TEKNOLOGI PENGELOLAAN PANGAN dan id
PENERAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH SERTA PERAN PETANI PADA
LAHAN TERDEGRADASI
Disusun Oleh
Waskito Tulus Jawaharlal
134140073
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIOANAL
‘VETERAN’ YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk telah menimbulkan kesenjangan antara
produksi
dan
pemerintah
permintaan
untuk
terhadap
melakukan
impor
pangan,
beberapa
sehingga
mendorong
komoditas
pangan.
Peningkatan impor pangan akan mengancam ketahanan pangan nasional,
sehingga upaya peningkatan produksi pangan di dalam negeri perlu
mendapat perhatian khusus dalam upaya mencegah kerawanan pangan.
Sehubungan dengan hal itu, upaya peningkatan produksi pangan terus
dilakukan antara lain dengan mengoptimalkan peman- faatan lahan kering
berlereng. Pemanfaatan lahan kering berlereng untuk produksi pangan
memerlukan penerapan teknologi konservasi tanah dan air yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat
meningkatkan keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan, dan
meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan (FAO 2011). Upaya
lain yang dapat dilakukan yaitu menerapkan secara simultan tiga prinsip
konservasi tanah dan air, yaitu olah tanah minimum, penggunaan penutup
tanah permanen berupa residu tanaman dan/atau tanaman penutup tanah
(cover crop), serta rotasi tanaman (FAO 2010).
Dalam jangka panjang, konservasi tanah dan air bermanfaat dalam
upaya mitigasi perubahan iklim dan degradasi lahan (Marongwe et al. 2011).
Memasuki abad ke-21, degradasi lahan akibat aktivitas manusia telah
menyebabkan terjadinya krisis air global akibat perubahan sistem tata air
alamiah serta pencemaran sungai, air tanah, laut pesisir bahkan laut
terbuka, selain meningkatkan risiko banjir, kekeringan, dan salinitas.
Manusia menggunakan lebih dari separuh ketersediaan air tawar, termasuk
air tanah yang saat ini dieksploitasi di berbagai bagian dunia, termasuk di
Indonesia (Seckleret al. 1999; UNEP dan IWMI 2011).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaiman menanggulangi degradasi lahan akibat ulah manusia?
2.
Bagaimana penerapan teknologi konservasi tanah yang tepat?
3.
Apa peran penting petani dalam penerapan teknologi konservasi tanah?
C. Tujuan
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan teknologi konservasi tanah.
2.
Mengetahui kerugian yang diakibatkan oleh degaradasi tanah.
3.
Mengetahui cara menanggulangi degradasi tanah.
4.
Mengetahui peran serta petani dalam penerapan teknologi konservasi
tanah.
BAB II
ISI
A. Pengertian Teknologi Konservasi Tanah
Kebutuhan ekstensifikasi lahan untuk diolah menjadi areal perkebunan
atau pertanian semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Selain itu, persoalan hak penguasaan tanah baik antar warga,
pemerintah maupun pihak swasta juga menjadi faktor penyebab upaya
ekstensifikasi lahan di Sumberjaya. Hal-hal tersebut memicu terjadinya
konversi hutan primer maupun sekunder menjadi areal pertanian serta
pemanfaatan lahan sampai pada areal tanah miring yang selanjutnya
membuka peluang meningkatnya erosi tanah sehingga terbentuklah lahanlahan kritis. Dalam upaya mempertahankan sumberdaya alam dan mencari
keselarasan
dengan
alam,
manusia
mengembangkan
suatu
sistem
pengetahuan tertentu yang mengarah pada pembentukan pola pengelolaan
lahan yang disertai dengan berbagai upaya konservasi (Joshi et al., 2004;
Schalenbourg, 2002; Chapman, 2002).
Dalam upaya mengatasi kondisi lahan yang kritis serta untuk
meningkatkan
produktivitas
lahan
mereka,
petani
lokal
memiliki
pengetahuan dan menerapkan teknik konservasi tanah dan air meskipun
sifatnya masih sederhana. Pengetahuan lokal petani yang telah dipraktekkan
dalam upaya konservasi tanah dan air antara lain: konstruksi tanah dengan
pembuatan teras dan rorak/lubang angin dan sistem agroforestri dengan
memanfaatkan tanaman naungan, serta penyiangan pada lahan pertanaman
(Elok Mulyotomi dkk). Jadi yang dimaksud dengan konservasi tanah disini
adalah suatu bentuk upaya dalam mencegah erosi tanah dan memperbaiki
tanah yang sudah rusak oleh erosi. Hal ini terkait dengan penempatan setiap
bidang tanah dengan memperlakukan atau menggunakan tanah tersebut
sesuai dengan kemampuannya guna mencegah kerusakan tanah oleh erosi.
B. Pengertian Degradasi Lahan Dan Kerugian Yang Ditimbulkan
Memasuki abad ke-21, degradasi lahan akibat aktivitas manusia telah
menyebabkan terjadinya krisis air global akibat perubahan sistem tata air
alamiah serta pencemaran sungai, air tanah, laut pesisir bahkan laut
terbuka, selain meningkatkan risiko banjir, kekeringan, dan salinitas.
Manusia menggunakan lebih dari separuh ketersediaan air tawar, termasuk
air tanah yang saat ini dieksploitasi di berbagai bagian dunia, termasuk di
Indonesia (Seckleret al. 1999; UNEP dan IWMI 2011).
Di Indonesia, penyebab utama degradasi lahan ialah erosi yang
melebihi ambang toleransi. Degradasi lahan yang disebabkan oleh
penurunan sifat fisik dan kimia tanah terjadi akibat pemadatan tanah karena
penggunaan alat- alat berat dan mesin pertanian atau proses eluviasi, banjir,
dan genangan. Sementara itu, degradasi lahan yang disebabkan oleh
kemunduran sifat kimia antara lain disebabkan oleh proses penggaraman
(salinization), pemasaman (acidification), dan pencemaran (pollution)
bahan agrokimia. Kehilangan lapisan permukaan tanah (top soil) dapat
menimbulkan pengaruh buruk terhadap produktivitas tanah, meski kadangkadang dapat memperbaiki produktivitas tanah atau bahkan tidak
merugikan (Wolman 1985 dalam Obalum et al. 2012). Hal ini terjadi karena
munculnya kembali permukaan tanah produktif yang tertimbun (burried)
bersamaan dengan terjadinya erosi (Meyer et al. 1985 dalam Obalum et al.
2012). Kondisi seperti ini dijumpai pada tanah Andisols dan Inseptisols,
tetapi hampir tidak terjadi pada lapisan tanah yang relatif dangkal pada
tanah Alfisols (Voajeet al. 1998), Ultisols, dan Oxisols terutama di daerah
tropik, di mana unsur hara terkonsentrasi di lapisan permukaan (Mbagwu
dalam Obalum et al. 2012). Selain disebabkan oleh erosi, degradasi atau
kerusakan lahan semakin nyata dan meluas ditandai oleh kejadian banjir,
kekeringan, dan longsor yang semakin sering. Philor (2011) menyatakan
kedalaman tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Biota tanah
memer- lukan tanah yang cukup untuk tumbuh dan menyediakan hara bagi
tanaman. Kehilangan tanah olah di daerah dataran tinggi dapat mencapai
300 t/ha/tahun, sehingga di beberapa area di dataran tinggi terjadi
penurunan kedalaman tanah kurang dari 40 cm. Degradasi lahan tidak
hanya menurunkan produk- tivitas lahan, tetapi juga merusak atau
mengganggu
fungsi
lahan
atau
infrastruktur
pertanian.
Menurut
Adimihardja (2008), Agus dan Husen (2004) dalam Adimihardja (2008), dan
Subagyono et al. (2003), degradasi lahan dapat menurunkan produksi dan
mutu hasil pertanian karena erosi tanah menurunkan pro- duktivitas
melalui penurunan kesuburan tanah.
C. Contoh Upaya Menanggulangi Degradasi Lahan Dengan Teknologi
Konservasi Tanah
Sunarti et al. (2008) mengemukakan bahwa perbeda- an tipe
penggunaan lahan dan kemiringan lereng menghasilkan aliran permukaan
dan erosi tanah yang berbeda. Aliran permukaan dan erosi pada tutupan
hutan sekunder lebih kecil.
Penelitian Haryatiet al. (2012) di Desa Talun Berasap, Kecamatan
Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi menunjukkan bahwa teknik
konservasi tanah berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan (Tabel
3).
Dari table diatas dapat dilihat perlakuan dengan dipotong gulud
setiap 5 m dan ditambahkan rorak menunjukan hasil yang paling baik
dengan tingkat erosi 10,9 t/ha lebih rendah disbanding dengan 3 perlakuan
lain pada kondisi curah hujan 7,4 %. Yang disebut penambahan rorak disini
adalah l8bang – lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat pada
bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah untuk
menjebak dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen –
sedimen dari bidang oalah.
D. Peranan Petani Dalam Penerapan Teknologi Konservasi Tanah
Petani mengembangkan pengetahuan baru dari pengetahuan dasar
yang sudah mereka miliki ditambah dengan masukan eksternal. Apabila ada
inovasi baru yang diperkenalkan kepada petani, maka mereka akan
melakukan serangkaian penelitian sederhana untuk menguji efektivitas dan
manfaat dari inovasi baru tersebut. Dari hasil uji coba yang mereka lakukan,
kemudian mereka membuat keputusan apakah akan menerapkan inovasi
baru tersebut atau tidak. Jika hasilnya seperti yang mereka harapkan maka
mereka akan mengadopsi pengetahuan tersebut (Sunaryo dan Joshi, 2003).
Hal ini dikemukakan oleh seorang petani sebagai berikut: “Saya
mendapatkan banyak pengetahuan dari para peneliti yang datang ke sini
misalnya tentang Arachis pintoi sebagai tanaman penutup tanah. Semula
masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui manfaat tanaman ini. Namun
atas masukan para peneliti, beberapa dari kami mencoba mempraktekkannya
di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah dipraktekkan.
Kemudian kami mencoba mempraktekkannya di kebun kami. Namun
demikian, tidak semua petani di sini percaya dan yakin akan manfaat
tanaman tersebut karena mereka belum mencoba mempraktekkannya sendiri.
Sebagian petani yang sudah melihat kami berhasil dan tertarik kemudian ikut
mempraktekkan di lahannya”. (Sumber: Pak Baridi, Simpang Sari,
Wawancara, Agustus 2003).
Petani lokal dapat melakukan modifikasi dari inovasi luar tersebut,
kemudian disesuaikan dengan keperluan dan keterbatasan mereka. Apabila
mereka berhasil mengadopsi dan menerapkan inovasi baru, maka mereka
akan menularkan kepada petani lain (transfer knowledge). Penyebarluasan
teknologi dapat terjadi antara petani yang sudah mempraktekkan dengan
yang belum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Konservasi tanah adalah suatu bentuk upaya dalam mencegah erosi
tanah dan memperbaiki tanah yang sudah rusak oleh erosi. Hal ini
terkait dengan penempatan setiap bidang tanah dengan memperlakukan
atau menggunakan tanah tersebut sesuai dengan kemampuannya guna
mencegah kerusakan tanah oleh erosi.
2.
Upaya penerapan teknologi konservasi tanah dapat dilakukan dengan;
penyiangan secara parsial, penggunaan tanaman penutup tanah, gulud,
gulud buntu, rorak, saluran buntu, tanaman naungan/sistem multistrata,
kombinasi berbagai teknik.
3.
Dalam penerapan teknologi konservasi petani berperan dalam memilih
cara yang sesui diterapkan didaerah mereka dan melakukan inovasi
dalam menanggulangi lahan – lahan kritis akibat erosi.
B. Sumber Pustaka
Semua kutipan dalam makalah ini diambil dari;
Elok Mulyoutami1, Dkk. PEngetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi
dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berbasis
Kopi di Sumberjaya Lampung Barat. Universitas Lampung.
Nono Sutrisno dan Nani Heryani. 2013. Teknologi Konservasi Tanah dan Air
untuk Mencegah Degradasi Lahan Pertanian Berlereng. Journal Litbang
Pert. Vol. 32 No. 3 September 2013: 122-130
Fahrudin Agus, Dkk. 2002. Pilihan Teknologo Agroforestri/Konservasi Tanah
untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya Lampung Barat.
International Centre for Research in Agroforestry,
LAMPIRAN
LAHAN TERDEGRADASI
Disusun Oleh
Waskito Tulus Jawaharlal
134140073
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIOANAL
‘VETERAN’ YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertambahan jumlah penduduk telah menimbulkan kesenjangan antara
produksi
dan
pemerintah
permintaan
untuk
terhadap
melakukan
impor
pangan,
beberapa
sehingga
mendorong
komoditas
pangan.
Peningkatan impor pangan akan mengancam ketahanan pangan nasional,
sehingga upaya peningkatan produksi pangan di dalam negeri perlu
mendapat perhatian khusus dalam upaya mencegah kerawanan pangan.
Sehubungan dengan hal itu, upaya peningkatan produksi pangan terus
dilakukan antara lain dengan mengoptimalkan peman- faatan lahan kering
berlereng. Pemanfaatan lahan kering berlereng untuk produksi pangan
memerlukan penerapan teknologi konservasi tanah dan air yang tepat untuk
meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan dan menjaga
kelestarian lingkungan.
Konservasi tanah dan air melalui pendekatan agroekosistem dapat
meningkatkan keuntungan usaha tani, memperbaiki ketahanan pangan, dan
meningkatkan produktivitas lahan secara berkelanjutan (FAO 2011). Upaya
lain yang dapat dilakukan yaitu menerapkan secara simultan tiga prinsip
konservasi tanah dan air, yaitu olah tanah minimum, penggunaan penutup
tanah permanen berupa residu tanaman dan/atau tanaman penutup tanah
(cover crop), serta rotasi tanaman (FAO 2010).
Dalam jangka panjang, konservasi tanah dan air bermanfaat dalam
upaya mitigasi perubahan iklim dan degradasi lahan (Marongwe et al. 2011).
Memasuki abad ke-21, degradasi lahan akibat aktivitas manusia telah
menyebabkan terjadinya krisis air global akibat perubahan sistem tata air
alamiah serta pencemaran sungai, air tanah, laut pesisir bahkan laut
terbuka, selain meningkatkan risiko banjir, kekeringan, dan salinitas.
Manusia menggunakan lebih dari separuh ketersediaan air tawar, termasuk
air tanah yang saat ini dieksploitasi di berbagai bagian dunia, termasuk di
Indonesia (Seckleret al. 1999; UNEP dan IWMI 2011).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaiman menanggulangi degradasi lahan akibat ulah manusia?
2.
Bagaimana penerapan teknologi konservasi tanah yang tepat?
3.
Apa peran penting petani dalam penerapan teknologi konservasi tanah?
C. Tujuan
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan teknologi konservasi tanah.
2.
Mengetahui kerugian yang diakibatkan oleh degaradasi tanah.
3.
Mengetahui cara menanggulangi degradasi tanah.
4.
Mengetahui peran serta petani dalam penerapan teknologi konservasi
tanah.
BAB II
ISI
A. Pengertian Teknologi Konservasi Tanah
Kebutuhan ekstensifikasi lahan untuk diolah menjadi areal perkebunan
atau pertanian semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Selain itu, persoalan hak penguasaan tanah baik antar warga,
pemerintah maupun pihak swasta juga menjadi faktor penyebab upaya
ekstensifikasi lahan di Sumberjaya. Hal-hal tersebut memicu terjadinya
konversi hutan primer maupun sekunder menjadi areal pertanian serta
pemanfaatan lahan sampai pada areal tanah miring yang selanjutnya
membuka peluang meningkatnya erosi tanah sehingga terbentuklah lahanlahan kritis. Dalam upaya mempertahankan sumberdaya alam dan mencari
keselarasan
dengan
alam,
manusia
mengembangkan
suatu
sistem
pengetahuan tertentu yang mengarah pada pembentukan pola pengelolaan
lahan yang disertai dengan berbagai upaya konservasi (Joshi et al., 2004;
Schalenbourg, 2002; Chapman, 2002).
Dalam upaya mengatasi kondisi lahan yang kritis serta untuk
meningkatkan
produktivitas
lahan
mereka,
petani
lokal
memiliki
pengetahuan dan menerapkan teknik konservasi tanah dan air meskipun
sifatnya masih sederhana. Pengetahuan lokal petani yang telah dipraktekkan
dalam upaya konservasi tanah dan air antara lain: konstruksi tanah dengan
pembuatan teras dan rorak/lubang angin dan sistem agroforestri dengan
memanfaatkan tanaman naungan, serta penyiangan pada lahan pertanaman
(Elok Mulyotomi dkk). Jadi yang dimaksud dengan konservasi tanah disini
adalah suatu bentuk upaya dalam mencegah erosi tanah dan memperbaiki
tanah yang sudah rusak oleh erosi. Hal ini terkait dengan penempatan setiap
bidang tanah dengan memperlakukan atau menggunakan tanah tersebut
sesuai dengan kemampuannya guna mencegah kerusakan tanah oleh erosi.
B. Pengertian Degradasi Lahan Dan Kerugian Yang Ditimbulkan
Memasuki abad ke-21, degradasi lahan akibat aktivitas manusia telah
menyebabkan terjadinya krisis air global akibat perubahan sistem tata air
alamiah serta pencemaran sungai, air tanah, laut pesisir bahkan laut
terbuka, selain meningkatkan risiko banjir, kekeringan, dan salinitas.
Manusia menggunakan lebih dari separuh ketersediaan air tawar, termasuk
air tanah yang saat ini dieksploitasi di berbagai bagian dunia, termasuk di
Indonesia (Seckleret al. 1999; UNEP dan IWMI 2011).
Di Indonesia, penyebab utama degradasi lahan ialah erosi yang
melebihi ambang toleransi. Degradasi lahan yang disebabkan oleh
penurunan sifat fisik dan kimia tanah terjadi akibat pemadatan tanah karena
penggunaan alat- alat berat dan mesin pertanian atau proses eluviasi, banjir,
dan genangan. Sementara itu, degradasi lahan yang disebabkan oleh
kemunduran sifat kimia antara lain disebabkan oleh proses penggaraman
(salinization), pemasaman (acidification), dan pencemaran (pollution)
bahan agrokimia. Kehilangan lapisan permukaan tanah (top soil) dapat
menimbulkan pengaruh buruk terhadap produktivitas tanah, meski kadangkadang dapat memperbaiki produktivitas tanah atau bahkan tidak
merugikan (Wolman 1985 dalam Obalum et al. 2012). Hal ini terjadi karena
munculnya kembali permukaan tanah produktif yang tertimbun (burried)
bersamaan dengan terjadinya erosi (Meyer et al. 1985 dalam Obalum et al.
2012). Kondisi seperti ini dijumpai pada tanah Andisols dan Inseptisols,
tetapi hampir tidak terjadi pada lapisan tanah yang relatif dangkal pada
tanah Alfisols (Voajeet al. 1998), Ultisols, dan Oxisols terutama di daerah
tropik, di mana unsur hara terkonsentrasi di lapisan permukaan (Mbagwu
dalam Obalum et al. 2012). Selain disebabkan oleh erosi, degradasi atau
kerusakan lahan semakin nyata dan meluas ditandai oleh kejadian banjir,
kekeringan, dan longsor yang semakin sering. Philor (2011) menyatakan
kedalaman tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Biota tanah
memer- lukan tanah yang cukup untuk tumbuh dan menyediakan hara bagi
tanaman. Kehilangan tanah olah di daerah dataran tinggi dapat mencapai
300 t/ha/tahun, sehingga di beberapa area di dataran tinggi terjadi
penurunan kedalaman tanah kurang dari 40 cm. Degradasi lahan tidak
hanya menurunkan produk- tivitas lahan, tetapi juga merusak atau
mengganggu
fungsi
lahan
atau
infrastruktur
pertanian.
Menurut
Adimihardja (2008), Agus dan Husen (2004) dalam Adimihardja (2008), dan
Subagyono et al. (2003), degradasi lahan dapat menurunkan produksi dan
mutu hasil pertanian karena erosi tanah menurunkan pro- duktivitas
melalui penurunan kesuburan tanah.
C. Contoh Upaya Menanggulangi Degradasi Lahan Dengan Teknologi
Konservasi Tanah
Sunarti et al. (2008) mengemukakan bahwa perbeda- an tipe
penggunaan lahan dan kemiringan lereng menghasilkan aliran permukaan
dan erosi tanah yang berbeda. Aliran permukaan dan erosi pada tutupan
hutan sekunder lebih kecil.
Penelitian Haryatiet al. (2012) di Desa Talun Berasap, Kecamatan
Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi menunjukkan bahwa teknik
konservasi tanah berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan (Tabel
3).
Dari table diatas dapat dilihat perlakuan dengan dipotong gulud
setiap 5 m dan ditambahkan rorak menunjukan hasil yang paling baik
dengan tingkat erosi 10,9 t/ha lebih rendah disbanding dengan 3 perlakuan
lain pada kondisi curah hujan 7,4 %. Yang disebut penambahan rorak disini
adalah l8bang – lubang buntu dengan ukuran tertentu yang dibuat pada
bidang olah dan sejajar dengan garis kontur. Fungsi rorak adalah untuk
menjebak dan meresapkan air ke dalam tanah serta menampung sedimen –
sedimen dari bidang oalah.
D. Peranan Petani Dalam Penerapan Teknologi Konservasi Tanah
Petani mengembangkan pengetahuan baru dari pengetahuan dasar
yang sudah mereka miliki ditambah dengan masukan eksternal. Apabila ada
inovasi baru yang diperkenalkan kepada petani, maka mereka akan
melakukan serangkaian penelitian sederhana untuk menguji efektivitas dan
manfaat dari inovasi baru tersebut. Dari hasil uji coba yang mereka lakukan,
kemudian mereka membuat keputusan apakah akan menerapkan inovasi
baru tersebut atau tidak. Jika hasilnya seperti yang mereka harapkan maka
mereka akan mengadopsi pengetahuan tersebut (Sunaryo dan Joshi, 2003).
Hal ini dikemukakan oleh seorang petani sebagai berikut: “Saya
mendapatkan banyak pengetahuan dari para peneliti yang datang ke sini
misalnya tentang Arachis pintoi sebagai tanaman penutup tanah. Semula
masyarakat di Sumberjaya belum mengetahui manfaat tanaman ini. Namun
atas masukan para peneliti, beberapa dari kami mencoba mempraktekkannya
di sebuah lahan kecil. Hasilnya terbukti bagus dan mudah dipraktekkan.
Kemudian kami mencoba mempraktekkannya di kebun kami. Namun
demikian, tidak semua petani di sini percaya dan yakin akan manfaat
tanaman tersebut karena mereka belum mencoba mempraktekkannya sendiri.
Sebagian petani yang sudah melihat kami berhasil dan tertarik kemudian ikut
mempraktekkan di lahannya”. (Sumber: Pak Baridi, Simpang Sari,
Wawancara, Agustus 2003).
Petani lokal dapat melakukan modifikasi dari inovasi luar tersebut,
kemudian disesuaikan dengan keperluan dan keterbatasan mereka. Apabila
mereka berhasil mengadopsi dan menerapkan inovasi baru, maka mereka
akan menularkan kepada petani lain (transfer knowledge). Penyebarluasan
teknologi dapat terjadi antara petani yang sudah mempraktekkan dengan
yang belum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Konservasi tanah adalah suatu bentuk upaya dalam mencegah erosi
tanah dan memperbaiki tanah yang sudah rusak oleh erosi. Hal ini
terkait dengan penempatan setiap bidang tanah dengan memperlakukan
atau menggunakan tanah tersebut sesuai dengan kemampuannya guna
mencegah kerusakan tanah oleh erosi.
2.
Upaya penerapan teknologi konservasi tanah dapat dilakukan dengan;
penyiangan secara parsial, penggunaan tanaman penutup tanah, gulud,
gulud buntu, rorak, saluran buntu, tanaman naungan/sistem multistrata,
kombinasi berbagai teknik.
3.
Dalam penerapan teknologi konservasi petani berperan dalam memilih
cara yang sesui diterapkan didaerah mereka dan melakukan inovasi
dalam menanggulangi lahan – lahan kritis akibat erosi.
B. Sumber Pustaka
Semua kutipan dalam makalah ini diambil dari;
Elok Mulyoutami1, Dkk. PEngetahuan Lokal Petani dan Inovasi Ekologi
dalam Konservasi dan Pengelolaan Tanah Pada Pertanian Berbasis
Kopi di Sumberjaya Lampung Barat. Universitas Lampung.
Nono Sutrisno dan Nani Heryani. 2013. Teknologi Konservasi Tanah dan Air
untuk Mencegah Degradasi Lahan Pertanian Berlereng. Journal Litbang
Pert. Vol. 32 No. 3 September 2013: 122-130
Fahrudin Agus, Dkk. 2002. Pilihan Teknologo Agroforestri/Konservasi Tanah
untuk Areal Pertanian Berbasis Kopi di Sumberjaya Lampung Barat.
International Centre for Research in Agroforestry,
LAMPIRAN