Gambaran Kejadian Acne vulgaris di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

(1)

GAMBARAN KEJADIAN ACNE VULGARIS DI

RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2013

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

VIEN HARDIYANTI

NIM : 110100323

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul :

Gambaran Kejadian Acne vulgaris di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2013

Nama : Vien Hardiyanti NIM : 110100323

Dosen Pembimbing Dosen Penguji I

(dr. Syahril Rahmat Lubis, Sp. KK[K]) (dr. Eka Roina Megawati, M. Kes) NIP: 19501022 198211 1 001 NIP: 197812232003122002

Dosen Penguji II

(dr. Maya Savira, M. Kes) NIP: 197611192003122001 Medan, Januari 2015

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001


(3)

ABSTRAK

Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling sering diderita oleh masyarakat. Prevalensi Acne vulgaris yang terjadi di berbagai negara umumnya terjadi pada remaja dengan persentase lebih dari 80% . Onset umur terjadinya

Acne sering kali terjadi pada saat pubertas, berkisar antara 10 sampai 17 tahun pada perempuan dan 14-19 tahun pada laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, frekuensi, dan distribusi kejadian Acne vulgaris di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013. Dalam penelitian ini, data diambil dari rekam medis penderita Acne vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan dari 1 Januari sampai 31 Desember 2013.Pada penelitian ini, dari 34 penderita Acne vulgaris yang dirawat jalan di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan, terdapat persentase yang sama antara laki-laki (50%) dan perempuan (50%). Penderita terbanyak berada pada kelompok usia 10-19 tahun. Tingkatan Acne vulgaris yang paling banyak adalah yang sedang dengan jumlah 16 orang (47,1%). Persentase penderita Acne vulgaris yang berbesar adalah pada pelajar (52,9%). Ada 55,9% dari semua penderita yang tidak menggunakan kosmetik.Kejadian Acne vulgaris

di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013 terjadi dengan persentase yang sama antara laki-laki dan perempuan, penderita terbanyak pada masa remaja, tingkatan tersering adalah yang sedang, sebagian penderita adalah pelajar dan sebagian besar pula tidak menggunakan kosmetik.


(4)

ABSTRACT

Acne vulgaris remains one of the most common diseases afflicting humanity and it is the most common skin disease treated by physicians. The highest prevalence of acne in most every country in adolescents is about 80%. The onset of acne ussually followed with the puberty, in the average of 10-17 years old in female and 14-19 year old in male. The aim of this study was to determine the characteristic, frequency, and distribution of patients with Acne vulgaris at Dr. Pirngadi Medan General Hospital in the year 2013.The study has been done by descriptive model. The data of patients with Acne vulgaris were obtained from medical report Dematology division in Dr. Pirngadi Medan General Hospital from 1 January to 31 December 2013. In this study, of 34 patients with acne vulgaris were treated in Dermatology Division Dr. Pirngadi General Hospital, there is the same percentage of men (50%) and women (50%) with acne vulgaris. Acne vulgaris were more in 10-19 years old group. The severity of acne vulgaris were more in moderate stage (47.1%). The average patients were student with the percentage of 52.9%. There were 55.9% of all patients who do not use cosmetics.The incident of Acne vulgaris in Dr. Pirngadi Medan General Hospital in the year 2013 occurred with the same percentage in male and female (1:1), most patients are adolescence, the most acne severity is moderate, the majority of patients are students and most of the patients do not use cosmetics.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, Karya Tulis Ilmiah(KTI) dengan judul “Gambaran Kejadian Acne vulgaris di RSUD Pirngadi Medan tahun 2013” dapat saya selesaikan. Karya tulis ilmiah ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Pendidikan Kedokteran S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini dengan segenap ketulusan hati dan rasa hormat saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi bantuan dan bimbingan selama penyelesaian KTI saya ini, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Syahril R. Lubis, Sp. KK (K) selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membantu saya dalam merangka dan menyiapkan penelitian ini dengan baik.

3. dr. Eka Roina Megawati, M. Kes dan dr. Maya Savira, M. Kes selaku dosen penguji saya yang telah memberikan banyak masukan dalam perbaikan proposal penelitian saya sehingga akhirnya saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

4. Ayah saya, Johan dan ibu saya, Lim I Tjoe sebagai orang tua yang telah membesarkan, membimbing, dan mendidik hingga dewasa, dan tidak putus-putusnya memberikan dukungan serta dorongan kepada saya.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang memberikan ilmu pengetahuan kepada saya selama masa pendidikan. 6. Teman seperjuangan saya Shinta Pedia yang telah banyak menolong dan

memberikan dorongan selama penelitian sehingga selesai dengan baik. 7. Serta teman-teman yang senantiasa bersama mulai dari persiapan hingga


(6)

Kepada semua pihak tersebut, penulis ucapkan terima kasih. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu membalas semua kebaikan yang selama ini diberikan kepada saya dan melimpahkan rahmat-Nya.

Akhir kata, saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini. Saya berharap semoga karya tulis ini berguna dalam ilmu Kesehatan Kulit.

Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberkati, Amin.

Medan, Desember 2014 Penulis

Vien Hardiyanti NIM: 110100323


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi... vi

Daftar Gambar ... viii

Daftar Tabel ... ix

Daftar Lampiran ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Definisi Acne vulgaris ... 4

2.2. Epidemiologi Acne ... 4

2.3. Klasifikasi Acne vulgaris ... 5

2.4. Faktor Resiko ... 8

2.5. Patogenesis ... 9

2.5.1. Hiperkornifikasi ... 9

2.5.2. Aktivitas Abnormal Mikroba... 10

2.5.3. Faktor Inflamasi ... 11

2.5.4. Faktor Hormonal... 12

2.6. Gambaran Klinis ... 14

2.7. Penatalaksanaan ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 18

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 18

3.2. Definisi Operasional ... 18

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis Penelitian ... 21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21


(8)

4.3.2. Sampel ... 21

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 21

4.5. Metode Analisis Data ... 22

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.1.2. Karakteristik Individu ... 23

5.1.3. Distribusi Karakteristik sampel dan Analisa Data ... 23

5.2. Pembahasan ... 27

5.2.1. Gambaran Distribusi Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin ... 27

5.2.2. Gambaran Distribusi Acne vulgaris berdasarkan usia ... 28

5.2.3. Gambaran Distribusi Acne vulgaris berdasarkan tingkat keparahan ... 29

5.2.4. Gambaran Distribusi Acne vulgaris berdasarkan pekerjaan ... 29

5.2.5. Gambaran Distribusi Acne vulgaris berdasarkan pemakaian kosmetik... 29

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

6.1. Kesimpulan ... 31

6.2. Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Enam Area Predileksi Acne 7

2.2. Patogenesis Acne vulgaris 9

2.3. Aspek Moderen Patogenesis Acne 11 2.4. Proses Inflamasi pada Fase Awal dan Akhir Acne 12 2.5. Faktor Hormonal terhadap Terjadinya Acne 13

2.6. Jenis-jenis Lesi Acne 14


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tabel Penentuan Tingkat Keparahan Acne 7 5.1 Gambaran distribusi frekuensi penderita Ance vulgaris 24 5.2 Karakteristik Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin 25


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Persetujuan Komisi Etik Tentang Pelaksanaan Penelitian Bidang Kesehatan

Lampiran 3 Surat Izin Studi Pendahuluan Lampiran 4 Surat Izin Studi Penelitian Lampiran 5 Data SPSS


(12)

ii

ABSTRAK

Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling sering diderita oleh masyarakat. Prevalensi Acne vulgaris yang terjadi di berbagai negara umumnya terjadi pada remaja dengan persentase lebih dari 80% . Onset umur terjadinya

Acne sering kali terjadi pada saat pubertas, berkisar antara 10 sampai 17 tahun pada perempuan dan 14-19 tahun pada laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik, frekuensi, dan distribusi kejadian Acne vulgaris di RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2013. Dalam penelitian ini, data diambil dari rekam medis penderita Acne vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan dari 1 Januari sampai 31 Desember 2013.Pada penelitian ini, dari 34 penderita Acne vulgaris yang dirawat jalan di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan, terdapat persentase yang sama antara laki-laki (50%) dan perempuan (50%). Penderita terbanyak berada pada kelompok usia 10-19 tahun. Tingkatan Acne vulgaris yang paling banyak adalah yang sedang dengan jumlah 16 orang (47,1%). Persentase penderita Acne vulgaris yang berbesar adalah pada pelajar (52,9%). Ada 55,9% dari semua penderita yang tidak menggunakan kosmetik.Kejadian Acne vulgaris

di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2013 terjadi dengan persentase yang sama antara laki-laki dan perempuan, penderita terbanyak pada masa remaja, tingkatan tersering adalah yang sedang, sebagian penderita adalah pelajar dan sebagian besar pula tidak menggunakan kosmetik.


(13)

iii

ABSTRACT

Acne vulgaris remains one of the most common diseases afflicting humanity and it is the most common skin disease treated by physicians. The highest prevalence of acne in most every country in adolescents is about 80%. The onset of acne ussually followed with the puberty, in the average of 10-17 years old in female and 14-19 year old in male. The aim of this study was to determine the characteristic, frequency, and distribution of patients with Acne vulgaris at Dr. Pirngadi Medan General Hospital in the year 2013.The study has been done by descriptive model. The data of patients with Acne vulgaris were obtained from medical report Dematology division in Dr. Pirngadi Medan General Hospital from 1 January to 31 December 2013. In this study, of 34 patients with acne vulgaris were treated in Dermatology Division Dr. Pirngadi General Hospital, there is the same percentage of men (50%) and women (50%) with acne vulgaris. Acne vulgaris were more in 10-19 years old group. The severity of acne vulgaris were more in moderate stage (47.1%). The average patients were student with the percentage of 52.9%. There were 55.9% of all patients who do not use cosmetics.The incident of Acne vulgaris in Dr. Pirngadi Medan General Hospital in the year 2013 occurred with the same percentage in male and female (1:1), most patients are adolescence, the most acne severity is moderate, the majority of patients are students and most of the patients do not use cosmetics.


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Acne, atau lebih sering disebut sebagai jerawat, merupakan inflamasi dari pilosebaseus yang menyebabkan munculnya komedo, papulopustul, dan nodul (Jain 2012). Acne vulgaris merupakan masalah yang paling sering terjadi pada kulit dan kejadiannya 85% pada orang muda. Onset umur terjadinya Acne sering kali terjadi pada saat pubertas, berkisar antara 10 sampai 17 tahun pada perempuan dan 14-19 tahun pada laki-laki (Wolff & Johnson 2009).

Sekitar 64% kejadian Acne berlanjut pada umur 20-an dan 30-an.

Acne diturunkan hampir 80% pada keturunan tingkat pertama. Acne terjadi lebih awal dan lebih parah pada orang dengan riwayat keluarga yang positif. Keinginan bunuh diri lebih sering terjadi pada orang-orang dengan tingkat keparahan Acne yang berat dibandingkan dengan Acne ringan. Di Amerika Serikat, biaya Acne adalah lebih dari 3 miliar dolar per tahun dalam hal pengobatan dan hilangnya produktivitas (Bhate & Williams 2013).

Data lain menunjukkan prevalensiAcne bervariasi dari 35 sampai lebih dari 90% dari remaja pada tahap tertentu. Dalam beberapa studi, prevalensi komedo mendekati 100% pada kedua jenis kelamin selama masa remaja. Prevalensi Acne bervariasi antara jenis kelamin dan kelompok usia, muncul lebih awal pada wanita dibandingkan pada laki-laki, yang mungkin menggambarkan onset awal pubertas (Stathakis 1997).

Penelitian di Cina (Shen et al. 2012) menunjukkan, dalam 17.345 penduduk, ditemukan 1.399 memiliki Acne (820 laki-laki, 579 perempuan). Acne tidak ditemukan pada subjek di bawah 10 tahun, dan hanya 1,6% pada kelompok 10 tahun. Prevalensi Acne naik pesat setelah itu. Prevalensi tertinggi ditemukan pada kelompok 19 tahun (46,8%),


(15)

lalumenurun secara bertahap pada kelompok usia 30 tahun (11,7%) dan 40 tahun (2,2%). Acne sangat jarang terjadi pada subjek di atas 50 tahun. Penelitian di Malaysia (Ismail et al. 2012) menunjukkan, prevalensi Acne vulgaris pada remaja sebesar 67,5%. Ada 71,1% laki-laki dan 64,6% merupakan perempuan.

Patofisiologi Acnevulgaris dapat diakibatkan oleh beberapa faktor yang bekerja sinergis ataupun mendominasi. Peningkatan produksi sebum oleh kelenjar sebasea dan deskuamasi abnormal dari folikel rambut terjadi sebagai respon peningkatan level androgen pada masa pubertas (Mancini 2008). Kelebihan produksi sebum menyebabkan hiperplasia kelenjar sebasea yang kemudian memicu hiperkeratinisasi folikel rambut. Jika berkelanjutan maka akan terjadi akumulasi debris dan lipid yang menyebabkan kolonisasi Propionibacterium Acnes. Hal ini kemudian dapat memprovokasi respon imun dan juga inflamasi(Feldman et al. 2004, p. 2123).

Meskipun Acne bukanlah penyakit gawat darurat, tetapi Acne bisa menjadi pertimbangan psikologis. Gejala depresi yang sering muncul pada

Acne(Behnam 2013). Ada 18% remaja merasa malu dan depresi berat akibat Acne. Hal ini bisa disebabkan karena kejadian Acne seringkali berlangsung lama dan meninggalkan skar (Jankovic et al. 2012).

Belum ada penelitian mengenai angka kejadian maupun gambaran

Acne vulgaris di Indonesia, khususnya di Medan. Hal inilah yang mendasari peneliti makin ingin menggali lebih dalam mengenai gambaran kejadian Acne vulgaris di Medan, khususnya di Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi (RSUD Pirngadi) pada tahun 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran kejadian Acne vulgaris di RSU Pirngadi pada tahun 2013?

1.3. Tujuan Penelitian


(16)

Mengetahui karakteristik, frekuensi, dan distribusi kejadian Acne vulgaris

di RSUD Dr. PirngadiMedan pada tahun 2013 1.2.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

a. Mengetahui proporsi Acne vulgaris di RSUD Dr. PirngadiMedan pada tahun 2013

b. Mengetahui gambaran usia penderita Acne vulgaris tahun 2013

c. Mengetahui gambaran jenis kelamin penderita Acne vulgaris tahun 2013

d. Mengetahui tingkat keparahan penderita Acne vulgaris tahun 2013 e. Mengetahui gambaran pekerjaan penderita Acne vulgaris tahun 2013 f. Mengetahui gambaran pemakaian kosmetik terhadap kejadian Acne

vulgaris tahun 2013

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk: 1.4.1. Peneliti

a. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian ilmiah di bidang yang sama

b. Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan pengetahuan tentang Acne vulgaris dalam penelitian selanjutnya

1.4.2. Dinas Kesehatan

Untuk mengetahui gambaran kejadian Acne vulgaris sehingga dapat ikut serta dalam melakukan pencegahan maupun pengobatan terhadap Acne vulgaris

1.4.3. Rumah sakit

Sebagai sumber data bagi RSUD Dr. Pirngadi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada penderita Acne vulgaris, seperti penyediaan fasilitas bagi Acne vulgaris, baik dalam pengembangan alat diagnosis ataupun terapi


(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Acne vulgaris

Acne merupakan inflamasi yang paling sering terjadi pada kelenjar keringkat pilosebaceous yang dikarakteristikkan dengan produksi berlebihan sebum dan keberadaan komedo, papul, pustul, dan kista (Rycroft et al. 2010). Inflamasi kronis Acne vulgaris terpengaruh pada daerah seborrheic, terutama pada dada (15%), wajah (99%), dan punggung (60%). Lesi yang muncul ditandai dengan keberadaan komedo, erupsi papular, erupsi pustular, kista purulen, dan skar(Bergler-Czop et al.2013;Layton 2010).

2.2. EpidemiologiAcne

Acne vulgaris adalah penyakit kulit yang paling sering diderita oleh masyarakat. Prevalensi Acne vulgaris yang terjadi di berbagai negara umumnya terjadi pada remaja dengan persentase lebih dari 80% (Rzany 2006; Bergler-Czop et al.2013; Jankovic 2012). Penelitian yang dilakukan di Jerman (Ghodsi 2009) memperlihatkan secara umum prevalensi Acne

pada murid sekolah menengah atas sebesar 93,3% dengan 94,4% merupakan siswa laki-laki dan 92% pada siswa perempuan. Tingkat keparahan sedang hingga keparahan yang berat ada 14%.

Angka kejadian Acne di India Selatan pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan dengan rasio 1,25:1. Sedikit berbeda dengan prevalensi

Acne di Malaysia yang menunjukkan rasio laki-laki dan perempuan sebesar 1:1,1 (Muthupalaniappen 2014). Sementara kejadian Acne pada usia yang lebih tua justru menunjukkan penderita perempuan lebih tinggi daripada laki-laki (Adityan 2009). Berdasarkan American Academy of Dermatology Classification, ada 25,2% pasien dengan Acne ringan, 50,5% dengan Acne sedang/moderat, dan 24,3% dengan Acne berat(Behnam 2013).


(18)

2.3. KlasifikasiAcne vulgaris

Klasifikasi Acne vulgaris dibagi berdasarkan tingkat keparahannya. Tingkat keparahan ini sendiri ditentukan berdasarkan sistem skor (scoring system) pada tahun 1956, Pillsburry, Shelley, dan Kligman membagi tingkat keparahan Acne berdasarkan (Adityan 2009):

• Grade 1 : Komedo dan kistal kecil pada wajah

• Grade 2 : Komedo dengan pustul dan kista kecil pada wajah

• Grade 3 : Banyak komedo, papul dan pustul inflamatory kecil maupun besar yang ekstensif, tetapi hanya mengenai wajah

• Grade 4 : Komedo yang banyak dan lesi yang dalam bergabung dan membentuk kanal, dan melibatkan wajah serta bagian atas batang tubuh.

Pada tahun 1958, James dan Tisserand dalam tulisannya mengenai terapi Acne, membagi grading Acne lainnya (Adityan 2009) :

• Grade 1: Acne non-inflamasi sederhana – komedo dan sedikit papul • Grade 2 : Komedo, papul, dan sedikit pustul

• Grade 3 : Papul inflamasi besar, pustul, dan sedikit kista; bentuk yang lebih berat melibatkan wajah, leher, dan bagian atas batang tubuh

• Grade 4 : Lebih berat, dengan kista yang mucul secara konfluen (bersamaan)

Tahun 1990, American Academy of Dermatology membuat klasifikasi Acne berdasarkan tingkat keparahannya yaitu, ringan, sedang, dan berat(Feldman 2004).

Acne ringan : Keberadaan sedikit atau beberapa papul dan pustul, tetapi tak ada nodul

Acne sedang : Beberapa hingga banyak papul dan pustul, bersamaan dengan sedikit hingga beberapa nodul

Acne berat : Jumlah papul dan pustul yang sangat banyak sebanyak nodul


(19)

Klasifikasi lain juga diberikan oleh FDA (Food and Drug Administration)(Schmitt et al. 2014) yang membagi Acne dalam beberapa tingkatan, antara lain:

• Grade 0 : Tak ada lesi Acne

• Grade I : Adanya komedo yang jarang dan satu atau lebih papul atau pustul

• Grade II : Beberapa lesi inflamasi, tetapi tak ada nodul

• Grade III : Banyak komedo, beberapa papul dan pustul, dan lebih dari satu nodul kecil

• Grade IV : Banyak papul dan pustul, beberapa nodul

Ada kira-kira 25 skala pengukuran untuk menentukan tingkat keparahan Acne. Hingga tahun 1990, dilakukan konferen konsensus yang diadakan American Academy of Dermatology untuk menentukan baku emas (gold standard) Acne vulgaris yang juga menjadi FDA (Food and Drug Administration) global grade. Tingkatannya berupa:

• O = Normal, kulit bersih tanpa adanya acne vulgaris

• 1 = Kulit hampir bersih: jarang adanya lesi inflamasi yang tampak, dengan atau tanpa papul noninflamasi (papul tampak hiperpigmentasi)

• 2 = Beberapa lesi inflamasi tampak dengan sedikit lesi inflamasi (hanya papul/pustul, tanpa lesi kistik bernodul) = mild severity

• 3 = Lesi predominan noninflamasi, dengan lesi multipel inflamasi: beberapa hingga banyak komedo dan papul/pustul, ada atau dengan satu lesi kistik bernodul = moderate severity

• 4 = Lesi inflamasi tampak jelas: banyak komedo dan papul/pustul, dengan atau tanpa sedikit lesi kistik bernodul = severe

• 5 = Lesi predominan inflamasi yang berat: jumlah komedo yang bervariasi, banyak lesi kistik bernodul, papul/pustul

Metode penentuan tingkat keparahan Acne kembali dibuat pada tahun 1997, yaitu Global Acne Grading System (GAGS). Dalam sistem ini


(20)

dibagi lokasi Acne pada wajah, dada, dan punggung menjadi enam bagian (Gambar 2.1)(Doshi et al. 1997).

GAGS bertahan hingga sekarang dan banyak negara menganut sistem ini. Namun beberapa negara kemudian mengeluarkan metodenya sendiri-sendiri.

Gambar 2.1. Enam Area Predileksi Acne

Tabel 2.1. Penentuan Tingkat Keparahan Acne

Lokasi Faktor

(F)

Keparahan

(S) Lesi

Skor (FxS)

Dahi 2 0 Nol

Pipi Kanan 2 1 Komedo

Pipi Kiri 2 2 Papul

Hidung 1 3 Pustul

Dagu 1 4 Nodul

Dada dan punggung atas

3

Skor total

Ringan(1-18), Sedang (19-30), Berat (31-38), Sangat berat (>39)

Tiap negara menganut cara yang berbeda-beda. Seperti Hongkong, India, Saudi Arabia, Malaysia, dan Turki menganut GAGS. Sementara Jepang menganut sistem Hayashi. Korea menganut Korean Acne Grading System. Inggris menganut Leeds Grading System. Amerika Serikat menganut Investigator’s Global Assessment.

Dapat disimpulkan, dari tahun 1956 hingga tahun 1979 metode yang digunakan adalah dengan menghitung lesi. Tahun 1979 hingga 1985


(21)

penentuan Acne dilakukan secara fotografik. Pada tahun 1996 hingga tahun 1997 metode penentuan Acne kembali dilakukan dengan menghitung lesi (GAGS)(Ramli 2012).

Di Indonesia dipakai klasifikasi yang diterapkan di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (Wasitaatmadja 2009), gradasi Acne vulgaris sebagai berikut :

1. Ringan, bila :

- beberapa lesi noninflamasi pada 1 predileksi

- sedikit lesi noninflamasi pada beberapa tempat predileksi - sedikit lesi inflamasi pada 1 predileksi

2. Sedang, bila :

- banyak lesi noninflamasi pada 1 predileksi

- beberapa lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi - beberapa lesi inflamasi pada 1 predileksi

- sedikit lesi inflamasi pada lebih dari 1 predileksi 3. Berat, bila :

- banyak lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi - banyak lesi inflamasi pada 1 atau lebih predileksi Keterangan:

- sedikit<5, beberapa 5-10, banyak>10

- Noninflamasi : komedo putih, komedo hitam, papul - Inflamasi : pustul, nodus, kista

2.4. Faktor Resiko

Acne vulgaris merupakan kondisi yang umum terjadi pada remaja yang dapat mengakibatkan stres psikologis seperti cemas ataupun depresi. Faktor resiko yang signifikan terhadap terjadinya Acne vulgaris dapat berupa usia, jenis kelamin, diet, tipe kulit (berminyak, campuran, netral dalam perbandingan dengan kulit kering), dan kurangnya tidur (Wu et al. 2007).


(22)

Faktor hormonal juga dapat memperburuk kejadian Acne, terlebih pada perubahan hormonal pada remaja, perempuan atau wanita 7 hari sebelum menstruasi, wanita hamil, penggunaan obat kortikosteroid, androgen ataupun litium(Mayo Clinic 2011).

2.5. Patogenesis

Beberapa tulisan menjelaskan ada beberapa faktor utama penyebab terjadinya Acne vulgaris (Jain 2012; Rycroft et al. 2010; Jacyk 2003; Wolff & Johnson 2009; Titus 2012; Feldman 2004) antara lain, hiperkornifikasi duktus, peningkatan produksi sebum di bawah kontrol androgen, aktivitas abnormal mikrobia yang terjadi di duktus pilosebaseus (kolonisasi Propionibacterium acnes) dan faktor inflamasi.

Gambar 2.2. Patogenensis Acne vulgaris

2.5.1. Hiperkornifikasi

Hiperkornifikasi merupakan tanda awal terjadinya Acne dan biasanya dilanjutkan dengan inflamasi. Hal ini berkaitan dengan Mikrokomedo

•Hiperkeratotik infundibulum •Korneosit kohesif •Sekresi sebum

Komedo •Akumulasi

simpanan corneosit dan sebum •Dilatasi ostium

folikular

Papul/pustul inflamasi •Ekspansi lebih

dalam unit folikular •Proliferasi

Propionibacterium acnes inflamasi perifolikular

Nodul

•Ruptur dinding folikular •Tanda inflamasi

perifolikular •skar


(23)

hiperproliferasi duktal. Banyak faktor yang mengontrol hal ini seperti androden, retinoid, komposisi sebum, dan sitokin. Siklus normal pembentukan folikel dan komedo berkaitan dengan terjadinya penyakit ini (Cunliffle 2003).

Acne merupakan perubahan pola keratinisasi pada kelenjar pilosebaseus. Peningkatan material keratin ini makin memadat dan memblok sekresi sebum. Keratin yang menyumbat inilah disebut sebagai komedo (Gambar 2.2)(Wolff & Johnson 2009).Diferensiasi folikular yang abnormal dan peningkatan kornifikasi memicu aktivitas kelenjar sebaseus dan hiperseborea, hiperkolonisasi bakterial, yang memicu inflamasi, dan reaksi imunologis (Zouboulis et al. 2005).

2.5.2. Aktivitas Abnormal Mikroba

Keratinosit dapat menjadi respon imun kulit. Regulasi ini merupakan mekanisme pertahanan yang bertujuan memproteksi kulit yang normal dengan keberadaan mikroorganisme-mikroorganisme seperti,

Propionibacterium acnes (P. acnes), Staphylococcus epidermidis, dan

Malessezia furfur. Kebanyakan flora normal ini tak menyebabkan penyakit secara klinis (Nagy 2005).

P. acnes merupakan bakteri gram + (positif) berbentuk batang, dan anaerobik. Bakteri ini merupakan flora normal yang hidup di folikel kulit. Jumlahnya tinggi pada penderita Acne (Jain 2012).

Diketahui adanya induksi dari selective human β-Defensin-2 dan Interleukin-8 yang diekspresikan oleh keratinosit melalui Toll-like

receptoryang juga memicu kejadian Acne vulgaris (Nagy et al.

2005).TLR2 diekspresikan pada lapisan basal dan infundibular keratinosit (Selway 2013). Reseptor TLR2 distimulasi sehingga konsentrasi interleukin 8 dan 12 (IL-8 dan IL-12) meningkat(Bergler-Czop &Brzezińska-Wcisło 2014). Aktivasi TLR dan sekresi interleukin dari keratinosit dapat menginisasi kejadian pembentukkan komedo (Selway 2013).


(24)

P. acnes berkontribusi dalam memicu inflamasi pada Acne dengan pelepasan enzim-enzim yang menyebabkan rupturnya dinding folikel dan rusaknya jaringan oleh lipase, protease, dan hyaluronidas. Protease yang dihasilkan akan mengaktifkan protease-activated receptor (PARs). PAR-2 secara berlimpah dihasilkan oleh keratinosit yang meregulasi permeabilitas homeostasis barier, inflamasi, pigmentasi, dan penyembuhan luka dengan respon endogen dan eksogen yang bervariasi. PAR-2 juga dapat diaktifkan oleh organisme patogen yang memiliki aktivitas protease seperti, kutu rumah, kecoa, bakteri, ataupun parasit (Lee et al. 2010).

Androgen, peroxisome proliferator activating receptor (PPAR) ligands, regulator neruropeptida dengan aktivitas hormonal dan non hormonal, dan juga faktor lingkungan menginduksi hiperseborea, hiperproliferasi epitel di duktus seboglandularis, dan akro-infundibulum, serta ekpresi kemokin/sitokin proinflamasi dengan komedo dan lesi Acne

inflamasi (Gambar 2.3) (Zouboulis CC et al. 2005).

Gambar 2.3. Aspek Moderen Patogenesis Acne


(25)

Inflamasi pada Acne vulgaris terjadi pada lesi fase awal maupun pada fase akhir yang bermanifestasi pada munculnya papul dan pustul. Bukti adanya perkembangan lesi Acne pada fase awal inflamasi terjadi dengan peningkatan ekspresi mediator proinflamasi, seperti E-selectin, Vascular adhesion molecule-1, interleukin-1, integrin. Tanda inflamasi juga memicu pelepasaan peptidase pada sebosit dan keratinosit. Selain itu inflamasi juga meningkatkan pengeluaran neuropeptida ( Corticotropin-releasing hormone, Melancortin-1 receptor, substance P) dan Toll-like receptor (yang diaktivasi oleh P. acnes). Perubahan biosintesis lipid pada inflamasi berhubungan dengan lipid sebaseus yang dipicu oleh lipid peroksida (Tanghetti 2013). Peningkatan sebum asam lemak bebas juga akan memicu sistem imun melalui ekspresi β-defensin-2 yang merupakan AMP (antimicrobial peptide) yang predominannya berada di kulit (Nakatsuji et al. 2010) (Gambar 2.4).

Gambar 2.4. Proses Inflamasi pada Fase Awal dan Akhir Acne

2.5.4. Faktor Hormonal

Acne mulai berkembang pada saat adrenarche, ketika kelenjar adrenal mulai memproduksi dehydroepiandrosterone sulfate, yang merupakan prekursor testoster. Kondisi di mana jumlah androgen yang berlebihan atau hyperandrogenism berkaitan dengan produksi sebum dan perkembangan keparahan Acne (Zouboulis et al. 2005).


(26)

Androgen dan reseptor androgen (RA) dapat memicu beberapa penyakit kulit, seperti alopesia dan Acne vulgaris. Kelenjar sebaseus kebanyakan mengandung enzim steroidogenik yang berguna sebagai konverter DHEA/DHEAS (DHEA sulfat) menjadi testosteron dan DHT (Lai et al. 2012).

Gambar 2.5. Faktor Hormonal terhadap Terjadinya Acne

Mekanisme androgen/RA dalam meregulasi aktivitas sebosit terhadap Acne vulgaris masih belum jelas, tetapi ada kemungkinan androgen dapat menyebabkan hal tersebut. RA dapat meningkatkan aktivitas fibroblast growth factor receptor 2 (FGFR2) yang memicu perkembangan kelenjar sebaseus. RA juga diduga dapat memicu terjadinya lipogenesis pada sebosit melalui peningkatan ekspresi sterol regulatory element bindung proteins (SREBPs). Androgen juga berpengaruh terhadap aktivitas insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang meregulasi perkembangan Acne. Androgen/AR diduga juga memicu terjadinya respon inflamasi makrofag dan neutrofil (Lai et al. 2012).

Sementara estrogen memiliki efek inhibisi terhadap produksi androgen dan secara tak langsung mengurangi sekresi sebum (Webster et


(27)

al. 2009; Zouboulis et al. 2011). Hal inilah yang mungkin menyebabkan kejadian Acne pada perempuan lebih rendah daripada laki-laki.

2.6. Gambaran Klinis

Gambaran Acne dapat berupa kulit yang berminyak, lesi noninflamasi (komedo blackheads maupun whiteheads), lesi inflamasi (papul, pustul, dan nodul), skar, dan pigmentasi (Cunliffle et. al 2014). Gambaran lesi pada Acne juga dapat menjadi dasar dalam diagnosa Acne

(Feldman et al. 2004).

Gambar 2.6. Jenis-jenis Lesi pada Acne

Acne ringan (panah biru), pustul (panah

hitam), dan lesi noneksoriasi (panah hijau)

Acne dengan komedo terbuka

(blackheads)

Acne dengan komedo tertutup

(whiteheads)


(28)

Acne moderat inflamasi dengan papul dan pustul

Acne moderat inflamasi pada dagu

Acne berat Hiperpigmentasi akibat Acne

Acne moderat Acne berat inflamasi dengan banyak


(29)

2.7. Penatalaksanaan

Acne vulgaris merupakan penyakit multifaktorial yang memberi efek signifikan pada masyarakat. Modifikasi gaya hidup, termasuk konseling diet, memiliki hubungan dengan perkembangan Acne. Kombinasi terapi topikal biasanya diperlukan pada pasien yang memiliki inflamasi campuran dan Acne komedo, sementara medikasi oral biasanya pada kasus yang lebih berat dan luas seperti pada dada ataupun punggung (Bowe & Kober 2014).

Ada beberapa terapi yang bisa digunakan untuk mengatasi Acne

(Vyas et al. 2014):

a. Terapi topikal: terdiri dari antibiotik, retinoid, dan kombinasinya. Terapi topikal secara konvensional dapat berupa lotion yang mengandung benzoyl peroxide, clindamycin, tretinoin, erythromycin, glycolic acid, dan tertinoin. Terapi topikal juga dapat berupa krim, seperti Adapalene, tazarotene, azelaic acid, tea oil,dan clindamycin. Bentuk sediaan lainnya dapat berupa gel, seperti salicylic acid, erythromycin, benzoyl peroxide, adapalene,

dan dapsone. Sediaan emollient sebagai terapi topikal contohnya,

sodium sufacetamide-sulfur.

b. Terapi sistemik : termasuk antibiotik oral, retinoids, terapi hormonal. Terapi sistemik diindikasikan untuk penanganan Acne

dengan tingkat keparahan sedang/moderat dan berat. Terapi


(30)

sistemik juga dipakai untuk Acne yang resisten dengan penanganan topikal ataupun Acne yang sudah menyelimuti sebagian besar permukaan tubuh. Terapi sistemik dapat berupa antibiotik oral

tetracyclines (doxycycline, minocycline, lymecycline) dan

macrolides (erithromycin dan azithromycin). Sementara untuk terapi hormonal dapat berupa spironolactone, prednisone, dexamathasone, cyproterone acetat/ethinyl estradiol(oral contraceptives), levonorgestrel/ethinyl estradiol.

c. Terapi lainnya : di luar dua kategori di atas, seperti pembentukan permukaan baru (resurfacing), pengelupasan (dermabrasion chemical peels), xenografts, heterograft, autograft, dan transplantasi lemak.

Dalam penelitian yang sama juga disampaikan mengenai pengobatan berbasis pembawa (Carrier-based drug) sebagai pengobatan baru pada Acne. Pengobatan ini melibatkan liposome, niosome, liposphere, microsponge, microemulsion, microsphere, solid lipid nanopraticles, hydrogel,dan aerosol foams.


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

• Penderita Acne vulgaris adalah pasien yang dinyatakan menderita

Acne vulgaris berdasarkan hasil diagnosis dokter dan tercatat dalam rekam medis. Cara pengukuran dengan observasi. Alat ukur adalah rekam medis. Skala ukur nominal.

• Jenis kelamin adalah perbandingan laki-laki dan perempuan yang menderita Acne vulgaris sesuai yang tercatat dalam rekam medis. Cara

Gambaran

Acne vulgaris

di RSUD Dr.

Pirngadi

Medan tahun

2013

Jenis kelamin

Usia

Pekerjaan Tingkat

keparahan Pemakaian


(32)

pengukuran adalah dengan cara observasi. Alat ukur adalah rekam medis. Hasil ukur adalah:

a. Laki-laki b. Perempuan Skala : Nominal

• Usia adalah lamanya hidup penderita Acne vulgaris yang dihitung berdasarkan tahun sejak pasien lahir, sesuai dengan yang tercatat dalam rekam medis. Cara ukur adalah dengan cara observasi. Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis. Hasil ukur adalah:

a. <10 tahun b. 10-19 tahun c. 20-29 tahun d. 30-40 tahun e. >40 tahun Skala : Ordinal

• Tingkat keparahan Acne adalah gambaran klinis yang muncul pada kulit yang dapat ditentukan melalui gradasi Acne yang digunakan di Indonesia dalam buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin tahun 2009. Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis, dengan tingkat keparahan diperoleh sebagai berikut :

a. Acne tingkat ringan b. Acne tingkat sedang c. Acne tingkat berat Skala : ordinal

• Pekerjaan adalah profesi yang digeluti penderita Acne vulgaris sehari-hari. Cara ukur dengan observasi. Alat ukur dengan rekam medis. Hasil ukur adalah sebagai berikut :

a. Pelajar (Siswa/mahasiswa) b. Pegawai Negeri Sipil (PNS) c. Karyawan Swasta


(33)

Skala : nominal

• Pemakaian kosmetik adalah bahan atau sediaan yang digunakan penderita Acne vulgaris pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik (Menkes RI 2010). Namun, dalam penelitian ini, peneliti mengeksklusikan pembersihan wajah dengan air (wash) sebagai kosmetik. Alat ukur yang digunakan adalah rekam medis, dengan hasil ukur sebagai berikut:

a. Ya, memakai kosmetik

b. Tidak, tidak memakai kosmetik jenis apapun. Skala : Nominal


(34)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk melihat gambaran kejadian

Acne vulgaris di RSUD Dr. PirngadiMedan pada tahun 2013.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitan dilakukan dengan mengambil data rekam medis SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penelitian dimulai dari bulan September-Oktober 2014.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang menderita Acne vulgaris

yang datang ke RSUD Dr. Pirngadi Medan dari 1 Januari hingga 31 Desember 2013.

4.3.2. Sampel

Besar sampel diperoleh dengan metode total sampling, yaitu dengan mengambil secara keseluruhan anggota populasi sebagai responden/sampel. Dalam penelitian ini keseluruhan dari populasi penelitian merupakan sampel karena perlu didapat jumlah secara keseluruhan penderita Acne vulgaris.

a. Kriteria inklusi adalah seluruh penderita Acne vulgaris berdasarkan rekam medis.

b. Kriteria ekslusi adalah seluruh status rekam medis yang tidak lengkap.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, data diambil dari rekam medis penderita Acne vulgaris di SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi


(35)

Medan dari 1 Januari sampai 31 Desember 2013. Kartu status penderita

Acne vulgaris yang pilih sebagai sampel, dikumpulkan dan ditabulasi sesuai variabel.

4.5. Metode Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel distribusi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik dengan program komputer SPSS versi 17.0.


(36)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Kota Medan merupakan rumah sakit pendidikan yang berlokasi di pusat kota Medan. Pada tanggal 10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi menjadi Rumah Sakit tempat Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007.

5.1.2. Karakteristik Individu

Sepanjang 2013, dari 1 Januari sampai 31 Desember, didapatkan sebanyak 54 penderita Acne vulgaris yang telah didiagnosis di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Namun, yang memiliki kelengkapan data yang sesuai dengan kriteria inklusi dalam penelitian ini ada 34 orang.

5.1.3. Distribusi Karakteristik Sampel dan Analisa Data

Dari keseluruhan sampel yang ada, diperoleh distribusi penderita

Acne vulgaris atas beberapa variabel antara lain, usia, jenis kelamin, tingkat keparahan, pekerjaan, dan pemakaian kosmetik.


(37)

Tabel 5.1 Gambaran distribusi frekuensi penderita Acne vulgaris

Variabel n=34

Jenis Kelamin (n,%)

Laki-laki 17 (50)

Perempuan 17 (50)

Usia (n,%)

<10 tahun 0 (0)

10-19 tahun 16 (47,1)

20-29 tahun 13 (38,2)

30-40 tahun 3 (8,8)

>40 tahun 2 (5,9)

Tingkat Keparahan (n,%)*

Ringan 5 (14,7)

Sedang 16 (47,1)

Berat 13 (38,2)

Pekerjaan (n,%)

Pelajar 18 (52,9)

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2 (5,9)

Pegawai Swasta 9 (26,5)

Ibu Rumah Tangga 5 (14,7)

Pemakaian Kosmetik (n,%)

Memakai kosmetik 15 (44,1)

Tidak memakai kosmetik 19 (55,9)

* Tingkat keparahan: Ringan (beberapa lesi noninflamasi/sedikit lesi inflamasi pada 1 predileksi/sedikit lesi noninflamasi pada beberapa tempat predileksi); Sedang (banyak lesi noninflamasi/sedikit lesi inflamasi/beberapa lesi inflamasi pada 1 predileksi/beberapa lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi); Berat (banyak lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi/banyak lesi inflamasi pada 1 atau lebih predileksi). Sedikit<5, beberapa 5-10, banyak>10; Noninflamasi : komedo putih, komedo hitam, papul; Inflamasi : pustul, nodus, kista.


(38)

Dari 34 penderita yang didiagnosa Acne vulgaris, perbandingan yang sama ditemukan antara jenis kelamin laki dan perempuan (50% laki-laki dan 50% perempuan). Hal ini memberikan perbedaan yang sedikit berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menjelaskan proporsi penderita Acne yang cenderung lebih tinggi pada laki-laki (tabel 5.1).

Perbedaan proporsi penderita Acne vulgaris ditemukan pada variabel usia. Penderita Acne terbanyak berada pada usia 10-19 tahun. Proporsi penderita Acne terbanyak kedua berada pada usia 20-29 tahun. Hal yang sama juga dipaparkan pada penelitian lainnya (Rzany 2006; Bergler-Czop et al.2013; Jankovic 2012; Ghodsi 2009). Usia dalam rentang tersebut adalah usia remaja yang memiliki persentasi 80-90% menderita Acne vulgaris.

Hal yang bervariasi juga ditemukan dalam hal tingkat keparahan. Penderita Acne vulgaris yang datang ke RSUD dr. Pirngadi yang dilakukan rawat jalan ada 47,1% yang berada pada tingkat keparahan sedang.

Gambaran pekerjaan yang ditemukan pada penderita Acne vulgaris

sebagian besar adalah kelompok pelajar dengan presentase 52,9%. Dalam hal penggunaan kosmetik, sebagian sampel merupakan penderita Acne

yang tidak menggunakan kosmetik. Kosmetik dalam penelitian ini mengeksklusikan pembersihan wajah dengan menggunakan air (wash) dalam kriteria kosmetik.


(39)

Tabel 5.2 Karakteristik Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin

Karakteristik

Jenis kelamin

Laki-laki (n,%) Perempuan

(n,%) Usia

<10 tahun 0 (0) 0 (0)

10-19 tahun 10 (29,4) 6 (17,6)

20-29 tahun 4 (11,7) 9 (26,4)

30-39 tahun 1 (2,9) 2 (5,8)

>40 tahun 2 (5,8) 0 (0)

Tingkat keparahan

Ringan 3 (8,8) 2 (5,8)

Sedang 10 (29,4) 6 (17,6)

Berat 4 (11,7) 9 (26,4)

Pekerjaan

Pelajar 11 (32,2) 7 (20,5)

PNS 1 (2,9) 1 (2,9)

Pegawai Swasta 5 (14,7) 4 (11,7)

Ibu Rumah Tangga 0 (0) 5 (14,7)

Pemakaian Kosmetik

Memakai Kosmetik 0 (0) 15 (44,1)

Tidak Memakai Kosmetik 17 (50) 2 (5,8) * Tingkat keparahan: Ringan (beberapa lesi noninflamasi/sedikit lesi inflamasi pada 1 predileksi/sedikit lesi noninflamasi pada beberapa tempat predileksi); Sedang (banyak lesi noninflamasi/sedikit lesi inflamasi/beberapa lesi inflamasi pada 1 predileksi/beberapa lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi); Berat (banyak lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi/banyak lesi inflamasi pada 1 atau lebih predileksi). Sedikit<5, beberapa 5-10, banyak>10; Noninflamasi : komedo putih, komedo hitam, papul; Inflamasi : pustul, nodus, kista.


(40)

Pada gambaran karakteristik Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin (Tabel 5.2) memperlihatkan proporsi pasien Acne dengan jenis kelamin laki-laki terbesar pada usia 10-19 tahun. Sementara pada perempuan, proporsi usia pasien Acne berada pada usia 20-29 tahun. Gambaran tingkat keparahan penderita Acne pada laki-laki juga berbeda dengan pada perempuan. Pada laki-laki ada 29,4% penderita Acne tingkat sedang sementara pada perempuan 26,4% merupakan tingkat berat. Proporsi laki-laki dengan jenis pekerjaan pelajar merupakan yang terbanyak (32,2%). Proporsi yang mirip juga ditemukan pada perempuan (20,5%%). Pemakaian kosmetik paling banyak dilakukan perempuan dengan persentase 44,1%. Angka yang berlawanan ditemukan pada laki-laki dengan persentase 50% tanpa kosmetik.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran distribusi penderita Acne vulgaris berdasarkan jenis kelamin

Gambaran penderita Acne vulgaris dilihat dari jenis kelamin menunjukkan perbandingan yang sama. Hal ini sedikit berbeda dalam penelitian-penelitian lainnya. Seperti penelitian yang dilakukan di India Selatan(Adityan 2009) yang memperlihatkan rasio laki-laki dan perempuan penderita Acne sebesar 1,25:1. Hal yang serupa juga tampak dari prevalensi penderita Acne pada remaja di berbagai negara (Ghodsi 2009) yang menunjukkan persentasi penderita Acne vulgaris lebih tinggi pada laki-laki (94,4%) daripada perempuan (92%). Ada beberapa hal yang bisa menjadi faktor perbedaan ini salah satunya adalah gaya hidup/diet (Ghodsi 2009). Jenis makanan yang beredar di berbagai negara memberi dampak yang juga berbeda terhadap hasil maupun kejadian Acne dalam satu penelitian dengan penelitian lainnya. Selain itu, faktor hormonal juga dapat menjadi pertimbangan untuk terjadinya Acne pada perempuan ataupun pada laki-laki. Perempuan pada usia sekitar 20-30an terjadi


(41)

fluktuasi hormonal yang terkait dengan peningkatan androgen pada siklus menstruasi (Geller 2014). Sementara pada laki-laki, hormon androgen menjadi faktor yang meningkatkan kejadian Acne vulgaris (Lai 2012).

5.2.2. Gambaran distribusi penderita Acne vulgaris berdasarkan usia

Kejadian Acne tertinggi berada antara usia 10 hingga 19 tahun (47,1%). Sementara tidak ditemukan kejadian Acne vulgaris pada usia di bawah 10 tahun. Pada laki-laki kejadian Acne tertinggi pada usia 20-29 tahun. Sementara pada perempuan 10-19 tahun. Hal ini berkaitan erat dengan proses pubertas yang tengah dialami baik bagi laki-laki maupun perempuan. Namun hasil ini agak berbeda dari beberapa penelitian lain yang lebih menunjukkan prevalensi kejadian Acne vulgaris yang lebih dari 90% pada murid sekolah menengah atas (Ghodsi 2009). Ini dapat disebabkan karena penelitian ini mengambil keseluruhan sampel sementara penelitian sebelumnya (Ghodsi 2009) mengambil sampel murid sekolah menengah atas sebagai sampel.

Penelitian yang lain menunjukkan, dari 105 orang penderita Acne

yang berusia 12-50 tahun, persentase tertinggi berada pada usia 12-18 tahun (53%). Hal ini didukung oleh adanya kejadian menstruasi sebagai faktor pendukung (Geller 2014).

5.2.3. Gambaran distribusi penderita Acne vulgaris berdasarkan tingkat keparahan

Distribusi terbesar derajat keparahan Acne vulgaris adalah tingkat sedang. Di mana keparahannya dapat berupa banyaknya lesi noninflamasi/sedikit lesi inflamasi/beberapa lesi inflamasi pada 1 predileksi/beberapa lesi noninflamasi pada lebih dari 1 predileksi. Hal ini sesuai dengan American of Dermatology Classification, yang juga menunjukkan kejadian Acne tingkat sedang/moderat sebagai yang terbanyak (Behnam 2013). Hal yang serupa juga ditunjukkan dalam


(42)

penelitian lainnya di mana tingkatan sedang/moderat merupakan tingkatan tertinggi pada penderita Acne (Ismail 2012).

Kejadian Acne tingkat ringan memiliki persentase sedikit pada penelitian ini. Hal ini bisa disebabkan beberapa faktor salah satunya keengganan untuk berkonsultasi ke dokter kulit pada tingkatan yang masih ringan atau dengan gejala yang belum terlalu mempengaruhi psikososial. Selain itu, tingkat yang lebih berat (sedang-berat) cenderung merupakan faktor komorbid dari adanya masalah psikis seperti depresi, kecemasan, dan insomnia (Silverberg 2014).

5.2.4. Gambaran distribusi penderita Acne vulgaris berdasarkan pekerjaan

Dari tabel yang terlihat (Tabel 5.6) telah digambarkan distribusi kejadian Acne vulgaris yang sebagian besar adalah pelajar. Persentase kejadian Acne pada pelajar sebesar 52,9%. Lebih dari separuh kejadian ini terjadi pada pelajar sekolah menengah atas. Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan kejadian Acne

tersering yaitu pada masa remaja atau masa sekolah dalam hal ini pelajar. Selain itu, penelitian sebelumnya juga memaparkan tentang kejadian Acne vulgaris yang terjadi pada murid SMA dengan persentase keseluruhan 93,3% (Ghodsi 2009). Usia pelajar menjadi pertimbangan dalam keterkaitan kejadian Acne pada pelajar di mana pada usia 10-19 tahun merupakan kejadian Acne terbanyak. Selain masalah hormonal, tingkat depresi pada murid sekolah juga memiliki korelasi yang mempengaruhi kejadian Acne vulgaris (Arslan 2009).

5.2.5. Gambaran distribusi penderita Acne vulgaris berdasarkan pemakaian kosmetik

Gambaran pemakaian kosmetik pada pasien Acne vulgaris pada tabel di atas sebesar 44,1%, sementara ada 55,9% pasien tidak menggunakan kosmetik. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang juga menunjukkan bahwa kosmetik tidak berpengaruh pada kejadian Acne


(43)

vulgaris, khususnya pada post-adolescent. Pemakaian kosmetik justru memiliki hubungan terbalik dengan kejadian Acne, di mana disebutkan bahwa kejadian akne justru tinggi pada orang yang tidak menggunakan kosmetik dan rendah pada orang yang memakai kosmetik. Hal yang memungkinkan kejadian ini dapat juga diakibatkan oleh adanya keengganan orang untuk menggunakan kosmetik karena merasa kosmetik dapat menimbulkan Acne, atau bahan yang terkandung dalam kosmetik itu sendiri memberi efek anti Acne. (Singh 2013).

5.3. Keterbatasan Penelitian

Pada waktu penelitian ini dilakukan, ditemukan beberapa halangan dan batasan untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Misalnya, catatan di rekam medis baik dari aspek penegakkan diagnosis yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta rejimen terapi atau tatalaksana yang dilakukan kurang jelas dan tidak mencukupi. Selain itu, penegakkan diagnosis Acne vulgaris menjadi lebih sulit apabila data yang tersedia terbatas atau tidak lengkap. Gambaran dan kronologis klinis dari pasien Acne merupakan prediktor penting dalam menentukan tingkat keparahan ataupun pengobatan sehingga bila hal ini tidak diperhatikan dengan seksama maka pelaporan dan hasil yang didapat menjadi kurang akurat.


(44)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian pada penderita Acne

vulgaris pada mulai Januari 2013-Desember 2013 dapat diambil

kesimpulan seperti berikut :

1. Didapatkan 34 penderita Acne vulgaris yang memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian.

2. Distribusi frekuensi penderita Acne vulgarismenurut jenis kelamin didapatkan persentase laki-laki dan perempuan yang sama yaitu 17 orang (1:1).

3. Distribusi frekuensi penderita Acne vulgaris menurut kelompok usia yang tertinggi terdapat pada kelompok usia 10-19 tahun (47,1%). Kelompok usia terendah berada usia 40 tahun (5,9%).

4. Distribusi frekuensi penderita Acne vulgaris berdasarkan tingkat keparahan yang tertinggi berada pada tingkat keparahan sedang (47,1%). Sementara tingkat keparahan terendah berada pada tingkat keparahan ringan (14,7%).

5. Distribusi frekuensi penderita Acne vulgaris berdasarkan pekerjaan yang tertinggi berada pada pelajar dengan jumlah sebanyak 18 orang (52,9%). Sementara Pegawai Negeri Sipil menempati jumlah terendah dengan jumlah 2 orang (5,9%).

6. Distribusi frekuensi penderita Acne vulgaris berdasarkan penggunaan kosmetik yang tertinggi adalah pasien yang tidak memakai kosmetik dengan jumlah 19 orang (55,9%) dan yang terendah adalah 15 orang (44,1%).


(45)

6.2 Saran

1. Data rekam medis perlu dilengkapkan dan dirapikan sehingga informasi yang ingin digali dapat dibaca dengan lebih mudah dan sempurna, misalnya yang berhubungan dengan penegakkan diagnosis dan pengobatan pada Acne vulgaris

2. Pembuatan standar isian rekam medis yang baku perlu digalakkan demi pencatatan yang lebih akurat dan lengkap

3. Promosi kesehatan kepada masyarakat awam dan tenaga medis mengenai gejala klinis Acne vulgaris diharapkan lebih ditingkatkan sehingga pengobatan dapat dituntaskan dengan cepat

4. Peneltitian lanjutan yang berkaitan dengan kejadian Acne vulgaris, baik hubungannya dengan jenis kelamin, usia, ataupun pemakaian kosmetik harus dilakukan supaya pencegahan dan penanganan terhadap penyakit ini lebih baik sehingga kemajuan dalam tindakan kosmetik dapat dikembangkan lebih maju lagi


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Acne Global Severity Scale 1990, viewed 7 April 2014,

Arslan, G, Ayranci, U, Unsal, A, & Arslantas, D, 2009, ‘Prevalence of depression, its correlates amoing students, and its effect on health-related quality of life in a Turkish university’, Upsala J of Med Sci, vol. 114, pp.170-7.

Behnam, B, Taheri, R, Ghorbani, R, & Allameh, P, 2013, ‘Psycological Impairments in the Patients with Acne’, Indian J Dermatol, vol. 58, no. 1, pp. 26-29.

Bergler-Czop, B & Brzezińska-Wcisło, L 2013, ‘Dermatological problems of the puberty’, Postep Derm Alergol, vol. 30, no.3, pp. 178-187.

Bergler-Czop, B&Brzezińska-Wcisło, L 2014, ‘Pro-inflamatory cytokines in patients with various kinds of acne treated with isotretinoin’, Postep Derm Alergol, vol. 31, no.1, pp. 21-28.

Bhate, K & Williams, HC 2013, ‘Epidemiology of acne vulgaris’, Br J Dermatol, vol. 168, no. 3, pp. 474-85.

Bowe, W & Kober, M 2014. ‘Therapeutic update: acne’, J Drugs Dermatol, vol. 13, no. 3, pp. 235-8.

Cunliffe, B, Layton, A, Seukeran, D, & Poyner, T 2014, Acne vulgaris, Primary Care Dermatology Society, viewed 8 April 2014,

Cunliffle, WJ, Hollan, DB, Clark, SM, & Stables, GI 2003, ‘Comedogenesisi: some aetiological, clinical and therapeutic strategies’, Dermatology, vol. 206, no. 1, pp. 11-6.

Doshi A, Zaheer A, Stiller MJ 1997. ‘A comparison of current acne grading systems and proposal of a novel system’, Int J Dermatol,vol. 36, pp. 416– 418.


(47)

Feldman, S, Careccia, RE, & Barham, KL 2004, ‘Diagnosis and Treatment of Acne, American Family Physician’, vol. 69, no. 9, pp. 2123.

Geller, L, Rosen, J, Frankel, A, Goldenberg, G 2014, ‘Perimenstrual Flare of Adult Acne’, Clin Aesthetic Derm, vol. 7, no. 8j, pp. 30-4.

Ghodsi, SZ, Orawa, H, Zouboulis, CC 2009, ‘Prevalence, Severity, and Severity Risk Factors of Acne in High School Pupils: A Community-Based Study’, J Inv Dermatology, vol. 126, pp. 2136-41.

Ismail, NH, Manaf, ZA, & Azizan, NZ 2012, ‘High glycemic load diet, milk, and ice cream consumption are related to acne vulgaris in Malaysian young adults: a case control study’, BMC Dermatology, vol. 12, no. 13, pp. 1-7. Jacyk, WK 2003, ‘Acne vulgaris. Grades of Severity and Treatment Options’, SA

Fam Pract, vol. 45, no. 9.

Jain, S 2012,Dermatology Illustrated Study Guide & Comprehensive Board Review, Springer, NY.

Jankovic, S, Vukicevic, J, Djordjevic, S, Jankovic, J, & Marinkovic, J, 2012, ‘Quality of life among schoolchildren with acne:Results of a cross-sectional study’, Indian J Dermatol, vol. 78, pp. 454-458.

Lai, JJ, Chang, P, Lai, KP, Chen, L, & Chang, C, 2012, ‘The Role of Androgen and Androgen Receptor in the Skin Related Disorders’, Arch Dermatol Res,

vol. 304, no. 7, pp. 499-510.

Layton, AM 2010, ‘Disorders of the Sebaceous Glands’ in Burns, T et. al.(ed),

Rook’s Textbook of Dermatology, 8th edn, Blackwell Publishing, UK.

Lee, SE, Kim, JM, Jeong, SK, Jeon, JE, Yoon, HJ, Jeong, MK, & Lee, SH 2010, ‘Protease-activated receptor 2 mediates the expression of inflamatory cytokines, antimicrobial peptides, and matrix metalloproteinases in keratinocytes in response to Propionnibacterium acnes’, Arch Dermator Res, vol. 302, pp. 745-756.

Mancini, AJ 2008, ‘Incidence, Prevalence, and Pathophysiology of Acne’, John Hopkins Advanced Sudied in Medicine’, vol. 8, no. 4, pp.100, viewed 25 March 2014,


(48)

Mayo Clinic Staff 2011, Acne Risk Faktor, Mayo Clinic, viewed 10 April 2014,

Muthupalaniappen, L, Tan, HC, Puah, JW, Apipi, M, Sohaimi, AE, Mahat, NE, Rafee, NM, 2014, Acne prevalence, severity and risk factors among medical students in Malaysia’,Clin Ter, vol. 165, no. 4, pp. 187-92.

Nagy, I, Pirvarcsi, A, Koreck, A, Szeil, M, Urban, E, & Lemeny, L, 2005, ‘Distinct Strains of Propionibacterium acnes Induce Selective Human β -Defensin-2 and Interleukin-8 Expression in Human Keratinocytes Through Toll-like Receptors’, J Invest Dermatol, vol. 124, pp. 931-938.

Nakatsuji, T, Kao, M, Zhang, L, Zouboulis, CC, Gallo, RL & Huang, CM 2010, ‘Sebum Free Fatty Acids Enhance the Innate Immune Defense of Human

Sebocytes by Upregulating β-Defensin-2 Expression’, J Invest Dermatol,

vol. 130, no. 4, pp. 985-994.

Peraturan Menteri Kesehatan RI 2010, Izin Produksi Kosmetika, no. 1175, pasal 1,viewed 10 April 2014, https:/www.buk.depkes.go.id

Ramli, R, Malik, AS, Hani, AFM, & Jamil, A 2012, ‘Acne analysis, grading and computational assessment methods: an overview’, Skin Research and Technology, vol. 18, pp. 1-14.

Rycroft, RJG, Robertson, SJ, & Wakelin, SH 2010, A Colour Handbook of Dermatology, 2nd ed, Manson Publishing, London.

Rzany, B & Kahl, C 2006, ‘Epidemiology of acne vulgaris’, J Dtsch Dermatol Ges, vol. 4, no. 1, pp. 8-9.

Schmitt, JV, Rosario de Souza, MCM, Lima, BZ, & Miot, HA, 2014, ‘Keratosis pilaris and prevalence of acne vulgaris: a cross sectional study’, An Bras Dermatol, vol. 89, no. 1, pp. 91-5.

Selway JL, Kurczab T, Kealey T, & Langlands 2013, ‘Toll-like receptor 2 activation and comedogenesis: implications for the pathogenesis’,BMC Dermatology, vol. 13, no. 10.


(49)

Silverberg JI & Silverberg NB, 2014, ‘Epidemiology and extracutaneous comorbidities of severe acne in adolescence: a U.S. population-based study’, British J Derm, vol. 170, pp. 1136-42.

Singh, S, Mann, BK, Tiwary, NK, 2013, ‘Acne cosmetica revisited: a case-control study shows a dose dependent inverse association between overal cosmetic use and post-adolescent acne’, Dermatology, vol. 226, no. 4, pp. 337-41. Shen, et al. 2012, ‘Prevalence of Acne Vulgaris in Chinese Adolescents and

Adults: A Community-based Study of 17,345 Subjects in Six Cities’, Ecta Derm Venerol, vol. 92, pp. 40-44.

Stathakis, V, Kilkenny, M, & Marks, R 1997, ‘Descriptive epidemiology of acne vulgaris in community’, Australas J Dermatol, vol. 38, no. 3, pp. 115-23. Titus, S & Hodge J 2012, ‘Diagnosis and Treatment of Acne’, American Family

Physician, vol. 86, no. 8.

US Food and Drug Administration 2014, Is It a Cosmetic, a Drug, or Both? (Or Is It Soap?), FDA, New Hampshire.

Vyas, A, Sonker, AK, & Gidwani, B 2014, ‘Carrier-Based Drug Delivery System for Treatment of Acne’, Scientific W J, vol. 2014.

Wasitaatmadja, SM 2009, ‘Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima’, in Djuanda, A (ed.), Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th ed, Universitas Indonesia, Jakarta.

Webster G, Rawlings A, ‘Acne Diagnostic and treatment’, Czelej, Lublin.

Wolff, K & Johnson, R.A 2009, Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology’, 6th ed, McGraw-Hil, NY.

Wu, TQ, Mei, SQ, Zhang, JX, Gong, LF, Wu, FJ, Wu, WH, Li, J, Lin, M, & Diao JX 2007, ‘Prevalence and risk factor of facial acne vulgaris among chinese adolescents’, Int J Adolesc Med Health, vol. 19, no. 4, pp. 407-12.

Zouboulis, CC, Eady, A, Philpott, M, Goldsmith, LA, Orfanos, C, Cunliffle, WC, & Rosenfield, R 2005, ‘What is the pathogenesis of acne?’, Exp Dermatol,

vol. 14, pp. 143-152.

Zouboulis CC, Makrantonaki E 2011, ‘Clinical aspects and molecular diagnostics


(50)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Vien Hardiyanti

Tempat, tanggal lahir : Palembang, 20 November 1992

Alamat : Jl. Dr. Mansur, Gg. Sehat No. 8, Medan No. telp : 085788308278

Email : luxavarius@yahoo.co.id

Riwayat Pendidikan : SD Xaverius 1 Palembang - 2005 SMP Xaverius 1 Palembang - 2008 SMA Xaverius 1 Palembang - 2011

Fakultas Kedokteran USU 2011- sekarang

Riwayat organisasi : SCORE PEMA FK USU Divisi Pengembangan Potensi Ilmiah Periode 2012-2013

Prestasi :

No. Karya yang pernah dibuat Penyelenggara dan tahun

1 Efektivitas Olahraga terhadap Kadar

Glukosa Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 (Poster Ilmiah)

Juara 3 Pekan Ilmiah Mahasiswa USU 2012


(51)

2 Potensi Proton Transfer Reaction time of flight mass spectrometry (PTR-ToF-MS) sebagai deteksi dini sirosis hepatis melalui analisis napas (Poster Ilmiah)

Finalis 10 besar Majesty Universitas Muhammadyah Jakarta 2014

3 Potensi vaksin intranasal dengan

mRNA sebagai pendekatan terapi genetika melawan mycobacterium tuberculosis (Esai Ilmiah)

Juara 1 Pekan Ilmiah Mahasiswa USU 2013

4 Ingat, imunisasi Hepatitis B! (Video

Edukasi)

Juara 2 Majesty Universitas Muhammadyah Jakarta 2014

5 Fakta Obesitas (Video Edukasi) Juara 3 Scientific Atmosphere

Universitas Udayana Bali 2014

6 Hati-Hati! (Poster Publik) Juara 1 Pekan Ilmiah

Mahasiswa USU 2013

7 Mitos dan Fakta Kehamilan Juara 3 Medical Fiesta

Universitas Brawijaya Malang 2014

8 Waspada Merapi Finalis Temilnas Universitas

Airlangga Surabaya 2014

9 Ingatkah Anda dengan Jalan Pulang?

(Poster Publik)

Juara Favorit Medical Fiesta Universitas Brawijaya 2013

10 Potensi Antitoksik Garcinone E

melawan Hepatocelullar Carcinoma (Poster Ilmiah)

Scientific Atmosphere

Universitas Udayana Bali 2013

11 Terapi Nanas sebagai Upaya

Peningkatan Kualitas Hidup Penderita Osteoartritis (Poster Ilmiah)

Scripta Research Festival USU 2013

12 Potensi Low Level Laser(LLL)sebagai

terapi sinar melawan penyakit paru obstruktif kronis (Poster Ilmiah)

Scientific Atmosphere

Universitas Udayana Bali 2014

13 Komunitas Cacing Bahagia (Poster

Publik)

Temu Ilmiah Mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung 2013

14 P2G3 20 Detik Menuju Sehat (Video

Edukasi)

Temu Ilmiah Mahasiswa Universitas Padjajaran Bandung 2013

15 Menerobos Dimensi Akupuntur

sebagai Terapi Melawan Obesitas (Esai Ilmiah)

Scientific Atmosphere

Universitas Udayana Bali 2014

16 Rabies dapat dicegah (In progress) Scripta Research

Festival Universitas Sumatera Utara 2014

17 Berkedip, Olahraga Mata, dan Terapi

Manis, Kombinasi Sederhana Atasi Mata Kering

(In Progress) Atma Cordis Universitas Atmajaya Jakarta 2014

18 Potensi FLZ Derivat Squamosamide

pada Annona glabra sebagai Modalitas Penatalaksanaan AMD

(in progress) Atma Cordis Universitas Atmajaya Jakarta 2014


(52)

(53)

(54)

(55)

LAMPIRAN 5 (DATA SPSS)

No Jenis Kelamin

Usia (tahun)

Pekerjaan Tingkat Keparahan

Pemakaian Kosmetik

1 Perempuan 18 Pelajar Ringan Kosmetik

2 Laki-laki 17 Wiraswasta Sedang Non

3 Laki-laki 13 Pelajar Ringan Non

4 Laki-laki 25 Wiraswasta Sedang Non

5 Perempuan 17 Pelajar Ringan Kosmetik

6 Perempuan 13 Pelajar Berat Non

7 Laki-laki 18 Pelajar Ringan Non

8 Laki-laki 56 Wiraswasta Sedang Non

9 Perempuan 33 Ibu Rumah tangga

Berat Kosmetik 10 Perempuan 25 Pegawai

swasta

Sedang Kosmetik 11 Perempuan 39 Pegawai

Swasta

Berat Kosmetik 12 Perempuan 27 Ibu Rumah

Tangga

Berat Kosmetik

13 Perempuan 17 Pelajar Berat Kosmetik

14 Perempuan 15 Pelajar Sedang Non

15 Laki-laki 27 Wiraswasta Sedang Non

16 Laki-laki 20 Pelajar Berat Non


(56)

18 Perempuan 20 Pelajar Sedang Kosmetik

19 Laki-laki 20 Pelajar Berat Non

20 Perempuan 18 Pelajar Berat Kosmetik

21 Laki-laki 19 Pelajar Sedang Non

22 Laki-laki 19 Pelajar Ringan Non

23 Laki-laki 14 Pelajar Ringan Non

24 Laki-laki 64 Wiraswasta Sedang Non

25 Perempuan 24 IRT Sedang Kosmetik

26 Laki-laki 15 Pelajar Berat Non

27 Perempuan 25 IRT Berat Kosmetik

28 Laki-laki 34 PNS Sedang Non

29 Perempuan 24 IRT Berat Kosmetik

30 Perempuan 21 PNS Sedang Kosmetik

31 Perempuan 22 Wiraswasta Berat Kosmetik 32 Perempuan 23 Wiraswasta Sedang Kosmetik

33 Laki-laki 19 Pelajar Sedang Non


(57)

LAMPIRAN 6

HASIL OUTPUT SPSS

1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis kelamin JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid laki-laki 17 50.0 50.0 50.0

perempuan 17 50.0 50.0 100.0 Total 34 100.0 100.0

2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid 10-19 tahun 16 47.1 47.1 47.1

20-29 tahun 13 38.2 38.2 85.3 30-40 tahun 3 8.8 8.8 94.1 >40 tahun 2 5.9 5.9 100.0 Total 34 100.0 100.0

3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keparahan Keparahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ringan 5 14.7 14.7 14.7

Sedang 16 47.1 47.1 61.8 Berat 13 38.2 38.2 100.0 Total 34 100.0 100.0


(58)

4. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Pelajar 18 52.9 52.9 52.9

PNS 2 5.9 5.9 58.8 Pegawai Swasta 9 26.5 26.5 85.3 Ibu Rumah Tangga 5 14.7 14.7 100.0 Total 34 100.0 100.0

5. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemakaian Kosmetik Kosmetik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid kosmetik 15 44.1 44.1 44.1

Non Kosmetik 19 55.9 55.9 100.0 Total 34 100.0 100.0

6. Tabulasi silang Jenis kelamin dan Usia

Jenis Kelamin * Usia Crosstabulation

usiakelompok

Total 10-19 tahun 20-29 tahun 30-40 tahun >40 tahun

JenisKelamin laki-laki 10 4 1 2 17 perempuan 6 9 2 0 17

Total 16 13 3 2 34

7. Tabulasi silang Jenis Kelamin dna Tingkat Keparahan Jenis Kelamin * Keparahan Crosstabulation


(59)

Ringan Sedang Berat

JenisKelamin laki-laki 3 10 4 17 perempuan 2 6 9 17 Total 5 16 13 34

8. Tabulasi Silang Jenis kelamin dan Pekerjaan Jenis Kelamin * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan

Total Pelajar PNS Pegawai Swasta

Ibu Rumah Tangga

JenisKelamin laki-laki 11 1 5 0 17 perempuan 7 1 4 5 17

Total 18 2 9 5 34

9. Tabulasi Silang Jenis kelamin dan Pemakaian Kosmetik Jenis Kelamin * Kosmetik Crosstabulation

Kosmetik

Total kosmetik Non Kosmetik

JenisKelamin laki-laki 0 17 17 perempuan 15 2 17


(1)

(2)

LAMPIRAN 5 (DATA SPSS)

No Jenis

Kelamin

Usia (tahun)

Pekerjaan Tingkat Keparahan

Pemakaian Kosmetik

1 Perempuan 18 Pelajar Ringan Kosmetik

2 Laki-laki 17 Wiraswasta Sedang Non

3 Laki-laki 13 Pelajar Ringan Non

4 Laki-laki 25 Wiraswasta Sedang Non

5 Perempuan 17 Pelajar Ringan Kosmetik

6 Perempuan 13 Pelajar Berat Non

7 Laki-laki 18 Pelajar Ringan Non

8 Laki-laki 56 Wiraswasta Sedang Non

9 Perempuan 33 Ibu Rumah

tangga

Berat Kosmetik

10 Perempuan 25 Pegawai

swasta

Sedang Kosmetik

11 Perempuan 39 Pegawai

Swasta

Berat Kosmetik

12 Perempuan 27 Ibu Rumah

Tangga

Berat Kosmetik

13 Perempuan 17 Pelajar Berat Kosmetik

14 Perempuan 15 Pelajar Sedang Non

15 Laki-laki 27 Wiraswasta Sedang Non

16 Laki-laki 20 Pelajar Berat Non


(3)

18 Perempuan 20 Pelajar Sedang Kosmetik

19 Laki-laki 20 Pelajar Berat Non

20 Perempuan 18 Pelajar Berat Kosmetik

21 Laki-laki 19 Pelajar Sedang Non

22 Laki-laki 19 Pelajar Ringan Non

23 Laki-laki 14 Pelajar Ringan Non

24 Laki-laki 64 Wiraswasta Sedang Non

25 Perempuan 24 IRT Sedang Kosmetik

26 Laki-laki 15 Pelajar Berat Non

27 Perempuan 25 IRT Berat Kosmetik

28 Laki-laki 34 PNS Sedang Non

29 Perempuan 24 IRT Berat Kosmetik

30 Perempuan 21 PNS Sedang Kosmetik

31 Perempuan 22 Wiraswasta Berat Kosmetik

32 Perempuan 23 Wiraswasta Sedang Kosmetik

33 Laki-laki 19 Pelajar Sedang Non


(4)

LAMPIRAN 6

HASIL OUTPUT SPSS

1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis kelamin

JenisKelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid laki-laki 17 50.0 50.0 50.0

perempuan 17 50.0 50.0 100.0

Total 34 100.0 100.0

2. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 10-19 tahun 16 47.1 47.1 47.1

20-29 tahun 13 38.2 38.2 85.3

30-40 tahun 3 8.8 8.8 94.1

>40 tahun 2 5.9 5.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

3. Distribusi Sampel Berdasarkan Tingkat Keparahan

Keparahan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ringan 5 14.7 14.7 14.7

Sedang 16 47.1 47.1 61.8

Berat 13 38.2 38.2 100.0


(5)

4. Distribusi Sampel Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Pelajar 18 52.9 52.9 52.9

PNS 2 5.9 5.9 58.8

Pegawai Swasta 9 26.5 26.5 85.3

Ibu Rumah Tangga 5 14.7 14.7 100.0

Total 34 100.0 100.0

5. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemakaian Kosmetik

Kosmetik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kosmetik 15 44.1 44.1 44.1

Non Kosmetik 19 55.9 55.9 100.0

Total 34 100.0 100.0

6. Tabulasi silang Jenis kelamin dan Usia

Jenis Kelamin * Usia Crosstabulation

usiakelompok

Total 10-19 tahun 20-29 tahun 30-40 tahun >40 tahun

JenisKelamin laki-laki 10 4 1 2 17

perempuan 6 9 2 0 17

Total 16 13 3 2 34

7. Tabulasi silang Jenis Kelamin dna Tingkat Keparahan

Jenis Kelamin * Keparahan Crosstabulation


(6)

Ringan Sedang Berat

JenisKelamin laki-laki 3 10 4 17

perempuan 2 6 9 17

Total 5 16 13 34

8. Tabulasi Silang Jenis kelamin dan Pekerjaan

Jenis Kelamin * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan

Total

Pelajar PNS Pegawai Swasta

Ibu Rumah Tangga

JenisKelamin laki-laki 11 1 5 0 17

perempuan 7 1 4 5 17

Total 18 2 9 5 34

9. Tabulasi Silang Jenis kelamin dan Pemakaian Kosmetik

Jenis Kelamin * Kosmetik Crosstabulation

Kosmetik

Total kosmetik Non Kosmetik

JenisKelamin laki-laki 0 17 17

perempuan 15 2 17