bioteknologi vaksin dan yang id

MAKALAH
VAKSIN HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV)
UNTUK PENCEGAHAN KANKER SERVIKS UTERI

Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur
Mata kuliah Bioteknologi
Dosen Pengampu: Ina Rosdiana Lesmanawati,

Di Susun Oleh:
Risma Yuhliawati
14121610745

TADRIS IPA BIOLOGI (C/V)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SYEKH NURJATI CIREBON

2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kanker serviks uteri merupakan kanker pada perempuan yang
menduduki urutan teratas di Indonesia, sedangkan dinegara maju kejadian
kanker serviks mengalami penurunan. Perjalanan penyakit kanker serviks
sudah diketahui dengan baik. Infeksi HPV (Human Papillomavirus) risiko
tinggi merupakan awal dari patogenesis kanker serviks. HPV risiko tinggi
merupakan karsinogen kanker serviks, dan awal dari proses karsinogenesis
kanker serviks uteri. Proses karsinogenesis melalui tahap lesi prakanker yang
terdiri dari Neoplasia intraepitelial serviks (NIS) I, II, dan III. Lesi prakanker
NIS I sebagian besar akan mengalami regresi, sebagian kecil yang berlanjut
menjadi NIS II, dan kemudian berlanjut menjadi kanker invasif serviks
uterus. Penemuan dan pengobatan lesi prakanker akan mencegah terjadinya
kanker serviks. Penurunan kejadian kanker serviks di Negara maju
disebabkan karena pencegahan sekunder kanker serviks berjalan dengan baik;
meliputi deteksi dini dengan pap smear yang dilanjutkan dengan terapi lesi
prakanker akan menurunkan kejadian kanker serviks. Pencegahan primer
kanker serviks adalah upaya mencegah terjadinya infeksi HPV risiko tinggi.
Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin HPV,
pemberian vaksinasi HPV akan mengeliminasi infeksi HPV. Tujuan tulisan
ini


adalah

membahas

pencegahan

kanker

serviks

uteri,

terutama

memperkenalkan pencegahan primer dengan pemberian vaksin HPV risiko
tinggi.
Penemuan vaksin ini merupakan salah satu terobosan yang sangat besar
dalam bidang ilmu kedokteran khususnya bidang onkologi ginekologi.
Diharapkan pada tahun-tahun mendatang dengan semakin disebarluaskannya
informasi dan penggunaan vaksin Human Papilloma Virus, angka kejadian

kanker mulut rahim dapat ditekan dan mungkin dieradikasi terutama pada
negara berkembang seperti negara kita ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud kanker serviks? Serta bagaimana etiologi kanker
serviks?
2. Apa yang dimaksud vaksin HPV?
3. Bagaimana pengembangan vaksin HPV?
4. Bagaimana Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika? Serta contoh
vaksin HPV?

C. Tujuan
1. Menjelaskan tentang kanker serviks sertta etiologi kanker serviks
2. Menjelaskan vaksin HPV
3. Menjelaskan pengembangan vaksin HPV
4. Menjelaskan pembuatan vaksin dengan rekayasa genetka

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kanker Serviks

Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi sel-sel
baru (neoplastic cells) yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali. Kanker
leher rahim merupakan proses keganasan/kanker yang berasal dari sel-sel
leher rahim yang tidak normal akibat pertumbuhan yang tidak terkendali.
B. Etiologi Kanker Serviks
Penyebab utama terjadinya kanker serviks adalah karena virus HPV. HPV
termasuk golongan pavovavirus yang merupakan virus DNA yang dapat
bersifat memicu terjadinya perubahan genetik. HPV berbentuk ikosahedral
dengan ukuran 50-55 nm, 72 kapsomer, dan 2 protein kapsid. HPV
merupakan suatu virus yang bersifat “non enveloped” yang mengandung
“double stranded DNA”. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang dominan
menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik proliferasi epitel
pada tempat infeksi. Infeksi virus HPV telah dibuktikan menjadi penyebab
lesi prekanker, kondiloma akuminata, dan kanker. Meskipun HPV menyerang
wanita, virus ini juga mempunyai peran dalam timbulnya kanker anus, vulva,
vagina, penis, dan beberapa kanker orofaring.
Virus ini menginfeksi membrana basalis pada daerah metaplasia dan zona
transformasi serviks. Setelah menginfeksi sel epitel serviks sebagai upaya
untuk berkembang biak, virus ini akan meninggalkan sekuensi genomnya
pada sel inang. Genom HPV berupa episomal (bentuk lingkaran dan tidak

terintegrasi dengan DNA inang) dijumpai pada Carcinoma Insitu (CIN) dan
berintegrasi dengan DNA inang pada kanker invasif. Pada percobaan invitro
HPV terbukti mampu mengubah sel menjadi immortal.
Hasil pemeriksaan sekuensi DNA yang berbeda hingga saat ini dikenal
lebih dari 200 tipe HPV. Kebanyakan infeksi HPV bersifat jinak. Tigapuluh

diantaranya ditularkan melalui hubungan seksual dengan masing-masing
kemampuan mengubah sel epital serviks. Tipe risiko tinggi seperti tipe 16, 18,
31, 33,

35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59, 68, 69 dan mungkin tipe yang lain

berhubungan dengan displasia sedang sampai karsinoma in situ. Tipe virus
resiko tinggi biasanya menimbulkan lesi rata dan tak terlihat jika
dibandingkan dengan tipe tipe resiko rendah yang menimbulkan pertumbuhan
seperti jengger ayam pada tipe 6 dan 11 atau dikenal sebagai kondiloma
akuminata. Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90 %
kanker serviks disebabkan oleh HPV dan 70 % diantaranya disebabkan oleh
tipe 16 dan 18, Dari kedua tipe ini HPV 16 menyebabkan lebih dari 50 %
kanker serviks. Apabila seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16

memiliki kemungkinan terkena kanker serviks sebesar 5 %. Kanker serviks
yang di sebabkan HPV umumnya berjenis keganasan sel gepeng.
Zona peralihan pada kanker serviks merupakan tempat utama

dari

infeksi HPV. Setelah terjadi infeksi HPV virus akan menuju ke sel basal dari
epitel serviks dan mengadakan pembentukan di sitoplasma sel basal serta
mengekspresikan protein virus E1, E2, E4, E5, E6, E7. Sel basal yang
terinfeksi ini berdiferensiasi dan melakukan migrasi ke permukaan dan mulai
mengekspresikan protein L1 dan L2. Pada sel-sel epitel yang terinfeksi HPV
tersebut,

virus

akan

terintegrasi

pada


kromosom

penjamu

dan

mengekspresikan protein E6 dan E7 yang akan mengikat protein p53 dan Rb.
Pada HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak
adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam
proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan protein
p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang merupakan
suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan kemampuan untuk
mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan dengan Rb yang juga
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan sistem control
untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein E6 dan E7 pada HPV jenis
yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang lebih besar terhadap p53 dan
protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV yang tergolong resiko rendah.
C. Vaksin Human Papilloma Virus (HPV)


Vaksin

adalah suspensi mikroorganisme yang dilemahkan atau

dimatikan, yang diberikan untuk mencegah, meringankan, atau mengobati
penyakit-penyakit menular. Imunitas dihasilkan dari produksi antibodi
seseorang atau sel T sebagai hasil infeksi atau pajanan alami suatu antigen.
Pada beberapa kasus, suntikan ulangan diberikan untuk menstimulasi ulang
memori imun dan mempertahankan tingkat perlindungan yang tinggi.
Vaksinasi adalah memasukkan vaksin kedalam tubuh dengan tujuan
menginduksi kekebalan.
Vaksin HPV adalah vaksin kedua di dunia yang dapat mencegah
terjadinya kanker. Sebelumnya, terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah
kanker hati. Di Indonesia, vaksinasi HPV telah masuk kedalam program
imunisasi yang dianjurkan.
Vaksin kanker pada awal perkembangannya dimulai dari lisan tumor
sendiri, kemudian berkembang dengan sasaran tumor associated antigen,
yaitu molekul yang diekspresikan oleh tumor dan tidak oleh sel normal.
Selanjutnya digunakan peptida atau DNA sebagai antigen. Antigen DNA
biasanya lemah dan untuk memperkuat potensi imunogeniknya dilakukan

dengan berbagai rekayasa. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan,
vaksin berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1
(viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dengan
diketahuinya infeksi HPV sebagai penyebab kanker serviks, maka terbuka
peluang untuk menciptakan vaksin dalam upaya pencegahan kanker serviks.
Dalam hal ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1. Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar dapat
terlindung dari infeksi HPV.
2. Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar sel
yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik yang
kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan lesi dan
bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama . Dalam hal ini,
antibody humoral sangat berperan besar dan antibodi ini adalah suatu virus
neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi HPV dalam percobaan
invitro maupun invivo. Kadar serum neutralizing hanya setelah fase
seroconversion dan kemudian menurun. Kadar yang rendah ini berhubungan

dengan infeksi dari virus. HPV yang bersifat intraepitelial dan tidak adanya
fase keberadaan virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein L1

diekspresikan selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus
tersebut akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses
kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen presenting
cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan kapsidnya terdapat
dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan limpa, di mana kedua organ
tersebut adalah organ yang sangat berperan dalam proses kekebalan tubuh.
Meskipun dalam kadar yang rendah, antibodi tersebut bersifat protektif
terhadap infeksi virus HPV, sehingga dikembangkan suatu vaksin yang
didasarkan pada mekanisme kerja virus neuralising antibodi terhadap protein
kapsid yang bersifat mencegah terhadap infeksi HPV.
Imunodominant neutralising epitopes terlokalisasi pada protein kapsid L1,
yang kemudian bergabung menjadi suatu kapsid yang kosong atau virus like
particle yang secara bentuk

dan antigenic sangat identik dengan virion

aslinya. Kemudian dengan bantuan teknologi yang canggih, dikembangkan
suatu HPV L1 VLP subunit vaksin.
D. Pengembangan Vaksin HPV
Menurut Pradipta & Sungkar (2007), teknologi untuk memproduksi vaksin

HPV adalah dengan rekombinan DNA. Terdapat 3 jenis teknologi yang
digunakan untuk memproduksi vaksin HPV, yaitu:
a. Viral Like Particles Vaccines (VLP)
Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang bertanggung jawab
dalam membentuk kapsid virus. Protein tersebut memiliki fungsi untuk
membentuk dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai virus.
Partikel tersebut tidak mengandung DNA virus sehingga tidak bersifat
infeksius dan dapat menghilangkan risiko seseorang terkena infeksi dari
vaksin itu sendiri. Partikel tersebut dapat menstimulasi produksi antibodi
yang dapat mengikat dan menetralkan virus yang bersifat infeksius. Saat
ini penelitian mengenai penambahan polipeptid nonstruktural dari protein
virus ke protein minor L1 dan L2 sedang dilakukan dengan harapan dapat
meningkatkan sifat proteksi vaksin.
b. Recombinant Fusion Proteins and Peptides

Teknologi ini merupakan gabungan ekspresi antigen dengan peptida
sintetik yang dapat berespons terhadap epitop imunogenik protein virus.
Pada

binatang

percobaan

vaksin

ini

memiliki

kapasitas

untuk

menginduksi respons antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan
efek terapeutik terhadap subyek yang sudah terinfeksi.
c. Live Recombinant Vectors.
Vaksin berasal dari virus hidup yang direkombinan dengan virus
vaccinia untuk mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18.
Pengembangan vaksin saat ini lebih menitikberatkan pada penggunaan
teknologi VLP dengan tujuan utama melindungi manusia terhadap infeksi
HPV tipe 16 dan 18. Terdapat dua jenis vaksin yang telah dipasarkan dan
sudah melewati uji klinis yakni vaksin bivalen (untuk HPV tipe 16 dan 18)
dan vaksin quadrivalen (untuk HPV tipe 6, 11, 16, dan 18). Pemikiran terbaru
adalah penambahan VLP dari HPV tipe lain. Meskipun demikian,
penambahan VLP pada satu vaksin tunggal ditakutkan akan memberikan
persoalan teknis dalam produksi vaksin.
Pada tanggal 8 Juni 2006, FDA (The U.S. Food and Drug Administration)
telah mengesahkan vaksin HPV dan sudah mendapat izin edar dari BPOM RI
di Indonesia.
Pada awalnya vaksin ditujukan bagi remaja wanita ini, namun saat ini
pemberian vaksin diupayakan dapat diperluas untuk remaja pria (Depkes
RI). Pemberian vaksin HPV sebagai pencegahan kutil kelamin pada pria telah
disahkan oleh FDA pada tanggal 16 Oktober 2009.
E. Pembuatan Vaksin dengan Rekayasa Genetika
Kebanyakan vaksin yang dikenal saat ini dapat dikelompokkan ke dalam
tiga grup yaitu vaksin hidup yang dilemahkan, vaksin dimatikan (killed
vaccine) dan vaksin subunit. Pembuatan vaksin dengan cara melemahkan
organisme penyebab infeksi untuk memperoleh strain yang virulerisinya
sangat berkurang, sudah diakui keampuhannya. Namun demikian vaksin ini
masih banyak kelemahannya, vaksin hidup mempunyai potensi untuk berubah
menjadi virulen, sehingga dapat membahayakan pemakainya. Beberapa virus
mungkin sukar atau tidak dapat dilemahkan sehingga menjadi kendala
pembuatan vaksin ham. Sebelum vaksin hidup digunakan sediaan vaksin

yang dimatikan telah digunakan sebagai vaksin. Inaktivasi virus biasanya
dengan merusak kemampuan replikasi tetapi antigen yang berkaitan dengan
penyebab penyakit masih terpelihara sifat antigeniknya. Vaksin yang
diperoleh dengan inaktivasi ini juga mempunyai beberapa masalah. Vaksinasi
memerlukan jumlah antigen lebih besar dan jumlah fragmen sel (yang tidak
bersifat antigenik) selain antigen juga besar, sehingga jika ada substansi
toksik dalam fragmen tersebut akan dapat menimbulkan masalah toksisitas.
Untuk inaktivasi, organisme tersebut memerlukan perlakuan relatif keras
supaya inaktivasi dapat sempurna; kondisi tersebut dapat merusak antigen.
Aplikasi vaksin ini juga biasanya lebih rumit daripada vaksin hidup, karena
harus diberikan dengan injeksi, sedangkan vaksin hidup dapat diberikan
peroral atau intranasal. Selain itu kekebalan yang diinduksi oleh vaksin yang
dimatikan biasanya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Kondisi
penyimpanan kadang-kadang juga menjadi masalah, misalnya pada foot &
mouth disease. Vaksin ini biasanya di-peroleh dengan menginaktivasi virus
yang dibiakkan dalam baby hamster kidney atau bovine tongue epithelial
cells. Vaksin ini efektif tetapi perlu disimpan pada temperatur dingin,
sehingga kurang sesuai untuk negara tropis. Prinsip yang penting pada
pembuatan vaksin ialah metode inaktivasi harus memusnahkan infektivitas
organisme, tetapi sifat antigeniknya harus tidak berubah. Untuk mengurangi
beberapa masalah yang terdapat pada kedua cara pembuatan vaksin tersebut,
kemudian dikembangkan pembuatan vaksin subunit.
Cara ini hasilnya relatif kurang efektif dalam memacu reaksi kekebalan.
Dalam perkembangan selanjutnya inovasi dalam bidang rekayasa genetika
diharapkan dapat menutup kekurangan yang telah ada. Salah satu keuntungan
dari kemajuan rekayasa genetika adalah kemampuannya menganalisa gen
secara terperinci, sehingga memungkinkan melakukan cloning atau substitusi
gen yang tak diinginkan dengan gen yang dikehendaki. Informasi ini sangat
penting dalam pengembangan vaksin sub unit, karena dengan demikian dapat
dilakukan cloning bagian DNA pengkode protein antigenik sehingga antigen
tersebut dapat di-produksi oleh bakteri atau yeast dalam jumlah besar. Cara
ini sangat efektif untuk memproduksi vaksin subunit dari ber-bagai agen

infeksi. Vektor untuk mengekspresikan antigen bisa bervariasi seperti E. coli,
yeast atau sel mamalia. Pendekatan pembuatan vaksin subunit sedang
dikembangkan oleh beberapa perusahaan bioteknologi baik untuk vaksin
manusia maupun veteriner. Namun produksi vaksin subunit menggunakan
cara rekombinan masih mempunyai masalah yang sama dengan produksi
vaksin subunit konvensionil yaitu vaksin ini kurang efektif dalam
menginduksi respon kekebalan host dibandingkan dengan vaksin sel utuh
(whole cells). Untuk menutupi kekurangan ini telah dikembangkan cara baru
menghasilkan vaksin hidup whole cells menggunakan virus vaccinia sebagai
vektor. Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka
kemungkinan baru untuk memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk
melakukan itu dibutuhkan organisme vektor yang sesuai, dan virus vaccinia
merupakan vektor yang paling terkenal saat ini disamping cytomegalovirus
sebagai calon vektor potensiil. Virus vaccinia sudah lama dikenal dan
digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan
lagi keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pem-beriannya.
Virus vaccinia mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih
sebagai vektor untuk menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan
virus DNA, manipulasi genetik dapat dilakukan relatip mudah, ia mempunyai
genome yang dapat menerima banyak DNA asing, mudah di-tumbuhkan dan
dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia dan hewan.
Sifat virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu
mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila vaksin
hidup hasil rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka
binatang tersebut akan memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen
patogenik yang dimaksud. Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan
vaksinasi binatang percobaan dengan virus rekombinan berhasil melindungi
binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan. Beberapa laporan telah
mengekspresikan

berbagai

penyakit,

seperti

herpes

simplex

virus

glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen,
rabies virus glycoprotein, plasmodium know-lesi sporozoite antigen dan

sebagainya. Rekombinan ini telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap
patogen-patogen tersebut.
Prinsipnya dalam pembuatan vaksin ini yaitu memasukkan gen pengkode
antigen spesifik kedalam virus vaccinia sehingga antigen ditimbulkan oleh
virus tersebut. Teknik ini memungkinkan pembuatan vaksin hidup untuk
berbagai penyakit virus, bakteri dan parasit pada manusia & binatang. Selain
itu dengan cara ini dapat di-produksi vaksin hidup yang dapat merangsang
reaksi kekebalan dengan efektif seperti halnya infeksi alami.
F. Contoh Vaksin HPV
1. Vaksin Bivalen
Vaksin bivalen adalah vaksin yang mengandung protein L1 dari VLP
HPV tipe 16 dan 18 yang diekspresikan oleh rekombinan vektor
baculovirus. Tiap 0,5 ml vaksin mengandung 20 µg protein HPV 16 L1,
20 µg protein HPV 18 L1, 50 µg 3-O-desacyl-4’-monophosphoryl lipid A,
0,5 mg

aluminium hydroxide, 4,4 mg NaCl, 0,624 mg

sodium

dihydrogen phosphate dehydrate, residu dari sel serangga, protein viral
(