BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori - BAB II DHIAH MURTISARI PGSD'14
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori
1. Berbicara
a. Pengertian Berbicara Berbicara merupakan suatu kebutuhan bagi manusia, tanpa berbicara manusia tidak dapat berkomunikasi secara lisan dengan manusia yang lain. Berbicara merupakan kemampuan yang didapat dan dipelajari seiring dengan perkembangan manusia. Kemampuan berbicara yang baik, harus melalui pembiasaan yang dimulai dengan menyimak.
Menurut Linguis berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan perkembangan kosa kata yang diperoleh oleh sang anak; melalui kegiatan menyimak dan membaca. (Greene & Petty dalam Tarigan,2008:3)
Sedangkan menurut Mulgrave berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrument yang
8 mengungkapkan kepada penyimak hampir-hampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya; dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Tarigan,2008:16)
Berdasarkan uraian di atas berbicara dapat disimpulkan sebagai suatu proses menyampaikan gagasan, ide, perasaan, dan harapan melalui kosakata-kosakata yang disampaikan secara lisan (mulut). Berbicara dapat digunakan untuk berkomunikasi selagi apa yang disampaikan oleh pembicara dapat diterima dengan baik oleh penerima. Hal ini tentunya membutuhkan kesamaan persepsi mengenai bahasa yang digunakan oleh pembicara dan penyimak.
Setelah persamaan persepsi inilah maka kegiatan berbicara dapat dilakukan dengan lancar. Selain syarat persamaan persepsi di atas, ada beberapa prinsip lagi yang mendasari kegiatan berbicara. Menurut Brooks prinsip-prinsip tersebut antara lain : a. Membutuhkan paling sedikit dua orang.
b. Mempergunakan suatu sandi linguistik yang dipahami bersama.
c. Menerima atau mengakui suatu daerah referensi umum.
d. Merupakan suatu pertukaran antara partisipan (pembicara dan penyimak).
e. Menghubungkan setiap pembicara dengan yang lainya dan kepada lingkungannya dengan segera. f. Berhubungan atau berkaitan dengan masa kini.
g. Hanya melibatkan aparat atau perlengkapan yang berhubungan dengan suara / bunyi bahasa dan pendengaran
(vocal and auditory apparatus) .
h. Secara tidak pandang bulu menghadapi serta memperlakukan apa yang nyata dan apa yang di terima sebagai dalil.
(Tarigan, 2008: 17-18).
Untuk dapat menilai dan mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang, pada prinsipnya kita harus memperhatikan lima faktor, yaitu sebagai berikut:
1. Apakah bunyi-bunyi tersendiri (vokal dan konsonan) di ucapkan dengan tepat?
2. Apakah pola-pola intonasi, naik dan turunya suara, serta tekanan suku kata, memuaskan?
3. Apakah ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang digunakanya?
4. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat?
5. Sejauh manakah “kewajaran” atau “kelancaran” ataupun
“kenative-speaker-an” yang tercermin bila seseorang berbicara? (Tarigan,2008:28)
2. Muatan Lokal Bahasa Jawa Ragam Bahasa Mudha Krama
a. Hakikat Bahasa Bahasa dapat diibaratkan sebagai alat yang dapat menghubungkan pemikiran manusia. Alat ini kemudian dipakai dengan cara berbicara atau disampaikan secara lisan. dengan adanya alat dan cara pemakaiannya maka tujuan yang diharapkan dapat tercapai dengan baik yaitu ide yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh penerima idea tau lawan bicara.
Bahasa adalah suatu sistem, sama dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, Bahasa dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang, yang berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain; dan bunyi itu adalah bunyi bahasa yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Bahasa bersifat arbitrer, artinya antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya.
(Chaer,2003:30) Menurut lyons dapat dikatakan bahwa bahasa harus bersistem, berwujud simbol yang kita lihat dan kita dengar dalam lambang, serta bahasa digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi. (Aslinda,2010:1)
Bahasa adalah alat komunikasi yang digunakan oleh orang perorang untuk menyampaikan gagasan atau perasaannya kepada orang lain dan orang lain pun dapat memahami apa yang disampaikan. Bahasa tidak digunakan hanya untuk berbicara tetapi bisa disampaikan melalui tulisan yang biasanya disebut sebagai bahasa tulis.
b. Fungsi Bahasa Lima penjelasan fungsi bahasa antara lain: fungsi ekspresi adalah bahasa alat untuk melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Fungsi informasi adalah fungsi untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjelaskan suatu hal, perkara, dan keadaan. Fungsi persuasi adalah penggunaan bahasa yang bersifat mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik. Dan fungsi entertaimen adalah penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin. (Chaer, 2003:33)
Selain dari kelima fungsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Bahasa merupakan alat yang sangat penting dalam sebuah komunikasi dan dapat dipergunakan dalam menyelesaikan berbagai masalah atau keadaan sesuai denga kebutuhan si pembicara dan si penyimak. Untuk itu mempelajari bahasa sejak dini merupakan hal yang mutlak harus dilakukan oleh setiap orang, baik itu bahasa asing maupun bahasa daerahnya sendiri atau bahasa ibu. Dalam masyarakat Jawa khususnya Jawa Tengah, bahasa dapat menciptakan suatu citra tertentu bergantung pada kosa kata yang kita pilih. Hal ini disebabkan oleh tingkatan bahasa yang ada pada masyarakat Jawa yang biasa disebut dengan unggah-ungguhing Basa.
c. Asal-usul bahasa Menurut Brooks bahasa itu lahir pada waktu yang sama dengan kelahiran manusia. Bahasa pada mulanya berbentuk bunyi-bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai simbol bagi benda, hal, atau kejadian tetap di sekitar yang dekat dengan bunyi-bunyi itu. Kemudian bunyi- bunyi itu dipakai bersama oleh orang-orang di tempat itu. (Chaer, 2003:32)
Berdasarkan teori di atas, dapat dikatakan bahwa Bahasa lahir sejalan dengan perkembangan manusia dan kebutuhan manusia untuk saling berkomunikasi. Usaha manusia untuk berkomunikasi inilah yang kemudian menjadi suatu sistem yang disebut bahasa. Pada suatu tempat tertentu akan terdapat bahasa tertentu, bergantung pada masyarakat dan alam sekitar. Hal ini menjadikan Bahasa di dunia ini menjadi beraneka ragam.
d. Muatan Lokal Muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan Atas
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan bahan kajian yang dimaksudkan untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap potensi di daerah tempat tinggalnya. Potensi tersebut meliputi potensi alam, budaya, kesenian, industri dan kewirausahaan. Potensi yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah potensi budaya yang di dalamnya terkandung unsure bahasa. Bahasa di kategorikan sebagai budaya karena dalam masyarakat Jawa Bahasa juga dapat menunjukkan budaya orang yang menggunakannya.
Muatan lokal merupakan bagian dari struktur dan muatan kurikulum yang terdapat pada Standar Isi di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan. Keberadaan mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan pendidikan yang tidak terpusat, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional sehingga keberadaan mata pelajaran muatan lokal mendukung dan melengkapi mata pelajaran yang lain. (www.puskur.net, 3 maret 2014:13.23)
Berdasarkan uraian tersebut maka muatan lokal khususnya di daerah Provinsi Jawa Tengah diantaranya adalah Bahasa Jawa. Muatan lokal ini diwajibkan diajarkan pada peserta didik sekolah dasar hingga peserta didik menengah atas. Peraturan tersebut diharapkan dapat menjadikan bahasa jawa sebagai bahasa ibu masyarakat Jawa Tengah menjadi tetap terpelihara keberadaannya di tengah arus globalisasi saat ini.
2. Tujuan Muatan Lokal Mata pelajaran muatan lokal bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka:
1. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya,
2. Memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya,
3. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai- nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat.
4. Menyadari lingkungan dan masalah-masalah yang ada di masyarakat serta dapat membantu mencari pemecahannya.
(www.puskur.net, 3 maret 2014:13.23)
3. Ruang lingkup Muatan Lokal Ruang lingkup muatan lokal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Lingkup Keadaan dan Kebutuhan Daerah.
Keadaan daerah adalah segala sesuatu yang terdapat didaerah tertentu yang diperlukan oleh masyarakat di suatu daerah. Kebutuhan daerah tersebut misalnya kebutuhan untuk: a. Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah yang harus segera dimulai sedini mungkin agar tumbuh kesadaran untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan yang ada di Jawa Tengah.
b. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan di bidang tertentu, sesuai dengan keadaan perekonomian daerah, misalnya kemampuan mendirikan dan memajukan potensi alam menjadi suatu objek wisata.
c. Meningkatkan penguasaan bahasa Asing untuk keperluan sehari-hari, dan menunjang pemberdayaan individu dalam melakukan belajar lebih lanjut (belajar sepanjang hayat). Untuk belajar menuju jenjang yang lebih tinggi masyarakat harus mempunyai bekal Bahasa Asing, dengan demikian mereka tidak akan menemui kesulitan jika harus berinteraksi dengan masyarakat asing.
d. Meningkatkan kemampuan berwirausaha. Berwira usaha dapat dimulai dari mengolah potensi yang ada di daerah Jawa Tengah.
2. Lingkup isi Jenis muatan lokal dapat berupa: bahasa daerah,
Bahasa Asing (Inggris, Mandarin, Arab dll), kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat istiadat, dan pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar, dan karakteristik daerah. (www.puskur.net, 3 maret 2014:13.23). Muatan lokal yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah muatan lokal Bahasa Daerah yaitu Bahasa Jawa, yang merupakan Muatan Lokal wajib di Provinsi Jawa Tengah.
e. Pengertian Bahasa Jawa Bahasa Jawa merupakan unsur utama dari budaya Jawa itu sendiri, Bahasa Jawa adalah bahasa yang berfungsi sebagai sarana komunikasi dan berinteraksi di lingkungan keluarga dan masyarakat di daerah Jawa Tengah. Bahasa Jawa digunakan dalam upacara tradisional, ekspresi seni dan budaya dan berbagai keperluan dalam kehidupan masyarakat. ( Perda Jawa Tengah No. 9 Th 2012 tentang bahasa, sastra, dan aksara Jawa)
Bahasa Jawa lazim juga disebut sebagai bahasa ibu karena bahasa itulah yang pertama-tama dipelajari seorang anak. Kalau kemudian si anak mempelajari bahasa lain, yang bukan bahasa ibunya maka bahasa lain yang dipelajarinya itu disebut bahasa kedua. Bahasa Jawa merupakan Bahasa yang luhur. Banyak kalangan yang menggunakannya, mulai dari kalangan bangsawan keratin sampai kalangan masyarakat biasa. f. Peran dan Fungsi Bahasa Jawa Fungsi dan peran bahasa Jawa tidak hanya terbatas sebagai sarana komunikasi, namun dapat didayagunakan sebagai wahana untuk menggali kearifan budaya lokal yang unggul. Selain itu bahasa Jawa dapat menjadi sarana ekspresi seni dan budaya. Bahasa Jawa memiliki nilai-nilai yaitu nilai-nilai moral, etis, dan estetis yang dapat didayagunakan untuk pem-bangunan watak dan budi pekerti. Apabila bahasa dan sastra Jawa kurang dipahami dan ditinggalkan oleh penuturnya, akan berdampak secara sosial dan kultural, antara lain lunturnya etika, moral, sopan santun, dan budi pekerti. ( Perda Jawa
Tengah NO.9 TH 2012 tentang bahasa, sastra, dan aksara Jawa)
Dengan uraian di atas, maka sangatlah penting bagi kita untuk melestarikan Bahasa Jawa. Selain sebagai Bahasa Daerah yang harus tetap dipertahankan, Bahasa Jawa juga ternyata memiliki peran penting terhadap perkembangan individu bangsa ini dengan banyak nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya.
g. Landasan hukum Muatan Lokal Bahasa Jawa Berdasarkan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu Ke-bangsaan bahwa Pemerintah Daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah untuk memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman, dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai daerah otonom, sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah, maka Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mempunyai kewajiban untuk melakukan pelindungan, pembinaan, dan pengembangan bahasa, sastra, dan aksara Jawa.( Perda Jawa Tengah NO.9 TH 2012 tentang bahasa, sastra, dan aksara Jawa) h. Bahasa Mudha Krama
Bahasa Mudha Krama adalah bahasa yang luwes. Orang yang diajak berbicara dihormati adapun orang yang mengajak bicara merendahkan diri. Biasanya menjadi bahasanya orang muda kepada orang tua. Bentuk Mudha Krama ini bahasanya karma semua dicampur dengan krama Inggil untuk orang yang diajak bicara. Contohnya: Kata “Aku” diubah menjadi “kula” dalam bahasa krama Kata “Kowe” diubah menjadi “panjenengan”, kadang-kadang juga disambung dengan kata peprenahannya atau yang biasa disebut kata panggilan. (Purwadi, 2005:33).
Dari uraian di atas dapat diambil pengertian sebagai berikut, bahasa Mudha Krama yaitu bahasa yang digunakan untuk berbicara dengan orang yang seharusnya dihormati dan bahasanya sendiri tersusun atas bahasa krama yang dicampur dengan bahasa krama
inggil. Bahasa Mudha Krama juga tidak terlalu sulit untuk digunakan
dalam percakapan sehari-hari karena bahasanya tidak terlalu tinggi seperti yang digunakan dalam keratin oleh para bangsawan. Mudha Krama lebih luwes jika harus digunakan pada orang yang sebaya atau bahkan kepada orang yang lebih muda dengan maksud menghormati pada yang sebaya atau mengajarkan pada yang lebih muda.
3. Metode Struktur Keping bicara (Talking Chips) Menurut (Warsono, 2012: 235) Metode ini mendorong timbulnya partisipasi serta keterampilan berwacana dalam berkelompok.
Kegiatan ini juga menjamin agar setiap kelompok berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Dalam kegiatan ini fasilitator mengatur kelas sedemikian rupa sehingga ada ruang yang cukup bagi adanya kelompok-kelompok peserta didik berisi sejumlah orang, bergantung variasi jumlah keping bicara yang disediakan oleh guru. Cara kerjanya:
1. Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok
2. Guru menyampaikan keping bicara berupa sesuatu bentuk yang dapat berupa keping kertas berbentuk bulat atau berbentuk persegi terbuat dari kardus atau karton manila berwarna-warni yang berisi topik peristiwa yang berbeda-beda.
3. Guru melakukan presentasi singkat terkait bahan ajar dan materi
4. Peserta didik dalam kelompok memilih keping bicara. Mereka menempatkan keping bicara tersebut dimeja mereka
5. Salah satu peserta didik bicara terkait tugas yang diminta dalam keping bicara, bergantian dengan kelompok yang lainnya sampai semua peserta didik mendapatkan giliran berbicara.
6. Pada akhir diskusi kelompok, setiap peserta didik harus sudah menggunakan seluruh keping bicara yang tersedia
7. Setelah selesai guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang sudah berlangsung.
Kelebihan dan kekurangan metode Struktur keping bicara (Talking Chips) Model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengemukakan idenya, sehingga tidak ada peserta didik yang mendominasi dan peserta didik yang diam saja. Selain itu dalam pembelajaran Talking Chips dapat membantu guru untuk memonitoring tanggung jawab individu, sehingga berperan sebagai pembimbing dan pengarah dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.
4. Karakter Sikap Menghormati
a. Pengertian karakter Karakter bisa dikatakan sebagai simbol yang mewakili seseorang karena karakter sangat lekat dengan diri orang tersebut.
Karakter yang terbentuk pada diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah lingkungan.
Scerenco (1997) mendefinisikan karakter sebagai atribut atau ciri- ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang, suatu kelompok atau bangsa.
Menurut Simon Philip, karakter adalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan, Doni koesoema A, memahami bahwa karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya, atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentuk-bentuk yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. (Mu’in, 2011:160) b. Pengertian Pendidikan Karakter
Karakter dapat dibentuk sejak dini, salah satunya dengan menggunakan pendidikan karakter yang terintegrasi dalam mata pelajaran dan kehidupan sehari-hari peserta didik. Pendidikan karakter nantinya akan dapat membimbing peserta didik menuju karakter yang baik.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pengelolaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga dan lingkungan sekolah. (Muslich, 2011:84)
Dengan demikian tujuan pendidikan karakter adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi, serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
(Muslich,2011:81) Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. (Muslich,2011:86) c. Pengertian Sikap Setelah manusia memiliki karakter atau ciri khas maka ia akan dapat bersikap dan menentukan sikap yang sesuai dengan karakter dan jati dirinya. Sikap yang diambil oleh seseorang pastilah sama dengan karakter orang tersebut, maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan pencerminan dari karakter yang dimiliki seseorang. Harrel mendefinisikan “sikap” dengan mengutip American Heritage
Dictionary yang mengatakan bahwa sikap adalah cara berpikir atau
merasakan dalam kaitannya dengan sejumlah persoalan. Ia mengatakan bahwa sikap itu mencerminkan hidup. (Mu’in, 2011:168) Sikap dapat dilihat dari tingkah laku seseorang saat ia menjalani kehidupan sehari-hari dan ketika ia menemui suatu masalah dan menyelesaikannya dengan mengambil keputusan. Sikap yang ditunjukkan oleh seseorang terkadang merupakan pencerminan dari karakter orang tersebut. Untuk itu sikap sangat penting dalam kehidupan seseorang, terutama untuk diajarkan sejak dini kepada anak.
Jika seorang anak memiliki sikap yang baik maka orang akan dapat melihat karakter anak tersebut sebagai anak yang berkarakter baik.
d. Sikap Hormat Sikap hormat merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap manusia. Tanpa adanya sikap hormat maka manusia akan bersikap seenaknya dan tidak menghargai privasi orang lain. Sikap hormat harus ditunjukkan pada setiap manusia lain dalam kehidupan sehari- hari karena dengan saling menghormati maka kehidupan akan menjadi lebih tertib dan kondusif.
Esensi penghormatan (respect) adalah untuk menunjukkan bagaimana sikap kita secara serius dan khidmat pada orang lain dan diri sendiri. Rasa hormat biasanya ditunjukkan dengan sikap sopan dan juga membalas dengan kebaikhatian, baik berupa sikap maupun pemberian. Sedangkan, rasa hormat juga bisa berarti bersikap toleran, terbuka, dan menerima perbedaan sekaligus menghormati otonomi orang lain. (Mu’in, 2011:215)
Sikap hormat berarti menunjukkan penghormatan terhadap seseorang atau sesuatu. Nilai ini memiliki tiga macam bentuk utama: sikap hormat terhadap diri sendiri, sikap hormat terhadap orang lain, sikap hormat terhadap semua bentuk kehidupan dan lingkungan yang menunjangnya. Sikap hormat dalam hal ini berarti menunjukkan sikap menghormati harkat orang lain atau sesuatu. Termasuk didalamnya adalah sikap hormat terhadap diri sendiri, hormat terhadap hak dan harga diri semua orang, dan hormat terhadap lingkungan yang menunjang kehidupan. Sikap hormat adalah sisi pengendali moralitas; sikap hormat mencegah kita merusak sesuatu yang wajib kita hargai.
5. Media Gambar
a. Pengertian media Kata media berasal dari bahasa latin yang berarti medius yang secara harfiah artinya tengah, perantara atau pengantar.
Dalam bahasa arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Menurut Gerlach dan Ely media bila dipahami secara garis besar adalah manusia,materi, atau kejadian yang membangun peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap. (Arsyad, 2007:3)
Dengan kata lain, media adalah komponen sumber belajar atau wahana fisik yang mengandung materi instruksional dilingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Salah satu fungsi utama media adalah alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi dan lingkungan belajar yang ditata dan diciptakan oleh guru.
Dari berbagai definisi tersebut dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
b. Media visual Media visual juga disebut media pandang, karena seseorang dapat menghayati media tersebut melalui penglihatannya. Media ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Media visual yang tidak diproyeksikan.
2. Media visual yang diproyeksikan.
Media yang digunakan pada penelitian ini adalah Media visual yang tidak diproyeksikan merupakan media yang sederhana, tidak membutuhkan projector dan layar untuk memproyeksikan perangkat lunak. Termasuk dalam jenis ini antara lain adalah Gambar mati atau gambar diam (still picture).
Kelebihan gambar
a. Dapat menerjemahkan ide-ide abstrak ke dalam bentuk yang lebih nyata b. Banyak tersedia dalam buku-buku
c. Sangat mudah dipakai karena tidak membutuhkan peralatan d. Relative tidak mahal
e. Dapat dipakai untuk berbagai tingkat pelajaran dan bidang studi.
Kelemahan gambar
a. Kadang-kadang terlampau kecil untuk ditunjukkan di kelas yang besar b. Gambar mati adalah gambar dua dimensi. Untuk menunjukkan demensi yang ketiga (kedalaman benda), harus digunakan satu seri gambar dari objek yang sama tetapi dari sisi yang berbeda c. Tidak dapat menunjukkan gerak
d. Pebelajar tidak selalu mengetahui bagaimana membaca (menginterpretasi) gambar.
Manfaat gambar sebagai media visual:
a. Menimbulkan daya tarik bagi pebelajar. Gambar dengan berbagai warna akan lebih menarik dan membangkitkan minat serta perhatian pebelajar.
b. Mempermudah pengertian pebelajar. Suatu penjelasan yang sifatnya abstrak dapat dibantu dengan gambar sehingga pebelajar lebih mudah memahami apa yang dimaksud.
c. Memperjelas bagian-bagian yang penting. Melalui gambar, dapat diperbesar bagian-bagian yang penting atau yang kecil sehingga dapat diamati lebih jelas.
d. Menyingkat suatu uraian panjang. Uraian tersebut mungkin dapat ditunjukkan dengan sebuah gambar saja.
(Arsyad, 2007: 9) Media gambar digunakan untuk mempermudah penyampaian materi dan mempermudah pembelajaran dengan metode Struktur
Keping Bicara (Talking Chips). Gambar diselipkan sebagai alat peraga agar mempermudah anak untuk berbicara karena kecenderungan kemampuan berpikir peserta didik sekolah dasar masih konkrit dan belum mampu berfikir secara abstrak.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini antara lain adalah penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Jawa Melalui Teknik Melanjutkan Cerita Peserta didik Kelas IV SD Negeri Karangjambe Kecamatan Padamara, Kabupaten Purbalingga” yang dilakukan oleh Catur Andriyanto. Dari penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa kemampuan berbicara bahasa jawa dapat ditingkatkan dengan teknik melanjutkan cerita dengan hasil yang diperoleh sebagai berikut:
Pratindakan sebanyak 21,8%,Siklus I sebanyak 37,5% sedangkan siklus II sebanyak 81,2% dari presentase ini dapat dilihat adanya peningkatan yang mencapai ketuntasan dan termasuk dalam criteria baik.
Selain penelitian diatas terdapat pula penelitian yang dilakukan oleh Ika Siti Paramita yang berjudul “Peningkatan Keterampilan Berbicara Krama Lugu Peserta didik Kelas II Melalui Picture And Picture” yang menunjukkan hasil Peningkatan aktivitas peserta didik. Pada siklus I
aktivitas peserta didik mendapat skor 17,45, rata-rata skor 2,5 yang
termasuk kategori baik, sedangkan pada siklus II mendapatkan skor 19,
rata-rata skor 2,7 yang termasuk dalam kategori baik. Persentase
ketuntasan keterampilan berbicara peserta didik pada siklus I adalah 54%
kategori cukup mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 73%
kategori baik.Berdasarkan penelitian yang relevan di atas peneliti ingin mengadakan penelitian untuk meningkatkan kemampuan berbicara Bahasa Jawa dengan metode yang berbeda yaitu dengan menggunakan metode Struktur Keping Bicara (Talking Chips) dan media gambar.
C. Kerangka Berpikir
Pada kondisi awal peneliti belum menggunakan model Struktur Keping Bicara (Talking Chips) dan media gambar, sehingga kemampuan peserta didik masih rendah terhadap pembelajaran berbicara Bahasa Jawa ragam Bahasa Mudha Krama materi mengomentari peristiwa dan mengajukan serta menjawab pertanyaan sesuai konteks bacaan serta dalam tes formatif berbicara hasil yang dicapai masih tidak memuaskan. Setelah penulis melakukan tindakan dengan melaksanakan model Struktur Keping Bicara (Talking Chips) dan media gambar terhadap pembelajaran Bahasa Jawa ragam Bahasa Mudha Krama materi mengomentari peristiwa dan mengajukan serta menjawab pertanyaan sesuai konteks bacaan maka pemahaman peserta didik terhadap materi meningkat dan kemampuan berbicara peserta didik juga meningkat.
Secara rinci kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
Siklus 1 :
1. Tahap perencanaan menggunakan
Dalam belajar guru
metode dan media
menggunakan
2. Tahap pelaksanaan
Merencanakan metode Struktur
3. Tahap observasi
Keping Bicara dan PTK
4. Tahap refleksi
media gambar Siklus II :
1. Tahap perencanaan Berhasil menggunakan metode dan media
Untuk
Berhasil
mengetahui
2. Tahap pelaksanaan
peningkatan kemampuan
3. Tahap observasi
berbicara, maka
Gagal Selesai
4. Refleksi
penelitian dilanjutkan ke siklus II
Perencanaan Pemahaman terhadap materi tindakan pembelajaran meningkat berikutnya
Gambar 2.1 Skema kerangka berpikirD. Hipotesis Tindakan
Dengan memepertimbangkan dan merujuk beberapa pendapat diatas, disusunlah hipotesis tindakan sebagai berikut: a. Penggunaan model Struktur Keping Bicara (Talking Chips) dan media gambar dapat meningkatkan sikap menghormati peserta didik.
b. Peningkatan sikap menghormati peserta didik akan berkorelasi positif dengan peningkatan kemampuan berbicara Bahasa Jawa ragam Bahasa Mudha Krama.