HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

  HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi Oleh: Agustinus Wisnu Adhi Nugroho NIM : 049114076 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

  

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN

DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

  

Program Studi Psikologi

Oleh:

Agustinus Wisnu Adhi Nugroho

  

NIM : 049114076

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

2010

  Enjoy life how it is and as it comes Things are worse for others and is a lot better for us There are many things in your life that will catch your eyes but only a few will catch your heart.. Pursue those..

  SKRIPSI INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA KEDUA ORANG TUAKU

ADIKKU TERSAYANG, DAN

CINGCILIPITKU TERCINTA

TERIMA KASIH UNTUK WAKTU, PENGORBANAN, SEMANGAT DAN

  

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN

DEMOKRATIS DENGAN KOMITMEN ORGANISASI

Agustinus Wisnu Adhi Nugroho

ABSTRAK

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara persepsi

gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive

Textiles Indonesia. Hipotesis penelitian ini adalah : Ada hubungan positif persepsi gaya

kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan fungsi produksi PT. Walser Automotive

Textiles Indonesia sejumlah 76 karyawan yang diambil dengan menggunakan teknik purposive

sampling dari dua bagian di fungsi produksi, yaitu Cutting dan Maintenance. Metode

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua skala pengukuran model Likert, yaitu

skala persepsi gaya kepemimpinan demokrasi dan skala komitmen organisasi. Uji coba skala

dilakukan pada 93 karyawan bagian Sewing dan Packaging yang menghasilkan koefisisen

reliabilitas pada skala persepsi gaya kepemimpinan demokratis sebesar 0,876 dan pada skala

komitmen organisasi sebesar 0,877. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik

korelasi Product Moment dari Pearson, dan hasilnya menunjukkan bahwa ada hubungan positif

antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT.

Walser Automotive Textiles Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi yang bernilai

0,789 (p = 0,000) dengan probabilitas 1% (p < 0,01).

  Kata kunci : gaya kepemimpinan demokratis, komitmen organisasi

  

THE RELATIONSHIP BETWEEN THE PERCEPTION OF

DEMOCRATIC LEADERSHIP AND COMMITMENT ORGANIZATION

Agustinus Wisnu Adhi Nugroho

ABSTRACT

  This research objective was to find out the positive correlation between the perception of

democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser Automotive Textiles

Indonesia. The hyphothesis proposed in this research was there’s a positive correlation between

the perception of democratic leadership with the commitment organization on PT. Walser

Automotive Textiles Indonesia. The subject in this research was employee on production function

PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. The sample of this research was included 76 employess

that acquired by purposive sampling technique from two departments on production function,

that’s Cutting and Maintenance. The method of data collection in this research used two of Likert

rating scales, are perception of democratic leadership scale and scale of organizational

commitment. Scale try out have done to ninety three employees on Sewing and Packaging function

that result reliability coefficient to the amount of 0,876 on perception of democratic leadership

scale and 0,8877 on organizational commitment scale. The data of research result was analyzed

by correlation Product Moment technique, and the result show that there was a positive

correlation between the perception of democratic leadership with the organizational commitment

on PT. Walser Automotive Textiles Indonesia. This result can see from correlation coefficient to

the amount of 0,789 (p = 0,000) with 1% of probabilty (p<0,01).

  Keyword : perception of democratic leadership, commitment organization

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas limpahan berkat dan rahmat- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dengan judul "Hubungan

Antara Persepsi gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Komitmen Organisasi.

  Penulisan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

  Penulis menyadari bahwa selama persiapan, penyusunan, hingga terselesainya skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dukungan dan bimbingan berbagai pihak untuk memperlancar skripsi ini. Untuk itu, dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapakan terima kasih pada:

  1. Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, Santo Yosef, dan Orang-orang Kudus di Surga atas segala berkat dan karunia yang diberikan-Nya kepada penulis.

  2. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, terima kasih atas semua fasilitas yang telah diberikan kepada penulis dalam menuntut ilmu.

  3. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. selaku dosen pembimbing sekaligus Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dengan segala kesabaran, kerelaan dan keihklasan hati memberikan saran, membimbing, mengoreksi, mendukung dan menjadi teman diskusi dalam proses penyelesaian karya tulis. Terima kasih atas waktu dan kesempatan untuk bimbingan disela-sela kesibukan Bapak.

  4. Ibu P. Henrietta PDADS, S.Psi., selaku dosen pembimbing akademik yang banyak memberikan dukungan, perhatian dan motivasi kepada penulis.

  5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi, baik dosen-dosen biasa maupun dosen- dosen luar biasa yang pernah memberikan ilmu, wawasan, pengetahuan, dan membuat pola pikir peneliti lebih bijaksana agar dapat berusaha dan berbuat yang terbaik.

  6. Ibu Frida Indriani S.S, selaku direktur PT. Walser Automotive Textiles Indonesia yang telah membantu, dan memberikan ijin serta kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.

  7. Bapak Suroto dan Ibu Dwi Yusmiharsi selaku orangtua yang selalu memberi semangat, pencerahan dan memfasilitasi segala kebutuhan penulis dalam menyelesaikan karya yang sungguh agung ini.

  8. Cicik yang telah menjadi teman curhat yang baik.

  9. Buat teman-teman di seluruh penjuru dunia yang setia menemani dalam kesepian.

  10. Cingcilipit, yang selalu hadir saat ku jatuh dan memberikan semangat baru untuk tetap berjuang.

  DAFTAR ISI

  12 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi ……….

  4. Efek Kepemimpinan Demokratis …………………………………

  21

  18 3. Komponen Kepemimpinan Demokratis …………………………..

  16 2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis …………………………..

  16 1. Pengertian Kepemimpinan ………………………………………..

  14 B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ………………...

  10 2. Komponen Komitmen Organisasi ………………………………...

  Halaman HALAMAN JUDUL ………………………………………………………... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………. iii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………...... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………...... v ABSTRAK ………………………………………………………………...... vi ABSTRACT ………………………………………………………………… vii HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH viii KATA PENGANTAR ………………………………………………………. ix DAFTAR ISI ………………………………………………………………... xi DAFTAR TABEL …………………………………………………………... xiii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………...

  10 1. Pengertian Komitmen Organisasi ………………………………...

  10 A. Komitmen Organisasi ……..………………………………………….

  8 BAB II LANDASAN TEORI ……………………………………………….

  8 D. Manfaat Penelitian .…………………………………………………...

  8 C. Tujuan Penelitian ....…………………………………………………..

  1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………….....

  1 A. Latar Belakang ………………………………………………………..

  24 C. Hubungan Antara Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan

  D. Hipotesis ………………………………………………………………

  30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……………………………………

  32 A. Jenis Penelitian ………………………………………………………..

  32 B. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………………………….

  32 C. Definisi Operasional ………………………………………………….

  33 1. Komitmen Organisasi …………………………………………….

  33 2. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis …………….

  34 D. Subjek Penelitian ……………………………………………………...

  34 E. Tehnik Pengumpulan Data ……………………………………………

  35

  1. Skala Komitmen Organisasi ………………………………………

  35 2. Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……...

  38 F. Validitas dan Reliabilitas ……………………………………………..

  40 1. Validitas …………………………………………………………..

  40 2. Seleksi Item ……………………………………………………….

  41 3. Reliabilitas ………………………………………………………..

  45 BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………………………….

  46 A. Pelaksanaan Penelitian ………………………………………………..

  46 B. Deskripsi Konteks Penelitian …………………………………………

  47 C. Deskripsi Hasil Penelitian …………………………………………….

  48 D. Uji Asumsi Hasil Penelitian …………………………………………..

  51 1. Uji Normalitas …………………………………………………….

  51 2. Uji Linearitas ……………………………………………………...

  52 E. Uji Hipotesis ………………………………………………………….

  52 F. Pembahasan …………………………………………………………...

  54 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………..

  57 A. Kesimpulan …………………………………………………………...

  57 B. Saran …………………………………………………………………..

  57 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….

  59 LAMPIRAN …………………………………………………………………

  63

  DAFTAR TABEL

  Halaman

Tabel 3.1 Spesifikasi Skala Komitmen Organisasi ………………………

  37 Tabel 3.2 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Komitmen Organisasi ……………………………………………………...

  37 Tabel 3.3 Spesifikasi Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis …………………………………………………….

  39 Tabel 3.4 Penskoran Item Favorable dan Unfavorable Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis …………………..

  39 Tabel 3.5 Hasil Korelasi Item Total Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis ……………………………………

  42 Tabel 3.6 Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis (Setelah Try Out) ………………………………...

  43 Tabel 3.7 Hasil Korelasi Item Total Skala Komitmen Organisasi ……….

  43 Tabel 3.8 Distribusi Item Skala Komitmen Organisasi (Setelah Try Out) .

  44 Tabel 3.9 Reliabilitas Item Sahih ………………………………………...

  45 Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian …………………………………...

  48 Tabel 4.2 Data Hasil Penelitian …………………………………………..

  49 Tabel 4.3 Korelasi Persepsi Gaya Kepemimpinan Demokratis Dengan Komitmen Organisasi ………………………………………….

  53

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya manusia dalam sebuah organisasi merupakan salah satu

  faktor yang sangat menentukan dalam perkembangan suatu organisasi. Mayo & Roethlesberger (Parwitasari, 2003) menemukan satu konsep bahwa organisasi merupakan suatu sistem sosial dan karyawan adalah unsur yang paling penting di dalamnya. Karyawan diharapkan memiliki peran serta positif, dengan mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya untuk kepentingan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Peran serta yang optimal tersebut dapat ditunjukkan dengan sikap komitmen terhadap organisasi. Komitmen organisasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kemajuan sebuah organisasi. Adanya komitmen dari anggota akan menimbulkan kepuasan kerja, semangat kerja, dan prestasi kerja yang baik, serta keinginan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut (Steers & Porter, 1983).

  Fenomena komitmen seseorang terhadap organisasi seringkali menjadi isu yang sangat penting. Beberapa organisasi sering kali memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk memegang suatu jabatan yang ditawarkan dalam iklan-iklan lowongan pekerjaan. Sayangnya meskipun hal ini sudah sangat umum namun tidak jarang perusahaan maupun karyawan pemahaman tersebut sangatlah penting agar tercipta kondisi kerja yang kondusif sehingga perusahaan dapat berjalan secara efisien dan efektif. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosial-ekonomi yang bersumber dari gaji atau upah. Seseorang mencari kerja awalnya agar memperoleh status sebagai karyawan dan mendapatkan imbalan berupa gaji atau upah. Namun setelah bekerja tuntutannya cenderung meningkat, seperti suasana kerjanya menyenangkan atau tidak, merasa sejahtera atau tidak, merasa puas dengan pekerjaan dan apa yang didapat, dsb. Semua faktor tersebut akan memberikan andil terhadap munculnya komitmen organisasi ( www.e-psikologi.com ) .

  Karyawan yang memiliki komitmen organisasi lebih tinggi akan bekerja lebih keras daripada karyawan yang kurang berkomitmen terhadap perusahaan. Perilaku kerja keras seperti inilah yang diharapkan dan didambakan oleh setiap organisasi. Komitmen organisasi dianggap sangat penting, karena merupakan prioritas utama dalam sistem organisasi, selain itu ada pendapat bahwa mempertahankan anggota agar tidak berpindah dipandang sebagai hal yang efisien daripada mencari anggota baru. Dengan adanya komitmen yang tinggi maka tingkat efektifitas sebuah organisasi dapat tercapai dan produktifitas bisa lebih dimaksimalkan. Anggota yang berkomitmen akan merasa bahwa dirinya sebagai bagian dari organisasi tersebut. Dengan adanya perasaan memiliki tersebut, maka anggota akan lebih mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya demi tujuan organisasi yang

  Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasi sebagai sebuah sikap sejauh mana seseorang berusaha mempertahankan keanggotaannya dalam perusahaan. Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins (2001) dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu atau derajat ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi atau menjadi bagian dari organisasi.

  Komitmen organisasi sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari luar maupun dari dalam diri individu. Steers dan Porter (1983) menggolongkan faktor-faktor tersebut kedalam empat kategori, yaitu karakteristik pribadi, karakteristik pekerjaan, karakteristik desain organisasi, dan pengalaman yang diperoleh dalam bekerja. Dalam kategori karakteristik desain organisasi tersebut, faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah bentuk pengawasan dari pemimpin.

  Pada karakteristik desain organisasi ini disebutkan bahwa sistem kewenangan yang bersifat desentralisasi dan tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan faktor yang berhubungan positif dengan dimiliki seseorang untuk melakukan sesuatu, dan yang memiliki kekuasaan ini dalam dunia organisasi adalah seorang pemimpin. Suatu tindakan atau putusan yang diambil dalam sebuah organisasi tidak harus berdasarkan keputusan pemimpin sendiri, melainkan keputusan diambil berdasarkan partisipasi masukan dari bawahannya (Sutarto, 1989). Tindakan seperti ini nantinya tampak dalam gaya kepemimpinan demokratis yang diterapkan oleh seorang pemimpin dalam menentukan arah dan tujuan sebuah organisasi.

  Selain hal di atas, dalam penelitian Mowday, Steers dan Porter (1983) menunjukkan bahwa usia dan masa kerja berhubungan secara positif dengan terbentuknya sikap komitmen terhadap organisasi. Begitu dengan penelitian yang dilakukan oleh March dan Simon (dalam Parwitasari, 2003) yang mengatakan bahwa kesempatan yang dimiliki oleh seorang individu untuk mendapatkan pekerjaan yang lain akan lebih menjadi terbatas dengan meningkatnya usia dan masa kerja yang dimiliki individu.

  Suatu organisasi tentunya memiliki anggota yang perilaku dan pola pikirnya berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan tersebut dapat menimbulkan konflik dalam organisasi yang dapat mempengaruhi produktifitas kerja. Oleh karena itu, untuk menyamakan dan menentukan arah pola pikir dari setiap anggota dibutuhkan seorang pemimpin yang kompeten. Keberhasilan sekelompok orang yang melakukan kerja sama sering dikatakan tergantung pada pemimpinnya (Maridjo, 2001).

  Keberhasilan seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangat kepemimpinan merupakan sesuatu yang digunakan pemimpin untuk mempengaruhi orang lain melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian dan kesadaran bersedia mengikuti kehendak pemimpin tersebut (Anoraga, 1995).

  Aktivitas dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain dapat dikatakan bahwa orang tersebut telah melibatkan dirinyanya ke dalam aktivitas kepemimpinan. Jika kepemimpinan tersebut terjadi dalam suatu organisasi tertentu, dan seseorang berupaya agar tujuan organisasi tercapai, maka orang tersebut perlu menentukan gaya kepemimpinan yang akan digunakan. Gaya kepemimpinan merupakan aturan perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain.

  Berdasarkan tinjauan Lewin, dkk. (Yukl, 1989), pola kepemimpinan dalam kegiatan kerja dibedakan menjadi tiga, yaitu: kepemimpinan otoriter, merupakan bentuk kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya berpusat penuh pada pemimpin. Kepemimpinan demokratis, yaitu bentuk kepemimpinan yang semua pola kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. Kepemimpinan Laissez Faire, yaitu bentuk kepemimpinan yang semua pola kebijaksanannya berpusat pada anggota kelompok.

  Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong, serta menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi adalah model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan masukan dari bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin kerjasama yang baik pada setiap anggota.

  Kesuksesan pemimpin dengan penerapan kepemimpinan demokratis sangat tergantung dari individu atau anggota yang menerima dan mempersepsi pemimpinnya. Karena bawahan mungkin mempunyai persepsi yang berbeda terhadap pemimpin dalam menerapkan sistem kepemimpinan demokratis.

  Persepsi seseorang tergantung pada keadaan individu yang mengamati dan menanggapi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan latar belakang mengenai pengalaman yang pernah dimiliki dan dialami oleh seseorang (Oskamp dalam Sadli, 1977).

  Persepsi menurut Robbins (2001) dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Individu berperilaku dengan suatu cara tertentu yang didasarkan pada apa yang mereka lihat atau yakini, bukan pada cara lingkungan luar yang sebenarnya.

  Hubungan antara pemimpin dan anggota merupakan hal yang sangat positif bagi kelangsungan berjalannya sebuah organisasi. Dalam hal ini, hubungan antara pemimpin dan anggota dapat mempengaruhi hasil persepsi mereka. Hasil-hasil dari persepsi ini akan menentukan perasaan yang dialami para anggota. Baik itu perasaan yang positif maupun negatif mengenai kondisi tempat mereka bekerja. Pada akhirnya nanti perasaan seperti ini juga yang akan berpengaruh pada komitmen anggota untuk tetap bertahan dalam organisasi tersebut.

  Anggota yang memiliki persepsi terhadap kepemimpinan demokratis yang positif akan memiliki perasaan nyaman dalam melakukan pekerjaan, mencintai pekerjaannya, merasa adanya dukungan dari pemimpin, hal inilah yang nantinya dapat menciptakan komitmen terhadap organisasi. Sebaliknya anggota yang memiliki persepsi secara negatif terhadap kepemimpinan demokratis, merasa bahwa pemimpin dalam organisasi tersebut tidak bertindak secara demokratis. Penilaian dan pandangan anggota yang seperti ini akan menimbulkan perasaan tidak didukung, tidak diperhatikan, tidak nyaman, dan merasa tidak betah berada dalam organisasi tersebut. Hal ini akan menyebabkan anggota menjadi tidak termotivasi untuk bekerja, dan pada akhirnya ia akan meninggalkan organisasi tersebut.

  Penelitian ini dilaksanakan di PT. Walser Automotive Textiles Indonesia dan bertujuan untuk mencari kebenaran akan pentingnya variabel persepsi gaya kepemimpinan demokratis dalam menentukan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles Indonesia.

  B. Rumusan Masalah

  Rumusan masalah yang diambil dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan PT. Walser Automotive Textiles Indonesia?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai hubungan antara persepsi gaya kepemimpinan demokratis dengan komitmen organisasi pada karyawan bagian produksi PT. Walser Automotive Textiles Indonesia.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoritis

  a. Membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuan psikologi khususnya di bidang industri organisasi.

  b. Memberikan sumbangan kajian yang mendalam mengenai gaya kepemimpinan demokratis dan komitmen organisasi.

  2. Manfaat praktis

  a. Bagi para pemimpin dalam suatu organisasi atau perusahaan, penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi tambahan yang bisa diterapkan dalam kegiatan kepemimpinan. b. Bagi para anggota atau karyawan suaru perusahaan, penelitian ini dapat menjadi informasi yang sangat berguna untuk mengetahui bahwa komitmen kerja mereka dapat dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap kepemimpinan demokrasi atasannya.

BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi

1. Pengertian Komitmen Organisasi

  Komitmen organisasi merupakan unsur penting dalam sebuah organisasi. Luthans (1995) berpendapat bahwa komitmen organisasi adalah sebuah sikap mengenai loyalitas seorang karyawan terhadap organisasi dan hal tersebut merupakan proses yang berlangsung terus- menerus. Menurut Luthans, karyawan dikatakan memiliki komitmen terhadap perusahaannya ketika karyawan tersebut memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dalam organisasinya. Selain itu, karyawan tersebut juga memiliki keinginan menuju level keahlian yang lebih tinggi tinggi atas nama organisasi, dan memiliki suatu kepercayaan serta penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi tersebut.

  Sementara itu, Porter (Davis & Newstrom, 1996), Robbins (2001) dan Mathis & Jackson (2001) memiliki kesamaan sudut pandang mengenai pengertian komitmen organisasi. Mereka mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu atau derajat ukuran pekerja dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya ke dalam bagian organisasi. Hal ini dapat ditandai dengan tiga hal, yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan dan keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi atau menjadi bagian dari organisasi.

  Staw (1991) berpendapat bahwa komitmen adalah ikatan psikologis individu terhadap perusahaan, meliputi rasa keterlibatan dalam kerja, loyalitas dan kepercayaan terhadap nilai-nilai yang dianut organisasi. Definisi ini juga didukung oleh Steers (Spector, 1996) yang menjelaskan bahwa komitmen organisasi merupakan suatu keadaan dimana karyawan menghadirkan kekuatan yang relatif kuat dalam mengidentifikasikan dirinya serta melibatkan dirinya ke dalam organisasi.

  Kreitner & Kinicki (1991) mengartikan komitmen organisasi sebagai tingkat dimana individu memihak kepada organisasi dan mengikatkan diri pada tujuan organisasi. Situmorang (2001) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai loyalitas karyawan terhadap organisasi melalui penerimaan sasaran-sasaran, nilai-nilai organisasi, kesediaan atau kemauan untuk berusaha menjadi bagian dari organisasi, serta keinginan untuk bertahan di dalam organisasi.

  Pendapat lain mengenai komitmen organisasi diungkapkan oleh Gibson, Ivancevich, Donnely, dan Konapaske (Sarwintono, 2006), mereka mendefinisikan komitmen organisasi sebagai suatu bentuk perilaku karyawan yang dipengaruhi oleh perasaan. Menurutnya, komitmen organisasi merupakan perasaan karyawan untuk mengidentifikasikan, melibatkan diri, dan memiliki loyalitas yang diekspresikan pada organisasi komitmen organisasi merupakan sekumpulan perasaan-perasaan dan kepercayaan-kepercayaan yang dimiliki seseorang mengenai organisasi secara menyeluruh. Selain itu, komitmen organisasi juga diartikan sebagai kelekatan emosional karyawan untuk mengidentifikasikan dan melibatkan diri dalam bagian organisasi (McShane dan Von Glinow, 2005).

  Berdasarkan uraian di atas mengenai definisi dari komitmen organisasi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi merupakan ikatan psikologis karyawan, baik mengenai keyakinan, kekuatan, kepercayaan, perasaan, kelekatan emosional terhadap perusahaan atau anggota terhadap organisasi dimana terdapat perasaan untuk terlibat secara sungguh-sungguh dalam kegiatan dan proses bekerja yang ditandai dengan adanya kerelaan dan kesediaan untuk mengidentifikasikan diri, menerima nilai-nilai dan tujuan dari organisasi atau perusahaan, dan kerelaan untuk berusaha secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki demi organisasi, sehingga memunculkan perasaan serta keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi .

2. Komponen Komitmen Organisasi

  Komitmen organisasi merupakan salah satu variable psikologis yang memiliki beberapa komponen. Menurut Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996) tiga komponen yang terpenting di dalam komitmen, yaitu:

  a. Menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi : ada kesamaan antara nilai- kebijakan perusahaan, merasa bahwa bekerja di perusahaan tersebut adalah yang terbaik.

  b. Kesediaan untuk berusaha sekuat tenaga demi organisasi : memanfaatkan peluang yang ada di perusahaan, peduli akan kemajuan dan masa depan perusahaan, bersedia mendahulukan kepentingan perusahaan.

  c. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi : setia pada perusahaan, merasa bangga menjadi anggota perusahaan, merasakan keuntungan selama bergabung dengan perusahaan.

  Buchanan (Sarwintono, 2006) juga mengemukakan tiga komponen komitmen, antara lain: a. Adanya rasa terlibat dalam misi organisasi.

  b. Rasa terlibat atau keterlibatan psikologis pada tugas organisasi.

  c. Rasa loyalitas dan afeksi terhadap organisasi sebagai tempat untuk bekerja dan hidup.

  Berdasarkan pada kesamaan sudut pandang mengenai komponen komitmen organisasi yang telah disebutkan di atas, peneliti memilih untuk menggunakan salah satu teori, yaitu tiga komponen komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Mowday, Steers & Porter (Spector, 1996). Hal ini dikarenakan komponen yang dikembangkan Mowday dkk telah mewakili komponen-komponen lain yang ada, dan tidak terjadi perbedaan atau pengembangan komponen oleh ahli-ahli lainnya.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasi

  Sebagai salah satu variabel psikologis, komitmen organisasi dipengaruhi oleh faktor individu dan faktor organisasi. Menurut Luthans (1995) komitmen ditentukan oleh beberapa faktor individu, seperti usia dan masa jabatan di organisasi. Selain itu, komitmen juga ditentukan oleh faktor organisasi seperti bentuk pekerjaan dan gaya kepemimpinan. Schultz & Schultz (1990) mengemukakan bahwa faktor individu dan organisasi dapat meningkatkan komitmen terhadap perusahaan. Faktor individu tersebut antara lain meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, kemajuan karir dan tingkat motivasi kerja. Kemudian, faktor organisasi yang dapat meningkatkan komitmen meliputi otonomi, kesempatan untuk menerapkan keterampilan dan kemampuan pada pekerjaan, dan sikap positif terhadap kelompok kerja.

  Werther & Davis (Sarwintono, 2006) mengatakan bahwa faktor lain yang mempengaruhi komitmen adalah adanya kontrak yang mengikat karyawan untuk tidak bekerja di perusahaan lain selama satu tahun atau lebih. Menurut Spector (1996), komitmen seorang karyawan juga dipengaruhi tidak adanya lapangan kerja lain dan karena karyawan membutuhkan gaji sehingga membuat karyawan harus tetap berada di perusahaan tersebut.

  Faktor-faktor lain yang mempengaruhi komitmen organisasi dikemukakan oleh Juliandi (2004) terdiri dari kondisi kerja, hubungan signifikan terhadap komitmen organisasi. Yudhi (2005) juga menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi adalah kepuasan kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh Khamimah (2004), menemukan bahwa kepemilikan saham perusahaan bagi karyawan memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasi.

  Menurut Kuntjoro (2002), faktor lain yang dapat menyebabkan komitmen organisasi rendah adalah iklim organisasi yang kurang menunjang, seperti fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, dan lain-lain. Selain itu, Baron & Greenberg (Sarwintono, 2006) menemukan bahwa komitmen terhadap organisasi yang lebih tinggi terdapat pada karyawan yang memiliki pekerjaan yang menuntut tanggung jawab tinggi, memiliki otonomi, variasi dan sebagainya.

  Steers & Porter (1983) juga mengungkapkan hal serupa bahwa usia dan masa kerja, identitas tugas, umpan balik dalam pekerjaan dan kesempatan untuk berinteraksi dalam lingkungan kerja dapat menjadi penyebab tinggi rendahnya komitmen. Penelitian lainnya yang dikemukakan oleh Johnson dan Johnson (2000) mengatakan bahwa komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh seberapa patut dan diinginkannya sebuah tujuan dan cara-cara dimana para anggotanya akan berhubungan satu dengan yang lainnya dalam bekerja untuk penyelesaian sebuah tujuan. Chusmir (Jewell dan Siegall, 1998) mengatakan bahwa karyawan pada organisasi. Selain itu, faktor harapan dan pengembangan karir, lingkungan kerja dan gaji atau tunjangan juga berpengaruh terhadap komitmen.

  Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi, yaitu faktor organisasi dan faktor individu. Komitmen organisasi dipengaruhi oleh faktor-faktor organisasi seperti, bentuk pekerjaan, gaya kepemimpinan, serta iklim organisasi yang kurang menunjang seperti fasilitas kurang, hubungan kerja yang kurang harmonis, jaminan sosial kurang, dan lain-lain yang mengakibatkan rendahnya kepuasan kerja dan berakibat pada rendahnya komitmen organisasi. Selain itu, komitmen organisasi juga dipengaruhi oleh faktor individu antara lain meliputi usia, lamanya bekerja, tingkat pendidikan, kemajuan karir dan tingkat motivasi kerja.

B. Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis

1. Pengertian Kepemimpinan

  Kepemimpinan pada dasarnya mempunyai pokok pengertian sebagai sifat, kemampuan, proses atau konsep yang dimiliki seseorang, sehingga ia diikuti, dipatuhi, dihormati oleh orang lain dan orang lain itu bersedia dengan penuh keikhlasan melakukan perbuatan atau kegiatan yang dikehendaki oleh seseorang tersebut. Bertolak dari dasar pengertian itu, aktivitas para pemegang kekuasaan dalam membuat keputusan. Senada dengan pendapat tersebut, Stogdill (Wahjosumidjo, 1987) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

  Pengertian kepemimpinan secara psikologis menurut Koont's dan O' Donell (Gordon, 1986) adalah aktivitas membujuk manusia untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ivancevich (Siagian, 1993) bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi aktivitas orang lain melalui komunikasi, baik individual maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan. Oleh karena itu menurut Boone dan Kurt (Siagian, 1993) kepemimpinan melibatkan kemampuan mempengaruhi, yaitu tindakan memotivasi orang lain atau menyebabkan orang lain melakukan tugas tertentu untuk mencapai tujuan yang spesifik.

  Senada dengan pendapat tersebut, Tossi (Honorus, 2003) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain untuk bertindak, dengan suatu pengaruh yang sifatnya khusus, yaitu pengaruh antara pribadi yang terjadi ketika seseorang mampu mendapat dukungan dari orang lain dan mengarah pada tujuan perusahaan.

  Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan kepemimpinan merupakan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, baik perorangan maupun kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Dalam hal ini, birokrasi. Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu, kepemimpinan bisa terjadi di mana saja asalkan orang tersebut dapat menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu.

2. Pengertian Kepemimpinan Demokratis

  Berdasarkan tinjauan Lewin dkk (Suharsih, 2001) dibedakan pola kepemimpinan sebagai berikut: a. Kepemimpinan otoriter, adalah kepemimpinan yang menentukan jenis kegiatan yang harus dilakukan, memberi tugas, mengawasi dan mempertahankan agar setiap orang tetap bekerja di tempatnya masing- masing. Semua kebijaksanaan ditentukan pemimpin sendiri sehingga seluruh aktivitas kelompok tergantung dari ada tidaknya perintah pemimpin.

  b. Kepemimpinan demokratis, adalah kepemimpinan yang mendiskusikan semua permasalahan untuk diselesaikan bersama-sama dan kebijaksanaannya ditetapkan dengan partisipasi dari bawahan. Maksudnya pemimpin mempunyai peran rangkap, yaitu sebagai pemimpin dan anggota kelompok.

  c. Kepemimpinan laissez faire, adalah kepemimpinan yang menolak campur tangan dalam partisipasi, tetapi bersedia menolong atau memberi saran.

  Pemimpin bersikap seminimal mungkin dalam mempengaruhi anggotanya. Semua pola kebijaksanaan dan keputusan berpusat pada anggota kelompok.

  Dari ketiga pola kepemimpinan tersebut, dalam penelitian Likert (1986) kepemimpinan demokratis merupakan model yang efektif, karena dalam model ini pemimpin sangat memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dan kesejahteraan bawahan, bersikap ramah, membimbing dan menolong, serta menjalin kerjasama dan kesatuan diantara anggota. Hal senada juga diungkapkan oleh Anoraga (1995), bahwa kepemimpinan demokrasi adalah model pemimpin yang mempunyai sifat mau mendengarkan masukan dari bawahan, menekankan rasa tanggung jawab, dan menjalin kerjasama yang baik pada setiap anggota.

  Untuk selanjutnya hanya bentuk kepemimpinan demokratis yang akan dibicarakan karena berhubungan dengan salah satu variabel yang akan diteliti. Siagian (1993) berpendapat tipe pemimpin yang demokratislah yang tepat bagi organisasi di bidang apapun organisasi tersebut bergerak, dengan alasan, yaitu:

  a. Dalam proses pergerakan bawahan, seorang pemimpin yang demokratis selalu berpendapat bahwa manusia mempunyai hak, kewajiban, harkat dan martabat yang keseimbangannya harus dijaga untuk dijunjung tinggi.

  b. Selalu mensinkronkan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi para anggota organisasi yang bersangkutan. Selalu mendorong untuk terciptanya kesediaan dan kerelaan untuk bekerjasama di kalangan bawahan dalam usaha c. Dengan ikhlas memberikan kesempatan pada bawahan untuk mengembangkan dengan inovasi, prakarsa, dan kreativitasnya meskipun dengan resiko bahwa bawahannya itu mungkin akan berbuat kesalahan, yang apabila itu terjadi akan diperbaiki sedemikian rupa sehingga dalam diri bawahan akan timbul keberanian dalam bertindak.

  d. Selalu berusaha untuk menjadikan para bawahannya sebagai anggota organisasi yang bertanggung jawab dan semakin mampu memberikan sumbangsih yang semakin besar pada organisasi.

  e. Selalu berusaha mengembangkan kemampuan diri pribadinya sebagai seorang pemimpin sehingga efektivitasnya sebagai seorang pemimpin semakin meningkat pula.

  Haiman (Jarmanto, 1983) mengartikan kepemimpinan demokratis sebagai suatu proses sosial yang menunjukkan suatu kelompok sebagai suatu keseluruhannya, dapat mengatur dirinya sendiri, tidak tunduk pada kekuasaan, dan setiap anggota diwakili secara sama dalam pembuatan keputusan- keputusan bersama. Bernard (Jarmanto, 1983) mendukung pendapat Haiman (Jarmanto, 1983) bahwa kepemimpinan demokratis merupakan kepemimpinan yang didirikan untuk memperhatikan kewajibannya terhadap kebutuhan- kebutuhan kelompok yang berorganisasi. Dalam hal ini, pemimpin melakukan pengawasan, pengendalian diri sendiri, dan mengkritik diri sendiri guna mencapai tujuan yang sungguh-sungguh demokratis. Kepemimpinan demokratis merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama antara pimpinan dan bawahan (Sutarto, 1989).

  Berdasarkan dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan kepemimpinan demokratis sebagai kegiatan pemimpin dalam mempengaruhi anggota atau bawahan untuk dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan cara-cara yang demokratis. Atau dengan kata lain kepemimpinan demokratis merupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memberikan perhatian dan dukungan, bimbingan dan pengarahan kepada anggotanya. Dalam gaya ini pemimpin berusaha membawa anggotanya menuju tujuan dan cita-cita dengan memperlakukan anggota sejajar dengan atasan, sehingga anggota dapat menyumbangkan ide, pendapat, pertimbangan atau saran yang dimilikinya secara maksimal.

3. Komponen Kepemimpinan Demokratis

  Menurut Kartono (1983), kepemimpinan demokratis memiliki komponen sebagai berikut: a. Kepemimpinan demokratis memberikan bimbingan yang efisien kepada para pengikutnya.