NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG

  

KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan

Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi

  

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Oleh

SATRA WIRYANOTA

NIM. E1C 009 002

  

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

  

2016

HALAMAN JUDUL

  

KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA

DI SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan

Studi Strata Satu (S1) pada Program Studi

  

Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

Oleh

SATRA WIRYANOTA

NIM. E1C 009 002

  

PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA DAN DAERAH

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

  

2016

i

  2016

KATA PENGANTAR

  Puji syukur senantiasa dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul

  “Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”.

  Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana (S1) program studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indenesia dan Daerah, Jurusan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mataram.

  Disadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati peneliti mengucapkan terimakasih dan rasa hormat kepada: 1.

  Dr. H. Wildan, M.Pd. selaku Dekan FKIP Universitas Mataram.

  2. Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Bahasa dan Seni Universitas Mataram.

  3. Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum. selaku Ketua Prodi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Universitas Mataram.

  4. Drs. Cedin Atmaja, M.Si. selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

  iv

  5. Murahim, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk, arahan, serta bimbingan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

  6. Drs. Imam Suryadi, M.Pd. selaku dosen Pembimbing Akademik.

  7. Para dosen Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

  8. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan serta dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

  Disadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dan dapat membantu dalam menyempurnakan skripsi ini sangat diharapkan. Semoga apa yang disajikan dalam skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan kepada pembaca umumnya.

  Mataram, 2016 Peneliti

  

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO “Yen ala karyane ala panggihne, lan yen becik karyane becik panggihne”.

  

Jika jelek amalannya, jelek pula ganjarannya dan jika baik amalannya, maka baik

pula ganjarannya.

  (Baloq Tui)

  PERSEMBAHAN

  Skripsi ini saya persembahkan untuk : 1.

  Orang tuaku tercinta Ibu dan Bapak. Terimakasih untuk doa, keringat dan air mata yang selama ini tak henti-hentinya dicurahkan kepada ananda. Saya berusaha untuk selalu berbakti meskipun masih jauh dari harapan Ibu dan Bapak.

  2. Seluruh Keluarga besarku, sudah kusebutkan dalam hati. Terima kasih untuk semuanya.

  3. Saudara- saudaraku yang tak mungkin tersebutkan di luar sana. Kalian sayang saya kan? Saya juga.

  4. Almamaterku tercinta kampus FKIP Universitas Mataram.

  vi

  

DAFTAR ISI

Halaman

  2.2.2 Macam-macam Folklor ................................................ 10

  3.4 Teknik Analisis Data ................................................................... 27

  3.3 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 26

  3.2 Data dan Sumber Data ................................................................ 24

  3.1 Jenis Penelitian ........................................................................... 24

  

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 24

  2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah ................................... 19

  2.2.3 Konsep Nilai-nilai Pendidikan ..................................... 11

  2.2.1 Pengertian Folklor ..................................................... 7

  

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. vi

DAFTAR ISI ................................................................................................ vii

ABSTRAK ................................................................................................... ix

  2.2 Landasan Teori ............................................................................ 7

  2.1 Penelitian yang Relevan .............................................................. 6

  

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................... 6

  1.4 Manfaat penelitian ....................................................................... 5

  1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

  1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4

  1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

  

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

  

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 29

vii

  4.1 Analisis Nilai-nilai Pendidikan ......................................................... 29

  4.1.1 Nilai Pendidikan Religius ..................................................... 29

  4.1.2 Nilai Pendidikan Moral ......................................................... 35

  4.1.3 Nilai Pendidikan Sosial ......................................................... 39

  4.2 Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP ......................... 43

  BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 48

  5.1 Simpulan .......................................................................................... 48

  5.2 Saran ................................................................................................. 49

  

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 50

LAMPIRAN ................................................................................................. viii

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG

  

KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBEJARAN SASTRA

DI SMP

Oleh

Satra Wiryanota

  

ABSTRAK

  Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah (1) nilai-nilai pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang Kesimbar, (2) hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dan mengkaitkan hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah studi kepustakaan dan catat. Metode analisis data digunakan metode analisis deskriptif.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) nilai-nilai pendidikan cerita rakyat Balang Kesimbar terkandung nilai pendidikan agama, nilai pendidikan moral dan nilai pendidikan sosial. Selanjutnya, (2) mengaitkan hubungannya dengan pembelajaran sastra di SMP. Standar Kompetensi yang digunakan adalah mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan. Penelitian ini dapat dijadikan bahan ajar dan panduan siswa SMP karena cerita rakyat tersebut dapat memenuhi kriteria pemilihan bahan ajar. Dengan adanya aspek-aspek yang berkaitan dengan pembelajaran sastra di SMP, maka tujuan utama penelitian ini dapat tercapai sesuai dengan yang telah ditetapkan dan ditargetkan dalam KTSP.

  Kata kunci : Nilai-nilai Pendidikan, Cerita Rakyat, dan Pembelajaran Sastra. ix

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia memiliki keanekaragaman khazanah sastra dan budaya peninggalan nenek moyang yang tersebar di setiap daerah-daerah. Salah satu di antaranya adalah peninggalan dalam bentuk folklor atau cerita rakyat. Folklor tersebut dapat dijumpai hampir di setiap daerah dalam bentuk jumlah yang tidak sedikit dan jenisnya sangat bervariasi. Folklor hendaknya dibina dan dikembangkan guna menjunjung tinggi dan lebih memperkaya kebudayaan nasional.

  Dalam KBBI (2001: 319), folklor adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.

  Sedangkan menurut Sudjiman (dalam Endraswara, 2013: 47), menerangkan bahwa folklor (cerita rakyat) adalah kisahan anonim yang tidak terikat pada ruang dan waktu, beredar secara lisan di tengah masyarakat. Danandjaya (dalam Endraswara, 2013:47), menyebutkan bahwa cerita prosa rakyat merupakan satu genre folklor lisan Indonesia yang diceritakan secara turun menurun, bentuknya berupa mite, legenda, dongeng, seni tradisi, ataupun upacara tradisi.

  Menurut Rafiek (2012:51), folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif

  1 macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

  Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

  Keseluruhan jenis folklor baik folklor lisan, folklor sebagian lisan maupun folklor bukan lisan, memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Menurut Bascom dalam (Endraswara 2013:3), folklor memiliki empat fungsi, yaitu (1) sebagai sistem proyeksi (proyective system), yakni sebagai alat pencermin angan-angan suatu kolektif, (2) sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, (3) sebagai alat pendidikan (pedagogical device), dan (4) sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

  Atas dasar pandangan teoritik itu, kajian ini akan mengungkap cerita rakyat yang berasal dari pulau Lombok provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

  Salah satu cerita rakyat yang berkembang secara lisan di pulau Lombok adalah cerita rakyat Balang Kesimbar. Cerita rakyat Balang Kesimbar termasuk salah satu jenis folklor lisan bergenre dongeng. Selama ini cerita rakyat Balang Kesimbar kurang begitu diperhatikan apalagi dijadikan sebagai materi pembelajaran sastra. Berdasarkan fenomena inilah, perlu diadakan langkah yang signifikan untuk lebih mengenalkan cerita rakyat Balang

  Kesimbar kepada masyarakat pada umumnya dan pelajar pada khususnya.

  Untuk menjaga kelestarian cerita rakyat Balang Kesimbar tersebut salah satu langkah yang ditempuh ialah dengan mengenalkannya kepada anak- anak didik melalui pendidikan formal khususnya untuk anak SMP. Selama ini, materi dalam pembelajaran sastra biasanya hanya mengangkat cerita rakyat yang sudah berkembang secara nasional tanpa memperkenalkan secara spesifik cerita rakyat yang berkembang di tiap-tiap daerah masing-masing.

  Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perbaikan isi atau materi sastra, yakni dengan menambahkan cerita rakyat Balang Kesimbar sebagai materi pembelajaran.

  Berdasarkan paparan di atas, penelitian ini mencoba mengkaji cerita rakyat ini dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang

  Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”.

  3

  1.2 Rumusan Masalah

  Rumusan masalah sangat penting dalam penelitian. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1.

  Bagaimanakah nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat

  Balang Kesimbar ? 2.

  Bagaimanakah hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat

  Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di sekolah, khususnya di

  SMP ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian mempunyai arah dan sasaran yang tepat. Tujuan penelitian ini sebagai berikut:

  1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar.

  2. Untuk mendeskripasikan hubungan nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Balang Kesimbar dengan pembelajaran sastra di SMP.

1.4 Manfaat Penelitian

  Upaya meningkatkan pengetahuan merupakan hal yang sangat diperlukan dalam pendidikan. Oleh sebab itu sebuah karya harus memiliki manfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Manfaat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Manfaat teoritis Melalui penelitian ini, diharapkan dapat: a. Menjadi sarana untuk menambah bahan referensi dan sebagai salah satu bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti terutama yang berminat pada bagian kesastraan.

  b.

  Menambah variasi dokumentasi, koleksi bacaan dan inventarisasi di Universitas Mataram, terutama FKIP jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.

  2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi guru bahasa dan sastra Indonesia dalam mengajar, baik di sekolah- sekolah formal maupun informal. Di SMP ada materi yang berkaitan dengan penelitian ini yaitu mengapresiasi dongeng yang diperdengarkan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang relevan dengan penelitian ini khususnya yang mengangkat cerita rakyat sebagai objek penelitian, hanya beberapa yang penulis temukan. Salah satunya yakni dalam penelitian yang dilakukan oleh Raudlatul Jannah (2015), dengan judul “Analisis Cerita Rakyat Asal usul Desa Batu

  Basong Kajian Monogenesis dan Kaitannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”. Dalam penelitiannya mengkaji tentang bagaimana asal usul cerita rakyat

  desa batu basong dengan pendekatan kajian monogenesis.ada tiga motif cerita yang terdapat dalam cerita rakyat Asal usul Desa Batu Batu Basong yaitu, motif mitologi tentang asal usul suatu nama kota, motif tentang pengujian, dan motif tentang kesetiaan.

  Penelitian selanjutnya, yang dilakukan oleh Eirzikri Rentarimasa (2015), dengan judul

  “Nilai Pendidikan dalam Folklor Cerita Rakyat Sumbawa Paruma Ero dan Batu Asa serta Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA” yang melakukan analisis terhadap unsur yang sama yakni analisis nilai-

  nilai pendidikan dalam folklor cerita rakyat. Akan tetapi, nilai pendidikan yang dianalisis yakni berupa nilai moral, nilai keindahan, dan nilai sosial atau kemasyarakatan.

  Baiq Dwi Ayu Rosita (2013), dengan judul

  “Nilai Pendidikan Cerita Rakyat Lombok “Loq Sesekeq” dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP”. Dalam penelitiannya, Baiq Dwi Ayu Rosita memfokuskan sub-sub nilai pendidikan yakni nilai moral, nilai sosial, dan nilai religius.

  Berdasarkan uraian di atas, terdapat kesamaan dalam menganalisis unsur ekstrinsik dalam sebuah karya sastra yakni analisis nilai pendidikan dalam cerita rakyat. Akan tetapi, dari penelitian di atas yang menjadi perbedaan yang signifikan terdapat pada objek penelitian. Penelitian ini objek penelitiannya adalah cerita rakyat sasak Balang Kesimbar. Oleh karena itu, penelitian ini dikemas dengan judul Nilai-nilai Pendidikan dalam Cerita Rakyat Balang

  Kesimbar dan Hubungannya dengan Pembelajaran Sastra di SMP.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Folklor

  Secara etimologi kata “folklor” berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan budaya sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Lore adalah kebiasaan folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device ).

  Menurut Rafiek (2012: 50-51 ), pengertian folklor secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

  Folklor berbeda dari kebudayaan lainnya, maka perlu mengetahui ciri- ciri pengenal utama folklor pada umumnya. Adapun ciri-ciri pengenal utama folklor menurut Brunvand, Carvalho Neto, dan Danandjaya (dalam Rafiek, 2012: 51-52) adalah sebagai berikut.

  a.

  Penyebaran dan pewarisan biasanya dilakukan secara lisan, yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari satu generasi ke generasi berikutnya.

  b.

  Folklor bersifat tradisional, yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Itu disebarkan di antara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama (paling sedikit dua generasi).

  c.

  Folklor ada dalam versi-versi, bahkan varian-varian yang berbeda. Itu disebabkan penyebarannya secara lisan, sehingga dapat dengan mudah mengalami perubahan. Perubahan biasanya terletak pada bagian luarnya saja, sedangkan bentuk dasarnya dapat tetap bertahan.

  d.

  Folklor bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.

  e.

  Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola. Cerita rakyat misalnya selalu mempergunakan kata-kata klise seperti bulan empat belas

  hari untuk menggambarkan kecantikan seorang gadis. Juga, seperti ular

  berbelit-belit untuk menggambarkan kemarahan seseorang atau

  ungkapan-ungkapan tradisional, ulangan-ulangan, dan kalimat-kalimat atau kata-kata pembukaan dan penutup yang baku, misalnya: sahibul

  hikayat ... dan mereka pun hidup bahagia untuk seterusnya

  ‟, atau menurut empunya cerita...demikianlah konon‟.

  f.

  Folklor mempunyai kegunaan atau fungsi dalam kehidupan bersama suatu kolektif. Cerita rakyat misalnya, mempunyai kegunaan sebagai alat/media pendidikan, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.

  g.

  Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang tidak sesuai dengan logika umum. Ciri pengenal ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.

  h.

  Folklor menjadi milik bersama dari kolektif tertentu. Ini disebabkan penciptanya tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya. i.

  Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti karena banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.

2.2.2 Macam-macam Folklor

  Berdasarkan tipenya Brunvand dalam (Rafiek 2012: 52), membagi folklor atas tiga kelompok besar, yaitu (1) folklor lisan (verbal folklore); (2) folklor sebagian lisan (partly verbal folklore); (3) folklor bukan lisan (nonverbal folklore).

  1. Folklor Lisan (verbal folklore) Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya murni lisan. Bentuk- bentuk (genre) yang termasuk ke dalam folklor lisan antara lain (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan; (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo; (c) pertanyaan tradisional, seperti teka-teki; (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mitos, legenda, dan dongeng; dan (f) nyanyian rakyat (Rafiek, 2012: 53).

  1. Folklor Sebagian Lisan (partly verbal folklore) Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor sebagian lisan yang tergolong dalam kelompok besar ini adalah kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat, tari rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain (Rafiek, 2012: 53).

  2. Folklor Bukan Lisan (nonverbal folklore) Folklor bukan lisan adalah folklor adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu yang material dan bukan material. Bentuk-bentuk folklor ini yang tergolong material antara lain arsitektur rakyat (bentuk rumah asli daerah, bentuk lumbung padi, dan sebagainya), kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. Sedangkan folklor bukan lisan yang termasuk bukan material antara lain gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat traadisional , bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat (kentongan tanda bahaya), dan musik rakyat (Rafiek, 2012: 53).

2.2.3 Konsep Nilai-nilai Pendidikan

2.2.3.1 Pengertian Nilai

  Menurut Lubis (dalam Rentarimasa, 2015: 8), nilai adalah esensi yang melekat pada sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupan manusia. Esensi itu sendiri belum berarti sebelum dibutuhkan manusia, tetapi bukan berarti adanya esensi itu karena adanya manusia yang membutuhkan. Hanya saja kebermaknaan esensi tersebut semakin meningkat sesuai dengan peningkatan daya tangkap dan pemaknaan manusia itu sendiri.

  Sedangkan menurut Suyitno (1986: 3), sastra dan tata nilai merupakan dua fenomena sosial yang saling melengkapi dalam hakikat mereka sebagai sesuatu yang eksistensial. Sastra sebagai produk kehidupan., mengandung nilai-nilai sosial, filsafat, religi, dan sebagainya baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang mempunyai penyodoran konsep baru. Sastra tidak hanya memasuki ruang serta nilai-nilai kehidupan personal, tetapi juga nilai-nilai kehidupan manusia dalam arti total.

  Menilai oleh Setiadi (2006: 110) dikatakan sebagai kegiatan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga diperoleh menjadi suatu keputusan yang menyatakan sesuatu itu berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik, atau buruk, manusiawi atau tidak manusiawi, religius atau tidak religius, berdasarkan jenis tersebutlah nilai ada. Lasyo (dalam Setiadi 2006: 117) menyatakan, nilai manusia merupakan landasan atau motivasi dalam segala tingkah laku atau perbuatannya.

  Sejalan dengan Lasyo, Darmodiharjo (dalam Setiadi, 2006: 117) mengungkapkan nilai merupakan sesuatu yang berguna bagi manusia baik jasmani maupun rohani. Sedangkan Soekanto (1983: 161) menyatakan, nilai- nilai merupakan abstraksi daripada pengalaman-pengalaman pribadi seseorang dengan sesamanya. Pada hakikatnya, nilai yang tertinggi selalu berujung pada nilai yang terdalam dan terabstrak bagi manusia, yaitu menyangkut tentang hal-hal yang bersifat hakiki. Dari beberapa pendapat tersebut pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang bernilai, berharga, bermutu, akan menunjukkan suatu kualitas dan akan berguna bagi kehidupan manusia.

  12

2.2.3.2 Pengertian Pendidikan

  Menurut Hadi (2003:17), pendidikan secara etimologis berasal dari bahasa Yunani “Paedogogike”, yang terdiri atas kata “Pais” yang berarti Anak” dan kata “Ago” yang berarti “Aku membimbing”. Sedangkan menurut Setiadi (2006: 144), pendidikan pada hakikatnya merupakan upaya membantu peserta didik untuk menyadari nilai-nilai yang dimilikinya dan berupaya memfasilitasi mereka agar terbuka wawasan dan perasaannya untuk memiliki dan meyakini nilai yang lebih hakiki, lebih tahan lama, dan merupakan kebenaran yang dihormati dan diyakini secara sahih sebagai manusia yang beradab.

  Adler (dalam Arifin 1993: 12), mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik. Menurut Sibarani (dalam Endraswara, 2013:5), pendidikan adalah seluruh usaha mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik warga masyarakat terutama generasi muda. Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan sehingga akan tercipta manusia seutuhnya.

  Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan segala sesuatu yang baik maupun buruk yang berguna bagi kehidupan manusia yang diperoleh melalui proses pengubahan sikap dan tata laku dalam upaya mendewasakan diri manusia melalui upaya pengajaran. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya. Nilai-nilai pendidikan yang tersirat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dalam berbagai hal dapat mengembangkan masyarakat dengan berbagai dimensinya dan nilai- nilai tersebut mutlak dihayati dan diresapi manusia sebab ia mengarah pada kebaikan dalam berpikir dan bertindak sehingga dapat memajukan budi pekerti serta pikiran/ intelegensinya.

  Nilai-nilai pendidikan dapat ditangkap manusia melalui berbagai hal di antaranya melalui pemahaman dan penikmatan sebuah karya sastra. Sastra khususnya humaniora sangat berperan penting sebagai media dalam pentransformasian sebuah nilai termasuk halnya nilai pendidikan.

2.2.3.3 Macam-macam Nilai Pendidikan

  Sastra sebagai hasil kehidupan mengandung nilai-nilai sosial, filosofi, religi, moral dan budaya. Baik yang bertolak dari pengungkapan kembali maupun yang merupakan menciptakan terbaru semuanya dirumuskan secara tersurat dan tersirat. Sastra tidak saja lahir karena kejadian, tetapi juga dari kesadaran penciptaannya bahwa sastra sebagai sesuatu yang imajinatif, fiktif, dan lain-lain, juga harus melayani misi-misi yang dapat dipertanggungjawabkan. Sastrawan pada waktu menciptakan karyanya tidak saja didorong oleh hasrat untuk menciptakan keindahan, tetapi juga berkehendak untuk menyampaikan pikiran-pikirannya, pendapat-pendapatnya, dan kesan-kesan perasaannya terhadap sesuatu.

  Mencari nilai luhur dari karya sastra adalah menentukan kreativitas terhadap hubungan kehidupannya. Dalam karya sastra akan tersimpan nilai atau pesan yang berisi amanat atau nasihat. Melalui karyanya, pencipta karya sastra berusaha untuk mempengaruhi pola pikir pembaca dan ikut mengkaji tentang baik dan buruk, benar mengambil pelajaran, teladan yang patut ditiru sebaliknya, untuk dicela bagi yang tidak baik. Karya sastra diciptakan bukan sekedar untuk dinikmati, akan tetapi untuk dipahami dan diambil manfaatnya. Karya sastra tidak sekedar benda mati yang tidak berarti, tetapi di dalamnya termuat suatu ajaran berupa nilai-nilai hidup dan pesan-pesan luhur yang mampu menambah wawasan manusia dalam memahami kehidupan.

  Dalam karya sastra, berbagai nilai hidup dihadirkan karena hal ini merupakan hal positif yang mampu mendidik manusia, sehingga manusia mencapai hidup yang lebih baik sebagai makhluk yang dikaruniai oleh akal, pikiran, dan perasaan. Cerita rakyat merupakan salah satu bentuk karya sastra yang banyak memberikan penjelasan secara jelas tentang sistem nilai. Nilai itu mengungkapkan perbuatan apa yang dipuji dan dicela, pandangan hidup mana yang dianut dan dijauhi, dan hal apa saja yang dijunjung tinggi. Adapun nilai- nilai pendidikan dalam cerita rakyat sebagai berikut; a.

  Nilai Pendidikan Religius Religi merupakan suatu kesadaran yang menggejala secara mendalam dalam lubuk hati manusia sebagai human nature. Religi tidak hanya menyangkut segi kehidupan secara lahiriah melainkan juga menyangkut keseluruhan diri pribadi manusia secara total dalam integrasinya hubungan ke dalam keEsaan Tuhan (Rosyadi, 1995: 90). Nilai-nilai religius bertujuan untuk mendidik agar manusia lebih baik menurut tuntunan agama dan selalu ingat kepada Tuhan. Nilai-nilai religius yang terkandung dalam karya sastra dimaksudkan agar penikmat karya tersebut mendapatkan renungan-renungan batin dalam kehidupan yang bersumber pada nilai-nilai agama. Nilai-nilai religius dalam sastra bersifat individual dan personal.

  Mangunwijaya (dalam Nurgiyantoro, 2012: 326) menerangkan bahwa, kehadiran unsur religius dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Sastra tumbuh dari sesuatu yang bersifat religius dan pada awal mula segala sastra adalah religius. Semi (1993: 21) menyatakan, agama merupakan kunci sejarah, kita baru memahami jiwa suatu masyarakat bila kita memahami agamanya. Semi (1993: 21) juga menambahkan, kita tidak mengerti hasil- hasil kebudayaanya, kecuali bila kita paham akan kepercayaan atau agama yang mengilhaminya. Religi lebih pada hati, nurani, dan pribadi manusia itu sendiri. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Nilai religius yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak serta bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.

  16 b.

  Nilai Pendidikan Moral Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya sastra, makna yang diisyaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema merupaka moral (Kenny dalam Nurgiyantoro, 2012: 320). Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Hasbullah (2005: 194) menyatakan bahwa, moral merupakan kemampuan seseorang membedakan antara yang baik dan yang buruk. Nilai moral yang terkandung dalam karya sastra bertujuan untuk mendidik manusia agar mengenal nilai-nilai etika merupakan nilai baik buruk suatu perbuatan, apa yang harus dihindari, dan apa yang harus dikerjakan, sehingga tercipta suatu tatanan hubungan manusia dalam masyarakat yang dianggap baik, serasi, dan bermanfaat bagi orang itu , masyarakat, lingkungan, dan alam sekitar.

  Uzey (dalam Rosita, 2013:13) berpendapat bahwa nilai moral adalah suatu bagian dari nilai, yaitu nilai yang menangani kelakuan baik atau buruk dari manusia. Moral merupakan pandangan pengarang tentang nilai-nilai kebenaran dan pandangan itu yang ingin disampaikan kepada pembaca.

  Sejalan dengan pendapat Lubis (dalam Rentarimasa 2015:12), moral diartikan sebagai ajaran baik buruk yang diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya. Akhlak, budi pekerti, susila, juga diartikan sebagai kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin dari isi hati, atau keadaan sebagaimana terungkap dalam perbuatan dan ajaran yang dapat diukur dari suatu cerita.

  Dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu kelompok yang meliputi perilaku. Untuk karya menjunjung tinggi budi pekerti dan nilai susila. Wujud dalam pendidikan moral adalah: berbakti kepada orang tua, jujur, sabar, ikhlas, dan lain-lain.

  c.

  Nilai Pendidikan Sosial Rosyadi (1995:80), Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai sosial merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial. Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai sosial yang ada dalam karya sastra dapat dilihat dari cerminan kehidupan masyarakat yang diinterpretasikan.

  Uzey (dalam Suprayogi, 2014: 7), berpendapat bahwa nilai pendidikan sosial mengacu pada pertimbangan terhadap suatu tindakan benda, cara untuk mengambil keputusan apakah sesuatu yang bernilai itu memiliki kebenaran, keindahan, dan nilai ketuhanan. Jadi nilai pendidikan sosial dapat disimpulkan sebagai kumpulan sikap dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai pendidikan sosial juga merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting.

2.2.4 Pembelajaran Sastra di Sekolah

2.2.4.1 Pengertian Pembelajaran Sastra

  Pembelajaran sastra adalah proses, cara dan perbuatan guru untuk mengajar dan mengajarkan segala sesuatu mengenai sastra atau hasil kreativitas manusia sastra sebagai sebuah karya memiliki sifat universal, demikian juga dengan pemaknaan karya tersebut. Seorang apresiator memiliki hak untuk mengulas karya dari berbagai sudut pandang masing- masing (Wilya, 2013: 25).

  Wardani (dalam Rohmadi dan Slamet Subiyantoro, 2011:67), mengemukakan bahwa, kegiatan apresiasi sastra tidak hanya sekadar membaca lalu menggemari membaca sastra saja, tetapi pada tahap selanjutnya kegiatan ini diharapkan sampai pada tahap pemahaman karya sastra sehingga nilai-nilai yang ingin diungkapkan pengarang melalui karya sastra tersebut dapat dipahami pembaca.

  Adapun tujuan penyajian sastra dalam dunia pendidikan adalah untuk memperoleh pengalaman dan pengetahuan tentang sastra. Karya sastra yang dijadikan sebagai materi diharapkan mengandung nilai-nilai yang dapat mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya. Selain itu, proses ini

  19 diusahakan dapat memungkinkan siswa memperoleh nilai-nilai tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan.

2.2.4.2 Tujuan Pembelajaran Sastra

  Tujuan pembelajaran sastra dalam KTSP untuk SMP adalah “...menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa; menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektu al manusia Indonesia” (BSNP,

  2006:110). Menurut Moody (dalam Wilya, 2013: 26-27), tujuan pembelajaran sastra dapat dibagi menjadi empat, yaitu; a.

  Informasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman pengetahuan dasar tentang sastra. Tercapainya tujuan ini dapat ditunjukkan oleh kemampuan siswa dalam menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan sastra.

  b.

  Konsep, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap pengertian-pengertian pokok mengenai suatu hal. Dalam hal ini, siswa dapat mengenal terminologi dari setiap aspek. Misalnya memahami konsep wilayah kajian sastra, dengan berbagai genre, atau wilayah jenis sastra, ciri-ciri pembeda, dan unsur-unsur pembentuknya. Konsep yang perlu dipahami siswa antara lain adalah: bermacam-macam aliran dalam sastra, bermacam-macam genre sastra, bagaimana genre sastra tersebut diciptakan; serta ciri-ciri yang membedakannya. c.

  Perspektif, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk memandang bagaimana sebuah karya sastra itu diciptakan menurut perspektif pikiran siswa. Baguskah imajinasi karya yang dibacanya; menarikkah konflik yang dikemas dan disajikan dalam cerita; bagaimana karakter tokoh-tokohnya, bagaimana pula penokohannya; dan lain sebagainya.

  d.

  Apresiasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman, penghayatan, penikmatan, dan penghargaan siswa terhadap karya sastra.

2.2.4.3 Implementasi Sastra dalam Pembelajaran

  Menurut Buku Panduan Penyusunan RPP dari BNSP, dalam rangka mengimplementasikan program pembelajaran yang sudah dituangkan di dalam silabus, guru harus menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan pegangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, dan atau lapangan untuk setiap Kompetensi Dasar (KD). Oleh karena itu, apa yang tertuang di dalam RPP memuat hal-hal yang langsung berkaitan dengan aktivitas pembelajaran dalam upaya pencapaian penguasaan suatu Kompetensi Dasar (KD).

  Dalam menyusun RPP guru harus mencantumkan Standar Kompetensi yang memayungi Kompetensi Dasar yang akan disusun dalam RPP-nya. Di dalam RPP secara rinci harus dimuat Tujuan Pembelajaran,

  21 Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran, Sumber Belajar, dan Penilaian (BSNP, 2006).

  1. Standar Kompetensi (SK) adalah kemampuan minimal yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan siswa (Musaddat dkk, dalam Wilya, 2013: 28).

  2. Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai oleh perubahan yang dapat diukur yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (Mussadat dkk, dalam Wilya 2013:28).

3. Tujuan pembelajaran berisi penguasaan kompetensi yang operasional yang ditargetkan/dicapai dalam rencana pelaksanaan pembelajaran.

  Tujuan pembelajaran dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang operasional dari kompetensi dasar. Apabila kompetensi dasar sudah operasional, rumusan tersebutlah yang dijadikan dasar dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat terdiri atas sebuah tujuan atau beberapa tujuan (BSNP, 2006).

  4. Dalam hal ini, Media pembelajaran dan sumber belajar, media pembelajaran merupakan komponen sumber belajar atau peralatan fisik yang mengandung materi pembelajaran di lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Mussadat dkk, dalam Wilya, 2013: 28).

  22

  5. Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan pembelajaran, bergantung pada karakteristik pendekatan atau strategi yang dipilih (BSNP, 2006).

  6. Untuk mencapai suatu kompetensi dasar harus dicantumkan langkah- langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya, langkah-langkah kegiatan memuat unsur kegiatan pendahuluan/ pembuka, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan (BNSP, 2006).

  7. Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang ada dalam silabus yang dikembangkan oleh satuan pendidikan. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media, narasumber, alat, dan bahan (BSNP, 2006).

  8. Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai untuk mengumpulkan data. Dalam sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matrik horisontal atau vertikal. Apabila penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian (BSNP, 2006).

  23

BAB III METODE PENELITIAN

  3.1 Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Moleong (dalam Hidayati, 2016: 38), deskriptif kualitatif maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Selanjutnya data yang didapatkan akan diolah dan dianalisis dalam bentuk tulisan. Menurut moleong (dalam Hidayati, 2016: 38), penelitian kualitatif adalah upaya menyajikan dunia sosial, dan perspektifnya di dalam dunia, dari segi konsep, perilaku, persepsi, dan persoalan tentang manusia yang diteliti.

  Penelitian deskriptif kualitatif ini dipergunakan untuk memperolah deskripsi tentang tampilan aspek nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat

  Balang Kesimbar .

  3.2 Data dan Sumber Data

  3.2.1 Data Data adalah keterangan yang benar dan nyata (KBBI: 2001: 239).

  Sedangkan menurut Djojosuroto (dalam Wilya, 2013: 31), data merupakan hal-hal yang diketahui atau diakui, baik berupa fakta atau informasi. Wujud data dalam penelitian ini berupa kata-kata, frase, kalimat, dan wacana yang terdapat dalam cerita rakyat Balang Kesimbar.

  24

3.2.2 Sumber Data

  Ratna (dalam Wilya, 2013: 31) mengemukakan bahwa sumber data adalah berupa naskah. Hal ini dapat dirincikan sebagai berikut; a.

  Sumber data primer Sumber data primer merupakan sumber utama atau pokok data.

  Sumber data primer dalam penelitian ini adalah cerita rakyat sasak

  Balang Kesimbar terjemahan bahasa Indonesia yang terdapat dalam buku

  “Bahan Ajar Muatan Lokal Gumi Sasak untuk Sekolah Dasar/ MI Kelas V, (Tim Penyusun: Bahrie, S.Pd, H. Sudirman, S.Pd, L. Ratmaja, S.Pd, 2009, KSU Prima Guna)”.

  b.

  Sumber data sekunder Sumber data sekunder adalah merupakan sumber data kedua.

  Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang bersumber dari buku acuan yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian dan perangkat pembelajaran Kurikukulum yang ditetapkan oleh BSNP seperti silabus dan RPP.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

  Teknik berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk dipecahkan dan dipahami (Ratna dalam Wilya, 2013: 32).

  Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1.

Dokumen yang terkait

PENOKOHAN DALAM CERITA RAKYAT PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA M. HARYA RAMDHONI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

0 7 76

PENOKOHAN DALAM CERITA RAKYAT PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA M. HARYA RAMDHONI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

1 56 75

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI KEARIFAN LOKAL CERITA RAKYAT DI KABUPATEN NGADA (RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA TINGKAT SLTP).

0 1 19

KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT KALANTIKA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMP

0 0 16

KAJIAN STRUKTURAL CERITA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT DI KABUPATEN KEBUMEN DAN RELEVANSINYA DENGAN MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

0 2 18

BAB 1 PENDAHULUAN - NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM NOVEL SOLANDRA KARYA MIRA W. DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP - Repository UNRAM

0 0 55

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN CERITA RAKYAT PUTRI MANDALIKA DAN HUBUNGAN DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP - Repository UNRAM

0 50 61

ASPEK PENDIDIKAN DALAM CERITA PUTRI KAYANGAN SAMAWA “KREK KURE” DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA LAMA DI SLTA - Repository UNRAM

0 0 53

JURNAL STUDI KOMPARATIF KARAKTER TOKOH DALAM CERITA RAKYAT JAWA TENGAH RARA JONGGRANG DAN CERITA RAKYAT JAWA BARAT SANGKURIANG SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

0 1 11

ANALISIS CERITA RAKYAT ASAL USUL DESA BATU BASONG KAJIAN MONOGENESIS DAN KAITANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP - Repository UNRAM

0 5 14