T1__BAB V Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Representasi Ideologi Goenawan Mohamad dalam Rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo: Analisis Wacana Kritis “Catatan Pinggir” Majalah Tempo Edisi AgustusOktober 2016 T1 BAB V
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan teknik analisisnya yaitu analisis wacana kritis model Teun A.
Van Dijk, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga dimensi analisis yaitu teks,
kognisi sosial dan konteks sosial.
Sementara itu van Dijk juga menyebutkan bahwa untuk mengetahui praktik
sosial yang terjadi melalui wacana dalam teks maka perlu diketahui lebih dahulu
bahwa tindakan menulis atau berbicara yang dilakukan oleh seseorang, memiliki
tujuan tertentu. Eriyanto (2001:8) menyebutkan bahwa:
“Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,
apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga,
beraksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu
yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang
diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran”.
Dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu, struktur teks tersebut terdiri dari struktur
makro, superstruktur, struktur mikro.
Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan atau penulis teks. Level analisis
kognisi sosial ada empat skema atau model yang dapat digambarkan yaitu : skema
person, skema diri, skema peran dan skema peristiwa. Aspek ketiga yaitu konteks
sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat.
(Eriyanto, 2001: 224).
Berdasarkan langkah-langkah analisis tersebut maka dalam hal ini teks-teks
dalam Catatan Pingggir majalah Tempo edisi Agustus-Oktober 2016 akan diteliti
dan dianalisis berdasarkan langkah-langkah dan elemen-elemen analisis wacana
kritis model Teun. A. Van Dijk.
35
Tabel 5.1.
Skema/Struktur Analisis
Struktur
Rumusan Penelitian
Teks
Menganalisis bagaimana strategi yang
Bagaimana
dipakai
untuk
Goenawan mohamad dalam rubrik
seseorang
atau
Bagaimana
menggambarkan
peristiwa
strategi
tertentu.
tekstual
yang
representasi
ideologi
Catatan Pinggir majalah Tempo
edisi Agustus-Oktober 2016?
dipakai.
Kognisi Sosial
kognisi
Bagaimana wacana ideologi yang
penulis dalam memahami peristiwa
berkembang dalam rubrik Catatan
tertentu
Pinggir
Analisis Sosial
2016?
Menganalisis
bagaimana
edisi
Agustus-Oktober
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang dalam masyarakat. Proses
produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.
1.
Dimensi Teks
Dalam dimensi ini yang diteliti adalah struktur dari teks. Untuk memaknai
suatu teks yang dilakukan adalah analisis linguistik seperti kosakata, kalimat,
proposisi, dan paragraf. Berdasarkan pengertian atas dimensi teks tersebut, maka
ke 11 teks dalam Catatan Pinggir majalah Tempo edisi Agustus-Oktober 2016
dianalisis sebagai berikut.
36
Tabel 5.2
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur
Gambaran lukisan Diego Rivera
Makro
“Semua Seni adalah propaganda”
Topik
Skematik
Skema atau alur teks diawali dengan deskripsi
sebuah lukisan milik Diego Rivera yaitu seorang
perempuan berdiri dengan baju kurung warna Ros,
berselendang dan memegang seikat kembang”.
Superstruktur
Selanjutnya ada pernyataan menyebutkan bahwa
“kembang itu bisa berarti beban yang dipertalikan
ke badannya, beban yang berlebihan, bisa juga
berarti
sesuatu
yang
indah
tapi
harus
Skema
diperdagangkan atau mungkin berarti menyiratkan
apa yang menggugah hati dalam kerja bersama”.
Kemudian mengutip kalimat Rivera “ Semua seni
adalah
Propaganda”
dan
lagi
menambahkan
kalimatnya sendiri “seni mengandung propaganda,
tapi bukan propaganda yang mengulangi represi
lama atau menghasilkan represi baru”.
Pada alur berikutnya dijelaskan perjalanan Rivera
dan perlawanannya menentang nilai-nilai kapitalis
melalui
karya-karya
seninya.
Kemudian
ada
kalimat “ Partai politik bukanlah panglima”. Pada
penutup menceritakan lagi sosok Rivera dan
37
Piccaso seorang komunis “seninya tak pernah
bersedia mengikuti formula, tak pernah patuh pada
apapun”
Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berjudul Latar,
Detil,
“Rivera” adalah sebuah suara kebebasan, bahwa Maksud,
Struktur
seorang seniman harus memiliki nilai-nilai yang Praanggapan,
Mikro
bebas tanpa tunduk pada apapun yang berujung Nominalisasi
curang, tanpa terikat pada golongan apapun.
Sintaksis
Pemakaian kalimat disusun secara deduktif dari
yang umum ke khusus atau mengerucut. Kemudian Bentuk
penulis juga kerap menggunakan premis atau kalimat,
kutipan orang lain sebagai bentuk kata ganti seperti koherensi, kata
“Ia agaknya terusik cemooh kalangan kiri New ganti.
York karena ia, seorang seniman komunis”. Bentuk
kalimat ini bertujuan untuk menjelaskan kepada
pembaca alasan seorang Rivera ketika menolak
Struktur
sebuah tawaran jutawan Amerika dan penulis
Mikro
menggambarkan bagaimana sosok Rivera ini tetap
dalam pendiriannya sebagai seorang liberal dan hal
ini juga mewakili pemikiran penulis.
Stilistik
Pilihan kata yang digunakan dalam teks ini
menunjukkan realitas sosial dan menyiratkan
pentingnya sebuah kebebasan berekspresi dan Leksikon
berpikir. Dari segi ideologi pilihan kata yang
digunakan menyatakan sebuah gebrakan kebebasan
dan melepaskan apapun yang mengikat. Leksikon
dalam teks seperti kata “kebekuan” kalimat ini
merujuk pada istilah kaku, terkekang, tidak
produktif dan berlawanan dengan kata bebas.
38
Retoris
Bagian yang dianggap penting ditonjolkan dalam
teks dengan premis pendukung, yang disebutkan
oleh penulis untuk memperkuat pesan utama, Grafis
didukung
dengan
sebuah
gambar
lukisan metafora
perempuan yang memanggul kembang, dengan ekspresi
tata letak tepat
di tengah-tengah teks dan
memberikan pemaknaan atas gambar tersebut.
Tabel 5.3
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur
Batik sebagai identitas bangsa Indonesia
Makro
“Indonesia adalah Batik”
Topik
Skematik
Alur dalam teks dimulai dengan uraian penggunaan
Superstruktur
Skema
batik yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang
dipamerkan dalam berbagai kompetisi mancanegara.
Kemudian dengan sebuah pernyataan “Indonesia”
adalah batik, kemudian dengan kalimat berikutnya
Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi
penanda. Berikutnya “Penanda” itu lama-lama
mengeras, membeku, memberati. Di pertengahan teks
disebutkan lagi “Bersama itu, apa yang disebut
39
“Identitas” Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi.
Dalam kalimat berikutnya diikuti dengan kalimatkalimat pendukung yang menjelaskan kekakuan
karena sebuah identitas. GM mengutip cerita Kartini
yang menulis “Aku yakin orang tidak akan
memberikan seperempat perhatian mereka kepada
kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan
kebaya,
melainkan
gaun”.
Kemudian
penulis
memaknai kalimat tersebut “ada nada sarkasis yang
halus pada kalimat itu. Ada kepedihan merasakan
ditatap dalam jerat “Identitas”. Ada rasa geli yang
getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang
keras, beku, dan memberati”. Selanjutnya ada
kalimat yang mendukung pernyataan ini “Kemudian
meledak
revolusi
semangat
1945.
revolusi
itu
Dalam
kebudayaan,
ditandai
semangat
menghancurkan penanda-penanda yang membeku.
Mereka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi
“Jati diri”. Teks ini ditutup dengan kalimat “Chairil
Anwar
dan
angkatan
teman-temannya
45...dengan
itulah
disebut
sebagai
generasi
Chairil
memerdekakan kita: menerjang kebekuan”
Semantik
Latar dari teks ini diawali dengan pemaknaan batik Latar, Detil,
yang bukan sekedar hiasan pemanis tapi telah Maksud,
menjadi identitas. Dari kata “Identitas” ini kemudian Praanggapan,
komunikator
mengartikannya
sebuah Nominalisasi
sebagai
penanda dalam arti “Kaku, tidak bebas, beku”
Makna atau maksud dari teks Caping berjudul
“Batik” adalah menyerukan kebebasan bisa berupa
kebebasan berpikir, kebebasan bertindak.
Praanggapan yang bisa diambil adalah, bebas dari
kebiasaan,
tradisi
yang
kaku
dan
mengikat,
40
kebiasaan-kebiasaan lama dan kemudian sebaiknya
Struktur Mikro
harus memiliki keberanian juang untuk bergerak dan
merdeka
dari
hal-hal
yang
tidak
menjadikan
seseorang berkembang.
Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan penulis adalah dari
uraian dan gambaran umum kemudian mengerucut ke Bentuk
pengertian dan makna dari awal kalimat. Sehingga kalimat,
saling berhubungan dan menjadi sebuah cerita yang koherensi,
utuh. Penulis juga menggunakan kata ganti “mereka” kata ganti.
yang menunjukkan ada pihak lain yang tersisihkan
dan menjadi korban dari kata “identitas”. Kemudian
ada juga kata “kita” yang menunjukkan kebersamaan/
merasakan hal yang sama.
Stilistik
Pilihan kata atau leksikon yang digunakan dalam teks
ini seperti “mengeras”, “membeku”, “memberati”
dalam konteks ini kalimat tersebut merupakan kata Leksikon
lain dari kekakuan dan mengikat.
Grafis,
Retoris
Metafora
yang
digunakan
seperti
“Mengeras, Metafora,
membeku, memberati” kata sifat dengan maksud lain Ekspresi
sebuah kekakuan yang mengikat, penulis juga kerap
mengulangi kata “Osifikasi” dalam konteks ini
proses pembentukan diri atas stereotipe identitas.
Dalam kalimat penutup penulis memuji sosok tokoh
revolusi Chairil Anwar dengan menyebutnya sebagai
pembebas yang memerdekakan.
41
Tabel 5.4
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Menyebarnya Islamfobia
Topik
Skematik
Alur dalam teks ini dimulai dengan sebuah
Skema
pendahuluan, dan latar belakang masalah yang
menjelaskan sejarah menyebarnya “Islamfobia”
Superstruktur
atau ketakutan terhadap Islam/anti Islam yang
menyebar di negara-negara barat. Kemudian dalam
kalimat penutup ada premis yang dikutip dari sang
tokoh dunia yang memuji Islam.
Semantik
Uraian latar masalah menyebarnya Islamfobia Latar, Detil,
menerangkan bahwa selama ini yang terjadi adalah Maksud,
Struktur Mikro
banyak
kaum perusuh
seperti
teroris
hanya Praanggapan,
mengatasnamakan Islam atau hanya berlabel Islam. Nominalisasi
Padahal Islam disebutkan adalah sebuah ajaran
yang baik, sebuah kesatuan.
Jadi, orang-orang yang anti Islam sama halnya
dengan teroris yang tidak paham ajaran yang benar.
Sintaksis
Koherensi
yang
digunakan
penulis
yaitu Bentuk
menghubungkan beberapa peristiwa yang terjadi, kalimat,
kejadian di negara barat yang anarkis terhadap koherensi,
Islam dan kemudian dihubungkan dengan sejarah kata ganti.
42
peristiwa konflik agama di Timur Tengah sehingga
fakta dalam cerita saling berhubungan. Kata ganti
yang terdapat seperti “Ia yang menganggap Islam
Struktur Mikro
“wabah”, sama dengan kaum Islamis yang kini
menganggap diri sebagai wakil Islam yang sah”.
Kata “ia” dalam kalimat ini menunjukkan orang
lain atau siapa saja yang terlibat.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipakai disajikan dalam uraian
peristiwa fakta, secara ideologis pilihan kata yang
digunakan dalam teks ini meluruskan paham yang Leksikon
salah terhadap label Islam yang dianggap teroris,
dan menyatakan untuk saling toleran. Bentuk
leksikon
yang
terdapat
dalam
teks
seperti
“Islamfobia” yang berarti anti Islam atau rasa takut
terhadap kaum Islam. Kemudian kata “dikotomi”
kata ini merupakan sebuah istilah dari segi teologis
yang merujuk pada tubuh dan jiwa.
Grafis,
Retoris
Kalimat yang dianggap penting oleh penulis kerap Metafora,
ditegaskan
dalam
tanda
kutip
“Fobia”,
“Komunistofobia”,
“Islamfobia”, Ekspresi
“Xenofobia”,
“Saracen”, “dari Timur”, dsb.
43
Tabel 5.5
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Sajak Huesca oleh John Cornford
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur dalam teks ini diawali dengan kalimat
pernyataan
“Sejak
menggetarkan”
1948,
pernyataan
puisi
ini
itu
juga
Skema
selalu
berarti
menjelaskan secara keseluruhan puisi dengan judul
“Huesca” yang begitu terkenal. Penyusunan alur
dalam teks ini dimulai dengan penggalan puisi yang
ditulis John Cornford dan kemudian penulis
menguraikan
cerita
peristiwa
yang
melatar
belakangi arti puisi Huesca ini. Dalam teks penutup
penulis memberikan pesan-pesan dari perjuangan
John Conford.
Semantik
Latar, Detil,
Dibagian penutup teks Huesca, maksud atau pesan Maksud,
penulis sangat terlihat “Energi bangkit untuk Praanggapan,
mengukuhkan sesuatu yang universal dalam hidup Nominalisasi
manusia dan ada orang yang siap mati untuk itu
meskipun kalah”.
Maksud yang ingin diungkapkan disini adalah
sebuah perjuangan, perlawanan untuk menuntut
kebebasan, memperjuangkan kepentingan umum,
bahkan hingga darah penghabisan.
44
Sintaksis
Kalimat yang tersusun membentuk sebuah kesatuan
makna.
Struktur Mikro
Kalimat
pernyataan
pembuka
“Sejak
1948,
berupa
puisi
sebuah Bentuk
itu
selalu kalimat,
menggetarkan” yang berarti penulis menempatkan koherensi,
puisi Huesca ini sebagai sentral dari kajian yang kata ganti.
ingin diceritakan dan kemudian penulis memaknai
arti
puisi
perjuangan
ini
atau
dengan
kisah
menceritakan
didalamnya
sejarah
sehingga
pembaca dapat mengetahui makna atau pesan yang
ingin diungkapkan penulis melalui kisah ini.
Stilistik
Pemilihan kata dalam teks ini seperti “Dibunuh dan
membunuh” menunjukkan sikap ideologi penulis
yang memaknai perjuangan khususnya di medan Leksikon
perang yang berkobar-kobar, misi yang kuat tak
terbantahkan. Selain itu pilihan kata juga menyatu
dengan
topik
yaitu
puisi
Huesca
yang
dikembangkan dalam sebuah cerita.
Grafis,
Retoris
Grafis yang menonjol adalah bait-bait puisi John Metafora,
Cornford “Hueca” yang berarti penulis ingin Ekspresi
menekankan pesan dari puisi ini.
Bahasa metafora seperti “sebuah sajak hidup yang
murung, disaat hidup akrab dengan kematian”
kalimat ini berupa sebuah kiasan dari GM untuk
mendeskrpsikan awal kisah John Cornford ketika
menulis sajak ini.
Kemudian kalimat “tapi kemurungan itu bukan
segalanya-hanya
melintas,
mendorong,
tak
menenggelamkan” yang berarti GM menekankan
bahwa sajak berjudul Huesca bukan sekedar sajak
kisah cinta yang lemah melainkan sebuah sajak
45
yang menguatkan semangat juang walau harus
berkorban bahkan mati sekalipun.
46
Tabel 5.6
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 11 September 2016
“Tiga Dara”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Film Tiga Dara
Topik
Skematik
Superstruktur
Skema dalam teks ini mempunyai alur cerita yang
Skema
dimulai dengan gambaran umum dari film Tiga
Dara. Kemudian penulis membandingkan film Tiga
Dara yang diproduksi dua zaman. Yaitu versi 1950
dan 2016. Dalam pertengahan cerita penulis
mengarahkan pembaca untuk melihat perbedaan
tradisi dan nilai-nilai dalam film tersebut. Hingga
pada teks penutup, penulis mengungkapkan pesanpesan dalam film tersebut dengan mengaitkannya
pada realita sosial saat ini.
Semantik
Latar yang digunakan adalah kisah dalam film Tiga Latar, Detil,
Dara. Praanggapan yang bisa diambil dari teks ini Maksud,
adalah adanya perbedaan tradisi dan nilai sosial Praanggapan,
yang
cukup
perbedaan
signifikan
masa/zaman.
yang
terjadi
Kemudian
dalam Nominalisasi
penulis
bermaksud menggambarkan realitas di Indonesia
saat ini “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang.
Struktur Mikro
Kehidupan kosmopolitan pemilik hotel di Maumere
itu seperti tak tersentuh kehidupan setempat justru
ketika berdekatan” selanjutnya “Kedua pihak
berada dikurun waktu yang sama, tapi seakan-akan
tidak”. Maksud dari teks ini adalah penulis
47
menggambarkan para birokrat kaya yang memiliki
modal, properti, investasi di suatu tempat/daerah
namun yang terjadi kehidupan sosial semakin
terlihat adanya si kaya dan si miskin. Ketimpangan
dan persaingan sosial semakin terlihat.
Dalam teks penutup “Tapi itulah Indonesia: negeri
yang berubah, terkadang mengagumkan, terkadang
mencemaskan” kiasan ini berarti penulis begitu
prihatin atas kehidupan masyarakat di Indonesia,
ada yang begitu kaya dan menikmati kemewahan
ada juga si miskin yang memprihatinkan.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini saling berhubungan
dengan bentuk kausalitas. Alur teks pembuka Bentuk
hingga bagian isi menggambarkan kisah dalam film kalimat,
Tiga dara dan pada penutup, penulis mengarahkan koherensi,
pembaca untuk mengetahui isi pesan-pesan dari kata ganti.
film
tersebut
dengan
kata
lain
pembaca
menggunakan film ini sebagai media untuk
mempresentasikan nilai atau ideologi
penulis
melalui pesan dalam film.
Stilistik
Leksikonya adalah cerita atau kisah dalam film, Leksikon
posisi penulis dalam hal ini disamarkan dalam arti
ideologi penulis diwakilkan melalui pesan yang
diceritakan dalam kisah film Tiga Dara. Pilihan
kata seperti “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang”.
Retoris
Grafis,
Ekspresi yang ditekankan dalam teks ini yaitu Metafora,
kalimat-kalimat yang selalu dimuat dalam tanda Ekspresi
kutip seperti “Pantas”, “Tradisi”, “Modernitas”,
“Sosialita” dan juga penekanan pada kalimat Tiga
Dara dengan cetak miring.
48
Tabel 5.7
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Lukisan yang Molek
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur yang dipakai menggunakan alur wacana
Skema
percakapan yang dimulai dengan kalimat tanya
“Ada apa dengan picasso? atau Sudjojono” dalam
pertengahan atau isi teks penulis menjelaskan
perjalanan atau aliran ideologi kedua seniman ini
dalam setiap karya-karya mereka. Kemudian
penulis mengarahkan pembaca untuk melihat
ideologi Sudjono dalam berkarya yaitu melukis
sesuai realitas yaitu pertentangan kelas sosial dan
diakhir teks penulis mengarahkan pembaca untuk
menebak sendiri pesan-pesan dalam teks.
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah deskripsi lukisan- Latar,
Detil,
lukisan ideologi politik para seniman baik pelukis Maksud,
barat maupun pelukis di Indonesia. Detil dan Praanggapan,
informasi yang ditampilkan dalam teks cukup
banyak dan mewakilkan ideologi
Nominalisasi
penulis.
Menggambarkan realitas kehidupan masyarakat di
Indonesia yaitu terkait kemiskinan, ketimpangan
dan persaingan sosial. Selain itu teks ini juga
Struktur Mikro
menyinggung
tentang
pembangunan
dan
penggusuran yang dilakukan pemerintah dengan
memaknai teks “dengan kata lain, Lunacharski
49
juga menghendaki yang “Serba bagus”, tenang
dan tertib” selanjutnya kalimat “Dengan kata lain,
penampilan tubuh harus sejalan dengan penertiban
manusia: tata harus ditegaskan di atas hidup yang
bergejolak- sesuatu yang juga tersirat dalam
estetika “Hindia Molek”. Maksud dari teks ini
adalah
menyiratkan
pembentukan
kota
dan
pembangunan serta tata cara dalam menata
manusia di dalamnya sehingga dapat terlihat indah
nan cantik bak konsep keindahan “Hindia Molek”
Sintaksis
Bentuk
kalimat
dalam
teks
saling Bentuk
ini
berhubungan. Kata penghubung seperti dan, kalimat,
dengan kata lain, sebab, namun, dengan begitu. koherensi, kata
Konsep keindahan atau molek versi
masing- ganti.
masing pelukis dihubungkan dengan pesan yang
ingin disampaikan penulis sehingga membentuk
satu arti yang bisa ditebak oleh pembaca.
Stilistik
Pemilihan kata yang digunakan penulis kerap
mengutip
pernyataan
tokoh
yang
berarti
mendukung pemikiran penulis. Serta penulis Leksikon
memaknai
fakta
perubahan
dengan
kata
“guncangan”.
Retoris
Grafis,
Grafis yang teks memperlihatkan sebuah cermin Metafora,
dan menempatkannya di tengah-tengah teks. Ekspresi
Cermin ini berhubungan dengan judul dan cerita
penulis yaitu konsep “Molek”. Selain itu penulis
juga kerap menggunakan metafora seperti “tubuh
menonjol”, “gunung dan laut biru”, “sawah
menguning”, “wajah-wajah ganjil”, “kembang dan
perempuan mekar”.
50
Tabel 5.8
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 25 September 2016 Judul
“Angsa”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Perubahan pembangunan, penataan kota, dan
Topik
WACANA
Tematik
Struktur Makro
manusia modernitas.
Skematik
Alur dalam teks disusun dengan pernyataan
Skema
sekaligus pertanyaan “Jakarta punya sejarah yang
panjang. Tapi punyakah ia nostalgia?” kalimat ini
menggambarkan isi dari tulisan yang hendak
dikemukakan oleh penulis. Melihat isi dan konten,
tulisan ini berjudul Angsa namun umumnya
berbicara tentang pembangunan dan modernitas
Superstruktur
kemudian penulis menghubungkannya dengan
seekor “angsa” yang menggambarkan makhluk
yang membutuhkan alam. Dalam teks ini setiap
paragraf saling berhubungan sehingga membentuk
suatu cerita yang utuh dengan makna dan pesan
dari penulis.
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah kota Jakarta dengan Latar,
Detil,
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Maksud,
Struktur Mikro
Penulis juga mendeskripsikan Jakarta dahulu dan Praanggapan,
sekarang.
Perubahan
terjadi,
sesuatu
yang Nominalisasi
bersejarah akan mengalami transformasi dan ini
menjadi sebuah dampak dan yang berharga namun
harus dikorbankan demi suatu perubahan .
51
Detil yang ditampilkan penulis juga berupa
pernyataan dan pemikiran dari beberapa tokoh
yang prihatin terhadap kekerasan infrakstruktural.
Praanggapan atau maksud yang bisa disimpulkan
adalah adanya pihak-pihak yang dirugikan dalam
sebuah
tranformasi
pembangunan.
Ini
juga
bermaksud sebagai suara yang memihak kepada
rakyat kecil dan dampak modernitas. “Seperti
alam dan mereka yang dipinggirkan terancam
perluasan teknologi dan modal” kalimat ini lebih
jauh menjelaskan maksud tersebut.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini dimulai dengan
bentuk deduktif yaitu inti dari teks ditempatkan Bentuk
pada paragraf pembuka yang menggambarkan kalimat,
seluruh isi dan cerita yang ingin dikemukakan koherensi, kata
penulis. Bentuk kalimat yang ditampilkan juga ganti.
menonjol yaitu menggambarkan Jakarta dan hiruk
pikuk di dalamnya, sehingga pembaca dengan
mudah dapat mengerti dan menarik kesimpulan
dari teks yang berjudul angsa ini. Kemudian kata
ganti yang digunakan yaitu “kita” yang berarti
penulis memposisikan diri serupa dengan posisi
pembaca pada umumnya dan hal ini berupa
representasi dari sikap bersama.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipilih yaitu merujuk pada Leksikon
fakta dan realitas sosial khususnya diperkotaan
misal kalimat “Di Jakarta, kita tahu, tak mudah
lagi kita kluyuran” kalimat ini menunjuk akan
kemacetan ibu kota. Hal ini menggambarkan
52
ideologi penulis dalam memahami penataan dan
modernisasi. Sikap penulis adalah memikirkan
pihak-pihak yang dirugikan seperti masyarakat
kelas bawah dan juga keberadaan ekologi.
Grafis,
Retoris
Dalam teks penulis mengutip sebuah sajak dari Metafora,
penyair Baudelaire “Paris lama tak lagi disitu Ekspresi
(sebuah
kota
berubah
bentuk
lebih
cepat
ketimbang hatiku)” kalimat ini ditonjolkan dalam
teks dengan ruang sendiri dan dicetak miring yang
menyatakan inti teks dan sikap dari penulis.
53
Tabel 5.9
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Struktur
Tematik
Makro
Rakyat, partai politik dan pemerintah
Topik
Skematik
Teks ini dimulai dengan sebuah lead bait-bait puisi
Bertolt Brecht (1953) dan kemudian diikuti deskripsi
sebuah cerita pemberontakan kaum buruh di Berlin
pada 1953 yang menjadi gagasan utama. Paragraf
Superstruktur
berikutnya
penulis
menggambarkan
kisah
dan
penyebab pemberontakan itu “upah dirasakan tak
cukup dan penghasilan timpang”. Pada pertengahan
Skema
hingga penutup teks, penulis menyusun alur yang
saling berkaitan namun memiliki arti dan kesatuan
makna yaitu
keberadaan
rakyat namun pada akhir cerita
partai politik menjadi hal yang
menonjol.
Semantik
Latar dalam teks adalah penggalan puisi Bartolt Latar, Detil,
Brecht (1953) yang menceritakan pembangkangan Maksud,
yang dilakukan buruh di Berlin. Detil yang Praanggapan,
ditampilkan dalam teks berupa informasi ataupun Nominalisasi
fakta-fakta peristiwa pemberontakan buruh dan
gerakan rakyat terhadap pemerintah dalam menuntut
hak-haknya. Maksud atau praanggapan yang bisa
disimpulkan dalam teks yang berjudul “Rakyat”
adalah sebuah suara kebebasan dalam menuntut hakhak rakyat kecil, dan menggambarkan partai sebagai
54
sebuah
legitimasi
memperjuangkan
politik
kepentingan
belaka
diri
dan
yang
bukan
mewakilkan suara rakyat.
Sintaksis
Struktur Mikro
Bentuk kalimat dalam teks ini berupa fakta sejarah
dan
menjadikannya sebuah cerita dengan pesan- Bentuk
kalimat,
pesan sesuai ideologi penulis.
Kata ganti yang digunakan seperti “kita” yang berarti koherensi,
penulis
menggiring pembaca
untuk menyadari kata ganti.
sebuah fakta dengan pengertian yang sama, dan rasa
bersama. Kata ganti berikutnya adalah “mereka”
dalam konten ini yang dimaksud adalah oknum
partai, dan kata ini menunjukkan posisi penulis
sebagai pihak yang lain dan tidak terlibat dalam
partai atau pemerintah melainkan memposisikan diri
dipihak rakyat.
Stilistik
Pilihan kata mengutip pernyataan para tokoh dan Leksikon
pejuang kebebasan rakyat, misal “Sajak Brecht di
atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak
mungkin ada pemerintah yang memilih rakyat baru.
Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap”.
Kalimat ini mendukung topik dan maksud yang ingin
dikemukakan penulis.
Retoris
Grafis,
Bagian grafis yang ditonjolkan adalah sajak-sajak Metafora,
Bertolt Brecht. Selanjutnya bagian grafis mengarah Ekspresi
kepada citra partai dan keberadaan pemerintah saat
ini. Dibagian akhir menggambarkan kondisi sosial
politik Indonesia “partai-partai dan parlemen seakanakan telah membubarkan rakyat dan memilih rakyat
yang baru”. kemudian disebutkan lagi rakyat yang
baru mereka bentuk; sebagai gema dari jauh”.
55
Tabel 5.10
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Aura”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Aura seseorang atau pengaruh yang menjadi Topik
kekuatan politik.
Skematik
Alur yang digunakan berupa sebuah cerita yang
Skema
dimulai dengan pendahuluan, latar belakang, isi,
dan
penutup.
Dalam
kalimat
pengantar
menggiring pembaca untuk menyimak sepenggal
cerita kerajaan pandawa “ada suatu masa ketika
raja dan kesatria menghilang.” Kemudian penulis
menghubungkan cerita ini ke dalam cerita politik
seorang pemimpin yang mengasingkan diri namun
Superstruktur
memiliki pengaruh politik karena memiliki aura
tersendiri
“selama
itu,
namanya
semakin
termasyur, auranya membubung, dan pengaruh
politiknya semakin menyebar”. Setelah penulis
menjelaskan arti aura secara harafiah selanjutnya
penulis menghubungkannya ke dalam situasi
politik modern “Dalam sejarah politik modern,
“dalam pemujaan sosok pribadi” Stalin,, Mao
Zedong, Kim II Sung, dan bung Karno, Aura
justru diproduksi lewat bahasa dan gambar, slogan
dan poster yang diulang-ulang mengumandangkan
keagungan
mereka”
melalui
kalimat
ini,
pengertian “Aura” menjadi berkembang ataupun
dihubungkan dengan pesan-pesan dan maksud
56
dari penulis. Kemudian pada penutup, Aura masih
menjadi pembicaraan namun penulis mendekatkan
pengertian ini kepada situasi politik walaupun
dalam teks terdapat cerita yang berbeda namun
penulis tetap konsisten dalam membahas tentang
Aura
hingga
pada
kalimat
penutup
dan
membentuk suatu cerita yang utuh”.
Semantik
Latar peristiwa dimulai dengan cerita seorang Latar, Detil,
pemimpin dengan “Aura” dan pengaruh yang Maksud,
dimiliki. Detil informasi yang ditampilkan berupa Praanggapan,
fakta-fakta sejarah dunia politik dan para tokoh Nominalisasi
pemimpin.
Makna
yang
ingin
ditekankan
adalah
menyingggung pemimpin atau tokoh politik yang
memiliki nama karena sebuah pencitraan belaka.
Selain itu menyadarkan pembaca akan kubu-kubu
politik
atau
kelompok-kelompok
yang
mengkotak-kotakan masyarakat sehingga terjadi
radikalisme dan intoleransi.
Struktur Mikro
Sintaksis
Kalimat yang tersusun terbentuk menjadi sebuah
cerita yang utuh dan menggiring pembaca untuk Bentuk
mengetahui dan menebak sendiri pesan-pesan kalimat,
yang tersirat dari cerita yang disajikan. Kalimat koherensi,
dimulai dari umum ke hal-hal yang fokus dan kata ganti.
sempit.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan atas peristiwaperistiwa dalam cerita yang dibawa penulis ke
dalam teks. Misal, “Aura semacam daya yang Leksikon
bukan fisik yang memancar dari seseorang atau
57
sebuah benda-terbit karena sifat unik orang atau
benda itu”.
Pilihan kata yang dipakai juga berupa pernyataanpernyataan yang berusaha menyadarkan pembaca
akan suatu topik yang tengah dibicarakan yaitu
terkait bentuk-bentuk pencitraan dan partai-partai
politik yang tidak mewakili nilai-nilai moral dan
kehidupan sosial yang majemuk.
Grafis,
Retoris
Cerita
politik
dan
tokoh-tokoh
pemimpin Metafora,
ditampilkan dalam teks sebagai sebuah media Ekspresi
refleksi sehingga posisi penulis disamarkan dan
pesan-pesan yang dimaksud kelihatan lebih akurat
dan bisa diterima.
58
Tabel 5.11
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Mencari kebenaran
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur dalam teks berupa cerita pendek seorang
Skema
dalang yang tengah memainkan cerita Bhima dan
Dewa Ruci. Dimulai dengan kalimat pendahuluan
“Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari
kebenaran” kalimat ini adalah kutipan dari tokoh
dalam cerita. Penulis kemudian menguraikan
sebuah kisah tentang sosok Bhima sang pangeran
pandawa. Selanjutnya penulis memaknai sendiri
kisah-kisah dan pesan yang terdapat dalam cerita
perjalanan
pangeran
Bhima
dalam
mencari
kebenaran.
Semantik
Latar yang dipakai adalah dalang yang bercerita Latar, Detil,
tentang kisah Bhima dalam mencari kebenaran. Maksud,
Bagian ini menggambarkan seluruh fokus cerita Praanggapan,
penulis dalam menghubungkan kisah tokoh dan Nominalisasi
mendekatkannya
Struktur Mikro
dengan keberadaan manusia
saat ini. Nilai-nilai atau etika adalah kebenaran
itu, ia bersifat universal dan dipandang sebagai
kebenaran mutlak dalam kehidupan sosial dan
bermasyarakat.
59
Sintaksis
Awal kalimat yang digunakan berupa kutipan Bentuk
langsung dari tokoh dalam cerita “Ia mencari air kalimat,
kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” koherensi,
kalimat ini menyiratkan pokok pikiran yang kata ganti.
hendak dikemukakan penulis yaitu keberadaan
manusia dalam mencari kebenaran dan jati diri.
Kata ganti yang terdapat dalam teks yaitu “kita”,
“kita semua” kalimat ini mempresentasikan diri
penulis setara dengan pembaca yang juga menjadi
penikmat dari cerita ini.
Stilistik
Pemilihan kata bervariatif ada kalimat langsung Leksikon
dan tidak langsung. Misal, “warna-warna itu,
menurut Dewa Ruci, merupakan imaji dari energi
apa yang ada dalam diri sendiri-durmaganingtyas,
terutama yang negatif, kecuali yang putih”.
Retoris
Grafis,
Bagian teks yang ditonjolkan adalah cerita kisah Metafora,
Bhima dalam mencari kebenaran dan jati diri, Ekspresi
Kisah ini mendukung pesan-pesan dari penulis.
60
Tabel 5.12
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Kisah Dylan dan seninya dalam menyuarakan
Topik
kebebasan dan ketimpangan sosial
Skematik
Superstruktur
Skema atau alur dalam teks ini dimulai dengan
Skema
perkenalan dengan sosok tokoh yang menjadi fokus
cerita yaitu Bob Dylan. Kemudian isi teks
menguraikan kisah Dylan sebagai peraih nobel
dengan karya-karya seninya yang menyuarakan
kebebasan dan kesetaraan sosial. Kemudian pada
penutup penulis memberikan pesan-pesan sebagai
sikap ideologinya “Tapi ada yang tetap datang di
dalam dirinya: kepekaan kepada hidup yang
dicederai”. Skema cerita dalam teks disusun dengan
saling berhubungan dari sebuah kisah tokoh kepada
pesan-pesan
suara
kebebasan
dan
usaha
memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.
Semantik
Detil
informasi
yang
terdapat
dalam
teks Latar, Detil,
mendukung maksud dan pesan-pesan penulis. Maksud,
Sebagaimana sosok Bob Dylan digambarkan Praanggapan,
penulis juga memiliki kekaguman terhadap tokoh Nominalisasi
dalam cerita “saya terpesona akan suaranya yang
bergetar, lugu, dengan kesayuan yang tiap kali
61
ditingkah patahan dan ironi” dengan begitu,
ideologi tokoh dalam cerita mempresentasikan diri
penulis dalam menyuarakan kebebasan, keadilan
Struktur Mikro
sosial dan kebenaran yang berlandasan pada
kepekaan sosial.
Sintaksis
Bentuk kalimat disusun dari deduktif ke induktif Bentuk
dari gambaran umum sang Tokoh dalam cerita kalimat,
kemudian mengerucut ke hal-hal yang khusus dan koherensi,
pesan-pesan dari penulis.
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan dari penulis atas Leksikon
kisah-kisah dan perjuangan sosok Bob Dylan.
Misal, “citra Bob Dylan adalah citra anak muda
yang menerobos”.
Retoris
Grafis,
Penekanan pesan dan titik fokus dalam teks adalah Metafora,
sosok Bob Dylan dengan kisah dan perjuangannya Ekspresi
dalam menyuarakan kebebasan dan kehidupan
sosial yang seimbang tanpa diskriminasi.
62
2. Analisis Kognisi Sosial
Tabel 5.13
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
Skema Person (Person Schemas)
Goenawan Mohamad adalah seorang wartawan senior. GM juga terlibat dalam
pembentukan dan penggagas surat kabar Harian Kami, majalah ekspres dan
seorang aktivis pada masa orde baru. Saat ini aktif menulis di rubrik catatan
pinggir majalah Tempo. “Rivera” adalah salah satu teks yang ia tulis pada 14
Agustus 2016.
Skema Diri (Self Schemas)
GM menulis naskah ini pada rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo untuk
edisi 14 Agustus 2016. Sebagai penulis tetap di rubrik ini, sudah menjadi
kewajiban bagi GM untuk memilih topik dan bahan referensi dalam setiap
tulisannya. Pemilihan judul “Rivera” adalah kewenangan dari GM tanpa arahan
dari redaksi. Judul dan gaya penulisan sudah menjadi ciri khasnya. Dengan
gaya jurnalisme sastrawi, teks “Rivera” ini disuarakan oleh penulis sebagai
pembentuk kesadaran publik akan pentingnya keadilan dan kebebasan setiap
individu dalam sebuah negara. Dalam hal ini GM memilih berada dalam posisi
seorang aktivis yang menyerukan hak dan kebebasan setiap individu.
Skema Peran (Role Schemas)
Pemikiran GM dalam menyuarakan kebebasan dan keadilan tidak berhenti pada
saat orde baru, namun hingga hari ini kebebasan dan keadilan masih menjadi
fokus utamanya dan sangat berpengaruh dalam setiap teks yang ia tulis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Teks “Rivera” diproduksi berdasarkan ideologi seorang GM yaitu menyuarakan
kebebasan dan berani menentang golongan-golongan politik yang merebut
63
keadilan dan kebebasan. Skema peristiwa dalam teks ini juga berhubungan
dengan kondisi politik tanah air khususnya dalam keanggotaan partai politik.
Dalam pandangannya GM mencoba meyakinkan orang yang terlibat di
dalamnya untuk terus memiliki sikap dan pendirian tetap dalam menjalankan
visi dan misi dalam pelayanan masyrakat. Isu yang berhubungan dengan teks ini
seperti penegakkan hukum bagi pengedar narkoba dan kembali diangkatnya Sri
Mulyani sebagai menteri keuangan serta harapan masyarakat dan pemerintah
yang disandangkan padanya.
Selain itu GM juga mengungkapkan bahwa yang melatarbelakangi penulisan
teks ini dimulai dari kekhawatirannya akan kebebasan masyarakat yang mulai
terancam.
64
Tabel 5.14
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang penulis yang telah lama berkecimpung di dunia jurnalistik
tentu GM memiliki banyak pengalaman dan memori ingatan yang beragam
terkait setiap peristiwa yang terjadi. Dalam teks ini GM banyak bercerita
tentang identitas khususnya yang melekat pada “batik” yang erat hubungannya
dengan identitas bangsa Indonesia. Namun sekali lagi GM memaknai peristiwa
ini sebagai sebuah peringatan untuk lepas dari kebekuan identitas yang artinya
adalah perlunya setiap individu berpikir dan berlaku bebas namun
bertanggungjawab dalam tindakannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Skema diri penulis dalam teks ini diposisikan sebagaimana layaknya seorang
pengamat politik yang mengarahkan pembaca untuk berhati-hati akan berbagai
kebekuan dan kebiasaan hidup yang tidak proaktif. Sikap penulis juga
digambarkan sebagai seorang aktivis yang terus menyuarakan semangat juang
dan pembebasan.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM saat ini Indonesia
dan masyarakat global mengalami masalah
identitas. Itu dibuktikan dengan peran elit sosial politik yang mengkotakkotakkan manusia antara barat dan timur, hitam dan putih. Masyarakat pribumi
dan masyarakat elit. Semestinya manusia harus diperlakukan sebagaimana
kodratnya. Sama adil.
65
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa atau isi teks ini ditulis oleh GM saat melihat fenomena dan kondisi
Indonesia yang semakin terancam. Dalam hal ini bukan lagi negara yang
melakukannya tetapi GM melihat ada pihak-pihak atau hal-hal yang
mengkotak-kotakan masyarakat misal, pada pembangunan dan gaya hidup.
Antara masyarakat kota dan masyarakat pelosok serta pembangunan yang tidak
merata.
66
Tabel 5.15.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang dikenal sebagai aktivis melawan kekuasaan orde baru juga seorang
Islam, ia terus menyuarakan Indonesia yang terbuka dan damai. “Fobia” salah
satu judul tulisannya di rubrik Cacatan Pinggir yang berbicara tentang
menyebarnya “Islamfobia” atau anti Islam. Isi dari teks ini menggambarkan
ideologi seorang GM dalam memandang isu dan peristiwa “Islamfobia”.
Skema Diri (Self Schemas)
Sebagai seorang pemikir idealis, GM tidak berangkat dari salah satu sudut
pandang tertentu atau kepercayaan tertentu. Ia menyajikan data atau fakta-fakta
awal
munculnya
isu
SARA
atau
penyebab
suatu
perang
yang
mengatasnamakan agama lewat cerita sejarah yang pernah terjadi. Melalui
cerita sejarah tersebut GM kemudian bercerita bahwa pada dasarnya Islam
adalah sebuah keyakinan yang baik dan telah disalah artikan sekelompok orang.
Skema Peran (Role Schemas)
Sebagai pendiri dan penulis aktif di majalah Tempo, GM memiliki tanggung
jawab yang besar dalam perannya sebagai penuntun khalayak dalam berpikir
terbuka. Majalah Tempo memiliki citra sebagai media informasi yang berbasis
jurnalis investigasi, sastra dan netral. Oleh karena itu GM berusaha netral dan
mengambil peran sebagai seorang pemikir yang idealis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Sebagaimana telah diuraikan dalam teksnya bahwa menyebarnya “Islamfobia”
khususnya di negara-negara Eropa. GM melihat adanya pihak-pihak atau orangorang tertentu yang bertindak anarki dan mengatasnamakan agama sebagai
sebuah pembelaan diri. Teks ini berhubungan dengan maraknya terorisme dan
konflik Timur Tengah.
67
5.16.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang jurnalis juga kritikus sastra, GM juga berlatarbelakang sebagai
aktivis revolusi dan melawan sebuah kebungkaman. Dalam mengisi setiap
rubrik Catatan Pinggir sudah menjadi ciri khas seorang GM ketika mengangkat
cerita-cerita sejarah ke dalam sebuah tulisannya sebagai bentuk presentasi diri
dan ideologinya dalam menggugah semangat khalayak.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam tulisannya berjudul “Huesca” GM menguraikan kalimat-kalimat retorika
tentang sebuah perlawanan dan perjuangan. Angle atau sudut pandang peristiwa
ini bertolak dari keprihatinan GM saat melihat banyaknya golongan yang
membungkam orang lain. Hal ini menjadi perhatiannya dan berusaha
menyadarkan khalayak pentingnya keberanian dalam melawan dan hidup bebas.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM kemerdekaan tanpa keadilan tidak ada gunanya begitu sebaliknya.
Dalam pandangannya kedua hal ini harus saling berjalan beriringan. Maka,
kesadaran masyarakat dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah keadilan dan
kebebasan itu.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Sebagaimana diungkapkan oleh GM dalam wawancara bahwa, tulisannya ini
juga berangkat dari keprihatinannya dalam melihat fenomena masyarakat yang
masih bungkam dalam menyatakan kebenaran dan keadilan dan ini sebuah
ancaman bagi kebebasan bagi setiap individu. Peristiwa ini berhubungan juga
dengan isu politik yang tengah berlangsung yaitu agar POLRI tak diintervensi
dalam mengusung investigasi suap perpanjangan visa on arrival anak buah
kapal di kota Tual, Maluku.
68
Tabel 5.17.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 11 September 2016 Judul
“Tiga Dara”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai penulis tetap di rubrik Catatan Pinggir majalah Tempo, GM berusaha
keras untuk selalu berpikir dan mencari bahan tulisan untuk menjadi sebuah
teks dengan ciri khasnya dan memiliki pesan-pesan yang disesuaikan dengan
isu-isu disekitar yang tengah diperbincangkan. Tulisan “Tiga Dara”
diangkatnya karena GM juga menyukai karya-karya seni seperti teater, film,
dsb.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil angle dan sudut pandang peristiwa “Tiga Dara” karena Ia
melihat adanya nilai-nilai kehidupan sosial dari kedua film itu. kehidupan atau
realita sosial yang nyata terjadi di masa kini.
Skema Peran (Role Schemas)
Kehidupan GM dan kecintaannya pada seni dan sastra menjadikan dia sebagai
seorang jurnalis sastra. Oleh karena itu tulisannya di rubrik Catatan Pinggir
disajikan sebagai sebuah karya sastra, berupa cerita pendek namun memiliki
maksud dan pesan-pesan ideologi.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa atau isi teks ini ditulis oleh GM saat melihat fenomena dan kondisi
sosial yang begitu mencolok. Para birokrat yang lebih mengejar untung namun
mengabaikan tanggung jawab sosialnya yaitu kepedulian terhadap masyarakat
kelas bawah. Peristiwa yang berhubungan dengan teks ini terkait isu yang
tengah berlangsung seperti makanan kadaluwarsa di restoran ternama. Merek
jual Pizza Hut dan Marugame Udon menjadi perbincangan dan mengandung
bahan-bahan usang dalam pembuatannya.
69
Tabel 5.18.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis teks “Molek” untuk mengisi rubrik Catatan Pinggir 18 September
2016. Judul dan cerita dari teks dimunculkan semata-mata sebagai sebuah
bagian dari perenungannya tentang kisah sejarah. GM sekali lagi sebagai
seorang pecinta karya seni dan sastra.
Skema Diri (Self Schemas)
GM berusaha menjaga ciri khas teks yang disajikan kepada pembaca khususnya
di rubrik catatan pinggir. Angle yang ditonjolkan dalam tulisan “Molek” ini
berangkat dari peristiwa dan isu di Indonesia pada tahun 2016. Dari segi
kemanusiaanlah GM mengangkat judul dan isi dari teks ini.
Skema Peran (Role Schemas)
Tempo dan GM adalah media dan jurnalis yang telah memiliki nama dan
karakter dalam menulis dan memproduksi setiap berita dan informasinya. Oleh
karena itu, perannya ini yang tetap dipertahankan sebagai media yang
menjembatani peristiwa yang berlangsung dan bagaimana seharusnya khalayak
berpikir tentang itu. GM tentu memiliki pandangan sendiri dalam menanggapi
isu dan peristiwa ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa seperti penggusuran pemukiman dan perebutan hak-hak rakyat kecil,
bagi GM ini adalah ketimpangan sosial masa kini dan hal ini sangat ia tentang.
Misal kebijakan pemerintah terkait penataan kota atau realokasi pemukiman
warga.
Namun GM mengungkapkan bahwa beruntunglah adanya pemerintah yang juga
peduli dengan hal ini. Contohnya adalah program Jokowi yang membebaskan
lahan masyarakat adat yang disebutkan akhir-akhir ini.
70
Tabel 5.19.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 26 September 2016 Judul
“Angsa”
Skema Person (Person Schemas)
26 September ini, GM harus kembali berpikir keras untuk menentukan bahan
tulisannya dan ia menemukan isu yang menonjol dibulan ini seperti reklamasi
dan penataan kota. GM juga mengagumi Chiril Anwar seorang penyair legenda
Indonesia. Maka dalam tulisannyapun kerap mengutip tulisan Chairil sebagai
bahan refleksi pemikirannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Mengagumi sastra, menjadi seorang sastrawan hingga menjadi jurnalis dan
kritikus sastra itulah yang tergambarkan dalam diri GM. Dalam berbagai tulisan
yang tercetak ia bertolak dari pemikiran yang kritis dengan gaya bahasa
sastranya. Maka tulisan “Angsa” adalah satu dari sekian judul tulisannya di
Catatan Pinggir yang berisi sebuah suara kritikan terhadap pemerintah dan
birokrat dalam hal pembangunan.
Skema Peran (Role Schemas)
Judul “Angsa” diangkatnya sebagai sebuah refleksi yang menggambarkan
kehidupan ibu kota. Tempo dan GM dikenal sebagai media dan jurnalis yang
berciri khas sastra maka dalam setiap berita yang ditampilkan erat kaitannya
dengan sebuah kritikan yang menentang ketidakadilan dan penindasan. GM
dalam hal ini cukup mewakilkan visi dan misi media yang menaunginya.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Reklamasi teluk Jakarta adalah sebuah isu yang tengah diperbincangkan di edisi
bulan ini. Maka sebagai seorang yang mengamati peristiwa yang berlangsung
GM memilih untuk menentang setiap tindakan pihak-pihak yang melakukan
cara anarki dan tidak manusiawi dalam menertibkan masyarakat. Pembangunan
71
dan reklamasi yang dilakukan memang ada baiknya, namun bagi GM setiap
tindakan yang merugikan rakyat itu tidak adil.
Tabel 5.20
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai alumni aktivis gebrakan orde baru, GM terus menyuarakan keadilan
bagi rakyat. Ini terus tergambarkan pada ideologinya tentang konsep negara dan
rakyat yang idealis.
Skema Diri (Self Schemas)
Posisi penulis dalam teks ini ia gambarkan sebagai seorang jurnalis yang
berada dipihak rakyat. Menurut GM saat ini legitimasi politik sungguh
memprihatinkan. Ada banyak kekacauan di tengah masyarakat karena oknumoknum politik yang mengatasnamakan rakyat. Misalnya suara partai dan
parlemen yang pada dasarnya memperjuangkan kepentingan sendiri dan
memperkaya diri.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM semestinya pelayanan yang dilakukan oleh partai dan parlemen hanya
semata-mata untuk kebaikan rakyat. Negarapun demikian, setiap progam
semestinya hanya untuk memajukan rakyat dan demi kebaikan bersama.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Ada banyak isu-isu panas dalam periode ini. Seperti kasus korupsi ketua DPD
Irman Gusman, reklamasi Jakarta, koalisi CAGUB DKI dan sebagainya, ikut
mempengaruhi kognisi penulis untuk mengangkat judul “Rakyat”. Tulisan yang
juga opini seorang GM untuk sebuah pemerintahan yang berdaulat tergambar
dalam teks ini.
72
Tabel 5.21.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 9 Oktober 2016 Judul
“Aura”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang
mempelajari
dikenal sebagai penganut paham liberal dan terbuka, juga
tentang berbagai aliran kepercayaan ataupun golongan. GM
mengecam setiap golongan apapun yang intoleran dalam berbangsa dan
bernegara.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil angle cerita ini dari cerita sejarah seperti cerita pangeran
pandawa hingga sejarah politik di Ekuador. GM mengemas peristiwa ini
menjadi sebuah cerita utuh. Judul Aura dan isinya lebih mendekati sebuah
kritikan kepada para pelaku politik. Ini sebagai bentuk kritikan GM untuk para
ognum yang mengatasnamakan agama untuk permainan politik.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM sendiri, tidak ada yang berhak membungkam orang lain, merasa benar
sendiri dan orang lain harus mengakuinya. Selalu ada perbedaan dan
kepercayaan yang lain. Namun intinya adalah toleransi, selain itu GM melihat
adanya pencitraan-pencitraan politik dikalangan para petinggi negara ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Ketika mengangkat judul ini, kognisi penulis selalu berhubungan dengan
peristiwa yang berlangsung. Isu besar saat menulis teks ini adalah diangkatnya
kembali Setya Novanto sebagai ketua DPR RI di Mahkamah kehormatan
Dewan. Sebelumnya Novanto telah diberhentikan karna dugaan pelanggaran
kode etik.
73
Tabel 5.22.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis “Bhima” untuk majalah Tempo edisi 16 Oktober 2016. Sama
seperti sebelumnya GM mengangkat cerita legenda. Dalam kepercayaan Hindu
terdapat cerita legenda tentang Bhima. GM merupakan seorang penganut paham
terbuka yang juga belajar dan mengagumi cerita legenda yang dikisahkan.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam menulis teks ini, GM mengambil angle atau sudut pandang peristiwa
dari kisah dan nilai-nilai moral tokoh dalam cerita.
Skema Peran (Role Schemas)
GM tidak berangkat dari benar atau tidak suatu kepercayaan dan keyakinan.
Melainkan moral dan efeknya bagi dunia. Ini adalah bagian dari ideologi GM.
Oleh karena itu salah satu peran media Tempo adalah menyeimbangkan dan
meredakan fenomena-fenomena sosial yang mengancam.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
GM melihat fenomena sosial dalam kehidupan bersama mulai terancam oleh
berbagai paham-paham yang anarki dan menyebarnya nilai-nilai radikalisme.
Kehidupan yang terbuka, kehidupan yang bernilai dan berdampak untuk
perbaikan setiap waktu itulah paham GM. Peristiwa yang berlangsung atau isu
yang tengah menjadi topik utama dalam edisi ini adalah mengenang kembali
sosok Soe-Hok Gie seorang aktivis muda 1966 yang tewas digunung Semeru
pada 16 Desember 1968. Pemikiran dan surat-surat Gie dalam memperjuangkan
keadilan dan kebebasan juga menjadi salah satu yang melatarbelakangi
diangkatnya teks ini. Kemudian peristiwa lainnya adalah langkah KPK dalam
pengusutan proyek E-KTP.
74
Tabel 5.23.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
Skema Person (Person Schemas)
Kognisi penulis dalam mengangkat judul “Dylan” sangat kentara terlihat. GM
a
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan teknik analisisnya yaitu analisis wacana kritis model Teun A.
Van Dijk, maka penelitian ini memfokuskan pada tiga dimensi analisis yaitu teks,
kognisi sosial dan konteks sosial.
Sementara itu van Dijk juga menyebutkan bahwa untuk mengetahui praktik
sosial yang terjadi melalui wacana dalam teks maka perlu diketahui lebih dahulu
bahwa tindakan menulis atau berbicara yang dilakukan oleh seseorang, memiliki
tujuan tertentu. Eriyanto (2001:8) menyebutkan bahwa:
“Pertama, wacana dipandang sebagai sesuatu yang bertujuan,
apakah untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyangga,
beraksi, dan sebagainya. Kedua, wacana dipahami sebagai sesuatu
yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang
diluar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran”.
Dalam dimensi teks diteliti struktur teks dan strategi wacana yang dipakai
untuk menegaskan suatu tema tertentu, struktur teks tersebut terdiri dari struktur
makro, superstruktur, struktur mikro.
Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang
melibatkan kognisi individu dari wartawan atau penulis teks. Level analisis
kognisi sosial ada empat skema atau model yang dapat digambarkan yaitu : skema
person, skema diri, skema peran dan skema peristiwa. Aspek ketiga yaitu konteks
sosial mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat.
(Eriyanto, 2001: 224).
Berdasarkan langkah-langkah analisis tersebut maka dalam hal ini teks-teks
dalam Catatan Pingggir majalah Tempo edisi Agustus-Oktober 2016 akan diteliti
dan dianalisis berdasarkan langkah-langkah dan elemen-elemen analisis wacana
kritis model Teun. A. Van Dijk.
35
Tabel 5.1.
Skema/Struktur Analisis
Struktur
Rumusan Penelitian
Teks
Menganalisis bagaimana strategi yang
Bagaimana
dipakai
untuk
Goenawan mohamad dalam rubrik
seseorang
atau
Bagaimana
menggambarkan
peristiwa
strategi
tertentu.
tekstual
yang
representasi
ideologi
Catatan Pinggir majalah Tempo
edisi Agustus-Oktober 2016?
dipakai.
Kognisi Sosial
kognisi
Bagaimana wacana ideologi yang
penulis dalam memahami peristiwa
berkembang dalam rubrik Catatan
tertentu
Pinggir
Analisis Sosial
2016?
Menganalisis
bagaimana
edisi
Agustus-Oktober
Menganalisis bagaimana wacana yang
berkembang dalam masyarakat. Proses
produksi dan reproduksi seseorang atau
peristiwa digambarkan.
1.
Dimensi Teks
Dalam dimensi ini yang diteliti adalah struktur dari teks. Untuk memaknai
suatu teks yang dilakukan adalah analisis linguistik seperti kosakata, kalimat,
proposisi, dan paragraf. Berdasarkan pengertian atas dimensi teks tersebut, maka
ke 11 teks dalam Catatan Pinggir majalah Tempo edisi Agustus-Oktober 2016
dianalisis sebagai berikut.
36
Tabel 5.2
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur
Gambaran lukisan Diego Rivera
Makro
“Semua Seni adalah propaganda”
Topik
Skematik
Skema atau alur teks diawali dengan deskripsi
sebuah lukisan milik Diego Rivera yaitu seorang
perempuan berdiri dengan baju kurung warna Ros,
berselendang dan memegang seikat kembang”.
Superstruktur
Selanjutnya ada pernyataan menyebutkan bahwa
“kembang itu bisa berarti beban yang dipertalikan
ke badannya, beban yang berlebihan, bisa juga
berarti
sesuatu
yang
indah
tapi
harus
Skema
diperdagangkan atau mungkin berarti menyiratkan
apa yang menggugah hati dalam kerja bersama”.
Kemudian mengutip kalimat Rivera “ Semua seni
adalah
Propaganda”
dan
lagi
menambahkan
kalimatnya sendiri “seni mengandung propaganda,
tapi bukan propaganda yang mengulangi represi
lama atau menghasilkan represi baru”.
Pada alur berikutnya dijelaskan perjalanan Rivera
dan perlawanannya menentang nilai-nilai kapitalis
melalui
karya-karya
seninya.
Kemudian
ada
kalimat “ Partai politik bukanlah panglima”. Pada
penutup menceritakan lagi sosok Rivera dan
37
Piccaso seorang komunis “seninya tak pernah
bersedia mengikuti formula, tak pernah patuh pada
apapun”
Semantik
Makna yang ingin ditekankan dalam teks berjudul Latar,
Detil,
“Rivera” adalah sebuah suara kebebasan, bahwa Maksud,
Struktur
seorang seniman harus memiliki nilai-nilai yang Praanggapan,
Mikro
bebas tanpa tunduk pada apapun yang berujung Nominalisasi
curang, tanpa terikat pada golongan apapun.
Sintaksis
Pemakaian kalimat disusun secara deduktif dari
yang umum ke khusus atau mengerucut. Kemudian Bentuk
penulis juga kerap menggunakan premis atau kalimat,
kutipan orang lain sebagai bentuk kata ganti seperti koherensi, kata
“Ia agaknya terusik cemooh kalangan kiri New ganti.
York karena ia, seorang seniman komunis”. Bentuk
kalimat ini bertujuan untuk menjelaskan kepada
pembaca alasan seorang Rivera ketika menolak
Struktur
sebuah tawaran jutawan Amerika dan penulis
Mikro
menggambarkan bagaimana sosok Rivera ini tetap
dalam pendiriannya sebagai seorang liberal dan hal
ini juga mewakili pemikiran penulis.
Stilistik
Pilihan kata yang digunakan dalam teks ini
menunjukkan realitas sosial dan menyiratkan
pentingnya sebuah kebebasan berekspresi dan Leksikon
berpikir. Dari segi ideologi pilihan kata yang
digunakan menyatakan sebuah gebrakan kebebasan
dan melepaskan apapun yang mengikat. Leksikon
dalam teks seperti kata “kebekuan” kalimat ini
merujuk pada istilah kaku, terkekang, tidak
produktif dan berlawanan dengan kata bebas.
38
Retoris
Bagian yang dianggap penting ditonjolkan dalam
teks dengan premis pendukung, yang disebutkan
oleh penulis untuk memperkuat pesan utama, Grafis
didukung
dengan
sebuah
gambar
lukisan metafora
perempuan yang memanggul kembang, dengan ekspresi
tata letak tepat
di tengah-tengah teks dan
memberikan pemaknaan atas gambar tersebut.
Tabel 5.3
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur
Batik sebagai identitas bangsa Indonesia
Makro
“Indonesia adalah Batik”
Topik
Skematik
Alur dalam teks dimulai dengan uraian penggunaan
Superstruktur
Skema
batik yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang
dipamerkan dalam berbagai kompetisi mancanegara.
Kemudian dengan sebuah pernyataan “Indonesia”
adalah batik, kemudian dengan kalimat berikutnya
Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi
penanda. Berikutnya “Penanda” itu lama-lama
mengeras, membeku, memberati. Di pertengahan teks
disebutkan lagi “Bersama itu, apa yang disebut
39
“Identitas” Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi.
Dalam kalimat berikutnya diikuti dengan kalimatkalimat pendukung yang menjelaskan kekakuan
karena sebuah identitas. GM mengutip cerita Kartini
yang menulis “Aku yakin orang tidak akan
memberikan seperempat perhatian mereka kepada
kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan
kebaya,
melainkan
gaun”.
Kemudian
penulis
memaknai kalimat tersebut “ada nada sarkasis yang
halus pada kalimat itu. Ada kepedihan merasakan
ditatap dalam jerat “Identitas”. Ada rasa geli yang
getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang
keras, beku, dan memberati”. Selanjutnya ada
kalimat yang mendukung pernyataan ini “Kemudian
meledak
revolusi
semangat
1945.
revolusi
itu
Dalam
kebudayaan,
ditandai
semangat
menghancurkan penanda-penanda yang membeku.
Mereka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi
“Jati diri”. Teks ini ditutup dengan kalimat “Chairil
Anwar
dan
angkatan
teman-temannya
45...dengan
itulah
disebut
sebagai
generasi
Chairil
memerdekakan kita: menerjang kebekuan”
Semantik
Latar dari teks ini diawali dengan pemaknaan batik Latar, Detil,
yang bukan sekedar hiasan pemanis tapi telah Maksud,
menjadi identitas. Dari kata “Identitas” ini kemudian Praanggapan,
komunikator
mengartikannya
sebuah Nominalisasi
sebagai
penanda dalam arti “Kaku, tidak bebas, beku”
Makna atau maksud dari teks Caping berjudul
“Batik” adalah menyerukan kebebasan bisa berupa
kebebasan berpikir, kebebasan bertindak.
Praanggapan yang bisa diambil adalah, bebas dari
kebiasaan,
tradisi
yang
kaku
dan
mengikat,
40
kebiasaan-kebiasaan lama dan kemudian sebaiknya
Struktur Mikro
harus memiliki keberanian juang untuk bergerak dan
merdeka
dari
hal-hal
yang
tidak
menjadikan
seseorang berkembang.
Sintaksis
Bentuk kalimat yang digunakan penulis adalah dari
uraian dan gambaran umum kemudian mengerucut ke Bentuk
pengertian dan makna dari awal kalimat. Sehingga kalimat,
saling berhubungan dan menjadi sebuah cerita yang koherensi,
utuh. Penulis juga menggunakan kata ganti “mereka” kata ganti.
yang menunjukkan ada pihak lain yang tersisihkan
dan menjadi korban dari kata “identitas”. Kemudian
ada juga kata “kita” yang menunjukkan kebersamaan/
merasakan hal yang sama.
Stilistik
Pilihan kata atau leksikon yang digunakan dalam teks
ini seperti “mengeras”, “membeku”, “memberati”
dalam konteks ini kalimat tersebut merupakan kata Leksikon
lain dari kekakuan dan mengikat.
Grafis,
Retoris
Metafora
yang
digunakan
seperti
“Mengeras, Metafora,
membeku, memberati” kata sifat dengan maksud lain Ekspresi
sebuah kekakuan yang mengikat, penulis juga kerap
mengulangi kata “Osifikasi” dalam konteks ini
proses pembentukan diri atas stereotipe identitas.
Dalam kalimat penutup penulis memuji sosok tokoh
revolusi Chairil Anwar dengan menyebutnya sebagai
pembebas yang memerdekakan.
41
Tabel 5.4
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Menyebarnya Islamfobia
Topik
Skematik
Alur dalam teks ini dimulai dengan sebuah
Skema
pendahuluan, dan latar belakang masalah yang
menjelaskan sejarah menyebarnya “Islamfobia”
Superstruktur
atau ketakutan terhadap Islam/anti Islam yang
menyebar di negara-negara barat. Kemudian dalam
kalimat penutup ada premis yang dikutip dari sang
tokoh dunia yang memuji Islam.
Semantik
Uraian latar masalah menyebarnya Islamfobia Latar, Detil,
menerangkan bahwa selama ini yang terjadi adalah Maksud,
Struktur Mikro
banyak
kaum perusuh
seperti
teroris
hanya Praanggapan,
mengatasnamakan Islam atau hanya berlabel Islam. Nominalisasi
Padahal Islam disebutkan adalah sebuah ajaran
yang baik, sebuah kesatuan.
Jadi, orang-orang yang anti Islam sama halnya
dengan teroris yang tidak paham ajaran yang benar.
Sintaksis
Koherensi
yang
digunakan
penulis
yaitu Bentuk
menghubungkan beberapa peristiwa yang terjadi, kalimat,
kejadian di negara barat yang anarkis terhadap koherensi,
Islam dan kemudian dihubungkan dengan sejarah kata ganti.
42
peristiwa konflik agama di Timur Tengah sehingga
fakta dalam cerita saling berhubungan. Kata ganti
yang terdapat seperti “Ia yang menganggap Islam
Struktur Mikro
“wabah”, sama dengan kaum Islamis yang kini
menganggap diri sebagai wakil Islam yang sah”.
Kata “ia” dalam kalimat ini menunjukkan orang
lain atau siapa saja yang terlibat.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipakai disajikan dalam uraian
peristiwa fakta, secara ideologis pilihan kata yang
digunakan dalam teks ini meluruskan paham yang Leksikon
salah terhadap label Islam yang dianggap teroris,
dan menyatakan untuk saling toleran. Bentuk
leksikon
yang
terdapat
dalam
teks
seperti
“Islamfobia” yang berarti anti Islam atau rasa takut
terhadap kaum Islam. Kemudian kata “dikotomi”
kata ini merupakan sebuah istilah dari segi teologis
yang merujuk pada tubuh dan jiwa.
Grafis,
Retoris
Kalimat yang dianggap penting oleh penulis kerap Metafora,
ditegaskan
dalam
tanda
kutip
“Fobia”,
“Komunistofobia”,
“Islamfobia”, Ekspresi
“Xenofobia”,
“Saracen”, “dari Timur”, dsb.
43
Tabel 5.5
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Sajak Huesca oleh John Cornford
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur dalam teks ini diawali dengan kalimat
pernyataan
“Sejak
menggetarkan”
1948,
pernyataan
puisi
ini
itu
juga
Skema
selalu
berarti
menjelaskan secara keseluruhan puisi dengan judul
“Huesca” yang begitu terkenal. Penyusunan alur
dalam teks ini dimulai dengan penggalan puisi yang
ditulis John Cornford dan kemudian penulis
menguraikan
cerita
peristiwa
yang
melatar
belakangi arti puisi Huesca ini. Dalam teks penutup
penulis memberikan pesan-pesan dari perjuangan
John Conford.
Semantik
Latar, Detil,
Dibagian penutup teks Huesca, maksud atau pesan Maksud,
penulis sangat terlihat “Energi bangkit untuk Praanggapan,
mengukuhkan sesuatu yang universal dalam hidup Nominalisasi
manusia dan ada orang yang siap mati untuk itu
meskipun kalah”.
Maksud yang ingin diungkapkan disini adalah
sebuah perjuangan, perlawanan untuk menuntut
kebebasan, memperjuangkan kepentingan umum,
bahkan hingga darah penghabisan.
44
Sintaksis
Kalimat yang tersusun membentuk sebuah kesatuan
makna.
Struktur Mikro
Kalimat
pernyataan
pembuka
“Sejak
1948,
berupa
puisi
sebuah Bentuk
itu
selalu kalimat,
menggetarkan” yang berarti penulis menempatkan koherensi,
puisi Huesca ini sebagai sentral dari kajian yang kata ganti.
ingin diceritakan dan kemudian penulis memaknai
arti
puisi
perjuangan
ini
atau
dengan
kisah
menceritakan
didalamnya
sejarah
sehingga
pembaca dapat mengetahui makna atau pesan yang
ingin diungkapkan penulis melalui kisah ini.
Stilistik
Pemilihan kata dalam teks ini seperti “Dibunuh dan
membunuh” menunjukkan sikap ideologi penulis
yang memaknai perjuangan khususnya di medan Leksikon
perang yang berkobar-kobar, misi yang kuat tak
terbantahkan. Selain itu pilihan kata juga menyatu
dengan
topik
yaitu
puisi
Huesca
yang
dikembangkan dalam sebuah cerita.
Grafis,
Retoris
Grafis yang menonjol adalah bait-bait puisi John Metafora,
Cornford “Hueca” yang berarti penulis ingin Ekspresi
menekankan pesan dari puisi ini.
Bahasa metafora seperti “sebuah sajak hidup yang
murung, disaat hidup akrab dengan kematian”
kalimat ini berupa sebuah kiasan dari GM untuk
mendeskrpsikan awal kisah John Cornford ketika
menulis sajak ini.
Kemudian kalimat “tapi kemurungan itu bukan
segalanya-hanya
melintas,
mendorong,
tak
menenggelamkan” yang berarti GM menekankan
bahwa sajak berjudul Huesca bukan sekedar sajak
kisah cinta yang lemah melainkan sebuah sajak
45
yang menguatkan semangat juang walau harus
berkorban bahkan mati sekalipun.
46
Tabel 5.6
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 11 September 2016
“Tiga Dara”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Film Tiga Dara
Topik
Skematik
Superstruktur
Skema dalam teks ini mempunyai alur cerita yang
Skema
dimulai dengan gambaran umum dari film Tiga
Dara. Kemudian penulis membandingkan film Tiga
Dara yang diproduksi dua zaman. Yaitu versi 1950
dan 2016. Dalam pertengahan cerita penulis
mengarahkan pembaca untuk melihat perbedaan
tradisi dan nilai-nilai dalam film tersebut. Hingga
pada teks penutup, penulis mengungkapkan pesanpesan dalam film tersebut dengan mengaitkannya
pada realita sosial saat ini.
Semantik
Latar yang digunakan adalah kisah dalam film Tiga Latar, Detil,
Dara. Praanggapan yang bisa diambil dari teks ini Maksud,
adalah adanya perbedaan tradisi dan nilai sosial Praanggapan,
yang
cukup
perbedaan
signifikan
masa/zaman.
yang
terjadi
Kemudian
dalam Nominalisasi
penulis
bermaksud menggambarkan realitas di Indonesia
saat ini “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang.
Struktur Mikro
Kehidupan kosmopolitan pemilik hotel di Maumere
itu seperti tak tersentuh kehidupan setempat justru
ketika berdekatan” selanjutnya “Kedua pihak
berada dikurun waktu yang sama, tapi seakan-akan
tidak”. Maksud dari teks ini adalah penulis
47
menggambarkan para birokrat kaya yang memiliki
modal, properti, investasi di suatu tempat/daerah
namun yang terjadi kehidupan sosial semakin
terlihat adanya si kaya dan si miskin. Ketimpangan
dan persaingan sosial semakin terlihat.
Dalam teks penutup “Tapi itulah Indonesia: negeri
yang berubah, terkadang mengagumkan, terkadang
mencemaskan” kiasan ini berarti penulis begitu
prihatin atas kehidupan masyarakat di Indonesia,
ada yang begitu kaya dan menikmati kemewahan
ada juga si miskin yang memprihatinkan.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini saling berhubungan
dengan bentuk kausalitas. Alur teks pembuka Bentuk
hingga bagian isi menggambarkan kisah dalam film kalimat,
Tiga dara dan pada penutup, penulis mengarahkan koherensi,
pembaca untuk mengetahui isi pesan-pesan dari kata ganti.
film
tersebut
dengan
kata
lain
pembaca
menggunakan film ini sebagai media untuk
mempresentasikan nilai atau ideologi
penulis
melalui pesan dalam film.
Stilistik
Leksikonya adalah cerita atau kisah dalam film, Leksikon
posisi penulis dalam hal ini disamarkan dalam arti
ideologi penulis diwakilkan melalui pesan yang
diceritakan dalam kisah film Tiga Dara. Pilihan
kata seperti “Tapi apa lacur, jarak lain terbentang”.
Retoris
Grafis,
Ekspresi yang ditekankan dalam teks ini yaitu Metafora,
kalimat-kalimat yang selalu dimuat dalam tanda Ekspresi
kutip seperti “Pantas”, “Tradisi”, “Modernitas”,
“Sosialita” dan juga penekanan pada kalimat Tiga
Dara dengan cetak miring.
48
Tabel 5.7
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Lukisan yang Molek
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur yang dipakai menggunakan alur wacana
Skema
percakapan yang dimulai dengan kalimat tanya
“Ada apa dengan picasso? atau Sudjojono” dalam
pertengahan atau isi teks penulis menjelaskan
perjalanan atau aliran ideologi kedua seniman ini
dalam setiap karya-karya mereka. Kemudian
penulis mengarahkan pembaca untuk melihat
ideologi Sudjono dalam berkarya yaitu melukis
sesuai realitas yaitu pertentangan kelas sosial dan
diakhir teks penulis mengarahkan pembaca untuk
menebak sendiri pesan-pesan dalam teks.
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah deskripsi lukisan- Latar,
Detil,
lukisan ideologi politik para seniman baik pelukis Maksud,
barat maupun pelukis di Indonesia. Detil dan Praanggapan,
informasi yang ditampilkan dalam teks cukup
banyak dan mewakilkan ideologi
Nominalisasi
penulis.
Menggambarkan realitas kehidupan masyarakat di
Indonesia yaitu terkait kemiskinan, ketimpangan
dan persaingan sosial. Selain itu teks ini juga
Struktur Mikro
menyinggung
tentang
pembangunan
dan
penggusuran yang dilakukan pemerintah dengan
memaknai teks “dengan kata lain, Lunacharski
49
juga menghendaki yang “Serba bagus”, tenang
dan tertib” selanjutnya kalimat “Dengan kata lain,
penampilan tubuh harus sejalan dengan penertiban
manusia: tata harus ditegaskan di atas hidup yang
bergejolak- sesuatu yang juga tersirat dalam
estetika “Hindia Molek”. Maksud dari teks ini
adalah
menyiratkan
pembentukan
kota
dan
pembangunan serta tata cara dalam menata
manusia di dalamnya sehingga dapat terlihat indah
nan cantik bak konsep keindahan “Hindia Molek”
Sintaksis
Bentuk
kalimat
dalam
teks
saling Bentuk
ini
berhubungan. Kata penghubung seperti dan, kalimat,
dengan kata lain, sebab, namun, dengan begitu. koherensi, kata
Konsep keindahan atau molek versi
masing- ganti.
masing pelukis dihubungkan dengan pesan yang
ingin disampaikan penulis sehingga membentuk
satu arti yang bisa ditebak oleh pembaca.
Stilistik
Pemilihan kata yang digunakan penulis kerap
mengutip
pernyataan
tokoh
yang
berarti
mendukung pemikiran penulis. Serta penulis Leksikon
memaknai
fakta
perubahan
dengan
kata
“guncangan”.
Retoris
Grafis,
Grafis yang teks memperlihatkan sebuah cermin Metafora,
dan menempatkannya di tengah-tengah teks. Ekspresi
Cermin ini berhubungan dengan judul dan cerita
penulis yaitu konsep “Molek”. Selain itu penulis
juga kerap menggunakan metafora seperti “tubuh
menonjol”, “gunung dan laut biru”, “sawah
menguning”, “wajah-wajah ganjil”, “kembang dan
perempuan mekar”.
50
Tabel 5.8
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 25 September 2016 Judul
“Angsa”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Perubahan pembangunan, penataan kota, dan
Topik
WACANA
Tematik
Struktur Makro
manusia modernitas.
Skematik
Alur dalam teks disusun dengan pernyataan
Skema
sekaligus pertanyaan “Jakarta punya sejarah yang
panjang. Tapi punyakah ia nostalgia?” kalimat ini
menggambarkan isi dari tulisan yang hendak
dikemukakan oleh penulis. Melihat isi dan konten,
tulisan ini berjudul Angsa namun umumnya
berbicara tentang pembangunan dan modernitas
Superstruktur
kemudian penulis menghubungkannya dengan
seekor “angsa” yang menggambarkan makhluk
yang membutuhkan alam. Dalam teks ini setiap
paragraf saling berhubungan sehingga membentuk
suatu cerita yang utuh dengan makna dan pesan
dari penulis.
Semantik
Latar dalam cerita ini adalah kota Jakarta dengan Latar,
Detil,
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya. Maksud,
Struktur Mikro
Penulis juga mendeskripsikan Jakarta dahulu dan Praanggapan,
sekarang.
Perubahan
terjadi,
sesuatu
yang Nominalisasi
bersejarah akan mengalami transformasi dan ini
menjadi sebuah dampak dan yang berharga namun
harus dikorbankan demi suatu perubahan .
51
Detil yang ditampilkan penulis juga berupa
pernyataan dan pemikiran dari beberapa tokoh
yang prihatin terhadap kekerasan infrakstruktural.
Praanggapan atau maksud yang bisa disimpulkan
adalah adanya pihak-pihak yang dirugikan dalam
sebuah
tranformasi
pembangunan.
Ini
juga
bermaksud sebagai suara yang memihak kepada
rakyat kecil dan dampak modernitas. “Seperti
alam dan mereka yang dipinggirkan terancam
perluasan teknologi dan modal” kalimat ini lebih
jauh menjelaskan maksud tersebut.
Sintaksis
Bentuk kalimat dalam teks ini dimulai dengan
bentuk deduktif yaitu inti dari teks ditempatkan Bentuk
pada paragraf pembuka yang menggambarkan kalimat,
seluruh isi dan cerita yang ingin dikemukakan koherensi, kata
penulis. Bentuk kalimat yang ditampilkan juga ganti.
menonjol yaitu menggambarkan Jakarta dan hiruk
pikuk di dalamnya, sehingga pembaca dengan
mudah dapat mengerti dan menarik kesimpulan
dari teks yang berjudul angsa ini. Kemudian kata
ganti yang digunakan yaitu “kita” yang berarti
penulis memposisikan diri serupa dengan posisi
pembaca pada umumnya dan hal ini berupa
representasi dari sikap bersama.
Stilistik
Pemilihan kata yang dipilih yaitu merujuk pada Leksikon
fakta dan realitas sosial khususnya diperkotaan
misal kalimat “Di Jakarta, kita tahu, tak mudah
lagi kita kluyuran” kalimat ini menunjuk akan
kemacetan ibu kota. Hal ini menggambarkan
52
ideologi penulis dalam memahami penataan dan
modernisasi. Sikap penulis adalah memikirkan
pihak-pihak yang dirugikan seperti masyarakat
kelas bawah dan juga keberadaan ekologi.
Grafis,
Retoris
Dalam teks penulis mengutip sebuah sajak dari Metafora,
penyair Baudelaire “Paris lama tak lagi disitu Ekspresi
(sebuah
kota
berubah
bentuk
lebih
cepat
ketimbang hatiku)” kalimat ini ditonjolkan dalam
teks dengan ruang sendiri dan dicetak miring yang
menyatakan inti teks dan sikap dari penulis.
53
Tabel 5.9
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Struktur
Tematik
Makro
Rakyat, partai politik dan pemerintah
Topik
Skematik
Teks ini dimulai dengan sebuah lead bait-bait puisi
Bertolt Brecht (1953) dan kemudian diikuti deskripsi
sebuah cerita pemberontakan kaum buruh di Berlin
pada 1953 yang menjadi gagasan utama. Paragraf
Superstruktur
berikutnya
penulis
menggambarkan
kisah
dan
penyebab pemberontakan itu “upah dirasakan tak
cukup dan penghasilan timpang”. Pada pertengahan
Skema
hingga penutup teks, penulis menyusun alur yang
saling berkaitan namun memiliki arti dan kesatuan
makna yaitu
keberadaan
rakyat namun pada akhir cerita
partai politik menjadi hal yang
menonjol.
Semantik
Latar dalam teks adalah penggalan puisi Bartolt Latar, Detil,
Brecht (1953) yang menceritakan pembangkangan Maksud,
yang dilakukan buruh di Berlin. Detil yang Praanggapan,
ditampilkan dalam teks berupa informasi ataupun Nominalisasi
fakta-fakta peristiwa pemberontakan buruh dan
gerakan rakyat terhadap pemerintah dalam menuntut
hak-haknya. Maksud atau praanggapan yang bisa
disimpulkan dalam teks yang berjudul “Rakyat”
adalah sebuah suara kebebasan dalam menuntut hakhak rakyat kecil, dan menggambarkan partai sebagai
54
sebuah
legitimasi
memperjuangkan
politik
kepentingan
belaka
diri
dan
yang
bukan
mewakilkan suara rakyat.
Sintaksis
Struktur Mikro
Bentuk kalimat dalam teks ini berupa fakta sejarah
dan
menjadikannya sebuah cerita dengan pesan- Bentuk
kalimat,
pesan sesuai ideologi penulis.
Kata ganti yang digunakan seperti “kita” yang berarti koherensi,
penulis
menggiring pembaca
untuk menyadari kata ganti.
sebuah fakta dengan pengertian yang sama, dan rasa
bersama. Kata ganti berikutnya adalah “mereka”
dalam konten ini yang dimaksud adalah oknum
partai, dan kata ini menunjukkan posisi penulis
sebagai pihak yang lain dan tidak terlibat dalam
partai atau pemerintah melainkan memposisikan diri
dipihak rakyat.
Stilistik
Pilihan kata mengutip pernyataan para tokoh dan Leksikon
pejuang kebebasan rakyat, misal “Sajak Brecht di
atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak
mungkin ada pemerintah yang memilih rakyat baru.
Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap”.
Kalimat ini mendukung topik dan maksud yang ingin
dikemukakan penulis.
Retoris
Grafis,
Bagian grafis yang ditonjolkan adalah sajak-sajak Metafora,
Bertolt Brecht. Selanjutnya bagian grafis mengarah Ekspresi
kepada citra partai dan keberadaan pemerintah saat
ini. Dibagian akhir menggambarkan kondisi sosial
politik Indonesia “partai-partai dan parlemen seakanakan telah membubarkan rakyat dan memilih rakyat
yang baru”. kemudian disebutkan lagi rakyat yang
baru mereka bentuk; sebagai gema dari jauh”.
55
Tabel 5.10
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Aura”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Aura seseorang atau pengaruh yang menjadi Topik
kekuatan politik.
Skematik
Alur yang digunakan berupa sebuah cerita yang
Skema
dimulai dengan pendahuluan, latar belakang, isi,
dan
penutup.
Dalam
kalimat
pengantar
menggiring pembaca untuk menyimak sepenggal
cerita kerajaan pandawa “ada suatu masa ketika
raja dan kesatria menghilang.” Kemudian penulis
menghubungkan cerita ini ke dalam cerita politik
seorang pemimpin yang mengasingkan diri namun
Superstruktur
memiliki pengaruh politik karena memiliki aura
tersendiri
“selama
itu,
namanya
semakin
termasyur, auranya membubung, dan pengaruh
politiknya semakin menyebar”. Setelah penulis
menjelaskan arti aura secara harafiah selanjutnya
penulis menghubungkannya ke dalam situasi
politik modern “Dalam sejarah politik modern,
“dalam pemujaan sosok pribadi” Stalin,, Mao
Zedong, Kim II Sung, dan bung Karno, Aura
justru diproduksi lewat bahasa dan gambar, slogan
dan poster yang diulang-ulang mengumandangkan
keagungan
mereka”
melalui
kalimat
ini,
pengertian “Aura” menjadi berkembang ataupun
dihubungkan dengan pesan-pesan dan maksud
56
dari penulis. Kemudian pada penutup, Aura masih
menjadi pembicaraan namun penulis mendekatkan
pengertian ini kepada situasi politik walaupun
dalam teks terdapat cerita yang berbeda namun
penulis tetap konsisten dalam membahas tentang
Aura
hingga
pada
kalimat
penutup
dan
membentuk suatu cerita yang utuh”.
Semantik
Latar peristiwa dimulai dengan cerita seorang Latar, Detil,
pemimpin dengan “Aura” dan pengaruh yang Maksud,
dimiliki. Detil informasi yang ditampilkan berupa Praanggapan,
fakta-fakta sejarah dunia politik dan para tokoh Nominalisasi
pemimpin.
Makna
yang
ingin
ditekankan
adalah
menyingggung pemimpin atau tokoh politik yang
memiliki nama karena sebuah pencitraan belaka.
Selain itu menyadarkan pembaca akan kubu-kubu
politik
atau
kelompok-kelompok
yang
mengkotak-kotakan masyarakat sehingga terjadi
radikalisme dan intoleransi.
Struktur Mikro
Sintaksis
Kalimat yang tersusun terbentuk menjadi sebuah
cerita yang utuh dan menggiring pembaca untuk Bentuk
mengetahui dan menebak sendiri pesan-pesan kalimat,
yang tersirat dari cerita yang disajikan. Kalimat koherensi,
dimulai dari umum ke hal-hal yang fokus dan kata ganti.
sempit.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan atas peristiwaperistiwa dalam cerita yang dibawa penulis ke
dalam teks. Misal, “Aura semacam daya yang Leksikon
bukan fisik yang memancar dari seseorang atau
57
sebuah benda-terbit karena sifat unik orang atau
benda itu”.
Pilihan kata yang dipakai juga berupa pernyataanpernyataan yang berusaha menyadarkan pembaca
akan suatu topik yang tengah dibicarakan yaitu
terkait bentuk-bentuk pencitraan dan partai-partai
politik yang tidak mewakili nilai-nilai moral dan
kehidupan sosial yang majemuk.
Grafis,
Retoris
Cerita
politik
dan
tokoh-tokoh
pemimpin Metafora,
ditampilkan dalam teks sebagai sebuah media Ekspresi
refleksi sehingga posisi penulis disamarkan dan
pesan-pesan yang dimaksud kelihatan lebih akurat
dan bisa diterima.
58
Tabel 5.11
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Mencari kebenaran
Topik
Skematik
Superstruktur
Alur dalam teks berupa cerita pendek seorang
Skema
dalang yang tengah memainkan cerita Bhima dan
Dewa Ruci. Dimulai dengan kalimat pendahuluan
“Ia mencari air kehidupan, mungkin ia mencari
kebenaran” kalimat ini adalah kutipan dari tokoh
dalam cerita. Penulis kemudian menguraikan
sebuah kisah tentang sosok Bhima sang pangeran
pandawa. Selanjutnya penulis memaknai sendiri
kisah-kisah dan pesan yang terdapat dalam cerita
perjalanan
pangeran
Bhima
dalam
mencari
kebenaran.
Semantik
Latar yang dipakai adalah dalang yang bercerita Latar, Detil,
tentang kisah Bhima dalam mencari kebenaran. Maksud,
Bagian ini menggambarkan seluruh fokus cerita Praanggapan,
penulis dalam menghubungkan kisah tokoh dan Nominalisasi
mendekatkannya
Struktur Mikro
dengan keberadaan manusia
saat ini. Nilai-nilai atau etika adalah kebenaran
itu, ia bersifat universal dan dipandang sebagai
kebenaran mutlak dalam kehidupan sosial dan
bermasyarakat.
59
Sintaksis
Awal kalimat yang digunakan berupa kutipan Bentuk
langsung dari tokoh dalam cerita “Ia mencari air kalimat,
kehidupan, mungkin ia mencari kebenaran” koherensi,
kalimat ini menyiratkan pokok pikiran yang kata ganti.
hendak dikemukakan penulis yaitu keberadaan
manusia dalam mencari kebenaran dan jati diri.
Kata ganti yang terdapat dalam teks yaitu “kita”,
“kita semua” kalimat ini mempresentasikan diri
penulis setara dengan pembaca yang juga menjadi
penikmat dari cerita ini.
Stilistik
Pemilihan kata bervariatif ada kalimat langsung Leksikon
dan tidak langsung. Misal, “warna-warna itu,
menurut Dewa Ruci, merupakan imaji dari energi
apa yang ada dalam diri sendiri-durmaganingtyas,
terutama yang negatif, kecuali yang putih”.
Retoris
Grafis,
Bagian teks yang ditonjolkan adalah cerita kisah Metafora,
Bhima dalam mencari kebenaran dan jati diri, Ekspresi
Kisah ini mendukung pesan-pesan dari penulis.
60
Tabel 5.12
Analisis Teks
Catatan Pinggir Majalah Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
STRUKTUR
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
WACANA
Tematik
Struktur Makro
Kisah Dylan dan seninya dalam menyuarakan
Topik
kebebasan dan ketimpangan sosial
Skematik
Superstruktur
Skema atau alur dalam teks ini dimulai dengan
Skema
perkenalan dengan sosok tokoh yang menjadi fokus
cerita yaitu Bob Dylan. Kemudian isi teks
menguraikan kisah Dylan sebagai peraih nobel
dengan karya-karya seninya yang menyuarakan
kebebasan dan kesetaraan sosial. Kemudian pada
penutup penulis memberikan pesan-pesan sebagai
sikap ideologinya “Tapi ada yang tetap datang di
dalam dirinya: kepekaan kepada hidup yang
dicederai”. Skema cerita dalam teks disusun dengan
saling berhubungan dari sebuah kisah tokoh kepada
pesan-pesan
suara
kebebasan
dan
usaha
memperjuangkan hak-hak rakyat kecil.
Semantik
Detil
informasi
yang
terdapat
dalam
teks Latar, Detil,
mendukung maksud dan pesan-pesan penulis. Maksud,
Sebagaimana sosok Bob Dylan digambarkan Praanggapan,
penulis juga memiliki kekaguman terhadap tokoh Nominalisasi
dalam cerita “saya terpesona akan suaranya yang
bergetar, lugu, dengan kesayuan yang tiap kali
61
ditingkah patahan dan ironi” dengan begitu,
ideologi tokoh dalam cerita mempresentasikan diri
penulis dalam menyuarakan kebebasan, keadilan
Struktur Mikro
sosial dan kebenaran yang berlandasan pada
kepekaan sosial.
Sintaksis
Bentuk kalimat disusun dari deduktif ke induktif Bentuk
dari gambaran umum sang Tokoh dalam cerita kalimat,
kemudian mengerucut ke hal-hal yang khusus dan koherensi,
pesan-pesan dari penulis.
kata ganti.
Stilistik
Pilihan kata berupa pemaknaan dari penulis atas Leksikon
kisah-kisah dan perjuangan sosok Bob Dylan.
Misal, “citra Bob Dylan adalah citra anak muda
yang menerobos”.
Retoris
Grafis,
Penekanan pesan dan titik fokus dalam teks adalah Metafora,
sosok Bob Dylan dengan kisah dan perjuangannya Ekspresi
dalam menyuarakan kebebasan dan kehidupan
sosial yang seimbang tanpa diskriminasi.
62
2. Analisis Kognisi Sosial
Tabel 5.13
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 14 Agustus 2016 Judul
“Rivera”
Skema Person (Person Schemas)
Goenawan Mohamad adalah seorang wartawan senior. GM juga terlibat dalam
pembentukan dan penggagas surat kabar Harian Kami, majalah ekspres dan
seorang aktivis pada masa orde baru. Saat ini aktif menulis di rubrik catatan
pinggir majalah Tempo. “Rivera” adalah salah satu teks yang ia tulis pada 14
Agustus 2016.
Skema Diri (Self Schemas)
GM menulis naskah ini pada rubrik Catatan Pinggir Majalah Tempo untuk
edisi 14 Agustus 2016. Sebagai penulis tetap di rubrik ini, sudah menjadi
kewajiban bagi GM untuk memilih topik dan bahan referensi dalam setiap
tulisannya. Pemilihan judul “Rivera” adalah kewenangan dari GM tanpa arahan
dari redaksi. Judul dan gaya penulisan sudah menjadi ciri khasnya. Dengan
gaya jurnalisme sastrawi, teks “Rivera” ini disuarakan oleh penulis sebagai
pembentuk kesadaran publik akan pentingnya keadilan dan kebebasan setiap
individu dalam sebuah negara. Dalam hal ini GM memilih berada dalam posisi
seorang aktivis yang menyerukan hak dan kebebasan setiap individu.
Skema Peran (Role Schemas)
Pemikiran GM dalam menyuarakan kebebasan dan keadilan tidak berhenti pada
saat orde baru, namun hingga hari ini kebebasan dan keadilan masih menjadi
fokus utamanya dan sangat berpengaruh dalam setiap teks yang ia tulis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Teks “Rivera” diproduksi berdasarkan ideologi seorang GM yaitu menyuarakan
kebebasan dan berani menentang golongan-golongan politik yang merebut
63
keadilan dan kebebasan. Skema peristiwa dalam teks ini juga berhubungan
dengan kondisi politik tanah air khususnya dalam keanggotaan partai politik.
Dalam pandangannya GM mencoba meyakinkan orang yang terlibat di
dalamnya untuk terus memiliki sikap dan pendirian tetap dalam menjalankan
visi dan misi dalam pelayanan masyrakat. Isu yang berhubungan dengan teks ini
seperti penegakkan hukum bagi pengedar narkoba dan kembali diangkatnya Sri
Mulyani sebagai menteri keuangan serta harapan masyarakat dan pemerintah
yang disandangkan padanya.
Selain itu GM juga mengungkapkan bahwa yang melatarbelakangi penulisan
teks ini dimulai dari kekhawatirannya akan kebebasan masyarakat yang mulai
terancam.
64
Tabel 5.14
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 21 Agustus 2016 Judul
“Batik”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang penulis yang telah lama berkecimpung di dunia jurnalistik
tentu GM memiliki banyak pengalaman dan memori ingatan yang beragam
terkait setiap peristiwa yang terjadi. Dalam teks ini GM banyak bercerita
tentang identitas khususnya yang melekat pada “batik” yang erat hubungannya
dengan identitas bangsa Indonesia. Namun sekali lagi GM memaknai peristiwa
ini sebagai sebuah peringatan untuk lepas dari kebekuan identitas yang artinya
adalah perlunya setiap individu berpikir dan berlaku bebas namun
bertanggungjawab dalam tindakannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Skema diri penulis dalam teks ini diposisikan sebagaimana layaknya seorang
pengamat politik yang mengarahkan pembaca untuk berhati-hati akan berbagai
kebekuan dan kebiasaan hidup yang tidak proaktif. Sikap penulis juga
digambarkan sebagai seorang aktivis yang terus menyuarakan semangat juang
dan pembebasan.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM saat ini Indonesia
dan masyarakat global mengalami masalah
identitas. Itu dibuktikan dengan peran elit sosial politik yang mengkotakkotakkan manusia antara barat dan timur, hitam dan putih. Masyarakat pribumi
dan masyarakat elit. Semestinya manusia harus diperlakukan sebagaimana
kodratnya. Sama adil.
65
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa atau isi teks ini ditulis oleh GM saat melihat fenomena dan kondisi
Indonesia yang semakin terancam. Dalam hal ini bukan lagi negara yang
melakukannya tetapi GM melihat ada pihak-pihak atau hal-hal yang
mengkotak-kotakan masyarakat misal, pada pembangunan dan gaya hidup.
Antara masyarakat kota dan masyarakat pelosok serta pembangunan yang tidak
merata.
66
Tabel 5.15.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Majalah Tempo 28 Agustus 2016 Judul
“Fobia”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang dikenal sebagai aktivis melawan kekuasaan orde baru juga seorang
Islam, ia terus menyuarakan Indonesia yang terbuka dan damai. “Fobia” salah
satu judul tulisannya di rubrik Cacatan Pinggir yang berbicara tentang
menyebarnya “Islamfobia” atau anti Islam. Isi dari teks ini menggambarkan
ideologi seorang GM dalam memandang isu dan peristiwa “Islamfobia”.
Skema Diri (Self Schemas)
Sebagai seorang pemikir idealis, GM tidak berangkat dari salah satu sudut
pandang tertentu atau kepercayaan tertentu. Ia menyajikan data atau fakta-fakta
awal
munculnya
isu
SARA
atau
penyebab
suatu
perang
yang
mengatasnamakan agama lewat cerita sejarah yang pernah terjadi. Melalui
cerita sejarah tersebut GM kemudian bercerita bahwa pada dasarnya Islam
adalah sebuah keyakinan yang baik dan telah disalah artikan sekelompok orang.
Skema Peran (Role Schemas)
Sebagai pendiri dan penulis aktif di majalah Tempo, GM memiliki tanggung
jawab yang besar dalam perannya sebagai penuntun khalayak dalam berpikir
terbuka. Majalah Tempo memiliki citra sebagai media informasi yang berbasis
jurnalis investigasi, sastra dan netral. Oleh karena itu GM berusaha netral dan
mengambil peran sebagai seorang pemikir yang idealis.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Sebagaimana telah diuraikan dalam teksnya bahwa menyebarnya “Islamfobia”
khususnya di negara-negara Eropa. GM melihat adanya pihak-pihak atau orangorang tertentu yang bertindak anarki dan mengatasnamakan agama sebagai
sebuah pembelaan diri. Teks ini berhubungan dengan maraknya terorisme dan
konflik Timur Tengah.
67
5.16.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 4 September 2016 Judul
“Huesca”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai seorang jurnalis juga kritikus sastra, GM juga berlatarbelakang sebagai
aktivis revolusi dan melawan sebuah kebungkaman. Dalam mengisi setiap
rubrik Catatan Pinggir sudah menjadi ciri khas seorang GM ketika mengangkat
cerita-cerita sejarah ke dalam sebuah tulisannya sebagai bentuk presentasi diri
dan ideologinya dalam menggugah semangat khalayak.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam tulisannya berjudul “Huesca” GM menguraikan kalimat-kalimat retorika
tentang sebuah perlawanan dan perjuangan. Angle atau sudut pandang peristiwa
ini bertolak dari keprihatinan GM saat melihat banyaknya golongan yang
membungkam orang lain. Hal ini menjadi perhatiannya dan berusaha
menyadarkan khalayak pentingnya keberanian dalam melawan dan hidup bebas.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM kemerdekaan tanpa keadilan tidak ada gunanya begitu sebaliknya.
Dalam pandangannya kedua hal ini harus saling berjalan beriringan. Maka,
kesadaran masyarakat dibutuhkan untuk mewujudkan sebuah keadilan dan
kebebasan itu.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Sebagaimana diungkapkan oleh GM dalam wawancara bahwa, tulisannya ini
juga berangkat dari keprihatinannya dalam melihat fenomena masyarakat yang
masih bungkam dalam menyatakan kebenaran dan keadilan dan ini sebuah
ancaman bagi kebebasan bagi setiap individu. Peristiwa ini berhubungan juga
dengan isu politik yang tengah berlangsung yaitu agar POLRI tak diintervensi
dalam mengusung investigasi suap perpanjangan visa on arrival anak buah
kapal di kota Tual, Maluku.
68
Tabel 5.17.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 11 September 2016 Judul
“Tiga Dara”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai penulis tetap di rubrik Catatan Pinggir majalah Tempo, GM berusaha
keras untuk selalu berpikir dan mencari bahan tulisan untuk menjadi sebuah
teks dengan ciri khasnya dan memiliki pesan-pesan yang disesuaikan dengan
isu-isu disekitar yang tengah diperbincangkan. Tulisan “Tiga Dara”
diangkatnya karena GM juga menyukai karya-karya seni seperti teater, film,
dsb.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil angle dan sudut pandang peristiwa “Tiga Dara” karena Ia
melihat adanya nilai-nilai kehidupan sosial dari kedua film itu. kehidupan atau
realita sosial yang nyata terjadi di masa kini.
Skema Peran (Role Schemas)
Kehidupan GM dan kecintaannya pada seni dan sastra menjadikan dia sebagai
seorang jurnalis sastra. Oleh karena itu tulisannya di rubrik Catatan Pinggir
disajikan sebagai sebuah karya sastra, berupa cerita pendek namun memiliki
maksud dan pesan-pesan ideologi.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa atau isi teks ini ditulis oleh GM saat melihat fenomena dan kondisi
sosial yang begitu mencolok. Para birokrat yang lebih mengejar untung namun
mengabaikan tanggung jawab sosialnya yaitu kepedulian terhadap masyarakat
kelas bawah. Peristiwa yang berhubungan dengan teks ini terkait isu yang
tengah berlangsung seperti makanan kadaluwarsa di restoran ternama. Merek
jual Pizza Hut dan Marugame Udon menjadi perbincangan dan mengandung
bahan-bahan usang dalam pembuatannya.
69
Tabel 5.18.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 18 September 2016 Judul
“Molek”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis teks “Molek” untuk mengisi rubrik Catatan Pinggir 18 September
2016. Judul dan cerita dari teks dimunculkan semata-mata sebagai sebuah
bagian dari perenungannya tentang kisah sejarah. GM sekali lagi sebagai
seorang pecinta karya seni dan sastra.
Skema Diri (Self Schemas)
GM berusaha menjaga ciri khas teks yang disajikan kepada pembaca khususnya
di rubrik catatan pinggir. Angle yang ditonjolkan dalam tulisan “Molek” ini
berangkat dari peristiwa dan isu di Indonesia pada tahun 2016. Dari segi
kemanusiaanlah GM mengangkat judul dan isi dari teks ini.
Skema Peran (Role Schemas)
Tempo dan GM adalah media dan jurnalis yang telah memiliki nama dan
karakter dalam menulis dan memproduksi setiap berita dan informasinya. Oleh
karena itu, perannya ini yang tetap dipertahankan sebagai media yang
menjembatani peristiwa yang berlangsung dan bagaimana seharusnya khalayak
berpikir tentang itu. GM tentu memiliki pandangan sendiri dalam menanggapi
isu dan peristiwa ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Peristiwa seperti penggusuran pemukiman dan perebutan hak-hak rakyat kecil,
bagi GM ini adalah ketimpangan sosial masa kini dan hal ini sangat ia tentang.
Misal kebijakan pemerintah terkait penataan kota atau realokasi pemukiman
warga.
Namun GM mengungkapkan bahwa beruntunglah adanya pemerintah yang juga
peduli dengan hal ini. Contohnya adalah program Jokowi yang membebaskan
lahan masyarakat adat yang disebutkan akhir-akhir ini.
70
Tabel 5.19.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 26 September 2016 Judul
“Angsa”
Skema Person (Person Schemas)
26 September ini, GM harus kembali berpikir keras untuk menentukan bahan
tulisannya dan ia menemukan isu yang menonjol dibulan ini seperti reklamasi
dan penataan kota. GM juga mengagumi Chiril Anwar seorang penyair legenda
Indonesia. Maka dalam tulisannyapun kerap mengutip tulisan Chairil sebagai
bahan refleksi pemikirannya.
Skema Diri (Self Schemas)
Mengagumi sastra, menjadi seorang sastrawan hingga menjadi jurnalis dan
kritikus sastra itulah yang tergambarkan dalam diri GM. Dalam berbagai tulisan
yang tercetak ia bertolak dari pemikiran yang kritis dengan gaya bahasa
sastranya. Maka tulisan “Angsa” adalah satu dari sekian judul tulisannya di
Catatan Pinggir yang berisi sebuah suara kritikan terhadap pemerintah dan
birokrat dalam hal pembangunan.
Skema Peran (Role Schemas)
Judul “Angsa” diangkatnya sebagai sebuah refleksi yang menggambarkan
kehidupan ibu kota. Tempo dan GM dikenal sebagai media dan jurnalis yang
berciri khas sastra maka dalam setiap berita yang ditampilkan erat kaitannya
dengan sebuah kritikan yang menentang ketidakadilan dan penindasan. GM
dalam hal ini cukup mewakilkan visi dan misi media yang menaunginya.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Reklamasi teluk Jakarta adalah sebuah isu yang tengah diperbincangkan di edisi
bulan ini. Maka sebagai seorang yang mengamati peristiwa yang berlangsung
GM memilih untuk menentang setiap tindakan pihak-pihak yang melakukan
cara anarki dan tidak manusiawi dalam menertibkan masyarakat. Pembangunan
71
dan reklamasi yang dilakukan memang ada baiknya, namun bagi GM setiap
tindakan yang merugikan rakyat itu tidak adil.
Tabel 5.20
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 2 Oktober 2016 Judul
“Rakyat”
Skema Person (Person Schemas)
Sebagai alumni aktivis gebrakan orde baru, GM terus menyuarakan keadilan
bagi rakyat. Ini terus tergambarkan pada ideologinya tentang konsep negara dan
rakyat yang idealis.
Skema Diri (Self Schemas)
Posisi penulis dalam teks ini ia gambarkan sebagai seorang jurnalis yang
berada dipihak rakyat. Menurut GM saat ini legitimasi politik sungguh
memprihatinkan. Ada banyak kekacauan di tengah masyarakat karena oknumoknum politik yang mengatasnamakan rakyat. Misalnya suara partai dan
parlemen yang pada dasarnya memperjuangkan kepentingan sendiri dan
memperkaya diri.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM semestinya pelayanan yang dilakukan oleh partai dan parlemen hanya
semata-mata untuk kebaikan rakyat. Negarapun demikian, setiap progam
semestinya hanya untuk memajukan rakyat dan demi kebaikan bersama.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Ada banyak isu-isu panas dalam periode ini. Seperti kasus korupsi ketua DPD
Irman Gusman, reklamasi Jakarta, koalisi CAGUB DKI dan sebagainya, ikut
mempengaruhi kognisi penulis untuk mengangkat judul “Rakyat”. Tulisan yang
juga opini seorang GM untuk sebuah pemerintahan yang berdaulat tergambar
dalam teks ini.
72
Tabel 5.21.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 9 Oktober 2016 Judul
“Aura”
Skema Person (Person Schemas)
GM yang
mempelajari
dikenal sebagai penganut paham liberal dan terbuka, juga
tentang berbagai aliran kepercayaan ataupun golongan. GM
mengecam setiap golongan apapun yang intoleran dalam berbangsa dan
bernegara.
Skema Diri (Self Schemas)
GM mengambil angle cerita ini dari cerita sejarah seperti cerita pangeran
pandawa hingga sejarah politik di Ekuador. GM mengemas peristiwa ini
menjadi sebuah cerita utuh. Judul Aura dan isinya lebih mendekati sebuah
kritikan kepada para pelaku politik. Ini sebagai bentuk kritikan GM untuk para
ognum yang mengatasnamakan agama untuk permainan politik.
Skema Peran (Role Schemas)
Bagi GM sendiri, tidak ada yang berhak membungkam orang lain, merasa benar
sendiri dan orang lain harus mengakuinya. Selalu ada perbedaan dan
kepercayaan yang lain. Namun intinya adalah toleransi, selain itu GM melihat
adanya pencitraan-pencitraan politik dikalangan para petinggi negara ini.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
Ketika mengangkat judul ini, kognisi penulis selalu berhubungan dengan
peristiwa yang berlangsung. Isu besar saat menulis teks ini adalah diangkatnya
kembali Setya Novanto sebagai ketua DPR RI di Mahkamah kehormatan
Dewan. Sebelumnya Novanto telah diberhentikan karna dugaan pelanggaran
kode etik.
73
Tabel 5.22.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 16 Oktober 2016 Judul
“Bhima”
Skema Person (Person Schemas)
GM menulis “Bhima” untuk majalah Tempo edisi 16 Oktober 2016. Sama
seperti sebelumnya GM mengangkat cerita legenda. Dalam kepercayaan Hindu
terdapat cerita legenda tentang Bhima. GM merupakan seorang penganut paham
terbuka yang juga belajar dan mengagumi cerita legenda yang dikisahkan.
Skema Diri (Self Schemas)
Dalam menulis teks ini, GM mengambil angle atau sudut pandang peristiwa
dari kisah dan nilai-nilai moral tokoh dalam cerita.
Skema Peran (Role Schemas)
GM tidak berangkat dari benar atau tidak suatu kepercayaan dan keyakinan.
Melainkan moral dan efeknya bagi dunia. Ini adalah bagian dari ideologi GM.
Oleh karena itu salah satu peran media Tempo adalah menyeimbangkan dan
meredakan fenomena-fenomena sosial yang mengancam.
Skema Peristiwa (Event Schemas)
GM melihat fenomena sosial dalam kehidupan bersama mulai terancam oleh
berbagai paham-paham yang anarki dan menyebarnya nilai-nilai radikalisme.
Kehidupan yang terbuka, kehidupan yang bernilai dan berdampak untuk
perbaikan setiap waktu itulah paham GM. Peristiwa yang berlangsung atau isu
yang tengah menjadi topik utama dalam edisi ini adalah mengenang kembali
sosok Soe-Hok Gie seorang aktivis muda 1966 yang tewas digunung Semeru
pada 16 Desember 1968. Pemikiran dan surat-surat Gie dalam memperjuangkan
keadilan dan kebebasan juga menjadi salah satu yang melatarbelakangi
diangkatnya teks ini. Kemudian peristiwa lainnya adalah langkah KPK dalam
pengusutan proyek E-KTP.
74
Tabel 5.23.
Analisis Kognisi Sosial
Catatan Pinggir Tempo 23 Oktober 2016 Judul
“Dylan”
Skema Person (Person Schemas)
Kognisi penulis dalam mengangkat judul “Dylan” sangat kentara terlihat. GM
a