Prevalensi dan Karakteristik Hipertensi pada Remaja yang Orangtuanya Normotensi dan Hipertensi di Perumnas Mandala Medan pada Bulan Juli - September 2014

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tekanan Darah
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah
Tekanan darah arteri dipengaruhi oleh cardiac output, resistensi perifer
dan volume darah (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011), sehingga tekanan
darah dipengaruhi oleh kondisi yang mengatur ketiga

faktor ini. Tetapi dua

penentu terbesar adalah cardiac output dan resistensi perifer total, sehingga
persamaannya adalah sebagai berikut :
Tekanan arteri rata-rata =
Cardiac output x Resistensi perifer total
Gambar 2.1 Rumus Tekanan Arteri Rata-Rata (Sherwood, 2011)
Karena itu, setiap perubahan dari cardiac output dan resistensi perifer,
akan mempengaruhi tekanan darah. Adapun yang dapat mempengaruhinya adalah
sebagai berikut :
1. Curah Jantung

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi curah jantung adalah :
a. Denyut Jantung
Denyut Jantung dipengaruhi oleh persarafan, simpatis dan parasimpatis
(Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011). Persarafan simpatis akan
meningkatkan denyut jantung dan parasimpatis menurunkannya.
(Barrett et al, 2010).
b. Stroke Volume (Isi Sekuncup)
Isi sekuncup dipengaruhi oleh aktivitas simpatis dan alirah darah
kembali ke jantung (venous return). Aktivitas simpatis mempengaruhi
daya kontraktilitas jantung (Barrett et al, 2010) Aktivitas simpatis akan
menyebabkan influx Ca2+ ke sitosol jantung dan meningkatkan daya
memeras otot jantung (Sherwood, 2011). Sedangkan aliran balik darah
ke jantung berhubungan dengan hukum Frank Starling yang

Universitas Sumatera Utara

5

mempengaruhi kontraksi otot jantung, makin besar volume yang
kembali, makin panjang regangan otot jantung, makin kuat kontraksi

otot jantung hingga panjang optimal dicapai (Barrett et al, 2010 dan
Sherwood, 2011).
2. Resistensi Perifer Total
Resistensi perifer total bergantung pada jari-jari arteriol dan viskositas
darah. Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal,
aktivitas simpatis, hormon vasopressin dan angiotensin II. Sedangkan
viskositas darah dipengaruhi jumlah sel darah merah yang terkandung
di setiap milliliter volume darah (Sherwood, 2011).

Secara singkat, mekanisme pengaturan tekanan darah digambarkan dalam bagan
berikut :

Gambar 2.2 Fisiologi Pengaturan Tekanan Darah (Sherwood,2011)
2.1.2 Fisiologi Pengukuran Tekanan Darah
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, bergantung pada volume darah dinding pembuluh dan compliance,
atau disensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah dinding pembuluh tersebut

Universitas Sumatera Utara


6

diregangkan) (Sherwood, 2011). Ada banyak istilah yang dikenal dalam
pengukuran tekanan darah, yaitu :
-

Tekanan sistolik adalah tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri
pada saat darah disemprotkan ke dalam pembuluh darah, rata-rata 120
mmHg (Sherwood, 2011)

-

Tekanan diastolik adalah tekanan minimal di dalam arteri ketika darah
mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil, rata-rata 80 mmHg
(Sherwood, 2011)

-

Tekanan nadi adalah perbedaan tekanan antara tekanan sistolik dan
tekanan diastolik (Barrett et al, 2010)


-

Tekanan rata-rata adalah tekanan rata-rata selama satu periode siklus
jantung, nilainya sedikit lebih rendah dengan penambahan tekanan sistolik
dan tekanan diastolik lalu dibagi dua (Barrett et al, 2010).
Tekanan darah pada manusia biasanya secara rutin dilakukan
dengan menggunakan sfigmomanometer, dengan mengukur dan auskultasi
pada arteri brakhialis (Barrett et al, 2010). Metode ini berdasarkan pada
prinsip Bernoulli, dimana saat suatu cairan melewati bagian yang lebih
sempit, akan tejadi turbulensi. Turbulensi terjadi karena saat cairan
melewati dinding pembuluh yang sempit, energi total tidak berubah
(konstan) dibandingkan saat melewati dinding pembuluh yang lebar, tetapi
energi kinetik meningkat dikarenakan kecepatan yang meningkat dan
energi potensial berkurang (Barrett et al, 2010).
Selama pengukuran tekanan darah, stetoskop dietakkan di atas
arteri brakhialis dan tekanan dipompa melebihi batas perkiraan tekanan
sistolik. Saat didengar melalui stetoskop, tidak ada bunyi yang terdengar,
karena memang tidak ada aliran darah yang mengalir (Sherwood, 2011).
Saat kemudian tekanan cuff diturunkan hingga nilai antara tekanan sistol

dan diastolik, sesuai prinsip Bernoulli, darah mulai mengalir dalam
kecepatan kritisnya melalui pembuluh darah yang dikonstriksikan ini dan
menciptakan getaran pada dinding pembuluh darah (turbulensi) (Barrett, et
al, 2010). Bunyi yang pertama terdengar oleh stetoskop itulah dinilai

Universitas Sumatera Utara

7

sebagai tekanan sistolik (Barrett et al, 2010 dan Sherwood, 2011).
Perlahan tekanan diturunkan hingga akhirnya tekanan berada di bawah
tekanan diastolik, darah mengalir kembali secara laminar dan suara
turbulen yang terakhir terdengar dinamakan diastolik (Barrett et al, 2010
dan Sherwood, 2011).
2.2 Hipertensi
2.2.1. Definisi Hipertensi, Etiologi dan Klasifikasi
Ada banyak definisi hipertensi. Menurut Riskesdas (2013), hipertensi
adalah suatu keadaan ketika tekanan darah meningkat secara kronis akibat jantung
bekerja lebih keras untuk memompa darah agar kebutuhan oksigen dan nutrient
tercukupi. Sedangkan menurut Hong et al. (2010), hipertensi didefinisikan jika

tekanan darah ≥ 140/90 mmHg. Berdasarkan Joint National Committee VII (2003)
dan American Heart Assosiation (AHA) hipertensi didefinisikan jika tekanan
darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau sedang
mengonsumsi obat-obatan antihipertensi. Secara luas, kriteria inilah yang paling
banyak digunakan (Riskesdas, 2013).
Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar untuk penyakit-penyakit
kardiovaskular, seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung kongestif, penyakit
ginjal, serta peripheral vascular disease (Kunes dan Zicha, 2009 ; Madhur, 2014
dan Riskesdas, 2013). Sayangnya, menurut laporan Chobanian et al (2003) dalam
Mardhur (2014) diperkirakan ada 30% dewasa yang tidak sadar akan
hipertensinya, 40% yang hipertensi tidak mengonsumsi obat, dan 67% yang
diobati tidak mengontrol tekanan darahnya dengan baik.
Sulit mendefinisikan berapa tekanan darah yang abnormal. Di sisi lain,
tekanan darah berkorelasi secara kuantitatif dengan morbiditas penyakit (Mardhur,
2014). Untuk itu diperlukan patokan yang merata bagi para klinisi untuk dapat
menentukan seseorang telah hipertensi atau tidak. Klasifikasi yang sudah
digunakan secara umum adalah klasifikasi berdasarkan JNC VII. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara


8

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII,2003
Kategori
Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan
(mmHg)
Normal
< 120
< 80
Prehipertensi

120-139

80-89

Hipertensi stage 1

140-159


90-99

Hipertensi stage 2

> 160

> 100

diastolik

Walaupun banyak klasifikasi lain mengenai hipertensi yakni dari WHO,
International Society of Hypertension (ISH), European Society of Hypertension
(ESH) dan lainnya, umumnya klasifikasi JNC VII yang paling banyak digunakan
(Mardhur,2014; Yogiantoro, 2009 dan Riskesdas, 2013). Nilai yang diambil dari
klasifikasi ini harus didasarkan pada rata-rata nilai dua kali atau lebih pengukuran,
dan dua atau lebih kunjungan setelah pengukuran pertama (Chobanian et al, 2003
dalam Mardhur,2014).
Hipertensi bisa terjadi secara primer, yakni interaksi antara faktor genetik
dan lingkungan, ataupun sekunder, terjadi akibat penyakit lain, misalnya terkait
ginjal, vaskular ataupun endokrin (Mardhur, 2014). Secara epidemiologi,

hipertensi primer atau sering disebut hipertensi esensial terjadi sebanyak 90-95%
dari semua kasus hipertensi (Mardhur, 2014 dan Saing, 2005). Adapun sisanya,
hipertensi sekunder, terjadi akibat penyakit lain di tubuh. Contoh penyakit di
ginjal antara lain Polycistic kidney disease, Chronic kidney disease, tumor pada
ginjal, dan lainnya. Pada vascular, hipertensi dapat terjadi pada keadaan koartasio
aorta, vaskulitis, atau collagen vascular disease. Aktivasi Renin-angiotensinaldosterone system (RAAS) dapat menyebabkan hipertensi terkait endokrin
(Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014)
2.2.2

Patofisiologi hipertensi

Hipertensi terjadi karena reaksi multifaktorial dan terjadi secara kompleks
(Yogiantoro, 2009 dan Mardhur, 2014). Berdasarkan fisiologi tekanan darah yang
telah dijelaskan di awal, tekanan darah merupakan hasil interaksi dari curah

Universitas Sumatera Utara

9

jantung dan resistensi perifer total (Sherwood, 2011). Adapun faktor yang

berperan antara lain genetik, asupan garam, dan tonus adrenergik seseorang
(Mardhur, 2014).
Peningkatan tekanan darah akan menyebabkan kerusakan multiorgan.
Pada jantung contohnya, terjadi perubahan struktur dan fungsi jantung.
Mekanismenya antara lain melalui peningkatan beban afterload yang akhirnya
menyebabkan terjadinya hipertrofi ventrikel kiri sehubungan dengan peningkatan
kontraksi yang terus menerus terjadi. Beban jantung yang bertambah dan adanya
hipertrofi ventrikel kiri dapat meningkatkan oxygen demand jantung, dan jika
gagal dikompensasi, dapat berakhir pada infark miokardium (Riaz, 2014 dan
Yugiantoro, 2009)
2.3 Hipertensi pada Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Remaja dipahami sebagai peralihan dari anak-anak menuju dewasa.
Penentuan berapa umur seseorang dikatakan remaja pun sangat banyak. Menurut
WHO, remaja adalah seseorang berumur 12-19 tahun. Sedangkan Menurut
Undang-Undang No.4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah
individu yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum menikah. Jika mengacu
pada Undang-Undang Perburuhan, anak dianggap remaja bila telah mencapai
umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal sendiri.
Menurut Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, anak dianggap remaja

bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu 16 tahun untuk anak perempuan
dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
menganggap remaja bila sudah berusia 18 tahun yang sesuai dengan saat lulus
dari sekolah menengah (IDAI,2014)
Para ahli psikologis juga banyak mendefinisikan pengertian remaja. IDAI
(2014) menyebutkan “Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka yang berada
pada usia 12-18 tahun. Monks, et al (2000) dalam memberi batasan usia remaja
adalah 12-21 tahun dan menurut Stanley Hall usia remaja berada pada rentang 1223 tahun”. Dengan demikian, dapat diliat batasan awal usia remaja relatif sama
yaitu 12 tahun, tetapi bervariasi di batasan akhirnya (IDAI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

10

2.3.2 Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Remaja
NHLBI (2005) telah menyepakati langkah-langkah pengukuran tekanan
darah pada anak dan remaja. Pada remaja, pengukuran dilakukan setiap
pemeriksaan kesehatan. Adapun cara pengukurannya dengan menggunakan
metode

auskultasi.

Untuk

menentukan

tekanan

darahnya,

digunakan

sfigmomanometer standar dan stetoskop yang diletakkan di arteri brakhialis
pasien, di bagian proksimal dan medial dari cubital fossa, yakni bagian bawah cuff
berada 2 cm di atas cubital fossa. Penentuan ukuran cuff penting untuk seorang
anak, karena ukuran lengan atas anak-anak biasanya lebih kecil dibanding dewasa.
Cuff yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat mempengaruhi tekanan darah. Cuff
yang dipakai harus bisa melingkari sekitar 80-100% lengan atas (NHLBI, 2005)
Adapun bagian stetoskop yang digunakan adalah bagian bell, karena bisa
mendengar suara korotkoff lebih jelas (NHLBI, 2005).
Selain teknik, persiapan pengukuran pun menjadi penting. Seorang remaja
yang akan diukur tekanan darahnya harus menghindari stimulan yang
menyebabkan peningkatan tekanan darah, telah duduk tenang selama lima menit,
duduk dengan bagian punggung ditopang, kaki tidak menggantung (berada di
lantai), lengan tertopang dengan baik (tidak menggantung) serta cubital fossa
sejajar dengan jantung (NHLBI, 2005). Lengan kanan cenderung lebih dipilih
karena acuan pada tabel standar diperoleh dengan cara meneliti tekanan darah
anak di lengan kanannya. Selain itu

juga untuk menghilangkan kesalahan

pembacaan pada remaja dengan coarctation aorta yang cenderung mempengaruhi
tekanan darah pada sisi kiri (NHLBI, 2005).
2.3.3 Kriteria Diagnosis hipertensi pada remaja
Diagnosis hipertensi pada remaja, berbeda dengan diagnosis pada dewasa
(Saing, 2005). Kriteria JNC VII tidak dapat digunakan pada remaja karena kriteria
tersebut hanya berdasarkan penelitian yang dilakukan pada umur diatas 18 tahun
(Riskesdas, 2013).
Kriteria pada remaja mengacu pada laporan The Task Force on Blood
Pressure Control in Children, dimana menurutnya tekanan darah normal pada

Universitas Sumatera Utara

11

remaja ditentukan jika nilai tekanan sistolik dan diastoliknya lebih kecil dari
persentil 90 berdasarkan umur, jenis kelamin dan tinggi badan (NHLBI, 2005 dan
Rodriguez, 2014).
Prehipertensi pada remaja disebutkan jika

tekanan darah sistolik dan

diastolik berada di persentil 90-95. Hipertensi stage satu didefinisikan jika tekanan
darah 95-99 persentil dan hipertensi stage dua didefinisikan jika tekanan darah
diatas 99 persentil ditambah lima mmHg (NHLBI, 2005 dan Rodriguez, 2014).
Tekanan darah ini harus diukur sebanyak tiga kali dengan rentang waktu beberapa
menit (Katona et al, 2011).
Adapun tekanan darah pada remaja berdasarkan umur, jenis kelamin dan
persentil adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Tabel tekanan darah untuk remaja laki-laki (NHLBI,2005)

Universitas Sumatera Utara

12

Tabel 2.3 Tekanan darah untuk remaja perempuan (NHLBI,2005)

2.3.4 Faktor-faktor risiko terjadinya hipertensi pada remaja
Umumnya pada remaja, yang terjadi adalah hipertensi essensial (Saing,
2005). Seperti yang telah disinggung diatas, hipertensi essensial merupakan hasil
dari reaksi multifaktorial (Mardhur, 2014). Jadi, faktor risiko hipertensi pada
remaja didasarkan pada faktor risiko penyebab hipertensi essensial. Adapun faktor
risikonya adalah sebagai berikut :
1. Obesitas
Obesitas merupakan faktor yang sering dijumpai. hampir pada 50% kasus
(Saing, 2005). Hal ini disebabkan karena pada remaja yang obesitas dapat
menyebabkan resistensi insulin yang pada akhirnya akan mengganggu
sistem vaskular dan berakhir pada hipertensi (Saing, 2005)
2. Riwayat keluarga dan genetik
Penelitian yang dilakukan oleh Kunes dan Zicha (2009) melaporkan
bahwa adanya hubungan antara faktor genetik dan lingkungan dengan

Universitas Sumatera Utara

13

hipertensi. Timberlake (2001) dalam

Kunes dan Zicha (2009) juga

sependapat dengan menyebutkan bahwa genetik mempengaruhi nilai
tekanan darah sekitar 30-50%.
3. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2012), jenis kelamin
lelaki memiliki tekanan darah lebih tinggi dibanding perempuan.
4. Pendidikan orangtua
Pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang (Powdthavee, 2010). Makin
rendah pendidikan seseorang makin rendah pengetahuannya akan
hipertensi.
5. Tempat tinggal
Tempat tinggal mempengaruhi budaya hidup seseorang, misalnya pada
masyarakat yang tinggal di daerah pantai cenderung memiliki tekanan
darah yang lebih tinggi dikarenakan konsumsi garam yang lebih tinggi.
Selain itu pada remaja perkotaan yang gaya hidupnya lebih instan,
menyebabkan akses ke makanan cepat saji dan berlemak lebih mudah
(Dewi, 2012).
6. Riwayat berat lahir yang rendah
Menurut Ericson, et al (2001) dalam Spagnolo, et al (2013) berat badan
sewaktu lahir yang rendah akan meningkatkan risiko hipertensi, penelitian
ini menunjukkan bahwa nutrisi prenatal merupakan faktor predisposisi dari
kejadian penyakit-penyakit terkait kardiovaskular, khususnya hipertensi.
7. Konsumsi garam
Diet tinggi garam akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi (Cutler,
2006 dalam Spagnolo et al, 2013; dan Kher, 1992 dalam Saing, 2005).
Akan tetapi karena tidak semua remaja dengan diet tinggi garam
mengalami hipertensi, ini merumuskan bahwa ada faktor sensitivitas
terhadap garam yang bisa mempengaruhi tekanan darah (Saing, 2005).

Universitas Sumatera Utara

14

2.4 Genetik dan hipertensi
2.4.1 Genetik yang berperan terhadap kejadian hipertensi
Telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menilai genetik apa saja
yang berpengaruh terhadap tekanan darah. Timberlake menyebutkan bahwa
genetik mempengaruhi tekanan darah sekitar 30-50% (Timberlake, 2001 dalam
Junes dan Zicha, 2009). Penelitian oleh Beige et al (2004) misalnya menyebutkan
bahwa genetik dopamine receptor type 1 mempengaruhi hipertensi pada ras
Kaukasian. Selain itu, Niu et al (2010) juga melaporkan bahwa orang dengan
genetik aldosterone synthase gene C-344 T meningkatkan reabsorpsi ion dan air
di ginjal dan akhirnya menyebabkan seseorang berisiko hipertensi. Akan tetapi,
pada kasus hipertensi mekanisme bagaimana genetik ini bisa mempengaruhi
tekanan belum banyak diketahui (Ehret et al, 2013)

Universitas Sumatera Utara