Ibadah Kelas Ala Reality Show Televisi | Noviani | Jurnal Pemikiran Sosiologi 23432 45947 2 PB
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No.1 , Mei 2012
IBADAH KELAS ALA REALITY SHOW DI TELEVISI
Oleh:
Ratna Noviani
ABSTRAK
Reality show merupakan jenis tayangan televisi yang semakin diminati, dan bahkan mampu menempati posisi
prime time di Indonesia. Kemiskinan dan kehidupan kaum miskin merupakan salah satu tema yang cukup
populer yang diangkat dalam tayangan realitas ditelevisi.Tulisan ini membahas fenomena tayang anrealitas di
Indonesia, khususnya bagaimana program tayangan realitas mengkonstruksi ibadah keagamaan dan distingsi
kelas. Empat tayangan realitas yang disiarkan pada momen bulan suci Ramadan 1432 H yaitu Bukan Puasa
Biasa(TransTV), Orang Pinggiran (Trans7), Jika Aku Menjadi Ramadan (Trans TV), dan Big Brother Indonesia
(Trans TV) menjadi focus kajian dalam tulisan ini. Kajian mendalam terhadap ke empat tayangan realitas
tersebut menunjukkan bahwa ada proseses tetikasi dan obyektifikasi realitas kemiskinan guna mendefinisikan
dan menggarisbawahi ibadah kelas.Tayangan realitas tentang kelas bawah cenderung menampilkan banalitas
pesan tentang kemiskinan.Realitas hidup dan ibadah agama kelas bawah hanya menjadi project bagi kelas
diatasnya untuk memperbaiki kualitas spiritual keagamaannya dan untuk membangun citra positif tentang
sikaya. Persoalan kemiskinan, pada akhirnya, hanya dianggap sebagai problem individual yang bisa dilalui atau
diatasi dengan religiu sitas dan ketekunan ibadah individual.
Kata kunci: Reality Show, Televisi, Ibadah, Kelas
ABSTRACT
Reality shows have become increasingly popular and aired on prime-time in Indonesian televisions. Themes such
as poverty and the life of lower class have gained more attention from the shows. This study examines the way
in which Indonesian reality TV shows construct religious piety and class distinction. The study corpuses are four
reality TV shows which aired during Ramadan 1432 H, namely, Bukan Puasa Biasa (TransTV), Orang Pinggiran
(Trans7), Jika Aku Menjadi-Ramadan (Trans TV), and Big Brother Indonesia (Trans TV). The close examination
to those corpuses reveals that there is a dichotomy betweenupper class and lower class religious piety. In this
sense, poverty and life of the lower class have been aestheticized and objectified to define classed-religious piety.
The life of the lower class becomes a merely spectacle for the upper class, both within and outside the TV-screen.
Such reality TV shows also tend to represent the simplification and banality of poverty by underscoring that
poverty is an individual problem rather than structural.In this regard, individual religious piety is considered as
the best solution for poverty.
Keywords: Reality Show, Television, Piety, Class
91
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
A. Pendahuluan
demikian, riset Nielsen menengarai bahwa tayangan
realitas ternyata paling digemari oleh kelompok
Reality TV was replacing shows on prime time, and
masyarakat yang tinggal di daerah urban (dalam
it allowed pretty much anyone who had the desire to
be on TV to do so.
Onishi, 2009). Dari riset Nielsen ini juga diketahui
Jack Benza, 2005). Dalam
bahwa pada akhir tahun 2008 tayangan realitas
bukunya So You Wanna Be on Reality TV, Benza
sudah disiarkan oleh 11 stasiun televisi swasta
memaparkan betapa popularitas program realitas di
nasional dan 10 televisi lokal di Indonesia.
televisi telah menggeser program-program lain yang
Sementara, masing-masing stasiun televisi bisa saja
awalnya menempati posisi manis pada prime-time.
menayangkan lebih dari satu program tayangan
Program realitas di televisi juga telah membuka
realitas. Menurut Penelope Coutas (2008: 111),
pintu bagi siapa saja untuk bisa tampil di layar kaca.
sampai tahun 2008 ada lebih dari 50 tayangan
Menjadi bintang di layar kaca tidak lagi menjadi
realitas yang diproduksi secara lokal dan disiarkan
sesuatu yang jauh dari jangkauan karena reality
di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.
show memfasilitasi terwujudnya impian dan hasrat
untuk menjadi terkenal via televisi.
Jumlah ini meningkat cukup signifikan pada tahun
Tayangan realitas atau biasa dikenal dengan reality
Indonesia sampai dengan bulan Mei 2009 sudah
show memang merupakan jenis tayangan yang
mencapai 79 program (Onishi, 2009).
2009, di mana jumlah tayangan realitas di televisi
semakin diminati oleh industri pertelevisian,
Meskipun tayangan-tayangan realitas itu diproduksi
termasuk di Indonesia. Hal ini terbukti dari
secara lokal, namun jika dilihat dari substansinya
maraknya tayangan-tayangan yang menghadirkan
sebagian besar dari tayangan realitas itu terinspirasi
penggalan realitas atau potongan kejadian nyata
atau merupakan adaptasi dari format tayangan
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di layar
realitas yang disiarkan di luar negeri. Tayangan
televisi. Varian program dari tayangan realitas ini
realitas berupa talent contest seperti Indonesian
pun beragam, mulai dari tayangan yang disebut
Idol misalnya, merupakan versi Indonesia dari
talent contest seperti Indonesian Idol (RCTI),
tayangan realitas Pop Idol yang sudah ditayangkan
Pildacil (ANTV), dan Indonesia Mencari Bakat
di British. Dalam perkembangannya, semakin
(TransTV); atau life diary semacam Big Brother
Indonesia
(TransTV)
dan
Penghuni
banyak tayangan realitas yang bisa dinikmati di
Terakhir
stasiun televisi swasta di Indonesia yang meniru
(ANTV); atau tayangan-tayangan realitas yang
atau merupakan franchise dari tayangan realitas
merekam pengalaman-pengalaman sosial seperti
yang lebih dulu populer di negara lain, seperti
Jika Aku Menjadi (TransTV), Orang Pinggiran
misalnya Big Brother Indonesia atau Masterclass
(Trans7) dan Tukar Nasib (SCTV).
Indonesia.
Riset AGB Nielsen pada tahun 2008 menunjukkan
Popularitas dari tayangan realitas juga
bahwa tayangan-tayangan realitas seperti itu
nyata pada momen bulan puasa. Ketika bulan
disukai oleh seluruh lapisan masyarakat, baik
lapisan
sosial
maupun
ekonomi.
tampak
Ramadan tiba, televisi-televisi di Indonesia ikut
Meskipun
92
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
melakukan ritual dengan cara memproduksi dan
Ngabuburit1 (SCTV). Selain itu, ada juga tayangan
menayangkan berbagai program untuk menyambut
realitas yang sudah ditayangkan sebelum Ramadan
bulan suci umat Islam ini. Tayangan realitas bertema
tiba, namun penayangan acara itu memang
Ramadan menjadi salah satu program yang cukup
dikaitkan dengan datangnya Ramadan, seperti
diunggulkan oleh beberapa stasiun televisi swasta di
misalnya Rumah Pildacil (ANTV).
Indonesia. Menurut AGB Nielsen dalam Newsletter
bulan
Agustus
2010,
program
reality
Dalam tayangan realitas yang muncul pada bulan
show
Ramadan, ada kecenderungan untuk menjadikan
merupakan salah satu program acara yang banyak
ibadah yang dianjurkan selama bulan Ramadan
diminati oleh penonton selama bulan puasa.
sebagai tema besarnya. Hal ini bisa dilihat terutama
Program tayangan realitas yang disiarkan pada saat
dalam tayangan realitas yang mengangkat tema
berbuka puasa seperti Termehek-mehek atau Jika
tentang kehidupan kaum miskin dan marjinal.
Aku Menjadi misalnya, mampu menarik perhatian
Bagaimana kaum miskin dan marjinal itu menjalani
sekitar 2,6 juta penonton.
hidup yang sulit dengan keterbatasan kapital
Pada bulan Ramadan 2011, kecenderungan stasiun
ekonomi maupun kapital budaya ditambah lagi
telvisi swasta untuk mengunggulkan tayangan
dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadan
realitas bertema Ramadan juga masih terlihat jelas.
merupakan aspek yang diangkat dan dieksplorasi
Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis
melalui tayangan realitas itu. Dalam hal ini, ada
sampai dengan tiga hari pertama puasa, ada 10
relasi antara persoalan kelas dan persoalan
tayangan realitas yang ditayangkan setiap hari di
spiritualitas keagamaan yang direpresentasikan di
enam stasiun televisi swasta yaitu di SCTV, RCTI,
dalam tayangan realitas tersebut.
TransTV, Trans7, MNC TV dan ANTV.
tayangan
realitas
itu,
empat
di
Dari10
Tulisan ini lebih menitikberatkan pada fenomena
antaranya
tayangan
ditayangkan oleh TransTV. Secara umum, tayangan
bagaimana
realitas yang ditayangkan selama bulan puasa
realitas
televisi swasta pada momen bulan suci Ramadan
tambahan label Ramadan , seperti misalnya Jika
1432 H. Tayangan realitas yang dipilih adalah
atau Cinta dan Uya
Ramadan
tayangan
khususnya
empat program tayangan realitas yang disiarkan di
puasa, judul dari beberapa tayangan itu diberi
Spesial
program
Indonesia,
spiritual keagamaan. Untuk itu, tulisan ini mengkaji
disiarkan sebelum puasa tiba. Khusus di bulan
SamaSama Kuya
di
mengkonstruksi relasi antara kelas dengan kualitas
merupakan tayangan reguler yang sudah ada dan
Aku Menjadi Ramadan
realitas
tayangan
SCTV .
realitas
yang
menunjukkan
kecenderungan untuk berbicara tentang persoalan
Namun, ada juga tayangan realitas yang khusus
kelas dan ibadah kelas dalam setiap tayangannya.
diproduksi untuk menyambut Ramadan seperti
Keempat program tayangan realitas itu adalah
misalnya Bukan Puasa Biasa (TransTV) atau SM*SH
1 )stilah
ngabuburit merujuk pada aktivitas khusus yang hanya
dilakukan pada saat bulan Ramadan. Istilah ini berasal dari
bahasa Sunda burit yang artinya waktu sore menjelang malam.
Jadi, kata ngabuburit diartikan sebagai aktivitas yang
dilakukan di sore hari dengan tujuan menunggu buka puasa atau
azan Magrib. Untuk informasi lebih lanjut tentang ngabuburit
lihat Ajaibnya Puasa (Fasting is Amz) (Yunus R.,tt)
93
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
penonton pada akhirnya bisa ikut terlibat di dalam
Bukan Puasa Biasa (TransTV), Orang Pinggiran
observasi [melalui kamera] itu.
(Trans7), Jika Aku Menjadi-Ramadan (Trans TV),
dan Big Brother Indonesia (Trans TV).
Pada perkembangannya, genre tayangan realitas
tidak hanya ditemukan dalam dunia film tetapi juga
menjadi bagian dari sejarah pertelevisian. Annette
B. Pembahasan
Hill (2005: 451) mencatat bahwa program realitas
1. Tayangan Realitas:
Definisi
dan
mulai disukai massa dan menempati ruang-ruang
Sejarah
media televisi pada saat prime-time terutama pada
Pengertian dari istilah reality television yang
dekade 1990-an. Di British, program realitas seperti
merujuk pada program tayangan realitas di televisi
docu-soap atau reality-soap bahkan dikatakan
sebagai motor of prime-time pada pertengahan
hingga saat ini masih dalam perdebatan. Munculnya
tayangan realitas di televisi sebetulnya berasal dari
tahun 1990-an. Ada sekitar 65 program docu-soap
dunia sinema atau film; dan tayangan realitas ini
yang ditayangkan di saluran-saluran utama televisi
merupakan sub-genre dari film dokumenter (Kolker,
British dan ditonton oleh sekitar 12 juta penonton.
2009: 189). Istilah tayangan realitas atau reality
Popularitas genre ini tidak hanya terjadi di negara-
show itu sendiri sebetulnya berasal dari bahasa
negara Barat seperti British dan Amerika, tetapi juga
Perancis cinema vérité, yang berkembang pada
berkembang sampai ke negara-negara sedang
akhir 1950-an dan awal 1960-an. Cinema vérité
berkembang, termasuk Indonesia.
merujuk pada penciptaan ilusi yang dihasilkan dari
Ada ciri khas yang dimiliki oleh genre tayangan
kerja
mendokumentasikan
realitas yaitu bahwa program tayangan realitas
serangkaian peristiwa yang sedang terjadi tanpa ada
biasanya tidak menggunakan skenario, bintang atau
interupsi dari si pembuat film. Di dalam cinema
karakter yang bermain dalam program itu adalah
vérité ini juga tidak ada suara narator. Naratifnya
the real people dengan keseharian mereka masing-
berkembang secara spontan dan tergantung pada
masing. Seperti yang disampaikan oleh Hill (2005:
karakter-karakter atau partisipan yang sedang
diobservasi [oleh kamera]. Dengan kata lain,
41
tayangan realitas merupakan penciptaan ilusi
actors, unscripted dialogue, surveillance footage,
melalui observasi yang tidak dimediasikan. Kadang-
hand-held cameras, seeing events unfold as they are
kadang memang ada pembawa acara atau host,
happening in front of the camera. Sementara itu,
kamera
yang
There are a variety of styles and techniques
associated with reality TV, such as non-professional
tetapi fungsi host di sini hanya memperkenalkan
Richard Kilborn (1994) mengemukakan bahwa
peristiwa dan kadang-kadang berbicara dengan
tayangan realitas di televisi bisa diartikan sebagai
para partisipan. Dengan cara seperti itu, sebetulnya
upaya untuk melakukan simulasi atas peristiwa
produsen acara berharap agar penonton memiliki
yang terjadi dalam kehidupan riil melalui berbagai
kedekatan
bentuk rekonstruksi dramatis, atau inkorporasi
dengan
para
partisipan
sehingga
peristiwa riil yang diedit sedemikian rupa ke dalam
94
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
bentuk program televisi yang atraktif (dalam
Meskipun awalnya genre ini berasal dari film
Holmes & Jermyn, 2004: 2).
dokumenter
yang
merepresentasikan
Jadi, bisa dikatakan bahwa disain awal dari program
notabene
the
real,
lebih
banyak
namun
dalam
perkembangannya banyak yang mengatakan bahwa
tayangan realitas adalah menyajikan penggalan
realitas dalam program tayangan realitas hanya
realitas dalam kehidupan sehari-hari kepada para
artifisial
penonton. Namun, menurut Corner (2001), dalam
saja.
Hartley
(2002:
97)
misalnya,
menggarisbawahi bahwa realitas yang disajikan
perkembangannya tayangan realitas mengalami
dalam tayangan realitas sebetulnya merupakan
variasi dan modifikasi. Ia mengatakan bahwa
produk dari nilai-nilai produksi. Sedangkan Kronig
trajectory dari tayangan realitas di negara-negara
(2000: 47) lebih mengarahkan kritiknya pada aspek
Barat, seperti British atau Amerika, mengalami
sensasionalisasi emosi yang ingin dimunculkan oleh
ekspansi format yang luar biasa karena adanya
tayangan realitas. Ia mengatakan bahwa tayangan
kombinasi kepentingan ekonomi dan perubahan
realitas di televisi merupakan
praktik budaya dalam kehidupan masyarakat. Hal
a triumph of
emotional sensationalism over serious issues from
ini bisa dilihat dari pergeseran yang terjadi misalnya
hadapan kamera, yang awalnya fokus pada orang
politics to science .
biasa atau ordinary people menjadi orang-orang
mengaduk-aduk emosi memang banyak dijadikan
terkenal seperti kalangan selebritas atau figur
sorotan.
publik. Hal yang sama juga diidentifikasi oleh
kekecewaan,
Hartley (2002: 97), yang menyebutkan bahwa
elemen-elemen realitas yang dimunculkan dalam
program tayangan realitas yang muncul di awal
tayangan itu difungsikan sedemikan rupa untuk
perkembangannya yaitu pada tahun 1990-an lebih
memunculkan sensasi emosi pada diri penonton.
banyak berupa tayangan realitas kriminal, namun
Elemen-elemen ini oleh Roscoe (dalam Hartley,
kemudian bergeser menjadi docu soap atau
2002: 97) disebut sebagai flickers of authenticity ,
dari sisi partisipan atau karakter yang terlibat di
Cara tayangan realitas untuk melibatkan dan
Air
mata,
kesedihan,
penderitaan,
kegembiraan
ekspresi
sebagai
reality-soap yang merupakan perpaduan antara
yang seolah menunjukkan pengalaman-pengalaman
dokumentasi dan soap opera. Format ini cenderung
otentik partisipan atas sebuah peristiwa hidup yang
lebih mengedepankan aspek hiburan daripada
mereka alami kepada para penontonnya.
aspek sosialnya, dan melalui format ini orang-orang
Annette Hill (2005: 452) menyoroti sifat voyeuristic
biasa yang menjadi partisipan akhirnya bisa menjadi
yang dimunculkan oleh tayangan realitas di televisi,
bintang atau selebritas. Pada tahun 2000, format
di mana realitas yang dikemas untuk membidik
reality game show seperti Survivor atau Big Brother
emosi penonton pada akhirnya bisa memunculkan
mulai digemari oleh stasiun televisi dan menjadi
semacam pleasure atau kesenangan dan juga
bestseller (Hill, 2005:452).
hiburan ketika penonton melihat tayangan tersebut.
memperoleh
Akibatnya, perbedaan antara yang fakta dan yang
sorotan karena sifat realitas yang dimunculkannya.
fiktif menjadi kabur; dan penonton pun cenderung
Program
tayangan
realitas
juga
95
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
untuk tidak terlalu peduli dengan terpilin-pilinnya
leisure), kapital sosial (relasi dengan orang lain,
fakta dan fiksi tersebut.
network) dan kapital simbolik (reputasi, status).
Keempat kapital itu saling berhubungan satu sama
lain. Kepemilikan sebuah kapital bisa mendukung
2. Kelas dalam Tayangan Realitas
pencapaian kapital yang lain, yang sekaligus bisa
Salah satu tema yang sering diangkat di dalam
menentukan dan mengubah posisi kelas seseorang
program-program
dalam masyarakat.
tayangan
realitas
adalah
kehidupan kelas, terutama kelas bawah. Persoalan
Dalam konteks tayangan realitas di televisi, posisi
hidup yang dialami oleh kelas bawah menjadi topik
kelas
yang
kepemilikan
sering
dieksplorasi
habis-habisan
oleh
seseorang
didefinisikan
kapital-kapital
berdasarkan
seperti
yang
produsen acara realitas ini. Impian kelas bawah
dikemukakan oleh Bourdieu. Hal ini misalnya bisa
untuk mengalami kehidupan kelas di atasnya atau
dilihat dalam tayangan realitas yang bercerita
melakukan upward mobility menjadi salah satu
tentang make-over atau perubahan yang dilakukan
varian tema yang sering diangkat. Pendefinisian
kelas dan perbedaan posisi individu dalam struktur
oleh individu-individu kelas bawah untuk menjadi
sosial sering ditampilkan melalui penanda-penanda
Millionaire, I Want to Be a Hilton [Paris Hilton],
seperti kepemilikan material atau praktik budaya,
Extreme Makeover yang ditayangkan di Amerika
seperti pilihan selera, gaya hidup dan perilaku
misalnya, merupakan beberapa program tayangan
konsumsi.
realitas yang merepresentasikan kehidupan dan
Pierre Bourdieu, dalam bukunya Distinction (1984),
mimpi kelas bawah untuk melakukan mobilitas
mengulas keterkaitan kelas sosial dengan praktik-
kelas ke atas. Individu kelas bawah, dalam hal ini,
praktik konsumsi yang melibatkan selera dan
sering ditampilkan sebagai sosok yang kapital
preferensi gaya hidup. Menurut Bourdieu, pilihan-
ekonomi dan kapital budayanya minim. Mimpi kelas
pilihan gaya hidup merupakan indikator yang
bawah untuk berada pada posisi kelas di atasnya
penting dari posisi seseorang di dalam struktur
diarahkan pada peningkatan kepemilikan atau
sosial (dalam Giddens, 2006:322). Pada dasarnya,
penguasaan atas kapital ekonomi dan budaya.
ketimpangan sosial, dalam pandangan Bourdieu,
Dalam tayangan Joe Millionaire yang ditayangkan
bersumber pada distribusi kapital yang tidak
stasiun televisi Amerika, Fox, misalnya, seorang
seimbang dalam masyarakat. Dalam kajiannya
kelas bawah mengalami transformasi menjadi kelas
tentang kelas, Bourdieu tidak hanya menyoroti
atas lewat perubahan kapital ekonomi (ditandai
kapital ekonomi saja (seperti kepemilikan properti,
dengan kepemilikan uang, mobil mewah dan rumah
kekayaan dan income), tetapi ia juga menyebutkan
mewah) serta kapital budaya (pilihan leisure,
tiga bentuk kapital lain yang juga bekerja dalam
fashion, selera makan dan sebagainya).
proses pendefinisian kelas, yaitu kapital budaya
Ada juga program tayangan realitas yang lebih
(seperti pendidikan, keterampilan, apresiasi seni,
banyak mengeksposisi kerja keras yang dilakukan
individu di kelas atas. Tayangan seperti Joe
96
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
oleh kelas pekerja dengan penghasilan yang minim
tayangan realitas yang mengangkat kehidupan kelas
di tengah kondisi perekonomian yang sedang krisis.
bawah yang miskin pun menghiasi layar televisi. Ada
Menurut Pepi Leistyna, citra tentang kelas bawah di
beberapa program reguler yang di luar jadwal
dalam tayangan realitas cenderung memposisikan
Ramadan tidak berbicara tentang kelas bawah dan
kelas bawah sebagai kumpulan orang bodoh yang
kemiskinan, pada episode yang ditayangkan selama
mengalami disfungsi dalam kehidupan sosialnya
bulan Ramadan tiba-tiba ikut berbicara juga tentang
(2009: 348). Keterbatasan kapital ekonomi dan
kelas bawah dan kemiskinan.Program Big Brother
kapital budaya dari kelas bawah membuat mereka
Indonesia (Trans TV) misalnya, yang pada tayangan
dan menikmati
reguler lebih banyak fokus pada kehidupan para
yang
housemate yang ada di rumah Big Brother, pada
menawarkan make-over menjadi semacam solusi
episode yang ditayangkan pada bulan Ramadan tiba-
bagi kelas bawah untuk melakukan upward
tiba berbicara tentang keluarga pemulung miskin.
hanya bisa bermimpi
hidup
kelas
atas.
menjadi
Tayangan
realitas
class-passing. Class-passing sendiri adalah sebuah
Stasiun TransTV bahkan memproduksi tayangan
terminologi yang perlu dibedakan dengan mobilitas
realitas yang secara khusus diputar pada saat bulan
kelas. Di dalam class-passing ada kepura-puraan
Ramadan.Tayangan realitas itu adalah Bukan Puasa
atau pretending, seolah-olah berada pada posisi
Biasa yang membahas kehidupan kaum papa dan
kelas lain (biasanya kelas atas) padahal realitasnya
bagaimana mereka menjalankan ibadah puasa. Ada
tidak demikian (Foster 2005:4). Seperti dalam kasus
pengkelasan
warna
kulit,
seseorang
juga program Jika Aku Menjadi edisi Ramadan yang
bisa
sebetulnya tidak jauh berbeda dengan tayangan
mengalamiupward-class passing hanya dengan
regulernya yaitu memotret pengalaman orang kaya
mengubah warna kulitnya menjadi putih [karena
dari daerah urban yang hidup bersama dan
warna putih dianggap lebih baik atau diposisikan
menjalani kehidupan orang miskin. Si kaya harus
dalam strata yang lebih tinggi daripada kulit
berwarna].
Dalam
tayangan
realitas
tinggal selama beberapa waktu bersama keluarga
yang
miskin dan harus menjalani aktivitas keseharian
mengedepankan kerja keras dari kelas bawah,
dari keluarga miskin itu. Bedanya, pada edisi
Leistyna juga mengamati bahwa televisi cenderung
Ramadan setting waktunya pun disesuaikan yaitu
menjadikan kesusahan, kerepotan, dan resiko sosial
pada saat bulan puasa. Kehidupan keluarga miskin
yang dialami oleh kelas bawah dalam menghadapi
di tengah suasana Ramadan menjadi fokus utama
kerasnya hidup sebagai hiburan saja, karena aspek
dari tayangan realitas ini. Sedangkan pada program
edukatif dari tayangan itu tidak jelas.
Orang Pinggiran (Trans7) yang dibahas adalah
Tayangan realitas yang mengangkat tema tentang
kehidupan orang miskin, khususnya pada saat bulan
kehidupan dan relasi kelas juga disiarkan di televisi-
Ramadan. Acara ini menyorot kehidupan orang-
televisi swasta di Indonesia. Menurut Onishi (2009)
orang
tayangan realitas yang menampilkan perbedaan
kehidupan sosialnya, baik karena keterbatasan
kelas sosial memperoleh popularitas tersendiri di
kapital
Indonesia. Pada konteks Ramadan 1432 H, program
keterbatasan mental dan fisik.
97
yang
mengalami
ekonomi
marjinalisasi
maupun
karena
dalam
mengalami
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
3. Ibadah Kelas dan Purifikasi Spiritualitas
salah
untuk
menyerupai kaum fakir miskin sehingga bisa
nilai ibadah Ramadan. Persoalan kelas, dalam hal ini,
keagamaan
adalah
salah satu maksud dari ibadah puasa adalah
sengaja dihubungkan dengan atmosfer dan nilai-
kualitas
Ramadan
seperti yang disampaikan oleh Abdul Manan bahwa
kajian dalam tulisan ini, substansi tayangan dengan
dengan
hikmah
membangun empati terhadap kaum fakir miskin,
Dalam empat tayangan realitas yang menjadi fokus
dikaitkan
satu
merasakan keadaan mereka secara lebih mendalam
yang
(2005: 29). Hikmah dari ibadah Ramadan inilah
dimanifestasikan lewat ritual-ritual seperti sholat,
yang diangkat sebagai tema besar oleh keempat
puasa, berdoa, mengaji atau aktivitas ke-Islam-an di
tayangan realitas yang menjadi obyek analisis dalam
masjid atau mushola. Ada proses inkorporasi nilai-
tulisan ini.
nilai ibadah yang dianjurkan selama bulan suci
Ramadan ke dalam tayangan realitas tersebut.
Jika Aku Menjadi-Ramadan yang ditayangkan pada
Inkorporasi
hari kedua Ramadan 1432H misalnya, menampilkan
nilai-nilai
ibadah
Ramadan
itu
dilakukan melalui dua cara.
seorang foto model cantik dari Jakarta yang sengaja
ditempatkan dalam sebuah keluarga miskin pencari
Cara yang pertama adalah dengan memoles elemen-
pasir kuarsa di Lampung Timur. Sang foto model
elemen naratif seperti setting, backsound, atau
penampilan
karakter
yang
bermain
harus tinggal dan menjalani kehidupan seperti
dengan
layaknya keluarga pencari pasir kuarsa tadi.
penanda-penanda yang merujuk pada hal-hal yang
Tayangan realitas ini mengeksposisi gigihnya
dihubungkan dengan Islam seperti masjid, mushola,
perjuangan si miskin untuk memenuhi kebutuhan
jilbab, baju koko, sajadah atau musik padang pasir.
hidupnya. Di tengah keterbatasan sosial ekonomi,
Cara yang kedua adalah dengan mengkonstruksi
keluarga miskin yang terdiri dari suami istri yang
story tentang ibadah yang dilakukan oleh karakter-
sudah lanjut usia itu tetap taat menjalankan ibadah
karakter yang sedang dibicarakan dalam tayangan
agama. Si miskin ditampilkan sebagai sosok yang
itu. Realitas ibadah yang disorot tentu saja dikaitkan
memiliki kepasrahan dan ketaatan spiritual pada
dengan ibadah-ibadah yang dianjurkan pada bulan
Tuhan, yang digambarkan melalui frekuensi dan
Ramadan. Pada program Jika Aku Menjadi-Ramadan
intensitas yang bagus dalam menjalankan ritual
dan Big Brother Indonesia terlihat bagaimana
keagamaan
ibadah agama dari kelas bawah dan kelas diatasnya
seperti
sholat
maupun
puasa.
Kepasrahan si miskin pada Tuhan ditekankan secara
ditampilkan dalam konteks bulan suci Ramadan.
repetitif di dalam tayangan itu, misalnya terlihat
Sementara, pada tayangan Orang Pinggiran dan
pada kutipan kata-kata si foto model berikut ini:
Bukan Puasa Biasa, tayangan lebih difokuskan pada
Seharian kerja banting tulang [mengayak pasir]
praktik ibadah yang dilakukan oleh kelas bawah
cuma dapat Rp.10.000,-, aku bener-bener nggak
saja.
habis pikir. Tapi kata si embah, mereka tetap
Ibadah kelas, khususnya kelas bawah, yang
bersyukur, berapapun uang yang bisa diterima, itu
ditampilkan di televisi sengaja dikaitkan dengan
rejeki dari Allah. Selain itu, narasi dan visualisasi
manfaat dan hikmah dari ibadah Ramadan. Apalagi,
tentang aktivitas ibadah yang dilakukan oleh si
98
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
miskin juga ditonjolkan dalam tayangan tersebut,
sikap dan perilaku kelas bawah ketika berada pada
seperti bagaimana si bapak tua yang miskin
habitus kelas di atasnya juga menjadi tontonan
berpuasa, mengaji atau membersihkan masjid. Alur
tersendiri dalam tayangan Big Brother. Faktor
cerita dalam tayangan itu menunjukkan bagaimana
empati dijadikan alat oleh Big Brother untuk menilai
kuantitas dan kualitas ibadah si miskin memberi
kemampuan para housemate dalam mengendalikan
inspirasi dan pembelajaran bagi si foto model yang
emosi terhadap perilaku kelas bawah yang tinggal
kaya untuk melakukan refleksi diri. Dengan melihat
bersama
derita dan ketidakberdayaan sosial ekonomi dari si
menunjukkan empati, maka keberadaannya di
miskin, si kaya kemudian seperti tersadar bahwa
rumah Big Brother bisa jadi akan berakhir atau
selama ini ia menjadi makhluk Tuhan yang kurang
tereliminasi.
bersyukur dan kurang taat menjalankan ibadah
mereka.
Siapa
yang
tidak
mampu
Dari kedua tayangan realitas itu, terlihat adanya
agama.
dikotomisasi ibadah yaitu ibadah kelas bawah dan
Empati si kaya pada fakir miskin juga terlihat
ibadah kelas atas. Kualitas spiritual keagamaan dari
misalnya pada tayangan realitas Big Brother
kelas bawah direpresentasikan melalui kepasrahan
Indonesia. Pada tayangan edisi Ramadan 1432 H, di
dan keikhlasan menjalani hidup yang berat ditengah
rumah Big Brother dihadirkan keluarga pemulung
keterbatasan sosial ekonomi dan melalui keikhlasan
miskin yang selama ini tinggal di kawasan kumuh di
menjalani praktik-praktik ritual keagamaan seperti
Jakarta. Partisipan acara Big Brother atau dikenal
sholat, berdoa, aktif dalam kegiatan masjid dan
dengan istilah housemate wajib untuk hidup
berpuasa. Sebaliknya, kualitas spiritual dari kelas
bersama dengan keluarga pemulung itu. Berbeda
atas digambarkan kurang atau belum bagus, yang
dengan tayangan Jika Aku Menjadi-Ramadan yang
ditandai dengan pengakuan mereka bahwa mereka
mengharuskan si kaya melakukan downward
kurang rajin mengaji, kurang bisa bersyukur pada
class-passing, pada tayangan Big Brother ini si
Tuhan, kurang sabar dan sebagainya. Dengan hidup
miskin yang diajak untuk melakukan upward
bersama dengan kelas bawah, kelas atas kemudian
class-passing yaitu pura-pura menjadi dan berada
bisa melakukan introspeksi diri dan bercita-cita
dalam posisi kelas atas, menjadi bagian dari kelas
untuk memperbaiki kualitas spiritualnya, misalnya
yang berada di atas kelas sosialnya sendiri dalam
dengan cara memperbaiki frekuensi dan intensitas
realitas kehidupan sehari-hari.
mereka dalam menjalankan ritual agama seperti
sholat, puasa atau membaca Al-Quran.
Fokus dari acara Big Brother edisi Ramadan ini
bagaimana
Kehidupan keluarga miskin yang ditampilkan dalam
kemampuan para housemate dalam menjaga dan
tayangan realitas itu difungsikan sebagai arena
mengendalikan emosi dalam konteks Ramadan.
purifikasi jiwa bagi kelas di atasnya, yang tadinya
Dalam hal ini, para housemate harus menunjukkan
kotor dan terkontaminasi oleh dorongan materi dan
kemampuan mereka untuk berbagi dan berempati
hasrat keduniawian dikembalikan ke jiwa yang lebih
dengan orang-orang miskin. Keanehan dan kelucuan
religius dan, dalam konteks Ramadan ini, ke jiwa
sebetulnya
adalah
menyorot
99
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
mengalami
Bukan Puasa Biasa, kesusahan dan beratnya hidup si
downward class-passing atau menempatkan diri
miskin mengalami obyektifikasi demi sebuah
pada posisi kelas bawah, maka orang-orang kelas
tontonan yang bisa menguras air mata dan rasa iba
atas dimungkinkan untuk melakukan transformasi
dari penonton. Rumah yang reyot, baju yang sudah
spiritual keagamaan ke arah yang lebih baik (baca=
kumal, sajadah bekas yang sudah sobek, atau
islami).
makanan yang seadanya menjadi penanda-penanda
yang
lebih
islami.
Jadi,
dengan
kesusahan dan derita si miskin. Penanda-penanda
4. Realitas Kelas Bawah sebagai Tontonan Media
kemiskinan seperti ini difungsikan oleh tayangan
Tayangan realitas yang menyajikan pertarungan
realitas untuk menyajikan sensasionalisasi emosi.
hidup kelas bawah menunjukkan kecenderungan
Hal ini diperkuat lagi dengan menghubungkan
bahwa kesusahan dan kemiskinan tidak lebih
penanda-penanda kemiskinan tadi dengan tontonan
sebagai sebuah tontonan media. Kesusahan dan
tentang kegigihan si miskin untuk tetap beribadah
kemiskinan mengalami proses estetikasi sehingga
seperti sholat dan puasa di tengah terik matahari
kemiskinan tidak lagi menjadi bahan komentar atau
bulan Ramadan. Seperti pada episode penyadap
perenungan sosial tetapi hanya menjadi citra-citra
karet, program Orang Pinggiran menggambarkan
atau tanda-tanda tanpa makna yang jelas. Proses
gigihnya perjuangan si penyadap karet yang miskin
estetikasi ini, merujuk pada pendapat Mike
dan sakit-sakitan untuk mencukupi kehidupan
Featherstone (1991: 67), merupakan sebuah
keluarganya yang hidup di rumah yang reyot karena
kecenderungan yang muncul dalam masyarakat
dimakan rayap dan tidak berpenerangan listrik di
yang semakin memuja komoditas. Media, dalam hal
malam hari. Berbagai aspek yang menunjukkan
ini, memegang peran yang sangat penting dalam
ketidakberdayaan si penyadap karet dieksposisi dan
proses manipulasi citra-citra komersial hasil rekaan
digarisbawahi oleh cerita sang narator. Tidak lupa
industri.
kemampuan si penyadap karet untuk pasrah dan
Penderitaan kaum miskin dalam tayangan realitas
bersyukur atas apa yang diperolehnya—meskipun
pun tidak lebih dari sekedar citra media yang bisa
sebetulnya kurang—ditampilkan secara repetitif di
mendatangkan
dalam tayangan itu.
bahasa
keuntungan
pemikir
Perancis,
komersial.
Guy
Dalam
Debord,
Hal yang tidak jauh berbeda juga diperlihatkan
kecenderungan seperti ini dinamakan sebagai
dalam
spectacle, yaitu ketika relasi-relasi individu dalam
menghadirkan
kehidupan sosial ditransformasi dan dimediasikan
spiritual
melalui citra-citra yang berfungsi sebagai pemuas
diperlihatkan melalui visualisasi ibadah sholat
mata saja (2002: 7).
Dzuhur yang dilakukannya di bantaran sungai yang
Kehidupan kelas bawah hanya menjadi project dari
kotor. Adegan ketika si bapak pemulung sholat
industri media maupun dari kelas di atasnya. Seperti
Dzuhur dengan menggunakan sajadah dekil dan
yang terlihat dalam tayangan Orang Pinggiran dan
sobek hasil temuannya di sungai ditampilkan
program
Bukan
sosok
keagamaan
Puasa
pemulung
si
Biasa
yang
tua.
Kualitas
pemulung
bahkan
dengan iringan backsound yang menyayat hati.
100
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
Sajadah itu dicucinya terlebih dahulu dan diangin-
jaminan sosial bagi warganya. Problem kemiskinan
anginkan sebentar untuk kemudian dia gunakan
dalam tayangan realitas adalah problem individual
sebagai alas bersembahyang. Kerja kerasnya di
yang bisa diatasi jika si individu punya semangat
bawah terik matahari untuk mengumpulkan barang-
hidup yang tinggi, sabar, ikhlas dan pasrah pada
barang
Yang Maha Kuasa.
bekas
dilakukannya
dengan
penuh
Dalam
tayangan-tayangan
semangat, penuh keikhlasan dan tanpa keluh kesah.
realitas yang berbicara tentang kemiskinan itu, si
Si bapak pemulung, seperti ditegaskan oleh sang
miskin tidak diajak untuk memproblematisasi
narator, memang bukan sosok yang suka mengeluh
kemiskinannya dan bagaimana cara mengatasi
meski harus kerja berat di bulan puasa.
kemiskinan itu. Sebaliknya, perhatian diberikan
justru pada bagaimana si miskin bisa sabar, pasrah
Sensasionalisasi emosi atas realitas kemiskinan
dan tetap mensyukuri hidupnya yang serba
yang dihadapi kelas bawah pada akhirnya tidak
kekurangan. Solusi kemiskinan dibelokkan kepada
berujung pada kebaikan bagi kelas bawah, tetapi
urusan pribadi masing-masing dan pada level
justru menjadi alat tercapainya kebaikan kelas-
religiusitas individu. Akibatnya, tayangan realitas
kelas di atasnya. Dalam kaitannya dengan bulan
cenderung menganggap bahwa kunci utama untuk
Ramadan, realitas kemiskinan kelas bawah hanya
menghadapi problem kemiskinan adalah pada bagus
menjadi project perenungan individu kelas atas dan
tidaknya kualitas spiritual individual.
menjadi stimulus terbukanya kesadaran individu
tersebut untuk memperbaiki kualitas spiritual
keagamaannya.
Dengan
kata
lain,
realitas
C. Kesimpulan
kemiskinan dan ibadah yang dilakukan kelas bawah
diharapkan berdampak positif bagi perbaikan
Program-program
tayangan
realitas
yang
kualitas spiritual kelas di atasnya. Selain itu,
mengangkat tema tentang pergulatan hidup kelas
problem si miskin tampaknya juga hanya dijadikan
bawah dalam konteks Ramadan menunjukkan
alat bagi si kaya untuk membangun citra-citra positif
adanya praktik inkorporasi nilai-nilai ibadah
di layar kaca, seperti si kaya yang mau berefleksi
Ramadan demi sebuah tontonan media. Ada
diri, si kaya yang empatik dan si kaya yang bertekad
dikotomi ibadah yang direpresentasikan dalam
memperbaiki kualitas spiritual keagamaannya.
tayangan realitas yang muncul selama bulan
Ramadan 1432 H, yaitu ibadah kelas bawah dan
Sementara, problem kemiskinan kelas bawah tetap
ibadah kelas atas. Dalam hal ini, terjadi proses
menjadi persoalan individual dari kelas bawah itu
estetikasi dan obyektifikasi realitas kemiskinan
sendiri. Dalam hal ini, tayangan-tayangan realitas
cenderung
melakukan
simplifikasi
guna menggarisbawahi dikotomisasi ibadah kelas
dan
tersebut. Selain itu, tayangan realitas tentang kelas
individualisasi problem kemiskinan. Tidak ada satu
bawah cenderung menampilkan banalitas pesan
pun tayangan realitas yang mewacanakan problem
tentang kemiskinan. Kesengsaraan dan kerasnya
kemiskinan sebagai persoalan struktural, di mana
perjuangan hidup yang dilakukan oleh kaum miskin
peran negara sangat krusial dalam menyediakan
ditonjolkan
101
sedemikian
rupa,
bukan
untuk
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
membantu si miskin agar bisa memberdayakan diri.
Leistyna, Pepi 2009 Social Class and Entertainment
Television: What s So Real about Reality
TV? dalam Hammer, Ronda & Kellner,
Douglas. Media/Cultural Studies: Critical
Approaches. New York: Peter Lang, hal. 339359
Manan, Abdul 2005 Kesempurnaan Ibadah Ramadan.
Jakarta: Penerbit Republika
Nielsen Newsletter 2010. 8th edition, 30 Agustus
2010. www. agbnielsen.co.id [diakses
tanggal 30 Juli 2011]
Onishi, Norimitsu 2009. Do Wee See Indonesia in
Reality
TV?
Dalam
http://www.thejakartaglobe.com/home/do
-we-see-indonesia-in-reality-tv/277838
[diakses tanggal 2 September 2011]
R, Ayi Yunus (tanpa tahun). Ajaibnya Puasa (Fasting
is Amazing). Bandung: DAR Mizan
Namun, realitas hidup dan ibadah agama kelas
bawah hanya menjadi project bagi kelas di atasnya
untuk
memperbaiki
kualitas
spiritual
keagamaannya dan untuk membangun citra positif
tentang si kaya. Persoalan kemiskinan, pada
akhirnya,
hanya
dianggap
sebagai
problem
individual yang bisa dilalui atau diatasi dengan
religiusitas dan ketekunan ibadah individual.
Daftar Pustaka
Berger, Peter. L and Richard Neuhauss.1977.To
Empower People, the Role of Mediating
Structure in Public Policy.Washington:
American Enterprise Institute for Public
Policy Research.
Coutas, Penelope 2008 Fame, Fortune, Fantasy:
Indonesian Idol and the New Celebrity
dalam Heryanto, Ariel (ed), Popular Culture
in
Indonesia:
Fluid
Identity
in
Post-Authoritarian
Politics.
London:
Routledge, hal 111-129
Debord, Guy 2002 The Society of the Spectacle.
Canberra: Hobgoblin Press
Featherstone, Mike 1991 Consumer Culture and
Postmodernity. London: Sage Publication
Foster, Gwendolyn Audrey 2005 Class-Passing:
Social Mobility in Film and Popular Culture.
Southern Illinois, USA: Southern Illinois
University Press
Hartley, John 2002 Communication, Cultural and
Media Studies: The Key Concepts. London:
Routledge
Hill, Annette 2005 Reality TV: Audiences and Popular
Factual Television. London: Routledge
Holmes,
Su
&
Jermyn,
Deborah
2004.
Introduction:Understanding Reality TV ,
dalam Holmes, Su & Jermyn, Deborah (Eds).
Understanding Reality Television. London:
Routledge hal 1-32
Kolker, Robert 2009 Media Studies: An Introduction.
Oxford: Wiley-Blackwell
Kronig, J 2000 Elite versus Mass: The Impact of
Television in an Age of Globalization, dalam
Historical Journal of Film, Radio and
Television Vol 20 No. 1, hal 43-49
102
IBADAH KELAS ALA REALITY SHOW DI TELEVISI
Oleh:
Ratna Noviani
ABSTRAK
Reality show merupakan jenis tayangan televisi yang semakin diminati, dan bahkan mampu menempati posisi
prime time di Indonesia. Kemiskinan dan kehidupan kaum miskin merupakan salah satu tema yang cukup
populer yang diangkat dalam tayangan realitas ditelevisi.Tulisan ini membahas fenomena tayang anrealitas di
Indonesia, khususnya bagaimana program tayangan realitas mengkonstruksi ibadah keagamaan dan distingsi
kelas. Empat tayangan realitas yang disiarkan pada momen bulan suci Ramadan 1432 H yaitu Bukan Puasa
Biasa(TransTV), Orang Pinggiran (Trans7), Jika Aku Menjadi Ramadan (Trans TV), dan Big Brother Indonesia
(Trans TV) menjadi focus kajian dalam tulisan ini. Kajian mendalam terhadap ke empat tayangan realitas
tersebut menunjukkan bahwa ada proseses tetikasi dan obyektifikasi realitas kemiskinan guna mendefinisikan
dan menggarisbawahi ibadah kelas.Tayangan realitas tentang kelas bawah cenderung menampilkan banalitas
pesan tentang kemiskinan.Realitas hidup dan ibadah agama kelas bawah hanya menjadi project bagi kelas
diatasnya untuk memperbaiki kualitas spiritual keagamaannya dan untuk membangun citra positif tentang
sikaya. Persoalan kemiskinan, pada akhirnya, hanya dianggap sebagai problem individual yang bisa dilalui atau
diatasi dengan religiu sitas dan ketekunan ibadah individual.
Kata kunci: Reality Show, Televisi, Ibadah, Kelas
ABSTRACT
Reality shows have become increasingly popular and aired on prime-time in Indonesian televisions. Themes such
as poverty and the life of lower class have gained more attention from the shows. This study examines the way
in which Indonesian reality TV shows construct religious piety and class distinction. The study corpuses are four
reality TV shows which aired during Ramadan 1432 H, namely, Bukan Puasa Biasa (TransTV), Orang Pinggiran
(Trans7), Jika Aku Menjadi-Ramadan (Trans TV), and Big Brother Indonesia (Trans TV). The close examination
to those corpuses reveals that there is a dichotomy betweenupper class and lower class religious piety. In this
sense, poverty and life of the lower class have been aestheticized and objectified to define classed-religious piety.
The life of the lower class becomes a merely spectacle for the upper class, both within and outside the TV-screen.
Such reality TV shows also tend to represent the simplification and banality of poverty by underscoring that
poverty is an individual problem rather than structural.In this regard, individual religious piety is considered as
the best solution for poverty.
Keywords: Reality Show, Television, Piety, Class
91
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
A. Pendahuluan
demikian, riset Nielsen menengarai bahwa tayangan
realitas ternyata paling digemari oleh kelompok
Reality TV was replacing shows on prime time, and
masyarakat yang tinggal di daerah urban (dalam
it allowed pretty much anyone who had the desire to
be on TV to do so.
Onishi, 2009). Dari riset Nielsen ini juga diketahui
Jack Benza, 2005). Dalam
bahwa pada akhir tahun 2008 tayangan realitas
bukunya So You Wanna Be on Reality TV, Benza
sudah disiarkan oleh 11 stasiun televisi swasta
memaparkan betapa popularitas program realitas di
nasional dan 10 televisi lokal di Indonesia.
televisi telah menggeser program-program lain yang
Sementara, masing-masing stasiun televisi bisa saja
awalnya menempati posisi manis pada prime-time.
menayangkan lebih dari satu program tayangan
Program realitas di televisi juga telah membuka
realitas. Menurut Penelope Coutas (2008: 111),
pintu bagi siapa saja untuk bisa tampil di layar kaca.
sampai tahun 2008 ada lebih dari 50 tayangan
Menjadi bintang di layar kaca tidak lagi menjadi
realitas yang diproduksi secara lokal dan disiarkan
sesuatu yang jauh dari jangkauan karena reality
di stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia.
show memfasilitasi terwujudnya impian dan hasrat
untuk menjadi terkenal via televisi.
Jumlah ini meningkat cukup signifikan pada tahun
Tayangan realitas atau biasa dikenal dengan reality
Indonesia sampai dengan bulan Mei 2009 sudah
show memang merupakan jenis tayangan yang
mencapai 79 program (Onishi, 2009).
2009, di mana jumlah tayangan realitas di televisi
semakin diminati oleh industri pertelevisian,
Meskipun tayangan-tayangan realitas itu diproduksi
termasuk di Indonesia. Hal ini terbukti dari
secara lokal, namun jika dilihat dari substansinya
maraknya tayangan-tayangan yang menghadirkan
sebagian besar dari tayangan realitas itu terinspirasi
penggalan realitas atau potongan kejadian nyata
atau merupakan adaptasi dari format tayangan
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari di layar
realitas yang disiarkan di luar negeri. Tayangan
televisi. Varian program dari tayangan realitas ini
realitas berupa talent contest seperti Indonesian
pun beragam, mulai dari tayangan yang disebut
Idol misalnya, merupakan versi Indonesia dari
talent contest seperti Indonesian Idol (RCTI),
tayangan realitas Pop Idol yang sudah ditayangkan
Pildacil (ANTV), dan Indonesia Mencari Bakat
di British. Dalam perkembangannya, semakin
(TransTV); atau life diary semacam Big Brother
Indonesia
(TransTV)
dan
Penghuni
banyak tayangan realitas yang bisa dinikmati di
Terakhir
stasiun televisi swasta di Indonesia yang meniru
(ANTV); atau tayangan-tayangan realitas yang
atau merupakan franchise dari tayangan realitas
merekam pengalaman-pengalaman sosial seperti
yang lebih dulu populer di negara lain, seperti
Jika Aku Menjadi (TransTV), Orang Pinggiran
misalnya Big Brother Indonesia atau Masterclass
(Trans7) dan Tukar Nasib (SCTV).
Indonesia.
Riset AGB Nielsen pada tahun 2008 menunjukkan
Popularitas dari tayangan realitas juga
bahwa tayangan-tayangan realitas seperti itu
nyata pada momen bulan puasa. Ketika bulan
disukai oleh seluruh lapisan masyarakat, baik
lapisan
sosial
maupun
ekonomi.
tampak
Ramadan tiba, televisi-televisi di Indonesia ikut
Meskipun
92
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
melakukan ritual dengan cara memproduksi dan
Ngabuburit1 (SCTV). Selain itu, ada juga tayangan
menayangkan berbagai program untuk menyambut
realitas yang sudah ditayangkan sebelum Ramadan
bulan suci umat Islam ini. Tayangan realitas bertema
tiba, namun penayangan acara itu memang
Ramadan menjadi salah satu program yang cukup
dikaitkan dengan datangnya Ramadan, seperti
diunggulkan oleh beberapa stasiun televisi swasta di
misalnya Rumah Pildacil (ANTV).
Indonesia. Menurut AGB Nielsen dalam Newsletter
bulan
Agustus
2010,
program
reality
Dalam tayangan realitas yang muncul pada bulan
show
Ramadan, ada kecenderungan untuk menjadikan
merupakan salah satu program acara yang banyak
ibadah yang dianjurkan selama bulan Ramadan
diminati oleh penonton selama bulan puasa.
sebagai tema besarnya. Hal ini bisa dilihat terutama
Program tayangan realitas yang disiarkan pada saat
dalam tayangan realitas yang mengangkat tema
berbuka puasa seperti Termehek-mehek atau Jika
tentang kehidupan kaum miskin dan marjinal.
Aku Menjadi misalnya, mampu menarik perhatian
Bagaimana kaum miskin dan marjinal itu menjalani
sekitar 2,6 juta penonton.
hidup yang sulit dengan keterbatasan kapital
Pada bulan Ramadan 2011, kecenderungan stasiun
ekonomi maupun kapital budaya ditambah lagi
telvisi swasta untuk mengunggulkan tayangan
dengan kewajiban berpuasa di bulan Ramadan
realitas bertema Ramadan juga masih terlihat jelas.
merupakan aspek yang diangkat dan dieksplorasi
Dari pengamatan yang dilakukan oleh penulis
melalui tayangan realitas itu. Dalam hal ini, ada
sampai dengan tiga hari pertama puasa, ada 10
relasi antara persoalan kelas dan persoalan
tayangan realitas yang ditayangkan setiap hari di
spiritualitas keagamaan yang direpresentasikan di
enam stasiun televisi swasta yaitu di SCTV, RCTI,
dalam tayangan realitas tersebut.
TransTV, Trans7, MNC TV dan ANTV.
tayangan
realitas
itu,
empat
di
Dari10
Tulisan ini lebih menitikberatkan pada fenomena
antaranya
tayangan
ditayangkan oleh TransTV. Secara umum, tayangan
bagaimana
realitas yang ditayangkan selama bulan puasa
realitas
televisi swasta pada momen bulan suci Ramadan
tambahan label Ramadan , seperti misalnya Jika
1432 H. Tayangan realitas yang dipilih adalah
atau Cinta dan Uya
Ramadan
tayangan
khususnya
empat program tayangan realitas yang disiarkan di
puasa, judul dari beberapa tayangan itu diberi
Spesial
program
Indonesia,
spiritual keagamaan. Untuk itu, tulisan ini mengkaji
disiarkan sebelum puasa tiba. Khusus di bulan
SamaSama Kuya
di
mengkonstruksi relasi antara kelas dengan kualitas
merupakan tayangan reguler yang sudah ada dan
Aku Menjadi Ramadan
realitas
tayangan
SCTV .
realitas
yang
menunjukkan
kecenderungan untuk berbicara tentang persoalan
Namun, ada juga tayangan realitas yang khusus
kelas dan ibadah kelas dalam setiap tayangannya.
diproduksi untuk menyambut Ramadan seperti
Keempat program tayangan realitas itu adalah
misalnya Bukan Puasa Biasa (TransTV) atau SM*SH
1 )stilah
ngabuburit merujuk pada aktivitas khusus yang hanya
dilakukan pada saat bulan Ramadan. Istilah ini berasal dari
bahasa Sunda burit yang artinya waktu sore menjelang malam.
Jadi, kata ngabuburit diartikan sebagai aktivitas yang
dilakukan di sore hari dengan tujuan menunggu buka puasa atau
azan Magrib. Untuk informasi lebih lanjut tentang ngabuburit
lihat Ajaibnya Puasa (Fasting is Amz) (Yunus R.,tt)
93
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
penonton pada akhirnya bisa ikut terlibat di dalam
Bukan Puasa Biasa (TransTV), Orang Pinggiran
observasi [melalui kamera] itu.
(Trans7), Jika Aku Menjadi-Ramadan (Trans TV),
dan Big Brother Indonesia (Trans TV).
Pada perkembangannya, genre tayangan realitas
tidak hanya ditemukan dalam dunia film tetapi juga
menjadi bagian dari sejarah pertelevisian. Annette
B. Pembahasan
Hill (2005: 451) mencatat bahwa program realitas
1. Tayangan Realitas:
Definisi
dan
mulai disukai massa dan menempati ruang-ruang
Sejarah
media televisi pada saat prime-time terutama pada
Pengertian dari istilah reality television yang
dekade 1990-an. Di British, program realitas seperti
merujuk pada program tayangan realitas di televisi
docu-soap atau reality-soap bahkan dikatakan
sebagai motor of prime-time pada pertengahan
hingga saat ini masih dalam perdebatan. Munculnya
tayangan realitas di televisi sebetulnya berasal dari
tahun 1990-an. Ada sekitar 65 program docu-soap
dunia sinema atau film; dan tayangan realitas ini
yang ditayangkan di saluran-saluran utama televisi
merupakan sub-genre dari film dokumenter (Kolker,
British dan ditonton oleh sekitar 12 juta penonton.
2009: 189). Istilah tayangan realitas atau reality
Popularitas genre ini tidak hanya terjadi di negara-
show itu sendiri sebetulnya berasal dari bahasa
negara Barat seperti British dan Amerika, tetapi juga
Perancis cinema vérité, yang berkembang pada
berkembang sampai ke negara-negara sedang
akhir 1950-an dan awal 1960-an. Cinema vérité
berkembang, termasuk Indonesia.
merujuk pada penciptaan ilusi yang dihasilkan dari
Ada ciri khas yang dimiliki oleh genre tayangan
kerja
mendokumentasikan
realitas yaitu bahwa program tayangan realitas
serangkaian peristiwa yang sedang terjadi tanpa ada
biasanya tidak menggunakan skenario, bintang atau
interupsi dari si pembuat film. Di dalam cinema
karakter yang bermain dalam program itu adalah
vérité ini juga tidak ada suara narator. Naratifnya
the real people dengan keseharian mereka masing-
berkembang secara spontan dan tergantung pada
masing. Seperti yang disampaikan oleh Hill (2005:
karakter-karakter atau partisipan yang sedang
diobservasi [oleh kamera]. Dengan kata lain,
41
tayangan realitas merupakan penciptaan ilusi
actors, unscripted dialogue, surveillance footage,
melalui observasi yang tidak dimediasikan. Kadang-
hand-held cameras, seeing events unfold as they are
kadang memang ada pembawa acara atau host,
happening in front of the camera. Sementara itu,
kamera
yang
There are a variety of styles and techniques
associated with reality TV, such as non-professional
tetapi fungsi host di sini hanya memperkenalkan
Richard Kilborn (1994) mengemukakan bahwa
peristiwa dan kadang-kadang berbicara dengan
tayangan realitas di televisi bisa diartikan sebagai
para partisipan. Dengan cara seperti itu, sebetulnya
upaya untuk melakukan simulasi atas peristiwa
produsen acara berharap agar penonton memiliki
yang terjadi dalam kehidupan riil melalui berbagai
kedekatan
bentuk rekonstruksi dramatis, atau inkorporasi
dengan
para
partisipan
sehingga
peristiwa riil yang diedit sedemikian rupa ke dalam
94
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
bentuk program televisi yang atraktif (dalam
Meskipun awalnya genre ini berasal dari film
Holmes & Jermyn, 2004: 2).
dokumenter
yang
merepresentasikan
Jadi, bisa dikatakan bahwa disain awal dari program
notabene
the
real,
lebih
banyak
namun
dalam
perkembangannya banyak yang mengatakan bahwa
tayangan realitas adalah menyajikan penggalan
realitas dalam program tayangan realitas hanya
realitas dalam kehidupan sehari-hari kepada para
artifisial
penonton. Namun, menurut Corner (2001), dalam
saja.
Hartley
(2002:
97)
misalnya,
menggarisbawahi bahwa realitas yang disajikan
perkembangannya tayangan realitas mengalami
dalam tayangan realitas sebetulnya merupakan
variasi dan modifikasi. Ia mengatakan bahwa
produk dari nilai-nilai produksi. Sedangkan Kronig
trajectory dari tayangan realitas di negara-negara
(2000: 47) lebih mengarahkan kritiknya pada aspek
Barat, seperti British atau Amerika, mengalami
sensasionalisasi emosi yang ingin dimunculkan oleh
ekspansi format yang luar biasa karena adanya
tayangan realitas. Ia mengatakan bahwa tayangan
kombinasi kepentingan ekonomi dan perubahan
realitas di televisi merupakan
praktik budaya dalam kehidupan masyarakat. Hal
a triumph of
emotional sensationalism over serious issues from
ini bisa dilihat dari pergeseran yang terjadi misalnya
hadapan kamera, yang awalnya fokus pada orang
politics to science .
biasa atau ordinary people menjadi orang-orang
mengaduk-aduk emosi memang banyak dijadikan
terkenal seperti kalangan selebritas atau figur
sorotan.
publik. Hal yang sama juga diidentifikasi oleh
kekecewaan,
Hartley (2002: 97), yang menyebutkan bahwa
elemen-elemen realitas yang dimunculkan dalam
program tayangan realitas yang muncul di awal
tayangan itu difungsikan sedemikan rupa untuk
perkembangannya yaitu pada tahun 1990-an lebih
memunculkan sensasi emosi pada diri penonton.
banyak berupa tayangan realitas kriminal, namun
Elemen-elemen ini oleh Roscoe (dalam Hartley,
kemudian bergeser menjadi docu soap atau
2002: 97) disebut sebagai flickers of authenticity ,
dari sisi partisipan atau karakter yang terlibat di
Cara tayangan realitas untuk melibatkan dan
Air
mata,
kesedihan,
penderitaan,
kegembiraan
ekspresi
sebagai
reality-soap yang merupakan perpaduan antara
yang seolah menunjukkan pengalaman-pengalaman
dokumentasi dan soap opera. Format ini cenderung
otentik partisipan atas sebuah peristiwa hidup yang
lebih mengedepankan aspek hiburan daripada
mereka alami kepada para penontonnya.
aspek sosialnya, dan melalui format ini orang-orang
Annette Hill (2005: 452) menyoroti sifat voyeuristic
biasa yang menjadi partisipan akhirnya bisa menjadi
yang dimunculkan oleh tayangan realitas di televisi,
bintang atau selebritas. Pada tahun 2000, format
di mana realitas yang dikemas untuk membidik
reality game show seperti Survivor atau Big Brother
emosi penonton pada akhirnya bisa memunculkan
mulai digemari oleh stasiun televisi dan menjadi
semacam pleasure atau kesenangan dan juga
bestseller (Hill, 2005:452).
hiburan ketika penonton melihat tayangan tersebut.
memperoleh
Akibatnya, perbedaan antara yang fakta dan yang
sorotan karena sifat realitas yang dimunculkannya.
fiktif menjadi kabur; dan penonton pun cenderung
Program
tayangan
realitas
juga
95
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
untuk tidak terlalu peduli dengan terpilin-pilinnya
leisure), kapital sosial (relasi dengan orang lain,
fakta dan fiksi tersebut.
network) dan kapital simbolik (reputasi, status).
Keempat kapital itu saling berhubungan satu sama
lain. Kepemilikan sebuah kapital bisa mendukung
2. Kelas dalam Tayangan Realitas
pencapaian kapital yang lain, yang sekaligus bisa
Salah satu tema yang sering diangkat di dalam
menentukan dan mengubah posisi kelas seseorang
program-program
dalam masyarakat.
tayangan
realitas
adalah
kehidupan kelas, terutama kelas bawah. Persoalan
Dalam konteks tayangan realitas di televisi, posisi
hidup yang dialami oleh kelas bawah menjadi topik
kelas
yang
kepemilikan
sering
dieksplorasi
habis-habisan
oleh
seseorang
didefinisikan
kapital-kapital
berdasarkan
seperti
yang
produsen acara realitas ini. Impian kelas bawah
dikemukakan oleh Bourdieu. Hal ini misalnya bisa
untuk mengalami kehidupan kelas di atasnya atau
dilihat dalam tayangan realitas yang bercerita
melakukan upward mobility menjadi salah satu
tentang make-over atau perubahan yang dilakukan
varian tema yang sering diangkat. Pendefinisian
kelas dan perbedaan posisi individu dalam struktur
oleh individu-individu kelas bawah untuk menjadi
sosial sering ditampilkan melalui penanda-penanda
Millionaire, I Want to Be a Hilton [Paris Hilton],
seperti kepemilikan material atau praktik budaya,
Extreme Makeover yang ditayangkan di Amerika
seperti pilihan selera, gaya hidup dan perilaku
misalnya, merupakan beberapa program tayangan
konsumsi.
realitas yang merepresentasikan kehidupan dan
Pierre Bourdieu, dalam bukunya Distinction (1984),
mimpi kelas bawah untuk melakukan mobilitas
mengulas keterkaitan kelas sosial dengan praktik-
kelas ke atas. Individu kelas bawah, dalam hal ini,
praktik konsumsi yang melibatkan selera dan
sering ditampilkan sebagai sosok yang kapital
preferensi gaya hidup. Menurut Bourdieu, pilihan-
ekonomi dan kapital budayanya minim. Mimpi kelas
pilihan gaya hidup merupakan indikator yang
bawah untuk berada pada posisi kelas di atasnya
penting dari posisi seseorang di dalam struktur
diarahkan pada peningkatan kepemilikan atau
sosial (dalam Giddens, 2006:322). Pada dasarnya,
penguasaan atas kapital ekonomi dan budaya.
ketimpangan sosial, dalam pandangan Bourdieu,
Dalam tayangan Joe Millionaire yang ditayangkan
bersumber pada distribusi kapital yang tidak
stasiun televisi Amerika, Fox, misalnya, seorang
seimbang dalam masyarakat. Dalam kajiannya
kelas bawah mengalami transformasi menjadi kelas
tentang kelas, Bourdieu tidak hanya menyoroti
atas lewat perubahan kapital ekonomi (ditandai
kapital ekonomi saja (seperti kepemilikan properti,
dengan kepemilikan uang, mobil mewah dan rumah
kekayaan dan income), tetapi ia juga menyebutkan
mewah) serta kapital budaya (pilihan leisure,
tiga bentuk kapital lain yang juga bekerja dalam
fashion, selera makan dan sebagainya).
proses pendefinisian kelas, yaitu kapital budaya
Ada juga program tayangan realitas yang lebih
(seperti pendidikan, keterampilan, apresiasi seni,
banyak mengeksposisi kerja keras yang dilakukan
individu di kelas atas. Tayangan seperti Joe
96
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
oleh kelas pekerja dengan penghasilan yang minim
tayangan realitas yang mengangkat kehidupan kelas
di tengah kondisi perekonomian yang sedang krisis.
bawah yang miskin pun menghiasi layar televisi. Ada
Menurut Pepi Leistyna, citra tentang kelas bawah di
beberapa program reguler yang di luar jadwal
dalam tayangan realitas cenderung memposisikan
Ramadan tidak berbicara tentang kelas bawah dan
kelas bawah sebagai kumpulan orang bodoh yang
kemiskinan, pada episode yang ditayangkan selama
mengalami disfungsi dalam kehidupan sosialnya
bulan Ramadan tiba-tiba ikut berbicara juga tentang
(2009: 348). Keterbatasan kapital ekonomi dan
kelas bawah dan kemiskinan.Program Big Brother
kapital budaya dari kelas bawah membuat mereka
Indonesia (Trans TV) misalnya, yang pada tayangan
dan menikmati
reguler lebih banyak fokus pada kehidupan para
yang
housemate yang ada di rumah Big Brother, pada
menawarkan make-over menjadi semacam solusi
episode yang ditayangkan pada bulan Ramadan tiba-
bagi kelas bawah untuk melakukan upward
tiba berbicara tentang keluarga pemulung miskin.
hanya bisa bermimpi
hidup
kelas
atas.
menjadi
Tayangan
realitas
class-passing. Class-passing sendiri adalah sebuah
Stasiun TransTV bahkan memproduksi tayangan
terminologi yang perlu dibedakan dengan mobilitas
realitas yang secara khusus diputar pada saat bulan
kelas. Di dalam class-passing ada kepura-puraan
Ramadan.Tayangan realitas itu adalah Bukan Puasa
atau pretending, seolah-olah berada pada posisi
Biasa yang membahas kehidupan kaum papa dan
kelas lain (biasanya kelas atas) padahal realitasnya
bagaimana mereka menjalankan ibadah puasa. Ada
tidak demikian (Foster 2005:4). Seperti dalam kasus
pengkelasan
warna
kulit,
seseorang
juga program Jika Aku Menjadi edisi Ramadan yang
bisa
sebetulnya tidak jauh berbeda dengan tayangan
mengalamiupward-class passing hanya dengan
regulernya yaitu memotret pengalaman orang kaya
mengubah warna kulitnya menjadi putih [karena
dari daerah urban yang hidup bersama dan
warna putih dianggap lebih baik atau diposisikan
menjalani kehidupan orang miskin. Si kaya harus
dalam strata yang lebih tinggi daripada kulit
berwarna].
Dalam
tayangan
realitas
tinggal selama beberapa waktu bersama keluarga
yang
miskin dan harus menjalani aktivitas keseharian
mengedepankan kerja keras dari kelas bawah,
dari keluarga miskin itu. Bedanya, pada edisi
Leistyna juga mengamati bahwa televisi cenderung
Ramadan setting waktunya pun disesuaikan yaitu
menjadikan kesusahan, kerepotan, dan resiko sosial
pada saat bulan puasa. Kehidupan keluarga miskin
yang dialami oleh kelas bawah dalam menghadapi
di tengah suasana Ramadan menjadi fokus utama
kerasnya hidup sebagai hiburan saja, karena aspek
dari tayangan realitas ini. Sedangkan pada program
edukatif dari tayangan itu tidak jelas.
Orang Pinggiran (Trans7) yang dibahas adalah
Tayangan realitas yang mengangkat tema tentang
kehidupan orang miskin, khususnya pada saat bulan
kehidupan dan relasi kelas juga disiarkan di televisi-
Ramadan. Acara ini menyorot kehidupan orang-
televisi swasta di Indonesia. Menurut Onishi (2009)
orang
tayangan realitas yang menampilkan perbedaan
kehidupan sosialnya, baik karena keterbatasan
kelas sosial memperoleh popularitas tersendiri di
kapital
Indonesia. Pada konteks Ramadan 1432 H, program
keterbatasan mental dan fisik.
97
yang
mengalami
ekonomi
marjinalisasi
maupun
karena
dalam
mengalami
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
3. Ibadah Kelas dan Purifikasi Spiritualitas
salah
untuk
menyerupai kaum fakir miskin sehingga bisa
nilai ibadah Ramadan. Persoalan kelas, dalam hal ini,
keagamaan
adalah
salah satu maksud dari ibadah puasa adalah
sengaja dihubungkan dengan atmosfer dan nilai-
kualitas
Ramadan
seperti yang disampaikan oleh Abdul Manan bahwa
kajian dalam tulisan ini, substansi tayangan dengan
dengan
hikmah
membangun empati terhadap kaum fakir miskin,
Dalam empat tayangan realitas yang menjadi fokus
dikaitkan
satu
merasakan keadaan mereka secara lebih mendalam
yang
(2005: 29). Hikmah dari ibadah Ramadan inilah
dimanifestasikan lewat ritual-ritual seperti sholat,
yang diangkat sebagai tema besar oleh keempat
puasa, berdoa, mengaji atau aktivitas ke-Islam-an di
tayangan realitas yang menjadi obyek analisis dalam
masjid atau mushola. Ada proses inkorporasi nilai-
tulisan ini.
nilai ibadah yang dianjurkan selama bulan suci
Ramadan ke dalam tayangan realitas tersebut.
Jika Aku Menjadi-Ramadan yang ditayangkan pada
Inkorporasi
hari kedua Ramadan 1432H misalnya, menampilkan
nilai-nilai
ibadah
Ramadan
itu
dilakukan melalui dua cara.
seorang foto model cantik dari Jakarta yang sengaja
ditempatkan dalam sebuah keluarga miskin pencari
Cara yang pertama adalah dengan memoles elemen-
pasir kuarsa di Lampung Timur. Sang foto model
elemen naratif seperti setting, backsound, atau
penampilan
karakter
yang
bermain
harus tinggal dan menjalani kehidupan seperti
dengan
layaknya keluarga pencari pasir kuarsa tadi.
penanda-penanda yang merujuk pada hal-hal yang
Tayangan realitas ini mengeksposisi gigihnya
dihubungkan dengan Islam seperti masjid, mushola,
perjuangan si miskin untuk memenuhi kebutuhan
jilbab, baju koko, sajadah atau musik padang pasir.
hidupnya. Di tengah keterbatasan sosial ekonomi,
Cara yang kedua adalah dengan mengkonstruksi
keluarga miskin yang terdiri dari suami istri yang
story tentang ibadah yang dilakukan oleh karakter-
sudah lanjut usia itu tetap taat menjalankan ibadah
karakter yang sedang dibicarakan dalam tayangan
agama. Si miskin ditampilkan sebagai sosok yang
itu. Realitas ibadah yang disorot tentu saja dikaitkan
memiliki kepasrahan dan ketaatan spiritual pada
dengan ibadah-ibadah yang dianjurkan pada bulan
Tuhan, yang digambarkan melalui frekuensi dan
Ramadan. Pada program Jika Aku Menjadi-Ramadan
intensitas yang bagus dalam menjalankan ritual
dan Big Brother Indonesia terlihat bagaimana
keagamaan
ibadah agama dari kelas bawah dan kelas diatasnya
seperti
sholat
maupun
puasa.
Kepasrahan si miskin pada Tuhan ditekankan secara
ditampilkan dalam konteks bulan suci Ramadan.
repetitif di dalam tayangan itu, misalnya terlihat
Sementara, pada tayangan Orang Pinggiran dan
pada kutipan kata-kata si foto model berikut ini:
Bukan Puasa Biasa, tayangan lebih difokuskan pada
Seharian kerja banting tulang [mengayak pasir]
praktik ibadah yang dilakukan oleh kelas bawah
cuma dapat Rp.10.000,-, aku bener-bener nggak
saja.
habis pikir. Tapi kata si embah, mereka tetap
Ibadah kelas, khususnya kelas bawah, yang
bersyukur, berapapun uang yang bisa diterima, itu
ditampilkan di televisi sengaja dikaitkan dengan
rejeki dari Allah. Selain itu, narasi dan visualisasi
manfaat dan hikmah dari ibadah Ramadan. Apalagi,
tentang aktivitas ibadah yang dilakukan oleh si
98
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
miskin juga ditonjolkan dalam tayangan tersebut,
sikap dan perilaku kelas bawah ketika berada pada
seperti bagaimana si bapak tua yang miskin
habitus kelas di atasnya juga menjadi tontonan
berpuasa, mengaji atau membersihkan masjid. Alur
tersendiri dalam tayangan Big Brother. Faktor
cerita dalam tayangan itu menunjukkan bagaimana
empati dijadikan alat oleh Big Brother untuk menilai
kuantitas dan kualitas ibadah si miskin memberi
kemampuan para housemate dalam mengendalikan
inspirasi dan pembelajaran bagi si foto model yang
emosi terhadap perilaku kelas bawah yang tinggal
kaya untuk melakukan refleksi diri. Dengan melihat
bersama
derita dan ketidakberdayaan sosial ekonomi dari si
menunjukkan empati, maka keberadaannya di
miskin, si kaya kemudian seperti tersadar bahwa
rumah Big Brother bisa jadi akan berakhir atau
selama ini ia menjadi makhluk Tuhan yang kurang
tereliminasi.
bersyukur dan kurang taat menjalankan ibadah
mereka.
Siapa
yang
tidak
mampu
Dari kedua tayangan realitas itu, terlihat adanya
agama.
dikotomisasi ibadah yaitu ibadah kelas bawah dan
Empati si kaya pada fakir miskin juga terlihat
ibadah kelas atas. Kualitas spiritual keagamaan dari
misalnya pada tayangan realitas Big Brother
kelas bawah direpresentasikan melalui kepasrahan
Indonesia. Pada tayangan edisi Ramadan 1432 H, di
dan keikhlasan menjalani hidup yang berat ditengah
rumah Big Brother dihadirkan keluarga pemulung
keterbatasan sosial ekonomi dan melalui keikhlasan
miskin yang selama ini tinggal di kawasan kumuh di
menjalani praktik-praktik ritual keagamaan seperti
Jakarta. Partisipan acara Big Brother atau dikenal
sholat, berdoa, aktif dalam kegiatan masjid dan
dengan istilah housemate wajib untuk hidup
berpuasa. Sebaliknya, kualitas spiritual dari kelas
bersama dengan keluarga pemulung itu. Berbeda
atas digambarkan kurang atau belum bagus, yang
dengan tayangan Jika Aku Menjadi-Ramadan yang
ditandai dengan pengakuan mereka bahwa mereka
mengharuskan si kaya melakukan downward
kurang rajin mengaji, kurang bisa bersyukur pada
class-passing, pada tayangan Big Brother ini si
Tuhan, kurang sabar dan sebagainya. Dengan hidup
miskin yang diajak untuk melakukan upward
bersama dengan kelas bawah, kelas atas kemudian
class-passing yaitu pura-pura menjadi dan berada
bisa melakukan introspeksi diri dan bercita-cita
dalam posisi kelas atas, menjadi bagian dari kelas
untuk memperbaiki kualitas spiritualnya, misalnya
yang berada di atas kelas sosialnya sendiri dalam
dengan cara memperbaiki frekuensi dan intensitas
realitas kehidupan sehari-hari.
mereka dalam menjalankan ritual agama seperti
sholat, puasa atau membaca Al-Quran.
Fokus dari acara Big Brother edisi Ramadan ini
bagaimana
Kehidupan keluarga miskin yang ditampilkan dalam
kemampuan para housemate dalam menjaga dan
tayangan realitas itu difungsikan sebagai arena
mengendalikan emosi dalam konteks Ramadan.
purifikasi jiwa bagi kelas di atasnya, yang tadinya
Dalam hal ini, para housemate harus menunjukkan
kotor dan terkontaminasi oleh dorongan materi dan
kemampuan mereka untuk berbagi dan berempati
hasrat keduniawian dikembalikan ke jiwa yang lebih
dengan orang-orang miskin. Keanehan dan kelucuan
religius dan, dalam konteks Ramadan ini, ke jiwa
sebetulnya
adalah
menyorot
99
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
mengalami
Bukan Puasa Biasa, kesusahan dan beratnya hidup si
downward class-passing atau menempatkan diri
miskin mengalami obyektifikasi demi sebuah
pada posisi kelas bawah, maka orang-orang kelas
tontonan yang bisa menguras air mata dan rasa iba
atas dimungkinkan untuk melakukan transformasi
dari penonton. Rumah yang reyot, baju yang sudah
spiritual keagamaan ke arah yang lebih baik (baca=
kumal, sajadah bekas yang sudah sobek, atau
islami).
makanan yang seadanya menjadi penanda-penanda
yang
lebih
islami.
Jadi,
dengan
kesusahan dan derita si miskin. Penanda-penanda
4. Realitas Kelas Bawah sebagai Tontonan Media
kemiskinan seperti ini difungsikan oleh tayangan
Tayangan realitas yang menyajikan pertarungan
realitas untuk menyajikan sensasionalisasi emosi.
hidup kelas bawah menunjukkan kecenderungan
Hal ini diperkuat lagi dengan menghubungkan
bahwa kesusahan dan kemiskinan tidak lebih
penanda-penanda kemiskinan tadi dengan tontonan
sebagai sebuah tontonan media. Kesusahan dan
tentang kegigihan si miskin untuk tetap beribadah
kemiskinan mengalami proses estetikasi sehingga
seperti sholat dan puasa di tengah terik matahari
kemiskinan tidak lagi menjadi bahan komentar atau
bulan Ramadan. Seperti pada episode penyadap
perenungan sosial tetapi hanya menjadi citra-citra
karet, program Orang Pinggiran menggambarkan
atau tanda-tanda tanpa makna yang jelas. Proses
gigihnya perjuangan si penyadap karet yang miskin
estetikasi ini, merujuk pada pendapat Mike
dan sakit-sakitan untuk mencukupi kehidupan
Featherstone (1991: 67), merupakan sebuah
keluarganya yang hidup di rumah yang reyot karena
kecenderungan yang muncul dalam masyarakat
dimakan rayap dan tidak berpenerangan listrik di
yang semakin memuja komoditas. Media, dalam hal
malam hari. Berbagai aspek yang menunjukkan
ini, memegang peran yang sangat penting dalam
ketidakberdayaan si penyadap karet dieksposisi dan
proses manipulasi citra-citra komersial hasil rekaan
digarisbawahi oleh cerita sang narator. Tidak lupa
industri.
kemampuan si penyadap karet untuk pasrah dan
Penderitaan kaum miskin dalam tayangan realitas
bersyukur atas apa yang diperolehnya—meskipun
pun tidak lebih dari sekedar citra media yang bisa
sebetulnya kurang—ditampilkan secara repetitif di
mendatangkan
dalam tayangan itu.
bahasa
keuntungan
pemikir
Perancis,
komersial.
Guy
Dalam
Debord,
Hal yang tidak jauh berbeda juga diperlihatkan
kecenderungan seperti ini dinamakan sebagai
dalam
spectacle, yaitu ketika relasi-relasi individu dalam
menghadirkan
kehidupan sosial ditransformasi dan dimediasikan
spiritual
melalui citra-citra yang berfungsi sebagai pemuas
diperlihatkan melalui visualisasi ibadah sholat
mata saja (2002: 7).
Dzuhur yang dilakukannya di bantaran sungai yang
Kehidupan kelas bawah hanya menjadi project dari
kotor. Adegan ketika si bapak pemulung sholat
industri media maupun dari kelas di atasnya. Seperti
Dzuhur dengan menggunakan sajadah dekil dan
yang terlihat dalam tayangan Orang Pinggiran dan
sobek hasil temuannya di sungai ditampilkan
program
Bukan
sosok
keagamaan
Puasa
pemulung
si
Biasa
yang
tua.
Kualitas
pemulung
bahkan
dengan iringan backsound yang menyayat hati.
100
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
Sajadah itu dicucinya terlebih dahulu dan diangin-
jaminan sosial bagi warganya. Problem kemiskinan
anginkan sebentar untuk kemudian dia gunakan
dalam tayangan realitas adalah problem individual
sebagai alas bersembahyang. Kerja kerasnya di
yang bisa diatasi jika si individu punya semangat
bawah terik matahari untuk mengumpulkan barang-
hidup yang tinggi, sabar, ikhlas dan pasrah pada
barang
Yang Maha Kuasa.
bekas
dilakukannya
dengan
penuh
Dalam
tayangan-tayangan
semangat, penuh keikhlasan dan tanpa keluh kesah.
realitas yang berbicara tentang kemiskinan itu, si
Si bapak pemulung, seperti ditegaskan oleh sang
miskin tidak diajak untuk memproblematisasi
narator, memang bukan sosok yang suka mengeluh
kemiskinannya dan bagaimana cara mengatasi
meski harus kerja berat di bulan puasa.
kemiskinan itu. Sebaliknya, perhatian diberikan
justru pada bagaimana si miskin bisa sabar, pasrah
Sensasionalisasi emosi atas realitas kemiskinan
dan tetap mensyukuri hidupnya yang serba
yang dihadapi kelas bawah pada akhirnya tidak
kekurangan. Solusi kemiskinan dibelokkan kepada
berujung pada kebaikan bagi kelas bawah, tetapi
urusan pribadi masing-masing dan pada level
justru menjadi alat tercapainya kebaikan kelas-
religiusitas individu. Akibatnya, tayangan realitas
kelas di atasnya. Dalam kaitannya dengan bulan
cenderung menganggap bahwa kunci utama untuk
Ramadan, realitas kemiskinan kelas bawah hanya
menghadapi problem kemiskinan adalah pada bagus
menjadi project perenungan individu kelas atas dan
tidaknya kualitas spiritual individual.
menjadi stimulus terbukanya kesadaran individu
tersebut untuk memperbaiki kualitas spiritual
keagamaannya.
Dengan
kata
lain,
realitas
C. Kesimpulan
kemiskinan dan ibadah yang dilakukan kelas bawah
diharapkan berdampak positif bagi perbaikan
Program-program
tayangan
realitas
yang
kualitas spiritual kelas di atasnya. Selain itu,
mengangkat tema tentang pergulatan hidup kelas
problem si miskin tampaknya juga hanya dijadikan
bawah dalam konteks Ramadan menunjukkan
alat bagi si kaya untuk membangun citra-citra positif
adanya praktik inkorporasi nilai-nilai ibadah
di layar kaca, seperti si kaya yang mau berefleksi
Ramadan demi sebuah tontonan media. Ada
diri, si kaya yang empatik dan si kaya yang bertekad
dikotomi ibadah yang direpresentasikan dalam
memperbaiki kualitas spiritual keagamaannya.
tayangan realitas yang muncul selama bulan
Ramadan 1432 H, yaitu ibadah kelas bawah dan
Sementara, problem kemiskinan kelas bawah tetap
ibadah kelas atas. Dalam hal ini, terjadi proses
menjadi persoalan individual dari kelas bawah itu
estetikasi dan obyektifikasi realitas kemiskinan
sendiri. Dalam hal ini, tayangan-tayangan realitas
cenderung
melakukan
simplifikasi
guna menggarisbawahi dikotomisasi ibadah kelas
dan
tersebut. Selain itu, tayangan realitas tentang kelas
individualisasi problem kemiskinan. Tidak ada satu
bawah cenderung menampilkan banalitas pesan
pun tayangan realitas yang mewacanakan problem
tentang kemiskinan. Kesengsaraan dan kerasnya
kemiskinan sebagai persoalan struktural, di mana
perjuangan hidup yang dilakukan oleh kaum miskin
peran negara sangat krusial dalam menyediakan
ditonjolkan
101
sedemikian
rupa,
bukan
untuk
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 1 No. 1, 2012
Ratna Noviani
Ibadah Kelas Ala Reality Show di Televisi
membantu si miskin agar bisa memberdayakan diri.
Leistyna, Pepi 2009 Social Class and Entertainment
Television: What s So Real about Reality
TV? dalam Hammer, Ronda & Kellner,
Douglas. Media/Cultural Studies: Critical
Approaches. New York: Peter Lang, hal. 339359
Manan, Abdul 2005 Kesempurnaan Ibadah Ramadan.
Jakarta: Penerbit Republika
Nielsen Newsletter 2010. 8th edition, 30 Agustus
2010. www. agbnielsen.co.id [diakses
tanggal 30 Juli 2011]
Onishi, Norimitsu 2009. Do Wee See Indonesia in
Reality
TV?
Dalam
http://www.thejakartaglobe.com/home/do
-we-see-indonesia-in-reality-tv/277838
[diakses tanggal 2 September 2011]
R, Ayi Yunus (tanpa tahun). Ajaibnya Puasa (Fasting
is Amazing). Bandung: DAR Mizan
Namun, realitas hidup dan ibadah agama kelas
bawah hanya menjadi project bagi kelas di atasnya
untuk
memperbaiki
kualitas
spiritual
keagamaannya dan untuk membangun citra positif
tentang si kaya. Persoalan kemiskinan, pada
akhirnya,
hanya
dianggap
sebagai
problem
individual yang bisa dilalui atau diatasi dengan
religiusitas dan ketekunan ibadah individual.
Daftar Pustaka
Berger, Peter. L and Richard Neuhauss.1977.To
Empower People, the Role of Mediating
Structure in Public Policy.Washington:
American Enterprise Institute for Public
Policy Research.
Coutas, Penelope 2008 Fame, Fortune, Fantasy:
Indonesian Idol and the New Celebrity
dalam Heryanto, Ariel (ed), Popular Culture
in
Indonesia:
Fluid
Identity
in
Post-Authoritarian
Politics.
London:
Routledge, hal 111-129
Debord, Guy 2002 The Society of the Spectacle.
Canberra: Hobgoblin Press
Featherstone, Mike 1991 Consumer Culture and
Postmodernity. London: Sage Publication
Foster, Gwendolyn Audrey 2005 Class-Passing:
Social Mobility in Film and Popular Culture.
Southern Illinois, USA: Southern Illinois
University Press
Hartley, John 2002 Communication, Cultural and
Media Studies: The Key Concepts. London:
Routledge
Hill, Annette 2005 Reality TV: Audiences and Popular
Factual Television. London: Routledge
Holmes,
Su
&
Jermyn,
Deborah
2004.
Introduction:Understanding Reality TV ,
dalam Holmes, Su & Jermyn, Deborah (Eds).
Understanding Reality Television. London:
Routledge hal 1-32
Kolker, Robert 2009 Media Studies: An Introduction.
Oxford: Wiley-Blackwell
Kronig, J 2000 Elite versus Mass: The Impact of
Television in an Age of Globalization, dalam
Historical Journal of Film, Radio and
Television Vol 20 No. 1, hal 43-49
102