PENOKOHAN DALAM CERITA RAKYAT PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA M. HARYA RAMDHONI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

ABSTRACT

THE CHARACTERIZATION IN THE “WOMAN OF TIGER RIDER”
FOLKLORE WRITTEN BY M. HARYA RAMDHONI AND ITS
RELEVANCE TO LITERATURE APPRECIATION LEARNING IN
JUNIOR HIGH SCHOOL

By
NAZIMAH
The problem statements in this reserach were how did the characterization of
“Woman Of Tiger Rider” folklore written by M. Harya Ramdhoni and how was
the relevance of the “Woman Of Tiger Rider” folklore written by M. Harya Ramdhoni to literature appreciation learning in Junior High School.
This reserach used descriptive qualitative method. Data was a novel entitled
“Woman Of Tiger Rider” written by M. Harya Ramdhoni. Data were also collected from literary reserach and analyzed by process of (1) data reduction, (2) data
display, and (3) data verification.
The results showed that the writer of “Woman Of Tiger Rider” built the characterization through direct method (telling) and indirect method (showing). Indirect
characterization was made by using name of figure, figure’s appearance, and the
writer’s description. The indirect characterization was built by using dialog, location and dialog situation, figure’s identity described by the writer, figure’s mental
quality, tone, and figure’s actions. The writer was very clever to present figures in
the story so that readers would be able to enjoy the story and appreciating the
story. This story was relevant with literature appreciation teaching, by appreciating character of the figures in the story; both in short story or novel.

Keywords

: characterization, folklore, literature learning

ABSTRAK

PENOKOHAN DALAM CERITA RAKYAT PEREMPUAN PENUNGGANG
HARIMAU KARYA M. HARYA RAMDHONI DAN RELEVANSINYA
DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

Oleh
NAZIMAH
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah penokohan dalam cerita rakyat
Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni dan bagaimanakah
relevansi penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya
M. Harya Ramdhoni dengan pembelajaran apresiasi sastra di SMP.
Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Data penelitian berupa novel cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni.
Sumber data dikumpulkan melalui studi pustaka dengan cara menganalisis data
melalui proses (1) data reduction, (2) data display, dan (3) verification.
Hasil penelitian menunjukkan pengarang cerita rakyat Perempuan Penunggang

Harimau menunjukkan bahwa penokohan dalam cerita rakyat Perempuan
Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni menggunakan metode langsung
(telling) dan tidak langsung (showing). Penokohan secara langsung dilakukan
melalui penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dan tuturan pengarang,
Karakterisasi secara tidak langsung terlihat melalui dialog, lokasi dan situasi
percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas mental para tokoh,
nada suara, serta tindakan para tokoh. Pengarang sangat piawai dalam
menghadirkan tokoh cerita sehingga pembaca dapat menikmati isi cerita dengan
apresiatif dan cerita ini dapat direlevansikan dengan pengajaran apresiasi sastra,
yaitu mengapresiasi watak tokoh dalam karya sastra, baik cerpen maupun novel.
Kata kunci: penokohan, cerita rakyat, pembelajaran sastra

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nazimah, dilahirkan di Tanjungkarang pada 22 Agustus 1972, anak ketujuh
dari Bapak M.A. Sanibar dan Ibu Komariah.

Pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 19 Pahoman, Bandar Lampung, selesai pada 1985;
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri X Palembang, Sumatera Selatan, selesai pada
1988; Sekolah Menengah Atas Kristen Dharmawiyata Pahoman, Bandar Lampung, selesai

pada 1991; D3 Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, selesai pada 1994. S1 Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung, selesai 1998. Pada 2012 penulis menjadi
mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis saat ini bertugas sebagai guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 19 Bandar Lampung.

MOTO

“ Tiada yang mudah
Selain apa yang telah Allah jadikan mudah
dan Dialah yang menjadikan yang sukar itu mudah
jika Dia kehendaki.”
(HR Ibnu Sunny).

“Tidaklah sempurna iman seseorang hamba, sehingga ia merasa kasih sayang
kepada saudaranya sebagaimana ia menyayangi dirinya sendiri.”
(H. Riwayat Bukhori)


PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya ini kepada
1. Bapak dan Ibu tersayang yang telah mendidik, membesarkan, dan
mendoakan akan keberhasilanku;
2. Suamiku tercinta Asroni, S.H., yang selalu berdoa dan mendukung akan
keberhasilanku;
3. Anakku tersayang, Shofa Khairunnisa, M. Ariq Gumilang, M. Edric
Rayhan yang telah memberiku inspirasi untuk segera menyelesaikan karya
ini;
4. Seluruh teman, kerabat yang telah membantu baik moral maupun spiritual;
5. Almamaterku dan seluruh akademika Universitas Lampung.

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat
terselesaikan.
Tesis ini berjudul “Penokohan dalam Cerita Rakyat Perempuan Penunggang
Harimau Karya M. Harya Ramdhoni dan Relevansinya dengan Pembelajaran
Apresiasi Sastra di SMP adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Pascasarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia FKIP Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tesis ini tidak lepas dari bantuan,
arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Sugeng Hariyanto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
3. Prof. Dr. Sudjarwo, M,S,. selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Lampung
4. Dr. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung,
Pembimbing Akademik dan Pembahas pada seminar proposal dan hasil
yang selalu memberikan nasihat, saran-saran, kritik, motivasi dan
dukungan;

5. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung;
6. Dr. Edi Suyanto, M.Pd., selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar

memberikan motivasi, bimbingan, arahan, saran, dan kritik dalam
penyelesaian tesis ini;
7. Dr. Mulyanto Widodo, M.Pd., selaku Pembimbing Kedua yang telah
memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam penyelesain tesis ini;
8. Bapak dan Ibu dosen Program Pascasarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Univesitas Lampung
9. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu memberikan motivasi dan doa
yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis;
10. Suamiku dan anak-anakku tersayang yang senantiasa memberikan
motivasi dan doa untuk keberhasilan penulis;
11. Seluruh mahasiswa program Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia angkatan 2012 yang selalu memberikan motivasi dan semangat
kepada penulis.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna. Untuk itu,
kritik dan saran dari pembaca yang membangun demi kesempurnaan tesis ini
sangat penulis harapkan, Semoga tesis ini berguna dan bermanfaat bagi kita.
Aamiin.
Bandarlampung, Juni 2014
Penulis,


Nazimah
NPM 1223041031

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……………………………………………………………………………………..
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………..
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………………………………..
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………………………
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………………………...
RIWAYAT HIDUP …………………………………………………………………………...
MOTO………………………………………………………………………………………….
PERSEMBAHAN……………………………………………………………………………..
SANWACANA…………………………………………………………………………………
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..
DAFTAR SINGKATAN………………………………………………………………………
I. PENDAHULUAN...................................................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................................................

1.2 Perumusan Masalah........................................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.............................................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian..........................................................................................................
1. Manfaat Teoretis......................................................................................................
2. Manfaat Praktis…....................................................................................................
1.5 Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................................
1.6 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………………………….
II LANDASAN TEORI..............................................................................................................
2.1 Pengertian dan Metode Penokohan………………………............................................
2.1.1 Pengertian Penokohan........................................................................................
2.1.2 Metode Penokohan.............................................................................................
2.1.2.1 Metode Langsung..................................................................................
2.1.2.2 Metode Tidak Langsung.......................................................................
2.1.2.3 Metode Karakterisasi melalui Gaya Bahasa.........................................
2.1.2.4 Metode Karakterisasi melalui Sudut Pandang......................................
2.2 Pengertian, Ciri-ciri, Fungsi, dan Macam-Macam Cerita Rakyat...................................
2.2.1 Ciri-Ciri Cerita Rakyat.......................................................................................
2.2.2 Fungsi Cerita Rakyat…......................................................................................
2.2.3 Macam-Macam Cerita Rakyat...........................................................................
2.3 Pembelajaran Sastra........................................................................................................

2.4 Pembelajaran Apresiasi Sastra........................................................................................
2.5 Relevansi Novel sebagai Materi Pelajaran Apresiasi Sastra...........................................
2.6 Pelestarian Cerita Rakyat Perempuan Penunggang Harimau,,,......................................
2.6.1 Latar Belakang Filosofis..................................................................................
2.6.2 Dasar Budaya…...............................................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
xi
1
1
5

6
6
6
6
7
7
8
8
8
10
11
14
25
30
35
37
38
40
42
44


III METODE PENELITIAN.....................................................................................................
3.1 Deskriptif Kualitatif….....................................................................................................
3.2 Sumber Data.....................................................................................................................
3.3 Teknik Pengumpulan Data...............................................................................................
3.4 Teknik Analisis Data........................................................................................................
IV HASIL DAN PEMBAHASAN….........................................................................................
4.1 Penokohan Secara Langsung…………………………………………………………..
4.1.1.Menggunakan Nama Tokoh...................................................................................
4.1.2 Penampilan Tokoh..………………………………………………………………
4.1.3.Tuturan Pengarang..……………………………………………………………...
4.2 Penokohan Secara Tidak Langsung…..………………………………………………..
4.2.1 Melalui Dialog…….……………………………………………………………...
1. Apa yang dikatakan penutur…………………………………………………...
2. Jatidiri Penutur……………………………………………………...................
(1) Jatidiri Penutur oleh Tokoh Protagonis…..……………………………….
(2) Jatidiri Penutur oleh Tokoh Bawahan…………………………………......
4.2.2 Lokasi dan Situasi Percakapan…………………………………………………..
1. Lokasi Percakapan…………………………………………………………….
2. Situasi Percakapan…………………………………………………………….
4.2.3 Jatidiri Tokoh yang dituju oleh Penutur….………………………………………
4.2.4 Kualitas Mental Para Tokoh….…………………………………………………..
4.2.5 Nada Suara, Tekanan, Dialek, dan Kosa Kata….………………………………..
1. Nada Suara……..…………………………………………...............................
2. Tekanan……………………………………………………………………….
3. Dialek …………………………………………………………………………
4 Kosa Kata………...…………………………………………………………….
4.2.6 Karakterisasi Melalui Tindakan Para Tokoh…………………………………….
1 Melalui Tingkah Laku…..…………………………………………...................
2 Melalui Ekspresi Wajah…...………………………………………...................
3 Melalui Motivasi yang Melandasi……………………………………………..
4.3 Relevansi Cerita Rakyat Perempuan Penunggang Harimau
Karya M. Harya Ramdhoni...…………………………………………………………..
4.3.1 Memilih Topik Bahan Pembelajaran yang Sesuai...……………………………
4.3.2 Menetapkan Kriteria…………………………………………………………….
4.4 Metode Penokohan dalam PPH yang Mengandung Pesan Moral…..………………….
4.4.1 Metode Langsung dan Tak Langsung yang Mengandung Nilai Moral baik……
4.4.2 Metode Langsung dan Tak Langsung yang Mengandung Nilai Moral
Tidak Baik………………………………………………………………………
4.5 Ketepatan Pengungkapan Penokohan dalam PPH……………………………………..
V SIMPULAN DAN SARAN...………………………………………………………………
5.1 Simpulan…....………………………………………………………………………….
5.2 Saran.…....……………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

49
50
50
52
54
54
55
55
56
57
57
57
59
64
93
93
93
99
121
126
129
129
135
137
140
159
159
161
162
165
167
167
170
171
174
174
176
176
178
178
188
192
199
199
200

DAFTAR SINGKATAN

PPH

:

Perempuan Penunggang Harimau

L1

:

Karakterisasi menggunakan nama tokoh

L2

:

Karakterisasi Melalui Penampilan Tokoh

L3

:

Karakterisasi Melalui Tuturan Pengarang

TL1

:

Karakterisasi Melalui Dialog apa yang dikatakan penutur

TL2

:

Karakterisasi Melalui Jatidiri Penutur Tokoh Protagonis

TL3

:

Karakterisasi Melalui Jatidiri Tokoh Bawahan

TL4

:

Karakterisasi Melalui Lokasi Percakapan

TL5

:

Karakterisasi Melalui Situasi Percakapan

TL6

:

Karakterisasi Melalui Jtidiri Tokoh yang Dituju Penutur

TL7

:

Karakterisasi Melalui Kualitas Mental Para Tokoh

TL8

:

Karakterisasi Melalui Nada Suara

TL9

:

Karakterisasi Melalui Tekanan

TL10

:

Karakterisasi Melalui Dialek dan Kosa Kata

TL11

:

Karakterisasi Melalui Tindakan Para Tokoh

TL12

:

Karakterisasi Melalui Ekspresi Wajah

TL13

:

Karakterisasi Melalui Motivasi yang Melandasi

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Dalam dunia sastra, selain tema, plot, amanat, latar, ataupun gaya bahasa, penokohan pun merupakan salah satu unsur intrinsik penting yang membangun jalannya cerita. Penokohan merupakan unsur yang penting dalam karya naratif. Melalui penokohan, karakter para tokoh, baik tokoh utama maupun tokoh bawahan, dideskripsikan oleh pengarang karena penokohan merupakan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehing
ga peristiwa-peristiwa dapat terjalin dengan baik. (Nurgiyantoro (1988: 164) Di
samping itu, melalui penokohan, pembaca akan memahami isi sebuah karya sastra
dan dapat sekaligus mengambil pembelajaran darinya berupa nilai-nilai seperti nilai moral, agama, pendidikan, ataupun sosial.

Metode penokohan yang digunakan para pengarang bervariatif, baik metode penokohan secara langsung maupun tidak langsung. Variasi penokohan ini tentulah disajikan agar jalannya cerita menjadi menarik sehingga para pembaca merasa nikmat membacanya. Dengan variasi metode penokohan ini pula karya fiksi dapat dikaji dan dianalisis keterjalinannya dengan unsur-unsur pembangun lainnya sehingga keberhasilan sebuah karya akan terjadi jika penokohan terjalin baik dengan
unsur lainnya.

2

Cerita rakyat sebagai bagian dari kebudayaan mengandung berbagai gagasan yang
penuh nilai (makna) yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Apalagi jika cerita rakyat itu disusun dalam sebuah karya fiksi yang telah berbentuk novel yang
tentunya dapat dibaca banyak orang. Semangkin banyak orang yang dapat mengambil manfaat dari cerita rakyat karena dalam cerita rakyat terkandung berbagai
pelajaran hidup yang patut dicontoh untuk direalisasikan dalam kehidupan seharihari seperti nilai kepemimpinan, filsafat, dan kronologis perkembangan masyarakat. Di samping itu, cerita rakyat tentu mengandung unsur kebudayaan dan kearifan lokal suatu masyarakat. Priyadi (2010: 5) bahwa cerita rakyat dipandang memiliki kearifan lokal masyarakat pemiliknya. Oleh karena itu, cerita rakyat dipandang sebagai sumber informasi kebudayaan lokal yang merekam berbagai informasi tentang kesejahteraan lokal yang bersangkutan.

Tingginya nilai kehidupan yang ada dalam sebuah cerita rakyat patut untuk dikaji
dalam bentuk penelitian ilmiah. Pengkajian ini tidak hanya menganalisis metode
penokohan, tetapi juga nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya. Selain
itu , pengkajian ini diharapkan dapat turut melestarikan cerita rakyat yang mulai
dilupakan siswa karena mereka lebih cenderung memahami cerita cinta yang ada
dalam sinetron-sinetron yang ditayangkan oleh berbagai saluran televisi swasta
yang ada di Indonesia. Jika tidak dilestarikan, cerita rakyat akan punah sehingga
para pelajar pun tidak akan pernah mengenal lagi bahwa di Lampung khususnya
dan Indonesia umumnya banyak terdapat cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai
kehidupan.

3

Novel Perempuan Penunggang Harimau merupakan salah satu novel yang mengangkat cerita rakyat. Novel yang berlatar belakang kisah kerajaan Sekala Bgha yang pernah bertahta di daerah Lampung Barat sarat dengan fakta sejarah dan fiksi
berupa nama-nama kerajaan, ritual adat, panggilan kebesaran, alat-alat kebesaran
Lampung Saibatin, kesenian, dan sastra lisan masyarakat Lampung Saibatin. Di
samping itu, novel Perempuan Penunggang Harimau mengandung nilai- nilai kehidupan yang terdeskripsikan pada diri tokoh-tokohnya dan juga memiliki kearifan lokal. Nilai-nilai ini tentunya bermanfaat bagi para pelajar. Melalui nilai yang
ada di dalamnya, peserta didik diajarkan berperilaku positif dan menghindari perilaku negatif. Namun, cerita tentang Perempuan Penunggang Harimau belum banyak dikenal oleh para siswa dan guru.

Selain sarat dengan nilai-nilai yang ada di dalamnya, novel Perempuan Penunggang Harimau termasuk unik dalam proses kreatifnya. Novel ini disusun oleh seorang pengarang yang bukan berlatar belakang bidang sastra, melainkan bidang
politik. Pengarangnya adalah seorang dosen ilmu politik Unila yang lebih suka
menulis puisi dan cerpen di koran. Bahkan, proses kreatifnya ia lakukan di tiga
tempat, yaitu Lampung, Semarang, dan Malaysia serta disusun ketika pengarang
sedang menyelesaikan program Ph.d. Sains Politik di Universitas Kebangsaan
Malaysia (UKM).

Kehadiran novel Perempuan Penunggang Harimau ini menarik perhatiaan mahasiswa untuk menelitinya. Pertama, Riris Kristiani R.K., mahasiswa Program Studi
Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2010 yang meneliti nilai budayanya dengan
judul skripsi Nilai Budaya dalam Novel Perempuan Penunggang Harimau Karya

4

Muhammad Harya Ramdhoni dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar di SMA.
Kedua, Carina Aurelia, mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
angkatan 2010, yang meneliti watak tokohnya dengan judul skripsi Representasi
Sosok Wanita dalam Novel Perempuan Penunggang Harimau. Sementara itu, penulis lebih memfokuskan meneliti novel ini dari sudut bagaimana cara pengarang
mendeskripsikan watak-watak para tokoh.

Karakter adalah nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan, yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia sehingga menjadi semacam nilai instrinsik
yang terwujud dalam sistem daya juang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku.

Pendidikan karakter melalui pengajaran bahasa dan sastra dapat dilakukan dengan
berbagai cara, di antaranya adalah pelajaran apresiasi sastra. Pengajaran sastra bukan pengajaran yang menyajikan teori-teori sastra dan contoh-contohnya saja, tetapi juga dapat dikemas dengan menarik melalui kegiatan apresiasi sastra yang
memfokuskan pemahaman isi cerita melalui penokohan secara langsung dan tidak
langsung yang memiliki nilai-nilai seperti yang ada dalam novel Perempuan Penunggang Harimau. Dengan pengajaran sastra yang baik, para siswa dapat diberikan keleluasaan untuk menggeluti karya sastra secara langsung sehingga dapat
mengambil manfaat untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, tujuan pengajaran sastra adalah pencapaian apresiasi kreatif.

Belakangan ini, pendidikan yang berbasis pembentukan karakter terus digalakan.
Pemerintah telah memasukkan konsep pendidikan karakter dalam kurikulum pendidikan, termasuk kurikulum 2013. Dengan konsep pendidikan karakter, pendidik

5

an diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki karakter yang
kuat, baik dalam tataran akademik, sosial maupun moral serta menjadi warga negara yang baik dan berguna untuk kemajuan bangsa.

Berdasarkan paparan di atas, maka penelitian mengenai penokohan dalam cerita
rakyat Perempuan Penunggang Harimau dan relevansinya dengan pembelajaran
apresiasi sastra di SMP menjadi sangat penting. Penelitian ini tidak hanya mendeskripsikan penokohan melalui metode langsung dan metode tak langsung dalam
cerita Perempuan Penunggang Harimau serta relevansinya dengan pembelajaran
apresiasi sastra di SMP. Namun, secara tidak langsung, hasil penelitian ini menginformasikan pada siswa cara bersikap dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut diharapkan akan dapat membantu pembentukan karakter siswa.

1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut
1. Bagaimanakah penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni?
2. Bagaimanakah relevansi penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni dengan pembelajaran apresiasi sastra di SMP?

6

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni.
2. Mendeskripsikan relevansi penokohan dalam cerita Perempuan Penunggang
Harimau karya M. Harya Ramdhoni dengan pembelajaran apresiasi sastra di
SMP.

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun praktis.

1.4.1

Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah kajian sastra khususnya kajian penokohan secara langsung dan penokohan secara tak langsung serta
menambah ranah kajian mengenai cerita Perempuan Penunggang Harimau pada
bidang masalah penokohan.

1.4.2

Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menginformasikan kepada pembaca, guru
bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia, dan siswa tentang penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M. Harya Ramdhoni, serta
membantu guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia dalam mencari bahan
ajar sastra di SMP.

7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup masalah dalam penelitian ini sebagai berikut.
1. Penokohan dalam cerita rakyat Perempuan Penunggang Harimau karya M.
Harya Ramdhoni.
2. Relevansi penokohan dalam cerita Perempuan Penunggang Harimau karya
M. Harya Ramdhoni dengan pembelajaran apresiasi sastra di SMP.

1.6 Keterbatasan Penelitian
1. Metode yang digunakan untuk menganalisis karakter tokoh dibatasi pada metode langsung dan tidak langsung
2. Tokoh yang dianalisis dibatasi pada tokoh Sekeghumong, Kekuk Suik, Umpu
Sindi, Maulana Penggalang Paksi, Maulana Nyeghupa, dan Maulana Belunguh.

8

II. LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian dan Metode Penokohan
Fiksi merupakan salah bentuk narasi yang mempunyai sifat berbentuk cerita (Semi, 1988: 36). Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehian sehari-hari yang selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Tokohtokoh ini kemudian ditampilkan dengan perilaku masing-masing (Aminuddin,
2013: 79).

Penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif (Nurgiyantoro, 1988:
164). Masalah penokohan merupakan salah satu bagian yang kehadiran dalam sebuah fiksi amat penting dan bahkan menentukan karena tidak akan mungkin ada
suatu karya fiksi tanpa adanya penokohan (Semi, 1988: 36). Penokohan merupakan unsur penting yang menghidupkan cerita. Di sisi lain, penokohan adalah bagian dari unsur intrinsik fiksi novel (Jauhari, 2013: 158).

2.1.1

Pengertian Penokohan

Secara etimologi karakterisasi berasal dari bahasa Inggris character atau karakter
yang berarti watak atau peran. Character atau karakter bisa juga berarti orang,
masyarakat, ras, sikap mental dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra (Minderop, 2011: 2). Kemudian kata character mendapat tambahan akhiran -ization yang artinya proses sehingga characterization atau karak-

9

terisasi berarti pemeranan, pelukisan watak.

Sementara secara istilah, karakterisasi adalah pelukisan watak tokoh yang terdapat
dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2011: 2). Penokohan adalah cara pengarang
menampilkan tokoh atau pelaku (Jauhari, 2013: 161). Penokohan adalah pelukisan
gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita
(Nurgiyantoro, 1988: 165).

Istilah tokoh dan penokohan tak menyaran pada pengertian yang persis sama, istilah tokoh pada pelaku cerita. Penokohan sering disamaartikan dengan karakter
dan perwatakan, yaitu penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 1988: 165).

Pengarang menampilkan tokoh-tokoh atau pelaku-pelaku secara menyakinkan sehingga pembaca seolah-olah berhadapan dengan sebenarnya (Jauhari, 2013: 161).
Pengarang yang berhasil menghidupkan tokoh-tokoh ceritanya, yang berhasil mengisinya dengan darah dan daging, akan sendirinya menyakinkan kebenaran ceritanya (Sumardjo, 2004: 19)

Istilah yang dimunculkan para ahli berbeda-beda, yaitu penokohan dan karakterisasi. Namun, pada dasarnya kedua istilah ini mengarah pada pengertian cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh atau pelaku dalam sebuah karya sastra sehingga para pembaca sastra seakan-akan berhadapan dengan sebenarnya. Oleh karena
itu, penulis menggunakan isitilah penokohan dan karakteristik sesuai dengan sumber aslinya.

10

2.1.2

Metode Penokohan

Metode penokohan/karakterisasi dalam karya sastra adalah metode melukiskan
watak para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi (Minderop, 2011: 2). Cara
menentukan karakter (tokoh) dalam hal ini tokoh imajinatif dan menentukan watak tokoh atau watak karakter sangat berbeda.

Ada beberapa cara yang dapat dipergunakan oleh pengarang untuk melukiskan
rupa, watak atau pribadi para tokoh (Jauhari, 2013: 161).
1. Physical description (melukiskan bentuk lahir pelakon).
2. Portrayal of thought stream or of conscious thought (melukiskan jalan pikiran
pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).
3. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian).
4. Direct author analysis (pengarang langsung menganalisis watak pelakon)
5. Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon.
6. Reaction of other about/to character (pengarang melukiskan bagaimana pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelaku utama)
7. Conversation of other about character (pelakon-pelakon lain dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan tokoh utama).

Metode penokohan Suroto(1989: 93). sebagai berikut
1. Secara Analitik
Dalam metode ini pengarang menjelaskan atau menceritakan secara rinci watak
tokoh-tokohnya, misalnya A adalah seorang yang kikir dan dengki, hampir setiap
betengkar dengan tetangga dan istrinya hanya karena masalah uang serta ia mudah

11

sekali marah.
2.

Secara Dramatik

Secara dramatik pengarang tidak secara langsung menggambarkan watak tokohtokohnya, tetapi menggambarkan watak tokohnya dengan cara (a) melukiskan
tempat atau lingkungan sang tokoh, (b) mengemukakan atau menampilkan dialog
antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain, (c) menceritakan perbuatan, tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu kejadian.
3. Gabungan cara analitik dan dramatik
Dalam metode ini antara penjelasan dan drama saling melengkapi, yaitu antara
penjelasan dengan perbuatan atau reaksi serta tutur kata dan bahasanya jangan
sampai bertolak belakang.

Minderop (2011: 6), karakter (watak) tokoh, pada umumnya pengarang menggunakan dua cara atau metode dalam karyanya, metode langsung (telling) dan metode tidak langsung (showing). Metode langsung pemaparan watak pada eksposisi
dan komentar langsung dari pengarang. Metode tidak langsung memperlihatkan
pengarang menempatkan diri di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan actition. Dari kedua metode utama ini, berkembanglah menjadi metode karakterisasi
melalui gaya bahasa dan metode karakterisasi melalui sudut pandang.

2.1.2.1 Metode Langsung (Telling)
Metode langsung (telling) dilakukan secara langsung oleh si pengarang. Metode
ini biasanya digunakan oleh kisah-kisah rekaan zaman dahulu sehingga pembaca
hanya mengandalkan penjelasan yang dilakukan pengarang semata. Dengan meto-

12

de langsung ini, pengarang tidak sekadar menyampaikan watak para tokoh berdasarkan apa yang tampak melalui lakuan tetapi ia mampu menembus pikiran, perasaan, gejolak serta konflik batin dan bahkan motivasi yang melandasi tingkah laku
para tokoh.

Metode ini mencakup (1) karakterisasi melalui penggunaan nama tokoh(chararterizkoh, action through the use of the names), (2) karakterisasi melalui penampilan tokoh (chararterization through appearance), dan (3) karakterisasi melalui tuturan pengarang (chararterization by the author).

1. Karakterisasi Menggunakan Nama Tokoh
Nama tokoh dalam suatu karya sastra kerap kali digunakan untuk memberikan ide
atau menumbuhkan gagasan, memperjelas serta mempertajam perwatakan tokoh.
Pemberian nama pada tokoh bertujuan untuk melukiskan kualitas karakteristik yang membedakannya dengan tokoh yang lain. Nama tersebut mengacu pada karakteristik dominan si tokoh, misalnya tokoh Edward Murdstone dalam David Copperfield karya Charles Dickens. Tokoh Edward Murdstone digambarkan memiliki
watak keras sesuai dengan namanya stone yang artinya batu yang identik dengan
keras.

Pemberian nama dapat pula mengandung kiasan (allusion) susastra atau historis
dalam bentuk asosiasi. Nama Ethan Brand dalam Ethan Brand karya Nathaniel
Hawthorne mengacu pada tokoh pembakar kapur yang gemar bertualang. Nama
mengandung kiasan dengan tanda (brand) terhadap Cain, pewaris dosa sehingga
Brand dibuang sebagaimana ajaran yang terdapat dalam injil.

13

2. Karakterisasi melalui Penampilan Tokoh
Dalam karya sastra, penampilan tokoh memegang peranan penting dengan telaah
karakterisasi. Penampilan tokoh dapat berbentuk apa yang dikenakan dan bagaimana ekspresinya. Metode perwatakan menggunakan penampilan tokoh memberikan kebebasan pengarang untuk mengekspresikan persepsi dan sudut pandangnya.
Secara subjektif pengarang bebas menampilkan appearance para tokoh, yang secara implisit memberikan gambaran watak tokoh.

Metode karakterisasi melalui penampilan dapat terlihat pada watak tokoh Hester
berdasarkan penampilannya yang anggun, terhormat, selalu tampil cantik. Lukisan
tokoh Hester ini terlihat dalam cuplikan berikut ini.
And never has Hester Prynne appeared more ladylike, in the antique interprelation of the term, them as she issued from the prison.
Those who had before known her had expected to behold her dimmed and obscured by a disastrous cloud, were astonished, and even startled, to perceive how her beauty shone out and made a halo of misfortune and ignominy in which observer she was enveloped.
Dan tidak pernah Hester Prynne tampak seperti wanita terhormat,
dan terlihat antik sebelum dia keluar dari penjara. Orang- orang sebelumnya mengenal dia sebagai wanita suram dan dikaburkan oleh
satu awan celaka yang telah membuat kejutan.Orang- orang merasakan bagaimana kecantikan yang memancar keluar dan telah
menghapuskan segala kemalangan dan aib yang selama ini terbungkus dalam dirinya.
3. Karakterisasi melalui Tuturan Pengarang
Metode ini memberikan tempat yang luas dan bebas kepada pengarang atau narator dalam menentukan kisahnya. Pengarang berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh sehingga menembus ke dalam pikiran, perasaan, dan gejolak
batin tokoh. Di samping itu, dalam metode ini pengarang tidak sekadar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh, tetapi juga

14

mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang dikisahkannya.

Penerapan metode karakteristik melalui tuturan pengarang terlihat dalam salah satu cuplikan novel Hip Van Winkle karya Washington Irving. Watak tokohnya,
Winkle, digambarkan melalui tuturan sebagai tokoh suami yang penurut dan sederhana, tidak suka mencampuri urusan orang lain dan bukan pekerja yang baik.
Cuplikannya sebagai berikut.
In the same village ... there lived ... a simple good-natured fellow
by the name of Hip Van Winkle ... I have observed that he was a
sample good natured man; he was moreover, a kind neighbor and
an obedient henpecked husband. Indeed, to the later circumtance
might be owing that meekness of spirit which gained him such universal popularity.
Pada desa yang sama... di sana dia hidup... satu pengikut berkelakuan baik sederhana dengan nama Rip Van Winklep... Aku telah
amati bahwa dia adalah satu orang berperilaku baik ; bahkan dia
adalah tetangga yang baik dan suami yang taat. Kemudian dia juga
menjadi manusia yang memiliki kelembutan dan memiliki semangat yang mengharumkan namanya.

2.1.2.2 Metode Tidak Langsung (Showing)
Metode tidak langsung adalah metode yang lebih banyak dipilih penulis modern.
Penentuan ini tidak berdasarkan metode showing lebih baik daripada metode lainnya, tetapi disebabkan temperamen pengarang atau pengarang yang menganggap
metode showing lebih menarik bagi pembaca. Dalam metode tidak langsung ini,
pembaca dituntut untuk memahami dan menghayati watak para tokoh melalui dialog dan action mereka. Di samping itu, pembaca merasa tertantang untuk memahami dan menghayati karakter para tokoh sehingga tidak menimbulkan rasa bosan
dan monoton. Metode tidak langsung terdiri atas (a) karakterisasi melalui dialog,
(b) lokasi dan situasi percakapan, (c) jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, (d)

15

kualitas mental para tokoh, (e) nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata, dan (f)
karakterisasi melalui tindakan para tokoh.

1. Karakterisasi melalui Dialog
Karakterisasi melalui dialog terdiri atas apa yang dikatakan penutur, jatidiri penutur, lokasi dan situasi percakapan, jatidiri tokoh yang dituju oleh penutur, kualitas
mental para tokoh, nada suara, penekanan, dialek, dan kosa kata.

(1) Apa yang Dikatakan Penutur
Apakah yang dikatakan penutur sangat penting sehingga dapat mengembangkan
peristiwa-persitiwa dalam suatu alur atau sebaliknya. Bila si penutur selalu berbicara tentang dirinya sendiri tersembul kesan ia seorang yang berpusat pada diri
sendiri dan agak membosankan. Jika si penutur selalu membicarakan tokoh lain,
ia terkesan tokoh yang senang bergosip dan suka mencampuri orang lain.

Kutipan ini adalah apa yang dikatakan penutur (tokoh Hester) menggambarkan
watak yang pernah merasa putus asa karena ia merasa hidupnya tak berguna, tetapi ia tegar menghadapi penderitaan selama ini; ia tidak ingin mati karena meminum secangkir ramuan yang disodorkan oleh tokoh suaminya.
”I have thought of death, “said she, “have wished for it, would
even have prayed for it, were it fit that such as I should pray for
anything. Yet if death he in this cup. I bid thee think again, ere thou
behodest me quaff it. See! It is even now at my lips” (Hawthorne,
1936: 77-78)
”Aku telah memikirkan kematian, “ dia berkata, “telah inginkan ini
akan bahkan berdoa untuk ini, apakah ini sesuai yang seperti aku
harus berdoa untuk apapun. Namun, kalau kematian dia di cangkir
ini. Tawaran aku akan pikirkan lagi, dan aku pun segera meminumnya. Lihat! Sekarang racun ada pada bibirku
(Hawthorne, 1936: 77-78)

16

(2) Jatidiri Penutur
Jatidiri penutur di sini adalah ucapan yang disampaikan oleh seorang protagonis
(tokoh sentral) yang seyogyanya dianggap lebih penting dari apa yang diucapkan
oleh tokoh bawahan (tokoh minor) walaupun percakapan tokoh bawahan kerap
kali memberikan informasi krusiel yang tersembunyi mengenai watak tokoh lainnya.

a. Jatidiri Penutur Tokoh Protagonis
Berikut ini contoh jatidiri penutur tokoh protagonis dalam drama Mourning Becomes Electra yaitu Lavinia. Tuturan tokoh ini memberikan informasi penting kepada pembaca memahami latar belakang kehidupan keturunan Mannon yang sejak
lama dianggap mempermalukan keluarga. Tokoh terhormat David Mannon paman
Lavini dianggap merusak citra keluarga ini karena melakukan skandal dengan seorang gadis perawat keturunan Prancis dan Kanada (Canuck girl) sehingga harus
dinikahinya. Aib keluarga ini kelak memperparah masalah yang terus-menerus di
hadapi keluarga Mannon:
Lavinia. “I‟ve heard that he loved the Canuck nurse girl
who was taking care of father‟s litttle sister who died; and
had to marry her because she was going to have a baby;
and that Grandfather put them both out of the house and
the afterwards tore it down and built his one because he
wouldn't live where his brother had disgraced the family.
But what has that old scandal got to do with–––––”
(O,Neill, 1959: 37)
Lavinia. “Aku telah dengar bahwa dia mencintai Canuck
seorang perawat anak perempuan yang telah merawat adik
saudara perempuan ayahnya yang mati; dan harus mengawini dia sebab dia akan mempunyai satu bayi; dan Datuk
itu opsi mereka berdua di luar pagar dari rumah dan setelah
itu merobek ini bawah dan bangun sesuatunya sebab dia tidak akan hidup di mana saudaranya telah memalukan ke-

17

luarga. Tapi orang tersebut akan melakukan perbuatan yang
memalukan––––– ” (O,Neill, 1959: 37)
b. Jatidiri Penutur Tokoh Bawahan
Contohnya adalah kutipan dari drama Mourning Becomes Electra, disampaikan
oleh para tokoh bawahan. Tuturan dalam contoh tersebut diucapkan oleh tokoh
bawahan Anas dan Louisa, tetapi ucapan kedua tokoh ini secara implisit memberi
gambaran tokoh protagonis (keluarga Mannon) yang berskandal, bermasalah, dan
munafik.
Annes, “Secret lookin-„s if it was a mask she‟d put on. That‟s the Mannan look. They all has it. They grow it on their
wives. Seth‟s growed it on too, didn‟t you notice-from bein‟
with „em all his life. They don‟t want folks to guess their
secre” (O‟Neill, 1959: 21-22).
Annes, “Rahasia terlihat kalaulah ada satu kedok yang dia
kenakan. Itulah nampaknya Mannan. Mereka semua telah
tahu ini. Mereka menyampaikan ini pada isteri mereka. Seth pun begitu, bukankah kamu memperhatikan adanya peng
hinaan pada semua hidupnya. Mereka tidak ingin rakyat untuk menerka rahasia mereka ” (O ’ Neill, 1959: 21 - 22).
2. Lokasi dan Situasi Percakapan
Dalam kehidupan nyata, percakapan yang berlangsung secara pribadi dalam suatu
kesempatan di malam hari biasanya lebih serius dan jelas daripada percakapan yang terjadi di tempat umum pada siang hari. Bercakap-cakap di ruang duduk keluarga biasanya lebih signifikan daripada berbincang-bincang di jalan atau di teater.
Demikianlah, sangat mungkin hal ini dapat terjadi pada cerita fiksi. Pembaca harus mempertimbangkan mengapa pengarang menampilkan pembicaraan di tempat
seperti di jalan dan di teater tentunya merupakan hal penting dalam pengisahan
cerita.

18

(1) Lokasi Percakapan
Melalui lokasi percakapan, pengarang dapat menggambarkan suatu keadaan. Sebagai contoh, dalam percakapan antar para pembantu keluarga Mannon yang terjadi di bagian luar rumah yang memiliki dua pintu masuk ke arah jalan, pengarang
menggambarkan adanya warna-warni kontradiktif yang menghiasi bangunan depan rumah-hitam, putih, abu-abu dan hijau. Tergambar juga sebuah bangku taman
yang berlindung sehingga tidak terlihat dari depan rumah dan bagian atas bangunan yang ditopang pilar seperti topeng putih yang tidak selaras menempel di rumah
tersebut seakan-akan menyembunyikan keburukan dan nuansa kusam, dan juga
watak para tokoh penghuni rumah itu.

(2) Situasi Percakapan
Melalui situasi percakapan, pengarang dapat juga menggambarkan watak para tokoh dalam suatu cerita. Sebagai contoh, percakapan antara Seth, Ames, Louisa,
dan Minnie terjadi dalam situasi pesta yang diadakan di rumah keluarga Mannon.
Situasi percakapan yang riang-gembira diiringi alunan musik dan penyanyi serta
diselingi dengan acara minum-minum. Pada acara ini para tokoh mulai bergunjing
tentang majikan mereka sehingga terlihat bahwa para tokoh gemar bergunjing.

3. Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh Penutur
Penutur di sini berarti tuturan yang disampaikan tokoh dalam cerita, yaitu tuturan
yang diucapkan tokoh tertentu tentang tokoh lainnya. Contoh berikut ini ucapan
salah satu tokoh mengenai karakter tokoh Mr. Houper yang digambarkan sebagai
tokoh pendeta misterius yang mengerikan dan atas perilakunya mempermalukan
semua penduduk desa yang terdapat dalam kutipan berikut ini.

19

“How strange, “said a lady, “that a simple black veil, such as any
woman might wear on bannet, should become a terrible thing on
me. Hooper‟s face!”
“Something must surely be amiss with Mr. Hooper‟s intellect,”
observed her husband, the physician of the village. “But strangest
part of the affair is the effect on the vagary even on a sober-minded
man like myself. The blank veil, though it covers only our postor‟s
face, throws its influence over his whole person, and makes him
ghostlike from head to fool. Do you feel it so?”
(McMichael, 1980: 1154)
“Bagaimana asingnya, “kata seorang wanita, “itu satu cadar hitam
sederhana yang mungkin dipakai semua wanita harus menjadi satu
hal yang mengerikanku seperti pada Hooper!”
“Apapun sudah disalahartikan dengan akalnya Mr. Hooper,” seorang yang sering mengamati dan berhemat, dan seorang ahli pengobatan dari desa. “Tapi paling asing bagian dari keberadaannya adalah akibat tingkah laku yang aneh. Bahkan ada yang berpikiran
sehat yang menyukainya. Cadar kosong hanya dipakai oleh pastur
tersebut, pandangan ini mempengaruhi orang-orang sehingga dia
menjadi angker. Apakah kamu sangat merasakan ini?”
(McMichael, 1980: 1154)
Kutipan di atas pertama diucapkan oleh tokoh seorang wanita menggambarkan
karakter Mr. Hooper yang aneh karena ia seorang pendeta yang selalu menutupi
wajahnya dengan cadar hitam, yang seakan-akan menghindar dari pandangan orang sehingga tampak mengerikan. Kutipan yang diucapkan oleh tokoh suami itu
melukiskan bahwa sungguh tidak pantas Mr. Hooper memakai cadar hitam yang
sepantasnya dipakai perempuan. Ia memang seorang tokoh yang mengalami rasa
bersalah karena perbuatannya di masalampau. Demikian bermasalahnya karakter
Mr. Hooper, sampai-sampai si tokoh suami menggambarkannya seperti hantu. Selain itu, rasa malu yang dialami Mr. Hooper berpengaruh pada semua orang di desa itu termasuk diri si penutur.

20

4. Kualitas Mental Para Tokoh
Kualitas mental para tokoh dapat dikenali melalui alunan dan aliran tuturan ketika
para tokoh bercakap-cakap. Misalnya, tokoh yang terlibat dalam suatu diskusi yang hidup menandakan bahwa mereka memiliki sikap mental yang open-minded.
Ada pula tokoh yang gemar memberikan opini atau bersikap tertutup (close-minded) atau tokoh yang penuh rahasia dan menyembunyikan sesuatu.

Salah satu kualitas mental para tokoh adalah contoh dari drama Mourning Becomes Elctra karya Eugene O’Neill yang memperlihatkan sikap mental tokoh yang
penuh rahasia ketika tokoh Lavinia secara rahasia berkata kepada tokoh Seth bahwa ia pergi ke New York.
Levina, (again start-then slowly as if admitting a secret understanding between them), “I went to New York, Seth.”
(O,Neil, 1959: 25).
Levina, (dari awal secara perlahan sepertinya harus diakui satu pemahaman ada udang di balik batu di antara mereka), “Aku pergi ke
New York, Seth.”
Sikap mental yang penuh rahasia juga ditampilkan oleh tokoh Seth ketika bercakap-cakap dengan tokoh Levina.
Seth. “somethin‟ I calc‟late no one‟d notice‟specially‟ceptin me,
because–(them hastly as he sees someone coming up the drive.)
here‟s Peter dan Hazel comin‟. I‟ll tell you later, Vinnie, I ain‟t got
time naow anyways. Those folks are waitin‟ for me‟ (O‟Neil, 1959:
25)
Seth. “sesuatu’ terlambat aku katakan yang akhirnya tak seorangpun memperhatikan ’ secara khusus ’ aku menerimanya karena mereka segera melihat cakram sampai pada seseorang. Di sini adalah
Peter dan Hazed datang ’. Aku akan mengatakan kepada kamu kemudian, Vinnie, bagaimanapun aku tidak memiliki waktu sekarang
Rakyat menanti aku ’ (O ’ Neil, 1959: 25)”

21

5. Nada Suara, Tekanan, Dialek, dan Kosa Kata
Nada suara, tekanan, dialek, dan kosa kata dapat membantu dan memperjelas karakter para tokoh apabila pembaca mampu mengamati dan mencermatinya secara
tekun dan sungguh.

(1) Nada Suara
Nada suara, walaupun diekspresikan secara eksplisit dan implisit dapat memberikan gambaran kepada pembaca watak si tokoh apabila ia seorang yang percaya
diri, sadar akan dirinya atau pemalu–demikian pula sikap ketika si tokoh bercakap-cakap dengan tokoh lain. Contohnya nada suara tokoh Louisa yang bernada
mengecam dan marah terhadap keluarga Mannon yang tampak dengan adanya
tanda seru si akhir ucapan tokoh.
Louisa. “The Mannon got skeletons in their closets same as others!
Worse ones. (Lowering their voice almost to a whisper–to her husband.) Tell Minnie about old Abe Mannon‟s brother David
marryin‟ that French Canuck nurse girl he‟d got into trouble”
(O,Neill, 1959: 22).
Louisa. “Mannon memperoleh tulang pada kamar kecil mereka sama seperti orang lain! Sesuatu lebih buruk. (Menurunkan suara mereka hampir seperti bisikan kepada suaminya.) Katakan kepada
Minnie tentang tua saudara Abe Mannon Daud yang telah menikah
bahwa Perancis Canuck merawat anak perempuan dia mendapakan
banyak masalah ” (O,Neill, 1959: 22).
(2) Tekanan
Penekanan suara memberikan gambaran penting tentang tokoh karena memperlihatkan keaslian watak tokoh. Bahkan dapat merefleksikan pendidikan, profesi dan
dari kelas mana si tokoh berasal. Misalnya, tekanan yang ditampilkan oleh para
tokoh Lavinia yang memperlihatkan watak dan kondisi mental/emosinya yang se-

22

dang marah.
Levinia. (stiffening-brasquely) I don‟t know anything about love! I
don‟t want to know anything! (intensly). I hate love!
(O,Neill, 1955: 29)
Levinia. (mengeraskan dengan kerasnya) Aku tidak mengetahui segalanya tentang cinta! Aku mau tidak mengetahui apapun! (secara
mendalam). Aku membenci cinta! (O,Neill, 1955: 29)

(3) Dialek dan Kosa Kata
Dialek dan kosa kata dapat memberikan fakta penting tentang seorang tokoh karena keduanya memperlihatkan keaslian watak. Bahkan, dapat mengungkapkan pendidikan profesi dan status sosial si tokoh, apakah ia seorang berpendidikan, dari
kalangan tertentu, pekerjaan dan wataknya yang hakiki. Misalnya kata-kata dalam
percakapan para tokoh dari kalangan pembantu rumah tangga keluarga Mannon
yang menunjukkan bahwa mereka bukan tokoh yang berpendidikan dan berasal
dari kalangan bawah.
Seth. “How‟s that fur singin‟ fur an old feller? I used to be noted
fur my chanties. (Seeing she is paying no attention to him but is
staring with open–mouted awe at the house, he to Ames–jubilantly.) By jingo, Amos, if that news true, there won‟t be a sober man
in town to–ni

Dokumen yang terkait

PENOKOHAN DALAM CERITA RAKYAT PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA M. HARYA RAMDHONI DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP

0 7 76

KONFLIK DALAM NOVEL PEREMPUAN PENUNGGANG HARIMAU KARYA MUHAMMAD HARYA RAMDHONI DAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

6 27 69

CERITA RAKYAT DI KABUPATEN BOYOLALI: SUATU KAJIAN STRUKTUR, NILAI PENDIDIKAN, DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA TINGKAT SD.

0 0 15

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM CERITA RAKYAT DI KABUPATEN PURWOREJO (Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra Anak di Sekolah Dasar).

0 0 18

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA DALAM CERITA ANAK PELANGI DI SEBERANG LAUT KARYA HANACHAN SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI MATERI PEMBELAJARAN APRESIASI CERITA ANAK SISWA SEKOLAH DASAR.

0 0 18

KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT KALANTIKA SERTA RELEVANSINYA SEBAGAI BAHAN AJAR DI SMP

0 0 16

KAJIAN STRUKTURAL CERITA DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT DI KABUPATEN KEBUMEN DAN RELEVANSINYA DENGAN MATERI PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

0 2 18

ANALISIS NILAI PENDIDIKAN CERITA RAKYAT PUTRI MANDALIKA DAN HUBUNGAN DENGAN PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMP - Repository UNRAM

0 50 61

JURNAL STUDI KOMPARATIF KARAKTER TOKOH DALAM CERITA RAKYAT JAWA TENGAH RARA JONGGRANG DAN CERITA RAKYAT JAWA BARAT SANGKURIANG SERTA RELEVANSINYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

0 1 11

NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA RAKYAT BALANG KESIMBAR DAN HUBUNGANNYA DENGAN PEMBELAJARAN SASTRA DI SMP

0 7 99