Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Chapter III V

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN IV Marihat, Pematang
Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan
ketinggian tempat ± 410 meter. Penelitian dilaksanakan pada mulai bulan Juli
sampai dengan Oktober 2016.
Bahan dan Alat
Bahan

yang

digunakan

dalam

penelitian

ini

adalah


serangga

Elaeidobius kamerunicus, kertas sungkup (Terilen), tanah, yellow sticky trap
(perangkat

lekat kuning), insektisida sistemik dengan bahan aktif asefat,

dimehipo, klorantraniliprol, dan air.
Alat yang digunakan penelitian ini adalah bor, injektor, hand counter,
tangga, tali plastik, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, tongkat pengaduk,
pamphlet label, Aspirator, kalkulator, ember, gunting, pisau, kamera, alat tulis.
Metode Penelitiaan
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan.
Faktor I : Jenis Insektisida, dimana :
I0

:

Air


I1

: Insektisida Bahan aktif dimehipo 400 SL

I2

:

Insektisida Bahan aktif asefat 75 WG

I3

:

Insektisida Bahan aktif klorantraniliprol 50 SC

Keterangan : dasar penggunaan bahan aktif dan dosis insektisida didasarkan pada
insektisida yang telah terdaftar untuk mengendalikan hama kelapa sawit di komisi


Universitas Sumatera Utara

pestisida dan insektisida sistemik yang sering digunakan diperkebunan kelapa
sawit.
Faktor II : Dosis Insektisida dimana :
D1

: 10 gr/tanaman atau setara 5 ml/tanaman

D2

: 15 gr/tanaman atau setara 7,5 ml/tanaman

D3

: 20 gr/tanaman atau setara 10 ml/tanaman

Keterangan

:


-

Dosis dengan satuan gram untuk insektisida bentuk tepung, granular.

-

Dosis dengan satuan milliliter untuk insektisida berbentuk cair

-

Masing – masing bahab aktif dicampur dengan air sebanyak 100 ml

Adapun kombinasi perlakuan adalah :
I0D1

I1D1

I2D1


I3D1

I0D2

I1D2

I2D2

I3D2

I0D3

I1D3

I2D3

I3D3

untuk menentukan banyaknya ulangan yang digunakan rumus berikut :
(t-1) (r-1)


≥ 15

(12-1) (r-1)

≥ 15

11 (r-1)

≥ 15

11r

≥ 26

r

≥ 2,36

Jumah Kombinasi Perlakuan (t)


: 12

Jumlah Ulangan (r)

:3

Jumlah Pokok Sampel

: 36 pohon

Luas lahan yang digunakan

: 2 Ha

Universitas Sumatera Utara

Model linear yang digunakan adalah :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Dimana :

Yijk

= Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j

μ

= Efek dari nilai tengah

αi

= Efek perlakuan pada taraf ke- i

βj

= Efek perlakuan pada taraf ke- j

(αβ)ij

= Efek perlakuan pada taraf ke- i dan ulangan ke- j


Εijk

= Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- j
Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata

maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masingmasing perlakukan.

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAN PENELITIAN
a. Survei bunga kelapa sawit
Penelitian diawali dengan melakukan survei keberadaan bunga, baik
bunga reseptif, bunga anthesis, bunga belum reseptif, bunga hermaprodit, dan
buah. Survei dilakukan di kebun Marihat pertanaman kelapa sawit milik PTPN IV
afdeling IV blok 2010-C dengan luas areal yang digunakan 2 Ha (143 pohon/Ha),
umur tanaman 6 tahun, tinggi tanaman ± 6 meter, dan varietas tenera (D X P)
material kamerun.
b. Pemetaan lahan penelitian
Objek penelitian memerlukan bunga kelapa sawit jantan yang belum
anthesis sebanyak 36 tanaman. Bunga jantan yang belum anthesis kemudian

diberi tanda (label) sesuai dengan perlakuan insektisida yang akan diaplikasikan.
c. Menghitung populasi awal kumbang Elaeidobius kamerunicus
Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat
kuning dengan ukuran 2 x 30 cm selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dan
bunga reseptif. Untuk menghitung populasi kumbang E. kamerunicus per hektar
pada bunga jantan dilakukan dengan cara: menemukan bunga jantan yang sedang
mekar dengan tingkat kemekaran bunga 50% sebagai sampel.

Gambar 5. Perangkap kuning pada bunga jantan

Universitas Sumatera Utara

Untuk bunga betina reseptif ditandai dengan bulir bunga sudah pecah,
berwarna putih kekuningan dan mengeluarkan bau adas.

Gambar 6. Perangkap kuning pada bunga betina

Perangkap dipasang 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi total
perangkap yang diperlukan sebanyak 6 perangkap. Pemasangan dilakukan pagi
hari, pukul 09.00 Wib. Kumbang yang tertangkap pada perangkap akan dihitung

dengan rumus :
Populasi Ek = (∑Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/Ha) +
(∑Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jumlah bunga anthesis/Ha)

Keterangan:
*koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap
terhadap luasan satu tandan bunga jantan atau bunga betina kelapa sawit, nilai ini
bisa berubah sesuai dengan kondisi bunga dilapangan (Susanto et al, 2015).
d. Penyungkupan bunga jantan belum anthesis
Penyungkupan bunga dilakukan dengan menggunakan kertas sungkup
Terilen, sungkup ini sudah sering digunakan dalam kegiatan polinisasi, dengan
kelebihan tidak tembus air tetapi tembus udara. Pertama sekali, sebelum dilakukan
penyungkupan, kondisi bunga jantan belum anthesis harus bersih dari seludang
bunga. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cutter, dalam membersihkan

Universitas Sumatera Utara

bunga harus dilakukan dengan hati-hati, sebab tandan bunga belum anthesis
sangat rentan patah. Setelah bunga bersih, kemudian kapas dipasang dibagian
pangkal tandan bunga untuk menghindari serangan tikus dan semut. Selanjutnya,
sungkup dipasang dan bagian pangkal bunga diikat dengan karet. Jumlah bunga
yang disungkup sebanyak 36 tandan dalam 36 pokok tanaman.

a

b

Gambar 7. a. bunga jantan belum anthesis; b. Proses penyungkupan
e. Pembiakan Serangga Uji
Tandan bunga jantan lewat anthesis dikumpulkan sebanyak 10 tandan,
lokasi pengambilan tandan harus dari luar lahan penelitian untuk meminimalisir
kontaminasi dari bahan kimia, penggunaan tandan bunga jantan lewat anthesis
bertujuan untuk mendapatkan kumbang yang baru keluar dari pupa. Tandan yang
dikumpulkan kemudian dimasukkan ke kotak hatch and carry. Setelah 3 atau 4
hari kumbang muncul, kemudian dipisahkan antara kumbang jantan dan betina.
Jumlah kumbang yang diperlukan sebanyak 150 pasang/tandan, jadi total yang
dibutuhkan untuk semua pohon aplikasi (36 pokok) sebanyak 10.800 ekor.
f. Pencampuran insektisida
Insektisida yang digunakan, asefat dengan dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr,
dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml, 10 ml. Penentuan
penggunaan dosis insektisida berdasarkan anjuran yang terdapat dilabel

Universitas Sumatera Utara

insektisida dan dosis yang sering digunakan pihak kebun di areal penelitian.
Insektisida dengan wujud padat diukur dengan menggunakan timbangan analitik
dan insektisida dengan wujud cair diukur menggunakan gelas ukur. Masing –
masing insektisida dilarutkan dalam 100 ml air.
g. Pengaplikasian Insektisida
Pengaplikasian insektisida dalam penelitian ini menggunakan metode
injeksi batang dengan aplikasi bor tangan pada batang kelapa sawit berumur 6
tahun dengan kedalaman 20-30 cm, tinggi 1 m dari permukaan tanah dan
kemiringan 45°. Lalu lubang bekas pemboran ditutup dengan bulatan dari tanah
sesuai dengan diameter lubang.

Gambar 8. Proses aplikasi insektisida
h. Introduksi Serangga Penyerbuk
SPKS yang telah dibiakan kemudian dihitung berdasarkan jenis kelamin
jantan dan betina, jumlah serangga yang diperlukan sebanyak 150 pasang SPKS
untuk satu tandan bunga. Introduksi dilakukan ketika bunga yang disungkup dan
yang telah di injeksi sudah mencapai kemekaran 50 % (biasanya satu minggu
setelah penyungkupan). Pengintroduksian serangga tidak dapat dilakukan
serentak, dikarenakan waktu bunga untuk mekar berbeda- beda. Ujung sungkup

Universitas Sumatera Utara

dipotong dengan cutter, kemudian SPKS dimasukkan. Ujung sungkup kemudian
ditutup dengan menggunakan karet.
Parameter Amatan
1. Penghitungan Jumlah Kumbang SPKS Per Tandan
Pengamatan jumlah serangga penyerbuk kelapa sawit dilakukan dengan
mengamati jumlah SPKS yang keluar dari satu tandan yang telah disungkup.
Pengamatan jumlah kumbang yang keluar dari tandan dilakukan setelah 14 hari
dari pengintroduksian serangga penyerbuk kelapa sawit.
2. Pengamatan Populasi SPKS
Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat
kuning dengan ukuran 2 x 30 cm pada pohon yang tidak di injeksi. Pemasangan
dilakukan selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dengan kemekaran 50 % dan
bunga betina reseptif sebanyak 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi jumlah
pokok tanaman yang diperlukan untuk sekali perhitungan populasi kumbang
sebanyak 6 pokok. Penghitungan populasi dilakukan sebanyak 4 kali yaitu
sebelum pengaplikasian, 30 hari, 60 hari dan 90 hari setelah aplikasi. Kumbang
yang tertangkap pada perangkap akan dihitung dengan rumus:
Populasi Ek = (∑Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/Ha) +
(∑Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jantan bunga anthesis/Ha).

Keterangan:
*koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap
terhadap luasan satu tandan bunga jantan atau bunga betina kelapa sawit, nilai ini
bisa berubah sesuai dengan kondisi bunga dilapangan (Susanto et al, 2015).

Universitas Sumatera Utara

3. Pengamatan Rasio Seks E. kamerunicus
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga penyerbuk
berdasarkan jenis kelamin jantan atau betina dengan bantuan mikroskop stereo
dan counter. Untuk meghitung rasio seks serangga dengan rumus:
X=

J
B

Keterangan : X : nisbah kelamin, J : total jantan, B : total betina

Persentase nisbah kelamin serangga :
Jenis kelamin jantan =

jumlah E.kamerunicus

jantan

total serangga jantan +serangga betina

Jenis kelamin betina =

jumlah E.kamerunicus

betin a

total serangga jantan +serangga betina

x 100%
x 100%

(Prasetyo, 2012)
4. Pengamatan Serangga Lain Dan Identifikasi
Pengamatan serangga lain yang tertangkap dalam yellow sticky trap
dilakukan bersamaan dengan perhitungan populasi E. kamerunicus. Perhitungan
dilakukan dengan mengamati serangga lain yang tertangkap kemudian dilakukan
identifikasi menggunakan buku identifikasi Boror et al (1992).

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Jumlah kumbang yang keluar pertandan
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis bahan aktif dengan dosis 5 gr,
10 gr, 20 gr untuk asefat dan 5 ml, 7,5 ml, 10 ml untuk dimehipo dan
klorantraniliprol tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah
kumbang yang keluar pertandan, dengan perlakuan kontrol (Lampiran 12). Hal ini
dapat dipengaruhi oleh sifat dari bahan aktif yang digunakan. (Abdellaue, 2010)
menyatakan

bahwa

klorantraniliprol

merupakan

insektisida

sistemik,

pengaplikasian dapat melalui daerah perakaran tanaman, yaitu melalui pembuluh
xilem dan floem, tetapi insektisida ini juga dapat menjadi insektisida sistemik
lokal atau translaminar ketika disemprotkan, bahan aktif menembus epidemis dan
masuk ke sel- sel mesofil.
Serangga SPKS yang diintroduksi pada tanaman yang diberi perlakuan
insektisida, tidak menunjukkan pengaruh terhadap munculnya kumbang baru
setelah 14 hari aplikasi insektisida. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh dosis yang
diberikan masih tergolong aman, sehingga tidak mempengaruhi serangga SPKS
(Bayo, 2016) mengatakan bahwa mortalis organisme bukan sasaran yang terkena
insektisida sebagian besar karena keracunan akut. Insektisida sistemik dapat
memberikan efek yang mematikan terhadap populasi serangga dalam jangka
waktu panjang. Hal ini disebabkan aktivitas pesistensi residual didalam tanah,
daun, dan air.
Tabel. 1 menunjukkan, rataan terendah jumlah kumbang yang keluar
pertandan (894 ekor) dengan perlakuan asefat dan rataan tertinggi (1843 ekor)
dengan perlakuan dimehipo. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kegiatan pengendalian

Universitas Sumatera Utara

ulat kantong (Mahasena corbetti Tams ) dan ulat api (Setothosea asigna) pada
areal perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan bahan aktif asefat (Lampiran
14). (Ishartadiati, 2017) menyatakan penggunaan insektisida secara terus menerus,
serta peningkatan dosis dan frekuensi aplikasi dapat mengakibatkan resistensi
pada organisme target. Tetapi disisi lain dapat mengakibatkan penurunan terhadap
organisme yang peka terhadap insektisida tersebut.
Efektivitas suatu insektisida sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantara suhu, Ph, dan curah hujan. (Ruiwei et al., 1992) menyatakan insektida
dengan bahan aktif dimehipo pada larutan basah memiliki hydrolisis yang sangat
kuat. Pada konsentarasi larutan 20 ppm dengan penambahan NaOH 0,01 ml/l
dengan pH= 11,9 hidrolisis 15 hari. Penambahan NaOH 0,02 ml/l dengan pH =
12,3 hidrolisis 7 hari, artinya semakin tinggi pH suatu larutan dan semakin basa
suatu larutan akan mempercepat terjadinya hidrolisis.
Dalam metabolisme tanaman, asefat yang mudah untuk terdegradasi.
(Derek, 2008) menyatakan bahwa asefat mudah terdegradasi oleh tanaman.
Seperti yang terlihat dari studi lapangan dan rumah kaca. Penurunan 5 sampai 10
hari. Hanya sekitar 5 sampai 10% acephate yang terdegradasi ke methamidophos
(O, S-dimethyl phosphoramidothioate), sisanya menghasilkan garam yang tidak
berbahaya. Asefat biasanya akan diserap di permukaan daun dan hanya sedikit
larutan yang akan ditranslokasikan ke akar maupun ke umbi-umbian.
Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis insektisida yang
diberikan tidak berpengaruh terhadap munculnya kumbang SPKS. Hal ini dapat
terjadi karena dosis bahan aktif yang digunakan masih sesuai dengan dosis
anjuran yang terdapat di label insektisida. (Valent, 1994) mengatakan asefat dapat

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi serangga non target seperti lebah, LD50 untuk lebah 1,2 ml/lebah
dan menurut (Keputusan menteri pertanian nomor 222/Kpts/SR.140/4/2004)
menyatakan dosis tertinggi

dari penggunaan insektisida dengan bahan aktif

dimehipo sebesar 375 ml – 750 ml/ha. (Abdellaue, 2010) menyatakan dosis
pemakaian insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol sebesar 200 ml/ha.
Tabel 1. Rata – rata jumlah kumbang Elaidobius kamerunicus yang keluar
pertandan
Perlakuan
I0
I1
I2
I3
Rataan

D1
1887
2004
195
2384
1617

D2
1904
1752
949
44
1162

D3
1408
1775
1538
1270
1498

Rataan
1733
1843
894
1233

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan.

Tingkat munculnya kumbang baru sangat dipengaruhi oleh berhasil atau
tidaknya metamorfosis dari serangga SPKS. Pada stadia larva merupakan
merupakan stadia yang paling rentan terhadap serangan musuh alami. Disamping
itu, pada stadia ini kondisi tubuh masih lemah dan kondisi bunga juga
mendukung, adanya sisa dari nektar bunga merangsang musuh alami, misalnya
semut. (Simatupang, 2015) menyatakan instar I berada disekitar peneluran, instar
II mulai berpindah kepangkal bunga dan mulai memakan jaringan pangkal yang
lunak sampai habis, instar III memakan pangkal tangkai sari. (Apriniarti (2011)
melaporkan Angka mortalitas tertinggi kumbang 13% terjadi pada fase larva.
Tingkat kematian yang tinggi pada fase larva (pradewasa) diduga karena struktur
tubuh larva yang masih lemah. Pengaruh dari faktor luar pada saat pemeliharaan
juga menentukan mortalitas. Selain itu, tingkat mortalitas yang tinggi pada larva
ini dapat disebabkan oleh adanya musuh alami yang berupa parasit ataupun

Universitas Sumatera Utara

predator. (Kurniawan, 2010) menyatakan persen kematian instar I sebesar 4,9 %,
instar II 8,5%, instar III 2,9 %.
Keberadaan organisme seperti tikus dan semut di areal perkebunaan sangat
mengganggu kelancaran penelitian, tikus dapat memakan bunga yang disungkup
dan banyak ditemukan semut pada tandan bunga jantan. (Prasetyo, 2013)
menyatakan bahwa penyebab kurang optimalnya proses penyerbukan, diakibatkan
adanya penurunan populasi SPKS akibat musuh alami terutama tikus yang sangat
menyukai telur, larva, kepompong maupun imago E. kamerunicus, kerusakan
spikelet akibat serangan tikus mencapai 30%. selain itu semut, berbagai jenis
laba-laba predator, tungau, dan nematoda juga merupakan musuh alami SPKS.

Gambar 9. Serangan tikus pada bunga jantan
2. Populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar
Populasi SPKS per hektar mengalami penurunan setelah 90 hari
penginjeksian bila dibandingkan dengan populasi awal, populasi sebelum
penginjeksian sebesar 14.076 ekor, setelah 30 hari dan 60 hari penginjeksian
masing-masing sebesar 22.089 ekor dan 16.476 ekor dan 90 hari setelah injeksi
populasi menjadi 11.508 ekor, penurunan populasi SPKS dapat dilihat dari grafik
berikut.

Universitas Sumatera Utara

jumlah SPKS (Ekor)

25.000
20.000
15.000
10.000
5.000
0
0

30
60
Hari setelah aplikasi

90

Gambar 10. Penurunan populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, insektisida dengan
bahan aktif dimehipo, asefat, klorantraniliprol, dengan dosis masing-masing dapat
menurunkan populasi SPKS setelah 90 hari aplikasi insektisida, penurunan
sebesar 2.568 ekor atau 18% dari populasi awal. (Puba et al, 2012) menyatakan
aplikasi berbagai insektisida yang tidak tepat dapat mengurangi populasi E.
kamerunicus sebesar 10-20%.
Penurunan populasi serangga SPKS terlihat jelas setelah 90 hari aplikasi
insektisida, hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat bahan aktif dan efek dari residu
pestisida terhadap bunga, yang menjadi sumber makanan serangga SPKS. (Ruiwei
et al., 1992) menyatakan bahwa tingkat hidrolisis dimehipo dalam larutan buffer,
pH 7 dan 9 dengan suhu 50º C menunjukkan perubahan konsentrasi dimehipo
kurang dari 10%. Ini berarti bahwa hidrolisis dari dimehipo sangat lambat,
sebagaimana struktur molekul dan sifat kimia dimehipo akan lebih mudah terurai
menjadi senyawa stabil apabila kondisi basa dan oksidatif. (Chen, 2017)
menyatakan dimehipo stabil di dalam air dan terdegradasi sangat lambat. Selama
inkubasi 60 hari tidak terjadi degradasi. Namun, ketika diinkubasi 90 hari dalam

Universitas Sumatera Utara

larutan air 35 - 40°C terjadi degradasi. Inkubasi selama 125 hari pada suhu 8 10°C tidak terjadi degradasi.
Penurunan populasi serangga SPKS dapat terjadi akibat kontaminasi dari
bahan aktif insektisida. (Bayo, 2017) mengatakan bahwa insektisida sistemik
dapat mencemari jaringan tanaman, mulai dari akar, daun, bunga. Insektisida
sistemik dapat memberikan pengaruh buruk terhadap organisme seperti lebah
yang memakan nektar dari bunga yang terkontaminasi, keracunan dapat
mengakibatkan kematian hingga 50%.
Efek paparan insektisida dapat terjadi disemua bagian tubuh serangga.
Hasil penelitian menunjukkan efek yang paling besar mendapatkan paparan
insektisida adalah stadia larva. Stadia larva adalah stadia dimana serangga SPKS
makan dari bunga yang terpapar insektisida, dan didukung oleh kondisi bunga
yang masih memungkinkan memproduksi makanan untuk larva SPKS. Hal ini
didukung oleh pernyataan (Prasetyo, 2012 ) yang menyatakan bahwa Masa bunga
jantan anthesis dapat berlangsung selama 4-5 hari dengan periode pelepasan
serbuk sari berlangsung selama 2-3 hari.
3. Nisbah kelamin
Insektisida dengan bahan aktif asefat dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr dan
insektisida dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml dan 10 ml
tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan kontrol (Lampiran
11).
Tabel 2. menujukkan rataan tertinggi populasi jantan (783 ekor) dengan
perlakuan dimehipo, dan rataan terendah (365 ekor) dengan perlakuan asefat.
Elizabeth (2016) menyatakan bahwa Tingkat hidrolisis asefat diukur pada

Universitas Sumatera Utara

berbagai rentang pH. Dalam rentang pH dari 5 sampai 7, waktu paruh 50 hari
pada suhu 21ºC dan 20 hari pada suhu 40ºC. Pada pH 3, waktu paruh acephate
adalah 65 hari di suhu 21ºC. Waktu paruh 16 hari pada pH 9 dan 21ºC. Hasil ini
menunjukkan bahwa acephate lebih stabil dalam kondisi asam dan kurang stabil
dalam kondisi basa.
Tabel 2. Nilai rata – rata populasi serangga jantan Elaidobius kamerunicus
Perlakuan

D1

D2

D3

Rataan

I0
I1

810
1006

986
866

537
483

778
785

I2
I3

111
1434

476
16

507
560

365
670

Rataan

840

586

522

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan.

Tabel 3. menunjukkan rataan tertinggi populasi serangga betina (1059
ekor) dengan perlakuan bahan aktif dimehipo, dan rataan terendah dengan
perlakuan asefat (529 ekor). (Purba, 2010) mengatakan bahwa penurunan populasi
E. kamerunicus dalam waktu yang singkat dapat disebabkan aplikasi pestisida,
meskipun ada beberapa insektisida yang aman terhadap SPKS.
Tabel 3. Nilai rata – rata populasi kumbang betina Elaidobius kamerunicus
Perlakuan
I0
I1
I2
I3
Total

D1
1077
998
83
950
777

D2
918
886
473
28
577

D3
871
1291
1031
710
976

Rataan
956
1059
529
563

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D :dosis bahan aktif yang digunakan.

Tabel 4. menunjukkan perbandingan serangga jantan dan serangga betina
E. kamerunicus setelah 14 hari aplikasi insektisida adalah 1 : 1,5. (Purba, 2010)
menyatakan bahwa rerata jumlah kumbang jantan lebih sedikit dibandingkan

Universitas Sumatera Utara

dengan kumbang betina, 1 : 1,6 jika dibandingkan pasca pelepasan spesies ini di
Indonesia rasionya adalah 1 : 2 hal ini berarti terjadi penurunan jantan dan betina
dilapangan, khususnya populasi kumbang betina turun ±20% dalam kurun ±25
tahun.
Tabel 4. Nilai perbandingan serangga jantan dan betina (nisbah kelamin)
Elaidobius kamerunicus
Perlakuan
I0D1
I1D1
I2D1
I3D1
I0D2
I1D2
I2D2
I3D2
I0D3
I1D3
I2D3
I3D3
Total
Rataan
Persentase

Jantan
2430
3017
334
4302
2958
2597
1429
47
1610
1449
1522
1680
23375
1947,92
45,45%

Betina
3232
2994
250
2849
2755
2659
1419
85
2613
3874
3092
2131
27953
2329,42
54,45%

Perbandingan
0,8
1,3
1,0
1,0
1,3
0,7
1,5
0,7
1,1
0,9
1,0
1,0
1,0
1,0
0,6
1,8
0,6
1,6
0,4
2,7
0,5
2,0
0,8
1,3
1

1,5

Insektisida yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya bahan aktif
dimehipo dan klorantraniliprol merupakan insektisida yang tergolong baru. Belum
banyak penelitian yang melaporkan efek residu dari insektisida ini. Sama halnya
insektisida klorantraniliprol yang mempunyai cara kerja yang spesifik terhadap
hama sasaran. Hal ini sesuai dengan literatur (Simanjuntak dan Susanto, 2012)
menyatakan

bahwa

pengaplikasian

insektisida

dengan

bahan

aktif

klorantraniliprol tidak menyebabkan kematian terhadap serangga bukan target,
artinya insektisida ini aman bagi lingkungan, tetapi insektisida kimia sintetik ini

Universitas Sumatera Utara

diduga mempunyai efektivitas tinggi terhadap stadia larva dari serangga ordo
lepidoptera.

Gambar 11. Serangga E. kamerunicus betina

Gambar 12. Serangga E.kamerunicus jantan

Indentifikasi serangga lain yang tertangkap di yellow trap
Sebelum pengaplikasian insektisida jumlah serangga yang tertangkap di
yellow traps sebanyak 5 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 1312 ekor,
terendah Calliphoridae 1 ekor.
Setelah 30 hari penginjeksian jumlah serangga yang tertangkap sebanyak 4
famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 830 ekor dan terendah Tephritidae 1
ekor.
Tabel 5. Pengamatan serangga lain dan identifikasi serangga yang tertangkap di
yellow sticky traps selama 4 kali pemasangan
Kehadiran
30 hari setelah
60 hari setelah
injeksi
injeksi

90 hari setelah
injeksi

Total

1733

2259

6134

47

5

4

115

2

0

0

0

2

Chloropidae

5

0

0

0

5

Calliphoridae

1

0

0

0

1

Tephritidae

0

1

3

4

8

Bombylidae

0

0

1

0

1

Formicidae

0

4

2

25

31

1379

882

1744

2292

6297

Ordo

Famili

Thysanoptera

Thripidae

1312

830

Lepidoptera

Pyralidae

59

Muscidae

Diptera

Hymenoptera
Total

Sebelum
injeksi

Universitas Sumatera Utara

Setelah 60 hari injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 5 famili,
dengan populasi serangga terbanyak dari famili Thripidae 1733 ekor dan populasi
terendah Bombyliidae 1 ekor.
90 hari setelah injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 4 famili,
dengan serangga terbanyak Thripidae 2259 ekor dan terendah Pyralidae dan
Tephritidae masing- masing 4 ekor.
Berdasarkan

hasil

penelitian

terdapat

beberapa

serangga

yang

terperangkap pada kertas lekat kuning, dengan serangga terbanyak Thripidae.
Thripidae yang tertangkap umumnya dari spesies Thrips hawaiiensis yang
merupakan salah satu penyerbuk bunga kelapa sawit

asli Indonesia, tetapi

serangga ini dianggap kurang efektif bila dibandingkan

dengan serangga E.

kamerunicus. Hal ini sesuai dengan literatur (Syed, 1982) yang menyatakan
Thrips hawaiiensis tidak melakukan polinasi dengan baik, kemungkinan
disebabkan oleh tingginya intensitas sinar matahari dan gangguan penerbanganya
karena pelepah yang pendek. Thrips juga merupakan penerbang yang lemah.
Tabel 5

menunjukkan bahwa, jumlah serangga Thripidae yang

terperangkap dikertas lengkat kuning meningkat setelah aplikasi insektisida,
kecuali 30 hari setelah aplikasi insektisida 830 ekor. Hal ini diduga serangga dari
famili Thripidae, khususnya spesies Thrips hawaiiensis merupakan serangga
polipag. (Purba, 2010) menyatakan Thrips hawaiiensis merupakan serangga
polipag, artinya banyak spesies tumbuhan yang merupakan inangnya dan menjadi
tempat bertahan hidup serangga ini di dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit.
Selain serangga penyerbuk, terdapat serangga peredator yang tertangkap
diperangkat kuning, yaitu famili formicidae. Serangga ini dapat menjadi musuh

Universitas Sumatera Utara

alami bagi E. kamerunicus karena memangsa telur dan larva, selain itu serangga
ini banyak dijumpai diperkebunan kelapa sawit akibat pengaruh dari bunga kelapa
sawit. Kahono (2012) melaporkan pada pagi sampai sore hari beberapa jenis
semut ditemukan mengunjungi bunga betina receptive dan bunga jantan anthesis,
antara lain Anoplolepis longipes, jenis semut Formicinae berbulu lebat,
Odontoponera sp. dan Polyrachis sp., yang belum diketahui peranannya sebagai
predator atau pemanfaat nektar dan serbuk sari.
Sebagian kecil, serangga yang tertangkap di perangkap kuning adalah
imago hama pemakan daun kelapa sawit di areal penelitian sangat tinggi.
(Susanto, 2012) yang menyatakan hama ulat pemakan daun kelapa sawit
(UPDKS) yaitu ulat api, ulat kantong, dan ulat bulu pada saat ini masih menjadi
hama utama diperkebunan kelapa sawit. Keberadaan UPDKS tidak mengenal
musim dan dapat ditemui setiap saat, oleh karena itu anggapan UPDKS sulit
dikendalikan.
Tabel 5 menunjukkan, jumlah famili terendah yang terperangkap dalam
perangkap kuning dari famili Calliphoridae sebanyak 1 ekor, serangga ini
merupakan lalat yang berukuran besar dan berwarna hijau. (Hashifah, 2016)
menyatakan bahwa family Calliphoridae memiliki ciri tubuh sedikit lebih besar
dari lalat rumahan dan berwarna biru atau hijau metalik dan hampir mirip dengan
lalat daging. (kurniawan, 2010) ada beberapa serangga pengunjung bunga kelapa
sawit, antara lain : E. kamerunicus, 5 spesies lalat, 2 spesies lebah, dan semut.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Jumlah populasi E. kamerunicus yang keluar pertandan 894 ekor
dengan perlakuan asefat lebih rendah dari perlakuan dimehipo 1843
ekor.
2. Populasi SPKS menurun setelah 90 hari aplikasi insektisida sebesar
18% dari populasi awal.
3. Jumlah populasi kumbang jantan 365 ekor dengan perlakuan asefat
lebih rendah dibandingkan perlakuan dimehipo 2354 ekor.
4. Jumlah populasi kumbang betina 1059 ekor dengan perlakuan
dimehipo lebih tinggi dari perlakuan asefat 529 ekor.
5. Nilai nisbah kelamin E. kamerunicus 1 : 1,5
6. Identifikasi

serangga

menunjukkan

populasi

terbanyak

adalah

Thripidae 6.134 ekor, dan terendah Calliphoridae dan Bombylidae 1
ekor.
Saran
Perlu diperhatikan kondisi lingkungan seperti intensitas hujan, pH, dan
musuh alami seperti tikus dan semut sebelum pengaplikasian insektisida, sehingga
kelihatan nyata atau tidaknya pengaruh insektisida.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Morfometri Kumbang Penyerbuk Kelapa Sawit (Elaeidobius kamerunicus Faust)

0 2 32

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

0 0 12

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

0 0 2

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

0 0 3

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

1 7 13

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

1 5 5

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae)

0 0 42

Biologi Serangga Penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera : Curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit di Daerah Dataran Tinggi Chapter III V

0 0 18

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit

0 0 10

Populasi Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera; Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Bunga Kelapa Sawit Chapter III V

0 2 13