban rata -rata berkisar 90% (Sinaga, S. 2008).


3.2.4 Vegetasi
Berdasarkan pengamatan di sekitar areal penelitian, tumbuhan bawah yang
umum ditemukan yaitu dari famili Araceae, Balsaminaceae, Begoniaceae,
Commelinaceae, Melastomataceae, Rubiaceae, Piperaceae, Zingiberaceae dan
berbagai jenis paku-pakuan.

3.3 Pelaksanaan Penelitian
3.3.1 Metode Penelitian
Penentuan areal lokasi penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
Purposive Sampling. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian
secara sengaja yang dianggap representatif. Pengambilan data pada areal
penelitian dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat pada plot-plot ukuran
2 x 2 m.

3.3.2 Di Lapangan
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan Metode Kuadrat. Pada lokasi
penelitian dibuat 1 buah transek dengan panjang 1.000 m dari kaki gunung sampai
puncak gunung penelitian. Sepanjang transek tersebut dibuat plot-plot berukuran 2
x 2 m sebanyak 100 buah plot dengan susunan zig-zag terhadap transek. Jarak

antar plot adalah 8 m. Total seluruh plot pada transek adalah 100 plot pengamatan
(Lampiran 2).
Spesimen dari seluruh individu dikoleksi dan diberi label gantung setelah
lebih dahulu dicatat jenis beserta ciri-ciri morfologinya dan jumlahnya pada setiap
plot pengamatan. Dilakukan pengawetan spesimen dengan menyusun dan
membungkus spesimen dengan kertas koran, kemudian dimasukkan ke dalam

Universitas Sumatera Utara

12

kantong plastik, lalu diberi alkohol 70% dan kantong plastik tersebut ditutup
dengan lakban, udara dalam kantong plastik dikeluarkan dan selanjutnya dibawa
ke laboratorium untuk dikeringkan dan diidentifikasi.
Dilakukan pengukuran faktor abiotik yang meliputi suhu udara dengan
Termometer, kelembaban udara dengan Higrometer, kelembaban dan pH tanah
dengan Soiltester, suhu tanah dengan Soil termometer, intensitas cahaya dengan
Luxmeter, titik koordinat dengan GPS (Global Positioning System) dan ketinggian
dengan Altimeter..


3.3.3 Di Laboratorium
Spesimen yang berasal dari lapangan dibuka kembali dan disusun sedemikian
rupa untuk dikeringkan dalam oven sampai kering. Spesimen diidentifikasi di
Herbarium MEDA USU Sistematika Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA
dengan menggunakan buku-buku acuan antara lain:

a. Fern Of Malaya (R.E.Holttum, 1965).
b. Flora (Dr. C. G. G. J. Van Steenis, 1987).
c. Flora Pegunungan Jawa (C.G.G.J. Van Steenis, 2010).
d. Panduan Lapangan Zingiberaceae di Hutan Sibayak Sumatera Utara (Siregar
& Pasaribu, 2009).
e. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (1) Medicinal and
Poisonous Plants 1 (Lemmens and Bunyapraphatsara, 1999).
f. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (2) Medicinal and
Poisonous Plants 2 (Valkenburg and Bunyapraphatsara, 2002).
g. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 12) : (3) Medicinal and
Poisonous Plants 3 (Lemmens and Bunyapraphatsara, 2003).
h. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 13) : Spices (Guzman and
Siemonsma, 1999).
i. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia 16) : Stimulants ( Van Der

Vossen and Wessel, 2000).
j. Taksonomi Tumbuhan (A. G. Piggott, 1984).
k. Weeds of Rice in Indonesia (Soerjani, Kostermans dan Tjitrosoepomo, 1987).

Universitas Sumatera Utara

13

Setelah diidentifikasi spesimen tumbuhan bawah disimpan di Herbarium
Medanense (MEDA) USU (Lampiran 6).

3.4 Analisis Data
Data vegetasi yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan nilai Kerapatan
Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks
Keanekaragaman (H’) dan Indeks Keseragaman (E) dari lokasi penelitian (Contoh
perhitungan analisis vegetasi pada Lampiran 5).
Menurut Indriyanto (2006), analisis data untuk menghitung komposisi
vegetasi dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

a. Kerapatan

Kerapatan Mutlak (KM)

=

Jumlah individu suatu jenis
Luas Plot contoh / Plot pengamatan

Kerapatan Relatif (KR)

=

Kerapatan mutlak suatu jenis

x 100%

Jumlah total kerapatan mutlak
b.

Frekuensi


Frekuensi Mutlak (FM)

=

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
Jumlah seluruh plot pengamatan

Frekuensi Relatif (FR)

=

Frekuensi suatu jenis

x 100 %

Frekuensi total seluruh jenis
c.

Indeks Nilai Penting


INP = KR + FR

Universitas Sumatera Utara

14

d. Indeks Keanekaragaman Shannon
H’= -Σpi ln pi
pi = ni
N
Keterangan :

e.

ni

= jumlah individu suatu jenis

N


= jumlah total individu seluruh jenis

Indeks Keseragaman
H’
E =
H maks
Keterangan:

E

= Indeks keseragaman ; H’= indeks keragaman

H maks

= Indeks keragaman maksimum, sebesar Ln S

S

= Jumlah Genus/ jenis


f. Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jackknife)
Untuk mengetahui Indeks Kekayaan Jenis (Indeks of Spesies Richness) maka
dilakukan Jackknife estimate (Helsthe & Forrester, 1983) dilakukan analisis
sebagai berikut:

 (n − 1) 
S =s+
.(k )
n



Keterangan : S = Indeks kekayaan jenis Jackknife
s = Total jumlah jenis yang teramati
n = Banyaknya unit contoh
k = Jumlah jenis yang unik (jenis yang hanya ditemukan
pada hanya salah satu unit contoh

Universitas Sumatera Utara


15

BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kekayaan Jenis Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman
Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kawasan Deleng Macik Taman
Hutan Raya Bukit Barisan diperoleh jenis tumbuhan bawah yaitu 60 jenis yang
terdiri dari dua divisi yaitu Pteridophyta terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan
Spermatophyta terdiri dari 18 suku dengan 43 jenis. Adapun jenis-jenis tumbuhan
bawah yang diperoleh tercantum pada Tabel 4.1.1.
Tabel 4.1.1 Jenis Tumbuhan Bawah di Kawasan Deleng Macik Taman Hutan Raya
Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara
No
1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24
25.

Divisi
Pteridophyta

Suku
Aspidiaceae
Aspleniaceae
Athyriaceae

Cyatheaceae
Dennstaedtiaceae
Gleicheniaceae
Polypodiaceae

Spermatophyta
• Monokotil

Selaginellaceae
Araceae

Jenis
Arachniodes haniffii
Cyclopeltis sp.
Asplenium nidus
Asplenium pellucidum
Diplazium angustipinna
Diplazium cordifolium
Diplazium riparium
Diplazium subserratum
Cyathea sp.
Cyathea lurida
Pteridium aquilinum
Pteridium sp.
Gleichenia sp.
Belvisia revoluta
Goniophlebium persicifolium
Goniophlebium subauriculatum
Selaginella doederleinii
Anadendrum latifolium
Anadendrum microstachyum
Epipremnum pinnatum
Homalomena griffithii
Homalomena occulata
Homalomena sagittifolia
Scindapsus aureus
Scindapsus sp.

Universitas Sumatera Utara

16

Lanjutan Tabel 4.1.1
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.

Commelinaceae
Pandanaceae
Poaceae
Smilacaceae
Orchidaceae

Zingiberaceae



Dikotil

Balsaminaceae

Begoniaceae
Cucurbitaceae
Gesneriaceae
Melastomataceae
Moraceae
Passifloraceae
Pentaphragmataceae
Piperaceae

Rosaceae
Rubiaceae

JUMLAH

26

Forrestia mollissima
Pollia haskarlii
Freycinetia sp.
Isachne pulchella
Smilax sp.
Anoectochilus sp.*
Vrydagzynea sp.
Phaius sp.
Alpinia sp.
Globba marantina
Globba sp.
Zingiber sp.
Impatiens auricoma
Impatiens balsamina
Impatiens platypetala
Impatiens sp.
Begonia robusta
Brynopsis laciniosa
Gynostemma pentaphyllum
Cyrtandra oblongifolia
Astronia sp.
Ficus villosa
Passiflora incarnata
Pentaphragma sp.
Piper betle
Piper lolot
Piper sarmentosum
Piper sylvaticum
Piper ribisioides
Piper sp.
Physocarpus sp.
Rubus moluccanus
Argostemma uniflorum
Ophiorrhiza mungos
Ophiorrhiza sp.
60

Keterangan (*) : Jenis Unik (Indeks Jacknife ) yang terdapat 1 plot di lokasi penelitian

Berdasarkan Tabel 4.1.1. di atas diketahui jumlah kekayaan jenis tumbuhan
bawah yang diperoleh pada lokasi penelitian sebanyak 60 jenis. Jumlah jenis
tumbuhan bawah ini dapat dikatakan tergolong tinggi. Hal ini dikarenakan apabila
banyaknya jenis pada suatu komunitas tumbuhan maka dikategorikan memiliki
keragaman yang tinggi dan sebaliknya. Jumlah jenis tumbuhan bawah yang
diperoleh terdiri dua divisi yaitu Pteridophyta dan Spermatophyta. Pada
Pteridophyta (Tumbuhan Paku) terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan jumlah
jenis terbanyak terdapat pada suku Athyriaceae dengan 4 jenis dan Polypodiaceae

Universitas Sumatera Utara

17

dengan 3 jenis sedangkan pada suku-suku lainnya hanya memiliki jumlah 2 atau 1
jenis. Jenis yang mendominasi pada suku Athyriaceae adalah pada genus
Dilpazium sp. dan suku Polypodiaceae jenis yang dominan adalah pada genus
Goniophlebium sp.
Pada Spermatophyta terbagi menjadi dua kelas yaitu Monokotil dan
Dikotil. Kelas monokotil terdiri dari 7 suku dengan 21 jenis. Adapun suku yang
diperoleh yaitu Araceae, Commelinaceae, Pandanaceae, Poaceae, Smilacaceae,
Orchidaceae dan Zingiberaceae. Jumlah jenis terbanyak terdapat pada suku
Araceae dengan 8 jenis dan Zingiberaceae 4 jenis. Jenis yang mendominasi pada
suku Araceae adalah marga Homalomena sp., Anadendrum sp. dan Scindapsus sp.
sedangkan suku Zingiberacea jenis yang dominan adalah marga Globba sp. Pada
kelas Dikotil terdiri 11 suku dengan 23 jenis. Pada kelas Dikotil suku yang
dominan

diperoleh

Cucurbitaceae,

pada

Gesneriaceae,

lokasi

adalah

Balsaminaceae,

Melastomataceae,

Moraceae,

Begoniaceae,
Passifloraceae,

Pentaphragmataceae, Piperaceae, Rosaceae dan Rubiaceae. Adapun suku yang
memiliki jumlah jenis terbanyak adalah Piperaceae dengan 6 jenis, Balsaminacea
dengan 4 jenis dan Rubiaceae 3 jenis. Jenis yang mendominasi pada suku
Piperaceae adalah genus Piper sp. sedangkan suku Balsaminaceae jenis yang
mendominasi adalah genus Balsamina sp. dan suku Rubiaceae yaitu genus
Ophiorrhiza sp.
Berbeda halnya pada penelitian Masnun (2014) di Hutan Gunung
Sinabung Jalur Pendakian Sigarang-garang sebanyak 58 jenis dan Hilwan (2015)
Di Gunung Papandayan Bagian Timur, Garut Jawa Barat diperoleh 35 jenis.
Perbedaan jumlah jenis tumbuhan bawah ini dilihat dengan pengaruh
ekosistemnya. Ditinjau dari segi habitat pada lokasi penelitian, memiliki
stratifikasi tajuk yang tidak terlalu rapat menutupi permukaan tanah, sehingga
memungkinkan banyak tumbuhan bawah mendapatkan cahaya yang cukup untuk
tumbuh dengan baik. Hal ini sesuai pernyataan dari Yuniawati (2013), salah satu
kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan di
bawah tegakan antara lain cahaya matahari atau naungan. Menurut Balakrishnan
et al., (1994), distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh
kondisi lingkungan. Beberapa jenis dalam hutan tropika teradaptasi dengan

Universitas Sumatera Utara

18

kondisi di bawah kanopi, tengah dan di atas kanopi yang intensitas cahayanya
berbeda-beda.
Jenis tumbuhan yang paling mendominasi pada lokasi penelitian ini adaah
Jenis

tumbuhan

herba

dari

suku

Araceae,

Begoniacea,

Gesneriaceae,

Balsaminaceae, Commelinaceae, Rubiaceae Zingiberaceae, Athyriaceae dan
Polypodiaceae. Hal ini dikarenakan bahwa jenis-jenis dari suku tumbuhan ini
merupakan jenis tumbuhan herba, dimana mengandung lebih banyak air. Menurut
Mataji et al., (2010), tumbuhan herba lebih banyak tersebar dibandingkan dengan
tumbuhan semak karena tumbuhan herba memiliki daur hidup dan persebaran
yang cepat. Menurut Kunarso dan Azwar (2013), jenis tumbuhan dengan
penutupan tajuk yang berbeda akan membentuk iklim mikro yang berbeda pada
lantai hutan. Hal ini akan mempengaruhi tingkat keragaman jenis tumbuhan pada
hutan.
Kekayaan jenis adalah jumlah jenis (spesies) dalam suatu komunitas.
Semakin banyak jumlah jenis yang ditemukan maka indeks kekayaannya juga
semakin besar. Begitu juga dengan tingkat tumbuhan bawah, semakin
bertambahnya ukuran petak pengamatan, maka semakin besar juga indeks
kekayaan jenisnya (Ismaini et al., 2015).

Kekayaan jenis menyatakan suatu

ukuran yang menggambarkan variasi jenis tumbuhan dari suatu komunitas yang
dipengaruhi oleh jumlah jenis dan kelimpahan relatif dari setiap jenis.
Kelimpahan jenis tumbuhan sebagai salah satu indikator untuk menduga
keanekaragaman jenis tumbuhan pada suatu komunitas yang dapat ditunjukkan
secara kuantitatif dan kualitatif (Susantyo, 2011).
Kekayaan jenis dapat diukur salah satunya menggunakan metode indeks
Jackknife (Hidayat et al., 2012). Berdasarkan Indeks Jackknife (Indeks of Spesies
Richness) (dapat dilihat pada Lampiran 5). diperoleh nilai indeks kekayaan jenis
yaitu 61. Indeks kekayaan jenis Jackknife dihitung berdasarkan dari jenis yang
mempunyai daya tarik khas dan memiliki keunikan (jenis yang hanya ditemukan
pada salah satu plot). Pada saat pengamatan yang dilakukan, terdapat jenis
Vrydagzynea sp hanya menempati satu plot dari 100 plot pengamatan yang dibuat.
Jenis tumbuhan dalam suatu komunitas akan mempunyai pola penyebaran dan
kelimpahan yang tersendiri. Pola ini dapat memiliki persamaan dengan jenis

Universitas Sumatera Utara

19

lainnya tetapi tidak mungkin seluruhnya sama. Menurut Hartini dan Wihermanto
(2013), Vrydagzynea sp. memiliki tingkat penguasaan jenis yang rendah jika
dibandingkan jenis lainnya yang memiliki tingkat penguasaan tinggi. Hal ini
berdasarkan pola penyebarannya yang tidak merata dan kelimpahannya sedikit
pada daerah tertentu. Menurut Comber (2001), persebaran Vrydagzynea sp. di
Indonesia khususnya di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Jawa.

4.2 Jumlah Jenis Tumbuhan Bawah Berdasarkan Suku
Berikut ini jumlah jenis tumbuhan bawah berdasarkan 26 suku tumbuhan bawah
yang didapat di lokasi penelitian. Adapun jumlah jenis berdasarkan dari 26
sukunya tercantum pada Gambar 4.2.1.

9
8

Jumlah Jenis

7
6
5
4
3
2
1
0

Suku Tumbuhan Bawah
Gambar 4.2.1 Jumlah Jenis Berdasarkan dari 26 Suku Tumbuhan Bawah

Dari Gambar 4.2.1 di atas diketahui jumlah jenis terbanyak ditemukan pada suku
Araceae dengan jumlah 8 jenis, suku Piperaceae sebanyak 6 jenis, suku
Zingiberaceae,

Balsaminaceae

dan

Athyriaceae

masing-masing

4

jenis,

Polypodiaceae, Orchidaceae dan Rubiaceae masing-masing 3 jenis sedangkan

Universitas Sumatera Utara

20

suku-suku lainnya hanya terdapat 2 atau 1 jenis. Keanekaragaman jenis dari setiap
suku ditentukan keberhasilan jenis tersebut dapat berkembangbiak dan juga
disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pada setiap jenis
untuk pertumbuhannya. Keanekaragaman yang rendah menunjukkan bahwa jenis
yang ditemukan tidak begitu banyak sedangkan keanekaragaman yang tinggi akan
memiliki jumlah jenis yang banyak.
Pada Gambar 4.2.1 diketahui suku Araceae memiliki jumlah jenis tertinggi
yaitu 8 jenis. Keragaman jenis ini, disebabkan karena suku Araceae dapat tumbuh
baik secara vegetatif untuk mendukung pertumbuhan dan persebarannya. Selain
itu, faktor lingkungan yang lembab dan teduh merupakan tipe habitat yang cocok
untuk pertumbuhan suku Araceae. Menurut Kurniawan dan Asih, (2012), Suku
Araceae juga merupakan

tumbuhan

herba

yang memiliki

kemampuan

mengandung air lebih banyak dan tumbuh dengan kelembapan yang tinggi
sedangkan menurut Ardhana (2012), suku Araceae memiliki kisaran toleransi
yang luas, sehingga mampu beradaptasi dan penyesuaian yang baik terhadap
lingkungannya dan pemanfaatan unsur hara dari lingkungannya. Pada setiap
habitat terdapat sumber daya alam yang jumlahnya terbatas semua organisme
yang hidup dan persaingan di antara mereka tidak dapat dihindarkan. Kehadiran
suatu jenis tumbuhan dari jenis tumbuhan yang lainnya dalam memanfaatkan
ruang, cahaya, air dan unsur hara yang ada. Kemampuan bersaing suatu jenis juga
erat kaitannya dengan kemampuan adaptasinya pada banyak relung yang berbedabeda. Menurut Khoirul et al., (2013), jenis-jenis suku Araceae mampu tumbuh
pada lingkungan dengan kelembaban yang rendah hingga tinggi. Sebaran
tumbuhan dari famili Araceae juga terkait dengan kemampuan beradaptasi
terhadap kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, intensitas cahaya dan pH
tanah.
Suku Piperaceae memiliki jumlah jenis sebanyak 6 jenis. Suku ini dapat
hidup sesuai habitat yang lembab dengan hidup bisa herba, epifit dan menjalar.
Hal ini disebabkan suku Piperaceae memiliki kisaran toleransi yang luas, mampu
beradaptasi dan penyesuaian yang baik terhadap lingkungan dan pemanfaatan
unsur hara dari lingkungan. Suku Balsaminaceae, Zingiberacae dan Athyriaceae
memiliki 4 jenis. Pada suku Athyriaceae jenis paku-pakuan paling banyak

Universitas Sumatera Utara

21

ditemukan jumlahnya dibandingkan jenis dari suku pakua-pakuan yang lainnya.
Suku Balsaminaceae dan Zingiberacae termasuk tumbuhan herba dan sangat
cocok hidup pada kondisi lingkungan dengan kelembapan tinggi. Menurut Steenis
(2010), iklim pegunungan tropik sangat cocok untuk tumbuhan dapat tumbuh
subur. Hal ini dapat dilihat dalam komposisi floristik dan kelimpahan
tumbuhannya salah satunya adalah suku Balsaminaceae. Menurut Utami, N.
(2012), Impatiens umumnya menyukai tumbuh di tempat yang lembab, seperti
lantai hutan dan pinggir sungai. Suku Zingiberaceae dapat ditemukan sampai
batas 1000-2000 m. dasar lembah atau jurang merupakan tempat tumbuh yang
cocok bagi Zingiberacaea.
Suku Polypodiaceae, Rubiaceae dan Orchidaceae memiliki jumlah 3 jenis
yang ditemukan di lokasi penelitian. Pada suku Polypodiaceae perkembangbiakan
tumbuhan paku yang menggunakan spora. Menurut Holttum (1968), suku
Polypodiaceae mempunyai jumlah jenis terbesar juga dan sebagaian besar terdapat
di kepulauan Indonesia. Menurut Steenis (2010), suku Rubiaceae dan Orchidaceae
merupakan salah satu gambaran kelimpahan dari iklim pegunungan tropik.
Suku Aspidiaceae dan Aspleniaceae memiliki jumlah 2 jenis. Pada suku
Aspleniaceae habitatnya bisa teresterial dan epifit. Menurut Holttum (1968), suku
Aspleniaceae memiliki akar yang besar (termasuk humus yang terperangkap di
dalamnya) yang dapat menyerap air hujan dalam jumlah yang banyak, sehingga
tumbuhan lain sering kali mengambil keuntungan dari kondisi ini. Menurut
Suhartono (2013), tumbuhan paku umumnya dapat tumbuh dengan baik pada
habitat yang lembab.
Banyaknya jenis tumbuhan bawah yang ditemukan pada lokasi penelitian
disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan yang sesuai seperti iklim,
kelembapan, intensitas cahaya yang cukup, suhu udara dan tanah yang baik,
sehingga mengakibatkan tumbuhan bawah pada lokasi penelitian ini mampu
beradaptasi dengan baik terhadap faktor disekitarnya. Berdasarkan hasil
pengukuran faktor fisik lingkungan yang telah dilakukan di lokasi penelitian
diperoleh yaitu Kelembapan udara 44-81%, Intensitas cahaya 115-884 Cd, suhu
udara berkisar 20-23°C, Suhu tanah 18-21°C, pH tanah dan 5,5-7,2. Menurut
Resosoedarmo et al., (1993), perubahan komposisi vegetasi berkaitan dengan

Universitas Sumatera Utara

22

perubahan faktor-faktor lingkungan misalnya topografi, tanah, kelembapan, suhu
dan iklim.
Ditinjau dari berbagai faktor lingkungan (dapat dilihat pada Lampiran 4)
pada lokasi penelitian memiliki kelembapan yang rendah dan suhu yang tinggi.
Diketahui kelembapan dan suhu merupakan komponen iklim mikro yang sangat
mempengaruhi

pertumbuhan

tumbuhan

dan

masing-masing

berkaitan

mewujudkan keadaan lingkungan optimal bagi tanaman. Menurut Wijayanto &
Nurunnajah (2012), pertumbuhan suatu tumbuhan meningkat jika suhu meningkat
dan kelembapan menurun, demikian pula sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi
suhu dan kelembapan yaitu tinggi tempat dan penutupan tajuk. Semakin tinggi
tempat maka suhunya semakin rendah dan kelembapan akan tinggi.
Intensitas cahaya yang tinggi pada suatu tempat akan berpengaruh
terhadap suhu udara. Hal ini dikarenakan jika semakin tingginya suatu tempat
maka intensitas cahaya akan semakin kecil dan suhu udara akan rendah. Keadaan
ini disebabkan karena berkurangnya penyerapan dari udara (oksigen). Faktor lain
adalah persaingan terhadap cahaya sinar matahari di mana cahaya sinar matahari
terhalang oleh adanya beberapa pohon yang memiliki diameter di atas 30 cm.
Menurut Mirmanto (2010), hutan alami umumnya dalam kondisi cukup baik,
dengan kerapatan relatif tinggi dan dengan pohon berukuran besar yang cukup
banyak tajuk yang lebar dan besar (penutupan lahan yang luas) dapat menghalang
tumbuhan yang ada di bawah pertumbuhannya untuk mendapatkan sinar matahari,
dimana hal ini dapat menghambat pertumbuhan suatu tanaman.
Suhu tanah yang diperoleh yaitu 18-21

o

C. Menurut Hanafiah (2014),

suhu tanah mempengaruhi tumbuhan, kelembaban aerasi, dekomposisi serasah
dan ketersediaan hara-hara tumbuhan. Suhu tanah merupakan salah satu faktor
penting bagi tumbuhan. Pada perkembangbiakan biji, akar tumbuhan secara
langsung dipengaruhi oleh suhu tanah. pH tanah pada lokasi penelitian diperoleh
5,5-7,2. Menurut Nahdi (2014), pH tanah yang tinggi sangat menentukan semua
reaksi yang ada, sehingga di dalam tanah akan terbentuk NO2- dan NH4+ sebagai
nutrisi yang siap diserap akar dan mempengaruhi proses pembentukan vegetatif
tumbuhan

Universitas Sumatera Utara

23

4.3 Komposisi Jenis dan Jumlah Individu Tumbuhan Bawah
Berikut ini data mengenai komposisi jenis dan jumlah Individu dari setiap jenis
tumbuhan bawah yang diperoleh pada lokasi penelitian di Kawasan Deleng Macik
Taman Hutan Raya Bukit Barisan Kabupaten Karo Sumatera Utara.
Tabel 4.3.1 Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah dan Jumlah Individu pada setiap
Jenis

No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.

Jenis
Homalomena griffithii
Argostemma uniflorum
Cyrtandra oblongifolia
Selaginella doederleinii
Isachne pulchella
Begonia robusta
Anadendrum microstachyum
Pteridium sp.
Homalomena sagittifolia
Impatiens balsamina
Asplenium nidus
Cyathea lurida
Cyathea sp.
Homalomena occulata
Pentaphragma sp.
Forrestia mollissima
Pollia haskarlii
Gynostemma pentaphyllum
Piper betle
Ophiorrhiza sp.
Diplazium cordifolium
Astronia sp.
Ophiorrhiza mungos
Impatiens auricoma
Anadendrum latifolium
Diplazium angustipinna
Scindapsus sp.
Zingiber sp.
Belvisia revoluta
Scindapsus aureus
Arachniodes haniffii
Impatiens sp.
Cyclopeltis sp.
Piper sp.
Piper ribisioides

Jumlah Individu
671
432
270
253
216
167
140
134
133
132
126
118
117
114
108
102
101
96
94
93
88
87
82
78
75
75
72
72
69
66
65
64
62
61
56

Universitas Sumatera Utara

24

Lanjutan Tabel 4.3.1.

36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.

Gleichenia sp.
Goniophlebium persicifolium
Impatiens platypetala
Piper lolot
Globba marantina
Epipremnum pinnatum
Anoectochilus sp.
Physocarpus sp.
Diplazium riparium
Freycinetia sp.
Piper sarmentosum
Alpinia sp.
Diplazium subserratum
Phaius sp.
Piper sylvaticum
Asplenium pellucidum
Rubus molucanus
Passiflora incarnata
Brynopsis laciniosa
Goniophlebium subauriculatum
Smilax sp.
Globba sp.
Pteridium aquilinum
Ficus villosa
Vrydagzynea sp.
JUMLAH

55
54
54
49
47
47
47
45
45
44
41
36
34
33
30
25
24
22
21
18
16
15
13
5
4
5513

Berdasarkan Tabel 4.3.1 menyatakan keragaman komposisi jenis beserta jumlah
individu masing-masing dari setiap jenis tumbuhan bawah yang diperoleh di
lokasi penelitian. Diketahui jumlah total individu keseluruhannya yaitu 5513.
Jumlah individu tertinggi terdapat pada jenis Homalomena griffithii dengan
jumlah individu 671, kemudian Argostemma uniflorum 432, Cyrtandra
oblongifolia 270, Selaginella doederleinii 253 dan Isachne pulchella 216,
sedangkan pada jenis lainnya hanya kisaran sedikit pada jumlah individunya.
Perbedaan jumlah individu dari setiap jenis ditentukan keberhasilan jenis
tersebut dalam beradaptasi pada kondisi lingkungannya. Apabila suatu jenis
berhasil beradapatasi dengan baik, maka mengakibatkan jenis tersebut cocok
untuk tumbuh subur dalam penyebarannya dan mampu bertahan dalam setiap
kondisi lingkungannya. Meskipun tumbuhan bawah merupakan jenis yang
mempunyai sebaran luas dan mempunyai kisaran toleransi tinggi terhadap faktor

Universitas Sumatera Utara

25

lingkungan. Dalam hal ini dapat dikatakan, kemampuan beradaptasi suatu jenis
dapat diketahui mampu atau tidaknya menguasai suatu area di sekitarnya dalam
penyebarannya sehingga akan memiliki jumlah individu yang banyak. Hal ini
sesuai dikemukakan oleh Ismaini et al., (2015), biasanya pada suatu komunitas
atau ekosistem yang memiliki banyak jenis akan memiliki sedikit jumlah
individunya sedangkan sedikit jenis akan memiliki banyak individu.
Pada Tabel 4.3.1 Homalomena grifiithii memiliki jumlah individu tertinggi.
Jenis yang memiliki jumlah individu yang banyak dikarenakan frekuensi
kehadirannya sangat rapat pada setiap plot pengamatan. Hal ini tidak terlepas dari
faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti dengan kelembapan dan suhu yang
tinggi, sehingga jenis tersebut dapat beradaptasi dengan baik dan memiliki
penyebarannya yang luas. Menurut Lemmens dan Bunyapraphatsara (2003),
Homalomena griffithii sebagian besar terdapat di hutan dataran rendah sampai
hutan dataran tinggi. Umumnya habitatnya memerlukan kelembapan yang tinggi
dan akarnya terdapat semua di bawah lantai hutan. Sering ditemukan di lahan
yang curam dan kadang-kadang juga terdapat di hutan rawa. Menurut Djufri
(2012), setiap jenis tumbuhan memerlukan kondisi lingkungan yang sesuai untuk
hidup sehingga persyaratan hidup setiap jenis berbeda-beda, dimana mereka
hanya menempati bagian yang cocok bagi kehidupannya sedangkan pernyataan
Saharjo dan Cornelio (2011), penguasaan spesies tertentu dalam suatu komunitas
apabila spesies yang bersangkutan berhasil menempatkan sebagian besar
sumberdaya yang ada dibandingkan dengan spesies yang lainnya.
Pada Tabel 4.3.1. diketahui memiliki jumlah jenis yang beragam namun
jumlah individu dari setiap jenis berbeda-beda. Hal ini dikarenakan frekuensi
kehadirannya pada setiap plot pengamatan tidak rapat dan hanya beberapa jenis
yang memiliki frekuensi kehadirannya yang luas. Menurut Fajri dan Saridan
(2012), cara individu itu menyesuaikan diri terhadap faktor lingkungan sangat
penting, sehingga menghasilkan informasi yang berguna untuk membuat
gambaran dari setiap jenis yang dominan dan merupakan jenis yang mampu
menguasai tempat tumbuh. Menurut

Asir Lo (2013), individu yang berhasil

mengembangkan diri bergantung sesuai kondisi lingkungannya baik secara
keseluruhan atau sebagian kecil pada suatu komunitas vegetasi.

Universitas Sumatera Utara

26

4.4. Jenis Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi
Berdasarkan hasil analisis data berikut ini Sepuluh jenis tumbuhan bawah yang
memiliki jumlah nilai KR, FR dan INP tertinggi. Dapat dilihat pada tabel 4.4.1
4.4.1 Sepuluh Jenis Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi
No Suku

Jenis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Homalomena griffithii
Argostemma uniflorum
Cyrtandra oblongifolia
Selaginella doederleinii
Cyathea glabra
Cyathea lurida
Pteridium aquilinum
Begonia robusta
Isachne pulchella
Anadendrum
microstachyum

Araceae
Rubiaceae
Gesneriaceae
Selaginellaceae
Cyatheaceae
Cyatheaceae
Dennsteadtiaceae
Begoniaceae
Poaceae
Araceae

Jumlah
KR
(%)
Individ
671
12,467
432
8,072
270
5,017
253
4,701
117
2,174
118
2,192
134
2,490
167
3,103
216
4,013
140
2,601

FR
(%)
7,407
4,348
4,992
3,221
4,348
4,187
3,704
3,060
1,610
2,576

INP
(%)
19,875
12,375
10,009
7,921
6,522
6,379
6,193
6,163
5,624
5,178

Dari Tabel 4.4.1 diketahui Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi terdapat pada jenis
Homalomena griffithii sebesar 19,256% (dapat dilihat pada Lampiran 4). Hal ini
disebabkan bahwa jenis tumbuhan bawah tersebut berperan penting dalam
komunitas dan telah berhasil berdapatsi dengan lingkungan di sekitar sehingga
mampu menguasai area tersebut. Jenis tumbuhan bawah ini berasal dari suku
Araceae. Dimana diketahui suku Araceae merupakan tumbuhan herba yang
mampu tumbuh pada lingkungan dengan kelembaban yang rendah hingga tinggi.
Sebaran tumbuhan dari famili Araceae juga terkait dengan kemampuan
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban, intensitas
cahaya dan pH tanah. Menurut Syarifuddin (2011), tingginya nilai INP suatu
vegetasi pada daerah tertentu menunjukkan bahwa vegetasi tersebut dominan dan
mampu beradaptasi dengan daerah setempat sedangkan menurut pendapat
Ernawati (2013), secara umum tumbuhan dengan Indeks Nilai Penting (INP)
tertinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi
yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain pada satu lahan
tertentu.
Pada Tabel 4.4.1 diketahui nilai INP tertinggi kedua adalah pada jenis
Argostemma uniflorum sebesar 11, 996%. Argostemma uniflorum merupakan
suku Rubiaceae. Nilai penting menunjukkan pola distribusi dan kemampuan

Universitas Sumatera Utara

27

adaptasi yang tinggi suatu spesies terhadap kondisi lingkungannya. sehingga
mempunyai pengaruh yang besar terhadap komunitas vegetasi tumbuhan bawah.
Hal ini sesuai pernyataan Susantyo (2011), INP merupakan besaran yang
menunjukkan kedudukan (dominansi) suatu jenis terhadap jenis lain dalam suatu
komunitas. Jenis tumbuhan yang mendominasi suatu areal tertentu menunjukkan
bahwa jenis tumbuhan tersebut memiliki tingkat adaptasi dan kesesuaian yang
lebih tinggi dari pada jenis lainnya. Makin besar INP suatu jenis, maka
peranannya dalam komunitas tersebut semakin penting. INP tertinggi suatu jenis
tumbuhan pada suatu ekosistem menunjukkan bahwa jenis tumbuhan tersebut
paling dominan pada ekosistem tersebut.
Pada jenis Isachne pulchella dan Anadendrum microstachyum memiliki
jumlah total individu 216 dan 140 termasuk jenis yang memiliki nilai Indeks Nilai
Penting tinggi yaitu 5,624% dan 5,178 % akan tetapi jumlah kehadirannya pada
setiap plot sangat sedikit namun jumlah individunya sangat tinggi yang diperoleh
pada plot pengamatan tersebut. Berbeda halnya dengan jenis Cyathea glabra,
Cyathea lurida, Pteridium aquilinum dan Begonia robusta masing-masing
memiliki jumlah individu total 117, 118, 134 dan 167 walaupun jumlah
individunya lebih kecil dari Isachne pulchella dan Anadendrum microstachyum
namun frekuensi kehadirannya sangat luas dan rapat sehingga memiliki nilai INP
tinggi 6,522%, 6,379%, 6,193% dan 6,163%. Menurut Kurniawan dan Parikesit
(2008), keberadaan tajuk pohon dapat dikaitkan kelembapan sedangkan jenis-jenis
yang ada pada tegakan dapat dilihat dari besarnya indeks nilai penting (INP)
digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian terhadap tempat tumbuh. Secara
umum tumbuhan dengan indeks nilai penting (INP) tertinggi mempunyai daya
adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik
dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu.
Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa spesies yang mempunyai
INP tinggi merupakan spesies yang mempunyai kemampuan adaptasi dan
toleransi yang lebih baik dibandingkan dengan spesies yang lainnya. Adanya
spesies yang mendominasi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
adalah persaingan antara tumbuhan yang ada, dalam hal ini berkaitan dengan
iklim dan mineral yang diperlukan, jika iklim dan mineral yang dibutuhkan

Universitas Sumatera Utara

28

mendukung maka spesies tersebut akan lebih unggul dan lebih banyak ditemukan
(Syafei, 1990).

4.4.2. Sepuluh Suku Tumbuhan Bawah dengan Nilai KR, FR dan INP Tertinggi di
Deleng Macik
No. Famili
Jumlah Total
KR %
FR%
INP%
Ind.
1.
Araceae
1318
23,907 %
16,296 %
40,20 %
2.
Rubiaceae
607
11,010 %
6,074 %
17,08 %
3.
Cyatheaceae
235
4,263 %
7,852 %
12,11 %
4.
Piperaceae
331
6,004 %
6,074 %
12,08 %
5.
Balsaminaceae
328
5,950 %
5,481 %
11,43 %
6.
Gesneriaceae
270
4,898 %
4,593 %
9,49 %
7.
Athyriaceae
242
4,390 %
4,741 %
9,13 %
8.
Zingiberaceae
170
3,084 %
5,630 %
8,71 %
9.
Polypodiaceae
141
2,558 %
5,481 %
8,04 %
10. Selaginellaceae
253
4,589 %
2,963 %
7,55 %

Berdasarkan Tabel 4.4.2 diketahui suku Araceae memiliki nilai INP tertinggi dari
seluruh suku yang didapat. Hal ini berdasarkan dari jumlah total seluruh individu
dari setiap jenis dan jumlah kehadirannya yang cukup tinggi pada setiap plot
pengamatan. Menurut Susanto (2012), peranan suatu jenis dalam komunitas dapat
dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP), dimana jenis yang mempunyai
nilai INP tertinggi merupakan jenis yang dominan. Hal ini menunjukan bahwa
jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap lingkungan yang lebih
tinggi dari jenis yang lain. Nilai frekuensi menggambarkan penyebaran suatu jenis
dalam suatu habitat. Apabila suatu jenis mempunyai nilai frekuensi yang tinggi,
maka jenis tersebut akan tumbuh menyebar dan sebaliknya suatu jenis akan
tumbuh secara mengelompok dan sedikit bila nilai frekuensi rendah.

4.5. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman Tumbuhan Bawah
Indeks keanekaragaman jenis berfungsi untuk menandai jumlah jenis pada daerah
tertentu atau sebagai jumlah jenis diantara jumlah total individu pada seluruh jenis
yang ada. Fachrul (2007), indeks keanekaragaman merupakan parameter vegetasi
yang sangat berguna untuk mempelajari pengaruh faktor-faktor lingkungan

Universitas Sumatera Utara

29

terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi dan stabilitas
komunitas.
Nilai indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman pada lokasi
penelitian adalah Indeks Keanekaragaman (H’)

sebesar 3,74 dan Indeks

Keseragaman (E) sebesar 0,912. Nilai indeks Keanekargaman dan Indeks
Keseragaman pada lokasi penelitian menunjukan bahwa tumbuhan bawah di
lingkungan tersebut memiliki indeks nilai keanekaragaman dan keseragaman
yang cukup tinggi. Menurut Wirakusumah (2003), nilai ini menunjukkan
keanekaragaman jenis di kawasan ini tinggi. Semakin tinggi nilai keanekaragaman
suatu kawasan menunjukkan semakin stabil komunitas di kawasan tersebut.
Menurut Nurdia (2012), nilai indeks kemerataan yang mendekati satu
menunjukkan bahwa suatu komunitas tumbuhan semakin merata, sedangkan jika
mendekati nol maka semakin tidak merata.
Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi
jika komunitas tersebut disusun oleh banyak jenis dan sebaliknya suatu komunitas
dikatakan memiliki keanekaragaman jenis yang rendah jika komunitas tersebut
disusun oleh sedikit jenis (Indriyanto, 2006). Menurut Barbour et al.,(1987),
penyebaran individu setiap jenis disebut dengan kemerataan jenis atau ekuibilitas
jenis. Kemerataan atau keseragaman menjadi maksimum bila suatu jenis
mempunyai jumlah individu sama. Kemerataan dan kekayaan jenis merupakan hal
yang berbeda meskipun keduanya sering berkorelasi
Komposisi, distribusi dan kelimpahan serta tinggi rendahnya indeks
keanekaragaman semak, herba, paku-pakuan maupun rumput , sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yang terbentuk. Persebarannya secara tidak langsung
dipengaruhi oleh interaksi antara vegetasi itu sendiri, suhu, kelembaban udara,
fisik-kimia tanah. Hal tersebut menimbulkan kondisi lingkungan yang
menyebabkan hadir atau tidaknya suatu spesies dan tersebar dengan tingkat
adaptasi yang beragam (Kurniawan & Parikesit 2008).

Universitas Sumatera Utara

30

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari Penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.

Diperoleh 60 jenis tumbuhan bawah dengan dua divisi yaitu Pteridophyta
terdiri dari 8 suku dengan 17 jenis dan Spermatophyta terdiri dari 18 suku
dengan 43 jenis. Suku Araceae memiliki jumlah jenis terbanyak yaitu 8 jenis.

b.

Jenis Homalomena griffithii, Argostemma uniflorum dan Cyrtandra
oblongifolia memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi secara berurutan yaitu
19,259%, 11,996% dan 9,674 %.

c.

Suku Araceae, Rubiaceae dan Cyatheaceae memiliki Indeks Nilai Penting
tertinggi secara berurutan yaitu 40,20 %, 17,08 % dan 12,11%.

d.

Indeks keanekaragaman dan Indeks keseragaman yaitu 3,734% dan 0,912%.

e.

Vrydagzynea sp. memiliki Nilai Indeks Kekayaan Jenis (Indeks Jacknife)
yaitu 61.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang tumbuhan bawah untuk
mengetahui perbandingan keanekaragaman tumbuhan bawah yang terdapat pada
lokasi yang lainnya.

Universitas Sumatera Utara