MAKALAH KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM SENYAWA

MAKALAH KIMIA ORGANIK BAHAN ALAM

“SENYAWA β-SITOSTEROL”
Dosen pengampu : Harrizon, M.Si

OLEH
SINTA ANGGRAINI S

(F1C112003)

MEITRI WULANDARI (F1C112008)

PRODI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI

2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang mana telah

memberikan penulis kekuatan serta kelancaran dalam menyelesaikan makalah
untuk memenuhi tugas mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam yang berjudul
“Senyawa β-Sitosterol”.
Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak
yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Harrizon, M.Si, selaku Dosen pengampu mata kuliah Kimia
Organik Bahan Alam.
2. Kedua Orang tua yang telah memberikan bantuan kepada penulis sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
3. Teman-teman yang telah membantu dan memberikan dorongan semangat
agar makalah ini dapat diselesaikan.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang membalas budi baik dari
semua pihak yang bersangkutan.
Tak ada gading yang tak retak, untuk itu penulis pun menyadari bahwa
makalah yang telah penulis susun masih memiliki banyak kekurangan, baik dari
segi teknis maupun non-teknis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada
semua pihak agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi
penyempurnaan penulisan mendatang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat

berguna bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Jambi, Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
i
DAFTAR ISI........................................................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................................
DAFTAR TABEL................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Rumusan Masalah
2
1.2 Tujuan Penelitian
3

1.4 Manfaat Penulisan
3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tumbuhan Sumber Senyawa β-sitosterol
4
2.2 Isolasi Senyawa β-sitosterol
2.3 Struktur Senyawa β-sitosterol
2.4 Penentuan Struktur Senyawa β-sitosterol
2.5 Aktivitas Farmakologis Senyawa β-Sitosterol
BAB III PENUTUP
3.1Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR GAMBAR
Hal
2.4.1.1 Spot - spot hasil KLT dengan eluen etil asetat 100 %
2.4.2.1 Struktur isomer β-sitosterol
2.4.3.1 Spektrum IR untuk senyawa β-sitosterol dari tanaman
Hygrophila spinosa T. Anders
2.4.3.2 Spektrum IR untuk senyawa β-sitosterol dari kulit batang

tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
2.4.4.1 Spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari
tanaman Odontonema strictum (Acanthaceae)
2.4.4.2 Spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari
kulit batang tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
2.4.5.1 Spektrum karbon NMR untuk senyawa β-sitosterol dari
kulit batang tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
2.4.5.2 Spektrum HMQC untuk senyawa β-sitosterol dari
kulit batang tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
2.4.5.3 Spektrum karbon NMR untuk senyawa β-sitosterol dari
tanaman Odontonema strictum (Acanthaceae)
2.4.6.1 Pola fragmentasi pada spektroskopi massa untuk senyawa
β-sitosterol dari tanaman Hygrophila spinosa T. Anders
2.5.3.1 Diagram aktivitas anti-kanker dari senyawa β-sitosterol

DAFTAR TABEL
Hal
2.4.1.1 Harga Rf spot setiap ekstrak buah buncis
2.4.2.1 Hasil KG-MS ekstrak etanol buah buncis
2.4.4.1 Pergeseran kimia dari proton NMR untuk senyawa

β-sitosterol isolat tanaman Hygrophila spinosa T. Anders

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
β-sitosterol adalah senyawa fitosterol dengan struktur kimia hampir sama
dengan struktur kimia kolestrol. Fitosterol terdiri dari 28 hingga 30 atom dengan
steroid sebagai rangka struktur dengan gugus hidroksil menempel pada C-3 dari
cincin A, dan rantai alifatik pada atom C-17 dari cincin D. β-sitosterol merupakan
senyawa fitosterol paling melimpah di alam dan telah digunakan dalam
mengendalikan kadar kolesterol plasma (N. Mkhize et.al, 2013).
Berdasarkan penelitian Karan et al. (2012), β-sitosterol digunakan sebagai
senyawa anti-oksidan dan anti-diabetes. Bouic et al. (1996) menyatakan bahwa βsitosterol berperan aktif dalam pengobatan kanker prostat, meningkatkan fungsi
sel-sel T dan sel-sel primer pada sistem kekebalan tubuh. Penelitian dari Valini
dan Vanithakumari, (1991) menunjukkan aktivitas anti-fertilitas, anti-inflamatory
dan anti-pyretik. Hasil penelitian dari Bhaskar et al. (2010) menunjukkan bahwa
β-sitosterol terbukti menjadi kemopreventif untuk penderita kanker usus besar dan
kanker payudara, menghambat proliferasi sel kanker melalui penurunan ekspresi
β, catenin dan PCN A atau mengaktifkan sinyal Fas (Amit Sen, 2012).
Salah satu tanaman yang mengandung senyawa β-sitosterol adalah
Momordica


charantia.

Momordica

charantia

termasuk

dalam

keluarga

Cucurbitaceae, umumnya dikenal dengan nama labu pahit atau karela. Tanaman
ini tumbuh subur di India dan didaerah tropis lainnya seperti Asia, Amazon,
Afrika Timur, dan Karibia. Momordica charantia dibudidayakan sebagai sayuran
dan tanaman obat-obatan. Menurut literatur Ayurveda dari India, Momordica
charantia telah banyak digunakan sebagai obat anti-diabetes, anti-kankeraborsi,
kontrasepsi, anti-malaria, pencahar, pengobatan eksim, asam urat, sakit kuning,
batu ginjal, keputihan, pneumonia, psoriasis, rematik dan kudis.

Diantara beberapa senyawa fitokimia yang terdapat pada Momordica
charantia (alkaloids, steroid, karantin, karin, kriptoxantin, cucurbitin, sikloartenol,
diosgenin, asam elaeostearat, asam galat, goyaglikosida, asam laurat, asam
linoleat, karounidiols, momorkarins, momordenol, asam miristat, nerolidol, dsb),
β-sitosterol merupakan salah satu senyawa yang memberikan aktivitas anti-

mikroba, anti-diabetis, anti-inflamasi, anti-oksidan, anti-kanker dan aktivitas
farmakologis lainnya pada tanaman ini (Grover and Yadav, 2004).
Tanaman lain yang mengandung senyawa β-sitosterol yakni Hygrophila
spinosa T. Anders. Hygrophila spinosa T. Anders (Acanthaceae) telah lama
digunakan dalam sistem pengobatan Ayurveda dan sistem Unani. Tanaman ini
menandung senyawa-senyawa bioaktif seperti alkaloid, fitosterol (β-sitosterol),
glikosida, asam amino, protein, asam fenolat, enzim, vitamin, gula, mineral,
flavonoid, terpenoid, dll. Tanaman ini banyak digunakan untuk mengobati
berbagai macam penyakit (Arjun Patra, 2010)
Selain dua tanaman sumber senyawa β-sitosterol diatas, dalam makalah ini
juga akan dibahas senyawa β-sitosterol yang terdapat pada tanaman lainnya yakni,
Phaseolus vulgaris L, Dysoxylum gaudichaudianum, dan Odontonema Strictum.
Akan dibahas pula mengenai teknik isolasi untuk senyawa β-sitosterol, penentuan
struktur senyawa yang dilakukan melalui analisis instrumental menggunakan

kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KGSM), Spektroskopi Inframerah, Resonansi Magnit Inti Proton (H-NMR),
Resonansi Magnit Inti Karbon (C-NMR), dan Spektroskopi Massa (SM).
Aktivitas farmakologis yang akan dibahas meliputi bioaktivitas β-sitosterol
sebagai senyawa anti-mikroba, anti-inflamasi, anti-kanker, anti-oksidan dan antidiabetes.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :
1. “Apa saja tanaman yang menjadi sumber senyawa β-sitosterol?”
2. “Bagaimana cara isolasi untuk senyawa β-sitosterol?”
3. “Bagaimana struktur senyawa β-sitosterol?”
4. “Bagaimana cara penentuan struktur untuk senyawa β-sitosterol?”
5. “Apa saja aktivitas farmakologis yang dimiliki oleh senyawa β-sitosterol?”

I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui tanaman - tanaman yang menjadi sumber senyawa β-sitosterol
2. Mengetahui cara isolasi untuk senyawa β-sitosterol
3. Mengetahui struktur senyawa β-sitosterol
4. Mengetahui cara penentuan struktur untuk senyawa β-sitosterol
5. Mengetahui aktivitas-aktivitas farmakologis yang dimiliki oleh senyawa βsitosterol.
I.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah
wawasan mengenai senyawa β-sitosterol, cara isolasinya, struktur, cara penentuan
struktur dan aktivitas-aktivitas farmakologis yang dimiliki oleh senyawa βsitosterol.

II. PEMBAHASAN
2.4 Penetuan Struktur Senyawa β-sitosterol
Penentuan struktur organik isolat dilakukan melalui beberapa analisis
instrumental

yakni

Kromatografi

Gas-Spektrometri

Massa

(KG-SM),

Spektroskopi Inframerah, Resonansi Magnit Inti Proton (H-NMR), Resonansi

Magnit Inti Karbon (C-NMR) dan Spektroskopi Massa (SM).
2.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Penelitian dari Jannah, dkk, (2013) menunjukkan bahwa hasil pengamatan di
bawah sinar UV dengan λ = 254 nm maupun iodin menunjukkan bahwa residu
heksana memiliki spot sejajar terhadap spot senyawa standar stigmasterol (Gambar
2.4.1) dengan harga Rf yang sama dengan senyawa standar stigmasterol yaitu 0,90
(Tabel 2.4.1).

Gambar 2.4.1.1 Spot - spot hasil KLT dengan eluen etil asetat 100 %, (a) tampak
dibawah sinar UV pada λ = 254 nm (b) setelah dimasukkan
dalam Iodin
Berdasarkan literatur harga Rf senyawa standar stigmasterol yang dilarutkan
dalam heksan : aseton (80:20) yaitu 0,91 dan senyawa standar β-sitosterol yaitu
0,85. Jika mengacu pada harga Rf tersebut, maka dimungkinkan terdapat senyawa
β - sitosterol dalam residu DCM maupun residu metanol, namun belum terpisah
dari senyawa -senyawa yang lain. Adanya harga Rf yang sama dan nilainya besar
pada senyawa standar.

Tabel 2.4.1.1 Harga Rf spot setiap ekstrak buah buncis
Ekstrak

Harga Rf
Senyawa Standar Stigmasterol
Rf = 0,90
Residu Heksana (RH)
Rf = 0,90
Residu DCM (RDCM)
Rf = 0,8875
Ekstrak Metanol (EM)
Rf = 0,92
Residu Metanol (RM)
Rf = 0,89
Analisis KLT terhadap fraksi ekstrak etanol telah dilakukan oleh peneliti terdahulu
dengan pengembang kloroform : metanol (9:1), hasilnya nilai Rf100 dari fraksi
alkohol-6 (A-6) yaitu 85 mendekati nilai Rf100 zat pembanding standar β-sitosterol,
sehingga diduga fraksi tersebut mengandung senyawa β-sitosterol.
2.4.2 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM)
Penelitian dari Jannah, dkk, (2013) menunjukkan bahwa hasil pengamatan
KG-SM pada ekstrak air maupun hasil partisi buncis (residu n-heksan, residu
DCM, ekstrak metanol, dan residu metanol) menunjukkan bahwa tidak
ditemukannya senyawa fitosterol. Senyawa-senyawa mayor tersebut mayoritas
merupakan senyawa senyawa metabolit primer seperti asam lemak, karbohidrat.
Hal ini disebabkan karena metabolit primer merupakan produk essensial
yangterdapat pada semua makhluk hidup yang digunakan untuk kelangsungan
hidup dan berkembang biak (Ridhia, dkk., 2013), sehingga keberadaanya mutlak
ada pada makhluk hidup.
Tabel 2.4.2.1 Hasil KG-MS ekstrak etanol buah buncis

Hasil KG-SM ekstrak etanol buah buncis menunjukkan bahwa senyawa fitosterol
terdeteksi pada puncak 35 untuk stigmasterol dengan persen areasebesar 2,48%
dan puncak 36 untuk gamma-sitosterol (6,01%) (Tabel 2.4.2.1). Ini membuktikan
bahwa di dalam buah buncis mengandung kedua senyawa fitosterol tersebut.

γ-sitosterol (Gambar 2.4.2.1) merupakan stereoisomer dari beta-sitosterol,
isomernya terletak pada atom C 24 pada β-sitosterol memiliki titik leleh 147-148ºC.
Penelitian terdahulu oleh Tripathi, et al. (2013) pada isolasi γ-sitosterol dalam
daun Girardinia heterophylla, telah membuktikan bahwa γ-sitosterol menjadi
epimer dari β-sitosterol. Satu-satunya perbedaan dari kedua epimer tersebut
adalah adanya substituen C24-etil. C24-etil berada dalam rantai samping γsitosterol.

Gambar 2.4.2.1 Struktur isomer β-sitosterol, (a) β-sitosterol dan (b) γ-sitosterol
Berdasarkan hasil penelitian ini, senyawa fitosterol dalam ekstrak air buah
buncis ditemukan hanya pada hasil uji fitokimia dan KLT, namun tidak ditemukan
pada analisis KG-SM, sedangkan dalam ekstrak etanolbuah buncis keberadaan
senyawa fitosterol terdapat pada semua uji, baik uji fitokimia, KLT, maupun KGSM.
2.4.3 Spektroskopi Inframerah
Hasil penelitian Arjun Patra, et.al (2010) menunjukkan data serapan
spektroskopi inframerah untuk β-sitosterol sebagai berikut :
Vibrasi ulur OH muncul pada bilangan gelombang 3549,99 cm-1, vibrasi ulur CH2
sp3 muncul pada bilangan gelombang 2935.73 cm-1 dan vibrasi ulur CH sp3
muncul pada bilangan gelombang 2867.38 cm-1. vibrasi ulur C=C muncul pada
bilangan gelombang 1637.63 cm-1. Interaksi getaran tekuk C-O muncul pada
bilangan gelombang 1063.34 cm-1 (gambar 2.4.3.1)

Gambar 2.4.3.1 Spektrum IR untuk senyawa β-sitosterol dari tanaman
Hygrophila spinosa T. Anders
Penelitian yang dilakukan oleh Tukiran, dkk menunjukkan serapan IR
senyawa β-sitosterol dari kulit batang tanaman kedoya hampir sama dengan
serapan IR yang dihasilkan oleh penelitian Arjun Patra, et.al (2010).

Gambar 2.4.3.2 Spektrum IR untuk senyawa β-sitosterol dari kulit batang
tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)

Spektrum IR senyawa hasil isolasi ini (gambar 2.4.3.2) memperlihatkan serapan
pada daerah 3429, 2936 – 2861, 1462, 1375, dan 1056 cm -1 yang masing-masing
menunjukkan vibrasi ulur –OH, vibrasi ulur –CH3, –CH2 dan -CH, vibrasi ikatan
rangkap (C=C), vibrasi tekuk C-H dan vibrasi tekuk dari dimetil geminal [C(CH3)2], dan vibrasi ulur C – O.

2.4.4 Resonansi Magnit Inti Proton (H-NMR)
Data pergeseran kimia dari proton NMR untuk senyawa β-sitosterol, hasil
penelitian Arjun Patra, et.al (2010) ditampilkan pada tabel 2.4.4.1.
Tabel 2.4.4.1Pergeseran kimia dari proton NMR untuk senyawa β-sitosterol
isolat tanaman Hygrophila spinosa T. Anders

Penelitian yang dilakukan oleh Luhata Lokadi dan Munkombwe (2015) untuk
isolasi senyawa β-sitosterol dari tanaman Odontonema strictum (Acanthaceae)
menunjukkan adanya pergeseran kimia (proton NMR) pada δ 3.529 ppm dan
muncul sinyal dari proton olefin pada δ5.067(m), 5.197 (m), 5.378 (m), dan
2.323(m). Angular proton metil muncul pada pergeseran kimia 0.69(s), 0.80(s)
and 1.02(s).

Gambar 2.4.4.1 Spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari tanaman
Odontonema strictum (Acanthaceae)
Hasil spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari isolat kulit
batang tumbuhan kedoya yang dilakukan oleh Tukiran, dkk hampir sama dengan
spektrum dari

penelitian Luhata Lokadi dan Munkombwe (2015). Spektrum

proton NMR ditunjukkan oleh gambar 2.4.4.2.

Gambar 2.4.4.2 Spektrum proton NMR untuk senyawa β-sitosterol dari kulit
batang tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
2.4.5 Resonansi Magnit Inti Karbon (C-NMR)
Hasil penelitian Tukiran, dkk menunjukkan data spektrum 13C- NMR
senyawa hasil isolasi (gambar 2.4.5.1) memperlihatkan adanya 44 sinyal yang
menunjukkan adanya 58 atom karbon, terdiri dari dua isomer (sebagai senyawa a
dan senyawa b) dengan masing-masing senyawa mengandung 29 atom karbon.

Gambar 2.4.5.1 Spektrum karbon NMR untuk senyawa β-sitosterol dari kulit
batang tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
Berdasarkan data spektrum 13C-NMR senyawa hasil isolasi yang didukung
oleh spektrum H- NMR (2.4.4.2), HMQC (gambar 2.4.5.2) dan DEPT-135,
diketahui bahwa kedua senyawa dan senyawab memiliki 29 karbon yang terdiri
dari 6 gugus metil (-CH3), 11 gugus metilen (-CH2-), 3 atom karbon kuaterner,
dan 1 atom C-OH dengan masing-masing mengandung 8 dan 6 gugus metin (CH)

Gambar 2.4.5.2 Spektrum HMQC untuk senyawa β-sitosterol dari kulit batang
tanaman kedoya (Dysoxylum gaudichaudianum)
Penelitian yang dilakukan oleh Luhata Lokadi dan Munkombwe (2015) untuk
isolasi senyawa β-sitosterol dari tanaman Odontonema strictum (Acanthaceae)
menunjukkan adanya pergeseran kimia (karbon NMR) yang jelas pada 140.943
ppm dan 1211.321 ppm yang menandakan adanya ikatan rangkap pada C5 dan
C6. Pergeseran kimia pada 19,046 ppm menandakan adanya atom karbon angular
untuk C19, 138.404 ppm untuk C‐20 dan 129.341ppm untuk C-21.

Gambar 2.4.5.3 Spektrum karbon NMR untuk senyawa β-sitosterol dari tanaman
Odontonema strictum (Acanthaceae)
Spektrum karbon NMR menunjukkan adanya 29 sinyal yang muncul yakni 9
sinyal metil, 9 sinyal metilen, 11 sinyal metana, dan tiga sinyal karbon kuartener.
Karbon alkena muncul pada pergeseran kimia 140,943, 138,404, dan 129,341ppm.
2.4.6 Spektroskopi Massa
Spektroskopi massa menunjukkan bahwa senyawa β-sitosterol memiliki
massa molekul relatif 414 gram/mol dengan rumus molekul (C29H50O) dengan
karakteristik fragmen m/z : 414, 396, 381, 329, 303, 289, 273, 255, 231, 213,
199, 173, 159, 145, 119, 95, 81, 69, 55 (gambar 2.4.6.1)

Gambar 2.4.6.1 Pola fragmentasi pada spektroskopi massa untuk senyawa βsitosterol dari tanaman Hygrophila spinosa T. Anders
2.5 Aktivitas Farmakologis Senyawa β-Sitosterol
2.5.1 Aktivitas Anti-Mikroba
Aktivitas antimikroba dari senyawa β-sitosterol diuji menggunakan metode
difusi cakram. Gentacimin digunakan sebagai kontrol positif. Berdasarkan hasil
penelitian Amit Sen, et.al (2012). Aktivitas antimikroba ditentukan dengan cara
mengukur ‘zona inhibisi’ disekitar media yang ditambahkan ekstrak tanaman yang
mengandung β-sitosterol. Gentacimin menunjukkan adanya zona inhibisi terhadap
E.Coli (18 mm), S. aureus (18 mm), P. aeruginosa (16 mm), K. pneumoniae (17
mm), sementara β-sitosterol menghasilkan zona inhibisi sebesar 14 mm (E. coli),
13 mm (S. aureus), 11 mm (P. aeruginosa), dan 10 mm (K. pneumoniae).
Senyawa β-sitosterol memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi terhadap bakteri
E.Coli diikuti dengan S. aureus, P. Aeruginosa dan K. pneumoniae pada
konsentrasi rendah. Hasil yang sama juga didapatkan dari penelitian sebelumnya,
terhadap ekstrak kasar beberapa tanaman yang mengandung β-sitosterol.
2.5.2 Aktivitas Anti-Inflamasi
Prieto et.al dalam Soodabeh Saeidnia, et.al (2014) melaporkan pengaruh βsitosterol secara invivo pada model of delayed type hypersensitivity (DTH).
Peneliti menyatakan bahwa senyawa ini dapat memodulasi sel-menghentikan
edema namun tidak efektif terhadap jalur arakhidonat sel utuh dan tidak
menghambat infiltrasi leukosit dalam aktivitas mieloperoksidase biopsi. Peneliti
menekankan bahwa respon senyawa ini terhadap oxazolone kemungkin
disebabkan adanya jalur interleukin yang berbeda. Selain itu, β-sitosterol tidak
menghambat jalur siklooksigenase yang bertanggung jawab atas sintesis
prostagladin E2 (PGE2).

Penelitian Loizou et.al (2010) menentukan aktivitas β-sitosterol (dosis : 0,1200 μM) dalam menghambat ekspresi adhesi vaskular dan adhesi intraseluler
molekul ELISA pada faktor alfa tumor nekrosis (TNF alfa). Hasil menunjukkan
bahwa β-sitosterol mampu menghambat ekspresi adhesi vaskular, maupun adhesi
intraseluler molekul ELISA pada faktor alfa tumor nekrosis. Senyawa ini
bertindak sebagai inhibitor pada proses fosfolirasi NFkB, yang mana β-sitosterol
mampu mengurangi aktivitas transkripsi pada sel makrophag.
2.5.3 Aktivitas Anti-Kanker
Pada jurnal yang dipublikasikan oleh Ovesna et.al (2004), peneliti melakukan
eksperimen penghambatan sel kanker kolon dan sel kanker payudara
menggunakan taraxasterol dan β-sitosterol. Mereka menyatakan bahwa senyawa
ini dapat memberikan pengaruh yang berbeda pada perkembangan tumor, seperti
efek penghambatan pembentukan tumor baru, induksi sel kanker dan menghambat
invasi sel dan metastasis. Diagram yang menunjukkan aktivitas anti-kanker dari
senyawa β-sitosterol ditunjukkan pada gambar 2.5.3.1.

Gambar 2.5.3.1 Diagram aktivitas anti-kanker dari senyawa β-sitosterol
2.5.4 Aktivitas Anti-Oksidan
Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

senyawa

β-sitosterol

pada

1,2dimethylhydrazine menginduksi sel kanker pada kolon tikus menyebabkan
peningkatan antioksidan enzimatik dan non enzimatik. Hal ini menyebabkan βsitosterol dapat digunakan sebagai obat pengganti kemotrapi untuk kanker kolon.

β-sitosterol menstimulisasi enzim antioksidan dengan cara mengaktivasi jalur
estrogen receptor/PI3-kinase (Soodabeh Saeidnia et.al, 2014).
2.5.5 Aktivitas Anti-Diabetes
β-sitosterol mampu mengurangi kadar glukosa, nitrit oksida (NO) dan HbA1c
pada tikus yang diinduksi stereptozocin yang menyebabkan naiknya hormon
insulin. β-sitosterol dan stigmasterol menunjukkan tidak adanya aktivitas
hipoglisemia pada alloxan tikus (Soodabeh Saeidnia et.al, 2014).