Gambaran Dermatofitosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kulit beserta derivatnya merupakan struktur organ terluas yang menyumbang
sekitar 15-20% massa tubuh manusia (Ross et al., 2003). Secara mikroskopis, kulit
terdiri atas beberapa jenis jaringan yang berevolusi membentuk struktur fungsional
dan adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan
kuku (Marks, 2003; Ross, 2003). Sebagai pelindung utama terhadap lingkungan
eksternal tubuh, kulit berperan besar dalam mencegah masuknya organisme
penyebab infeksi dan bahan toksik ke dalam tubuh. Selain fungsi proteksi, kulit juga
berperan dalam ekskresi, pengaturan suhu tubuh, produksi melanin & keratin,
sintesis vitamin D3, penyimpanan lemak, dan juga sebagai salah satu organ indra
(Martini & Nath, 2012).
Kulit bukanlah organ yang statis dan inert, melainkan dinamis dan sensitif
terhadap perubahan (Naldi, 2003). Ketika terpajan terhadap bahaya dari dunia luar,
kulit akan beradaptasi dan secara bertahap kembali ke keadaan normal. Namun,
terkadang kulit gagal untuk mengatasinya sehingga timbullah kelainan ataupun
penyakit yang bermanifestasi terhadap perubahan kulit itu sendiri (Weller et al.,
2008). Perubahan inilah yang disebut sebagai lesi ataupun erupsi/ kumpulan
beberapa lesi (Gawkrodger, 2003). Lesi tidak hanya timbul oleh karena perubahan
dari dunia luar, tetapi juga oleh perubahan di dalam tubuh, misalnya faktor psikis,
faktor genetik, infeksi, obat-obatan, dan penyakit sistemik (Buxton, 2003; Weller et
al., 2008).
Munculnya lesi sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang.
Konsekuensi kesehatan yang sering terjadi sebagai akibat penyakit pada kulit adalah
ketidaknyamanan dari gejala (gatal, panas, nyeri, dsb.), kehilangan kepercayaan diri,
penarikan diri dari sosial, perasaan stigmata, dan perubahan pola hidup. Naldi (2003)
yang melaporkan penelitian antropologi yang dilakukan oleh Alam dengan
menggunakan pendekatan narasi kualitatif pada tahun 2001, menyatakan citra diri
Universitas Sumatera Utara
yang mengakar pada kebudayaan di hampir semua kelompok sosial, sangat
dipengaruhi oleh penampilan kulit dan struktur yang terkait.
Dalam penelitian prevalensi yang dilakukan oleh Rea, Newhouse, dan Halil
(1976), dilaporkan bahwa 20-30% populasi dunia mengalami penyakit kulit. Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa frekuensi penyakit kulit tinggi pada negara-negara
berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Penelitian tahun 1999 terhadap 917
populasi usia >12 tahun di tiga desa di Indonesia menunjukkan prevalensi penyakit
kulit sebesar 28,2% (WHO, 2005). Hal ini juga didukung oleh Menkes RI (2010)
yang melaporkan bahwa penyakit kulit menempati urutan ketiga kasus rawat jalan
terbanyak dengan jumlah kunjungan 192.414 dan 122.076 kasus baru (pria: 48.576,
wanita: 73.500).
Studi potong lintang yang dilakukan pada 8.008 populasi di tiga desa di Mesir
sejak Desember 1994 hingga Desember 1996 melaporkan bahwa prevalensi kasus
infeksi sebagai penyebab penyakit kulit adalah sebesar 28,80% (Abdel-Hafez et al.,
2003).
16,17%
dari
8.008
sampel
tersebut
mengalami
infeksi
jamur
(dermatomikosis), dengan prevalensi dermatofitosis seperti tinea pedís 7,95%, tinea
capitis 0,56%, dan tinea corporis 0,36%. Di Indonesia sendiri, sebagai negara tropis,
prevalensi kejadian infeksi tinea (ringworm) dilaporkan cukup tinggi, namun belum
ada studi yang dilakukan secara menyeluruh. Penelitian oleh Adiguna tahun 2001
(dikutip dalam Hidayati et al., 2009) melaporkan bahwa insidensi dermatofitosis di
berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi, dari 2,3% di Yogyakarta
hingga 39,2% di Denpasar.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Pirngadi Medan pada hari Sabtu, 08 November 2014, didapatkan bahwa
jumlah penderita dermatofitosis, baik rawat inap maupun rawat jalan di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013 adalah 38 orang. Berdasarkan hal- hal tersebut di
atas, maka peneliti berkeinginan untuk mengetahui gambaran dermatofitosis di
RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana gambaran dermatofitosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun
2013?”
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
kejadian dermatofitosis yang ada di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada
tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengetahui prevalensi kejadian tinea capitis, tinea corporis,
tinea cruris, dan tinea pedis di RSUD Dr. Pirngadi Medan
pada tahun 2013.
b. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan usia pasien di
RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
c. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan jenis kelamin
pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
d. Mengetahui gambaran lesi dermatofitosis di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013.
e. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan pemeriksaan
KOH di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
f. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan penyakit
penyerta di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
•
Sebagai laporan prevalensi kejadian dermatofitosis yang ada di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
•
Sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai data awal untuk
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kulit beserta derivatnya merupakan struktur organ terluas yang menyumbang
sekitar 15-20% massa tubuh manusia (Ross et al., 2003). Secara mikroskopis, kulit
terdiri atas beberapa jenis jaringan yang berevolusi membentuk struktur fungsional
dan adneksa kulit, seperti folikel rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan
kuku (Marks, 2003; Ross, 2003). Sebagai pelindung utama terhadap lingkungan
eksternal tubuh, kulit berperan besar dalam mencegah masuknya organisme
penyebab infeksi dan bahan toksik ke dalam tubuh. Selain fungsi proteksi, kulit juga
berperan dalam ekskresi, pengaturan suhu tubuh, produksi melanin & keratin,
sintesis vitamin D3, penyimpanan lemak, dan juga sebagai salah satu organ indra
(Martini & Nath, 2012).
Kulit bukanlah organ yang statis dan inert, melainkan dinamis dan sensitif
terhadap perubahan (Naldi, 2003). Ketika terpajan terhadap bahaya dari dunia luar,
kulit akan beradaptasi dan secara bertahap kembali ke keadaan normal. Namun,
terkadang kulit gagal untuk mengatasinya sehingga timbullah kelainan ataupun
penyakit yang bermanifestasi terhadap perubahan kulit itu sendiri (Weller et al.,
2008). Perubahan inilah yang disebut sebagai lesi ataupun erupsi/ kumpulan
beberapa lesi (Gawkrodger, 2003). Lesi tidak hanya timbul oleh karena perubahan
dari dunia luar, tetapi juga oleh perubahan di dalam tubuh, misalnya faktor psikis,
faktor genetik, infeksi, obat-obatan, dan penyakit sistemik (Buxton, 2003; Weller et
al., 2008).
Munculnya lesi sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang.
Konsekuensi kesehatan yang sering terjadi sebagai akibat penyakit pada kulit adalah
ketidaknyamanan dari gejala (gatal, panas, nyeri, dsb.), kehilangan kepercayaan diri,
penarikan diri dari sosial, perasaan stigmata, dan perubahan pola hidup. Naldi (2003)
yang melaporkan penelitian antropologi yang dilakukan oleh Alam dengan
menggunakan pendekatan narasi kualitatif pada tahun 2001, menyatakan citra diri
Universitas Sumatera Utara
yang mengakar pada kebudayaan di hampir semua kelompok sosial, sangat
dipengaruhi oleh penampilan kulit dan struktur yang terkait.
Dalam penelitian prevalensi yang dilakukan oleh Rea, Newhouse, dan Halil
(1976), dilaporkan bahwa 20-30% populasi dunia mengalami penyakit kulit. Studi
epidemiologi menunjukkan bahwa frekuensi penyakit kulit tinggi pada negara-negara
berkembang, salah satunya adalah Indonesia. Penelitian tahun 1999 terhadap 917
populasi usia >12 tahun di tiga desa di Indonesia menunjukkan prevalensi penyakit
kulit sebesar 28,2% (WHO, 2005). Hal ini juga didukung oleh Menkes RI (2010)
yang melaporkan bahwa penyakit kulit menempati urutan ketiga kasus rawat jalan
terbanyak dengan jumlah kunjungan 192.414 dan 122.076 kasus baru (pria: 48.576,
wanita: 73.500).
Studi potong lintang yang dilakukan pada 8.008 populasi di tiga desa di Mesir
sejak Desember 1994 hingga Desember 1996 melaporkan bahwa prevalensi kasus
infeksi sebagai penyebab penyakit kulit adalah sebesar 28,80% (Abdel-Hafez et al.,
2003).
16,17%
dari
8.008
sampel
tersebut
mengalami
infeksi
jamur
(dermatomikosis), dengan prevalensi dermatofitosis seperti tinea pedís 7,95%, tinea
capitis 0,56%, dan tinea corporis 0,36%. Di Indonesia sendiri, sebagai negara tropis,
prevalensi kejadian infeksi tinea (ringworm) dilaporkan cukup tinggi, namun belum
ada studi yang dilakukan secara menyeluruh. Penelitian oleh Adiguna tahun 2001
(dikutip dalam Hidayati et al., 2009) melaporkan bahwa insidensi dermatofitosis di
berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi, dari 2,3% di Yogyakarta
hingga 39,2% di Denpasar.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. Pirngadi Medan pada hari Sabtu, 08 November 2014, didapatkan bahwa
jumlah penderita dermatofitosis, baik rawat inap maupun rawat jalan di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013 adalah 38 orang. Berdasarkan hal- hal tersebut di
atas, maka peneliti berkeinginan untuk mengetahui gambaran dermatofitosis di
RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimana gambaran dermatofitosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun
2013?”
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk melihat gambaran
kejadian dermatofitosis yang ada di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada
tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Mengetahui prevalensi kejadian tinea capitis, tinea corporis,
tinea cruris, dan tinea pedis di RSUD Dr. Pirngadi Medan
pada tahun 2013.
b. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan usia pasien di
RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
c. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan jenis kelamin
pasien di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
d. Mengetahui gambaran lesi dermatofitosis di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013.
e. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan pemeriksaan
KOH di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
f. Mengetahui kejadian dermatofitosis berdasarkan penyakit
penyerta di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya:
•
Sebagai laporan prevalensi kejadian dermatofitosis yang ada di RSUD Dr.
Pirngadi Medan pada tahun 2013.
Universitas Sumatera Utara
•
Sebagai informasi yang dapat digunakan sebagai data awal untuk
penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara